This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Menunjukan dalil tentang thaharoh (d)
Menunjukan dalil tentang thaharoh (d)
Menunjukan dalil tentang thaharoh (d)Menunjukan dalil
tentang thaharoh (d)
3. Peta Kompetensi
Menjelaskan materi Fiqih MTs pada aspek thaharah, adzan dan iqomat, shalat fardhu, shalatberjamaah, dan shalat jama’ dan qashar secara mendalam.
Menjelaskan macam- macam hadas besar dan hadas kecil serta tata cara mensucikannya (c)
Menjelaskan hal-hal yang disunatkan dalam adzan
Menjelaskan hal-hal yang membatalkan shalat
fardlu(c)
Menjelaskan ketentuan makmum masbuk (c)
Memjelaskan tatacara shalat jama’ dan qashar
(b)
Menjelaskan macam- macam najis dan tatacara
mensucikannya (b)
Menjelaskan definisi thaharah (a)
1
Menjelaskan ketentuan adzan dan iqamat (b)
Menjelaskan definisiAdzan dan Iqomah (a)
2
Menjelaskan syarat dan rukun shalat fardu (b)
Menjelaskan definisiShalat Fardu (a)
3
Menjelaskan ketentuan shalat berjam’ah (b)
Menjelaskan definisiShalat berjama’ah (a)
4
Membjelaskan definisi shalat jama’ dan qashar
(a)
5
Menjelaskan tentang Konsep Materi Fiqih MTs
D. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok
Bahasan pokok dalam modul ini adalah bagaimana memahami proses
belajar mengajar di Madrasah Tsanawiyah (MTs) terutama dalam hal
berjamaah, dan shalat jama’ dan qashar yang mencakup:
1. Thaharah, yang meliputi :
a. Definisi Thaharah,
b. Macam-macam bersuci dan tata cara mensucikannya,
c. Tata cara bersuci dari hadas dan najis
2. Shalat fardhu, yang meliputi :
a. Definisi shalat fardhu,
b. Syarat dan rukun shalat fardhu,
c. Hal-hal yang membatalkan shalat fardhu,
3. Adzan dan Iqamat, yang meliputi:
a. Definisi adzan dan iqamat,
b. Ketentuan adzan dan iqamat,
c. Hal-hal yang disunatkan dalam adzan dan iqamat
4. Shalat berjama’ah, yang meliputi :
a. Definisi shalat berjama’ah,
b. Ketentuan dan tata cara shalat berjam’ah,
c. Ketentuan makmum masbuk
5. Shalat jama’ dan qasar, yang meliputi :
a. Shalat jama’
b. Shalat qashar
BAB II MATERI
POKOK 1
THAHARAH
B. Uraian Materi
1. Definisi Thaharah
a. Taharah menurut bahasa artinya bersuci, bersih
b. Menurut syara’ thaharah bermakna bersuci dari hadas dan najis baik di
badan, pakaian dan tempat yang dipergunakan supaya dapat
menunaikan ibadat khususnya ibadat solat. Dalam hal ini yang
dimaksud adalah bersuci wajib, seperti; mandi junub untuk
menghilangkan hadas besar dan wudhu untuk menghilangkan
hadas kecil ( Abidin, 1998: 87). Sedangkan Imam Nawawi
memberikan definisi taharah adalah suatu pekerjaan menghilangkan
hadas atau najis. Taharah dalam arti menghilangkan hadas adalah
mandi junub, wudlu, dan tayamum, sedangkan dalam arti
menghilangkan najis adalah istinja dengan air dan istijmar dengan
batu ( Suyono, 1998: 87).
Tetapi syariat lazim menggunakan kalimat thaharah (suci) dan
kalimat-kalimat pecahannya, seperti thahura, yath-huru, thahir. Kalimat
nazhafat (bersih) hanya sesekali saja digunakannnya. Alasannya, karena
dalam tradisi syariat kalimat thaharah (suci) dimaksudkan sebagai bersuci
dari hadats kecil dengan berwudhu serta hadats besar dengan cara mandi
janabat, dan juga dimaksudkan membersihkan diri dari kotoran serta
naijs-najis baik yang bisa diindra, seperti air kencing, madzi, darah haid,
dan darah nifas, maupun yang tidak bisa diindra; seperti dosa-dosa yang
17
bersifat batin maupun dosa-dosa yang dilakukan anggauta tubuh (Hasan
Ayub, 2011:5)
Dari beberapa definisi di atas thaharah tersebut di atas menunjukan
bahwa, thaharah adakalanya mengandung hakekat yang sebenarnya,
seperti bersuci dengan air atau menurut hukum bersuci dengan tanah
ketika bertayamum, tetapi juga adakalanya mengandung arti thaharah
bersuci dari dosa-dosa yang telah kita perbuat terutama dosa-dosa yang
kecil yang masih diampuni oleh Allah Swt. seperti dosa yang telah kita
lakukan oleh tubuh kita.
Sesungguhnya bersuci dan berbersih dalam Islam adalah termasuk
hal-hal yang sangat esensial. Seseorang tidak disebut sebagai muslim
sejati dan sempurna tanpa memperhatikan kedua hal tersebut. Jika kita
melihat ada seorang muslim yang tidak memperhatikan kedua hal tersebut
dalam segala urusan kehidupannya, ia adalah orang bersalah yang patut
diceladan orang berdosa yang patut dikecam. Ia telah melakukan
pelanggaran terhadap diri sendiri juga kepada orang yang tidak
memperhatiakan pada hal itu (Hasan Ayub, 2011:6).
Pada dasarnya, thaharah (bersuci) tidak terlepas dari air yang
digunakan untuk bersuci dan kotoran (dalam hal ini najis) yang ingin
dibersihkan. Oleh karena itu, modul ini memaparkan secara sederhana
mengenai hukum air, macam-macam najis, bagaimana cara
membersihkan najis, dan bagaimana adab-adab buang hajat.
Dalam fiqih Islam pembahasan mengenai thaharah mencakup dua
pokok pembicaraan, yaitu bersuci dari najis dan hadas. Ajaran Islam
mengharuskan kebersihan sebagai realisasai dalam kehidupan sehari-hari
agar kita senantiasa merealisasikan ajaran tentang thaharah, karena Islam
sendiri merupakan Agama yang mementingkan kebersihan. Allah Swt.
senantiasa mencintai pada hal-hal yang bersih. Sebagaimana firman Allah
Swt. dalam surat al-Baqarah ayat 222, yaitu :
18
� ـتلاوابني وحيب لامتطهرين إن لاله حيب
“Sesungguhnya Allah Swt. menyukai orang-orang yang bertaubat dan
menyukai orang-orang yang mensucikan diri. (Soenarjo, dkk., 2006:
22).
Jadi jelas bahwa kewajiban bersuci bagi kaum muslimin itu bukan
karena ketika hendak melakukan ibadah saja. Tetapi karena memiliki
beberapa tujuan lain. Diantaranya adalah untuk menyenangkan sesama
orang muslim ketika berdekatan menunaikan shalat dengan penampilan
yang bagus, dengan hati yang khusyu’, dan dengan jiwa yang rendah,
akan mampu mendekatkan dua kutub yang saling berjauhan, menyatukan
dua pihak yang saling bermusuhan, menimbulakn rasa kecintaan terhadap
saudara sesama muslim, membuat fenomena jamaah Islam nampak
sangat menarik dipandang dan memberikan kesan positif pada jiwa
orang-orang lain (Hasan Ayub, 2011:7).
Fenomena yang bagus tersebut sebagaimana disinyalir dalam
firman Allah Swt. surat al-A’raf ayat 31, sebagai berikut :
� عند كل مس ج د وكلوا واش ربوا وال تس رفواإ نه يا بخين ذواآدزينمتكم
� حي الب لامس رفني
“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di Setiap
(memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-
lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-
lebihan” (Soenarjo, dkk., 2006: 207).
Demikian juga dijelaskan dalam firman Allah Swt. surat al-
Maidah ayat 6, yaitu :
19
� تم إىل لا صالة فاغس لوا وجوهوأكيمديكم إىل لا مرافق يا أيـها لاذين آمنوا إذا قم
� وأرجلكم إىل لا كعبـني وإن كنتم جنبا فاطهروا وإن كنتم
وامسحوا برءوس كم
� أو جاء أحد منكم من لاغائط أ و المس تم نلاساء ـفلم
مرضى أو على سفر� ا طيبا فامسحوا بوجوهكم وأيديكم منه ما يريد لاله
دوا ماجتءفـتـيمموا صعيد� ح رج و لكن ي ريد ل يطهركم و ليتم نعمته عليكم ل علكم
ليج عل عليكم م ن
� تش كرون
“ Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, Maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub Maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, Maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur” (Soenarjo, dkk., 2006: 177).
Nabi Muhammad Saw. bersabda :
� ولن يد نلاظا فة
لىع
� سال م بين ا ال
� بكل ما ا ستطعتم فا ن اهللا ـتعاىلـتنظفوا
( رواهدلا يلىم ) � خلاجلنة اال نظيف
“Jagalah kebersihan semampu mungkin yang dapat kamu laksanakan,
sebab Allah Swt. mendirikan agama Islam atas dasar kebersihan dan
tidak akan masuk surga kecuali yang selalau menjaga kebersihan (H.R.
Ad Dailami) (Abidin dkk, 1998:18)
Oleh karena itu dalam hal yang berkenaan dengan mandi,
pengertian hukumnya ada beberapa macam, diantaranya ada najis yang
tidak nampak oleh mata kita, akan tetapi diyakini adanya najis tersebut
dan ada juga najis tersebut yang dapat dilihat oleh oleh mata kita dan
20
menempel pada badan. Dengan mandi ini semua najis tersebut akan
hilang dan kebersihan badan akan terjaga sehingga tubuh terhindar dari
berbagai macam penyakit. Mandi juga diwajibkan bagi wanita yang habis
haid, selesai nifas, setelah melakukan hubungan badan antara suami istri,
bagi yang keluar mani, bagi yang mimpi keluar mani baik laki-laki
maupun perempuan. Demikian juga wajibnya memandikan mayit,
wajibnya mandi bila terkena najis, serta mereka yang baru masuk Islam
menurut sebagian para ulama fiqih, walaupun ada juga yang tidak
mewajibkannya.
2. Macam-macam Bersuci dan Tata Cara Mensucikannya
Bersuci terbagi kepada dua bagian yaitu :
a. Bersuci dari hadas
b. Bersuci dari najis
Oleh karena itu tata cara menyucikannya mengacu kepada pembagian
bersuci tersebut.
Tata Cara Bersuci dari Hadas
1. Hadas terbagi kepada dua bagian yaitu :
a. Hadas kecil
Tata cara bersuci dari hadas kecil dengan cara wudhu dan
tayamum (dalam kondisi tertentu)
b. Hadas besar
Tata cara bersuci dari hadas besar dengan cara mandi jinabah
(mandi besar) dan tayamum (dalam kondisi tertentu)
2. Najis terbagi kepada tiga klasifikasi
a. Najis Mukhaffafah, cara bersusinya dengan jalan mempercikan
air ke tempat/benda yang terkena najis tersebut.
b. Najis Mutawashitoh, cara bersucinya dengan jalan mencucinya
sampai hilang bau, wujud, dan warnanya.
c. Najis Mughaladzah, cara bersucinya dengan jalan mencucinya
sebanyak tujuh kali cucian yang salah satunya dicampur tanah.
merupakan sarana diterimanya amal ibadah seseorang yang
berhubungan langsung dengan Allah Swt. yang bersifat horizontal.
Sebagaimana Islam mensyariatkan bersuci dari hadas dan bersuci dari
najis. Hadas kecil dan hadas besar, seperti halnya najis, harus
dihilangkan manakala akan beribadah kepada-Nya. Satu-satunya alat
bersuci yang paling utama disyariatkan adalah air, walaupun dalam
kedaan tertentu boleh menggunakan tanah untuk menghilangkan
hadas, yaitu dengan tayamum, dan untuk menghilangkan najis dari
selain najis mughaladhah dengan menggunakan batu atau benda pada
lainya kecuali tulang. Bersuci dibagi menjadi dua bagian yaitu :
Pertama, bersuci dari hadas, bagian ini tertentu dengan badan; seperti
mandi, mengambil air untuk berwudlu dan tayamum. Kedua, bersuci
dari najis, bagian ini berlaku pada badan, pakaian, dan tempat.
21
Berdasarkan hadits Rasulullah Saw. ada berbagai macam jenis air,
antara lain sebagai berikut :
a. Air suci lagi menyucikan, artinya keadaan air tersebut suci dan dapat
menyucikan hadas atau najis serta tidak makruh hukum
menggunakannya, seperti : air hujan, air laut, air sumur, air es, air
embun, dan air yang keluar dari mata air. Sebagaimana Firman Allah
Swt. surat al-Anfal ayat 11, yaitu :
� به ليطهركم
ماء
� أمنة منه ويـنـزل ع ليكم من الساءم إذ ـيغشيكم ـنلاعاس
� لاشيطان وليـربط علىـق لوبكم ويـثبت به اقألد ام ويذ هب عنكم رج ز
“(ingatlah), ketika Allah menjadikan kamu mengantuk sebagai suatu penenteraman daripada-Nya, dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari langit untuk mensucikan kamu dengan hujan itu dan menghilangkan dari kamu gangguan-gangguan syaitan dan untuk menguatkan hatimu dan mesmperteguh dengannya telapak kaki(mu)” (Soenarjo, dkk., 2006: 240).
Dalam hadits Nabi Saw. yang diterima dari Abi Hurairah r.a.
bahwa seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah Saw., “Ya
Rasulullah, kami biasa berlayar di lautan dan hanya membawa air
sedikit. Jika air itu kami pakai untuk berwudlu, kami akan kehausan,
maka bolehkah kami berwudhu dengan air laut? Nabi Bersabda :
ھ تمرذى ) ةسمخلا ححلا صو روها )
�تتهمي
هو لاطهور ماؤهاحل�ل
“ Air laut itu suci mensucikan , bangkaianya halal dimakan” (H.R.
Lima ahli hadits, menurut keterangan Turmudzi bahwa hadits itu
shahih). (Suyono, 1998 : 22)
b. Air suci mennyucikan, tetapi makruh apabila digunakan pada badan.
Adapun yang termasuk dalam air jenis ini adalah air
musyammas, air yang dijemur pada terik matahari dengan
menggunakan bejana selain emas dan perak. Imam syafi’i dalam
kitabnya al-Um berkata bahwa Ibrahim bin Muhammad, bercerita
22
kepada kami, dari Zaid Aslam dari ayahnya, katanya “Dipanaskan air
untuk Umar bin Khatab, lalu ia mandi dan berwudlu dengan air itu.
Dan saya tidak memandang makruh air yang dijemur, kecuali dari segi
kedokteran”.
Selanjutnya dikatakan bahwa, Umar bin Khatab memandang
makruh mandi dengan menggunakan air yang telah dijemur karena
dapat menyebabkan penyakit supak.
c. Air suci tidak menyucikan, baik untuk menghilangkan hadas ataupun
najis.
Air yang jenis di atas dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu :
1) Air musta’mal, yaitu air yang banyaknya kurang dari dua kullah,
telah terpakai untuk menghilangkan hadats atau najis, dan salah
satu sifatnya tidak berubah.
2) Air yang telah berubah salah satu sifatnya karena bercampur
dengan suatu benda yang suci, selain dari perubahan yang telah
disebutkan di atas, seperti air kopi, air teh, air susu, dan
sebagainya.
3) Air pepohonan atau buah-buahan, seperti air keluar dari tekukan
pohon kayu (air nira), air kelapa, dan sebagainya.
d. Air najis, yaitu air yang kena najis.
Yang termasuk dalam jenis air di atas, adalah :
1) Air yang telah berubah salah satu sifatnya karena bercampur najis,
baik air itu banyak atau sedikit.
2) Air yang terkena najis dan tidak berubah salah satu sifatnya. Air
ini kalau sedikit tidak boleh dipakai, baik untuk menghilangkan
hadas atau najis dan hukum air tersebut najis. Akan tetapi, kalau
airnya banyak, maka hukumnya tetap suci dan menyucikan.
3. Tata Cara Bersuci dari Hadas dan Najis
a. Cara Bersuci dari Hadas
Seseorang yang berhadas kecil maupun hadas besar bila hendak
mengerjakan shalat atau amalan lain yang berhubungan langsung
23
dengan Allah Swt., harus menyucikan diri dengan cara berwudlu
atau tayamum apabila berhadas kecil, dan bila berhadas besar
dengan cara mandi atau tayamum. Sebagaimana firman Allah Swt.
dalam surat al-Maidah ayat 6, sebagai berikut :
“ Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, Maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub Maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, Maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur” (Soenarjo, dkk., 2006: 114).
b. Cara Bersuci dari Najis
Untuk memngetahui tata cara menyucikan najis, kita harus
mengkaji macam-macam najis menurut syari’at Islam, yaitu sebagai
berikut :
1) Najis Mukhafafah, yaitu najis ringan berupa air kencing anak
laki- laki yang belum berumur dua tahun dan belum makan selain
air susu ibunya. Tata cara menyucikan najis yang demikian
cukup
24
dengan memercikan air pada benda atau apa saja yang terkena
najis walaupun tidak mengalir (Suyono, dkk., 1998 : 29).
Adapun kencing anak perempuan yang belum dua tahun
dan belum makan kecuali makan air susu ibunya, maka tata cara
menyucikannya hendaknya dibasuh sampai mengalir air di atas
benda yang kena najis itu, dan hilang dzat dan sifat-sifatnya,
sebagaimana menyuci kencing orang dewasa. (Rasyid, 2006 : 36).