RESPONSI KASUS DOKTER MUDAKEJANG DEMAM KOMPLIKATA
Dilly Niza Paramita 010810580Cyntia Puspa Pitaloka
010810581Hamzah Thalib 010810582
Pembimbing:Prof. Darto Saharso, dr., Sp.A(K)
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAKFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
AIRLANGGASURABAYA2013
TINJAUAN PUSTAKA
Kejang Demam1. DefinisiKejang demam ialah bangkitan kejang yang
terjadi karena kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38oC) yang
disebabkan oleh suatu proses ekstra kranium. Kejang demam biasanya
terjadi pada anak umur 6 bulan 5 tahun. Anak yang pernah mengalami
kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali tidak termasuk
dalam kejang demam. Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang
dari satu tahun tidak termasuk dalam kejang demam. Bila anak
berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami
kejang didahului demam, pikirkan kemungkinan lain, misalnya infeksi
SSP, epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam.
2. KlasifikasiPada umumnya, kejang demam dibagi menjadi 2
golongan. Kriteria untuk penggolongan tersebut dikemukakan oleh
berbagai pakar. Dalam hal ini, terdapat perbedaan dalam
penggolongan tersebut, menyangkut jenis kejang, tingginya demam,
usia penderita, lamanya kejang berlangsung, gambaran otak, dan
lainnya.Klasifikasi menurut Prichard dan McGrealPrichard dan
McGreal membagi KD atas 2 golongan, yaitu kejang demam sederhana
dan kejang demam tidak khas. Ciri ciri kejang demam sederhana
ialah:1. Kejangnya bersifat simetris, artinya terlihat lengan dan
tungkai kiri yang kejang sama seperti yang kanan.2. Usia penderita
antara 6 bulan 4 tahun3. Suhu 100o F (37oC) atau lebih4. Lamanya
kejang berlangsung kurang dari 30 menit5. Keadaan fungsi
saraf/neurologi normal, dan setelah kejang juga tetap normal.6.
EEG/rekam otak yang dibuat setelah tidak kejang adalah
normal.Kejang demam yang tidak memenuhi kriteria di atas
digolongkan sebagai KD tidak khas.
Klasifikasi menurut LivingstoneLivingstone juga membagi kejang
demam menjadi 2 golongan, yaitu kejang demam sederhana dan epilepsi
yang dicetuskan oleh demam. Ciri-ciri kejang demam sederhana
menurut Livingstone adalah:1. Kejang bersifat umum2. Lamanya kejang
berlangsung singkat (kurang dari 15 menit)3. Usia waktu kejang
demam pertama muncul kurang dari 6 tahun4. Frekuensi serangan 1 4
kali dalam satu tahun5. EEG normalKejang demam yang tidak sesuai
dengan ciri tersebut di atas disebut oleh Livingstone sebagai
epilepsi yang dicetuskan oleh demam.Klasifikasi kejang demam
menurut FukuyamaFukuyama juga membagi kejang demam menjadi 2
golongan, yaitu kejang demam sederhana dan kejang demam kompleks.
Kejang demam sederhana harus memenuhi semua kriteria berikut,
yaitu:1. Dikeluarga tidak ada riwayat epilepsi2. Sebelumnya tidak
ada riwayat cedera otak oleh penyebab apapun3. Serangan kejang
demam yang pertama terjadi antara usia 6 bulan 6 tahun4. Lamanya
kejang berlangsung tidak lebih dari 20 menit5. Kejang tidak
bersifat lokal6. Tidak didapatkan gangguan atau abnormalitas
pasca-kejang7. Sebelumnya juga tidak didapatkan abnormalitas
neurologis atau abnormalitas perkembangan8. Kejang tidak
berlangsung dalam waktu singkat.Bila kejang demam tidak memenuhi
kriteria di atas, maka digolongkan sebagai kejang demam
kompleks.
3. EpidemiologiKejang demam terjadi pada 2%-4% populasi dari
populasi anak 6 bulan 5 tahun. Delapan puluh persen dari anak yang
mengalami kejang demam, merupakan kejang demam sederhana, sedangkan
20% kasus adalah kejang demam kompleks. Lima belas persen kasus
kejang berlangsung lama (lebih dari 15 menit), dan 16% berulang
dalam waktu 24 jam. Usia kejang demam pertama paling banyak adalah
pada kelompok umur 17 23 bulan, dan anak laki-laki lebih sering
mengalami kejang demam. Apabila kejang demam sederhana yang pertama
terjadi pada umur kurang dari 12 bulan, maka risiko kejang demam
kedua adalah 50%, dan bila kejang demam pertama terjadi setelah
umur 12 bulan, menurun menjadi 30%. Setelah kejang demam pertama,
2- 4 % anak akan berkembang menjadi epilepsi, dan ini 4 kali
risikonya dibandingkan dengan populasi umum.
4. PatofisiologiUntuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau
organ otak dperlukan suatu energi yang didapat darimetabolisme.
Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting adalah glukosa.
Jadi sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi
dipecah menjadi CO2 dan air.Sel dikelilingi oleh suatu membran yang
terdiri dari permukaan dalam adalah lipoid dn permukaan luar adalah
ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan
mudah oleh ion Kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion
Natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion Klorida (Cl-).
Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi
Na+ rendah, sedangkan diluar sel neuron terdapat keadaan
sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion didalam dan
diluar sel, maka terdapat perbedaan potensial yang disebut
potensial membran dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan
potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim
Na-K-ATPase yang terdapat pada permukaan sel.Keseimbangan potensial
membran ini dapat dirubah oleh adanya:1. Perubahan konsentrasi ion
diruang ekstraseluler2. Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya
mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya3. Perubahan
patof isiologi dari membran sendiri karena penyakit atau
keturunan.Pada keadan demam kenaikan suhu 1 C akan mengakibatkan
kenaikan metabolisme basal 10% 15% dan kebutuhan oksigen akan
meningkat 20%. Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak
mencapai 65% dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa
yang hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat
terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam
waktu yang singkat terjadi dif usi dari ion Kalium maupun ion
Natrium melalui membran tadi,dengan akibat terjadinya lepas muatan
listrik. Lepas mutan listrik ini demikian besarnya sehingga
dapatmeluas ke seluruh sel maupun ke membran sel tetangganya dengan
bantuan bahan yang disebut dengan neurotransmiter dan terjadilah
kejang.Tiap anak mempunyai ambang kejng yang berbeda dan tergantung
dari tinggi rendahnya ambang kejang seseorang anak menderita kejang
pada kenaikan suhu tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang
rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38 C sedangkan pada anak
dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40
C atau lebih.Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa
terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada ambang kejang
yang rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu diperhatikan
pada tingkat suhu berapa penderita kejang.Sehingga beberapa
hipotesa dikemukakan mengenai patof isiologi sebenarnya dari kejang
demam, yaitu:1. Menurunnya nilai ambang kejang pada suhu
tertentu.2. Cepatnya kenaikan suhu.3. Gangguan keseimbangan cairan
dan terjadi retensi cairan.4. Metabolisme meninggi, kebutuhan otak
akan O2 meningkat sehingga sirkulasi darah bertambah dan terjadi
ketidakseimbangan.Dasar patof isiologi terjadinya kejang demam
adalah belum berf ungsinya dengan baik susunan saraf pusat (korteks
serebri).
5. DiagnosisMenurut Consensus Statement on Febrile Seizures,
kejang demam adalah bangkitan kejang pada bayi dan anak, biasanya
terjadi antara umur 3 bulan dan 5 tahun, berhubungan dengan demam
tetapi tidak terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab
lain.Umumnya kejang demam pada anak berlangsung pada permulaan
demam akut, berupa serangan kejang klonik umum atau tonik klonik,
singkat dan tidak ada tanda-tanda neurologi post iktal. Pemeriksaan
EEG pada kejang demam dapat memperlihatkan gelombang lambat di
daerah belakang yang bilateral, sering asimetris, kadang-kadang
unilateral.Pemeriksaan EEG dilakukan pada kejang demam kompleks
atau anak yang mempunyai risiko untuk terjadinya
epilepsi.Pemeriksaan pungsi lumbal diindikasikan pada saat pertama
sekali timbul kejang demam untuk menyingkirkan adanya proses
infeksi intra kranial, perdarahan subaraknoid atau gangguan
demielinasi, dan dianjurkan pada anak usia kurang dari 2 tahun yang
menderita kejang demam.
6. PenatalaksanaanBiasanya kejang demam berlangsung singkat dan
saat datang, kejang sudah berhenti. Berdasakan konsensus
penatalaksanaan kejang demam, apabila datang dalam keadaan kejang,
obat yang paling cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam
yang diberikan secara intravena. Dosis diazepam intravena adalah
0,3-0,5 mg/kg perlahan-lahan dengan kecepatan 1-2 mg/menit atau
dlaam waktu lebih dari 2 menit, dengan dosis maksimal 20mg.Obat
yang praktis dan dapat diberikan oleh orang tua atau di rumah
adalah diazepam rectal. Dosis diazepam rektal adalah 0,5 0,75 mg/kg
atau diazepam rektal 5mg untuk anak dengan berat badan kurang dari
10 kg dan diazepam rektal 10mg untuk berat badan lebih dari 10 kg.
Atau diazepam rectal dengan dosis 5mg untuk anak di bawah usia 3
tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak di atas usia 3 tahun.Kejang yang
belum berhenti dengnan diazepam rektal dapat diulang lagi dengan
cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit. Bila 2 kali
dengan diazepam rektal masih kejang, dianjurkan ke rumah sakit. Dan
di sini dapat diberikan diazepam intravena dengan dosis 0,3 0,5
mg/kg. Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin secara
intravena dengan dosis awal 10 20 mg/kg/kali dengan kecepatan 1
mg/kg/menit atau kurang dari 50mg/menit. Bila kejang berhenti dosis
selanjutnya adalah 4 8 mg/kg/hari, yaitu 12 jam setelah dosis awal.
Bila dengna fenitoin kejang belum berhenti, maka pasien harus
dirawat di ruang rawat intensif. Bila kejang telah berhenti,
pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis kejang demamnya
dan faktor risikonya, apakah kejang demam sederhana atau
kompleks.Pemberian obat saat demamAntipiretikAntipiretik pada saat
demam dianjurkan, walaupun tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan
antipiretik mengurangi risiko terjadinya kejang demam. Dosis
parasetamol yang digunakan berkisar 10 15 mg/kg/kali diberikan 4
kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali. Dosis ibuprofen 5 10
mg/kg/kali, 3 4 kali sehari. AntikonvulsanPemakaian diazepam oral
dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam pada saat demam menurunkan risiko
berulangnya kejang, begitu juga dengan diazepam rektal dosis 0,5
mg/kg setiap 8 jam pada suhu > 38,5oC. Dosis tersebut tinggi dan
dapat menyebabkan ataksia, iritabel, dan sedasi yang cukup berat
pada 25 39% kasus. Fenobarbital, karbamazepin, fenitoin pada saat
demam tidak berguna untuk mencegah kejang demam.Pemberian obat
rumatPemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari
efektif dalam menurunkan risiko berulangnya kejang. Pemakaian
fenobarbital setiap hari dapat menimbulakan gangguan perilaku dan
kesulitan belajar. Obat pilihan saat ini adalah asam valproat
meskipun dapat menyebabkan hepatitis namun insidensnya kecil. Dosis
asam valproat 15-40 mg/kg/hari dalam 2 3 dosis, fenobarbital 3 4
mg/kg/hari dalam 1- 2 dosis. Pengobatan rumat hanya diberikan bila
kejang demam menunjukkan salah satu saja dari ciri berikut:1.
Kejang lama > 15 menit2. Adanya kelainan neurologis yang nyata
sebelum atau sesudah kejang, misalnya hemiparesis, paresis Todd,
Cerebral Palsy, retardasi mental, hidrosefalus.3. Kejang fokal4.
Pengobatan rumat dipertimbangkan bila:a. Kejang berulang dua kali
atau lebih dalam 24 jamb. Kejang demam terjadi pada bayi kurang
dari 12 bulangc. Kejang demam > 4 kali per tahunPengobatan rumat
ini diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian dihentikas
secara bertahap selama 1 2 bulan.
BAGAN PENGHENTIAN KEJANG DEMAM
Diazepam rektal 0,5 mg/kg atau: BB 10 kg = 10 mgDiazepam IV 0,3
0,5 mg/kg5 menitKejangTransfer ke ICU
KejangFenitoin bolus IV 10 20 mg/kgKecepatan 0,5 1
mg/kg/menit(Pastikan ventilasi adekuat)
KejangDiazepam IVKecepatan 0,5 1mg/menit (3 5 menit)Kemungkinan
depresi napas dapat terjadi
Di Rumah SakitKEJANGDiazepam rektalKEJANG
7. PrognosisKejadian kejang demam dapat berulang di kemudian
hari. Faktor risiko yang menyebabkan berulangnya kejang demam
adalah:1. Riwayat kejang demam dalam keluarga2. Usia kurang dari 15
bulan3. Temperatur yang rendah saat kejang4. Cepatnya kejang
setelah demam.Bila seluruh faktor di atas ada, kemungkinan berulang
adalah 80%, sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut hanya
10%-15% kemungkinan berulang. Kemungkinan berulang paling besar
pada tahun pertama.Menurut pengamatan Prichard dan McGreal dari
kelompok anak yang menderita kejang demam sederhana kemungkinan
menjadi epilepsi di kemudian hari adalah kurang dari 2% sedangkan
pada kelompok yang menderita kejang demam tidak khas kemungkinan
sekitar 30%. Hasil yang berbeda ditemukan oleh Livingstone. Ia
berhasil mengikuti perkembangan 201 anak dengan kejang demam
sederhana selama 10 tahun lebih dan menemukan bahwa 3% di antara
kelompok anak yang diamatinya menderita epilepsi. Sedangkan dari
kelompok epilepsi yang dicetuskan oleh demam, ia menemukan fakta
bahwa 93% di antaranya menjadi penderita epilepsi.Nelson dan
Ellenberg (1976) dan Annegers dkk (1987) mengemukakan bahwa faktor
risiko terjadinya epilepsi adalah:1. Kelainan neurologis atau
perkembangna yang jelas sebelum kejang demam pertama2. Kejang demam
kompleks3. Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara
kandung.Masing-masing faktor risiko meningkatkan kemungkinan
kejadian epilepsi sampai 4-6%, kombinasi dari faktor risiko
tersebut meningkatkan kemungkinan epilepsi menjadi 10%-49%.
Kemungkinan menjadi epilepsi tidak dapat dicegah dengan pemberian
obat rumat pada kejang demam.Selain itu, Ellenberg dan Nelson
(1976) juga menyatakna bahwa kejadian kecacatan sebagai komplikasi
kejang demam tidak pernah dilaporkan. Dan kematian karena kejang
demam tidak pernah dilaporkan.
STATUS PEDIATRII. DATA PRIBADI1. Nama:An. F2. Umur:3 tahun 8
bulan3. Kelamin:Laki-laki4. Alamat:Semolowaru Utara, Surabaya5.
Orang Tua AyahNama:Tn. AUmur:30 tahunPendidikan:SDPekerjaan:Swasta
IbuNama:Ny. SUmur:38 tahunPendidikan:SMKPekerjaan:SwastaII.
ANAMNESIS1. Keluhan Utama:Kejang2. Penyakit Sekarang:Kejang dua
kali. Yang pertama 12 jam sebelum datang selama 2 menit. Yang kedua
pada 4 jam sebelum datang selama 7 menit, berhenti setelah mendapat
obat dari dubur oleh bidan. Kejang seluruh tubuh, tangan dan kaki
menghentak, tidak sadar, bibir biru, mulut mengatup kuat. Selama
kejang badan pasien demam. Setelah kejang pasien langsung sadar dan
menangis.Demam tinggi mendadak sejak 1 hari sebelum MRS, 38 derajat
celcius, turun setelah mendapat obat dari bidan, lalu naik lagi.
Riwayat muntah setelah kejang pertama sebanyak 3 gelas aqua. Lalu
muntah lagi 2 gelas aqua setelah diberi minum. Ada riwayat batuk,
pilek, dan nyeri telan sejak 1 hari sebelum MRS.Tidak ada riwayat
sesak napas, nyeri kepala, nyeri leher, nyeri saat berkemih, nyeri
telinga. Buang air kecil dan buang air besar normal. Nafsu makan
menurun.3. Penyakit Sebelumnya:Pernah kejang yang diawali demam
tinggi pada usia 1 tahun 6 bulan. Tidak pernah kejang tanpa
demam.4. Obat-obat yang sudah pernah diberikan:Obat penurun panas,
sirup antibiotik, obat batuk dan pilek, dan obat antikejang dari
dubur.5. Penyakit Keluarga/Saudara:Ibu pasien menyangkal ada
keluarga yang pernah kejang demam saat masih anak-anak.6. Riwayat
Antenatal, Natal, dan Post Natal:Kontrol kehamilan ke bidan 1 bulan
sekali. Saat usia kehamilan 7 bulan menderita darah tinggi dan
bengkak seluruh tubuh. Saat melahirkan kejang dua kali. Selama
kehamilan tidak mengkonsumsi jamu dan tidak meminum obat yang
dibeli sendiri. Hanya meminum vitamin dari bidan dan obat dari
tenaga kesehatan.Pasien lahir dengan berat 1800 gram pada usia
kehamilan 8 bulan melalui SC di RS Pura Raharja. Lahir dengan
gangguan pernapasan dan mendapat bantuan napas. 7.
Makanan/Gizi:Sejak lahir langsung mendapat susu formula tanpa ASI.
Bubur susu usia 4 bulan. Nasi tim atau nasi lumat usia 7 bulan.
Makan makanan keluarga mulai usia 1 tahun. Minum susu 1 gelas
sebelum tidur malam.8. Tumbuh Kembang:Berat badan 30 kg, panjang
badan 111 cm. Status gizi termasuk obesitas.Dapat mengangkat kepala
dan tengkurap usia 4 bulan. Duduk usia 9 bulan. Menyebut 1 kata
usia 1 tahun. Berjalan tanpa bantuan usia 1 tahun 7 bulan.9.
Imunisasi:Hepatitis B:(+) 3 kaliBCG:(+) 1 kaliPolio:(+) 4 kali
ditambah booster satu kaliDPT:(+) 3 kali ditambah booster satu
kaliCampak:(+) 1 kali
10. Kepribadian/Kepandaian:Merupakan balita yang aktif.11.
Sosial ekonomi:Tinggal bersama kedua orang tua. Anak tunggal dari
kehamilan pertama.
III. PEMERIKSAAN FISIK1. Keadaan Umum:1.1. Kesadaran:Compos
Mentis1.2. Derajat sakit:Sedang1.3. Pucat:(-)1.4. Ikterus:(-)1.5.
Dyspneu:(-)1.6. Sianosis:(-)2. Tanda Vital:2.1. Temperatur:38,4
derajat celcius2.2. Nadi:104 x/menit, reguler, kuat angkat2.3.
Napas:32x/menit3. Anthropometri:3.1. Berat Badan:30 kg3.2. Panjang
Badan:111 cm3.3. Lingkar kepala:52 cm3.4. Lingkar kepala/ Usia:0
< LK < (-2) SD3.5. Berat badan/ Usia:BB > 3 SD3.6. Panjang
badan/ Usia:2 SD < PB < 3 SD3.7. BB/PB:BB/PB > 3 SD3.8.
BBI:19 kg3.9. BB/BBI:157,89%3.10. Status gizi:obesitas4.
Kepala-Leher:4.1. Rambut:normal4.2. Bentuk kepala:normal4.3.
UUB:sudah menutup4.4. UUK:sudah menutup4.5. Mata:tidak cowong4.6.
Wajah:normal4.7. Hidung:pernapasan cuping hidung (-)4.8. Mulut
tenggorok:faring hiperemi, tonsil membesar T3/T3, tidak ada
pseudomembran4.9. Leher:tidak ada pembesaran kelenjar limfe.5.
Thoraks:5.1. Paru:Inspeksi:Bentuk dada normal, gerakan simetris,
tidak ada retraksi, Palpasi:Gerakan dada simetris, fremitus suara
simetris, tidak ada nyeriPerkusi:SonorAuskultasi:Suara napas
vesikuler di kedua lapangan paru, tanpa ada wheezing dan ronkhi5.2.
Jantung:Inspeksi:Tidak terlihat impuls pada apeks.Palpasi:tidak
teraba pulsasi apeks.Perkusi:batas jantung normal. Auskultasi:suara
jantung normal6. Abdomen:Inspeksi:normalAuskultasi:bising usus (+)
normal. Palpasi:turgor normal, hepar dan lien tidak teraba, tidak
ada nyeri tekanPerkusi:timpani7. Ekstremitas:CRT kurang dari 2
detik. Akral hangat, kering, merah. Tonus normal. Tidak ada edema8.
Status NeurologisDerajat kesadaran:Compos MentisGCS:456Pupil:bulat
isokor, reflek cahaya +/+, ukuran pupil OD:3mm OS:3mmReflek
Fisiologis:BPR kanan: +2; BPR kiri +2; KPR kanan: +2; KPR kiri:
+2Reflek Patologis:Babinski -/-; chaddock -/-Kaku
Kuduk:(-)Brudsinsky I:(-)Brudsinsky II:(-)
IV. LABORATORIUMPemeriksaanHasilNilai Rujukan
WBC15.14.5-10.5
LY 18.320.5-51.1
MO9.11.7-9.3
GR72.652.2-75.2
RBC4.224.0-6.0
HgB11.411.0-18.0
Hct33.535.0-60.0
MCV79.580.0-99.9
MCH27.127.0-31.0
MCHC34.133.0-37.0
RDW16.811.6-13.7
PLT216150-450
V. TIMELINE1 hari sebelum datang:panas tinggi mendadak, batuk,
pilek, nyeri telan.12 jam sebelum datang:kejang pertama selama 2
menit, muntah dua kali4 jam sebelum datang:kejang kedua selama 7
menitVI. PROBLEM LIST/DAFTAR MASALAH1. Kejang dengan deman < 15
menit, 2 kali dalam 24 jam, diselingi kesadaran penuh, bersifat
umum klonik2. Tidak ada penurunan kesadaran setelah kejang3. Tidak
didapatkan tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial (sakit
kepala, triad cushing)4. Tidak didapatkan meningeal sign (kaku
kuduk, brudzinski 1, brudzinski 2)5. Muntah dua kali setelah kejang
pertama, sekitar 600 cc + 400 cc6. Demam tinggi mendadak hari
pertama, 38,4 derajat celcius7. Batuk, pilek, dan nyeri telan sejak
1 hari, faring hiperemi, tonsil membesar T3/T3, tanpa
pseudomembran8. Riwayat kejang dengan demam saat usia 1 tahun 6
bulan, tidak pernah kejang tanpa demam.9. Obesitas10. Leukositosis,
limfopeni.VII. ANALISISKejang demam adalah bangkitan kejang yang
terjadi karena kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38 derajat
celcius) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Ada 2
bentuk yaitu Kejang Demam Sederhana dan Kejang Demam Komplikata.
Kejang Demam Sedrhana memiliki ciri-ciri gejala klinis berlangsung
singkat (15 menit), bersifat fokal (parsial satu sisi) atau
didahului kejang fokal sebelum menjadi kejang umum, atau berulang
dalam 24 jam. Pemeriksaan liquor untuk menyingkirkan kemungkinan
meningitis diindikasikan pada bayi kurang dari 18 bulan, karena
gejala klinis meningitis pada usia ini tidak jelas (Baumann RJ.
2002).Tonsilofaringitis akut adalah infeksi akut membran mukosa
faring dan tonsil. Dapat disebabkan oleh virus maupun bakteri
streptokokus beta hemolitikus grup A. Gejala klinis
tonsilofaringitis akut yang disebabkan streptokokus adalah onset
sakit mendadak berupa mual, muntah, demam, dan nyeri tenggorok.
Pada pemeriksaan fisik didaptakan faring yang hiperemi, tonsil
membengkak, KGB leher bengkak dan nyeri, uvula bengkak dan merah,
ekskoriasi hidung disertai lesi impetigo sekunder, ruam skarlatina,
dan ptekiae palatum molle. Sedangkan tonsilofaringitis akut yang
disebabkan virus cirinya adalah onset yang bertahap, usia biasanya
kurang dari 3 tahun, melibatkan beberapa mukosa (konjungtivitis,
diare, batuk, pilek, suara serak, mengi dan ronki paru, eksantem
ulseratif) (Behrman RE. 2003).Obesitas adalah penimbunan jaringan
lemak secara berlebihan akibat ketidakseimbangan antara asupan
energi dengan pemakaian energi. Disebut obesitas bila BB melebihi
120 % dari BB ideal (Dietz W., H., 1993).Pasien tidak pernah kejang
tanpa demam sebelumnya, ada riwayat kejang disertai demam satu
kali, dan setelah kejang tidak ada penurunan kesadaran, tidak ada
meningeal sign, tidak ada tanda-tanda peningkatan tekanan
intrakranial. Hal ini membuat diagnosa lebih mengarah kepada kejang
demam, tidak mengarah pada epilepsi dengan demam maupun meningitis.
Pada pasien ini didapatkan kejang yang berulang dalam 24 jam oleh
karena itu sudah termasuk dalam jenis Kejang Demam Komplikata.Pada
pasien ini didapatkan demam tinggi mendadak 38,4 derajat celcius,
muntah, batuk, pilek, nyeri telan, faring hiperemi, tonsil membesar
T3/T3, tanpa pseudomembran. Sehingga penyebab dari demam
kemungkinan besar adalah tonsilofaringitis akut. Etiologi
tonsilofaringitis akut lebih mengarah kepada streptokokus beta
hemolitikus grup A karena didapatkan onset demam yang mendadak
tinggi, muntah, ada nyeri telan dan ada leukositosis.Dari
anthropometri, BB/BBI pasien ini adalah 157, 89%, oleh karena itu
status gizi pasien masuk dalam kategori obesitas.
VIII. DIAGNOSIS/ASSESMENT1. Diagnosis Kerja:Kejang Demam
Komplikata + Tonsilofaringitis akut curiga akibat streptokokus beta
hemolitikus grup A + Obesitas2. Diagnosis Banding:Meningitis,
Ensefalitis, Abses otak, Epilepsi3. Diagnosis Definitif:
Primer:Tonsilofaringitis akut Sekunder:Obesitas Komplikasi:Kejang
Demam KomplikataIX. RENCANA TATALAKSANA1. Tatalaksana diagnostik:
Swab tenggorok2. Tatalaksana terapi: Infus D5 1/4 S 1700 cc/24 jam
Injeksi Diazepam 6 mg IV bila kejang. Injeksi Ampisilin Sulbaktam
750 mg tiap 6 jam dilanjutkan antibiotik oral sesuai hasil kultur,
pemberian antibiotik minimal 10 hari. Paracetamol 4 x 300 mg dan
kompres basah bila demam. Bila sudah sembuh diet rendah kalori dan
meningkatkan aktifitas fisik dengan target mempertahankan berat
badan sementara tinggi badan bertambah hingga dicapai BB/BBI <
120 %3. Tatalaksana monitoring: Vital sign Keluhan Kejang4.
Tatalaksana edukasi: Bila anak kejang di rumah tidak perlu panik,
karena sebagian besar kejang demam memiliki prognosis yang baik,
segera bawa ke tempat pelayanan kesehatan terdekat.
DAFTAR PUSTAKA
Astaqaauliyah. Patofisiologi dan Gejala Klinis Kejang Demam.
Diakses 29 Januari 2013. Dari http://astaqauliyah.co
m/2010/04/referat-kedo kteran-pato fisio lo
gi-dan-gejala-klinis-kejang-demam/Baumann RJ. Febrile Seizure. E
Med J, March 12 2002, vol 2.Behrman RE, et.al. Nelson Textbook of
Pediatrics edisi 17. Philadelphia: WB Saunders, 2003.Deliana,
Melda. Tatalaksana Kejang Demam pada Anak. Sari Pediatri, Vol. 4,
No. 2, September 2002: 59 62Dietz, W., H. Childhood Obesity. Dalam
Textbook of Pediatric Nutrition. New York: Raven Press,
1993.Lumbantobing, S.M. Kejang Demam (Febrile Convulsion). Jakarta:
Balai Penerbit FKUI. 2007.Unit Kerja Koordinasi Neurologi Ikatan
Dokter Anak Indonesia. Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam.
Badan Penerbitan IDAI. 2005.