Top Banner
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE (Studi Deskriptif Kualitatif di Kawasan Pasar Klewer Kota Surakarta) SKRIPSI Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sosial Pada Jurusan Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta Oleh: KUSNIA RATIH APRILIA SAFITRI D0108075 JURUSAN ILMU ADMINISTRASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012
167

RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

Oct 16, 2021

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

(Studi Deskriptif Kualitatif di Kawasan Pasar Klewer Kota Surakarta)

SKRIPSI

Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sosial

Pada Jurusan Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sebelas Maret Surakarta

Oleh:

KUSNIA RATIH APRILIA SAFITRI

D0108075

JURUSAN ILMU ADMINISTRASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2012

Page 2: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi dengan Judul

RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

(Studi Deskriptif Kualitatif di Kawasan Pasar Klewer Kota Surakarta)

Telah Disetujui untuk Dipertahankan Penguji Skripsi

Jurusan Ilmu Administrasi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sebelas Maret

Surakarta

Tanggal : 22 Oktober 2012

Mengetahui,

Pembimbing Skripsi

Drs. Sudarmo, M.A, Ph.D

NIP. 196311011990031002

Page 3: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

HALAMAN PENGESAHAN

Telah disetujui dan disahkan oleh Panitia Penguji Skripsi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sebelas Maret

Surakarta

Pada Hari :

Tanggal :

Panitia Penguji :

1. Drs. H. Marsudi, M.S. (_____________________)

NIP. 195508231983031001 Ketua

2. Faizatul Ansoriyah, S.Sos, M.Si (_____________________)

NIP. 198203042008122003 Sekretaris

3. Drs. Sudarmo, M.A, Ph.D. (_____________________)

NIP. 196311011990031002 Penguji

Mengetahui,

Dekan

Fakultas ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sebelas Maret

Surakarta

Prof. Drs. Pawito, Ph. D.

NIP. 195408051985031002

Page 4: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

MOTTO

“Keberhasilan tidak akan datang pada orang-orang yang hanya menunggu tanpa

melakukan usaha apapun”

(Mario Teguh)

“Kesuksesan ibarat tangga darurat, kita harus menaiki anak tangga satu per satu

untuk mencapai kesuksesan itu”

(Dedy Corbuzier dalam Hitam Putih)

“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya”

( Potongan ayat QS. Al-Baqarah : 286)

“No sacrifice, no victory”

(Optimus Prime, Transformer)

Page 5: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya kecil ini aku persembahkan kepada:

Suprapti (Almh), my lovely mom, kau adalah inspirasiku, semangatku,

motivasiku dan juga panutanku. Tak lupa pula my lovely dad, Khusnul Yakin.

Terima kasih atas semua doa, bimbingan, nasehat, kasih sayang, cinta kasih,

dan pengorbanan yang telah kalian berikan selama ini. Kalian adalah inspirasi

dan penyemangat hidupku.

Kusniawan dan Lathifah Puteri Kusuma Wardani, terima kasih karena kalian

selalu ada untukku di saat suka maupun duka. Terima kasih untuk dukungan

yang tidak henti-hentinya kalian berikan kepadaku.

Ade Mayangsari (Almh), terima kasih atas waktu-waktu yang berharga.

Terima kasih karena sudah berjuang bersamaku, perjuangan dan kisah

hidupmu adalah motivasi terbesarku.

Terima kasih untuk sahabat-sahabatku yang telah memberikan hari-hari yang

tak akan terlupakan. Terima kasih karena selalu ada dan selalu memberikan

semangat dan dukungan. Thanx all, you‟re my best friends.

Page 6: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil‟alamin segala puji dan syukur penulis panjatkan

kehadirat ALLAH SWT, yang senantiasa memberi petunjuk dan karunia-Nya,

sehingga penulis memperoleh kemudahan untuk menyelesaikan skripsi yang

berjudul: “RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

(Studi Deskriptif Kualitatif di Kawasan Pasar Klewer Kota Surakarta)”. Skripsi

ini disusun guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas

Maret Surakarta.

Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis tidak lepas dari kesulitan dan

hambatan, namun berkat dorongan, masukan, bimbingan, pengarahan dan bantuan

dari berbagai pihak maka penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini

dengan baik. Dengan segala kerendahan penulis menyampaikan ucapan terima

kasih kepada:

1. Bapak Drs. Sudarmo, M. A, Ph. D, selaku pembimbing skripsi yang dengan

sabar telah memberikan pengarahan dan bimbingan.

2. Ibu Dra. Retno Suryawati, M.Si, selaku Pembimbing Akademik yang telah

memberikan bimbingan akademis kepada penulis.

3. Bapak dan Ibu Dosen Ilmu Administrasi Negara FISIP UNS yang telah

memberi bekal ilmu kepada penulis.

4. Bapak Ahmad Fathoni, selaku Sekretaris Himpunan Pedagang Taman Parkir

Pasar Klewer (HPTPPK) yang telah memberikan ijin dalam penelitian.

5. Bapak Ir. H. Kusbani, selaku Humas Himpunan Pedagang Pasar Klewer

(HPPK) yang telah memberikan ijin dalam penelitian.

6. Bapak Drs. Subagyo, MM selaku Kepala Dinas Pengelola Pasar Kota

Surakarta yang telah memberikan ijin dalam penelitian.

7. Bapak Mudo Prayitno, S. Si, T selaku perwakilan dari Unit Pelaksana Teknis

Daerah Perparkiran Kota Surakarta yang telah memberikan ijin dalam

penelitian.

Page 7: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

8. Ibu Dra. Sularti, MM selaku Sekertaris Satuan Polisi Pamong Praja Kota

Surakarta yang telah memberikan ijin dalam penelitian.

9. Semua pihak yang telah turut membantu penulis dalam menyelesaikan

tugas akhir ini.

Semoga Alloh SWT menerima serta memberikan balasan atas segala

kebaikan yang Bapak, Ibu, dan Saudara berikan kepada kami.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh

karena itu, saran dan kritik yang bersifat membangun, penulis nantikan dan terima

dengan senang hati. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada

umumnya dan penulis, juga Pemerintah Kota Surakarta maupun pihak-pihak yang

sedang berkonflik pada khususnya.

Surakarta, 22 Oktober 2012

Penulis

Page 8: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

DAFTAR ISI

COVER SKRIPSI …………………………………………………………… i

HALAMAN PERSETUJUAN ……………………………………………… ii

HALAMAN PENGESAHAN ………………………………………………. iii

MOTTO ……………………………………………………………………... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN …………………………………………….. v

KATA PENGANTAR ………………………………………………………. vi

DAFTAR ISI ………………………………………………………………... viii

DAFTAR TABEL …………………………………………………………... x

DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………….. xi

ABSTRAK …………………………………………………………………... xii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah …………………………………… 1

B. Rumusan Masalah …………………………………………. 11

C. Tujuan Penelitian ………………………………………….. 11

D. Manfaat Penelitian ………………………………………..... 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. KAJIAN TEORI …………………………………………… 13

1. Konflik ………………………………………………… 13

2. Manajemen Konflik …………………………………… 31

3. Resolusi Konflik ………………………………………. 37

4. Community Governance ………………………………. 46

5. Resolusi Konflik berbasis Community Governance …... 60

B. KERANGKA BERPIKIR …………………………………. 68

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian …………………………………………….. 72

B. Lokasi Penelitian …………………………………………… 72

C. Sumber Data ………………………………………………... 73

Page 9: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

D. Teknik Pengambilan Sampel ………………………………. 73

E. Teknik Pengumpulan Data ………………………………… 74

F. Analisis Data ………………………………………………. 77

G. Validitas Data ……………………………………………… 78

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. DESKRIPSI LOKASI ……………………………………… 79

1. Pasar Klewer …………………………………………... 79

2. Himpunan Pedagang Pasar Klewer (HPPK) ………….. 87

B. PEMBAHASAN DAN ANALISIS DATA ………………... 88

1. Konflik antara PKL bermobil dengan Pedagang di

Kawasan Pasar Klewer Kota Surakarta ……………….. 89

2. Resolusi Konflik-Community Governance dalam

Penyelesaian Konflik antara PKL Bermobil dengan

Pedagang di Kawasan Pasar Klewer ………………….... 103

3. Faktor-faktor Penghambat dalam Penerapan

Resolusi Konflik-Community Governance ……………. 140

BAB V PENUTUP

A. KESIMPULAN …………………………………………... 149

B. SARAN …………………………………………………... 152

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………….. 154

LAMPIRAN ………………………………………………………………… 159

Page 10: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Konflik sebagai Sistem Sosial ………………………………… 14

Tabel 4.1 Persebaran Kios di Pasar Klewer ……………………………… 84

Tabel 4.2 Jenis Dagangan Pedagang Oprokan di Pasar Klewer …………. 85

Tabel 4.3 Konsentrasi Kios Pedagang Tekstil Berdasarkan Etnis ……….. 86

Page 11: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Siklus Konflik Konstruktif ………………………………….. 24

Gambar 2.2 Siklus Konflik Destruktif ……………………………………. 25

Gambar 2.3 Kerangka Gaya Manajemen Konflik Thomas dan

Kilmann (1974) ……………………………………………… 37

Gambar 2.4 Model Kerangka Pemikiran Penelitian …………………………… 71

Gambar 4.1 Gapura Masuk Pasar Klewer ………………………………… 80

Gambar 4.2 Pasar Klewer ………………………………………………… 81

Gambar 4.3 Suasana di dalam Pasar Klewer ……………………………... 82

Gambar 4.4 Transaksi yang Dilakukan oleh PKL Bermobil ……………... 91

Gambar 4.5 PKL Bermobil yang sedang Mewarkan Barang

Dagangannya ………………………………………………... 97

Gambar 4.6 Kepala Satpol PP Sutardjo Melakukan Penertiban

PKL Bermobil di Areal Parkir sekitar Pasar Klewer ………… 99

Gambar 4.7 PKL bermobil di Alun-alun Utara Keraton Surakarta ………. 109

Gambar 4.8 Mobil yang Menggunakan Stiker AM ………………………. 123

Gambar 4.9 Aktivitas PKL bermobil di Alun-alun Utara ………………... 131

Page 12: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ABSTRAK

Kusnia Ratih Aprilia Safitri, D0108075, “Resolusi Konflik berbasis

Community Governance (Studi Deskriptif Kualitatif di Kawasan Pasar

Klewer)”. Skripsi, Jurusan Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik, Universitas Sebelas Maret, Surakarta, 2012, 159 halaman.

Konflik di kawasan pasar Klewer merupakan konflik yang terjadi antara

PKL bermobil dengan pedagang di kawasan Pasar Klewer. Konflik ini terjadi

akibat adanya perebutan sumber daya yang terbatas yaitu konsumen atau pembeli

di kawasan Pasar Klewer. Konflik ini bermula ketika PKL bermobil yang

merupakan distributor barang di Pasar Klewer maupun Pasar Cinderamata ikut

melayani pembeli secara langsung. PKL bermobil yang berasal dari Pekalongan,

Jepara, Kudus dan Pemalang ini menggunakan area parkir pasar Cinderamata

untuk berjualan. Hal ini memicu protes keras yang dilakukan oleh pedagng pasar

Klewer dan pedagang pasar Cinderamata. Berbagai upaya yang dilakukan oleh

Pemerintah Kota Surakarta seperti penertiban, pemasangan spanduk dan

pemberian surat edaran yang berisi larangan berjualan bagi PKL bermobil belum

membuahkan hasil yang signifikan. Hal inilah yang mendasari penulis untuk

melakukan penelitian mengenai penerapan resolusi konflik berbasis community

governance dalam penyelesaian konflik antara PKL bermobil dengan pedagang di

kawasan pasar Klewer serta untuk mengkaji faktor-faktor penghambat dalam

penerapan resolusi konflik berbasis community governance.

Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif, dengan

teknik pengumpulan sampel adalah purposive sampling. Teknik pengumpulan

data yang digunakan adalah wawancara, observasi, metode dokumenter dan

metode penulusuran data online. Teknik analisis data dengan cara analisa data

efektif yaitu reduksi data, penyajian data dan verifikasi data, validitas data yang

digunakan adalah triangulasi.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan resolusi konflik

berbasis community governance tidak dapat dilaksanakan untuk menyelesaikan

konflik di kawasan Pasar Klewer. Hal ini dikarenakan: (1) Adanya prinsip yang

dipegang teguh oleh HPPK, HPTPPK dan komunitas PKL bermobil untuk tidak

mau bekerjasama dan bernegosiasi untuk mencari solusi terbaik dan dapat

diterima oleh kedua belah pihak. (2) Adanya keterbatasan yang dimiliki oleh

HPPK, HPTPPK dan komunitas PKL bermobil yaitu keterbatasan dalam hal

power, kekuasaan dan sumber daya. (3) Kecenderungan anggota organisasi yang

lebih suka mengelompok, seperti yang dialami oleh HPPK dan komunitas PKL

bermobil.

Page 13: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ABSTRACT

Kusnia Ratih Aprilia Safitri, D0108075, “Resolusi Konflik berbasis

Community Governance (Studi Deskriptif Kualitatif di Kawasan Pasar

Klewer)”. Skripsi, Jurusan Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik, Universitas Sebelas Maret, Surakarta, 2012, 159 halaman.

Conflicts occur in Klewer traditional market are conflicts that happen

between the street vendors that use their car with thenative traders in the Klewer

traditional market area. The conflicts was the result of a limited competition over

resources is the consumer or buyer in the Klewer traditional market area. The

conflicts arose since the street vendors, which were originally as distributors of

goods in the area, also participated to serve the customers directly. They, who

came from outside Solo such as Pekalongan, Jepara, Kudus, and Pemalang, took

parking area of the market to run the business. This sparked a serial of serious

protests by the native traders. Various efforts made by the Government of

Surakarta City such as demolition, installation of banners and giving circular

banning street vendors selling has not yielded significant results. This is what

underlies the author to conduct research on the implementation of conflict

resolution based on community governance between the street vendors with

Klewer market traders in the region as well as to examine the factors inhibiting

the implementation of conflict resolution based on community governance.

The research method used is descriptive qualitative. The sample collection

technique used is purposive sampling. The data collection techniques used was

interviews, observation, documentary method and the internet searching data

method. Data analysis techniques is conducted in a way that is effective data

analysis such as data reduction, data presentation and data verification.And the

data validation used is triangulation.

The results of this study indicate that the application conflict resolution

based on community governance has not been able to be applied to resolve

conflicts in the region Klewer market. This is because: (1) The existence of

principles that were held by HPPK, HPTPPK and the street vendors communities

do not want to cooperate and negotiate to find the best solution and can be

accepted by both parties. (2) There are limitations owned by HPPK, HPTPPK and

the street vendors communities, the limitations in terms of power, authority and

resources. (3) The trend in the organization prefers to cluster, as experienced by

HPPK and the street vendors communities.

Page 14: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Konflik merupakan suatu situasi dimana terdapat beberapa orang

maupun kelompok yang tidak setuju dengan suatu keadaan, kebijakan

maupun keputusan yang telah diambil. Konflik ini dapat terjadi karena

adanya perebutan sumber daya yang terbatas, adanya persaingan bisnis,

adanya tujuan yang berbeda, adanya pembagian tugas dalam organisasi yang

tidak merata, terdapat komunikasi yang tidak baik atau tidak lancar, dan

sebagainya. Konflik dapat terjadi dimana saja baik konflik yang dialami diri

sendiri (konflik personal) maupun konflik yang terjadi di dalam suatu

organisasi, antar organisasi maupun konflik yang terjadi antara organisasi

dengan pemerintah. Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering menemui

beberapa macam konflik seperti konflik sosial, konflik ekonomi, konflik

bisnis, konflik politik maupun konflik agama. Konflik-konflik ini dapat

menjadi konflik yang bersifat destruktif/merusak apabila tidak ditangani

dengan baik dan benar.

Salah satu konflik yang diakibatkan karena adanya perebutan sumber

daya yang terbatas dan adanya persaingan bisnis adalah konflik yang terjadi

di kawasan pasar Klewer Surakarta. Konflik ini merupakan konflik antar

kelompok atau komunitas masyarakat yaitu antara PKL bermobil dengan

Page 15: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

pedagang Pasar Cinderamata maupun pedagang Pasar Klewer Surakarta.

Konflik yang sudah ada sejak tahun 2000an ini diakibatkan karena PKL

bermobil yang umumnya berasal dari luar kota Surakarta seperti Pekalongan,

Kudus, Jepara maupun Pemalang menggunakan lahan parkir di area Pasar

Cinderamata untuk berjualan. Hal ini menimbulkan protes dari pedagang di

kawasan pasar Klewer, khususnya pedagang pasar Cinderamata. Pasalnya

pedagang di kawasan pasar Klewer merasa dicurangi dan dirugikan lantaran

PKL bermobil menggunakan lahar parkir pasar Cindermata untuk berjualan

dan mereka hanya membayar biaya parkir. Sedangkan pedagang pasar

Klewer dan pedagang pasar Cinderamata yang merupakan pedagang resmi

dan memiliki izin berdagang harus berdagang di kios, mereka juga harus

membayar retribusi, tagihan listrik dan tagihan air. Hal ini sependapat dengan

pernyataan dari sekertaris Himpunan Pedagang Taman Parkir Pasar Klewer

(HPTPPK), Bapak Ahmad Fathoni yang mengatakan bahwa:

“pedagang Pasar Klewer maupun Pasar Cinderamata merasa dirugikan,

pasalnya mereka adalah pedagang resmi yang sudah mendapat izin dari

Pemkot Surakarta untuk berjualan. Para pedagang ini melakukan

transaksi jual-beli di kios dan setiap bulannya mereka membayar

tagihan listrik, tagihan air dan membayar retribusi. Sedangkan

pedagang bermobil hanya menggunakan mobil untuk melakukan

transaksi jual-beli dan mereka merupakan pedagang illegal karena tidak

ada izin dari Pemkot Surakarta sendiri”. (pra survey 15 Mei 2012)

PKL bermobil juga dianggap menjadi penyebab utama turunnya omzet

penjualan pedagang pasar. Pasalnya PKL bermobil yang awalnya merupakan

distributor barang di pasar Klewer maupun pasar Cinderamata ini menjual

barang-barang dagangannya dengan harga yang relatif lebih murah daripada

Page 16: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

harga yang ditetapkan oleh pedagang pasar. Hal inilah yang menyebabkan

konsumen lebih memilih untuk membeli langsung pada PKL bermobil. Selain

itu, konsumen juga tidak perlu repot-repot untuk masuk ke dalam pasar

karena terdapat distributor yang siap melayani pembeli. Hal ini sesuai dengan

penjelasan dari Sekertaris HPTPPK yang menjelaskan bahwa:

“telah terjadi penurunan pendapatan atau merosotnya omzet penjualan

para pedagang di kawasan Klewer terutama pedagang Pasar

Cinderamata hingga mencapai 80% dari hari-hari biasanya. Hal ini

terjadi akibat PKL bermobil yang umumnya adalah distributor-

distributor barang di Pasar Klewer maupun Pasar Cinderamata menjual

barang dengan harga yang jauh lebih murah” (solopos.com, 3 Mei

2012).

Selain mengakibatkan kerugian materi bagi pedagang Pasar Klewer

maupun Pasar Cinderamata, keberadaan PKL bermobil juga mengakibatkan

iklim persaingan di kompleks Pasar Klewer menjadi tidak sehat karena ada

permainan yang tidak fair (prasurvey 15 Mei 2012). Pada dasarnya polemik

antara pedagang di kawasan Pasar Klewer dengan PKL bermobil terjadi

akibat usaha PKL bermobil tidak lancar karena banyak pedagang grosir yang

hutang sehingga mereka pun ikut-ikutan berjualan dan melayani pembeli

secara langsung. Pada dasarnya, pihak yang merasa dirugikan dengan adanya

aktivitas PKL bermobil ini adalah pedagang pasar Cinderamata. Pasalnya

PKL bermobil membuka dagangannya di lahan parkir pasar Cinderamata

sehingga konsumen atau pembeli lebih tertarik untuk datang ke

PKL bermobil terlebih dahulu baru ke toko/kios pedagang pasar Cinderamata.

Untuk menangani masalah ini, berbagai upaya telah dilakukan oleh

Dinas Pengelola Pasar (DPP) Kota Surakarta selaku penanggung jawab

Page 17: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

berbagai kegiatan atau aktivitas yang terjadi di seluruh pasar Kota Surakarta.

DPP sudah berusaha untuk menjembatani kedua belah pihak dengan cara

mempertemukan PKL bermobil dengan pedagang Klewer maupun pedagang

Cinderamata serta memberi pembinaan terkait peraturan berjualan di kawasan

Klewer. DPP Kota Surakarta yang dibantu dengan Satpol PP dan satpam

pasar juga telah rutin melakukan penertiban kepada PKL bermobil setiap hari

Senin dan Kamis. Selain itu, DPP Kota Surakarta pada tanggal 11 Mei 2012

lalu juga telah memasang spanduk yang berisi himbauan dan larangan

transaksi jual-beli bagi PKL bermobil di kawasan parkir Pasar Cinderamata.

Namun, upaya-upaya yang telah dilakukan oleh DPP Kota Surakarta ini

belum banyak memberikan hasil karena PKL bermobil masih tetap berdagang

di kawasan pasar Klewer. Hanya saja PKL yang tadinya berjualan di kawasan

parkir Pasar Cinderamata kini beralih ke Alun-alun Utara yang merupakan

cagar budaya milik Keraton Surakarta. Menanggapi hal tersebut, Pemkot

Surakarta pada tanggal 6 Agustus 2012 kemarin segera bertindak dengan

mengeluarkan Surat Edaran yang dikeluarkan oleh Sekertaris Daerah (Setda)

Kota Surakarta. Dalam Surat Edaran tersebut telah dijelaskan mengenai

larangan dan sanksi yang akan diberikan kepada PKL bermobil apabila PKL

bermobil tetap berjualan di kawasan parkir Pasar Cinderamata maupun Alun-

alun Utara Keraton Surakarta. Upaya-upaya yang dilakukan oleh Pemkot

Surakarta ini masih belum memberikan hasil yang signifikan pasalnya sampai

sekarang PKL bermobil masih tetap melakukan transaksi jual-beli di kawasan

Pasar Klewer, khususnya di Alun-alun Utara Kota Surakarta.

Page 18: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Selain menuai berbagai protes dari pedagang-pedagang pasar, pada

dasarnya PKL bermobil juga melakukan banyak pelanggaran. Pelanggaran

yang dialakukan oleh PKL bermobil adalah pelanggaran terhadap berbagai

peraturan yang berlaku di Kota Surakarta. Peraturan-peraturan yang dilanggar

oleh PKL bermobil, diantaranya adalah: pertama, Undang-undang No. 22

Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang menyatakan bahwa

setiap kendaraan bermotor yang dioperasikan di jalan harus memenuhi

persyaratan teknis dan laik jalan, persyaratan teknis di sini maksudnya adalah

rancangan teknis kendaraan harus sesuai dengan peruntukannya (pasal 48).

Menurut Undang-undang tersebut, mobil mini bus yang merupakan

kendaraan untuk mengangkut orang dilarang digunakan untuk mengangkut

barang dan dilarang untuk digunakan dalam melakukan transaksi

perdagangan. Kedua, Peraturan Daerah (Perda) Kota Surakarta No. 7 Tahun

2004 tentang Penyelenggaraan Tempat Khusus Parkir, tempat khusus parkir

adalah tempat yang secara khusus disediakan oleh Pemerintah Daerah, baik

yang dikelola sendiri atau di kerjasamakan pihak ketiga yang meliputi

pelataran, lingkungan, taman atau gedung parkir yang disediakan untuk

fasilitas tempat khusus parkir kendaraan (pasal 1). Berdasarkan Perda

tersebut, PKL bermobil yang berada di kawasan parkir Pasar Cinderamata

maupun di Alun-alun Utara Kota Surakarta tidak diizinkan untuk melakukan

aktivitas jual-beli di mobil pada area parkir. Ketiga adalah Perda Kota

Surakarta No. 3 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Pedagang Kaki Lima

(PKL), setiap orang dilarang melakukan transaksi perdagangan dengan PKL

Page 19: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

pada fasilitas-fasilitas umum yang dilarang digunakan untuk tempat usaha

atau lokasi PKL (pasal 5). Berdasarkan perda tersebut, PKL bermobil jelas

melakukan pelanggaran karena PKl bermobil menggunakan fasilitas umum

yaitu lahan parkir di area pasar Cinderamata maupun di Alun-alun Utara

untuk bertransaksi. Pelanggaran terhadap pasal 5 Perda No. 3 Tahun 2008

akan dikenakan sanksi pidana kurungan 3 bulan dan/ atau denda sebanyak-

banyaknya Rp 5.000.000,- (pasal 16 Perda No. 3 Tahun 2008). Dan yang

keempat adalah Peraturan Daerah Kota Surakarta yang terbaru yaitu Perda

No. 1 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Perlindungan Pasar Tradisional,

pedagang pasar adalah orang atau badan hukum yang melakukan kegiatan

dengan menjual dan/atau membeli barang dan/atau jasa yang menggunakan

pasar sebagai tempat kegiatannya (pasal 1). Dari pasal tersebut, diketahui

bahwa pelanggaran yang dilakukan oleh PKL bermobil adalah tidak

menggunakan kios di dalam pasar untuk melakukan aktivitas perdagangan.

Meskipun telah ada larangan resmi dari Pemerintah Kota Surakarta

terhadap para PKL bermobil yang berupa pemasangan spanduk dan

pemberian Surat Edaran, namun sampai sekarang kita masih dapat melihat

eksistensi mereka di kawasan pasar Klewer terlebih di Alun-alun Utara

Keraton Surakarta. Hal inilah yang menyebabkan timbulnya keraguan pada

pedagang pasar Klewer maupun pedagang pasar Cindermata terhadap kinerja

dan upaya yang dilakukan oleh Pemkot Surakarta khusunya DPP Kota

Suarakarta. Pemkot Surakarta terkesan tidak tegas dalam menerapkan dan

memberikan sanksi kepada PKL bermobil. Pemkot Surakarta juga dianggap

Page 20: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

tidak memaksimalkan berbagai peraturan yang ada dan dianggap melakukan

pembiaran terhadap PKL bermobil. Pengurus HPTPPK, Ahmad Fatoni

berpendapat bahwa:

“meski PKL bermobil telah melakukan banyak pelanggaran dengan

berjualan di kawasan parkir Pasar Cinderamata maupun di Alun-alun

Utara, Pemkot Surakarta terkesan tidak tegas dalam melakukan

penertiban tersebut. Keempat payung hukum tersebut seperti tidak

dimaksimalkan oleh DPP Kota Surakarta, Satpol PP, bahkan satpam di

area Pasar Klewer sendiri. Kurang maksimalnya upaya yang dilakukan

DPP Kota Surakarta ini dapat dilihat dengan masih banyaknya PKL

bermobil yang melakukan aktivitasnya setiap hari terlebih setiap hari

Senin dan Kamis. Hal inilah yang menimbulkan keraguan di dalam

pengurus HPTPPK maupun HPPK serta para pedagang resmi terhadap

upaya dari DPP Kota Surakarta dalam melakukan penertiban.”

(prasurvey, 15 mei 2012)

Bahkan menurut Bapak Kusbani yang merupakan Humas Himpunan

Pedagang Pasar Klewer (HPPK), di dalam menangani konflik ini Pemerintah

Kota Surakarta sering saling lempar tanggung jawab. Pemkot Surakarta,

khusunya DPP Kota Surakarta dan UPTD Perparkiran Kota Surakarta

terkesan tidak mau disalahkan dan mereka berusaha untuk mencari

pembenaran. Hal ini disampaikan Bapak Kusbani kepada solopos.com:

“selama ini kerap terjadi lempar tangung jawab antara UPTD

Perparkiran dengan DPP mengenai persoalan pedagang bermobil di

kawasan Klewer. Saling lempar tangungjawab inilah yang

menyebabkan pedagang resmi merasa dirugikan.” (7 Mei 2012).

Kurang maksimalnya upaya dan sanksi yang diberikan oleh Pemkot

Surakarta terhadap PKL bermobil menyebabkan pedagang pasar bertindak

sendiri. Para pedagang pasar telah berulang kali melakukan penertiban sendiri

terhadap PKL bermobil. Bahkan pada tahun 2008 silam, para pedagang pasar

Page 21: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

melakukan penggrebekan terhadap para PKL bermobil. Setelah dilakukan

penggrebekan tersebut, tidak ada PKL bermobil yang melakukan transaksi

jual-beli di kawasan Pasar Klewer. Namun, hal tersebut tidak bertahan lama

karena PKL bermobil muncul kembali sampai sekarang (pra survey, 15 mei

2012). Puncak dari konflik ini adalah pada awal bulan Mei tahun 2012

kemarin, sejumlah pedagang di kawasan Pasar Klewer nekat melakukan

sweeping dan embargo terhadap pemasok barang yang ketahuan berjualan

menggunakan mobil di lahan parkir Pasar Cinderamata.

Menurut solopos.com, aksi penyisiran atau sweeping yang dilakukan

oleh pedagang Pasar Cinderamata maupun pedagang Pasar Klewer terhadap

PKL bermobil nyaris berbuntut konflik horisontal. Aksi yang dilakukan pada

hari Senin tersebut, dimulai dengan puluhan pedagang Pasar Cinderamata

yang menggelar dagangannya di tengah-tengah lahan parkir Pasar

Cinderamata. Aksi yang bertujuan untuk menggeser keberadaan pedagang

bermobil tersebut rupanya tak membuahkan hasil, lantaran PKL bermobil

tetap menjajakan barang dagangannya di tempat tersebut. Emosi antar

pedagang pun tersulut. Belasan pedagang pasar Cinderamata akhirnya

menyisir dan merampas barang milik pedagang yang rata-rata dari Kabupaten

Pekalongan itu untuk diamankan. Aksi ini sempat mendapatkan perlawanan

dari PKL bermobil dan berujung perang mulut (3 Mei 2012). Sedangkan

embargo yang dilakukan pedagang pasar Cinderamata dan pasar Klewer ini

dilakukan terhadap pemasok barang yang ketahuan berjualan di mobil di

lahan parkir Pasar Cinderamata (solopos.com, 8 Mei 2012).

Page 22: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Dari kondisi yang telah dipaparkan di atas, kondisi seperti ini

memberikan kesempatan bagi ilmuwan administrasi publik untuk dapat

melakukan penelitian mengenai konflik dan manajemen konflik di kawasan

pasar Klewer. Dalam Isu-isu administrasi Publik, Nigro & Nigro

menyebutkan bahwa administrasi publik meliputi (1) suatu usaha kerjasama

kelompok dalam lingkungan publik; (2) mencakup tiga bidang yaitu

eksekutif, legislatif dan yudikatif; (3) dimana tiga bidang tersebut memiliki

peranan yang penting dalam merumuskan kebijakan publik dan termasuk

proses politik; (4) dalam beberapa hal, administrasi publik berbeda dengan

administrasi swasta serta; (5) berkaitan erat dengan sejumlah kelompok-

kelompok swasta dan individu-individu dalam memberikan pelayanan publik

(Sudarmo, 2011: 10). Dari pendapat Nigro & Nigro tersebut, dapat diketahui

bahwa konflik yang terjadi antara PKL bermobil dengan pedagang di

kawasan pasar Klewer Kota Surakarta termasuk salah satu aspek kajian dari

administrasi publik. Hal ini dikarenakan konflik ini terjadi di lingkungan

publik yaitu pasar yang merupakan fasilitas umum yang merupakan tanggung

jawab Pemerintah Kota Surakarta. Selain itu, pihak-pihak yang berkonflik

merupakan kelompok-kelompok masyarakat yang memberikan pelayanan

langsung kepada masyarakat yaitu dengan menjual dan menyediakan barang-

barang yang menjadi kebutuhan masyarakat.

Konflik yang terjadi antara PKL bermobil dengan pedagang di kawasan

Pasar Klewer dapat menjadi konflik destruktif apabila tidak mendapat

penanganan yang tepat, cepat dan cermat. Untuk itulah diperlukan suatu

Page 23: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

manajemen konflik yang dapat meminimalisir dampak buruk dan dapat

mengendalikan konflik agar mendapatkan solusi yang tepat dan dapat

diterima semua pihak. Salah satu resolusi konflik yang dianggap efektif untuk

menyelesaikan konflik yang terjadi di kawasan Pasar Klewer ini adalah

resolusi konflik berbasis community governance. Resolusi konflik ini

dianggap efektif karena pendekatan community governance ini lebih

menekankan pada penyelesaian konflik yang dilakukan oleh komunitas-

komunitas atau kelompok-kelompok yang sedang berkonflik. Pendekatan ini

lebih menekankan pada kerjasama atau negosiasi yang dilakukan oleh

komunitas-komunitas untuk mendapatkan solusi konflik yang dapat diterima

oleh kedua belah pihak. Dengan adanya penerapan resolusi konflik berbasis

community governance dalam menyelesaikan konflik di kawasan pasar

Klewer ini diharapkan dapat tercipta win-win solution. Dengan terciptanya

win-win solution maka tidak ada pihak yang merasa dirugikan atau dicurangi

karena solusi atau pemecahan masalah yang diambil merupakan hasil

keputusan bersama. Selain itu, win-win solution yang tercipta tidak akan

menimbulkan konflik di kemudian hari karena pihak-pihak yang berkonflik

merasa bahwa solusi yang diambil tidak memihak salah satu pihak.

Dari pemaparan di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan

penelitian mengenai “Resolusi Konflik Berbasis Community Governance

(Studi Deskriptif Kualitatif di Kawasan Pasar Klewer Kota Surakarta)”.

Page 24: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

B. RUMUSAN MASALAH

Dari uraian latar belakang di atas, maka penulis merumuskan rumusan

masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimanakah penerapan resolusi konflik berbasis community

governance dalam penyelesaian konflik antara PKL bermobil dengan

pedagang di kawasan Pasar Klewer Kota Surakarta?

2. Apa saja faktor-faktor penghambat dalam penerapan resolusi konflik

berbasis community governance dalam penyelesaian konflik di

kawasan Pasar Klewer Kota Surakarta?

C. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian yang dilakukan oleh penulis, memiliki beberapa tujuan baik

tujuan operasional maupun tujuan individual. Berikut merupakan tujuan-

tujuan dalam penelitian ini:

1. Tujuan Operasional

Untuk memetakan penerapan resolusi konflik berbasis community

governance yang digunakan dalam penyelesaian konflik antara PKL

bermobil dan pedagang di kawasan Pasar Klewer sehingga menghasilkan

solusi konflik, baik itu win-win solution, win-lose solution maupun lose-

lose solution.

2. Tujuan Individual

Untuk mencapai gelar sarjana pada jurusan Ilmu Administrasi, Program

Studi Ilmu Administrasi Negara FISIP UNS.

Page 25: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

D. MANFAAT PENELITIAN

Hasil dari kegiatan penelitian ini mempunyai beberapa manfaat, yaitu:

1. Bagi pihak-pihak yang berkonflik

a. Sebagai bahan masukan bagi pihak-pihak yang berkonflik baik

pedagang Pasar Klewer, pedagang Pasar Cinderamata maupun PKL

bermobil dalam kaitannya dengan penyelesaian konflik di Kawasan

Pasar Klewer.

b. Sebagai bahan pertimbangan dalam penetapan strategi untuk

menyelesaikan konflik di kawasan Pasar Klewer melalui resolusi

konflik berbasis community governance.

2. Bagi masyarakat

a. Sebagai acuan untuk dapat mengelola, mengendalikan dan

menyelesaikan konflik yang sedang dihadapi.

b. Sebagai bahan wacana dan informasi bagi masyarakat luas mengenai

resolusi konflik berbasis community governance dalam mengelola,

mengendalikan dan menyelesaikan suatu konflik.

3. Bagi akademisi

Penelitian ini diharapkan adpat memberikan kontribusi bagi

pengembangan ilmu pengetahuan dan dapat dijadikan bahan referensi bagi

peneliti lain yang ingin mengembangkan hasil penelitian.

Page 26: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. KAJIAN TEORI

1. KONFLIK

Konflik merupakan sebuah fenomena yang melekat dalam

kehidupan manusia. Manusia memiliki beragam karakteristik mulai dari

perbedaan jenis kelamin, agama, suku, budaya, ras, status sosial dan

ekonomi serta tujuan dari hidupnya. Beragam karakteristik tersebut

terkadang menimbulkan konflik. Konflik tidak hanya terjadi pada diri

seseorang tetapi konflik juga dapat terjadi antar individu, antara individu

dengan organisasi bahkan antara individu dengan negara/pemerintah.

Banyak pakar/ahli yang memberikan definisi tentang konflik. Salah

satunya adalah Stephen P. Robbins (2008: 173) yang memberikan definisi

konflik sebagai:

“sebuah proses yang dimulai ketika satu pihak memiliki persepsi

bahwa pihak lain telah mempengaruhi secara negatif atau akan

mempengaruhi secara negatif sesuatu yang menjadi perhatian atau

kepentingan pihak pertama.”

Kirk Blackard & James W. Gibson (Wirawan, 2010: 5)

memberikan definisi konflik sebagai:

"sebuah proses dinamis yang mencerminkan interaksi antara dua

pihak atau lebih yang mempunyai ketergantungan yang sama akan

perbedaan atau ketidakcocokan antara mereka.”

Page 27: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Hal yang hampir senada juga diungkapkan oleh Hardjana

(Wahyudi, 2011: 18) yang mendefinisikan konflik sebagai:

“perselisihan, pertentangan antara dua orang atau dua kelompok

dimana perbuatan yang satu berlawanan dengan yang lainnya

sehingga salah satu atau keduanya saling terganggu.”

Dari beberapa definisi mengenai konflik di atas, dapat diketahui

bahwa konflik pada dasarnya memiliki beberapa karakteristik yang selalu

melekat di dalamnya, yaitu:

a. Proses. Konflik terjadi melalui sebuah proses, proses konflik yang

satu berbeda dengan proses konflik lainnya. Proses konflik ini terdiri

dari masukan, proses dan keluaran konflik sehingga konflik dapat

dikatakan sebagai sistem interaksi sosial (Wirawan, 2010: 5-6).

Tabel 2.1

Konflik sebagai Sistem Sosial

Masukan Proses Keluaran

Pihak-pihak yang

terlibat konflik

(pemimpin, pengikut,

pihak luar dan sistem

sosial) berbeda:

Ideologi dan pola

pikir

Tujuan dan cara

Interaksi sosial konflik

dalam fase-fase konflik

Memperbesar dan

menggunakan

kekuasaan

Manajemen konflik

Strategi konflik

Taktik konflik

Frustasi

Marah dan dendam

Kecewa

Sumber tidak dipakai

untuk produktivitas

Konflik berlangsung

terus-menerus tanpa

solusi

Page 28: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

mencapai tujuan

Sifat pribadi

Latar belakang

pendidikan, agama,

pengalaman, dan

lain-lain

Pola perilaku

Visi, misi, dan

strategi sistem

sosial

Interdependensi

pihak-pihak yang

terlibat konflik

Kekuasaan

Gaya manajemen

konflik

Asumsi mengenai

konflik sumber-

sumber yang terbatas

Budaya sistem sosial

Gaya manajemen

konflik

Agresi

Manajemen konflik

Mengatur sendiri

Intervensi pihak

ketiga

Proses pengadilan

Proses

administrasi

Arbitrase

Mediasi

Ombudsman

Terciptanya sinergi

negatif atau sinergi

positif

Produktivitas

menurun

Resolusi konflik

Menang-menang

Menang-kalah

Kalah-kalah

Terciptanya norma

dan nilai-nilai baru

Perubahan sistem

sosial

(Sumber: Wirawan, 2010: 6)

b. Dua pihak atau lebih. Suatu konflik harus terjadi diantara dua pihak

atau lebih, kecuali konflik personal.

Page 29: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

c. Saling tergantung. Sebuah tindakan atau perbuatan yang dilakukan

salah satu pihak yang sedang berkonflik dapat mempengaruhi pihak

yang lain.

d. Adanya pertentangan mengenai obyek di dalam konflik. Obyek

konflik dapat berupa perbedaan pendapat, perbedaan tujuan, ataupun

kondisi kerja, jaminan atau upah yang tidak layak.

e. Diekspresikan. Suatu konflik harus diekspresikan sehingga banyak

orang yang mengetahuinya. Konflik dapat diekspresikan melalui

tindakan, ucapan maupun bahasa tertulis.

f. Pola perilaku. Ketika terjadi sebuah konflik, pihak yang terlibat dalam

konflik tersebut menggunakan pola perilaku tertentu untuk mengatasi

konflik. Pola perilaku itu sering disebut gaya manajemen konflik atau

taktik konflik.

g. Interaksi konflik. Interaksi konflik ini diakibatkan oleh proses konflik

dari pihak-pihak yang terlibat dan dapat berupa saling menuduh,

saling menyalahkan, saling melakukan agresi, melakukan negosiasi

atau meminta bantuan pihak ketiga dalam menyelesaikan konflik.

h. Keluaran konflik. Keluaran konflik dihasilkan dari interaksi konflik

dan dapat menciptakan perubahan sistem sosial. Keluaran konflik

dapat berupa ditemukannya solusi konflik seperti win-win solution,

win-lose solution ataupun lose-lose solution (Wirawan, 2010: 5-7).

Konflik yang terjadi baik di dalam suatu organisasi maupun

kelompok atau konflik yang terjadi antar individu dengan kelompok, antar

Page 30: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

kelompok maupun antar komunitas dapat dipengaruhi oleh beberapa

faktor. Faktor-faktor ini yang dapat memicu timbulnya suatu konflik:

a. Keterbatasan atau kelangkaan sumber daya. Untuk menyelenggarakan

aktivitas di dalam suatu organisasi dibutuhkan sumber daya yang

memadai. Apabila sumber daya yang diperlukan tersebut

langka/terbatas muncullah kompetisi dan dapat menyebabkan konflik.

Kelangkaan sumber daya dalam suatu orgasnisasi dapat berupa

terbatasnya anggaran, fasilitas kerja, jabatan, dan kesempatan untuk

berkarir (Wirawan, 2010: 8). Sedangkan dalam organisasi informal,

kelangkaan sumber daya dapat berupa terbatasnya ruang/lokasi yang

digunakan untuk melakukan aktivitas seperti berjualan yang diijinkan

atau diperbolehkan oleh otoritas setempat (Sudarmo, 2011: 207).

b. Tujuan yang berbeda (kompetisi tujuan). Setiap organisasi pasti

mempunyai tujuan yang ingin dicapai dan anggota-anggota organisasi

juga mempunyai tujuan pribadi di luar tujuan dari organisasi. Hal ini

dapat memicu konflik apabila dalam mencapai tujuan pribadinya,

anggota organisasi menyalahgunakan tugas/wewenang yang dimiliki

dan menyebabkan organisai mengalami kerugian. Konflik di dalam

organisasi juga dapat terjadi ketika cara yang digunakan untuk

mencapai tujuan organisasi berbeda (Wirawan, 2010: 8).

c. Saling tergantung atau interdependensi pekerjaan. Interdependensi

pekerjaan dapat berlangsung dalam satu arah maupun dua arah, dan

ketergantungan pekerjaan ini dapat mencakup pembagian persediaan

Page 31: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

atau sumber daya maupun informasi. Adanya ketergantungan antara

satu pihak dengan pihak yang lain dapat menyebabkan konflik apabila

ketersediaan sumber daya maupun informasi menjadi langka dan sulit

didapat (Wahyudi, 2011: 38).

d. Struktur. Struktur yang dimaksud di sini mencakup variable-variabel

seperti ukuran, kadar spesialisasi dalam tugas-tugas yang diberikan

kepada anggota kelompok, kejelasan yurisdiksi, keserasian antara

anggota dan tujuan, gaya kepemimpinan, sistem imbalan dan kadar

ketergantungan antar kelompok (Robins: 2008: 178). Selain itu,

menurut Sudarmo (2011: 210), pemilahan struktural mencakup

pembagian kerja, fungsi, satuan organisasi, penempatan orang-orang

dalam posisi tertentu, hirarki dan pemanfaatan sumber daya yang

tersedia untuk masing-masing orang atau unit kerja. Adanya struktur

dan pemilahan struktur yang tidak adil dapat menyebabkan konflik.

e. Kekaburan peran atau bidang tugas. Kekaburan bidang tugas dapat

menyebabkan konflik apabila batasan-batasan bidang kerja tidak jelas,

terjadi tumpang tindih dalam tanggung jawab atau ketimpangan dalam

menjalankan tugas (Wahyudi, 2011: 40).

f. Sistem imbalan yang tidak layak atau tidak adil. Pemberian imbalan,

upah atau gaji yang tidak adil dapat menyebabkan konflik. Sistem

imbalan dapat menyebabkan konflik ketika perolehan salah seorang

anggota dipandang merugikan anggota lain (Robins: 2008: 179).

Page 32: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

g. Komunikasi juga dapat menjadi pemicu timbulnya konflik apabila

komunikasi yang digunakan memiliki makna yang berbeda atau

ambiguitas makna, jargon, adanya pertukaran informasi yang tidak

memadai dan adanya kegaduhan dalam saluran komunikasi.

Komununikasi yang tidak baik dan lancar ini dapat menyebabkan

kesalahpahaman yang dapat memicu konflik (Robins: 2008: 178).

h. Konflik terdahulu yang belum sempat tertuntaskan (unresolved prior

conflict). Konflik ini dapat menyebabkan konflik-konflik baru ketika

terjadi ketidaksepakatan diantara anggota organisasi. Apabila konflik

ini tidak dituntaskan secara menyeluruh dapat menyebabkan

penumpukan konflik dan dapat menyebabkan timbulnya konflik

multidimensional (Sudarmo, 2011: 212).

Ketika orang berada dalam situasi konflik dapat diartikan bahwa

mereka memiliki kebutuhan yang belum terpenuhi. Kebutuhan ini

biasanya berhubungan dengan satu atau lebih dari lima dimensi yang

berbeda, yaitu struktural, instrumental, kepentingan, nilai atau pribadi.

Dimensi yang berbeda akan menghadirkan tantangan yang berbeda pula.

Perlu dicatat bahwa konflik tidak harus berurusan dengan hanya satu

dimensi tetapi kebanyakan konflik terjadi dalam dua atau lebih dimensi.

Menurut Bjarne Vestergaard, Erik Helvard & Aase Rieck Sørensen (2011:

7-8), dimensi-dimensi dalam konflik dapat dibedakan menjadi lima, yaitu:

a. Dimensi Struktural. Dimensi struktural adalah kerangka eksternal

dimana kita hidup dan bekerja di bawahnya. Ini termasuk undang-

Page 33: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

undang, kepemilikan dan struktur organisasi. Dimensi struktural tidak

dapat diubah secara langsung oleh resolusi konflik antara pihak yang

bertikai, namun pekerjaan yang dilakukan berurusan dengan konflik

yang spesifik dapat menjelaskan daerah dari dimensi struktural yang

perlu diperhatikan untuk mencegah konflik di masa depan. Tindakan

yang dapat dilakukan ketika berhadapan dengan konflik dalam

dimensi struktural misalnya untuk mempengaruhi pengambil

keputusan melalui penggunaan hak-hak demokratis (Bjarne

Vestergaard, dkk, 2011: 8).

b. Dimensi Instrumental. Pusat gravitasi dari konflik adalah dalam

dimensi instrumental. Dua pihak dalam perselisihan mengenai

bagaimana tugas yang diberikan adalah untuk ditangani. Sebagian

besar waktu, orang tetap fokus pada masalah ketika berhadapan

dengan konflik instrumental. Orang sering memiliki perbedaan

pendapat tersebut tanpa eskalasi/peningkatan. Hanya jika

ketidaksepakatan berakar pada dimensi lain atau jika permusuhan

besar hadir mereka meningkat. Cara yang paling masuk akal untuk

mendekati masalah yang bersifat instrumental adalah melalui

argumentasi dan mencari solusi yang dapat diterima kedua belah

pihak (Bjarne Vestergaard, dkk, 2011: 8).

c. Dimensi Kepentingan/Interest. Dimensi ini berpusat pada sumber

daya. Sumber daya ini dapat berupa uang, waktu dan ruang misalnya.

Kekuasaan dan pengaruh juga dapat menjadi sumber daya yang

Page 34: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

diperebutkan. Dalam skala besar konflik, sumber daya dapat

mencakup wilayah, pasokan air dan sumber daya alam. Ketika

berhadapan dengan dimensi yang menarik, pendekatan yang masuk

akal adalah untuk bernegosiasi untuk mencapai kesepakatan tentang

pembagian sumber daya (Bjarne Vestergaard, dkk, 2011: 8).

d. Dimensi Nilai/Value. Dengan nilai-nilai kita mengartikan nilai-nilai

pribadi dan budaya. Ini termasuk, ideologi, agama, moral, nilai-nilai

estetika dan politik. Nilai-nilai ini adalah sesuatu yang Anda

perjuangkan. Mereka mendefinisikan apa yang benar dan salah, apa

yang bisa atau tidak bisa dilakukan. Konflik yang meningkat sering

tertanam dalam salah satu dimensi dari nilai atau dimensi pribadi

sebagai dimensi-dimensi adalah tidak dapat dicairkan. Tujuannya

adalah untuk mencapai pemahaman yang lebih besar dari posisi pihak

lain. Ketika seseorang memahami alasan dan latar belakang dari nilai-

nilai orang lain, mereka lebih mudah untuk menerima atau mentolerir.

Cara untuk mengatasi konflik yang bersifat berorientasi nilai adalah

melalui dialog terbuka, penyelidikan apresiatif dan komunikasi yang

tidak berdasar pada kekerasan (Bjarne Vestergaard, dkk, 2011: 8).

e. Dimensi Personal. Dimensi ini merupakan akar dari banyak konflik.

dimensi ini adalah di mana orang didorong oleh emosi dan ketakutan

yang kuat. Dimensi personal meliputi pengertian seperti identitas,

loyalitas, penolakan dan harga diri. Dialog terbuka, penyelidikan

apresiatif dan non-kekerasan komunikasi, seperti yang terjadi dengan

Page 35: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

dimensi nilai, pendekatan yang terbaik ketika berhadapan dengan

dimensi pribadi (Bjarne Vestergaard, dkk, 2011: 8).

Konflik yang melekat dalam kehidupan manusia sangat beraneka

ragam dan dapat dikelompokkan berdasarkan berbagai kriteria. Sebagai

contoh, konflik dapat dibedakan berdasarkan jumlah orang yang terlibat,

latar belakang terjadinya konflik, substansi konflik maupun konflik

menurut bidang kehidupan manusia. Berikut ini merupakan beberapa jenis

konflik yang sering terjadi dalam suatu organisasi, perusahaan maupun di

dalam komunitas:

a. Konflik personal dan konflik interpersonal

Konflik personal adalah konflik yang terjadi dalam diri seorang

individu karena dihadapkan pada beberapa alternatif pilihan yang

yang harus diambil. Konflik personal dapat dibagi ke dalam konflik

pendekatan ke pendekatan, konflik menghindar ke menghindar dan

konflik pendekatan ke menghindar (Wirawan, 2010: 55).

Konflik interpersonal adalah konflik yang terjadi di dalam suatu

organisasi atau konflik yang terjadi di tempat kerja. Konflik ini

terjadi ketika pihak-pihak yang terlibat konflik saling tergantung

dalam melaksanakan tugas/pekerjaan untuk mencapai tujuan

organisasi. Konflik interpersonal dapat terjadi dalam tujuh bentuk,

yaitu: konflik antar manajer, konflik antara pegawai dan

manajer/pimpinannya, konflik hubungan industrial (konflik antara

karyawan dan organisasi/perusahaan), konflik anta kelompok kerja

Page 36: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

dalam suatu organisasi, konflik antara anggota kelompok kerja

dengan kelompok kerjanya, konflik interes (konflik kepentingan)

dan konflik antara organisasi dengan pihak luar organisasi

(Wirawan, 2010: 55-56).

b. Konflik interes atau konflik kepentingan adalah suatu situasi konflik

dimana seorang individu-pejabat atau aktor sistem sosial mempunyai

kepentingan personal lebih besar daripada kepentingan organisasinya

sehingga mempengaruhi pelaksanaannya sebagai pejabat sistem sosial

dalam melaksanakan kepentingan (tujuan) sistem sosial. Konflik ini

dapat merusak kepercayaan yang diberikan organisasi dan anggota

sistem sosial. Konflik interes ini merupakan salah satu fenomena yang

memicu timbulnya praktek korupsi, kolusi dan nepotisme. Konflik

interes ini biasanya terjadi dalam proses pengadaan barang dan jasa

serta tender-tender proyek baik di lembaga pemerintah maupun

lembaga bisnis (Wirawan, 2010: 57).

c. Konflik realistis dan konflik nonrealistis

Konflik realistis merupakan konflik yang terjadi akibat perbedaan

cara dalam mencapai tujuan organisasi. Di dalam konflik ini,

interaksi konflik memfokuskan pada perbedaan obyek konflik yang

harus diselesaikan oleh pihak yang terlibat konflik. Gaya

manajemen yang digunakan adalah dialog, persuasi, musyawarah,

voting dan negosiasi (Wirawan, 2010: 59).

Page 37: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Konflik nonrealistis adalah konflik yang dipicu oleh kebencian atau

prasangka buruk terhadap orang lain sehingga mendorong

seseorang melakukan agresi untuk menghancurkan atau

mengalahkan lawannya. Metode manajemen konflik yang

digunakan adalah agresi, menggunakan kekuasaan, kekuaan dan

paksaan (Wirawan, 2010: 59).

d. Konflik destruktif dan konflik konstruktif

Konflik konstruktif adalah konflik yang prosesnya berusaha untuk

menemukan solusi mengenai substansi konflik. Konflik ini

berusaha untuk mempererat hubungan pihak-pihak yang terlibat

konflik atau memperoleh sesuatu yang bermanfaat dari konflik.

Guna menyelesaikan konflik ini, manajemen konflik yang

digunakan adalah negosiasi, take and give, humor, bahkan voting

untuk mencapai kesepakatan bersama sehingga tercipta win-win

solution. Di dalam konflik ini, terdapat siklus konstruktif dimana

pihak-pihak yang terlibat konflik sadar akan terjadinya konflik dan

memberikan respon yang positif untuk menyelesaikan konflik

(Wirawan, 2010: 59).

Gambar 2.1 Siklus Konflik Konstruktif

Organisasi

lebih sehat Kompromi atau

kolaborasi

Give and take

Respons

positif Konflik

Page 38: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Konflik destruktif merupakan konflik dimana pihak-pihak yang

terlibat konflik berusaha untuk mengalahkan satu sama lain. Pihak-

pihak yang terlibat konflik menggunakan manajemen konflik

seperti kompetisi, ancaman, konfrontasi, kekuatan, dan agresi.

Konflik jenis ini dapat merusak organisasi karena pihak-pihak yang

terlibat konflik berusaha untuk menyelamatkan muka mereka

(Wirawan, 2010: 62).

Gambar 2.2 Siklus Konflik Destruktif

e. Konflik menurut bidang kehidupan

Konflik ekonomi terjadi karena adanya perebutan sumber-sumber

ekonomi yang terbatas. Konflik ini dapat terjadi antar anggota

masyarakat, antar kelompok masyarakat maupun antara masyarakat

dengan pemerintah pusat atau daerah. Konflik ekonomi ini dapat

berupa konflik mengenai hak wilayah ekonomi seperti daerah

tangkapan ikan, lahan pertanian, lahan parkir, dsb. Konflik ini juga

dapat terjadi apabila berkaitan dengan pertambangan emas, timah

atau penggalian pasir (Wirawan, 2010: 63).

Konflik Respons

negatif

Kompetisi dan

agresi

Win & lose

solution

Kesehatan organisasi

menurun

Page 39: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Konflik bisnis muncul karena adanya keinginan setiap pengusaha

untuk menguasai keseluruhan pasar. Konflik ini menyebabkan

terjadinya persaingan pasar yang tidak sehat karena hanya dikuasai

beberapa orang (Wirawan, 2010: 66).

Konflik politik adalah konflik yang terjadi karena pihak-pihak yang

terlibat konflik memperebutkan kekuasaan untuk mencapai tujuan

atau ideologinya. Konflik politik tidak hanya terjadi pada

organisasi pemerintah dan partai politik saja tetapi juga terjadi pada

organisasi bisnis dan organisasi nirlaba. Untuk mencapai tujuan

organisasi digunakan politik organisasi (organizational politic)

seperti akumulasi, pembagian dan penggunaan kekuasaan atau

wewenang (Wirawan, 2010: 67).

Konflik agama merupakan konflik yang terjadi diantara pemeluk

agama bukan kanflik diantara ajaran atau kitab suci. Menurut

Wirawan (2010: 72), terdapat berbagai jenis konflik agama,

diantaranya adalah: konflik antar penganut suatu agama, konflik

antara agama dan ilmu pengetahuan dan sains, konflik antar

penganut agama yang berbeda serta konflik karena pemanfaatan

agama untuk mencapai tujuan (politik, ekonomi, sosial maupun

tujuan individu/kelompok tertentu).

Konflik sosial dapat terjadi apabila dilatarbelakangi oleh beberapa

faktor, yaitu: (1) kelompok sosial yang dimiliki oleh masyarakat

yang berbeda; (2) kemiskinan; (3) adanya perpindahan/migrasi

Page 40: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

yang dilakukan seseorang/sekelompok orang ke tempat lain untuk

memperbaiki kehidupannya; (4) adanya karakteristik dan perilaku

inklusif yang ada diantara kelompok-kelompok sosial (Wirawan,

2010: 81-82).

Konflik budaya adalah “isu mengenai persepsi atau aktual

inkompabilitas dari nilai-nilai, norma, proses, hubungan dan

prosedural” (Stella Ting Tomey dalam Wirawan, 2010: 102).

Konflik antar budaya ini memiliki beberapa karakteristik seperti:

konflik budaya yang berkaitan dengan persepsi antar budaya atau

interkultural, konflik yang terjadi melalui interaksi, konflik yang

terjadi karena ada ketertarikan tujuan dan konflik budaya yang

meliputi citra antar kelompok (Wirawan, 2010: 102).

Sedangkan menurut Stephen P. Robins (2008: 175) dalam Perilaku

Organisasi, konflik dibagi menjadi beberapa jenis yakni:

a. Konflik fungsional adalah konflik yang mendukung tujuan kelompok

dan meningkatkan kinerjanya.

b. Konflik disfungsional adalah konflik yang mengahambat tujuan

kelompok.

c. Konflik tugas yaitu konflik yang berhubungan dnegan muatan dan

tujuan pekerjaan.

d. Konflik hubungan adalah konflik yang fokus pada hubungan

antarpersonal.

Page 41: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

e. Konflik proses yaitu konflik yang berhubungan dengan bagaimana

suatu pekerjaan dilaksanakan.

Dari beberapa jenis konflik di atas, dapat kita ketahui bahwa suatu

konflik dapat terjadi dimana saja, kapan saja dan oleh siapa saja. Suatu

konflik baik yang sedang dialami oleh seseorang, sebuah organisasi,

sebuah perusahaan bahkan sebuah bangsa dapat membawa perubahan.

Perubahan ini terjadi karena proses konflik tersebut memiliki

pengaruh/dampak bagi pihak-pihak yang terlibat konflik. Dampak dari

sebuah konflik dapat bersifat positif maupun bersifat negatif. dampak

negatif dari suatu konflik menurut Baden Eunson dalam bukunya yang

berjudul Conflict Management (2007: 2) adalah:

a. konflik dapat menyebabkan emosi yang negatif,

b. adanya pemblokiran atau pembatasan komunikasi,

c. adanya peningkatan citra negatif dengan pihak-pihak yang

bertentangan dengan kita,

d. mengurangi koordinasi diantara orang-orang yang harus bekerja dan

hidup bersama,

e. adanya pergeseran ke arah kepemimpinan otokratis ketika diskusi

yang mendasarkan pada laporan pengambilan keputusan,

f. mengurangi kemampuan untuk melihat perspektif lainnya serta

adanya kerusakan pada empati dan visi.

Page 42: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Di samping memiliki dampak negatif, konflik juga memiliki

dampak positif. Beberapa dampak positif dari adanya suatu konflik

menurut Baden Eunson (2007: 2-3) adalah:

a. Tekanan dan rasa frustasi dapat dilepaskan. Ketika konflik yang

terpendam akhirnya diekspresikan, pihak-pihak yang berkonflik

kadang-kadang mengalami rasa lega sehingga mereka dapat

menenangkan diri dan mempertimbangkan situasi dengan kepala

dingin (Baden Eunson, 2007: 2).

b. Perspektif dan informasi baru dapat dikumpulkan dari pihak yang lain.

Pihak-pihak yang berkonflik dapat melihat dari sudut pandang lain

yang membuat mereka mengetahui berbagai manfaat dari sudut

pandang yang berbeda. Hal ini dapat menumbuhkan rasa empati dan

keputusan yang lebih baik dapat dibuat (Baden Eunson, 2007: 2).

c. Perspektif baru di dalam organisasi dapat diperoleh. Situasi konflik

terkadang memaksa anggota organisasi untuk lebih memperhatikan

kemampuan dan kelebihan yang dimiliki organisasinya. Adanya

konflik juga menyebabkan anggota-anggota organisasi untuk dapat

menyadari kelemahan dan inkonsistensi organisasinya. Konflik juga

mengajarkan anggota-anggota organisasi untuk melakukan dan

berpikir mengenai hal-hal baru (Baden Eunson, 2007: 2).

d. Pengambilan keputusan dan pemecahan masalah yang lebih baik dapat

terjadi. Hal ini dikarenakan munculnya informasi dan perspektif baru

di dalam organisasi yang merupakan hasil dari adanya konflik. Ini

Page 43: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

memungkinkan kita untuk melihat sesuatu dengan lebih jelas dan

mengambil tindakan yang sesuai (Baden Eunson, 2007: 3).

e. Kekompakan organisasi atau kelompok dapat meningkat. Dengan

adanya konflik, anggota organisasi dapat lebih kompak dan lebih

dekat daripada sebelum mereka dihadapkan pada konflik. Ikatan

diantara anggota organisasi/kelompok dapat lebih kuat dan tidak

lemah (Baden Eunson, 2007: 3).

f. Adanya kepuasaan terhadap diri sendiri karena adanya tantangan.

Konflik dapat memberikan tantangan dengan menyebabkan seseorang

berada dalam kondisi yang tidak menyenangkan. Dengan adanya

konflik, seseorang ditantang untuk menemukan ide-ide baru dalam

menyelesaikan persoalan-persoalan yang belum terselesaikan (Baden

Eunson, 2007: 3).

g. Arus perubahan dapat terjadi. Hal ini karena konflik sering menjadi

mesin perubahan, baik dalam diri seseoorang maupun dalam

organisasi. Charles Darwin berpendapat bahwa konflik antara personal

menghasilkan kelangsungan hidup yang baik, sehingga evolusi itu

tergantung pada konflik. (Baden Eunson, 2007: 3).

h. Konflik intrapersonal dapat diselesaikan. Kita terkadang dihadapkan

pada konflik dalam diri kita sendiri serta konflik dengan orang lain.

Kadang-kadang dengan kita terlibat konflik dan menyelesaikan

konflik dengan orang lain dapat mengatasi konflik batin (Baden

Eunson, 2007: 3).

Page 44: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2. MANAJEMEN KONFLIK

Untuk menyelesaikan suatu konflik yang sedang dihadapi, pihak-

pihak yang terlibat konflik akan menggunakan suatu cara atau metode

tertentu. Cara atau metode yang digunakan seorang individu, pemimpin

organisasi maupun anggota organisasi berbeda-beda. Metode/cara yang

digunakan tergantung pada jenis konflik yang dihadapi. Metode/cara yang

digunakan untuk menyelesaikan konflik atau mengendalikan suatu konflik

sering disebut dengan manajemen konflik.

Ada beberapa definisi yang diberikan oleh para pakar mengenai

manajemen konflik. Salah satunya adalah pengertian manajemen konflik

yang diberikan oleh Lynne Irvine (Wirawan, 2010: 131), yaitu:

“the strategy which organizations and individual employee to

identify and manage differences, thereby reducing the human and

financial costs of unmanaged conflict, while harnessing conflict as a

source of innovation and improvement.”

“sebuah strategi yang digunakan oleh organisasi maupun anggota

organisasi untuk mengidentifikasi dan mengelola perbedaan, dengan

cara mengurangi kerugian manusia dan finansial dari konflik yang

tidak dikelola, sementara itu memanfaatkan konflik sebagai sumber

inovasi dan perkembangan.”

Definisi manajemen konflik juga diberikan oleh United State

Transfortation Security Administration (Wirawan, 2010: 131) yaitu:

“identifies and takes steps to prevent potential situation that could

result in unpleasant confrontation, resolve conflicts and

disagreements in a positive and constructive manner to minimize

negative impact.”

“proses identifikasi dan mengambil langkah-langkah untuk

mencegah situasi yang potensial yang diakibatkan oleh konfrontasi,

menyelesaikan konflik dan ketidaksepakatan dengan cara yang

positif dan membangun untuk meminimalisir dampak negatif.”

Page 45: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Dalam buku yang berjudul Perilaku Organisasi, Stephen P. Robins

(2008: 184) memberikan definisi manajemen konflik yaitu sebagai

pemanfaatan teknik-teknik resolusi dan dorongan (stimulasi) untuk

mencapai tingkat konflik yang diinginkan. Dari berbagai definisi mengenai

manajemen konflik tersebut, dapat diketahui bahwa manajemen konflik

memiliki beberapa karakteristik yang selalu ada dan melekat di dalamnya,

yaitu (Wirawan, 2010: 129-130):

a. Pihak yang terlibat konflik atau pihak ketiga. Manajemen konflik yang

dilakukan oleh pihak yang terlibat konflik berusaha mengelola konflik

untuk mendapatkan solusi yang menguntungkan. Manajemen konflik

juga dapat dilakukan oleh pihak ketiga yang diberikan wewenang oleh

pihak-pihak yang terlibat konflik. Pihak ketiga seperti mediator,

arbiter atau ombudsman dapat berupa organisasi/perusahaan dimana

pihak-pihak yang terlibat konflik merupakan anggota/pegawainya.

b. Strategi konflik. Strategi konflik digunakan sebagai rencana dalam

memanajemeni konflik sehingga konflik yang ada tidak berkembang

menjadi konflik destruktif.

c. Mengendalikan konflik. Bagi pihak-pihak yang terlibat konflik,

manajemen konflik merupakan upaya untuk menegndalikan dan

mengelola konflik agar tidak merugikannya. Sedangkan bagi pihak

ketiga, manajemen konflik merupakan upaya untuk mengarahkan

konflik destruktif menjadi konflik konstruktif untuk meningkatkan

Page 46: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

kreativitas dan inovasi pihak-pihak yang terlibat konflik dan

menciptakan win-win solution.

d. Resolusi konflik. Resolusi konflik merupakan output/hasil yang

diperoleh dari proses manajemen konflik. Solusi yang tercipta dari

manajemen konflik bertujuan untuk menciptakan solusi yang bisa

diterima oleh pihak-pihak yang terlibat konflik.

Beberapa karakteristik dari manajemen konflik di atas akan lebih

memfokuskan pada pembahasan mengenai resolusi konflik. Sedangkan

karakterisrik seperti pihak yang terlibat konflik atau pihak ketiga, strategi

konflik dan mengendalikan konflik tidak dibahas lebih lanjut dikarenakan

pada penelitian ini lebih memfokuskan pada resolusi konflik yang

digunakan. Pembahasan mengenai resolusi konflik ini akan dibahas pada

sub bab berikutnya.

Konflik tidak akan pernah bisa dipisahkan dari kehidupan manusia

karena konflik selalu ada di setiap bidang kehidupan manusia. Oleh sebab

itu, manusia harus dapat mengelola konflik yang sedang dihadapinya

sehingga tidak memperngaruhi kualitas hidup dan produktivitasnya. Untuk

itulah diperlukan manajemen konflik untuk mengurangi dampak negatif

dari konflik itu sendiri. Dalam menyelesaikan suatu konflik, manajemen

konflik yang digunakan oleh seseorang berbeda dengan orang yang lain.

Hal ini dikarenakan konflik yang dihadapi seseorang dengan orang yang

lain juga berbeda. Selain itu, pihak yang sedang menyelesaikan konflik

memilki pola perilaku tertentu yang berbeda antara satu orang dengan

Page 47: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

orang lainnya. Pola perilaku tertentu yang digunakan seseorang dalam

mengelola dan mengendalikan konflik disebut dengan gaya manajemen

konflik.

Manajemen konflik yang digunakan oleh seseorang dipengaruhi oleh

beberapa faktor, baik faktor eksternal maupun faktor internal. Faktor-

faktor yang mempengaruhi seseorang dalam menggunakan gaya

manajemen konflik antara lain (Wirawan, 2010: 135-138): asumsi

mengenai konflik itu sendiri, persepsi mengenai penyebab konflik,

ekspektasi atas reaksi lawan konfliknya, pola komunikasi dalam interaksi

konflik, kekuasaan yang dimiliki, pengalaman dalam menghadapi situasi

konflik, sumber-sumber (kekuasaan, pengetahuan, pengalaman atau uang)

yang dimiliki. Selain itu, faktor-faktor pribadi seseorang juga dapat

mempengaruhi seseorang dalam menggunakan gaya manajemn. Faktor-

faktor tersebut adalah: jenis kelamin dan kepribadian seseorang yang

mengelola konflik, kecerdasan emosional dalam mengelola konflik,

budaya organisasi dalam sistem sosial, situasi dan posisi konflik pihak

yang berkonflik, pengalaman menggunakan salah satu gaya manajemen

konflik serta ketrampilan berkomunikasi juga mempengaruhi seseorang

dalam menggunakan gaya manajemen konflik.

Salah satu teori yang dapat digunakan dalam manajemen konflik

adalah Teori Thomas dan Kilmann. Menurut Kenneth W. Thomas dan

Ralp H. Kilman mengembangkan taksonomi gaya manajemen konflik

berdasarkan dua dimensi: (1) kerja sama (memuaskan orang lain ketika

Page 48: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

menghadapi konflik) pada sumbu horizontal dan (2) keasertifan

(memuaskan diri sendiri dalam menghadapi konflik) pada sumbu vertikal

(Wirawan, 2010: 140). Berdasarkan dua dimensi tersebut, Thomas dan

Kilmann mengemukakan lima gaya manajemen, yaitu:

a. Kompetisi (competing). Gaya ini merupakan gaya yang berorientasi

pada kekeuasaan dimana seseorang akan menggunakan kekuasaan

yang dimiliki untuk memenangkan konflik dengan biaya lawannya.

Gaya ini memiliki tingkat keaserifan tinggi dan tingkat kerja sama

rendah (Wirawan, 2010: 140). Kompetisi menggunakan sikap

bertentangan atau melawan pihak lain. Dalam gaya manajemen ini,

pihak-pihak yang berkonflik terlibat dalam kompetisi dengan cara

memaksa melalui kekuatan atau tindakan otoritas yang dimiliki oleh

pihak yang berkonflik (Sudarmo, 2011: 214).

b. Kolaborasi (collaborating). Kolaborasi merupakan gaya manajemen

konflik yang berupaya menciptakan solusi yang sepenuhnya

memuaskan pihak-pihak yang terlibat konflik. Kolaborasi bertujuan

untuk mencari alternatif, dasar bersama dan berusaha untuk memenuhi

harapan pihak-pihak yang berkonflik. Gaya manajemen ini memiliki

tingkat keaserifan dan kerja sama yang sama (Wirawan, 2010: 140).

Kolaborasi sering disebut problem solving karena pimpinan atau

menajer mencoba memuaskan keinginan setiap pihak sehingga tidak

ada pihak yang merasa dirugikan (Sudarmo, 2011: 214-215).

Page 49: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

c. Kompromi (compromising). Gaya manajemen konflik tipe ini

menggunakan strategi give and take, kedua belah pihak yang

berkonflik mencari alternatif tengah yang memuaskan sebagian

keinginan mereka. Gaya ini merupakan gaya manajemen konflik

tengah atau menengah, dimana tingkat keasertifan dan kerjasama

sedang. Gaya manajemen ini berada di tengah-tengah gaya kompetisi

dan gaya kolaborasi (Wirawan, 2010: 141). Gaya menajemen ini

berusaha menyelesaikan konflik dengan cara tawar-menawar terhadap

solusi „yang dapat diterima‟ oleh semua pihak yang terlibat konflik.

Masing-masing pihak yang terlibat konflik akan mendapatkan sedikit

kemenangan dan sedikit kekalahan (Sudarmo, 2011: 214).

d. Menghindar (avoiding). Dalam gaya manajemen ini, kedua belah

pihak yang sedang berkonflik berusaha menghindari konflik. Mereka

menghindari konflik dengan cara menjauhkan diri dari pokok

permasalahan, menunda pokok masalah hingga waktu yang tepat atau

menarik diri dari konflik yang mengancam dan merugikan. Gaya tipe

ini memiliki tingkat keaserifan dan kerjasama yang rendah (Wirawan,

2010: 141). Di dalam gaya manajemen ini, pihak-pihak yang terlibat

konflik beranggapan bahwa seakan-akan konflik tidak benar-benar

ada. Gaya manajemen konflik menghindar menganggap bahwa

ketidaksepakatan itu tidak ada, menarik diri dari situasi dan bersikap

netral dalam berbagai hal (Sudarmo, 2011: 214).

Page 50: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

e. Mengakomodasi (accomodating). Gaya manajemen konflik tipe ini

mengabaikan kepentingan dirinya sendiri dan beupaya memuaskan

kepentingan lawan konfliknya. Gaya manajemen konflik ini memiliki

tingkat keasertifan rendah dan tingkat kerja sama tinggi (Wirawan,

2010: 142). Gaya manjemen ini berusaha menjaga harmoni dan

mengabaikan perbedaan-perbedaan yang terjadi diantara pihak-pihak

yang berkonflik (Sudarmo, 2011: 214).

Gambar 2.3

Kerangka Gaya Manajemen Konflik Thomas dan Kilmann

kerjasama

(Sumber: Wirawan, 2010: 139)

3. RESOLUSI KONFLIK

Resolusi konflik merupakan proses untuk mendapatkan output atau

hasil konflik melalui manajemen konflik. Menurut Deutsch yang dikutip

oleh Zhiyong Lan dalam A Conflict Resolution Approach to Public

keasertifan

Page 51: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Administration (1997:31), terdapat tiga aktor di dalam proses resolusi

konflik. lebih lanjut, Deutsch menjelaskan bahwa:

“Conflict resolution literature pays close attention to the different

roles play by actors in a conflict. It categorizes the actors in three

groups: (1) interested audience to the conflict-observers or

onlookers, either sympathetic or nonsympathetic; (2) parties to the

conflict; and (3) conflict resolvers-arbitrators, mediators or

facilitators.”

“Para literatur resolusi konflik mencermati peran berbeda yang

dimainkan oleh aktor dalam konflik. Aktor-aktor ini dikategorikan

ke dalam tiga kelompok, yaitu: (1) publik yang tertarik terhadap

konflik, pengamat konflik atau penonton, baik yang menaruh

perhatian terhadap konflik ataupun tidak, (2) pihak-pihak yang

berkonflik, dan (3) orang-orang yang dapat memecahkan konflik

seperti: arbiter, mediator atau fasilitator.”

Di dalam resolusi konflik, metode yang dapat digunakan dapat

dikelompokkan menjadi pengaturan sendiri oleh pihak-pihak yang terlibat

konflik atau melalui pihak ketiga. Pengaturan sendiri dilakukan oleh

pihak-pihak yang terlibat konflik dengan cara melakukan berbagai

pendekatan dan negosiasi untuk menyelesaikan konflik dan menciptakan

solusi konflik seperti yang mereka harapkan. Intervensi pihak ketiga terdiri

atas resolusi melalui proses pengadilan, proses administrasi dan resolusi

perselisihan alternatif (Wirawan, 2010: 177).

Berikut merupakan penjelasan lebih rinci mengenai beberapa

macam metode resolusi konflik:

a. Pengaturan sendiri

Pengaturan sendiri merupakan salah satu bentuk resolusi konfflik

dimana pihak-pihak yang terlibat konflik menyusun strategi maupun

taktik konflik untuk menyelesaikan konflik yang sedang dihadapi. Di

Page 52: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

sini, pihak-pihak yang terlibat konflik menggunakan pendekatan dan

negosiasi untuk menyelesaikan konflik dan menciptakan solusi sesuai

harapan mereka. Pola interaksi konflik tergantung pada keluaran

konflik yang diharapkan, potensi konflik, lawan konflik dan situasi

konflik (Wirawan, 2010: 178).

Berikut merupakan interaksi konflik yang sering digunakan dalam

metode resolusi konflik pengaturan sendiri:

Interaksi konflik dengan keluaran yang diharapkan mengalahkan

lawan konflik (win-lose solution)

Di dalam model ini, pihak yang terlibat konflik bertujuan

memenangkan konflik dan mengalahkan lawan konfliknya. Pihak

yang terlibat konflik berupaya mencari solusi konflik mengalahkan

lawan konfliknya dengan berbagai pertimbangan, yaitu: merasa

mempunyai kekuasaan lebih besar dari lawan konfliknya; merasa

mempunyai sumber konflik yang lebih besar; menganggap obyek

konflik sangat penting bagi kehidupan dan harga dirinya; situasi

konflik menguntungkan dan merasa bisa mengalahkan lawan

konfliknya (Wirawan, 2010: 178). Win-lose solution dapat terjadi

ketika pihak-pihak yang berkonflik menggunakan gaya manajemen

konflik seperti kompetisi (competing) dan kompromi

(compromising). Dalam hal ini, masing-masing pihak berusaha

untuk meraih sesuatu dengan mengorbankan pihak lain yang dapat

menciptakan konflik di kemudian hari (Sudarmo, 2011: 216).

Page 53: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Interaksi konflik dengan tujuan menciptakan kolaborasi atau

kompromi (win-win solution)

Win-win solution dapat terjadi ketika pihak-pihak yang sedang

berkonflik menggunakan gaya manajemen jenis kolaborasi

(collaborating) atau problem solving. Gaya manajemen tipe ini

berusaha melakukan rekonsiliasi perbedaan-perbedaan yang

mendasari. Win-win solution berusaha memecahkan isu-isu konflik

untuk menciptakan keuntungan bersama bagi pihak-pihak yang

berkonflik. Kondisi win-win solution ini diciptakan dengan

menghilangkan penyebab-penyebab konflik. Metode ini merupakan

gaya interpersonal menajemen konflik yang paling disukai

(Sudarmo, 2011: 216).

Interaksi konflik menghindar

Tujuan dari interaksi ini adalah untuk menghindarkan diri dari

situasi konflik. Ada beberapa alasan yang mendasari pihak yang

terlibat konflik untuk menghindari konflik, yaitu: tidak senang atas

ketidaknyamanan sebagai akibat terjadinya konflik; menganggap

penyebab konflik tidak penting; tidak mempunyai cukup kekuasaan

untuk memaksakan kehendak; menganggap situasi konflik tidak

bisa dikembangkan sesuai kehendaknya dan belum siap melakukan

negosiasi (Wirawan, 2010: 180). Gaya manajemen tipe menghindar

(avoiding) dapat mengakibatkan lose-lose conflict. Dengan gaya

manajemen ini, alasan/penyebab konflik masih terus terpendam

Page 54: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

tanpa adanya pemecahan. Interaksi menghindar (avoiding)

merupakan bentuk ekstrim dari tidak adanya perhatian, konflik

dianggap tidak ada dan berharap agar konflik tersebut dapat

hilang/berlalu dengan sendirinya (Sudarmo, 2011: 215).

Interaksi konflik mengakomodasi

Interaksi konflik ini bertujuan untuk menyenangkan lawan konflik

dan mengorbankan diri. Berikut adalah perilaku dari interaksi

konflik mengakomodasi: bersikap pasif dan ramah kepada lawan

konflik; memperhatikan lawan konflik sepenuhnya dan

mengabaikan diri sendiri; menyerah pada solusi yang diminta

lawan konflik dan memenuhi keinginan lawan konflik (Wirawan,

2010: 181). Interaksi konflik mengakomodasi (accomodating) juga

dapat mengakibatkan lose-lose conflict. Gaya manajemen

accomodating pada dasarnya mengabaikan perbedaan dan

mengabaikan esensi riil dari konflik itu sendiri. Gaya manajemen

ini lebih menonjolkan persamaan dan bidang-bidang yang

disepakati bersama. Perdamaian diciptakan melalui pengakuan

bersama yakni tujuan bersama (Sudarmo, 2011: 215).

b. Intervensi pihak ketiga

Intervensi pihak ketiga dilakukan apabila pihak-pihak yang terlibat

konflik tidak dapat menyelesaikan konflik yang sedang dihadapinya.

Pihak ketiga yang disebut intervener melakukan intervensi ke dalam

konflik. Intervener bersikap pasif menunggu datangnya pihak yang

Page 55: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

terlibat konflik untuk meminta bantuan. Pihak ketiga juga dapat

bersikap aktif dengan emmbujuk kedua belah pihak untuk

menyelesaikan konflik. Pihak ketiga dapat berupa lembaga

pemerintah, lembaga arbitrase yang dibentuk berdasarkan undang-

undang, lembaga mediasi hingga pihak ketiga yang dibentuk

berdasarkan kesepakatan pihak-pihak yang terlibat konflik (Wirawan,

2010: 184). Intervensi pihak ketiga dapat dibagi menjadi lima, yaitu:

Resolusi konflik melalui proses pengadilan

Dalam resolusi konflik melalui pengadilan perdata, salah satu pihak

atau kedua belah pihak yang terlibat konflik meneyrahkan solusi

konfliknya pada pengadilan perdata di Pengadilan Negeri melalui

gugatan penggugat terhadap tergugat. Proses pengadilan umumnya

didahului dengan permintaan hakim agar kedua belah pihak

berdamai. Jika perdamaian tidak tercapai, hakim akan memeriksa

kasusnya dan mengambil keputusan. Keputusan yang diambil

hakim dapat berupa win-lose solution atau win-win solution.

Apabila salah satu atau kedua belah pihak tidak puas atas

keputusan hakim tersebut, mereka dapat mengajukan banding ke

Pengadilan Tinggi. Jika keputusan di Pengadilan Tinggi masih

belum memuaskan, mereka dapat mengajukan kasasi ke Mahkamah

Agung. Di Mahkamah Agung, keputusan untuk peninjauan kembali

dapat dimintakan apabila ada bukti baru (Wirawan, 2010: 184).

Page 56: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Resolusi konflik melalui proses atau pendekatan legislasi

Resolusi konflik melalui pendekatan legislatif adalah penyelesaian

konflik melalui perundang-undangan yang dikeluarkan oleh

lembaga legislatif. Konflik yang diselesaikan menggunkaan metode

ini adalah konflik yang besar dan meliputi populasi yang besar,

tetapi mempunyai pengaruh terhadap individu anggota populasi.

Dalam konflik politik seperti konflik mengenai batas daerah dan

konflik pemekaran wilayah. Dalam bidang bisnis, misalnya konflik

perlindungan kosumen serta konflik monopoli dan persaingan tidak

sehat. Penyelesaian konflik melalui proses legislatif memerlukan

banyak waktu karena memerlukan penyusunan naskah akademik,

penyususnan draf Undang-undang dan pembahasan Undang-

undang di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Setelah pembuatan

Undang-undang, Peraturan Pemerintah diperlukan untuk

melaksanaknnya (Wirawan, 2010: 185-186).

Resolusi konflik melalui proses administrasi

Resolusi konflik melalui proses administrasi adalah resolusi konflik

melalui pihak ketiga yang dilakukan oleh lembaga negara bukan

lembaga yudikatif yang menurut Undang-undang atau Peraturan

Pemerintah diberi hak untuk menyelesaikan perselisiahan atau

konflik dalam bidang tertentu. Resolusi konflik ini banyak

digunakan dalam bidang bisnis, ketenagakerjaan, lingkunagn dan

hak asasi manusia di Indonesia. Lembaga-lembaga negara yang

Page 57: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

diberi hak melakuakan resolusi konflik melalui proses administrasi,

seperti Komisi Pengawas Persaingan Usaha untuk menyelesaikan

konflik terkait praktik monopoli dan persaingan usaha; Badan

Penyelesaian Sengketa Konsumen yang bertugas menyelesaikann

konflik antara pengusaha dan konsumen; dan Departemen Tenaga

Kerja dan Transmigrasi (Depnakertrans) yang bertugas

menyelesaikan perselisihan/konflik industrial. Selain itu, juga

terdapat ombudsman yang merupakan pejabat publik non partisipan

yang meneliti keluhan mengenai pelanggaran hak dan

ketidakadilan yang dialami oleh anggota masyarakat oleh kebijakan

dan perlakuan lembaga pemerintah, lembaga nirlaba dan

perusahaan (Wirawan, 2010: 186).

Resolusi perselisihan alternatif

Resolusi perselisihan alternatif (alternative dispute resolution-

ADR) adalah resolusi konflik melalui pihak ketiga yang bukan

pengadilan dan proses administrasi yang diselenggarakan oleh

lembaga yudikatif dan eksekutif. ADR terdiri atas mediasi dan

arbitrase. Mediasi merupakan proses manajemen konflik dimana

pihak-pihak yang terlibat konflik menyelesaikan konflik mereka

melalui negosiasi untuk mencapai kesepakatan bersama (Wirawan,

2010: 200). Tujuan dari mediasi adalah untuk menciptakan win-win

solution dan mencari kesepakatan bersama. Sedangkan arbitrase

menurut Christopher A. Moore dalam Wirawan (2010: 214) adalah

Page 58: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

istilah umum proses penyelesaian konflik sukarela dimana pihak-

pihak yang terlibat konflik meminta bantuan pihak ketiga yang

imparsial (tidak memihak) dan netral untuk membuat keputusan

mengenai obyek konflik. Keluaran dari keputusan arbitrase bisa

bersifat nasehat dan tidak mengikat atau bisa juga berupa

keputusan yang mengikat pihak-pihak yang terlibat konflik.

Rekonsiliasi

Rekonsiliasi adalah proses resolusi konflik yang mentransformasi

ke keadaan sebelum terjadinya konflik yaitu keadaan kehidupan

yang harmonis dan damai (Wirawan, 2010: 195). Sedangkan

menurut Undang-undang No. 27 Tahun 2004 tentang Komisi

Kebenaran dan Rekonsiliasi, rekonsiliasi adalah hasil dari suatu

proses pengungkapan kebenaran, pengakuan dan pengampunan,

melalui Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi dalam rangka

menyelesaikan pelanggaran hak asasi manusia yang berat untuk

terciptanya perdamaian dan persatuan bangsa. Pihak-pihak yang

terlibat konflik harus saling memaafkan dan tidak menyisihkan

dendam yang dapat menimbulkan konflik baru di kemudian hari.

Rekonsiliasi digunakan untuk menyelesaikan konflik politik dan

sosial yang melanggar hak asasi manusia secara berat di Indonesia.

(Wirawan, 2010: 195).

Page 59: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4. COMMUNITY GOVERNANCE

Davis dan Keating (Sudarmo, 2011: 71) mendefinisikan governance

sebagai “the process by which institutions, both state and non-state

interact to manage nation‟s affairs” (suatu proses interaksi institusi-

institusi mencakup institusi-institusi negara dan institusi-institusi non-

negara untuk mengelola persoalan bangsa). Lebih lanjut, Stoker dalam Isu-

isu Administrasi Publik (Sudarmo, 2011: 36) merinci konsep governance

dalam lima proposisi, yaitu:

a. Pertama, governance mengacu pada serangkaian institusi dan aktor

yang berasal dari dalam pemerintah maupun di luar pemerintah.

b. Kedua, governance mengidentifikasikan kekaburan batas-batas dan

tanggung jawab untuk menangani isu-isu ekonomi dan sosial.

c. Ketiga, governance mengidentifikasikan ketergantungan kekuasaan

yang terlibat dalam hubungan antara insitusi yang terlibat dalam

tindakan kolektif (collective action).

d. Keempat, governance adalah tentang jaringan-jaringan para aktor

yang sifatnya self-governing (mengelola dirinya) secara otonom.

e. Kelima, governance mengakui kapasitas untuk mencapai sesuatu

dengan tidak menggantungkan pada kekuatan pemerintah untuk

mengkomando atau menggunakan otoritasnya. Governance

memandang pemerintah mampu menggunakan alat-alat dan teknik-

teknik baru untuk mengendalikan atau membina.

Page 60: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Tim Reddel dalam jurnal yang berjudul Community Agency and

Community Engagement: Re-theorising Participation in Governance

(Eversole: 2011: 56) mengatakan bahwa:

“governance as characterised by „innovation, negotiation and

transformative partnerships‟, with knowledge exchange,

democratisation and decentralisation of decision making key to this

new way of working. Bringing a range of communities and

institutions into the processes of governing is thus painted as an

egalitarian win-win situation: it not only gives these diverse

communities and institutions a voice in decisionmaking, it mobilises

their agency, knowledge, ideas, and networks to solve entrenched

policy problems.”

“governance ditandai dengan 'inovasi, negosiasi dan kemitraan yang

transformatif', dengan pertukaran pengetahuan, demokratisasi dan

desentralisasi pengambilan keputusan yang merupakan cara kerja

baru. Membawa berbagai komunitas dan lembaga ke dalam proses

governing untuk menghasilkan win-win situation: governance tidak

hanya memberikan suara-suara komunitas dan institusi yang

beragam dalam pengambilan keputusan, governance juga

memobilisasi lembaga, pengetahuan, ide, dan jaringan untuk

memecahkan masalah kebijakan yang sudah mengakar.”

Lebih lanjut, Kooiman & Van Vlet dan Stoker dalam buku karangan

Sudarmo (2011: 35) mengatakan bahwa esensi governance adalah

fokusnya dalam mekanisme-mekanisme memerintah yang tidak

menggantungkan pada pilihan otoritas dan sangsi pemerintah. Konsep

governance ini mengacu pada penciptaan struktur atau sebuah aturan yang

tidak bisa dipaksakan dari luar tetapi merupakan hasil dari interaksi

berbagai aktor yang terlibat dalam memerintah/mengelola dan satu sama

lain mempengaruhi. Dalam buku Isu-isu Administrasi Publik karya

Sudarmo (2011: 74-75) dijelaskan bahwa governance pada dasarnya

mengacu pada dua hal yakni state dan non-state. Yang termasuk dalam

Page 61: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

state adalah pemerintah, dewan perwakilan rakyat, polisi, militer,

kelompok bangsawan yang memiliki otoritas untuk mengatur kehidupan

orang banyak dan memiliki otoritas untuk mengatur kehidupan kelompok

masyarakat lain. Sedangkan, non-state mencakup berbagai kelompok

bisnis (bisnis formal yang bertaraf internasional, nasional maupun lokal).

Di dalam non-state juga terdapat society, seperti kelompok-kelompok

kepentingan yang terkena dampak langsung maupun tidak langsung dari

kebijakan pemerintah, kelompok kepentingan yang memeperjuangkan

haknya kepada pemerintah, maupun kelompok masyarakat yang terkena

dampak kebijakan pemerintah.

Di dalam konsep governance ini, gaya memerintah dan mengelola

isu-isu sosial dan ekonomi tidak hanya diambil alih oleh pemerintah tetapi

juga mengikutsertakan aktor-aktor non-pemerintah. Aktor-aktor non-

pemerintah atau sering disebut dengan stakeholders ikut serta dalam

proses pembuatan dan pengambilan keputusan/kebijakan. Meskipun

demikian, peran pemerintah/negara pada isu-isu sentral memegang

peranan paling dominan dalam menentukan sebuah kebijakan yang akan

diambil. New Paradigm of Governance dalam Journal of Management and

Governance (2003: 211) mengatakan bahwa:

“Governance is not only contol, incentive and ownership structure. It

is also the allocation of decision rights, as well as normative and

value based control. Governance is not only something „internal‟ to

the firm, but also cuts across organizations.”

“Governance tidak hanya berbicara soal kontrol, intensif dan struktur

organisasi. Governance juga merupakan alokasi dalam pengambilan

keputusan yang dikontrol secara normatif dan sesuai dengan nilai-

Page 62: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

nilai. Governance tidak hanya berasal dari internal suatu

organisasi/perusahaan tetapi juga di luar organisasi atau lintas

organisasi.”

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa governance merupakan

suatu proses memerintah ataupun mengelola isu-isu sosial maupun

ekonomi yang dilakukan oleh pemerintah maupun pihak-pihak di luar

pemerintah. Terkadang governance tidak membutuhkan komando dan

sangsi dari pemerintah untuk menyelesaikan isu-isu sosial maupun

ekonomi yang sedang dihadapi. Non-state atau pihak-pihak di luar

pemerintah lebih mengutamakan interaksi diantara para anggotanya untuk

menyelesaikan isu-isu substantif yang dihadapi dengan berpegang pada

aturan dan norma yang ada. Meskipun demikian, peran pemerintah/negara

tetap diperlukan dalam melakukan governance. Lebih lanjut dalam Local

Government and Community Governance: A Literature Review

(Hambleton, 2011: 4) dijelaskan mengnai pendekatan governance, yaitu:

“Governance, on the other hand, involves government plus the

looser processes of influencing and negotiating with a range of

public and private sector agencies to achieve desired outcomes. A

governance perspective encourages collaboration between the

public, private and non-profit sectors to achieve mutual goals”.

“Governance, di sisi lain juga melibatkan pemerintah dengan proses

yang bebas dalam mempengaruhi dan bernegosiasi dengan berbagai

lembaga sektor publik dan swasta untuk mencapai hasil yang

diinginkan. Sebuah pendekatan governance mendorong kolaborasi

antara sektor swasta, sektor publik dan sektor non-profit untuk

mencapai tujuan bersama”.

Dari pendapat Hambleton tersebut dapat disimpulkan bahwa

pendekatan governance pada dasarnya tidak dapat lepas dari campur

tangan pemerintah. Governance lebih mengutamakan kolaborasi diantara

Page 63: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

pemerintah, sektor swasta dan sektor publik dalam menyelesaikan suatu

isu-isu sosial untuk memeperoleh hasil yang dapat diterima semua pihak.

Berbicara mengenai isu-isu konflik yang terjadi di Indonesia, ada sebagian

masyarakat yang meragukan peran pemerintah karena mereka

menganggap bahwa pemerintah tidak tuntas dalam menyelesaikan

berbagai isu-isu konflik yang berkembang. Sebagian masyarakat

menganggap bahwa suatu civil society atau community juga dapat

menyelesaikan masalah publik melalui jaringan atau social capital yang

dibangunnya (Sudarmo, 2011: 189). Bowles & Gintis dalam Social

Capital and Community Governance (2002: 420) memberikan definisi

mengenai community, yaitu sebagai:

“By community we mean a group of people who interact directly,

frequently, and in multi-faceted ways. People who work together are

usually communications in this sense, are some neighbourhoods,

groups of friends, professional and business networks, gangs, and

sport leagues”.

“sekelompok orang-orang yang berinteraksi secara langsung,

dilakukan secara intensif dan dengan berbagai cara. Orang-orang

yang bekerja sama dalam komunitas ini, biasanya adalah masyarakat

yang hidup berdampingan atau bertetangga di suatu kampung,

kelompok-kelompok teman, professional, jaringan bisnis, geng, dan

atau kelompok-kelompok olah raga.”

Lebih lanjut, Bowles & Gintis memberikan penjelasan tentang

community dalam Local Government and Community Governance: A

Literature Review (2011: 5) yaitu:

“Communities, however, may solve problems that both states and

markets are ill-equipped to address, especially where the nature of

social interactions or of the goods and services being transacted

makes contracting highly incomplete or costly. Community

governance relies on dispersed private information often unavailable

to states, employers, banks, and other large formal organizations to

Page 64: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

apply rewards and punishments to members according to their

conformity with or deviation from social norms. An effective

community monitors the behaviour of its members, rendering them

accountable for their actions.”

“Komunitas dapat memecahkan masalah-masalah yang tidak dapat

ditangani oleh negara maupun pasar, khususnya ketika interaksi

sosial atau transaksi barang dan jasa menjadi tidak lengkap atau

mahal. Community governance bergantung pada informasi pribadi

yang seringkali tidak tersedia bagi negara, pengusaha, bank dan

organisasi formal lainnya untuk menerapkan rewards dan

punishment kepada para anggota yang patuh atau melanggar norma-

norma sosial. Community yang efektif bahkan mampu memantau

perilaku anggotanya, untuk membuat mereka bertanggung jawab

atas tindakan mereka”.

Dari pendapat di atas, dapat diketahui bahwa suatu komunitas pada

dasarnya memiliki kemampuan untuk dapat menyelesaikan masalah-

masalah yang sedang dihadapi. Sebuah komunitas dapat menyelesaikan

masalah-masalahnya melalui berbagai informasi yang tersedia di dalam

komunitas tersebut. Berbagai informasi yang tersedia di dalam sebuah

komunitas dapat digunakan oleh komunitas tersebut untuk mengontrol

perilaku anggota-anggota organisasinya melalui penerapan rewards and

punishment. Di sisi lain, terdapat keraguan sebagaian masyarakat terhadap

peran pemerintah dalam mengatasi isu-isu konflik menyebabkan sebagian

masyarakat berusaha menyelesaikan isu-isu konflik yang ada melalui

komunitas yang mereka bentuk. Komunitas dianggap dapat menjadi media

pemecah konflik ketika pasar maupun pemerintah gagal dalam mengelola

konflik. Menurut Bowles & Gintis dalam Isu-isu Administrasi Publik

(Sudarmo, 2011: 190), alasan komunitas dapat menyelesaikan isu-isu

konflik yang gagal dilakukan oleh pemerintah dan pasar adalah karena

Page 65: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

para anggota komunitas memiliki informasi penting tentang perilaku-

perilaku, kapasitas-kapasitas dan kebutuhan-kebutuhan para anggotanya.

Para anggota memanfaatkan informasi tersebut untuk menjaga norma-

norma dan menjamin bahwa apa yang dilakukannya tidak akan

mengakibatkan persoalan-persoalan bahaya moral yang bisa muncul, dan

untuk proses pemilihan pengambilan keputusan untuk menghindari resiko

yang merugikan di kemudian hari.

Selain itu, dalam Social Capital for Community Governance,

komunitas dapat lebih efektif dalam mempercepat dan memanfaatkan

insentif yang secara tradisional telah diatur oleh orang-orang untuk

meregulasi aktivitas bersama baik ity melalui trust, solidaritas, timbal

balik, reputasi, kebanggaan pribadi, menghormati, balas dendam maupun

retribusi satu sama lain (Sudarmo, 2008: 106). Sedangkan kegagalan pasar

dan pemerintah dalam mengelola konflik diakibatkan karena informasi

yang penting untuk merancang dan menegakkan pertukaran dan perintah

tidak bisa secara efektif digunakan oleh state atau pihak di luar komunitas.

Informasi yang ada di dalam komunitas terkadang tidak dapat diperoleh

dan tidak tersedia bagi pemerintah maupun pasar, hal inilah yang

menyebabkan pemerintah maupun pasar tidak dapat mengelola konflik

secara efektif (Sudarmo, 2011: 190).

Lebih lanjut, di dalam Social Capital & Community Governance

(Bowles & Gintis, 2002: 424) dijelaskan bahwa:

“Several aspects of communities account for their unique capacities

as governance structures. First, in a community the probability that

Page 66: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

members who interact today will interact in the future is high, and

thus there is a strong incentive to act in socially beneficial ways now

to avoid retaliation in the future. Second, the frequency of

interaction among community members lowers the cost and raises

the benefits associated with discovering more about the

characteristics, recent behavior and likely future actions of other

members. The more easily acquired and widely dispersed this

information, the more will community members have an incentive to

act in ways that result in collectively beneficial outcomes. Third,

communities overcome free-rider problems by its members directly

punishing „anti-social‟ actions of others. Monitoring and punishment

by peers in work teams, credit associations, partnerships, local

commons situations, and residential neighborhoods is often an

effective means of attenuating incentive problems that arise where

individual actions affecting the well being of others are not subject

to enforceable contracts (Bowles & Gintis, 2002: 424).”

Menurut pendapat Bowles Gintis di atas, terdapat beberapa aspek

khusus dari sebuah komunitas yang dapat mencerminkan kapasitas sebagai

struktur governance, yaitu :

a. Pertama, dalam sebuah komunitas, dimungkinkan bahwa para anggota

yang berinteraksi hari ini, tingkat interaksi mereka di masa mendatang

akan meningkat atau tinggi. Dengan demikian, dalam dirinya terdapat

dorongan kuat untuk bertindak dengan cara-cara yang menguntungkan

secara sosial untuk menghindari hal-hal yang merugikan di masa depan.

b. Kedua, frekuensi interaksi diantara para anggota komunitas mengurangi

biaya dan menaikkan keuntungan berkaitan dengan penemuan

karakteristik-karakteristik perilaku sekarang ini dan kemungkinan

tindakan-tindakan yang akan datang dari para anggota lainnya. Semakin

informasi mudah diperoleh dan semakin luas penyebarannya, semakin

para anggota komunitas akan memiliki dorongan atau rancangan untuk

Page 67: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

bertindak dengan cara-cara yang menghasilkan outcomes yang

menguntungkan secara kolektif.

c. Ketiga, komunitas mengatasi masalah free-rider (salah satu penyebab

market failure) yang dilakukan oleh para anggotanya dengan cara

menghukum langsung tindakan-tindakan „anti sosial‟ yang dilakukan

oleh pihak lain yang memboncengnya. Monitoring dan hukuman oleh

kolega dalam sebuah tim kerja, asosiasi kredit, kemitraan, situasi-situasi

kehidupan kelas bawah di tingkat lokal, dan kampung permukiman

(seperti rukun tetangga, rukun warga, kelompok dasa wisma) bisa

menjadi cara-cara yang efektif untuk mengurangi dorongan timbulnya

masalah dimana tindakan-tindakan individu yang mengganggu

kesejahteraan atau ketenteraman pihak lain tidak dapat dilakukan.

Sebuah komunitas untuk dapat melakukan governance dengan

efektif maka ia harus memiliki kapasitas untuk belajar, melakukan

eksperimen dan beradaptasi secara kreatif terhadap ancaman-ancaman dan

peluang-peluang yang ada (Innes & Booher dalam Sudarmo, 2008: 103).

Untuk membangun kapasitas yang memadai bagi governance, komunitas

perlu melakukan interaksi dan berbagi peran secara teratur diantara para

pemain yang beraneka ragam dalam memecahkan masalah dan melakukan

kerjasama untuk melaksanakan tugas-tugas baru yang sangat kompleks

berkenaan dengan pemecahan masalah bersama yang dihadapinya (Burns

& Stalker, 1996; Sudarmo, 2008: 103-104).

Page 68: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Menurut Chaskin dalam Social Capital for Community Governance

(Sudarmo, 2008: 104), kapasitas komunitas adalah:

“interaksi human capital, sumber daya organisasi, dan social capital

dalam sebuah komunitas yang dapat mengontrol untuk memecahkan

masalah-masalah kolektif dan memperbaiki atau menjaga

kesejahteraan komunitas. Kapasitas komunitas bisa berjalan melalui

proses informal sosial dan atau usaha-usaha informal terorganisir.”

Dari pengertian di atas, maka dapat diketahui batasan-batasan dari

community governance, yaitu (Sudarmo, 2008: 104):

a. Proses informal sosial, yaitu kemampuan suatu organisasi untuk dapat

mengorganisasi dirinya secara informal. Di dalam proses ini, dilihat

bagaimana organisasi dapat mengelola anggota-anggota organisasi

dengan berbagai perbedaan latar belakang. Proses informal sosial ini

juga dilakukan dengan cara memanfaatkan berbagai sumber daya yang

ada di dalam organisasi dan dengan menerapkan aturan-aturan dan

sanksi-sanksi kepada anggota-anggota organisasi. Proses informal

sosial organisasi tidak didasarkan pada struktur yang hirarkis, aturan

dan prosedur yang kaku dan mekanistik dalam setiap proses

pembuatan keputusan karena mengingat dunia ini berada dalam situasi

global, bergerak cepat, uncertain dan unpredictable dengan sempurna.

b. Kemauan belajar dari pengalaman sebelumnya dan hal-hal yang

belum diketahui untuk mengantisipasi hal-hal yang akan datang.

Unsur kedua ini dapat dilihat dari kesiapan dan cara yang digunakan

organisasi dalam menghadapi berbagai permasalahan. Organisasi

harus responsif dan memiliki daya tanggap yang cepat terhadap

Page 69: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

perubahan yang cepat dan sulit diantisipasi dan bahkan ha-hal yang

tidak diinginkan; ia harus mendasarkan pada informasi dan ide-ide

yang dimiliki para anggotanya; dan untuk menjalankan akivitasnya, ia

secara internal dan eksternal harus berkolaborasi dalan sebuah sistem

networks untuk berbagi keahlian dan informasi. Di sini, organisasi

dituntut untuk belajar dari berbagai pengalaman yang telah dihadapi

sehingga organisasi tidak akan terjebak dalam masalah atau keadaan

yang sama. Organisasi juga dituntut untuk menggali berbagai

kekuatan dan kelemahan yang dimiliki sehingga organisasi dapat

membuat keputusan yang cepat dan tepat.

c. Bekerja dalam waktu yang jelas dan nyata melalui networks (social

capital). Ciri-ciri networks yang dapat meningkatkan kapasitas

organisasi adalah: para anggota networks harus didorong untuk berani

berbagi dengan anggota yang lain dan para anggota networks harus

memiliki kapasitas untuk berkontribusi. Ada tiga jenis networks yang

dapat dilakukan di dalam social capital, yaitu: (1) bonding social

capital yang melihat interaksi internal dalam diri paguyuban atau

organisasi PKL dalam mengelola, mengorganisasi dan menata dirinya.

(2) bridging social capital yang melihat interaksi antara PKL dan

kelompok non-PKL tetapi bukan pemerintah. (3) linking social capital

yang melihat interaksi antara PKL dan pemerintah. Dalam konteks

community governance untuk resolusi konflik, bridging social capital

bahkan berperan penting untuk memperkuat dan memperbaiki

Page 70: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

kerjasama diantara kelompok-kelompok sejenis. Hal ini dikarenakan

network seperti ini bisa menjadi kekuatan penekan bagi dominasi state

yang pro status quo untuk melakukan perubahan-perubahan. Dalam

unsur ketiga ini, organisasi harus memiliki jaringan komunisasi yang

terbangun diantara para anggotanya dengan percaya satu sama lain

dan berbagi pengetahuan-pengetahuan dan hal-hal yang belum

diketahui satu sama lain. Para anggota dapat bekerja dengan cara-cara

yang kooperatif dalam suatu networks sebagaimana yang diperlukan

dalam sistem yang sangat kompleks.

d. Kesediaan berbagi peran diantara keanekaragaman pelaku/stakeholder

sebagai sumber daya manusia dan sumber daya non-manusia lainnya

yang tersedia. Kesedian berbagai peran tidak luput dari pengaruh

network yang ada di dalam organisasi. Network dalam organisasi

dapat digunakan oleh anggota organisasi untuk berbagi informasi,

pengetahuan maupun hal-hal yang belum diketahui satu sama lain.

e. Terselenggaranya distribusi intelegensia untuk memecahkan masalah

bersama. Distribusi intelegensia menuntut kesediaan berbagi

informasi dan komunikasi terbuka diantara anggota organisasi. Kedua

hal tersebut yang menjamin transparansi, responsivitas dan

akuntabilitas satu sama lain dan adaptasi terhadap situasi lingkungan

yang uncertain dan kompleks. Organisasi memiliki kemampuan untuk

mengumpulkan informasi dari lingkungan sebagai dasar pengambilan

Page 71: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

keputusan untuk melakukan adaptasi terhadap perubahan lingkungan

yang terjadi melalui strategi yang dibangunnya.

Dari batasan-batasan community governance di atas, Innes & Booher

(Sudarmo, 2008: 104) menjelaskan bahwa untuk melihat bagaimana

community governance, perlu juga melihat komunitas dari:

a. Kualitas yang dimiliki oleh anggota yang membentuk komunitasnya.

Perubahan di setiap tingkatan kolaborasi suatu networks system

tergantung pada kapasitas individu karena inteligensia sistem yang

adaptif dan kompleks tergantung pada kapasitas yang dimiliki

individu dalam komunitas. Individu yang memiliki kapasitas besar

akan mampu melihat perannya dalam sebuah sistem yang lebih besar

dan melihat implikasi-implikasi tindakannya daripada hanya berfokus

pada tugas-tugas atau masalah yang sedang dihadapi. Individu yang

memiliki kapasitas mampu melakukan hal ini karena ia mau belajar

dan menyerap berbagai macam infomasi yang diberikan kepadanya.

Individu yang memiliki kapasitas juga dapat bekerja dengan baik

bersama orang lain karena kolaborasi atau kerjasama tersebut

memperluas kekuasan atau kekuatannya.; ia juga dapat melakukan

inisiatif dan mampu memberikan kepemimpinan melalui visi,

kemampuan untuk melakukan inspirasi dan membantu orang lain

untuk mengembangkan kapasitas mereka (Innes & Booher dalam

Sudarmo, 2008: 104).

Page 72: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

b. Kualitas dari komunitas atau organisasi itu sendiri. Organisasi yang

memiliki kapasitas tidak berlandaskan pada struktur hirarkis, aturan

dan prosedur yang kaku dan mekanistik dalam pembuatan suatu

keputusan. Organisai yang memiliki kapasitas harus dengan cepat

merespon suatu perubahan yang cepat dan sulit diantisipasi. Untuk itu,

organisasi harus mendasarkan pada informasi dan ide-ide dari para

anggotanya. Selain itu, organisasi harus melakukan kolaborasi atau

kerjasama dalam berbagi keahlian dan informasi kepada para

anggotanya ketika melakukan aktivitasnya. Dengan demikian, terdapat

jaringan organisasi sehingga terbentuk suatu kepercayaan antara

anggota-anggota organisasi dengan organisasi itu sendiri. Dengan

adanya kapasitas, organisasi dapat mengumpulakan informasi dari

lingkungan sebagai dasar pengambilan keputusan untuk melakukan

adaptasi terhadap perubahan lingkungan yang terjadi melalui strategi

yang dibangunnya (Innes & Booher dalam Sudarmo, 2008: 104-105).

Untuk dapat meningkatkan kapasitas sebagai community

governance, Bowles & Gintis (Sudarmo, 2008: 110) mengajukan sejumlah

usulan agar komunitas mampu melakukan governance, diantaranya adalah:

a. Pertama, para angota komunitas seharusnya memproduksi sendiri

hasil-hasil kesuksesan dan kegagalan-kegagalan yang mereka hasilkan

dalam memecahkan masalah kolektif yang mereka hadapi.

b. Kedua, komunitas yang bekerja dengan baik memerlukan lingkungan

hukum dan pemerintahan yang mendukung komunitas agar bisa

Page 73: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

berfungsi. Dengan demikian hubungan pemerintah dan komunitas

bukanlah substitusi tetapi saling melengkapi.

c. Ketiga, perlu ditegakkannya etika liberal tentang perlakuan yang sama

dan penegakan kebijakan-kebijakan anti diskriminasi.

5. RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

Resolusi konflik pada hakikatnya merupakan output/hasil yang

diperoleh dari proses manajemen konflik (Wirawan, 2010: 130). Pada

dasarnya, terdapat beberapa metode resolusi konflik yang dapat digunakan

dalam menyelesaikan suatu konflik, yaitu win-lose approach, lose-lose

strategy dan win-win approach. Berikut merupakan penjelasan lebih rinci

mengenai metode resolusi konflik menurut Fisher (2004: 4-5), yaitu:

a. The win-lose approach. Win-lose approach merupakan salah satu

pendekatan yang sering digunakan dalam menyelesaikan sebuah

konflik. Di dalam pendekatan ini, pihak-pihak yang berkonflik saling

berkompetisi untuk dapat menjadi pemenang. Pihak yang memiliki

sumber daya dan kekuasaan dapat dipastikan menang sedangkan pihak

lain yang lemah dan memiliki sumber daya yang terbatas serta tidak

memiliki kekuasaan dipaksa untuk kalah. Strategi yang digunakan

dalam pendekatan ini adalah dengan memaksa pihak lain untuk

menyerah. Pihak-pihak yang berkonflik dapat menggunakan strategi

yang resmi seperti pengambilan suara terbanyak atau putusan

pengadilan, serta dapat menggunakan strategi lain seperti ancaman,

Page 74: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

sindiran maupun embargo. Pendekatan ini tidak dapat menyelesaikan

konflik secara keseluruhan karena pihak yang kalah akan berusaha

untuk menggugat dan memenangkan konflik (Fisher, 2004: 4-5).

b. The lose-lose strategy. Lose-lose strategy dapat dicapai ketika pihak-

pihak yang berkonflik menganggap bahwa ketidaksepakatan diantara

mereka tidak dapat terelakkan sehingga mereka membagi rata

berbagai perbedaan dan kesulitan yang ada diantara mereka.

Pendekatan ini digunakan ketika pihak-pihak yang berkonflik

menggunakan gaya manajemen kompromi yang sederhana. Hasil dari

pendekatan ini adalah masing-masing pihak yang berkonflik

mendapatkan sebagian dari apa yang diinginkan dan mereka

mendapatkan kepuasan parsial (Fisher, 2004: 5).

c. The win-win approach. Win-win approach merupakan upaya

sistematis untuk memaksimalkan tujuan dari kedua belah pihak

melalui pemecahan masalah kolaboratif. Konflik dipandang sebagai

masalah yang harus diselesaikan bukanlah perang yang harus

dimenangkan. Perbedaan yang mendasar adalah kedua belah pihak

harus menghadapi masalah, bukan salah satu pihak melawan pihak

yang lain. Metode ini fokus pada kebutuhan dan kendala dari kedua

belah pihak dan bukan merupakan strategi menekankan yang

dirancang untuk menaklukkan. Definisi masalah secara keseluruhan,

analisis dan pengembangan alternatif dilakukan sebelum keputusan

konsensus mengenai solusi yang disepakati bersama. Kedua belah

Page 75: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

pihak bekerja ke arah tujuan bersama dan superordinate, yaitu tujuan

yang hanya bisa dicapai ketika kedua belah pihak saling bekerjasama.

Ada penekanan pada kualitas hubungan kerja jangka panjang antara

kedua belah pihak jika dibandingkan dengan akomodasi. Komunikasi

yang dilakukan adalah secara terbuka dan langsung serta ancaman dan

pemaksaan adalah metode yang dilarang untuk digunakan. Asumsi

dibuat ketika ada integrasi perjanjian dari berbagai sumber daya yang

ada didalam hubungan kerjasama ini. Sikap dan perilaku diarahkan

pada peningkatan kepercayaan dan penerimaan bukan eskalasi

kecurigaan ataupun permusuhan. Win-win approach membutuhkan

tingkat kesabaran dan keterampilan yang sangat tinggi di dalam suatu

kerjasama dan pemecahan suatu masalah (Fisher, 2004: 5).

Dari beberapa pendekatan resolusi konflik di atas, maka pendekatan

yang dianggap paling menguntungkan pihak-pihak yang berkonflik adalah

win-win approach. Untuk itulah digunakan resolusi konflik dengan

pendekatan community governance dalam penyelesaian konflik di kawasan

Pasar Klewer untuk menghasilkan win-win solutions. Resolusi konflik

berbasis community governance adalah proses penyelesaian suatu konflik

yang menggunakan pendekatan community governance untuk menciptakan

win-win solutions. Merujuk pada pendapat dari Sudarmo, community

governance sendiri mendasarkan pada penyebaran informasi swasta/

informal yang sering tidak dijumpai pada states dan organisasi-organisasi

formal lainnya dalam menerapkan rewards dan punishment kepada para

Page 76: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

anggota yang patuh ataupun yang melanggar norma-norma sosial. Dengan

pendekatan community governance, komunitas dianggap lebih efektif dan

mampu memonitor perilaku para anggotanya untuk membuat mereka

accountable terhadap tindakan-tindakannya. Berkebalikan dengan state

dan market, komunitas dianggap lebih efektif dalam mempercepat dan

memanfatkan insentif yang secara tradisional telah diatur oleh orang-orang

untuk meregulasi aktivitas bersama: trust, solidaritas, timbal balik,

reputasi, kebanggaan pribadi, menghormati, balas dendam dan retribusi

satu sama lain (2008: 106).

Untuk dapat melihat penerapan resolusi konflik yang dapat

menghasilkan win-win solutions, maka kita dapat mengacu pada aspek-

aspek community governance. Aspek-aspek yang membentuk dan melekat

dalam community governance menurut Sudarmo (2008: 104), yaitu:

a. Proses informal sosial.

Proses informal sosial suatu organisasi dapat dilihat dari cara

organisasi tersebut mengelola anggota-anggotanya baik melalui

peraturan, norma maupun sanksi-sanksi yang diberikan. Selain itu,

proses informal sosial mengharuskan sebuah organisasi untuk dapat

memanfaatkan berbagai sumber daya yang ada di dalam organisasinya

tersebut. Di dalam proses informal sosial ini, organisasi tidak

didasarkan pada struktur yang hirarkis, aturan dan prosedur yang kaku

dan mekanistik dalam setiap proses pembuatan keputusan. Dalam

kaitannya dengan resolusi konflik, adanya proses informal sosial

Page 77: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

dalam suatu organisasi akan menyebabkan organisasi dapat dengan

mudah, cepat dan efisien dalam mengambil suatu keputusan. Bahkan

jika organisasi dihadapkan pada masalah yang kompleks dan

membutuhkan penanganan yang segera, organisasi dapat membuat

keputusan yang efektif dan implementable. Proses informal sosial juga

dapat meningkatkan kemandirian organisasi dalam mempertahankan

dan meningkatkan keberlangsungan organisasinya dengan tidak

bergantung pada pihak lain.

b. Kemauan belajar dari organisasi.

Kemauan belajar organisasi dapat dilihat dari kesiapan dan cara

organisasi dalam menghadapi berbagai permasalahan. Organisasi

harus responsif dan memiliki daya tanggap yang cepat terhadap

perubahan yang cepat dan sulit diantisipasi dan bahkan ha-hal yang

tidak diinginkan; ia harus mendasarkan pada informasi dan ide-ide

yang dimiliki para anggotanya; dan untuk menjalankan akivitasnya, ia

secara internal dan eksternal harus berkolaborasi dalam sebuah sistem

networks untuk berbagi keahlian dan informasi. Apabila dikaitkan

dengan resolusi konflik, unsur kedua ini menuntut organisasi untuk

menggali berbagai kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya untuk

dapat membuat keputusan yang cepat dan tepat dalam berbagai

kondisi, termasuk dalam situasi yang uncertain dan unpredictable

sekalipun. Di sini, organisasi harus mau belajar dari pengalaman-

pengalaman sebelumnya dan dari hal-hal yang belum diketahui

Page 78: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

sehingga di masa depan organisasi tidak akan terjebak dalam masalah

atau keadaan yang sama.

c. Bekerja dalam network (social capital).

Dalam poin ketiga ini, organisasi harus memiliki jaringan komunisasi

yang terbangun diantara para anggotanya dengan percaya satu sama

lain dan berbagi pengetahuan-pengetahuan dan hal-hal yang belum

diketahui satu sama lain. Para anggota dapat bekerja dengan cara-cara

yang kooperatif dalam suatu networks sebagaimana yang diperlukan

dalam sistem yang sangat kompleks. Dengan adanya network yang

kuat, berbagai informasi akan dengan mudah diakses dan diterima

oleh anggota-anggota organisasi. Network yang kuat dalam organisasi

dapat membuat organisai dengan cepat mengetahui berbagai

permasalahan yang sedang ada dan dihadapi oleh anggota-anggota

organisaisnya. Di samping membangun network di dalam organisasi,

organisasi juga perlu membangun network dengan organisai lain. Hal

ini berguna ketika organisai menghadapi suatu konflik atau keadaan

yang kompleks, organisasi dapat meminta bantuan organisasi lain

untuk ikut membantu menyelesaikan permasalahan yang dihadapi.

d. Interaksi human capital & sumber daya organisasi.

Unsur keempat ini diartikan sebagai kesediaan berbagi peran diantara

keanekaragaman pelaku/stakeholder sebagai sumber daya manusia

dan sumber daya non-manusia lainnya yang tersedia. Interaksi human

capital di dalam organisai membutuhkan jaringan kerja (network)

Page 79: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

yang kuat diantara anggota organisasi. Network ini digunakan oleh

anggota organisasi untuk berbagi informasi, pengetahuan maupun hal-

hal yang belum diketahui satu sama lain. Hampir sama dengan proses

informal sosial, dalam kesediaan berbagi informasi dan peran dalam

suatu organisasi, organisasi tidak didasarkan pada struktur yang

hirarkis, aturan dan prosedur yang kaku dan mekanistik dalam setiap

proses pembuatan keputusan. Interaksi human capital & sumber daya

organisasi dalam kaitannya dengan resolusi konflik sangat berguna

untuk memperoleh berbagai informasi, pengetahuan maupun hal-hal

lainnya. Dengan adanya informasi yang cepat dan lancar maka

anggota-anggota organisasi dapat dengan mudah memberikan

masukan, saran maupun ide-ide pemecahan dalam mengatasi

permasalahan yang sedang dihadapi bersama.

e. Distribusi intelegensia dalam mengatasi masalah free-rider.

Dasar dari distribusi intelegensia adalah menuntut kesediaan berbagi

informasi dan adanya komunikasi yang terbuka diantara anggota

organisasi. Kedua hal tersebut yang dapat menjamin transparansi,

responsivitas dan akuntabilitas satu sama lain dan adaptasi terhadap

situasi lingkungan yang uncertain dan kompleks. Ketika aspek ini

dikaitkan dengan resolusi konflik maka distribusi intelegensia ini

dapat membuat organisasi mampu untuk mengumpulkan berbagai

informasi dari lingkungan. Informasi-informasi ini dijadikan dasar

bagi organisasi dalam pengambilan keputusan untuk dapat melakukan

Page 80: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

adaptasi terhadap perubahan lingkungan. Adanya informasi dan

komunikasi yang lancar di dalam organisasi ini, mengakibatkan

organisasi dapat melakukan strategi yang telah dibuatnya dengan

efektif sehingga permasalahan yang sedangd dihadapi oleh organisasi

dapat segera terselesaikan.

Dari aspek-aspek community governance di atas, dapat disimpulkan

bahwa aspek yang satu juga mempengaruhi aspek yang lain atau dengan

kata lain aspek-aspek community governance tidak dapat berdiri sendiri.

Untuk itulah diperlukan adanya penerapan aspek-aspek community

governance secara berkesinambungan ketika suatu organisasi/komunitas

dihadapkan pada situasi yang mengharuskan ia berhadapan dengan

organisasi/komunitas lain. Dengan diterapkannya unsur-unsur community

governance secara terintegrasi maka akan menghasilkan solusi konflik

yang bersifat win-win solutions.

Namun demikian, suatu organisasi/komunitas juga dapat gagal

dalam menyelesaikan isu-isu sosial maupun ekonomi seperti halnya pasar

dan pemerintah. Menurut Bowles & Gintis (2002: 427-428), kegagalan

komunitas ini dapat dikarenakan oleh beberapa faktor, yaitu:

a. Adanya keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki oleh komunitas itu

sendiri. Keterbatasan ini dapat terjadi karena komunitas yang

merupakan kelompok kecil berusaha ikut campur dalam urusan para

aggotanya sehingga membatasi keuntungan yang mereka peroleh dari

hasil perdagangan.

Page 81: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

b. Kurangnya kerjasama berbagi dalam keanekaragaman informasi,

peralatan dan keahlian-keahlian yang dimiliki melalui networks telah

menjadikan komunitas tersebut tidak mampu memperoleh

kemanfaatan dari situasi yang ada.

c. Kegagalan komunitas juga terjadi akibat kecenderungan anggota

organisasi yang lebih suka mengelompok menjadi kelompok-

kelompok yang secara kultural dan demographis homogen. Komunitas

seperti ini tidak akan bertahan lama apabila para individu bebas untuk

bergerak keluar masuk.

B. KERANGKA BERPIKIR

Indonesia adalah salah satu negara dengan keanekaragaman suku, ras,

dan budaya terbesar di dunia. Keadaan ini menyebabkan Indonesia kaya akan

warisan budaya tetapi juga membuat Indonesia rawan terjadi konflik. Adanya

kemiskinan, kesenjangan sosial, perbedaan latar belakang agama, pendidikan

maupun pekerjaan juga dapat menjadi salah satu pemicu timbulnya konflik di

Indonesia. Salah satu konflik yang sedang terjadi di Surakarta adalah konflik

antar PKL bermobil dengan pedagang di kawasan Pasar Klewer.

Konflik ini terjadi karena adanya perebutan sumber daya yang terbatas

yakni konsumen/pembeli di kawasan pasar Klewer. Selain itu, konflik ini

juga disebabkan PKL bermobil yang juga merupakan distributor barang di

Pasar Klewer dan Pasar Cinderamata membuka dagangannya di lahan parkir

Pasar Cinderamata, taman parkir Pasar Klewer serta di Alun-alun Utara Kota

Page 82: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Surakarta. Hal ini jelas melanggar peraturan yang telah ditetapkan baik oleh

Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Kota Surakarta. Peraturan yang

dilanggar oleh PKL bermobil diantaranya adalah Undang-undang No. 22

Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Perda Kota Surakarta

No. 7 Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan Tempat Khusus Parkir, Perda

Kota Surakarta No. 3 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Pedagang Kaki Lima

(PKL) dan Perda Kota Surakarta No. 1 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan

Perlindungan Pasar Tradisional.

Polemik yang terjadi antara PKL bermobil dengan pedagang di

kawasan Pasar Klewer sudah terjadi sejak tahun 2003 dan hingga sekarang

belum terselesaikan. Untuk itu diperlukan resolusi konflik yang tepat dan

cepat untuk menyelesaiakan konfik ini agar tidak menimbulkan kerugian

yang lebih besar dan tidak menyebabkan konflik yang berlarut-larut. Penulis

mencoba melakukan analisa tentang penyelesaian konflik dengan

menggunakan pendekatan community governance. Community governance

dianggap merupakan salah satu resolusi terbaik untuk mengendalikan dan

menyelesaikan konflik antara PKL bermobil dengan pedagang di kawasan

Pasar Klewer. Hal ini karena pendekatan community governance ini lebih

menekankan pada penyelesaian konflik yang dilakukan oleh komunitas-

komunitas atau kelompok-kelompok yang sedang berkonflik. Pendekatan ini

lebih menekankan pada kerjasama atau negosiasi yang dilakukan oleh

komunitas-komunitas untuk mendapatkan solusi konflik yang dapat diterima

oleh kedua belah pihak. Beberapa kriteria yang digunakan untuk menganalisa

Page 83: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

penerapan resolusi konflik berbasis community governance, antara lain

adalah: proses informal sosial, kemauan belajar dari organisasi, bekerja dalam

network (social capital), interaksi human capital dan sumber daya organisasi

serta distribusi intelegensia dalam mengatasi masalah free-rider.

Dengan penerapan resolusi konflik berbasis community governance ini,

diharapkan dapat tercipta solusi konflik yang dapat diterima oleh pihak-pihak

yang berkonflik yaitu win-win solution. Peneliti juga akan melakukan analisa

tentang faktor-faktor penghambat dari penerapan resolusi konflik berbasis

community governance dalam penyelesaian konflik di kawasan Pasar Klewer

Kota Surakarta.

Berikut merupakan kerangka berpikir dalam penelitian ini:

Page 84: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Gambar 2.4

Model Kerangka Pemikiran Penelitian

Konflik antara PKLbermobil dengan pedagang di

kawasan Pasar Klewer

Resolusi Konflik berbasis Community Governance:

1. Proses informal sosial

2. Kemauan belajar dari organisasi

3. Bekerja dalam network (social capital)

4. Interaksi human capital & sumber daya organisasi

5. Distribusi intelegensia dalam mengatasi masalah free-rider

Faktor- faktor penghambat proses Resolusi

Konflik berbasis Community Governance:

Keterbatasan organisasi/komunitas

Kurangnya kerjasama berbagi

Kecenderungan anggota organisasi

yang lebih suka mengelompok

Adanya perebutan sumber daya yang terbatas

yaitu konsumen/pembeli di kawasan pasar

Klewer

Solusi konflik:

Win-win solution

Win-lose solution

Lose-lose solution

Page 85: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. JENIS PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif kualitatif yang

bertujuan untuk menggambarkan maupun meringkas berbagai kondisi, situasi

atau berbagai fenomena realitas sosial yang ada di masyarakat yang menjadi

obyek penelitian dan berupaya menarik realitas itu ke permukaan sebagai

suatu ciri, karakter, sifat, model, tanda ataupun gambaran tentang kondisi,

situasi ataupun fenomena tertentu (Burhan Bungin, 2010: 68). Penelitian yang

dilakukan ini pada dasarnya bertujuan untuk mengetahui bagaimana proses

terjadinya konflik dan perkembangan konflik yang terjadi antara pedagang

bermobil dengan pedagang Pasar Cinderamata. Penelitian ini menggunakan

data kualitatif yang berbentuk kata, kalimat, skema dan gambar yang

berhubungan dengan konflik yang terjadi antara pedagang bermobil dengan

pedagang Pasar Cinderamata Kota Surakarta.

B. LOKASI PENELITIAN

Dalam penelitian ini, penulis mengambil lokasi penelitian di kawasan

Pasar Klewer yang meliputi Pasar Klewer, Pasar Cinderamata, Taman Parkir

Pasar Klewer dan Alun-alun Utara Kota Surakarta. Adapun beberapa alasan

yang mendasari dipilihnya lokasi tersebut adalah:

Page 86: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1. Karena di kawasan Pasar Klewer inilah terjadi konflik horisontal antara

PKL bermobil dan pedagang di kawasan Pasar Klewer sejak tahun 2000an

dan sampai sekarang masih terjadi proses konflik.

2. Peneliti mengambil lokasi ini dikarenakan konflik yang terjadi di kawasan

Pasar Klewer merupakan salah satu konflik yang dapat diselesaikan

dengan resolusi konflik berbasis community governance.

3. Mendapatkan izin untuk melakukan penelitian di kawasan Pasar Klewer.

4. Lokasi ini juga dipilih karena kawasan Pasar Klewer terjangkau oleh

peneliti.

C. SUMBER DATA

Data adalah segala fakta atau keterangan tentang sesuatu yang dapat

dijadikan bahan untuk dijadikan informasi (Maman Abdurahman & Sambas

Ali Muhidin, 2011: 74). Sumber data di dalam penelitian ini diperoleh secara

langsung maupun tidak langsung baik melalui wawancara dan observasi dari

narasumber atau informan yang dianggap tahu tentang permasalahan yang

akan diteliti serta melalui dokumentasi, buku-buku maupun melalui internet

yang berhubungan dengan masalah penelitian.

D. TEKNIK PENGAMBILAN SAMPEL

Pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah menggunakan teknik

Purposive Sampling yaitu teknik pengambilan sampel sumber data dengan

pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2010: 218). Dimana peneliti mencari

Page 87: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

informan yang benar-benar ahli dan dianggap paling paham akan masalah

yang diteliti. Teknik purposive sampling digunakan untuk memperoleh

informasi dari ketua atau pengurus Himpunan Pedagang Taman Parkir Pasar

Klewer (HPTPPK), ketua atau pengurus Himpunan Pedagang Pasar Klewer

(HPPK), PKL bermobil di kawasan parkir Pasar Cinderamata dan Alun-alun

Utara Kota Surakarta, Kepala Dinas Pengelola Pasar (DPP) Kota Surakarta,

Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Perparkiran Kota Surakarta,

dan Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Surakarta..

E. TEKNIK PENGUMPULAN DATA

Sesuai dengan bentuk penelitian yang deskriptif kualitatif dan juga

sumber data yang digunakan, maka teknik pengumpulan data dalam

penelitian ini adalah:

1. Wawancara

Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data untuk

menemukan permasalahan yang harus diteliti dan untuk mengetahui hal-

hal dari responden yang lebih mendalam dengan jumlah responden yang

kecil/sedikit (Sogiyono, 2010: 137). Teknik wawancara merupakan salah

satu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengadakan

tanya jawab baik secara langsung maupun tidak langsung bertatap muka

dengan sumber data/responden. Pengumpulan data melalui wawancara

digunakan untuk mengungkapkan masalah sikap dan persepsi seseorang

secara langsung dengan sumber data (Maman Abdurahman & Sambas Ali

Page 88: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Muhidin, 2011: 89). Wawancara yang digunakan dalam penelitian ini

adalah wawancara terstruktur dengan pertanyaan yang semakin memfokus

sehingga mendapatkan informasi yang jelas dan mendalam. Informan-

informan yang diwawancarai, antara lain adalah:

a. Ketua atau pengurus dari Himpunan Pedagang Taman Parkir Pasar

Klewer (HPTPPK),

b. Ketua atau pengurus dari Himpunan Pedagang Pasar Klewer (HPPK),

c. PKL bermobil di kawasan parkir Pasar Cinderamata maupun di Alun-

alun Utara Kota Surakarta,

d. Kepala Dinas Pengelola Pasar (DPP) Kota Surakarta,

e. Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Perparkiran Kota

Surakarta, dan

f. Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Surakarta.

2. Observasi

Menurut Sutrisno Hadi, observasi merupakan suatu proses yang

kompleks, suatu proses yang tersusun dari pelbagai proses biologis dan

psikhologis. Dua diantara yang terpenting adalah proses-proses

pengamatan dan ingatan (Sugiyono, 2010: 145). Sedangkan menurut

Burhan Bungin (2010: 115), observasi adalah metode pengumpulan data

yang digunakan untuk menghimpun data penelitian melalui pengamatan

dan penginderaan. Metode observasi ini digunakan untuk memberikan

gambaran yang jelas mengenai perilaku atau aktivitas responden, kegiatan,

kejadian atau peristiwa, objek, waktu, tempat dan perasaan responden.

Page 89: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3. Metode Dokumenter

Penggunaan metode dokumenter dalam penelitian ini adalah karena

data yang diperoleh dari metode ini tidak terbatas pada ruang dan waktu

sehingga memberi peluang kepada peneliti untuk mengetahui hal-hal yang

pernah terjadi di waktu silam. Bahan dokumenter ini dapat berupa

otobiografi; surat-surat pribadi, buku-buku atau catatan harian, memorial;

kliping; dokumen pemerintah maupun swasta; data di server dan flashdisk;

ataupun data yang tersimpan di website, dll (Burhan Bungin, 2010: 122).

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan berbagai data yang berasal

baik dari dokumen pribadi maupun dokumen resmi yang berkaitan dengan

data dan informasi-informasi yang berkaitan dengan konflik antara PKL

bermobil dengan pedagang di kawasan Pasar Klewer Kota Surakarta.

4. Metode Penelusuran Data Online

Perkembangan internet yang semakin maju mampu menjawab

kebutuhan masyarakat terutama akademisi untuk mendapatkan berbagai

informasi, mulai dari informasi teoritis maupun data-data primer dan

sekunder yang dibutuhkan peneliti dalam penelitiannya (Burhan Bungin,

2010:124). Data-data yang dikumpulkan melalui metode ini dapat

digunakan sebagai informasi tambahan atau informasi pendukung dan

pelengkap dari data/informasi yang diperoleh dari wawancara maupun

observasi. Dengan metode ini, peneliti tinggal mencari berbagai data

maupun informasi yang relevan melalui media online yaitu internet

Page 90: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

tentang konflik antara PKL bermobil dengan pedagang di kawasan Pasar

Klewer Kota Surakarta.

F. ANALISIS DATA

Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan pada saat

pengumpulan data berlangsung dan setelah selesai pengumpulan data dalam

periode tertentu (Sugiyono, 2010: 246). Model analisis data menurut Miles

dan Huberman, terdiri dari tiga alur kegiatan yaitu:

1. Reduksi data

Reduksi data merupakan merangkum, memilih hal-hal yang pokok,

memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya

sehingga memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah

peneliti untuk melakukan pengumpulan data. Dengan reduksi, peneliti

merangkum, mengambil data yang pokok dan penting, membuat

kategorisasi berdasarkan huruf besar, huruf kecil dan angka (Sugiyono,

2010: 247). Kegiatan reduksi data ini berlangsung secara terus menerus

selama kegiatan penelitian berlangsung di lapangan.

2. Penyajian data

Setelah melakukan reduksi data, maka langkah selanjutnya adalah

melakukan penyajian data. Dalam penelitian kualitatif, penyajian data

dapat dilakukan dalam bentuk tabel, grafik, phie chart, pictogram, dsb.

Menurut Miles dan Huberman, yang paling sering digunakan untuk

menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang

bersifat naratif. Dengan adanya penyajian data akan memudahkan untuk

Page 91: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan

apa yang telah dipahami tersebut (Sugiyono, 2010: 249).

3. Penarikan kesimpulan

Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif menurut Miles dan

Huberman adalah penarikan kesimpulan atau verifikasi. Saat melakukan

pengumpulan data, peneliti mulai mencari arti benda-benda, mencatat

keteraturan, pola-pola, penjelasan, konfigurasi-konfigurasi yang mungkin,

alur sebab akibat, dan proposisi. Mula-mula kesimpulan yang diambil

belum jelas tetapi kemudian meningkat menjadi lebih terperinci.

Kesimpulan yang diambil tersebut kemudian diverifikasi atau ditinjau

ulang. Artinya, makna-makna yang muncul dari data harus diuji

kebenarannya, kekukuhannya, kecocokannya yakni yang merupakan

validitas (Ulber Silalahi, 2009: 341).

G. VALIDITAS DATA

Untuk menjamin validitas data dilakukan dengan teknik triangulasi

yang merupakan teknik yang didasari pola pikir fenomenologi yang bersifat

multiperspektif artinya untuk menarik kesimpulan yang mantap diperlukan

tidak hanya satu sudat pandang saja (HB. Sutopo, 2002: 78).

Page 92: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. DESKRIPSI LOKASI

1. Pasar Klewer

Pasar Klewer merupakan salah satu dari 38 pasar tradisional yang

tersebar di wilayah Kota Surakarta. Secara administrasi Pasar Klewer

masuk dalam wilayah Kelurahan Gajahan, Kecamatan Pasar Kliwon dan

berada pada wilayah IV (empat) dibawah Dinas Pengelola Pasar (DPP)

Kota Surakarta. Selain Pasar Klewer, beberapa pasar yang masuk dalam

wilayah IV adalah Pasar Gading, Pasar Hardjodaksimo, Pasar Ayam, Pasar

Besi Semanggi dan Pasar Kliwon. Sedangkan berdasarkan penetapan kelas

pasar oleh Pemerintah Kota Surakarta, Pasar Klewer dan Pasar Singosari

termasuk dalam golongan pasar kelas IA. Pembagian pasar menjadi kelas

I, II, dan III ini berdasarkan pada luas pasarnya.

Pasar Klewer dibangun sejak tahun 1970 dan mempati tanah seluas

12.950 m2. Pasar ini berbatasan langsung dengan beberapa situs penting

bersejarah di kota Surakarta, seperti: Gladak, Sitinggil Keraton, Alun-Alun

Utara Keraton Surakarta, Masjid Agung Surakarta, Kauman dan bangunan

sepanjang Coyudan (Setjoyudan). Pasar Klewer dikenal sebagai pasar

batik terbesar dan terlengkap di Indonesia sehingga menjadi tempat

Page 93: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

rujukan kulakan bagi para pedagang, baik dari Yogyakarta, Surabaya,

Semarang, dan kota-kota lain di pulau Jawa. Pasar ini tidak hanya menjadi

kegiatan usaha masyarakat Kota Surakarta, tetapi telah menjadi pusat

kegiatan usaha berskala nasional. Bahkan keberadaannya cukup terkenal

sampai ke mancanegara sehingga tidak salah jika Pasar Klewer mendapat

julukan sebagai Pasar Proyek Tekstil Nasional.

Gambar 4.1

Gapura Masuk Pasar Klewer

Awal perkembangan sejarah Pasar Klewer dimulai ketika masa

pendudukan Jepang di Indonesia. Dahulu kawasan ini merupakan tempat

pemberhentian kereta api yang juga digunakan sebagai tempat jualan para

pedagang pribumi. Karena dijadikan sebagai tempat jualan itulah

kemudian terkenal dengan sebutan Pasar Slompretan. Kata slompretan

diambil dari suara kereta api ketika akan berangkat yang mirip dengan

tiupan terompet (slompret). Pasar Slompretan ini merupakan tempat para

Page 94: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

pedagang kecil yang menawarkan barang dagangan berupa kain batik yang

ditaruh pada pundaknya sehingga tampak berkeleweran jika dilihat dari

kejauhan. Dari barang dagangan (kain batik) yang berkeleweran inilah

kemudian pasar ini terkenal dengan nama Pasar Klewer hingga sekarang.

Gambar 4.2 Pasar Klewer

Perkembangan lebih lanjut, pada tahun 1957-1958, pasar Klewer

diperluas ke barat dengan memindahkan pasar sepeda ke Alun-alun

Selatan dan pasar burung dipindah ke Widuran. Pemindahan ini dilakukan

karena lokasi ini akan digunakan untuk perluasan pasar Klewer yang

digunakan untuk berjualan tenun dan batik. Pada tahun 1969, kondisi pasar

Klewer kembali tidak memenuhi persyaratan ekonomis, kesehatan, dan

perkembangan kemajuan pembangunan. Oleh karena itu, Pemerintah

melakukan renovasi pasar dengan pelaksana PT. Sahid yang bermitra

dengan Bank Bumi Daya hingga mencapai bentuk seperti yang sekarang

Page 95: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ini. Peresmian Pasar Klewer dilakukan oleh Presiden Soeharto pada

tanggal 7 Juni 1971.

Sejalan dengan pertumbuhan dan perkembangan ekonomi,

keberadaan Pasar Klewer semakin dikenal sebagai pusat tekstil dan pusat

grosir batik di Jawa Tengah. Hal ini menyebabkan orang dari berbagai

penjuru daerah, baik dari Jawa, Sumatera, Lombok maupun Kalimantan

berdatangan ke Solo tepatnya Pasar Klewer untuk kulakan. Melihat

perkembangan Pasar Klewer yang sangat pesat dan tingginya minat

pedagang untuk berdagang di Pasar Klewer menyebabkan Pemerintah

Kota Surakarta memeperluas bangunan pasar. Pada tahun 1985, Walikota

Surakarta yang pada saat itu dijabat oleh R. Hartomo membangun pasar

Klewer Timur yang letaknya berhimpitan dengan pasar Klewer lama.

Peresmian Pasar Klewer dilakukan oleh Gubernur Jawa Tengah H.M

Ismail pada 17 Desember 1986.

Gambar 4.3

Suasana di dalam Pasar Klewer

Page 96: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Sentra grosir kain batik terbesar di Indonesia ini menyediakan

berbagai macam motif dan jenis batik, diantaranya batik tulis motif Solo,

batik cap (print), dan motif-motif batik lainnya. Ada juga berbagai jenis

batik Surakarta, seperti batik asli Surakarta, batik antik kraton Surakarta,

batik pantai kraton Surakarta, daster batik Surakarta, batik saerah

Surakarta, batik putri Solo, batik "kelelawar" Surakarta, dan lain-lain.

Selain itu, batik yang ada di Pasar Klewer juga berasal dari berbagai

daerah seperti Yogyakarta, Pekalongan, Banyumas, Madura, Betawi, dan

berbagai jenis batik dari kota-kota lainnya. Di pasar ini juga menyediakan

kain batik untuk baju, sprei, sarung bantal, dan segala aksesoris-aksesoris

lain yang berbau batik.

Secara umum, Pasar Klewer terbagi menjadi dua lokasi dan terbagi

ke dalam 3 space (ruang). Pasar yang berada di sebelah barat gapura

adalah pasar lama yang lebih dulu ada dan terdiri dari dua lantai, yaitu

lantai atas dan lantai bawah. Sedang satu space lagi terdapat di sebelah

timur gapura, lokasi ini merupakan lokasi perluasan setelah

perkembangannya di era tahun 1985-an. Lokasi perluasan ini digunakan

sebagai space untuk kios renteng yang menempel pada dinding keraton.

Berikut merupakan tabel persebaran kios di Pasar Klewer Surakarta:

Page 97: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Tabel 4.1

Pesebaran Kios di Pasar Klewer

Lokasi Jumlah

Pasar Barat Bawah 841

Pasar Barat Atas 675

Pasar Timur 508

Kios Renteng 136

Jumlah Keseluruhan 2160

(Sumber: HPPK, data tahun 2004 dalam LV Ratna Devi S, 2008:46)

Data realitas jumlah kios yang ada di Pasar Klewer tidak

mencerminkan jumlah pedagangnya. Hal ini dikarenakan terjadi perbedaan

jumlah dalam penguasaan lahan atau kepemilikan hak penempatan kios

sesuai dengan penerbitan Surat Hak Penempatan (SHP) yang diterbitkan

oleh DPP sebagai legalitas formal pemegang hak kios. Mengacu dari SHP

yang diterbitkan oleh DPP Kota Surakarta, setiap pemilik hak bisa

mendapatkan satu atau lebih Surat Hak Penempatan (SHP) sesuai dengan

mekanisme administrasi pemerintah atau DPP. Hal inilah yang

menyebabkan jumlah pedagang tidak sesuai dengan jumlah kios yang ada

di Pasar Klewer. Selain itu, di dalam Pasar Klewer ini terdapat dua jenis

pedagang, yaitu:

a. Pedagang kios adalah pedagang yang menggunakan dasaran (lahan

berjualan) pada ruang-ruang yang telah ditentukan sebagai batas

penempatan serta pedagang yang memiliki surat kepemilikan Surat Hak

Penempatan (SHP) dari Dinas Pengelola Pasar (DPP) Kota Surakarta.

Page 98: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

b. Pedagang oprokan/non-kios/pelataran adalah pedagang yang

menempati ruang-ruang kosong di dalam maupun di luar pasar dalam

radius maksimal 50 m dari pasar, baik yang berada di lorong-lorong

gang pasar ataupun menempel pada pemilik los/kios. Keberadaan

mereka ini tidak memiliki SHP sebagaimana pedagang kios namun

mereka memiliki Kartu Tanda Pengenal Pedagang (KTPP) sebagai

legalitas. Meskipun DPP mengakui legalitas pedagang oprokan melalui

KTPP yang mereka miliki akan tetapi mereka tidak memiliki legalitas

penggunaan lahan (SHP). Jumlah pedagang oprokan di Pasar Klewer

berkisar 600 pedagang dengan komoditas barang dagangan seperti

dalam table berikut :

Tabel 4.2

Jenis Dagangan Pedagang Oprokan di Pasar Klewer

Jenis Dagangan Jumlah

Buah 15

Pakaian 503

Makanan/Minuman 61

Emas 7

Dll 14

Total 600

(Sumber: Data Sekunder Kantor Lurah Pasar Klewer dalam LV Ratna

Devi S, 2008:48)

Sedangkan terdapat beberapa pedangang kios yang terkonsentrasi

berdasarkan etnis tertentu, seperti yang terlihat pada tabel di bawah ini :

Page 99: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Tabel 4.3

Konsentrasi Kios Pedagang Tekstil Berdasarkan Etnis

Etnis Kosentrasi Kios

Jawa Blok B, Blok C, Blok CC, Blok DD

Tionghoa Blok AA, Blok GG, Blok HH, Blok EE

Arab Blok A, Blok C

(Sumber: SHP pedagang Pasar Klewer dalam LV Ratna Devi S, 2008:43)

Pedagang Jawa di Pasar Klewer lebih banyak mengelompok di

lantai dasar dan lantai atas bagian tengah. Pengelompokkan di lantai

dasar ini diakibatkan karena kebanyakan pedagang Jawa merupakan

pedagang dari pasar lama dan kebanyakan dari mereka berdagang kain

batik. Sedangkan pengelompokkan di lantai atas diakibatkan karena

pedagang Jawa ini merupakan pedagang baru dan mereka kebanyakan

menjual pakaian jadi (palen). Pedagang Tionghoa di Pasar Klewer

mengelompok di lantai atas karena mereka pedagang baru dan memilih

blok yang berhadapan dengan jalan raya maupun blok pertama bila naik

dari arah timur. Sedangkan untuk penyimpanan barang dagangan dari

pedagang Tionghoa ini, mereka memiliki kios di tepi timur maupun

barat. Pedagang yang beretnis Arab tidak begitu banyak mengelompok

dan mereka memilih untuk menyebar. Tetapi untuk Blok A lantai dasar,

kita dapat menemukan pedagang Arab yang mengelompok dengan

jumlah kelompok yang cukup besar (LV Ratna Devi S, 2008: 44).

Page 100: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2. Himpunan Pedagang Pasar Klewer (HPPK)

Pasar yang terletak di jalan Dr. Rajiman, Kelurahan Gajahan,

Kecamatan Pasar Kliwon, Surakarta ini memiliki paguyuban yang disebut

dengan HPPK (Himpunan Pedagang Pasar Klewer). Himpunan ini sudah ada

sejak 20 Mei 1969 dan pada awal didirikannya himpunan ini, nama awalnya

adalah Persatuan Pedagang Pasar Klewer. HPPK mempunyai beberapa

tujuan, yaitu: untuk ikut berperan serta dalam pembangunan negara dalam

rangka meningkatkan kesejahteraan pedagang Pasar Klewer; dan untuk

mengangkat aspirasi pedagang Pasar Klewer dalam meningkatkan

kesejahteraan pedagang Pasar Klewer. Himpunan ini juga memiliki fungsi

sebagai sarana komunikasi antar pedagang di Pasar Klewer dan sarana untuk

meningkatkan hubungan sosial antar pedagang dengan seluruh elemen yang

ada dalam masyarakat.

Anggota Himpunan Pedagang Pasar Klewer (HPPK) adalah semua

pedagang di Pasar Klewer yang telah mempunyai Surat Hak Penempatan

(SHP) ataupun pedagang yang mempunyai Kartu Tanda Pengenal Pedagang

(KTPP). Sedangkan pengurus paguyuban ini dipilih langsung oleh pedagang.

Berikut merupakan susunan organisasi dari Himpunan Pedagang Pasar

Klewer (HPPK) periode tahun 2011 s.d 2015 seperti yang tertera pada

Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga HPPK, yaitu:

Ketua : Ir. H. Rochman Arief

Wakil Ketua : Ir. H. Herry Edy S.

Page 101: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Sekretaris : Yunianto Ady Suwarso, S.E

Anggota :

1. Ir. H. Kusbani 8. Titik Salman, S. Sos

2. H. Agus Sapardi, S.H 9. Hj. Sunarno

3. H. Sugiarto 10. Hj. Surati Sugiarto

4. H. Suparno Hasan 11. Hj. Muflikatin

5. Eko Ady Suwondo, S.H 12. Hj. Tutik Gunaryo

6. H. Drs. Torry Setiono 13. Hj. Nadi Siswanto

7. Dra. H. Durotun 14. H. Muchsan T A

B. PEMBAHASAN DAN ANALISIS DATA

Dalam Bab IV ini akan disajikan hasil pengolahan dan analisis data

yang diperoleh dari wawancara beberapa informan yang terkait dengan

konflik yang terjad antara PKL bermobil dengan pedagang kawasan Pasar

Klewer Surakarta. Penyajian hasil analisis data ini sebagai bentuk tahapan

untuk menjawab rumusan masalah dalam penelitian, yaitu mengetahui

penerapan resolusi konflik-community governance dalam penyelesaian

konflik antara PKL bermobil dengan pedagang di kawasan Pasar Klewer

Kota Surakarta dan untuk mengetahui faktor-faktor penghambat dalam

penerapan resolusi konflik berbasis community governance di kawasan Pasar

Klewer Kota Surakarta.

Page 102: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1. Konflik antara PKL bermobil dengan Pedagang di Kawasan Pasar

Klewer Kota Surakarta

Konflik yang terjadi di kawasan pasar Klewer ini sudah terjadi

sejak tahun 2003. Adapun pihak-pihak yang terlibat dalam konflik ini

adalah PKL bermobil yang umumnya berasal dari luar kota Surakarta,

seperti Jepara, Kudus dan Pekalongan dengan pedagang pasar Klewer dan

pedagang pasar Cinderamata. Konflik ini pun juga telah merembet ke

himpunan masing-masing pedagang, seperti HPPK yang merupakan

Himpunan Pedagang Pasar Klewer dan Himpunan Pedagang Taman Parkir

Pasar Klewer (HPTPPK). Hal ini sesuai dengan yang disampaikan oleh

Bapak Mudo selaku perwakilan dari UPTD Perparkiran Kota Surakarta:

“sebenarnya konflik yang terjadi disana itu, kalo menurut kami ya

antara PKL bermobil yang berasal dari Pekalongan, Jepara maupun

Kudus dengan pedagang pasar Klewer dan pedagang pasar

Cinderamata. Kalo sepengetahuan kami dulu, pedagang pasar

Klewer itukan ada himpunannya itu, Himpunan Pedagang Pasar

Klewer (HPPK) ya. Kalo di pasar Cinderamata dulu ada yang

namanya Himpunan Pedagang Taman Parkir Pasar Klewer

(HPTPPK). Akhirnya ya, sebenarnya kalo konflik yang terjadi

antara PKL bermobil dan pedagang pasar Klewer dan pedagang

pasar Cinderamata itu karena persaingan usaha trus merembet ke

himpunan.” (wawancara 13 Agustus 2012)

Konflik yang terjadi antara PKL bermobil dengan pedagang di

kawasan Pasar Klewer ini telah terjadi selama kurang lebih 9 tahun.

Konflik ini diakibatkan karena PKL bermobil yang pada mulanya

merupakan distributor barang di pasar Klewer maupun pasar Cinderamata

ikut melayani pembeli secara langsung. PKL bermobil ini tadinya

menggunakan lahan parkir pasar Cinderamata untuk parkir mobil saja.

Page 103: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Tetapi setelah PKL bermobil ikut melayani pembeli secara langsung,

mereka menggunakan lahan parkir pasar Cinderamata sebagai tempat

untuk melakukan transaksi jula-beli di atas mobil. Hal inilah yang

menyebabkan pedagang yang ada di pasar terutama pedagang pasar

Cinderamata merasa dirugikan, pasalnya transaksi jual-beli yang dilakukan

oleh PKL bermobil tersebut telah memotong jalur distribusi. Jalur

distribusi yang seharusnya masuk ke pasar Klewer dan pasar Cinderamata

terlebih dahulu baru ke tangan konsumen tetapi karena distributor juga ikut

melayani pembeli, barang dari distributor bisa langsung ke konsumen.

Adanya pemotongan jalur distribusi ini menyebabkan harga barang yang

ditawarkan pun relatif lebih murah, inilah yang menyebabkan banyak

bakul yang beralih membeli barang langsung kepada distributornya. Hal

ini sependapat dengan pendapat dari Bapak Ahmad Fathoni selaku

Sekretaris Himpunan Pedagang Taman Parkir Pasar Klewer (HPTPPK)

yang mengatakan bahwa:

“pedagang yang ada di kios ini merasa dipotong atau dirugikan atas

aksi jual-beli di mobil itu. Jadi, aksi jual-beli di mobil itu, transaksi

jual-beli itu memotong distribusi. Yang seharusnya mereka

mengirim barang dari Pekalongan dan Jepara itu masuk ke pasar

dan ke toko-toko kemudian dia melakukan jual-beli di mobilnya

dia itu. Ini yang menyebabkan pedagang yang di toko itu dirugikan,

seperti itu. Awalnya ya mereka itu menjadi distributor, mereka

mengirimkan barang menggunakan alat transportasi mobil itu

dikirim ke pasar Klewer & pasar Cinderamata. Kemudian mereka

melihat...jadi gini, ini kan di pasar Cinderamata ini kan bentuk

parkir atau parkirnya kan memang luas kan. Kebetulan mereka

yang datang dari Pekalongan ke sini itu menggunakan lahan parkir

di area pasar Cinderamata untuk tempat parkir mereka. Jadi,

otomatis karena mereka parkir di lahan parkir pasar Cinderamata

ini mereka melihat transaksi atau melihat bakul-bakul yang

Page 104: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

melakukan transaksi di toko-toko itu. Nah, kemudian mereka

langsung menawarkan langsung ke bakul-bakul itu. Selanjutnya,

mereka kemudian ya itu yang seharusnya mereka mengirim barang

ke toko tapi ini mereka transaksi langsung dengan bakul, itu alasan

pertama. Yang kedua, dari pihak bakulnya sendiri, mereka juga

proaktif kesana. Oh ternyata, barang yang dikirim ke toko itu

berasal dari mobil itu, gitu dan kemudian mereka transaksi di sana.

Dan disana ternyata memang lebih murah. Nah, ketika mereka

sudah merasakan lebih murah, mereka kontinyu ke situ. Dan ini

berjalan sudah bertahun-tahun.” (wawancara 1 Agustus 2012)

Gambar 4.4

Transaksi yang dilakukan oleh PKL bermobil

Selain itu, konflik yang terjadi antara PKL bermobil dengan

pedagang di kawasan pasar Klewer juga diakibatkan karena PKL bermobil

telah melakukan pelanggaran terhadap peraturan-peraturan yang ada di

Kota Surakarta. Pelanggaran-pelanggaran tersebut diantaranya adalah

pelanggaran terhadap Undang-undang No. 22 Tahun 2009, pelanggaran

terhadap Perda No. 7 Tahun 2004, pelanggaran terhadap Perda Kota

Surakarta No. 3 Tahun 2008 dan pelanggaran terhadap Perda No. 1 Tahun

2010. Menurut UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan

Page 105: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Jalan, setiap kendaraan bermotor yang dioperasikan di jalan harus

memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan, persyaratan teknis di sini

maksudnya adalah rancangan teknis kendaraan harus sesuai dengan

peruntukannya (pasal 48). Hal ini tidak sesuai dengan yang dilakukan oleh

PKL bermobil karena banyak diantara PKL bermobil yang menggunakan

mobil mini bus yang seharusnya digunakan untuk mengangkut orang tetapi

digunakan untuk mengangkut barang dan digunakan untuk melakukan

transaksi perdagangan.

Sedangkan menurut Perda Kota Surakarta No. 7 Tahun 2004

tentang Penyelenggaraan Tempat Khusus Parkir, tempat khusus parkir

adalah tempat yang secara khusus disediakan oleh Pemerintah Daerah,

baik yang dikelola sendiri atau di kerjasamakan pihak ketiga yang meliputi

pelataran, lingkungan, taman atau gedung parkir yang disediakan untuk

fasilitas tempat khusus parkir kendaraan (pasal 1). Berdasarkan Perda

tersebut, PKL bermobil yang ada di kawasan parkir Pasar Cinderamata

maupun di Alun-alun Utara Kota Surakarta tidak diizinkan untuk

melakukan aktivitas jual-beli di mobil pada area parkir. Hal ini

dikarenakan tempat khusus parkir hanya boleh digunakan untuk parkir.

Selain itu, PKL bermobil juga melanggar Perda Kota Surakarta No. 3

Tahun 2008 tentang Pengelolaan Pedagang Kaki Lima (PKL). Di dalam

Perda tersebut disebutkan bahwa setiap orang dilarang melakukan

transaksi perdagangan dengan PKL pada fasilitas-fasilitas umum yang

dilarang digunakan untuk tempat usaha atau lokasi PKL (pasal 5). Selain

Page 106: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

itu, berdasarkan pasal 6 Perda No. 3 Tahun 2012 disebutkan bahwa setiap

orang yang melakukan usaha PKL pada fasilitas umum yang ditetapkan

dan dikuasai oleh Pemerintah wajib memliki Ijin Penempatan yg

dikeluarkan oleh Walikota. PKL bermobil jelas telah melakukan

pelanggaran terhadap Perda ini karena PKL bermobil melakukan transaksi

jual-beli di lahan parkir dan lahan parkir merupakan fasilitas umum. PKL

bermobil juga tidak memiliki Ijin Penempatan dari Walikota Surakarta.

Dalam Perda ini juga telah disebutkan bahwa pelanggaran terhadap

ketentuan ini akan dikenakan sanksi pidana kurungan 3 bulan dan/ atau

denda sebanyak-banyaknya Rp 5.000.000,- (pasal 16 Perda No. 3 Tahun

2008).

PKL bermobil juga dianggap melakukan pelanggaran terhadap

Perda No. 1 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Perlindungan Pasar

Tradisional. Menurut pasal 1 Perda No. 1 Tahun 2010, pedagang pasar

adalah orang atau badan hukum yang melakukan kegiatan dengan menjual

dan/atau membeli barang dan/atau jasa yang menggunakan pasar sebagai

tempat kegiatannya. Hal ini berbeda dengan yang dilakukan oleh PKL

bermobil. Dalam melakukan transaksi jual-beli, PKL bermobil tidak

menggunakan kios maupun toko yang berada di dalam pasar tetapi PKL

bermobil berdagang dengan menggunakan mobil dan dilakukan di area

parkir. Bapak Ahmad Fathoni juga mempunyai pendapat yang sama:

“Mereka kan melanggar aturan, aturan yang dilanggar kan Perda

No 1 Tahun 2010 tentang pengelolaan dan perlindungan pasar

tradisional. Yang kedua, Perda tentang UPTD Perparkiran, tentang

Page 107: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

parkir, kemudian Undang-undang tentang lalu lintas karena mereka

kan menggunakan minibus, angkutan orang digunakan untuk

angkutan barang, itu kan melanggar aturan lalu lintas. Jadi

pelanggaran mereka itu banyak, bahkan yang keempat mereka

melanggar aturan tentang cagar budaya. Alun-alun utara Kota

Surakarta itu kan termasuk cagar budaya, digunakan untuk parkir.

Apakah itu dibolehkan? Itu pelanggarannya sudah banyak, tetapi

tidak ada upaya yang keras terhadap pelanggaran-pelanggaran itu

dari Pemerintah Kota atau dari pemangku undang-undang dan

perda itu.” (wawancara 1 Agustus 2012)

Dari pihak Pemerintah Kota Surakarta sendiri, peraturan-peraturan

yang digunakan sebagai dasar dalam melakukan penertiban PKL bermobil

adalah Perda No. 7 Tahun 2004, Perda Kota Surakarta No. 3 Tahun 2008

Perda No. 1 Tahun 2010. Upaya penertiban yang dilakukan oleh

Pemerintah Kota Surakarta rutin dilaksanakan setiap Senin dan Kamis.

Upaya penertiban ini dilakukan agar para PKL tidak lagi melakukan

transaksi jual-beli dengan menggunakan mobil di area pasar Klewer.

Penertiban ini dilakukan untuk melindungi keberadaan pedagang maupun

pasar tradisional dan untuk menciptakan kenyamanan dan ketertiban di

kawasan pasar Klewer. Upaya penertiban yang dilakukan oleh Pemkot

Surakarta ini melalui beberapa tahap, yaitu pertama adalah dengan

melakukan sosialisasi terkait peraturan-peraturan yang berlaku di Kota

Surakarta. Setelah Pemkot Surakarta melakukan sosialisasi, upaya

selanjutnya yang dilakukan oleh Pemerintah adalah pengawasan. Pemkot

Surakarta akan melakukan pengawasan terhadap aktivitas dari PKL

bermobil dan apabila PKL bermobil masih bertahan di kawasan pasar

Klewer dan masih melakukan transaksi jual-beli maka Pemkot Suarakarta

akan mengambil tindakan. Tindakan yang akan diambil Pemkot ini sesuai

Page 108: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

dengan Perda yang berlaku. Hal ini seperti yang telah diungkapkan oleh

Bapak Subagyo selaku Kepala Dinas DPP Kota Surakarta bahwa:

“Pemkot Surakarta kan punya Perda, Perda Pasar, Perda PKL,

Perda Perparkiran. Perda-perda ini yang membingkai Pemerintah

untuk mengingatkan mereka, karena PKL kan dilarang berjualan di

fasilitas umum. Tempat parkir hanya dikhususkan untuk parkir dan

pasar adalah tempat untuk berjualan (tempat bertemunya pembeli

dan penjual). Inilah yang kita sosialisasikan kepada mereka. Selain

sosialisasi, kami juga melakukan edaran. Langkah pertama adalah

sosialisasi kemudian kita memberikan surat edaran (peringatan)

dan yang terakhir adalah kita melakukan pengawasan dan

penindakan. Dalam melakukan penertiban ini, mereka kita jerat

dengan Perda No. 1 tahun 2010 dengan ancaman hukuman yaitu

denda setinggi-tingginya 50 juta atau kurungan 3 bulan.”

(wawancara 7 Agustus 2012)

Meskipun Pemerintah Kota Surakarta sudah melakukan penertiban

secara rutin kepada PKL bermobil namun upaya yang dilakukan oleh

Pemkot Surakarta ini tidak begitu membuahkan hasil. Pasalnya PKL

bermobil hanya pindah lokasi dalam melakukan aktivitasnya. PKL yang

tadinya melakukan transaksi di lahan parkir pasar Cinderamata, sekarang

telah pindah ke Alun-alun Utara Keraton Kota Surakarta. Pindahnya lokasi

yang digunakan oleh PKL bermobil ini tidak terlepas dari penertiban yang

rutin digelar oleh Satpol PP dan satpam pasar. Hal ini sependapat dengan

pernyataan dari perwakilan Batik Najwa yang merupakan salah satu PKL

bermobil asal Pekalongan:

“kalo di kawasan parkir pasar Cinderamata kan dilarang sama

Satpol PP, security mbak. Tapi kalo di Alun-alun Utara sini kan

penertibane ndak begitu ketat. Kalo di sana kan ketat.” (wawancara

17 September 2012)

Page 109: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Penertiban yang dilakukan oleh Satpol PP dan satpam pasar ini

merupakan salah satu upaya Pemkot Surakarta dalam hal ini adalah DPP

Kota Surakarta untuk membuat jera PKL bermobil. Dalam melakukan

penertiban ini, Pemerintah melandaskan pada proses non-yustisi untuk

menghindari konflik yang lebih destruktif. Proses non-yustisi yang

dilakukan oleh Pemkot Surakarta ini memiliki beberapa tahapan, yaitu:

tahap pertama adalah dengan melakukan pendekatan normatif yakni

Pemkot Surakarta memberikan aturan-aturan terkait pelanggaran yang

dilakukan oleh PKL bermobil, seperti Undang-undang No. 22 Tahun

2009, Perda No. 7 Tahun 2004, Perda Kota Surakarta No. 3 Tahun 2008

dan Perda No. 1 Tahun 2010. Tahap kedua adalah pendekatan sosiologis,

dimana Pemkot Surakarta memberikan sosialisasi kepada PKL bermobil

terkait aturan-aturan yang telah dibuat dan peraturan-peraturan yang

berlaku di Kota Surakarta. Dan yang ketiga adalah pendekatan yudikatif,

di sini Pemkot Surakarta akan memberikan peringatan, teguran bahkan

bisa berujung pada penyitaan dan penerapan denda maupun kurungan

terhadap PKL yang tetap melakukan pelanggaran. Hal ini sesuai dengan

yang disampaikan oleh Bapak Subagyo selaku Kepala DPP Kota

Surakarta:

“Pemerintah melandaskan pada proses non-yustisi artinya dengan

pendekatan-pendekatan, aturan (pendekatan normatif), pendekatan

sosiologis dan pendekatan yudikatif. Jadi ada tahapannya, tahap

pertama kita melakukan pendekatan normatif, memberikan aturan

seperti Perda kemudian kita melakukan pendekatan sosiologis, kita

melakukan komunikasi sosialisasi kemudian ketiga kita melakukan

pendekatan yudikatif. Sebenarnya pemerintah sudah bisa kalau

Page 110: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

misalnya kalau melanggar langsung memanggil polisi dan

kemudian ditangkap. Apakah cara seperti ini bisa efektif tatkala

hanyan menangkap orang dan memperkarakan di pengadilan?

Tidakkah orang itu tatkala diperlakukan seperti itu, tidak ada rasa

dendam, rasa jengkel? Apakah mereka menyadari menerima

kondisi itu? Iyakan? Iya gak? Baru begini saja sudah dibawa ke

pengadilan, wis dijatuhi hukuman percobaan kurungan 2 bulan

misalkan.” (wawancara 7 Agustus 2012)

Gambar 4.5

PKL bermobil yang sedang mewarkan barang dagangannya

Upaya lain yang dilakukan oleh Pemkot Surakarta untuk mengatasi

PKL bermobil yang kini berada di Alun-alun Utara adalah dengan

memberikan surat edaran kepada PKL bermobil yang masih melakukan

transaksi jual-beli. Surat edaran yang berisi larangan bagi PKL bermobil

tersebut telah diberikan Pemkot Surakarta pada tanggal 6 Agustus 2012

kemarin. Surat edaran tersebut berisi pelanggaran-pelanggaran yang

dilakukan oleh PKL bermobil dan sanksi yang akan diterima apabila PKL

tetap bandel. Surat larangan yang diterbitkan oleh Sekertaris Daerah

(Sekda) Kota Surakarta ini bertujuan untuk membatasi kegiatan PKL

Page 111: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

bermobil. PKL bermobil boleh berada di kawasan pasar Klewer tetapi

hanya sebagai pemasok barang di pasar Klewer maupun pasar

Cinderamata. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Ibu Sularti selaku

Sekertaris dari Satpol PP Kota Suarakarta:

“ya kemarin, kami sudah turun ke lapangan..hari ini di koran

Solopos juga sudah ada. Jadi Satpol PP akan bertindak tegas kalo

masih ada pedagang bermobil yang nekat karena sudah diberi surat

peringatan. Surat peringatan juga sudah diberikan per orang.”

(wawancara 7 Agustus 2012)

Hal yang sama juga dipaparkan oleh Eko Nugroho yang merupakan

Kepala Bidang PKL DPP Kota Surakarta yang menyatakan bahwa DPP

Kota Surakarta akan bertindak tegas terhadap keberadaan pedagang kaki

lima (PKL) bermobil di Pasar Klewer dan Alun-alun Utara Keraton

Kasunanan serta di tikungan jalan di depan pasar Cinderamata. Lebih

lanjut, Kepala Bidang PKL DPP Kota Surakarta menjelaskan bahwa:

“Kemarin kita bersama Dishubkominfo, UPTD Parkir dan Satpol

PP sudah melakukan sosialisasi dan teguran langsung kepada para

pedagang bermobil tersebut. Mulai Kamis tanggal 9 Agustus,

Satpol PP akan melakukan penindakan. Yang berwenang

melakukan penindakan adalah Satpol PP karena itu memang

wewenang mereka. Yang pasti pedagang bermobil tidak boleh

berada di situ. Kalau hanya parkir silahkan, tetapi jika bertransaksi

maka itu tidak boleh.” (timlo.net, 8 Agustus 2012)

Surat edaran yang diberikan kepada PKL bermobil ini dilakukan

oleh Pemerintah Kota Surakarta. Dalam hal ini adalah DPP Kota Surakarta

yang bekerja sama dengan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota

Surakarta, Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Perhubungan Kota

Page 112: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Surakarta dan UPTD Perparkiran Kota Surakarta. Pendapat ini diutarakan

oleh Kepala DPP Kota Surakarta:

“Jadi gini mbak, yang memberikan surat edaran ini adalah

Pemerintah Kota Surakarta. Jadi Dinas Pasar, Satpol PP, kemudian

Dinas Perhubungan, UPTD Perparkiran kemudian kita dibantu

Polisi, itu semua atas nama Pemerintah Kota. Kemudian tatkala

Satpol PP kemarin ke lapangan itu tidak Satpol PP tapi timnya

Pemerintah Kota. Jadi, kemarin itu ada Satpol PP, ada DPP

juga...lha edaran itu adalah edaran yang diberikan oleh Pemerintah

Kota kepada pedagang karena kamu berjualan di atas mobil, karena

melanggar Perda-perda dan Undang-undang yang ada tadi.

(wawancara 7 Agustus 2012)”

Gambar 4.6

Kepala Satpol PP ketika melakukan penertiban PKL bermobil di

areal parkir sekitar Pasar Klewer

Surat edaran yang diberikan Pemkot Surakarta merupakan larangan

bagi PKL bermobil untuk berdagang di area parkir Alun-alun Kota

Surakarta, area pasar Cinderamata dan area pasar Klewer Surakarta.

Berdasarkan surat edaran tersebut, apabila masih ada PKL yang melanggar

maka akan dikenakan sanksi pidana kurungan selama-lamanya 3 bulan

dan/ atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 5.000.000,-.

Page 113: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Lebih lanjut, Bapak Subagyo menjelaskan bahwa di dalam

melaksankan surat edaran tersebut, terdapat beberapa tahapan yang

memang harus dilakukan oleh Pemkot Surakarta. Tahapan-tahapan yang

dilakukan oleh Pemkot Surakarta menurut Bapak Subagyo adalah:

“jadi begini, kita ada tahapannya...tahapan sosialisasi, dengan

memberikan edaran itu kemudian tahapan sosialisasi dengan

menegur/teguran kemudian juga ada tahapan peringatan. Dan

waktunya ada, kita berikan waktu satu minggu untuk sosialisasi,

satu minggu untuk peringatan. Setelah peringatan, nanti muncul

surat peringatan1, 2, 3 nanti kita tindak. Terkait dengan teguran

yang diberikan, kita memberikan teguran tertulis. Kalau ini untuk

pertama itu kita memberikan teguran lisan sambil melakukan

sosialisasi. Lha nanti ketika sudah, kita kan sudah ada

waktunya,..sosialisasi 1 minggu, peringatan 1 minggu 1, 2, 3 lalu

nanti kita tangkep. (wawancara 7 Agustus 2012)”

Dalam melakukan penertiban ini, Satpol PP akan bertindak tegas

dengan melakukan penyitaan terhadap barang dagangan milik PKL

bermobil apabila PKL bermobil tidak menggubris surat edaran yang telah

diberikan oleh Pemkot Surakarta. Lebih lanjut, Bapak Sutardjo selaku

Kepala Satpol PP Kota Surakarta menjelaskan mekanisme penyitaan yang

akan dilakukan oleh Satpol PP:

“Kalau surat peringatan sudah diberikan hingga tiga kali dan masih

tidak juga dibubris, tak ada pilihan lain selain semua dagangan

disita. Pedagang bermobil boleh saja ada di area pasar klewer tetapi

hanya untuk bongkar muat barang, yang dilarang adalah apabila

pedagang bermobil melakukan transaksi dagang di areal parkir.”

(krjogja.com, 6 Agustus 2012)

Upaya penertiban dan pemberian surat larangan kepada PKL

bermobil belum mampu menyelesaikan permasalahan PKL bermobil ini.

Bahkan HPPK dan HPTPPK menganggap bahwa Pemkot Surakarta

Page 114: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

terkesan kurang tegas dalam menghadapi PKL bermobil. Menurut mereka,

upaya yang dilakukan Pemkot Surakarta tidak dilakukan dengan tegas dan

tidak dilakukan dengan pemberian sanksi yang tegas pula. Hal ini sesuai

dengan yang disampaikan oleh Bapak Kusbani selaku Humas dari

Himpunan Pedagang Pasar Klewer (HPPK):

“Lha ini kembali lagi saya tegaskan supaya ada ketegasan dari

pemerintah. Tidak tegasnya pemerintah itu seperti penegakan

aturan, perda-perda yang harus ditegakkan. Sudah ada perda, sudah

ada sanksi yang mengatur, itukan tinggal dilaksankan saja.

Sekarang saya ambil contoh, umpamanya taman parkir, ketegasan

UPTD Perparkirannya apa? UPTD Perarkiran bagaimana

menertibkan mereka, kalo memang mobil itu untuk dagang ya

harus di luar taman parkir. Alun-alun itukan juga taman parkir,

sebagai lahan parkir. Kenapa nyatanya sampai sekarang kalo itu

bukan taman parkir kok digunakan untuk parkir. Berarti kan itu

taman parkir juga.” (wawancara 2 Agustus 2012)

Selain karena kurang tegasnya Pemerintah Kota Surakarta dalam

melakukan penertiban dan pemberian sanksi kepada PKL bermobil,

kendala yang lain adalah karena PKL bermobil selalu “kucing-kucingan”

dengan Satpol PP maupun satpam pasar yang sedang melakukan

penertiban. PKL bermobil akan menutup dagangannya ketika Satpol PP

atau satpam pasar sedang melakukan penertiban rutin atau mereka akan

berdalih bahwa mereka akan mengirimkan ke dalam pasar. Tetapi ketika

Satpol PP atau satpam pasar sudah tidak ada, mereka akan kembali

membuka dagangannya kembali. Selain itu, pedagang pasar baik tiu

pedagang pasar Klewr maupun pedagang pasar Cinderamata lebih

mengandalkan Pemerintah Kota Surakarta dalam menyelesaikan konflik

yang mereka hadapi. Mereka beranggapan bahwa Pemkot Surakarta yang

Page 115: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

dapat menyelesaikan konflik ini. Hal ini diutarakan oleh Bapak Ahmad

Fathoni selaku Sekertaris HPTPPK:

“mereka itu modelnya kucing-kucingan mbak. Jadi mereka datang

ke area parkir, kalo ada satpam yang keliling, mereka tutup semua

dan kalo satpamnya kembali ke pos, mereka buka semua. Trus

sekarang mereka juga menggunkan teknologi informasi kayak hp,

tidak perlu buka, mereka tinggal telpon-telponan dengan bakul,

kemudian pindah barang aja dari mobil ke mobil. Penyelesaian

konflik yang paling efektif antara PKL bermobil dengan pedagang

toko itu ya melalui pemerintah, Pemerintah Kota dalam hal ini

DPP. Pemerintah kan sudah punya Perda, sudah ada sanksi yang

mengatur juga, ya Pemerintah harus bisa tegas dalam menertibkan

PKL ini.” (wawancara 1 Agustus 2012)

Konflik yang terjadi di kawasan pasar Klewer antara PKL bermobil

dengan pedagang pasar juga sulit diselesaikan karena PKL-PKL yang ada

di kawasan pasar Klewer selalu ganti-ganti. Ketika sudah dilakukan

penertiban terhadap PKL bermobil dan mereka sudah tidak melakukan

transaksi di atas mobil tetapi PKL-PKL baru banyak yang datang dan

melakukan transaksi jual-beli. Hal inilah yang menyebabkan penertiban

PKL terasa kurang efektif, hal ini sependapat dengan Bapak Subagyo:

“ya kalau saya, kendalanya ya itu, terkait pedagangnya yang ganti-

ganti itu. Hal semacam ini kan susah untuk menanganinya. Selain

itu, ya dari PKLnya sendiri, sifat pedagang kan mana yang cepat

dia yang dapat. Jadi, yang pertama terkait dengan pedagang yang

gonta-ganti dan kedua terkait dengan perilaku masyarakat kita yang

suka melanggar aturan daripada mentaatinya, ya kan???”

(wawancara 7 Agustus 2012)

Jadi dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa konflik yang

terjadi di kawasan pasar Klewer merupakan konflik horisontal yang terjadi

antara PKL bermobil dengan pedagang pasar Klewer dan pedagang pasar

Page 116: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Cinderamata. Konflik ini diakibatkan karena PKL bermobil yang

merupakan distributor barang di pasar Klewer dan pasar Cinderamata ikut

melayani pembeli secara langsung. Berbagai upaya yang dilakukan oleh

Pemkot Surakarta belum mampu untuk menyelesaikan konflik yang sudah

terjadi sejak tahun 2003 ini. Untuk itulah, penulis mencoba melakukan

analisis penyelesaian konflik dengan menggunakan pendekatan community

governance. Pendekatan ini akan dibahas pada sub bab selanjutnya.

2. Resolusi Konflik-Community Governance dalam Penyelesaian Konflik

antara PKL Bermobil dengan Pedagang di Kawasan Pasar Klewer

Konflik antara PKL bermobil dan pedagang di kawasan pasar

Klewer sudah terjadi selama 9 tahun dan sampai sekarang belum

menemukan solusi. Di dalam penelitian ini, penulis akan mencoba

melakukan analisis dengan menggunakan metode resolusi konflik berbasis

community governance dalam menyelesaikan konflik yang terjadi di

kawasan pasar Klewer. Kriteria atau dimensi yang digunakan untuk

melihat potensi dari penerapan resolusi konflik berbasis community

governance adalah berdasarkan teori dari Sudarmo (2008: 104), yaitu:

a. Proses informal sosial

b. Kemauan belajar dari organisasi

c. Bekerja dalam network (social capital)

d. Interaksi human capital & sumber daya organisasi

e. Distribusi intelegensia dalam mengatasi masalah free-rider

Page 117: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, pembahasan

mengenai penerapan resolusi konflik berbasis community governance

dalam penyelesaian konflik yang terjadi di kawasan pasar Klewer adalah

sebagai berikut:

a. Proses informal sosial

Proses informal sosial di sini merupakan proses dimana organisasi

atau komunitas mengorganisasi dirinya sendiri, mengorganisasi

anggota-anggota organisasinya. Proses ini sangat penting dan

diperlukan oleh setiap organisasi informal untuk dapat mempertahankan

organisasinya. Setiap komunitas atau organisasi memiliki proses

informal sosial yang berbeda. Hal ini dapat disesuaikan oleh berbagai

latar belakang dan budaya anggota organisasi maupun lingkungan

dimana organisasi atau komunitas itu tinggal. Begitu pula dengan

komunitas PKL bermobil, HPPK maupun HPTPPK.

Proses informal sosial yang dilakukan oleh HPTPPK, HPPK

maupun komunitas PKL bermobil dilakukan dengan mengelola

anggota-anggota organisasinya terlebih dahulu. Pengorganisasian ini

dilakukan dengan menyamakan kepentingan anggota organisasi dengan

visi, misi dan kepentingan dari organisasi atau komunitas tersebut.

Pembentukan organisasi atau komunitas yang memiliki visi, misi dan

kepentingan yang sama dengan anggota organisasi akan memberikan

kemudahan bagi organisasi untuk mengelola anggota-anggotanya.

Page 118: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Persamaan yang dimiliki organisasi dengan anggota-anggota organisasi

dalam hal visi, misi dan kepentingan tidak akan dipengaruhi oleh

berbagai latar belakang dan budaya yang membentuk organisasi atau

komunitas tersebut. Untuk itulah diperlukan kepentingan yang sama

diantara anggota organisasi ketika akan membentuk suatu organisasi

atau komunitas. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Bapak Ahmad

Fathoni, yaitu:

“Kalo jenengan kembali melihat definisi dari paguyuban itu

sendiri, paguyuban adalah kumpulan orang-orang yang kebetulan

satu kepentingan dan mereka memang tidak ada ikatan-ikatan

tertentu. Tapi memang mereka mendirikan sebuah organisasi

yang disebut dengan HPTPPK sendiri itu otomatis pedagang yang

berjualan di pasar Cinderamata menjadi anggota kami, seperti itu.

Terbentuknya HPTPPK ini karena pedagang pasar Cinderamata

memang mempunyai kepentingan yang sama yaitu beraktivitas

dan berdagang di pasar Cinderamata. Karena memiliki

kepentingan yang sama itulah kemudian mendirikan sebuah

organisasi yang disebut dengan HPTPPK.” (wawancara 1 Agustus

2012)

Komunitas pedagang pasar Cinderamata atau yang lebih dikenal

sebagai HPTPPK hanya mengelola kepentingan yang sifatnya sama

yaitu kepentingan untuk beraktivitas dan melakukan perdagangan di

area pasar Cinderamata. Sedangkan kepentingan yang sifatnya hak

asasi, seperti agama, partai dan yang lainnya, komunitas ini tidak ikut

campur. Komunitas ini juga berusaha untuk melakukan pendampingan

terhadap kepentingan-kepentingan pedagang pasar Cinderamata atas

kebijakan Pemkot Surakarta yang terkadang tidak berpihak pada

pedagang pasar. HPTPPK menjadi wadah bagi pedagang pasar

Cinderamata untuk menyuarakan aspirasinya terhadap kebijakan

Page 119: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Pemkot Surakarta. Ketika ada suatu kebijakan dari Pemerintah yang

merugikan pedagang pasar Cinderamata maka HPTPPK akan berjuang

untuk mendapatkan keadilan dan akan menggugat Pemkot Suarakarta.

Seperti halnya kasus yang sedang dihadapi oleh pedagang pasar

Cinderamata dengan keberadaaan PKL bermobil. HPTPPK berusaha

menyuarakan aspirasinya kepada Pemkot Surakarta untuk mendapatkan

keadilan dan perlindungan terhadap keberadaan PKL bermobil yang

dianggap merugikan mereka. Hal ini sesuai dengan yang disampaikan

oleh Bapak Ahmad Fathoni:

“ya, tadi saya mengatakan bahwa organisasi ini berdiri karena

mempunyai satu kepentingan yang sama, diantaranya adalah

sama-sama berdagang di pasar Cinderamata. Nah, terkait dengan

ini ya himpunan hanya mengelola kepentingan-kepentingan yang

sifatnya sama. Kalo yang terkait di luar kepentingan itu yo tidak

kan. Seperti seumpamanya partai, agama, dsb kami tidak bisa

mempermasalahkan itu. Siapapun dan agamanya apapun kalo kita

berdagang ya melebur saja, kita masuk ke organisasi itu ke

himpunan itu dalam rangka membela. Jadi, secara umum

berdirinya himpunan itu untuk mendampingi atau memberikan

dampingan kepada kepentingan-kepentinagn mereka atas

kebijakan Pemerintah Kota Solo yang kadang-kadang tidak

berpihak kepada pedagang, untuk itu sebenarnya. Nah, dari niatan

ini kemudian apabila ada kebijakan yang salah atau tidak

berpihak, kami kemudian menggugat, meminta, kayak termasuk

ada pelanggaran PKL bermobil melakukan transaksi jual-beli di

mobil, itu kan pelanggaran. Kami mengetahui bahwa mereka

sebenarnya gak boleh, kami minta kepada Pemerintah Kota. “kae

nglanggar lho, ditegur, gak boleh dia melakukan transaksi seperti

itu”, misalnya seperti itu. Nah, sebenarnya ini kan kepentingan

pedagang secara keseluruhan bukan kepentingan himpunan tapi

karena kepentingan yang sama ini, karena kita itu memang

mendampingi hak-hak mereka, kami kemudian menyuarakan itu.

Kami melakukan upaya pendampingan untuk kepentingan

pedagang pasar Cinderamata.” (wawancara 1 Agustus 2012)

Page 120: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Perbedaan latar belakang dan budaya yang dimiliki oleh anggota

himpunan pasar Klewer atau HPPK tidak menyurutkan sikap toleransi,

solidaritas dan saling menghormati diantara para anggota himpunan.

Dengan adanya sikap-sikap tersebut, berbagai perbedaan yang ada tidak

menyebabkan suatu permusuhan atau adanya suatu kesenjangan, tetapi

dengan adanya berbagai perbedaan ini menjadi sebuah keunikan yang

dimiliki oleh organisasi. HPPK juga melakukan berbagai pendekatan

dan mengakomodir berbagai perbedaan diantara anggota organisasi

untuk menciptakan kerukunan. Hal ini sesuai dengan pendapat dari

Bapak Kusbani, yaitu:

“ya pertama kita lakukan pendekatan dulu, sebagai pengurus kita

melakukan pendekatan dengan etnis cina, etnis jawa, etnis arab,

ya ini keunikannya di sini. Jadi keunikan klewer tanpa adanya

konflik seperti itu, ada kerukunannya. Lha ini kita sebagai

himpunannya mengakomodir itu, penyerapan itu dengan hati-hati.

Itukan sampai ke agama, misalkan agama hindu itu kan ada

kegiatan atau acaranya masing-masing, yang nasrani ada

kelompoknya sendiri, ini selalu kita akomodir.” (wawancara 2

Agustus 2012)

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh peneliti terhadap

PKL bermobil, PKL bermobil pada dasarnya tidak memiliki komunitas

resmi yang dapat menaungi mereka, seperti halnya HPPK atau

HPTPPK. Mereka cenderung untuk berdiri sendiri-sendiri. Hal ini

sesuai dengan pernyataan dari Bapak Ahmad Fathoni selaku Sekertaris

dari HPTPPK:

“g ada mbak. Dulu pernah ada, tapi pecah mereka. Dulu itu

namanya P4CS, Paguyuban Pedagang Pekalongan Pasar

Page 121: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Cinderamata Surakarta. Tapi itu dulu, sekarang sudah pecah.”

(wawancara 1 Agustus 2012)

Meskipun demikian, PKL bermobil yang berasal dari berbagai

daerah di luar Surakarta ini mempunyai kepentingan yang sama yaitu

ingin berdagang di kawasan pasar Klewer. Meski tidak memiliki suatu

komunitas resmi namun jika mereka mempunyai kepentingan yang

sama, mereka dapat disebut sebagai sebuah komunitas. Selain memiliki

kepentingan yang sama antara PKL yang satu dengan PKL yang lain,

PKL-PKL bermobil ini juga melakukan aktivitas atau kegiatannya

dalam satu tempat yang sama yakni area parkir pasar Cinderamata atau

lahan parkir Alun-alun Utara Keraton Surakarta.

Tidak adanya komunitas yang resmi dan tidak adanya suatu

kepengurusan, tidak menyebabkan PKL-PKL bermobil ini tidak

terorganisisr. Mereka juga memiliki komunikasi dan solidaritas tinggi

diantara para PKL bermobil. Ini dapat dibuktikan dengan adanya

keakraban yang terjalin diantara para PKL ketika mereka sedang

menunggu konsumen atau pembeli. Meskipun mereka berdiri sendiri

tetapi mereka tetap saling membantu dengan cara saling meminjamkan

barang. Apabila barang dagangan yang dimiliki oleh seorang PKL itu

habis maka ia akan meminjam kepada rekannya yang memiliki barang

dagangan yang hampir sama. Cara seperti ini digunakan untuk

menghindari konflik daiantara PKL bermobil karena rebutan konsumen.

Page 122: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

PKL bermobil yang berada di kawasan pasar Klewer ini

mayoritas berasal dari Pekalongan sehingga barang yang dijual hampir

sama. Selain memiliki kesamaan barang yang dijual, mereka juga

berasal dari luar daerah yang rata-rata memiliki budaya yang sama yaitu

Pekalongan, Jepara maupun Kudus. Dengan adanya latar belakang

budaya yang hampir sama inilah yang menyebabkan mereka mudah

bergaul dan menjalin keakraban satu sama lain. Latar belakang budaya

yang hampir sama ini juga menyebabkan PKL bermobil mempunyai

adat istiadat dan kebiasaan yang hampir sama, seperti cara bicara

maupun bahasa yang digunakan. Hal-hal seperti itulah yang dapat

menyebabkan komunikasi yang ada diantara para PKL bermobil ini

sangat baik sehingga mereka dapat saling bertukar informasi.

Gambar 4.7

PKL bermobil di Alun-alun Utara Keraton Surakarta

Proses informal sosial yang dilakukan oleh HPPK maupun

HPTPPK juga dilakukan dengan menerapkan aturan-aturan yang

Page 123: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

berlaku di dalam organisasi. Aturan-aturan yang berlaku tersebut

mengikat para anggotanya dan memaksa anggota untuk meematuhi

peraturan itu. Peraturan-peraturan yang berlaku di dalam organisasi ini

dibuat sendiri oleh pengurus organisasi berdasarkan masukan dari

anggota-anggota organisasi dan telah dituangkan dalam AD/ART dari

masing-masing organisasi. Pemberian sanksi juga diberikan kepada

anggota organisasi yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan dan

norma-norma yang telah ditetapkan. Sanksi yang diberikan oleh

pengurus HPTPPK ketika ada salah satu anggota organisasi melakukan

pelanggaran adalah dengan melakukan koordinasi dengan Kepala Pasar

dan Dinas Pengelola Pasar. HPTPPK akan berkoordinasi dengan kepala

pasar dan DPP untuk mengambil langkah apa yang harus diambil dalam

memberikan sanksi. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Bapak Ahmad

Fathoni selaku Sekertaris HPTPPK:

“ya itu ada AD/ARTnya. Ada Anggaran Dasar dan Anggaran

Rumah Tangga yang mengatur tentang bagaimana kepengurusan,

bagaimana masa kerja..itu ada disitu. Norma atau aturan yang

berlaku itu dibentuk sendiri oleh pengurus, jadi perwakilan

pedagang kan pengurus himpunan itu tadi membuat suatu aturan

yang disebut AD/ART. AD/ART itu berisi tentang bagaimana

kita itu menjadi pengurus, dan bagaimana kita mengelola

pedagang. Terkait dengan pelanggaran yang dilakukan oleh

anggota organisasi, nanti kita koordinasi dengan Kepala Pasar dan

DPP. Kalo Kepala Pasar kan berdominisil di pasar itu, kalo DPP

kan ada di pemerintahan. Nah, kalo ada pelanggaran kan biasanya

terkait dengan aturan yang telah dibuat oleh Pemerintah Kota.

Contoh: pasar dibuka pukul 7 sampai pukul 4, nah ternyata ada

pedagang yang membuka lebih dari itu, kami atas nama himpunan

kemudian koordinasi dengan kepala pasar. Pak, itu ada yang

melanggar aturan. Jadi, kami hanya sekedar itu saja nanti yang

menegur dan yang membuat keputusan untuk diapakan tetep

Page 124: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

mereka (kepala pasar dan DPP). Tergantung pelanggarannya,

kalau terkait administrasi termasuk mereka nginep atau tinggal

atau domisili atau dia menyalahgunakan kios yang seharusnya

untuk jualan digunakan untuk yang lain, itu kami melaporkan.”

(wawancara 1 Agustus 2012)

Proses informal sosial yang ada dalam HPTPPK juga ditunjukkan

dengan tidak adanya struktur dan prosedur yang hirarkis ketika

anggota-anggota HPTPPK ingin menyampaikan aspirasinya. Anggota

organisasi hanya perlu menyampaikan aspirasi tersebut pada forum-

forum organisasi seperti rapat anggota ataupun dengan menyampaikan

kritik dan sarannya langsung kepada pengurus dari HPTPPK. Dengan

tidak adanya struktur dan prosedur yang birokratik dan mekanistik

memberikan kemudahan kepada HPTPPK sendiri untuk mengetahui

keadaan dan situasi yang ada di dalam organisasi serta dapat

mengontrol perilaku-perilaku anggota-anggota organisasinya. Hal ini

sesuai dengan yang diungkapkan oleh Bapak Ahmad Fathoni, yaitu”

“Peran anggota itu biasane yo mereka hanya menyampaikan

„gendu-gendu rasa‟ atau perasaan-perasaan tidak puas kepada

kami. Kalo anggota pengin menyampaikan „gendu-gendu rasa‟ ya

langsung aja disampaikan ke kita (pengurus HPTPPK) atau pas

nanti rapat anggota. Kami ini kan organisasi informal, jadi tidak

harus mereka datang ke kantor dengan membawa surat resmi,

proposal dan mengajukan minta pendampingan kan endak.”

(wawancara 1 Agustus 2012)

Di dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga dari

HPPK telah diatur mengenai kewajiban dan hak dari anggota

organisasi; tujuan, fungsi dan kegiatan dari himpunan; serta

keanggotaan dan kepengurusan dari himpunan atau organisasi tersebut.

Terkait dengan kewajiban dari anggota organisasi, setiap anggota

Page 125: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

himpunan berkewajiban untuk mentaati dan melaksanakan AD/ART

dan ketentuan-ketentuan lain yang ditetapkan oleh Rapat Umum

Anggota (Musyawarah Anggota) dan pengurus himpunan. Selain itu,

anggota himpunan berkewajiban untuk membayar uang iuran setiap

bulan dan uang iuran terkait dengan kebijakan yang ditentukan

berdasarkan kesepakatan dan persetujuan anggota himpunan (pasal 7

Anggaran Rumah Tangga HPPK).

Di dalam pasal 7 Anggaran Rumah Tangga HPPK tersebut telah

dijelaskan mengenai kewajiban dari anggota HPPK. Kewajiban anggota

organisasi terkait iuran ini merupakan sumber daya organisasi yang

nantinya dimanfaatkan untuk membiayai semua aktivitas dari HPPK.

Uang iuran yang rutin dibayarkan oleh anggota organisasi merupakan

bentuk kemandirian HPPK dalam mencari sumber pendanaan. HPPK

memanfaatkan anggota organisasi untuk mendapatkan sumber daya

non-manusia yaitu uang. Di dalam AD/ART ini juga dijelaskan

mengenai pengambilan keputusan di dalam HPPK. Pada pasal 23,

pengambilan keputusan yang dilakukan oleh HPPK adalah dengan cara

musyawarah untuk mufakat. Cara ini dilakukan untuk menstimulus

anggota organisasi untuk menyampaikan pendapatnya. Hal ini

merupakan salah satu proses informal sosial dalam hal memanfaatkan

sumber daya organisasi yang dilakukan oleh HPPK.

Page 126: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

b. Kemauan belajar dari organisasi

Untuk dapat melakukan pendekatan community governance, suatu

organisasi atau komunitas harus mampu belajar dari pengalaman

sebelumnya. Pengalaman-pengalaman itu nantinya akan digunakan oleh

organisasi untuk mengantisipasi hal-hal yang akan terjadi di masa yang

akan datang. Kemampuan belajar dari pengalaman tidak hanya berasal

dari pengalaman yang dialami sendiri oleh organisasi melainkan juga

pengalaman yang dialami oleh organisasi lain. Hal ini yang dilakukan

oleh Himpunan Pedagang Pasar Klewer ketika melakukan network

dengan organisasi lain. Dalam melakukan network ini, HPPK belajar

dari pengalaman organisasi lain. HPPK menjadikan pengalaman dari

organisasi lain untuk nantinya dikoreksi dan dijadikan bahan evaluasi

dalam mengambil keputusan sehingga ketika HPPK dihadapkan pada

masalah yang sama, HPPK sudah mempunyai antisipasi. Hal ini

diungkapkan oleh Bapak Kusbani, yaitu:

“ya saling kita koreksi seperti adanya pasar-pasar yang telah

dibangun itu ternyata bisa memetik pengalaman itu. Misalkan dari

pasar-pasar yang telah dibangun Pemkot, itu tidak sesuai dengan

yang dikehendaki pedagang, try out ya. Lha Pemkot memaksa

“pokoke tak bangunke sing koyo ngene”, ternyata tidak sesuai

yang diharapkan oleh pedagang. Lha ini, pengalaman-pengalaman

seperti ini. Kedua, mengetahui bagaimana pangsa pasar itu

diantara pangsa pasar yang lain itu ternyata berbeda sekali. Ini

yang dapat menjadi pengalaman-pengalaman.” (wawancara 2

Agustus 2012)

Kemauan belajar dari HPTPPK ketika dihadapkan pada suatu

persoalan juga diperlihatkan ketika Ketua HPTPPK sudah tidak lagi

Page 127: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

fokus dan tidak begitu aktif dalam kepengurusan dan persoalan-

persoalan yang sedang dihadapi oleh himpunan ini. Menghadapi situasi

seperti itu, Sekertaris HPTPPK langsung mengambil alih pengambilan

keputusan ketika menghadapi suatu persoalan yang membutuhkan

penanganan secara cepat. Banyak kebijakan-kebijakan yang langsung

diambil oleh Bapak Ahmad Fathoni ketika Ketua dari HPTPPK sendiri

lebih fokus menjadi pengurus KPPK (Komunitas Pedagang Pasar

Klewer). Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Bapak Fathoni:

“ketua HPTPPK itu sekarang menjadi pengurus KPPK, ketua

kami sibuk disana, kayak vakum gitu lho, akhir-akhir ini. Banyak

kebijakan-kebijakan yang langsung saya ambil alih.” (wawancara

1 Agustus 2012)

Terkait dengan kemauan belajar yang dimiliki oleh PKL bermobil

dalam usaha untuk dapat menyelesaikan masalah yang sedang

dihadapi terutama persoalan dengan pedagang di kawasan pasar

Klewer ini, PKL bermobil cenderung memilih untuk tidak

menanggapi permasalahan yang ada dan memilih untuk tidak peduli.

PKL bermobil memilih bersikap acuh terhadap berbagai protes dan

keluhan dari pedagang pasar dan memilih untuk tetap melakukan jual-

beli di lahan parkir kawasan pasar Klewer. PKL bermobil juga lebih

memilih untuk kucing-kucingan dengan Satpol PP dan satpam pasar

dalam menjajakan barang dagangannya. Mereka tidak ambil pusing

dan tidak terlalu memikirkan dampak dari aktivitas yang mereka

lakukan. Hal ini diakui oleh salah satu PKL bermobil asal Pekalongan

yaitu Batik Najwa yang menyatakan bahwa:

Page 128: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

“ndak, ndak, ndak pernah ambil pusing ngono ora. Kan pancen

pengen dodol tok ning kene, kan banyak mbak, kan gampang

mbak nemui wong/pedagang dari luar seperti dari Bali, dari

Surabaya. Kalo di luar kan banyak yang beli, yang belanja dari

luar kan banyak mbak. Yang protes sih tetep ada, yang protes

terutama dari dalem. Ya kita secara kepala dingin aja, ndak usah

marah-marah, saya juga memaklumi dari sana, kita harus

mengambil sikap yang bijak. Dilihat, kalo sini gak jualan kan

orang-orang pasti larinya ke sana tapi kan setelah ada yang jualan

di sini kan orangnya ndak langsung ke sana, ke sini dulu.

Masalahe kasihan sono ik yo.” (wawancara 17 September 2012)

Bagi PKL bermobil, apa yang mereka lakukan tersebut tidak

melanggar peraturan karena bagi PKL bermobil, mereka hanya

melakukan bongkar muat barang yang akan dikirim ke pasar Klewer

dan pasar Cinderamata. Dan PKL bermobil hanya menjual dagangan

karena pembeli atau bakul tersebut memang memilih untuk

mengambil barang dari mereka. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari

PKL bermobil asal Pekalongan, yaitu:

“kita kan di sini cuma bongkar muat barang dagangan yang

nantinya akan kita kirim ke dalam pasar. Pembeli juga lebih

memilih untuk membeli di sini ketimbang di dalam pasar.”

(joglosemar.com, 7 Agustus 2012)

Aspek kedua dari community governance ini tidak diterapkan oleh

PKL bermobil karena komunitas ini kurang responsif dan tidak

tanggap terhadap persoalan yang sedang membelitnya. Komunitas

PKL bermobil ini lebih memilih untuk mengabaikan dan tidak peduli

terhadap konflik yang sedang dihadapi. Hal inilah yang menyebabkan

konflik di kawasan pasar Klewer sampai saat ini belum menemukan

solusi. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Batik Najwa yang

merupakan PKL bermobil asal Pekalongan yang mengatakan bahwa:

Page 129: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

“ndak, ndak, ndak pernah ambil pusing ngono ora. Kan pancen

pengen dodol tok ning kene. Yang protes sih tetep ada, yang

protes terutama dari dalem. Ya kita secara kepala dingin aja, ndak

usah marah-marah, saya juga memaklumi dari sana, kita harus

mengambil sikap yang bijak.” (wawancara 17 September 2012)

Unsur kedua dalam community governance yaitu kemauan belajar

dari organisasi tidak dapat diterapkan oleh PKL bermobil karena para

PKL bermobil tidak berusaha untuk menggali kekuatan dan

kelemahan yang dimiliki untuk dapat membuat suatu keputusan ketika

mereka menghadapi situasi yang kompleks dan uncertain. Selain itu,

kemauan belajar juga belum sepenuhnya ditunjukkan oleh HPPK

maupun HPTPPK ketika dihadapkan pada persoalan dengan PKL

bermobil. Konflik yang terjadi di kawasan pasar Klewer ini sudah

terjadi lebih dari 9 tahun dan selama kurun waktu itu, HPPK maupun

HPTPPK tidak berusaha untuk menyelesaikan persoalan ini sendiri.

HPPK dan HPTPPK lebih cenderung untuk menyerahkan semua

penyelesaian konflik ini kepada Pemerintah Kota Surakarta. Mereka

tidak mencoba untuk melakukan dialog dengan PKL bermobil untuk

mencari solusi terbaik tetapi mereka justru ingin agar PKL bermobil

disterilkan atau ditertibkan. Ini sesuai dengan pendapat dari Bapak

Ahmad Fathoni, yang mengatkan bahwa:

“tidak ada kesepakatan untuk hal yang melanggar aturan. Mereka

kan melanggar aturan, aturan yang dilanggar itu Perda No 1

Tahun 2010 tentang pengelolaan dan perlindungan pasar

tradisional. Yang kedua, Perda No 7 Tahun 2004 tentang

penyelenggaraan tempat khusus parkir, kemudian Undang-undang

No 22 Tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan.

Sekarang tinggal bagaimana Pemkot Surakarta, DPP, UPTD

Page 130: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Parkir dan Satpol PP menertibkan mereka.” (wawancara 1

Agustus 2012)

c. Bekerja dalam network (social capital)

Network merupakan salah satu aspek penting dalam kaitannya

dengan community governance. Dengan adanya network yang terjalin,

maka komunitas akan lebih mudah dalam mengatasi permasalahan yang

sedang dihadapi. Network juga menjadi salah satu sarana untuk

melakukan koreksi dan evaluasi terhadap permasalahan-permaslahan

yang terjadi di luar sana. Selain itu, dengan adanya network ini,

komunitas atau organisasi dapat lebih siap dalam menghadapi

perubahan iklim pasar dan dapat mengetahui pekembangan iklim pasar

sekarang ini. Untuk itulah network sangat diperlukan oleh komunitas

atau organisasi, begitu pula dengan HPPK, HPTPPK maupun

komunitas PKL bermobil. Bapak Kusbani menuturkan bahwa:

“Manfaat dari network itu ya kita dapat saling koreksi, seperti

adanya pasar-pasar yang telah dibangun itu, ternyata kita bisa

memetik dari pengalaman itu. Misalkan dari pasar-pasar yang

telah dibangun Pemkot, itu tidak sesuai dengan yang dikehendaki

pedagang, try out ya. Lha Pemkot memaksa “pokoke tak

bangunke sing koyo ngene”, ternyata tidak sesuai yang

diharapkan oleh pedagang. Lha ini, pengalaman-pengalaman

seperti ini dapat kita pelajari. Kedua, kita dapat mengetahui

bagaimana pangsa pasar. Pangsa pasar itukan berbeda antara

pangsa pasar yang satu dengan pangsa pasar yang lain, ternyata

itu berbeda sekali. Inilah yang dapat menjadi pengalaman-

pengalaman.” (wawancara 2 Agustus2012)

Dalam melakukan network atau jaringan kerja ini, HPPK dan

HPTPPK menggunakan istilah silaturahmi. Hal ini dikarenakan

mayoritas pedagang yang ada di kawasan pasar Klewer ini beragama

Page 131: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Islam sehingga digunakanlah istilah silaturahmi. Silaturahmi yang

dilakukan oleh HPPK maupun HPTTPK ini tidak hanya di dalam

paguyuban (bonding social capital) saja, tetapi HPPK dan HPTPPK

juga bersilatuhmi dengan sesama paguyuban PKL (bridging social

capital) maupun kerjasama atau silaturahmi dengan Pemerintah Kota

Surakarta sendiri atau disebut dengan linking social capital. Berikut ini

merupakan penjelasan lebih rinci.

Himpunan Pedagang Pasar Klewer melakukan bonding social

capital, bridging social capital dan linking social capital dalam

kaitannya dengan network yang dilakukan. HPPK melakukan bonding

social capital dengan melakukan proses informal sosial seperti yang

telah dijelaskan sebelumnya. HPPK mengorganisasi dirinya secara

informal dengan cara mengelola anggota-anggota organisasinya,

membuat peraturan dan norma-norma yang berlaku di HPPK,

menerapkan sanksi-sanksi apabila ada anggota himpunan yang

melakukan pelanggaran dan memanfaatkan sumber daya yang dimiliki

oleh himpunan tersebut. Bridging social capital yang dilakukan oleh

HPPK adalah dengan melakukan kerjasama atau silaturahmi dengan

paguyuban atau komunitas pedagang pasar lain, seperti HPTPPK

maupun komunitas pasar yang lain. HPPK juga bekerja sama dengan

berbagai ormas-ormas yang ada di Surakarta. Sedangkan dalam

melakukan linking social capital, HPPK melakukan network dengan

Pemerintah dan dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)

Page 132: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Kota Surakarta. Dalam melakukan network, HPPK tidak melakukan

pembatasan network sehingga organisasi ini dapat bekerjasama dengan

siapa saja. Hal ini seperti yang telah diungkapkan oleh Bapak Kusbani

selaku perwakilan dari HPPK:

“semua lini kita lakukan, itu ke politik, bisa ke ormas-ormas.

Politik ya ke anggota-anggota dewan, kita juga kerjasama dengan

ormas, dengan partai yang dinaungi juga. Jadi kita pendekatan ke

sana. Kita juga ada komunikasi diantara anggota kita sendiri, ke

paguyuban yang lain, ini selalu ada. HPPK tidak melakukan

pembatasan network, kita buka seluas-luasnya.” (wawancara 2

Agustus 2012)

Hampir sama dengan HPPK, Himpunan Pedagang Taman Parkir

Pasar Klewer atau HPTPPK juga melakukan network dengan berbagai

pihak. Selain melakukan interaksi internal dalam himpunan (bonding

social capital) dengan melakukan proses informal sosial, HPTPPK juga

melakukan bridging social capital dengan paguyuban atau komunitas

lain, seperti Papatsuta atau Pasamuan Paguyupan Pasar Tradisional

Kota Surakarta. Papatsuta merupakan suatu paguyuban yang menaungi

paguyuban-paguyuban pasar yang ada di seluruh Kota Surakarta. Di

dalam Papatsuta ini terdapat 43 paguyuban pasar yang bergabung, dan

salah satunya adalah HPTPPK. Sedangkan linking social capital yang

dilakukan oleh HPTPPK adalah dengan melakukan jaringan kerja

dengan Pemerintah Kota Surakarta, salah satunya adalah Dinas

Pengelola Pasar (DPP) Kota Surakarta. Hal ini seperti yang

diungkapkan oleh Bapak Ahmad Fathoni:

Page 133: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

“HPTPPK itu punya jaringan paguyuban-paguyuban ke seluruh

paguyuban pasar yang ada di Kota Solo yang berjumlah 43 pasar,

yang tergabung dalam Papatsuta. Papatsuta itu Pasamuan

Paguyupan Pasar Tradisional Kota Surakarta. Papatsuta ini

merupakan sebuah paguyuban lagi yang mengayomi pasar-pasar

tradisional tapi perwakilan dari paguyuban. Di Nusukan ada

paguyuban di sana, itu juga teman kami, di Kleco juga ada

paguyuban juga di sana itu teman kami. Nah orang-orang yang

ada di paguyuban-paguyuban ini kemudian diwadahi satu wadah

organisasi yang namanya Papatsuta itu.” (wawancara 1 Agustus

2012)

Dengan adanya jaringan kerja yang dilakukan oleh HPTPPK ini,

Papatsuta memberikan pendampingan kepada HPTPPK dalam

menangani masalah yang sedang dihadapi oleh HPTPPK.

Pendampingan yang dilakukan oleh Papatsuta ini dapat dicontohkan

seperti ikut menyuarakan atau mendesak Pemerintah Kota Surakarta

untuk melakukan penertiban. Selain itu, pendampingan yang dilakukan

oleh Papatsuta dapat dilakukan dengan cara memasukkan persoalan

yang sedang dihadapi oleh peagang pasar Cinderamata ke berbagai

media massa. Seperti yang diungkapkan oleh perwakilan dari HPTPPK:

“Itu, tadi yo seumpama kalo seandainya persoalan PKL bermobil

tidak bisa diselesaikan oleh paguyuban tingkat pasar, itu biasanya

kami minta kepada Papatsuta untuk ikut menyuarakan atau

mendesak Pemerintah Kota Surakarta untuk mentertibkan,

biasanya dengan cara seperti itu. Jadi, tidak beda juga dengan...ya

itu, network kami/jaringan kerja kami ya itu. Jadi kalo kami

merasa tidak punya power, powernya kayak masih dianggap

remeh oleh Pemerintah Kota ketika mendampingi kepentingan

pedagang begitu, nanti kami merapat ke Papatsuta. Nanti

Papatsuta melakukan pendampingan kepada kami melalui,

biasanya dengan cara memasukkan persoalan kami ke berita

media, kemudian kita akan berbondong-bondong ke DPP atau

kemudian mengkoordinasi pedagang untuk berdemo. Seperti

itu.”( wawancara 1 Agustus 2012)

Page 134: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Papatsuta sudah pernah melakukan pendampingan kepada

HPTPPK ketika HPTPPK menghadapi persoalan dengan P3C

(Paguyuban Pedagang Pasar Cinderamata). Persoalan ini terjadi

sebelum adanya konflik dengan PKL bermobil. Masalah ini terjadi

akibat P3C yang merupakan paguyuban baru memiliki kepentingan

untuk membangun kios baru yang nantinya akan dijual. Akan tetapi,

HPTPPK dan pedagang-pedagang pasar Cinderamata melakukan

penolakan terhadap rencana tersebut. Di sinilah peran Papatsuta dalam

melakukan pendampingan terhadap HPTPPK. hal ini seperti yang

diungkapkan oleh Bapak Ahmad Fathoni:

“Jadi, persoalan pasar Cinderamata dari dulu tidak hanya satu

terkait dengan PKL bermobil itu. Dulu pada zaman Pak Darmo

masih S2, di sini sedang gencar-gencarnya pro-kontra

pembangunan. Jadi di sini dulu mau dibangun lagi. Tiba-tiba saja

dulu ada paguyuban baru, namanya P3C, kepentingan mereka itu

hanya untuk bisa membangun kios baru untuk kemudian dijual.

Kemudian HPTPPK dan pedagang yang lain itu tidak mau atau

menolak keinginan itu padahal pada waktu itu sudah mendapat

izin dari Pemerintah Kota. Tapi karena ada penolakan dari

pedagang, tapi penolakan dari pedagang itu yo tidak begitu saja

direspon oleh Pemerintah Kota, kami menggunakan cara-cara

demo, kemudian ke media massa, kemudian kami minta bantuan

ke Papatsuta. Papatsuta mendatangkan tokoh-tokoh, orang-orang

yang punya power. Cara-cara seperti itulah yang kami gunakan.”

(wawancara 1 Agustus 2012)

Terkait konflik yang terjadi sekarang ini, Papatsuta juga sudah

melakukan pendampingan kepada himpunan pasar Cinderamata ini.

Pendampingan yang dilakukan adalah dengan cara mengekspos atau

memasukkan persoalan yang sedang dihadapi oleh HPTPPK ke media

massa. Selain itu, Papatsuta juga ikut menyuarakan aspirasi pedagang

Page 135: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

pasar Cinderamata ini ke DPRD kota Surakarta. Seperti yang

diungkapkan oleh Bapak Ahmad Fathoni berikut ini:

“Oh, sudah, sudah. Tapi pada waktu itu, Papatsuta hanya

mengekspos PKL bermobil ke media Solopos dan Joglo Semar.

Dan tindak lanjutnya adalah….kebetulan saya masuk menjadi tim

11, tim itu yang godok Raperda Pasar tahun 2010 dan DPRD

Kota Surakarta itu juga melibatkan Papatsuta, diantaranya saya

yang ikut menyuarakan bagaimana caranya di lingkungan pasar

Klewer maupun pasar Cinderamata steril dari PKL bermobil.

Dulu menyuarakan di dewan, di kantor dewan.” (wawancara 1

Agustus 2012)

Sedangkan network yang dilakukan oleh PKL bermobil adalah

dengan melakukan jaringan kerja dengan sesama PKL bermobil atau

bonding social capital. PKL bermobil tidak hanya melakukan jaringan

kerja dengan PKL yang satu wilayah dengan mereka tetapi mereka juga

saling bekerjasama dengan PKL yang berasal dari daerah lain. PKL

bermobil yang berasal dari Pekalongan juga bekerjasama dengan PKL

dari daerah lain seperti PKL dari Jepara, Kudus maupun dari Pemalang.

Dengan adanya jaringan kerja yang dilakukan oleh PKL bermobil,

informasi yang diperolah antara satu PKL dengan PKL yang lain akan

cepat sampai. Mereka dapat saling bertukar informasi melalui

handphone maupun ketika mereka sedang bercakap-cakap biasa.

Dengan adanya network ini, PKL bermobil dapat saling memberikan

informasi ketika Pemkot Surakarta bersama satpam pasar sedang

melakukan penertiban. Mereka akan memberitahu teman-teman PKL

yang lain melalui handphone apabila Satpol PP dan satpam pasar

Page 136: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

sedang berkeliling area pasar Klewer. Dengan adanya informasi

tersebut, PKL-PKL bermobil yang lain akan segera menutup dagangan

mereka.

Berdasarkan observasi yang dilakukan oleh penulis, setiap PKL

bermobil mempunyai stiker yang berlogo AM. Stiker ini digunakan

oleh PKL bermobil untuk memudahkan mereka dalam melakukan

transaksi jual-beli. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Batik Najwa,

salah satu PKL bermobil:

“Setiap pedagang punya stiker AM. Itu fungsinya, yo misal kalo

polisi paling nanti dimintain, cuma periksa. Kalo sudah ada AM,

kalo sudah seperti itu kan nanti ngasih uang 10 ribu-20 ribu nanti

mereka kan pasti nawar. Saya ndak tahu mabak AM kui opo,

wong saya bukan yang punya mobil, saya cuma ikut-ikutan tok

pake stiker AM. Pokoknya untuk mempermudahkan, kalo ada

AM itu kayak ada stimunonya gitu mbak. Kalo pake itu

insyaAllah akeh slamete.” (wawancara 17 September 2012)

Gambar 4.8

Mobil yang menggunakan Stiker AM

Page 137: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Di dalam aspek yang ketiga yaitu bekerja dalam network (social

capital), pihak-pihak yang berkonflik baik itu HPPK, HPTPPK maupun

PKL bermobil telah melakukan berbagai jaringan kerja (network) baik

itu bonding social capital, bridging social capital maupun linking

social capital. Namun demikian, untuk dapat menerapkan metode

community governance ini diperlukan kerjasama atau network diantara

pihak-pihak yang berkonflik. Hal ini bertujuan agar network yang

terjalin diantara HPPK, HPTPPK maupun PKL bermobil dapat

memberikan kemudahan kepada mereka untuk saling memahami dan

mengetahui hal-hal yang menjadi permasalahan. Dengan adanya

network ini, pihak-pihak yang berkonflik dapat duduk bersama dan

bersama-sama mencari jalan keluar atau solusi yang dapat diterima oleh

semua pihak.

Dalam kenyataannya, pihak-pihak yang berkonflik tidak mau

melakukan kerjasama atau network untuk menyelesaikan konflik di

kawasan pasar Klewer ini. HPPK dan HPTPPK lebih cenderung untuk

menyerahkan semua penyelesaian konflik ini kepada Pemerintah Kota

Surakarta. Mereka menganggap bahwa Pemkot Surakartalah yang

paling bertanggungjawab dan dapat menyelesaikan konflik ini. Hal ini

sesuai dengan pendapat dari Bapak Kusbani, yaitu:

“yang dapat menyelesaikan konflik ini Walikota, harus, harus

berani. Makanya kan saya minta keberanian Walikota seperti apa.

Selain itu, saya juga minta ketegasan Pemerintah dalam

penegakan aturan, perda-perda yang harus ditegakkan. Sudah ada

perda, sudah ada kesepakatan, itu tinggal...umpamanya taman

Page 138: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

parkir, ketegasan UPTD Parkirnya apa? UPTD Parkir bagaimana

menertibkan mereka, kalo memang mobil itu untuk dagang ya

harus di luar taman parkir.” (wawancara 2 Agustus 2012)

Sedangkan PKL bermobil lebih memilih untuk bersikap acuh dan

beranggapan bahwa mereka tidak mengganggu aktivitas pedagang

pasar. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Batik Najwa yang

mengatakan bahwa:

“ndak, ndak, ndak pernah ambil pusing ngono ora. Kan pancen

pengen dodol tok ning kene, kan banyak mbak, kan gampang

mbak nemui wong/pedagang dari luar seperti dari Bali, dari

Surabaya. Kalo di dalem kan gak mungkin ketemu orang-orang

dari luar kota kan ndak, kayak jemput bola gitu lho mbak, malah

pada ngoyak ke sini. Kan kita gak usah ngirim ke luar nanti kan

lama-kelamaan tahu nomer hp saya kan nanti langsung dikirim.

Kalo sudah transfer baru dikirim barangnya, kalo di sana kan

orang solonya aja. Kalo di luar kan banyak yang beli, yang

belanja dari luar kan banyak mbak. Yang protes sih tetep ada,

yang protes terutama dari dalem. Ya kita secara kepala dingin aja,

ndak usah marah-marah, saya juga memaklumi dari sana, kita

harus mengambil sikap yang bijak. Dilihat, kalo sini gak jualan

kan orang-orang pasti larinya ke sana tapi kan setelah ada yang

jualan di sini kan orangnya ndak langsung ke sana, ke sini dulu.

Masalahnya sih mungkin harga, padahal harganya sama, gak

dibedain, misal di sini 1 juta di sana juga 1 juta. Cuma sana punya

pikiran sendiri mungkin barangkali, harganya di sini lebih murah

padahal ndak, 1.100.000 ya tetep 1.100.000, kita ndak beda-

bedain konsumen. Masalahe kasihan sono ik yo.” (wawancara 17

September 2012)

d. Interaksi human capital & sumber daya organisasi

Penerapan resolusi konflik berbasis community governance juga

bergantung pada interaksi human capital dan sumber daya organisasi.

Untuk dapat melakukan pendekatan community governance, anggota-

anggota organisasi perlu berinteraksi dan saling berkomunikasi.

Komunikasi ini diperlukan agar informasi yang ada di dalam organisasi

Page 139: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

dapat segera tersampaikan kepada anggota-anggota organisasi. Selain

itu, dengan adanya komunikasi dan aliran informasi yang lancar,

anggota-anggota organisasi apat bergerak cepat dalam memberikan

masukan maupun saran dalam menghadapi masalah organisasi.

Untuk dapat menyelesaikan berbagai masalah yang dihadapi oleh

organisasi, peran serta anggota sangat dibutuhkan. Inilah yang disadari

oleh komunitas pedagang pasar Cinderamata atau masyarakat lebih

mengenal sebagai HPTPPK. HPTPPK sadar betul akan pentingnya

peran serta dari anggota-anggota organisasi. Untuk itu, HPTPPK

membuka kesempatan bagi para anggotanya untuk ikut berpartisispasi

dalam menyelesaiakan konflik dengan PKL bermobil. Hal ini sesuai

dengan pendapat dari perwakilan HPTPPK, Ahmad Fathoni:

“HPTPPK juga melibatkan anggotanya dalam menyelesaikan

berbagai konflik yang dihadapi. Jadi biasanya begini, salah satu

contoh rapat anggota, rapat paguyuban itu biasane pengurus

melakukan rapat internal pengurus kemudian dari masukan-

masukan pengurus-pengurus ini itu mengundang beberapa

perwakilan pedagang terkait apa yang menjadi persoalan. Kayak

kasus, seumpama...ini sudah mulai bersuara ini temen-temen

pedagang, sudah banyak yang masuk ke saya supaya ada tindakan

dari saya, dari pengurus gitu lho. Tapi saya ngomong ke mereka,

“kondisi kita itu sangat memprihatinkan, ketua paguyubannya

tidak eksis, sekarang sedang bulan puasa, kalo kita kontroversial,

bentrok, dsb itu kan resikonya lebih tinggi. Akhirnya memang

saya ngerem gitu lho mbak, ini sudah banyak yang bersuara. “lik

carane koyo ngene iki sing dodol ra payu, dsb”. Itu kan salah satu

bentuk protes mereka sebenarnya, dan mereka minta untuk segera

ditindaklanjuti. Tapi harus bagaimana kami melakukan hal itu

gitu lho. Nanti kalo sudah ada suara-suara seperti ini, kami

mencoba kontak dengan ketua, “pak, udah kaya gini ini

gimana???” “udah pak Fathoni buat undangan, nanti kita

rapatkan”. Ini dalam waktu dekat, insyaAllah kami akan

Page 140: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

melakukan acara buka bersama besar-besaran.” (wawancara 1

Agustus 2012)

Terkait dengan peran anggota dari HPTPPK sendiri dalam

persoalannya dengan PKL bermobil, anggota organisasi sudah

menyampaikan pendapat maupun kritik-kritiknya kepada pengurus

HPTPPK sendiri. Di dalam menyuarakan aspirasinya, anggota

organisasi langsung menyampaikan pendapat atau masukan-masukan

kepada pengurus, baik melalui rapat maupun ketika sedang kumpul-

kumpul di depan kios. Anggota organisasi tidak perlu membuat

proposal atau tidak perlu berhadapan dengan sistem yang birokratis

ketika mereka akan menyampaikan pendapat. Mereka tinggal datang ke

pengurus HPTPPK atau langsung menemui Bapak Ahmad Fathoni

selaku Sekertaris HPTPPK dan mengungkapkan apa yang menjadi

perhatian dan menjadi bebannya saat itu. Anggota organisasi juga

dilibatkan ketika HPTPPK menyuarakan dan meminta keadilan kepada

Pemerintah Kota Surakarta dengan melakukan demo dan tidak

membayar retribusi kepada Pemkot Surakarta. Hal ini dilakukan agar

Pemkot Surakarta mau mendengarkan aspirasi dari pedagang

Cinderamata. Hal ini seperti yang disampaikan oleh Bapak Ahmad

Fathoni yaitu:

“Peran anggota itu biasane yo mereka hanya menyampaikan

„gendu-gendu rasa‟ atau perasaan-perasaan tidak puas kepada

kami. Yang menindaklanjuti yo kami, kecuali ketika mereka

dilibatkan dengan cara demo. Terkait dengan ide-ide dari anggota,

ide-ide dari anggota, salah satunya ide dan informasi ya yang

paling penting. Sebenarnya kan saya kalo tiap hari gak liat tho,

Page 141: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

tapi kadang-kadang ada masukan dari pedagang, “pak, kui kok

isih dodolan ngono kui kie piye?”. Itu kan salah satu

informasinya. Ya informan lah informan, nanti secara fisik kami

libatkan untuk demo, seperti itu. Trus kemudian, saya

memerintahkan mereka untuk tidak membayar retribusi, itu kan

keterlibatan mereka juga. Pernah kalo seandainya saya minta gak

usah bayar retribusi, yang gak bayar saya tok kan gak mungkin,

tidak direspon. Tapi nek kita lakukan bareng-bareng, pemerintah

kota akan berpikir, “waduh, jumlahe sakmono akehe ra mbayar

retribusi kabeh yo modar nho”, kan gitu. Akhirnya dengan

melibatkan mereka secara bareng-bareng itu direspon, kelihatan

ada power.” (wawancara 1 Agustus 2012)

Kesempatan juga diberikan oleh pengurus HPPK kepada anggota

organisasi untuk ikut turun tangan dalam menghadapi berbagai

persoalan yang dihadapi organisasi, termasuk permasalahan dengan

PKL bermobil. Pengurus HPPK memberikan informasi terkait masalah-

masalah yang sedang dihadapi organisasi di dalam pertemuan

pedagang. Kemudian pengurus memberikan kesempatan kepada

anggota untuk memberikan masukan dan saran, masukan dan saran

tersebut ditampung untuk selanjutnya dijadikan pertimbangan dalam

menyelesaikan masalah organisasi. Di dalam komunitas ini, keputusan

yang melibatkan banyak orang dan merupakan masalah yang serius

maka HPPK akan mengadakan musayawarah dengan anggota-anggota

organisasi. Hal ini seperti yang diungkapkan Bapak Kusbani:

“ya kalau masalah internal, kami selesaikan di internal. Kalau

eksternal, kita permasalahan apa baru nanti kita...kalau masalah

Klewer, ke eksternalnya kan gak ada permasalahan yang berarti

bisa dikatakan gak ada masalah. Masalah anggota dilibatkan atau

tidak, pertama kan kita menginformasikan, kita adakan pertemuan

dengan anggota organisasi yang namanya pertemuan pedagang.

Di situ kita informasikan dulu, lha itu menyerap kemauan

Page 142: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

pedagang seperti apa. Keputusan ada di tangan anggota,

pedagang. Bisa dibilang ini musyawarah. Ada permasalahan yang

harus kita angkat ke musyawarah, ada juga masalah yang harus

kita selesaikan hanya di perwakilan kepengurusan tersebut. Peran

anggota ya bisa ke kritik, ke ide bisa, ke penyelesaian

permasalahan, memberikan masukan.” (wawancara 2 Agustus

2012)

Untuk menyelesaiakan berbagai persoalan yang dihadapi, HPPK

lebih mengutamakan musyawarah. Untuk itulah, HPPK sering

mengadakan rapat, baik rapat umum anggota, rapat umum anggota luar

biasa, rapat presidium maupun rapat-rapat yang lain. Hal ini juga telah

diatur dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga HPPK

yang telah disahkan pada 23 Februari lalu. Hal yang sama juga

diungkapkan oleh Bapak Kusbani:

“kalo rapat yang dilakukan pengurus harian itu seminggu sekali,

kalo pengurus inti itu satu bulan sekali dan kalau semua pengurus

3 bulan sekali. Pengurus harian itu kan sekertaris, bendahara dan

ketua trus yang kepengurusan inti kan yang membawahi bidang-

bidang, nanti kalau sudah bidang-bidang kan lalu sub bidang.

Yang kita bicarakan dalam rapat itu kan pertama, permasalahan

yang ada; kedua, kondisi organisasi ini dan ketiga, permasalahan

ke eksternal, bagaimana dan apa yang harus kita lakukan.”

(wawancara 2 Agustus 2012)

Sumber daya organisasi selain sumber daya manusia (SDM) juga

diperlukan untuk mendukung pendekatan community governance.

Sumber daya non-manusia diperlukan agar organisasi dapat membiayai

kegiatan maupun aktivitasnya sendiri atau dapat dikatakan bahwa

organisasi dapat mengorganisasi dirinya sendiri. Di lingkungan pasar

Cinderamata sendiri, pengurus HPTPPK melakukan pengelolaan

terhadap MCK dan melakukan pengelolaan terhadap kios yang akan

Page 143: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

dikontrakkan. Dengan adanya pengelolaan yang dilakukan oleh

pengurus HPTPPK sendiri tersebut, maka himpunan ini dapat

membiayai berbagai kegiatan yang dilakukan. Pernyataan tersebut

disampaikan oleh Bapak Ahmad Fathoni:

“Terkait dengan pengelolaan uang himpunan juga alhamdulillah

punya beberapa sumber keuangan, diantaranya kami juga

mengelola MCK (mandi, cuci, kakus), kami juga mengelola kios

yang dikontrakkan. Nah, uang ini juga dikelola oleh paguyuban

secara transparan tetapi uangnya ada di bendahara. Terkait dengan

penggunaan uang ini, yo tadi untuk kepentingan himpunan dan

pedagang. Kayak, seumpama contoh, besok mau ada acara buka

bersama yo sumbernya dari uang itu. Cuma yang jadi persoalan,

kan kita sudah, tadi kan saya sudah ngomong, kami masa kerja

kami kan sudah habis, seharusnya kalo masa kerja sudah habis

kan melakukan laporan pertanggungjawaban kepada anggota,

kepada pedagang kemudian terjadilah sebuah pergantian

pengurus, kan gitu?? Lah, ini belum ditempuh. Pergantian

pengurus terjadi 3 tahun sekali, disebutkan dalam AD/ART.

Ketika terjadi pemilihan pengurus, yang memilih adalah anggota

dalam hal ini adalah pedagang.” (wawancara 1 Agustus 2012)

Sedangkan di dalam HPPK sendiri, sumber pendanaan sudah jelas

diatur dalam AD/ART HPPK. Di dalam Anggaran Dasar HPPK yaitu

pasal 13, pembiayaan himpunan didapat dari iuran anggota dan bantuan

serta usaha-usaha lain yang sah serta bersifat tidak mengikat.

Sedangkan dalam pasal 7 dari Anggaran Rumah Tangga HPPK telah

dituliskan bahwa setiap anggota berkewajiban membayar uang iuran

setiap bulan dan uang iuran yang terkait dengan kebijakan yang

ditentukan berdasarkan kesepakatan dan persetujuan anggota himpunan.

Seluruh iuran dan pembiayaan himpunan ini nantinya akan digunakan

untuk kepentingan anggota organisasi dan akan dikembalikan kepada

anggota organisasi melalui berbagai kegiatan yang dilakukan oleh

Page 144: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

himpunan. Sebagai contoh, ketika bulan ramadhan, pengurus akan

mengadakan buka bersama dan ketika Hari Raya Idul Fitri, pengurus

akan mengadakan halal bi halal diantara anggota organisasi. Semua

dana yang digunakan untuk mengadakan acara ini berasal dari iuran

anggota HPPK.

Di kalangan PKL bermobil sendiri, interaksi human capital juga

diperlukan agar informasi yang ada di dalam maupun di luar komunitas

dapat segera tersampaikan ke PKL-PKL bermobil. Interaksi yang

terjalin diantara PKL bermobil tidak dilakukan searah, mereka saling

bertukar informasi baik tentang konsumen atau pembeli, kebijakan-

kebijakan yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Surakarta maupun

masalah-masalah yang lain. Dalam memberikan informasi, mereka

saling terbuka dan dilakukan tanpa menggunakan sistem yang

birokratis. Ketika ada salah seorang PKL yang mempunyai informasi,

dia akan memberitahukan teman-teman sesama PKL mengenai

informasi yang ia ketahui. Contohnya, ketika Pemkot Surakarta dalam

hal ini Satpol PP, DPP dan UPTD Perparkiran Kota Surakarta bersama

dengan satpam pasar melakukan penertiban rutin terhadap PKL

bermobil. Ketika penertiban tersebut, PKL bermobil saling memberikan

informasi sehingga mereka dapat segera menutup dagangan mereka dan

terhindar dari penertiban tersebut.

Page 145: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Gambar 4.9

Aktivitas PKL bermobil di Alun-alun Utara

Dan apabila PKL bermobil menghadapi suatu masalah, seperti

masalah dengan pedagang di kawasan pasar Klewer, mereka akan

saling memberikan masukan mengenai apa yang sebaiknya mereka

lakukan. Mereka akan berdiskusi untuk mengambil tindakan atau

keputusan apa yang harus mereka ambil untuk menangani masalah

tersebut. PKL bermobil tidak memiliki sumber pendanaan yang

memang khusus disediakan untuk kepentingan mereka bersama. Karena

mereka berdiri sendiri-sendiri, maka sumber pendanaan yang mereka

miliki juga digunakan untuk keperluan mereka sendiri.

e. Distribusi intelegensia dalam mengatasi masalah free-rider

Untuk menghadapi konflik yang terjadi di kawaan pasar Klewer

ini, setiap organisasi membutuhkan distribusi informasi yang lancar.

Distribusi informasi dan adanya komunikasi yang terbuka dapat

Page 146: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

membantu penerapan resolusi konflik berbasis community governance.

Komunikasi yang terbuka dan lancar serta tidak birokratis

menyebabkan aliran informasi yang ada dalam organisasi menjadi cepat

dan tidak berbelit-belit. Informasi sangat dibutuhkan karena dengan

adanya informasi, anggota maupun pengurus organisasi dapat segera

mengtahui jika di dalam organisasi tersebut ada masalah yang harus

segera diselesaikan.

Hal yang sama juga terjadi di lingkungan pasar Cinderamata, di

lingkungan ini komunikasi dan aliran informasi sangat terbuka dan

dapat diakses oleh siapa saja. Dengan adanya komunikasi yang tidak

birokratis menybabkan anggota dari HPTPPK ini merasa nyaman ketika

menyampaikan aspirasi, masukan maupun kritik kepada pengurus

himpunan. Komunikasi yang terbuka ini juga mengakibatkan

ketersediaan informasi yang ada di lingkungan pasar Cinderamata ini

menjadi lancar. Hal ini sesuai dengan pendapat Sekertaris HPTPPK:

“ketersediaan informasi di sini sangat bagus sebenernya karena di

sini kan tidak berlaku protokoler ya, tidak birokratif lah. Saya

pengurus kemudian di sebelah saya pedagang biasa, kan biasane

dalam obrolan biasa saja kadang-kadang ada persoalan yang

muncul, mereka menyampaikan. Jadi komunikasi itu terjalin

sangat baik karena memang keadaan kami kebetulan memang

satu lokasi, satu kepentingan, tidak harus mereka datang ke kantor

dengan membawa surat resmi, proposal dan mengajukan minta

pendampingan kan endak. Biasane hanya „gendu-gendu rasa‟

ketika kami mengobrol, pasar sepi, “kok masalahe ngene-ngene

yow”, “yowis nak nu ngko tak hubungi ketuaku ben bisa

menyelesaikan persoalan ini”. Ini yang terkahir itu, ada jual-beli

kios yang pesoalane sudah sampai tingkat DPP karena ada 2

orang pedagang yang akan tersingkir gara2 jual-beli kios itu

monopoli. Ada 4 kios, 4 orang ini, 4 kios ini kan dihuni oleh 4

Page 147: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

orang, masing-masing itu dia ngontrak. Katakan pemilik kios itu

saya, kemudian saya kontrakan ke jenengan, nah jenengan niku

ngontrake lagi, semua ini ngontrak semua. Kebetulan saya itu

mau tak jual, lah ketika mau tak jual itu, saya hanya menjual ke

jenengan, 3 orang ini tidak saya kasih kesempatan untuk beli. Itu

kan monopoli. Ini persoalannya sudah besar, sudah sampai tingkat

DPP bahkan kemungkinan hari ini ada rapat nyelesaikan itu. Itu

salah satunya. Nah itu, pedagang yang bersangkutan itu kan

mendatangi kami, “pak, kami punya persoalan seperti ini, mohon

nanti ditindaklanjuti”. “oh, ya”. Ketika saya sebagai pengurus,

saya komunikasi dengan pihak di DPP untuk supaya

menyelesaikan persoalan ini. Ya, ya kayak gitu lah,

pendampingan-pendampingan yang sifatnya tidak terlalu rumit,

tidak protokoler.”( wawancara 1 Agustus 2012)

Tidak terlalu beda dengan HPTPPK, HPPK juga menjamin

ketersediaan informasi di kalangan anggota organisasinya. Di

lingkungan pasar Klewer ini, anggota maupun pengurus organisasi

saling memberikan informasi. Informasi-informasi yang terkait dengan

persoalan yang sedang dihadapi oleh HPPK ini akan dijadikan pedoman

untuk melakukan tindakan. Bapak Kusbani yang merupakan Humas

dari HPPK mengungkapkan:

“saling memberikan informasi, pedagang memberikan informasi

permasalahan yang ada di lapangan, kita mengakomodir

bagaimana kita harus menyelesaikan, kita kerjasama dengan

pengurus untuk mengambil suatu tindakan. Kalo ke eksternal,

dengan otomatis kita kerjasama dengan Pemerintah Kota. Dan

apabila pedagang mempunyai keluhan atau ide-ide nanti bisa

datang langsung ke kantor HPPK untuk memberikan informasi

masalah/informasi yang lain.” (wawancara 2 Agustus 2012)

Informasi yang terbuka dan dapat diakses siapa saja menjamin

adanya transparansi di dalam organisasi. Transparansi atau keterbukaan

inilah yang dianut oleh HPPK dalam melakukan kegiatan atau

aktivitasnya sehari-hari. Semua informasi terkait masalah yang sedang

Page 148: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

dihadapi organisasi maupun terkait masalah keuangan, semua terbuka

dan dipertanggungjawabkan pada rapat yang dihadiri oleh semua

pengurus dan anggota dari HPPK. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari

Bapak Kusbani:

“semuanya keterbukaan, keterbukaan masalah/semua informasi

tanpa adanya...inikan HPPK dari pedagang untuk pedagang dan

tidak ada yang ditutup-tututpi. Kalau masalah transparansi

keuangan, kita kan ada laporan tiap bulanan, triwulan itu kan ada

laporannya dan kita beritahukan ke semua pedagang. Semua

keluar/masuknya uang itu, kita informasikan ke pedagang sampai

ke saldonya juga kita informasikan. Kalo masalah informasi yang

lain, tadi kita ada beberapa tahapan, ada yang saat kita rapat,

musyawarah atau bisa pada saat kita umumkan menggunakan

informasi melalui radio gapuro.” (wawancara 2 Agustus 2012)

Sedangkan upaya yang dilakukan oleh HPTPPK sendiri untuk

menjamin ketersediaan informasi bagi anggota-anggota organisasi

dilakukan dengan cara melakukan sosialisasi. Sosialisasi yang

dilakukan oleh HPPK ini terkait peraturan-peraturan baru dari Pemkot

Surakarta. Sosialisasi yang dilakukan oleh pengurus HPTPPK ini

bertujuan agar pedagang pasar Cinderamata tidak buta peraturan dan

selalu update dengan Perda-perda baru dari Pemkot Surakarta. Hal ini

seperti diungkapkan oleh Bapak Ahmad Fathoni yaitu:

“pengurus melakukan sosialisasi, diantaranya tentang peraturan

Perda. Jadi biasanya nanti, komunikasi Pemerintah Kota lewat

DPP kalo ada perda baru, kayak ini yang terbaru itu DPP

membuat Perda No. 1 Tahun 2010, itukan sudah ditetapkan

menjadi perda baru. Lah, untuk sampai ke pedagang, DPP

mengundang himpunan, pedagang, paguyuban ini untuk diajak

bersama melakukan sosialisasi Perda. Lewat paguyuban ini,

paguyuban menyampaikan kepada temen-temen pedagang yang

lain bahwa sekarang ada perda baru, perdanya kayak gini, kayak

gini. Kemudian terkait dengan peningkatan kualitas pedagang,

Page 149: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

pedagang psr tradisional itu kan pada dasarnya melakukan

transaksi administrasi, transaksi yang lain secara tradisional, tidak

modern tidak profesional. Ini ada upaya dari pemerintah kota biar

pedagang itu bisa melakukan transaksi secara profesional, kami

dilatih, kami didiklat tentang manajemen keuangan, tentang

manajemen penataan. Itu kami didiklat, tapi didiklat itu biasane

perwakilan dari paguyuban dan perwakilan dari pedagang. Lha

informasi itu kan masuknya lewat paguyuban.”( wawancara 1

Agustus 2012)

Selain itu, transparansi yang dilakukan HPTPPK terkait masalah

keuangan juga sangat terbuka. Pengurus himpunan akan selalu

menginformasikan persoalan apapun kepada para anggota himpunan.

Hal ini dilakukan agar terbentuk kepercayaan antara pengurus dan

anggota HPTPPK. Hal ini sesuai dengan pendapat Sekertaris HPTPPK:

“biasane transparansi itu terkait dengan pengelolaan keuangan.

Nek informasi, kami juga sangat terbuka, kalo ada persoalan

apapun, kami selalu sampaikan ke pedagang. Lha seumpama ada

sosialisasi dari DPP terkait dengan Perda yang baru, kami juga

sampaikan ke sana. Terkait dengan pengelolaan uang himpunan

juga alhamdulillah punya beberapa sumber keuangan, diantaranya

kami juga mengelola MCK (mandi, cuci, kakus), kami juga

mengelola kios yang dikontrakkan. Nah, uang ini juga dikelola

oleh paguyuban secara transparan tetapi uangnya ada di

bendahara. Terkait dengan penggunaan uang ini, yo tadi untuk

kepentingan himpunan dan pedagang juga. Kayak, seumpama

contoh, besok mau ada acara buka bersama yo sumbernya uang

itu. Kami tidak pernah menghimpun uang dari pedagang, seperti

iuran gitu, gak pernah”( wawancara 1 Agustus 2012)

Komunikasi yang terbuka dan adanya aliran informasi yang

lancar dan cepat juga ada di dalam komunitas PKL bermobil. Ini

terbukti ketika penulis melakukan wawancara dan observasi di

lingkungan PKL. Dalam melakukan wawancara dan observasi ini,

penulis mendapati bahwa di lingkungan PKL bermobil ini tercipta

komunikasi yang baik antar PKL yang satu dengan PKL bermobil yang

Page 150: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

lain. Mereka saling memberikan informasi terkait berbagai hal yang

sedang terjadi di kawasan tersebut. Hal ini seperti yang dialami oleh

penulis, ketika penulis sedang melakukan observasi dan wawancara

pada tanggal 17 September lalu. Saat itu, penulis sedang mewawancarai

salah satu perwakilan PKL yang berasal dari Pekalongan yaitu Batik

Najwa dan ketika penulis akan melakukan wawancara pada tanggal 20

September dengan informan yang berbeda, penulis mendapati banyak

PKL yang sudah mengetahui kalau penulis sedang melakukan

penelitian terkait konflik antara PKL bermobil dengan pedagang di

kawasan pasar Klewer sehingga banyak PKL bermobil yang kemudian

tidak mau diwawancarai. Hal ini membuktikan bahwa, kesediaan untuk

berbagi informasi dan keterbukaan komunikasi juga dilakukan oleh

PKL bermobil.

Dari pemaparan mengenai aspek-aspek penerapan resolusi konflik

berbasis community governance di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat

beberapa aspek yang belum sepenuhnya diterapkan oleh HPPK, HPTPPK

maupun PKL bermobil. Aspek-aspek tersebut adalah aspek tentang

kemauan belajar dari organisasi dan aspek mengenai bekerja dalam

network (social capital). Sedangkan aspek mengenai proses informal

sosial, aspek tentang interaksi human capital & sumber daya organisasi

serta aspek mengenai distribusi intelegensia dalam mengatasi masalah

free-rider sudah dapat diterapkan dan dilakukan, baik oleh komunitas PKL

Page 151: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

bermobil, HPPK maupun HPTPPK. Meski demikian, resolusi konflik

berbasis community governance belum dapat diterapkan dalam

penyelesaian konflik di kawasan pasar Klewer. Hal ini bukan dikarenakan

unsur-unsur community governance yang gagal diterapkan tetapi karena

masing-masing pihak yang berkonflik memang tidak mau menyelesaikan

konflik ini dengan cara negosiasi dan bekerjasama untuk mendapatkan

kesepakatan bersama. HPPK dan HPTPPK mempunyai prinsip bahwa

PKL bermobil sudah melanggar banyak peraturan dan mereka harus

disterilkan dan ditertibkan. HPPK dan HPTPPK tidak mau bekerjasama

dan bernegosiasi dengan orang yang telah melanggar peraturan.

Sedangkan dari komunitas PKL bermobil sendiri, mereka tidak mau

menyelesaikan konflik ini secara bersama-sama karena mereka merasa

tidak merugikan pedagang pasar dan mereka menganggap bahwa konflik

yang terjadi di kawasan pasar Klewer bukanlah tanggungjawab mereka.

Hal inilah yang menyebabkan win-win solutions tidak dapat tercipta.

Berdasarkan hasil analisis di atas maka penerapan resolusi konflik

berbasis community governance yang dapat menghasilkan solusi konflik

yang bersifat win-win solutions tidak dapat digunakan dalam penyelesaian

konflik di kawasan pasar Klewer. Sedangkan resolusi konflik yang benar-

benar ada dan sedang terjadi di kawasan pasar Klewer adalah resolusi

konflik dengan menggunakan metode win-lose approach. Berdasarkan

metode ini, PKL bermobil adalah pihak yang dilemahkan sedangkan

HPPK dan HPTPPK merupakan pihak yang menang. Hal ini karena HPPK

Page 152: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

dan HPTPPK mempunyai sumber daya dan didukung oleh pihak-pihak

yang memiliki kekuasaan, seperti Papatsuta, Pemerintah Kota Surakarta

dan juga DPRD Kota Surakarta. HPPK dan HPTPPK juga mendapatkan

perlindungan langsung dari Pemkot Surakarta karena pedagang pasar

Klewer maupun pedagang pasar Cinderamata merupakan tanggung jawab

dari Pemkot Surakarta sehingga mereka harus dilindungi. Selain itu,

kawasan pasar Klewer merupakan kawasan yang memang diperuntukkan

bagi pedagang pasar Klewer maupun pasar Cinderamata. Sedangkan PKL

bermobil yang notabene merupakan distributor yang berasal dari luar kota

Surakarta tidak memiliki power atau kekuasaan sehingga dia dipaksa

untuk menyerah dan dianggap sebagai pihak yang kalah. PKL bermobil

merupakan pihak yang sengaja dilemahkan karena PKL bermobil dianggap

sebagai tamu. Karena hal itulah, PKL bermobil harus mematuhi peraturan-

peraturan yang ada dan berlaku di kota Surakarta khususnya di kawasan

pasar Klewer apabila mereka tetap mau berdagang di kawasan pasar

Klewer.

Dengan menggunakan metode win-lose approach ini, strategi

yang digunakan adalah dengan memaksa pihak lain dalam hal ini adalah

PKL bermobil untuk menyerah. Strategi yang digunakan diantaranya

adalah penertiban yang dilakukan oleh Pemkot Surakarta, pemasangan

spanduk dan pemberian surat edaran yang berisi himbauan dan larangan

bagi PKL bermobil untuk berjualan. Selain itu, adanya power yang

dimiliki HPPK dan HPTPPK membuat mereka berani untuk melakukan

Page 153: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

sweeping dan embargo kepada PKL bermobil. Tindakan yang dilakukan

oleh HPPK dan HPTPPK ini tidak mungkin akan disalahkan oleh Pemkot

Surakarta karena Pemkot Surakarta lebih berpihak kepada HPPK dan juga

HPTPPK. PKL bermobil yang memang tidak memiliki power dan tidak

ada pihak yang dapat membela dan melindungi mereka, hanya dapat

menerima segala konsekuensi yang ada dan tidak dapat melakukan banyak

hal. Itulah sebabnya, PKL bermobil lebih memilih untuk “kucing-

kucingan” dalam melakukan transaksi jual-beli di kawasan pasar Klewer.

Selain karena terdapat dua unsur dari community governance

yang belum mampu diterapkan secara maksimal oleh HPPK, HPTPPK

maupun PKL bermobil, terdapat beberapa faktor yang juga menjadi

penghambat penerapan resolusi konflik berbasis community governance

dalam penyelesaian konflik di kawasan pasar Klewer. Faktor-faktor

penghambat ini akan dibahas pada sub bab selanjutnya.

3. Faktor-faktor Penghambat dalam Penerapan Resolusi Konflik-

Community Governance

Dari uraian di atas, dapat diketahui bahwa resolusi konflik berbasis

community governance belum dapat dilaksanakan dalam penyelesaian

konflik antara PKL bermobil dengan pedagang di kawasan pasar Klewer.

Banyak faktor yang mempengaruhi gagalnya suatu komunitas/organisasi

dalam menyelesaikan isu-isu sosial maupun ekonomi seperti halnya pasar

dan pemerintah. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Bowles & Gintis

Page 154: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

(2002, 427-428), yang menyebutkan bahwa kegagalan komunitas ini dapat

dikarenakan oleh beberapa faktor, yaitu: (1) adanya keterbatasan-

keterbatasan yang dimiliki oleh komunitas; (2) kurangnya kerjasama

berbagi dalam informasi, peralatan dan keahlian-keahlian yang dimiliki

melalui networks; dan (3) kegagalan komunitas akibat kecenderungan

anggota organisasi yang lebih suka mengelompok.

Berdasarkan hasil penelitian di lapangan, faktor-faktor yang

mempengaruhi kegagalan resolusi konflik berbasis community governance

dalam peyelesaian konflik di kawasan pasar Klewer adalah sebagai

berikut: pertama, keengganan dari pihak-pihak yang berkonflik sendiri

untuk menyelesaiakan masalah ini dengan cara negosiasi dan saling

bekerjasama untuk menghasilkan kesepakatan yang dapat diterima kedua

belah pihak. Seperti yang diutarakan di atas tadi bahwa menurut HPPK

maupun HPTPPK, PKL bermobil harus ditertibkan, harus disterilkan dan

tidak ada kesepakatan bagi yang melakukan pelanggaran. Ini sesuai

dengan pendapat dari Bapak Ahmad Fathoni, yaitu:

“tidak ada kesepakatan untuk hal yang melanggar aturan. Mereka

kan melanggar aturan, aturan yang dilanggar itu Perda No 1 Tahun

2010 tentang pengelolaan dan perlindungan pasar tradisional. Yang

kedua, Perda No 7 Tahun 2004 tentang penyelenggaraan tempat

khusus parkir, kemudian Undang-undang No 22 Tahun 2009

tentang lalu lintas dan angkutan jalan. Sekarang tinggal bagaimana

Pemkot Surakarta, DPP, UPTD Parkir dan Satpol PP menertibkan

mereka.” (wawancara 1 Agustus 2012)

Sedangkan dari pihak PKL bermobil sendiri terkesan tidak

memperdulikan pedagang pasar Klewer maupun pedagang pasar

Page 155: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Cinderamata yang merasa dirugikan atas keberadaan PKL bermobil

sendiri. Mereka terkesan acuh dan membiarkan konflik ini terjadi terus-

menerus. Mereka beranggapan bahwa mereka tidak mengganggu pedagang

pasar dan mereka tidak bertanggungjawab terhadap konflik yang sedang

terjadi di kawasan pasar Klewer ini. Hal ini seperti yang diungapkan oleh

perwakilan Batik Najwa yang merupakan PKL bermobil:

“ndak, ndak, ndak pernah ambil pusing ngono ora. Kan pancen

pengen dodol tok ning kene, kan banyak mbak, kan gampang mbak

nemui wong/pedagang dari luar seperti dari Bali, dari Surabaya.

Kalo di dalem kan gak mungkin ketemu orang-orang dari luar kota

kan ndak, kayak jemput bola gitu lho mbak, malah pada ngoyak ke

sini. Kan kita gak usah ngirim ke luar nanti kan lama-kelamaan

tahu nomer hp saya kan nanti langsung dikirim. Kalo sudah transfer

baru dikirim barangnya, kalo di sana kan orang solonya aja. Kalo di

luar kan banyak yang beli, yang belanja dari luar kan banyak mbak.

Yang protes sih tetep ada, yang protes terutama dari dalem. Ya kita

secara kepala dingin aja, ndak usah marah-marah, saya juga

memaklumi dari sana, kita harus mengambil sikap yang bijak.

Dilihat, kalo sini gak jualan kan orang-orang pasti larinya ke sana

tapi kan setelah ada yang jualan di sini kan orangnya ndak

langsung ke sana, ke sini dulu. Masalahnya sih mungkin harga,

padahal harganya sama, gak dibedain, misal di sini 1juta di sana

juga 1 juta. Cuma sana punya pikiran sendiri mungkin barangkali,

harganya di sini lebih murah padahal ndak, 1.100.000 ya tetep

1.100.000, kita ndak beda-bedain konsumen. Masalahe kasihan

sono ik yo.” (wawancara 17 September 2012)

Yang kedua adalah HPPK dan HPTPPK beranggapan bahwa yang

dapat menyelesaikan konflik adalah Pemkot Surakarta. Mereka

beranggapan bahwa Pemkot Surakarta yang dapat menyelesaikan

persoalan ini secara efektif dan efisien karena Pemkot Surakarta dirasa

memiliki power, kekuasaan dan sumber daya untuk dapat menyelesaikan

konflik tersebut. Menurut mereka, Pemkot Surakarta harus berani

melakukan penertiban dan berani memberikan sanksi sesuai dengan Perda

Page 156: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

yang ada. Mereka terkesan lebih mengandalkan penyelesaian konflik oleh

Pemkot Surakarta. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Bapak Kusbani:

“yang dapat menyelesaikan konflik ini walikota, harus, harus

berani. Makanya kan saya minta keberanian walikota seperti apa.

Selain itu, saya juga minta ketegasan Pemerintah dalam penegakan

aturan, perda-perda yang harus ditegakkan. Sudah ada perda, sudah

ada kesepakatan, itu tinggal...umpamanya taman parkir, ketegasan

UPTD Parkirnya apa???UPTD Parkir bagaimana menertibkan

mereka, kalo memang mobil itu untuk dagang ya harus di luar

taman parkir.” (wawancara 2 Agustus 2012)

Hal yang hampir sama juga dilontarkan oleh Bapak Ahmad Fathoni

selaku Sekertaris HPTPPK yang mengatakan bahwa:

“ya seharusnya penyelesaian yang efektif untuk menyelesaikan

PKL bermobil dengan pedagang pasar itu pemerintah melalui DPP.

Nah, kenapa seperti itu? Karena menurut Perda No. 1 Tahun 2010

tentang pengelolaan dan perlindungan pasar tradisional. Di dalam

Perda tsb kan disebutkan bahwa yang namanya transaksi jual-beli

kan harus di toko, yang namanya pedagang itu harus punya toko.

Jadi, maka diluar itu, mereka disebut pedagang ilegal, pedagang

ilegal itu ada dendanya, ada aturannya, mereka kan tidak boleh.”

(wawancara 1 Agustus 2012)

Selain kedua faktor tersebut, terdapat faktor yang ketiga. Di dalam

faktor ketiga ini terdapat hal-hal kecil yang mengakibatkan organisasi

tidak dapat melakukan kegiatannya secara maksimal. Hal inilah yang

dialami oleh HPTPPK dan HPPK. Berdasarkan hasil penelitian kemarin,

diketahui bahwa HPTPPK mengalami kekosongan ketua karena ketua dari

HPTPPK sendiri sedang vakum dan memilih menjadi pengurus dari

KPPK. Hal ini menyebabkan roda organisasi berjalan timpang karena

ketua organisasi yang merupakan penanggung jawab dari organisasi

tersebut tidak aktif di dalam organisasi. Hal ini menyebabkan organisasi

Page 157: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

tidak bisa mengambil keputusan secara cepat sehingga posisi ketua

HPTPPK juga dirangkap oleh sekertaris HPTPPK. pendapat ini sesuai

dengan yang diungkapkan oleh Bapak Ahmad Fathoni:

“ketua HPTPPK itu sekarang menjadi pengurus KPPK, ketua kami

sibuk disana, kayak vakum gitu lho, akhir-akhir ini. Banyak

kebijakan-kebijakan yang langsung saya ambil alih.” (wawancara 1

Agustus 2012)

Selain itu, berdasarkan hasil penelitian di lapangan, diketahui

bahwa periode kepengurusan HPTPPK sendiri sebenarnya sudah habis dan

belum ada pergantian kepengurusan. Hal ini juga merupakan buntut dari

adanya kekosongan ketua organisasi. Ini sesuai dengan pendapat dari

bapak Ahmad Fathoni:

“Cuma ini memang agak lama, jadi karena kesibukan ketua,

sebenarnya ini sudah habis masa kepengurusan yang lama maksud

saya memang harus sudah diganti. Tapi karena kesibukan beliau,

saya sudah ngomong bolak balik, “pak ini sudah saatnya pergantian

pengurus karena masa kerja kita menurut AD/ART sudah habis.”

Tapi beliau mengatakan, “nanti wae pak fathoni, ini saya sedang

sibuk di pasar Klewer.” Akhirnya roda organisasi itu berjalan

timpang, banyak kebijakan2 yang langsung saya ambil alih. Masa

kerja kami kan sebenarnya sudah habis, seharusnya kalo masa kerja

sudah habis kan melakukan laporan pertanggungjawaban kepada

anggota, kepada pedagang kemudian terjadilah sebuah pergantian

pengurus, kan gitu? Lah, ini belum ditempuh. Pergantian pengurus

terjadi 3 tahun sekali, disebutkan dalam AD/ART. Ketika terjadi

pemilihan pengurus, yang memilih adalah anggota dalam hal ini

adalah pedagang.”( wawancara 1 Agustus 2012)

HPPK atau Himpunan Pedagang Pasar Klewer juga mempunyai

masalah yang tidak kalah rumit. HPPK harus menghadapi KPPK atau

Komunitas Pedagang Pasar Klewer yang merupakan komunitas tandingan

yang sengaja dibuat oleh beberapa orang yang kecewa dengan HPPK.

Page 158: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

KPPK ini merupakan suatu bentuk kekecewaan yang dialami oleh

beberapa pengurus dan anggota HPPK dalam masa kepengurusan

sebelumnya. Mereka merasa dicurangi ketika pembentukan kepengurusan

HPPK yang baru sehingga orang-orang ini membuat komunitas baru yang

disebut dengan KPPK. Selain itu, HPPK juga harus berkonflik dengan

KPPK dalam masalah revitalisasi pasar Klewer. KPPK mempunyai

keinginan agar pasar Klewer segera direvitalisasi karena bangunan pasar

Klewer yang sekarang sudah tidak layak dan membahayakan bagi penjual

dan pembeli pasar Klewer. Sedangkan HPPK ingin tetap mempertahankan

bangunan pasar Klewer karena pasar Klewer merupakan cagar budaya

yang memang harus dilindungi. Hal-hal semacam ini juga membuat

pengurus HPPK tidak dapat cepat dan tidak maksimal dalam mengambil

keputusan tekait dengan PKL bermobil.

Dari pemaparan di atas dapat diketahui bahwa faktor-faktor yang

menjadi penyebab gagalnya pendekatan community governance tidak

semuanya mengacu pada pendapat Bowles & Gintis. Hanya ada dua faktor

yang sesuai dengan pendapat dari Bowles & Gintis, yaitu adanya

keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki oleh komunitas dan kegagalan

komunitas akibat kecenderungan anggota organisasi yang lebih suka

mengelompok. Keterbatasan yang dimiliki oleh komunitas di sini adalah

keterbatasan komunitas dalam hal power dan kekuasaan. Komunitas PKL

bermobil, HPPK dan HPTPPK tidak memiliki power dan sumber

kekuasaan yang cukup untuk menyelesaikan konflik ini. Meskipun HPPK

Page 159: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

dan HPTPPK didukung oleh Papatsuta, Pemkot Surakarta dan DPRD Kota

Surakarta akan tetapi HPPK dan HPTPPK tidak bisa berbuat banyak untuk

menghadapi PKL bermobil. Apabila HPPK dan HPTPPK langsung

berhadapan dengan PKL bermobil maka akan menimbulkan konflik

horisontal yang akan merugikan banyak pihak. HPPK dan HPTPPK hanya

bisa mendesak Pemkot Surakarta untuk segera menyelesaikan konflik ini.

Sedangkan komunitas PKL bermobil tidak memiliki power dan tidak ada

pihak-pihak yang memiliki sumber kekuasaan yang melindungi mereka.

Mereka hanya bisa pasrah apabila ditertibkan dan digusur oleh Pemkot

Surakarta. Keterbatasan yang dimiliki oleh komunitas ini yang

menyebabkan HPPK dan HPTPPK menyerahkan semua penyelesaian

masalah ini kepada Pemerintah Kota Surakarta. Mereka menganggap

bahwa Pemkot Surakarta memiliki power, kekuasaan dan sumber daya

untuk memberikan jalan keluar terbaik.

Faktor kedua yang sesuai dengan pendapat dari Bowles dan Gintis

adalah kegagalan komunitas akibat kecenderungan anggota organisasi

yang lebih suka mengelompok. Hal ini dialami oleh HPPK yang anggota

organisasinya harus terpecah dengan adanya organisasi tandingan yaitu

KPPK atau Komunitas Pedagang Pasar Klewer. Dengan adanya organisasi

tandingan ini menyebabkan konsentrasi dan komitmen anggota organisasi

juga ikut terpecah. Jika hal ini dibiarkan maka organisasi baik itu HPPK

dan KPPK tidak akan bertahan lama karena anggota organisasi akan

dibingungkan oleh dualisme organisasi di dalam suatu wilayah yang sama

Page 160: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

sehingga anggota organisasi tidak memiliki komitmen yang kuat terhadap

organisasinya. Komunitas PKL bermobil juga sudah mengalami hal yang

sama. Tidak adanya komunitas resmi yang menaungi PKL bermobil

diakibatkan karena komunitas-komunitas yang dahulu menaungi

komunitas PKL bermobil yang berasal dari berbagai daerah pecah satu per

satu. Hal ini diakibatkan karena banyaknya komunitas di dalam PKL

bermobil, PKL bermobil yang berasal dari Pekalongan mendirikan

komunitas sendiri yaitu P4CS atau Paguyuban Pedagang Pekalongan Pasar

Cinderamata Surakarta, begitu pula komunitas PKL bermobil dari

Pemalang, Jepara dan Kusus, mereka juga memiliki komunitas sendiri-

sendiri. Akan tetapi, komunitas-komunitas tersebut akhirnya pecah

sehingga sampai sekarang tidak ada komunitas resmi yang menaungi

komunitas PKL bermobil. Pecahnya komunitas-komunitas di dalam PKL

bermobil dikarenakan komunitas-komunitas tersebut tidak dapat bertahan

akibat anggota komunitas yang sering berganti dan berubah yang

disebabkan karena penertiban yang dilakukan oleh Pemkot Surakarta.

Penertiban yang dilakukan oleh Pemkot Surakarta menyebabkan banyak

dari anggota komunitas PKL yang menjadi jera dan tidak ikut-ikutan

berjaulan.

Meskipun hanya ada dua faktor yang sesuai dengan teori dari

Bowles & Gintis yang memang benar-benar terjadi dan benar-benar

dialami oleh HPPK, HPTPPK dan komunitas PKL bermobil tetapi terdapat

faktor utama yang menyebabkan gagalnya pendekatan community

Page 161: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

governance dalam penyelesaian konflik di kawasan pasar Klewer. Faktor

utama tersebut adalah prinsip yang dipegang teguh oleh masing-masing

pihak yang berkonflik untuk tidak mau bekerjasama. Mereka tidak mau

bekerjasama dalam mencari jalan keluar terbaik atau suatu pemecahan

masalah yang dapat diterima oleh kedua belah pihak melalui jalan

negosiasi dan saling berkomunikasi. Faktor-faktor inilah yang

menyebabkan resolusi konflik berbasis community governance tidak dapat

diterapkan dan digunakan untuk dapat menyelesaikan konflik antara PKL

bermobil dengan pedagang di kawasan Pasar Klewer.

Page 162: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Konflik di kawasan Pasar Klewer sudah terjadi sejak tahun 2003.

Konflik ini terjadi antara PKL bermobil dengan pedagang pasar Klewer dan

pedagang pasar Cinderamata karena adanya perebutan sumber daya yang

terbatas yaitu konsumen/pembeli di kawasan pasar Klewer. Konflik ini terjadi

akibat PKL bermobil yang merupakan distributor barang juga ikut melayani

pembeli secara langsung di area parkir baik di lahar parkir pasar Cinderamata

maupun di Alun-alun Utara Kota Surakarta. Selain itu, keberadaan PKL

bermobil ini juga telah melakukan banyak pelanggaran, seperti pelanggaran

terhadap Undang-undang No. 22 Tahun 2009, pelanggaran terhadap Perda

No. 7 Tahun 2004, pelanggaran terhadap Perda Kota Surakarta No. 3 Tahun

2008 dan pelanggaran terhadap Perda No. 1 Tahun 2010.

Terkait dengan penerapan resolusi konflik berbasis community

governance dalam penyelesaian konflik di kawasan pasar Klewer, pendekatan

ini tidak dapat dilaksanakan. Hal ini diakibatkan karena ada beberapa faktor

yang menyebabkan HPPK, HPTPPK dan komunitas PKL bermobil gagal

dalam mengatasi konflik yang terjadi di kawasan Pasar Klewer. Resolusi

konflik yang saat ini digunakan dalam penyelesaian konflik di kawasan Pasar

Klewer adalah resolusi konflik dengan menggunakan metode win-lose

Page 163: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

approach. Dengan digunakannya metode ini maka sudah pasti ada pihak yang

menang dan pihak yang kalah. Pihak yang menang adalah pedagang pasar di

kawasan pasar Klewer yang diwakili oleh HPPK dan HPTPPK, kedua

komunitas ini memiliki sumber daya dan didukung oleh pihak-pihak yang

memiliki kekuasaan seperti Papatsuta, Pemkot Surakarta dan DPRD Kota

Surakarta. Sedangkan pihak yang dilemahkan adalah komunitas PKL

bermobil karena komunitas ini tidak didukung dan dilindungi oleh pihak-

pihak yang memiliki kekuasaan sehingga PKL bermobil harus mematuhi

berbagai peraturan yang berlaku di kota Surakarta, khususnya di kawasan

pasar Klewer.

Gagalnya komunitas HPPK, HPTPPK dan komunitas PKL bermobil

dalam mengatasi isu-isu sosial, yang salah satunya adalah konflik di kawasan

Pasar Klewer diakibatkan karena ada tiga faktor yang mempengaruhi. Dari

ketiga faktor tersebut, hanya ada dua faktor yang sesuai dengan teori dari

Bowles & Gintis. Faktor-faktor tersebut adalah faktor yang berkaitan dengan

keterbatasan yang dimiliki oleh komunitas dan faktor terkait kecenderungan

anggota organisasi yang lebih suka mengelompok. Berikut merupakan faktor-

faktor yang mempengaruhi gagalnya pendekatan community governance

dalam menyelesaikan konflik di kawasan Pasar Klewer, yaitu:

1. Adanya prinsip yang dipegang teguh oleh masing-masing pihak yang

berkonflik untuk tidak mau bekerjasama. Mereka tidak mau bekerjasama

dalam mencari jalan keluar terbaik dan pemecahan masalah yang dapat

Page 164: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

diterima kedua belah pihak melalui jalan negosiasi dan saling

berkomunikasi.

2. Adanya keterbatasan yang dimiliki oleh komunitas yaitu keterbatasan

komunitas dalam hal power, kekuasaan dan sumber daya. Keterbatasan ini

menyebabkan HPPK, HPTPPK dan komunitas PKL bermobil tidak dapat

berbuat banyak untuk menyelesaikan konflik ini secara efektif dan efisien.

Oleh karena itu, HPPK dan HPTPPK lebih menggantungkan dan

menyerahkan penyelesaian konflik pada Pemerintah Kota Surakarta.

Sedangkan PKL bermobil yang tidak mempunyai power dan tidak

dilindungi oleh pihak-pihak yang mempunyai kekuasaan hanya bisa pasrah

apabila ditertibkan dan digusur oleh Pemkot Surakarta.

3. Adanya kecenderungan anggota organisasi yang lebih suka mengelompok.

Hal ini dialami oleh HPPK yang anggota organisasinya harus terpecah

dengan adanya organisasi tandingan yaitu Komunitas Pedagang Pasar

Klewer (KPPK). Sedangkan komunitas resmi yang menaungi PKL

bermobil pecah satu per satu akibat banyaknya komunitas yang didirikan

oleh PKL bermobil. Banyaknya komunitas yang didirikan oleh PKL

bermobil menyebabkan mereka berdiri sendiri dan bukan menjadi satu

kesatuan utuh sehingga keputusan yang diambil oleh komunitas PKL yang

satu berbeda dengan keputusan yang diambil oleh komunitas PKL yang

lain. Hal ini dapat menyebabkan inefisiensi dalam pengambilan keputusan

serta dapat menimbulkan konflik diantara komunitas PKL bermobil.

Page 165: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

B. SARAN

Saran yang penulis berikan terkait konflik yang terjadi antara PKL

bermobil dengan pedagang pasar Klewer dan pedagang pasar Cinderamata

adalah:

1. Konflik yang terjadi di kawasan pasar Klewer ini sebenarnya dapat

diselesaikan menggunakan pendekatan community governance apabila

pihak-pihak yang berkonflik menyadari bahwa mereka mempunyai potensi

untuk menyelesaikan konflik dengan pendekatan ini. Pihak-pihak yang

berkonflik harus mau untuk saling berkomunkasi dan melakukan network

untuk bersama-sama mencari solusi terbaik. Pihak-pihak yang berkonflik

juga harus mau menurunkan ego masing-masing untuk mendapatkan solusi

yang dapat diterima oleh semua pihak atau terciptanya win-win solutions.

HPPK dan HPTPPK harus berusaha untuk memahami kondisi dan

kedudukan dari PKL bermobil yang memang mereka berada di kawasan

pasar Klewer untuk mencari nafkah sedangkan PKL bermobil harus

menyadari kedudukannya di kawasan pasar Klewer yaitu sebagai

distributor bukan pedagang resmi. HPPK, HPTPPK dan komunitas PKL

bermobil juga harus belajar dari berbagai pengalaman, baik dari

pengalaman yang mereka alami sendiri maupun dari pengalaman

komunitas lain. Dengan adanya proses belajar dari organisasi ini,

komunitas-komunitas yang sedang berkonflik ini dapat melakukan

evaluasi terhadap berbagai pengalaman tersebut untuk mengambil

pelajaran sehingga komunitas-komunitas mereka tidak terjebak dalam

Page 166: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

situasi dan kondisi yang sama serta dapat melakukan antisipasi untuk

menghadapi kondisi yang kompleks dan uncertain.

2. Konflik yang terjadi sejak tahun 2003 ini membutuhkan penanganan yang

serius agar konflik ini tidak menjadi konflik yang destruktif. Jika pihak-

pihak yang berkonflik tidak mau menyelesaikan masalah ini dengan

pendekatan community governance maka konflik ini sebenarnya dapat

diselesaikan menggunakan resolusi konflik berbasis kolaboratif

(collaborative governance). Pendekatan kolaboratif di sini dapat dilakukan

karena konflik yang terjadi di kawasan pasar Klewer ini sangat kompleks

dan konflik yang terjadi antar kelompok kepentingan ini bersifat laten dan

sulit diredam. Untuk itulah diperlukan kolaborasi antara pihak-pihak yang

berkonflik, baik itu PKL bermobil, HPPK maupun HPTPPK dengan

Pemerintah Kota Surakarta untuk berpartisipasi dalam melakukan

penertiban, pembinaan maupun pemberdayaan terhadap PKL bermobil.

Collaborative governance ini dilakukan oleh pihak-pihak yang berkonflik

dengan Pemkot Surakarta secara bersama-sama untuk mencari

penyelesaian konflik yang dapat diterima kedua belah pihak yang sedang

berkonflik.

Page 167: RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user