Top Banner

of 28

RESITASI.doc

Mar 05, 2016

Download

Documents

Fila DataSquare
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

BAB II

PAGE 37

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIRA.Kajian Pustaka

1.Pengertian Belajar dan Pemahaman dalam Pembelajaran

a.Pengertian Belajar

Sebagaimana yang diuraikan dalam buku Sardiman (2006: 20), terdapat beberapa definisi tentang belajar, yaitu:

1) Cronbach memberikan definisi: Learning is shown by a change in behavior as a result of experience. 2) Harold Spears memberikan batasan: Learning is to observe, to read, to imitate, to try something themselves, to listen, to follow direction.

3) Geoch, mengatakan: Learning is a change in performance as a result of practice. Ketiga definisi dari beberapa ahli di atas, dapat diterjemahkan sebagai berikut:

1)Belajar dapat ditunjukkan dari adanya suatu perubahan dalam perilaku atau penampilan sebagai suatu hasil dari suatu penelitian atau latihan.2)Belajar merupakan kegiatan untuk mengamati, membaca, meniru, mencoba sesuatu pada dirinya sendiri, untuk mendengarkan, dan untuk mengikuti petunjuk yang ada.3)Belajar merupakan suatu perubahan kinerja atau tindakan sebagai hasil dari suatu latihan.

Dari berbagai definisi tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar atau pembelajaran (learning) itu senantiasa merupakan perubahan tingkah laku atau penampilan, dengan serangkaian kegiatan misalnya dengan membaca, mengamati, mendengarkan, meniru dan lain sebagainya. Perubahan tidak hanya berkaitan dengan penambahan ilmu pengetahuan, tetapi juga berbentuk kecakapan, keterampilan, sikap, pengertian, harga diri, minat, watak, penyesuaian diri. Dari beberapa pengertian tersebut, juga dapat dinyatakan bahwa kegiatan belajar memiliki beberapa maksud, antara lain:

1)Mengetahui suatu kepandaian, kecakapan, atau konsep yang sebelumnya tidak pernah diketahui. 2)Dapat mengerjakan sesuatu yang sebelumnya tidak dapat dibuat, baik tingkah laku maupun keterampilan. 3)Mampu mengkombinasikan dua pengetahuan (atau lebih) ke dalam suatu pengertian baru baik keterampilan, pengetahuan, konsep, maupun sikap dan tingkah laku. 4)Dapat memahami dan menerapkan pengetahuan yang telah diperoleh. Menurut Supriyadi (2005: 12), kegiatan belajar merupakan kegiatan aktif siswa untuk membangun makna atau pemahaman terhadap suatu objek atau suatu peristiwa. Sedangkan kegiatan mengajar, menurut Supriyadi (2005: 13) merupakan kegiatan dalam upaya menciptakan suasana yang mendorong inisiatif, motivasi, dan tanggung jawab pada siswa untuk selalu menerapkan seluruh potensi diri dalam membangun gagasan melalui kegiatan belajar sepanjang hayat.Pendapat tentang pembelajaran yang lain disampaikan oleh Suyitno (2004: 2), yang menyatakan bahwa pembelajaran adalah upaya menciptakan iklim dan pelayanan terhadap kemampuan, potensi, minat, bakat, dan kebutuhan siswa yang beragam agar terjadi interaksi optimal antara guru dengan siswa serta antara siswa dengan siswa. Dari beberapa pendapat tentang belajar dan pembelajaran tersebut di atas, dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu bentuk kegiatan aktif untuk membangun atau meningkatkan pemahaman atau pengetahuan terhadap suatu teori atau hal-hal yang bersifat keilmuan. Sedangkan pembelajaran dapat disimpulkan sebagai kegiatan penyampaian materi kepada siswa yang belajar melalui penciptaan suasana yang mendorong inisiatif, motivasi, dan tanggung jawab pada siswa untuk menerapkan seluruh potensi diri dalam membangun gagasan melalui kegiatan belajar. Adapun bentuknya adalah sebagai bentuk interaksi optimal antara guru dengan siswa serta antara siswa dengan siswa.b.Hakikat Pemahaman dalam Pembelajaran

1)Pengertian Pemahaman

Menurut Hermawan (2005: 27), pemahaman mengandung makna penguasaan pengetahuan yang diseleraskan dengan sikap keterampilan. Menurut Teori Gestal, seperti yang disampaikan oleh Hermawan (2005: 29), keterampilan menghubungkan bagian-bagian pengetahuan untuk diperoleh suatu kesimpulan yang merupakan salah satu wujud pemahaman.Ali (2002: 4) juga mendefinisikan pemahaman sebagai kemampuan memahami arti suatu bahan pelajaran seperti menafsirkan, menjelaskan, meringkas, atau menerangkan suatu pengertian. Sedangkan Zainal, dkk. (2004: 18) mendeskripsikan pemahaman sebagai kemudahan memahami dalam menemukan suatu pemecahan masalah. Pemahaman merupakan kemampuan untuk memahami arti secara harfiah dari materi, kemampuan merangkap arti dan maksud dari materi, dan menyatakan kembali informasi dengan kata-katanya sendiri.Pemahaman siswa terhadap materi materi pembelajaran dapat dianggap sebagai keberhasilan perbaikan pembelajaran ditetapkan guru di kelas. Menurut Depdiknas (2004: 218), kriteria keberhasilan belajar mengajar di kelas apabila 85% siswa dalam satu kelas mencapai ketuntasan belajar dengan nilai minimal 65. Sedangkan untuk kriteria ketuntasan belajar siswa, menurut Depdiknas (2004: 218) adalah siswa dianggap tuntas dalam kegiatan belajar jika daya serap siswa mencapai 75%. Siswa secara kelas dinyatakan tuntas dalam kegiatan belajar jika ketuntasan kelas mencapai 75%.2) Perlunya Pemahaman dalam Pembelajaran

Kohler (dalam Surya, 1999: 36) menyatakan bahwa memahami memegang peranan penting dalam perilaku. Sehubungan dengan hal itu, dalam proses pembelajaran, hendaknya guru membantu siswa agar para siswa memiliki kemampuan insight, yaitu kemampuan mengenal keterkaitan unsur-unsur dalam suatu objek atau peristiwa.c.Cara Meningkatkan Pemahaman dalam Pembelajaran

Untuk meningkatkan pemahaman siswa, usaha guru dalam pembelajaran adalah:

1) Pembelajaran tatap muka akan lebih baik dengan menggunakan alat peraga (Winataputra, dkk., 2004: 8).2) Menggunakan mediaDengan menggunakan media, anak akan lebih jelas secara nyata. Banyak temuan penelitian yang mengungkapkan keandalan media pembelajaran. Seperti yang dilakukan oleh British Audio Visual Association, bahwa rata-rata jumlah informasi yang diperoleh seseorang menunjukkan 75% melalui indera penglihatan (Winataputra, dkk., 2004: 12).2.Pembelajaran Sejaraha. Pengertian IPS SejarahIPS adalah salah satu mata pelajaran di SMP/MTs yang terdiri dari dua bahan kajian pokok yaitu pengetahuan sosial dan sejarah. Pengetahuan sosial mencakup antropologi, sosiologi, geografi, ekonomi, dan tata negara. Bahan kajian sejarah meliputi perkembangan dan proses perubahan masyarakat Indonesia dan dunia sejak masa lalu hingga masa kini. IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial) adalah bidang studi yang terdiri dari bagian-bagian ilmu sosial yang dipadukan untuk keperluan pendidikan di sekolah (Wiryohandoyo dkk. 1998:2). Tim Penyusun Depdiknas (2003:1) memberikan pengertian tentang IPS sebagai berikut: Pengetahuan Sosial merupakan seperangkat fakta, peristiwa, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan perilaku dan tindakan manusia untuk membangun dirinya, masyarakatnya, bangsanya, dan lingkungannya berdasarkan pada pengalaman masa lalu yang dapat dimaknai untuk masa kini, dan diantisipasi untuk masa yang akan datang.Menurut Hugiono dan Poerwantana (1993: 9), sejarah adalah suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari proses perubahan kehidupan manusia dan lingkungannya melalui dimensi waktu dan tempat yang mencakup aspek politik, sosial, ekonomi, budaya, geografi dan lain-lain. Menurut I Gde Widja (1989: 91) sejarah adalah studi keilmuan tentang segala sesuatu yang telah dialami manusia di waktu lampau dan yang telah meninggalkan jejak-jejaknya di waktu sekarang. Penekanan perhatian diletakkan pada aspek peristiwanya sendiri, dalam hal ini terutama yang bersifat khusus dari segi-segi urutan perkembangannya yang kemudian disusun dalam suatu cerita sejarah.

Dari beberapa pendapat tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa IPS-Sejarah adalah suatu mata pelajaran yang menanamkan nilai-nilai mengenai proses perubahan dan perkembangan masyarakat Indonesia dan dunia dari masa lampau hingga kini. b.Fungsi dan Tujuan Pembelajaran SejarahMenurut Depdiknas (2003), pengajaran sejarah di sekolah juga berfungsi untuk menyadarkan siswa akan adanya proses perubahan dan perkembangan masyarakat dalam dimensi waktu dan untuk membangun perspektif serta kesadaran sejarah dalam menemukan, memahami, dan menjelaskan jati diri bangsa di masa lalu, masa kini dan masa depan di tengah-tengah perubahan dunia. Dalam kehidupan masyarakat, sejarah memiliki banyak kegunaan, yaitu kegunaan edukatif, memberi inspirasi, memberi kesadaran waktu, membentuk rasa kebangsaan, rekreatif dan rasa estetis, bentuk identitas nasional. Manfaat dari belajar sejarah terletak pada daya pembentukannya yang terdiri atas pembentukan sosial, kebangsaan, rasa keindahan daya inspirasi. Berdasarkan atas manfaat nilai tersebut, maka mata pelajaran Sejarah bertujuan untuk menopang tercapainya hal tersebut bagi siswa yang mempelajarinya. Intinya adalah semua itu membawa siswa pada sasaran pokok yaitu timbulnya minat kepada sejarah.Pembelajaran sejarah bertujuan agar siswa memperoleh kemampuan untuk berfikir historis dan memahami sejarah. Melalui pengajaran sejarah, diharapkan siswa mampu mengembangkan kompetensi untuk berfikir secara kronologis dan memiliki pengetahuan tentang masa lampau yang dapat digunakan untuk memahami dan menjelaskan proses perkembangan dan perubahan masyarakat serta keragaman sosial budaya dalam rangka menemukan dan menumbuhkan jati diri bangsa di tengah-tengah kehidupan masyarakat dunia. Tujuan pengajaran sejarah bagi siswa, yaitu:

1)Secara unik memuaskan rasa ingin tahu anak tentang orang lain, kehidupan, tokoh-tokoh, perbuatan dan cita-citanya yang dapat menumbuhkan kegairahan dan kekaguman;

2)Mewariskan kebudayaan dari umat manusia, penghargaan terhadap sastra, seni serta cara hidup orang lain;

3)Melatih tertib intelektual yaitu ketelitian dalam memahami dan ekspresi, menimbang bukti, memisahkan yang penting dari yang tidak penting, antara propaganda dan kebenaran;

4)Melalui pelajaran sejarah dapat dibandingkan kehidupan sekarang dan masa yang akan dating;

5)Pelajaran sejarah memberikan latihan dalam pemecahan masalah-masalah atau pertentangan dunia masa kini;

6)Mengajarkan siswa untuk berpikir sejarah, menggunakan masa lampau

untuk mempelajari masa sekarang dan yang akan datang;

7)Mengajarkan siswa untuk berpikir kreatif;

8)Untuk menjelaskan masa sekarang;

9)Untuk menjelaskan sejarah bahwa status apapun dari ini adalah hasil dari apa yang terjadi pada masa lampau, dan apa yang akan terjadi pada hari ini mempengaruhi masa depan;

10)Menikmati sejarah;

11)Membantu siswa akrab dengan unsur-unsur dalam sejarah (Hill dalam Isjoni, 2007:40).

Menurut Widja (1989) agar pelaksanaan pengajaran sejarah dapat berhasil diperlukan sarana dan fasilitas belajar sebagai faktor pendukung yang nantinya sangat menentukan kelancaran pelaksanaan pengajaran tersebut. Adapun faktor yang menentukan antara lain: buku pegangan atau buku kronik sejarah bagi siswa dan guru, alat bantu mengajar, metode pengajaran dan sebagainya.

Keberhasilan pencapaian tujuan pengajaran sejarah dipengaruhi oleh beberapa komponen pembelajaran, yaitu (1) adanya tujuan yang hendak dicapai, (2) keadaan dan kemampuan guru, (3) keadaan dan kemampuan siswa, (4) lingkungan masyarakat dan sekolah. Di samping itu strategi media, metode, dan materi merupakan bagian integral dari komponen pembelajaran sejarah yang saling berkaitan dalam proses belajar mengajar (Depdiknas, 2003: 12).Setiap upaya pengoptimalan tujuan pembelajaran harus selalu memperhatikan keterkaitan komponen-komponen pembelajaran tersebut. Hal itu karena untuk menciptakan iklim kondusif dalam belajar perlu mendayagunakan fungsi dan peran tiap-tiap komponen pembelajaran dengan berorientasi pada pencapaian tujuan yang ingin dicapai oleh kurikulum. Salah satu komponen yang mendukung dalam pencapaian tujuan pembelajaran sejarah adalah tersedianya sumber belajar dan media belajar di sekolah. Kedua hal tersebut sangat penting artinya bagi seorang pengajar sejarah guna menyelesaikan tugas mengajar sejarah, sekaligus berguna untuk menimbulkan keaktifan siswa terhadap mata pelajaran sejarah.

3.Metode Pembelajaran

a.Hakikat Metode PembelajaranMetode berasal dari kata metha dan hodos. Metha berarti melalui atau melewati dan hodos berarti jalan atau cara. Metode adalah cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai tujuan tertentu (Sugito, 1994:30). Disamping itu metode adalah cara yang digunakan guru dalam mewujudkan hubungan dengan peserta didik pada saat berlangsungnya pengajaran. Oleh karena itu peranan metode mengajar sebagai alat untuk menciptakan proses belajar mengajar (Nana Sudjana, 2000: 76).Menurut Soeparman (1993: 7), metode pembelajaran berfungsi sebagai cara dalam menyajikan (menguraikan, memberi contoh, dan memberi latihan) isi pelajaran kepada siswa untuk mencapai tujuan tertentu. Sedangkan Gerlach dan Ely (1980: 23) mengemukakan pendapat bahwa metode dalam kaitannya dengan pembelajaran diidentifikasikan sebagai suatu rancangan sistematik untuk menyajikan informasi dan merupakan cara atau alat yang digunakan guru untuk mengatur aktifitas siswa dalam mencapai tujuan.Metode dapat diartikan pula sebagai suatu cara kerja yang sistematis dan umum yang berfungsi sebagai alat untuk mencapai suatu tujuan (Rohani dan Ahmadi, 1991: 6). Sejalan dengan pendapat tersebut Surachmad (1996: 5) mengemukakan bahwa metode adalah cara yang di dalam fungsinya merupakan alat untuk mencapai suatu tujuan.

Menurut Joyce dan Weil dalam Surachmad (1996: 8), ada banyak cara untuk belajar, sehingga dibutuhkan metode pembelajaran yang berbeda pula. Dengan banyaknya ragam metode pembelajaran yang ada, ternyata masing-masing metoda tersebut memiliki kelebihan dan kelemahan. Oleh karena itu, ketepatan metoda pembelajaran yang dipilih memainkan penerapan penting dan utama dalam meningkatkan prestasi belajar siswa/mahasiswa.Dari pendapat-pendapat tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa metode pembelajaran adalah suatu cara yang disusun secara sistematik yang dapat digunakan atau dipilih oleh guru/dosen untuk menyajikan materi pelajaran dan mengatur efektivitas siswa/mahasiswa dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dari beberapa pendapat tersebut juga dapat dilihat bahwa faktor utama yang menentukan metode adalah tujuan yang akan dicapai.b.Kategori Metode Mengajar dan Faktor-Faktor yang Dapat Dipertimbangkan dalam Penggunaan Metode BelajarBruce Joyce (dalam Nana Sudjana, 2000: 47) mengemukakan bahwa ada empat kategori metode mengajar, yakni metode informasi, metode personal, metode diskusi, dan metode tingkah laku. Dari keempat kategori tersebut, Bruce Joyce (dalam Nana Sudjana, 2000: 47) menguraikan sebagai

berikut:

1)Metode Informasi

Pendekatan ini bertolak dari pandangan, bahwa tingkah laku kelas dan penyebaran pengetahuan dikontrol dan ditentukan oleh guru/pengajar. Hakekat mengajar menurut pandangan ini adalah menyampaikan ilmu pengetahuan kepada peserta didik. Peserta didik di sini dipandang sebagai subyek yang menerima apa yang diberikan guru. Alur informasi mengalir satu arah yaitu dari guru kepada peserta didik.

2)Metode Personal

Bahwa peserta didik dipandang sebagai subyek dan obyek dalam belajar, mempunyai kemampuan dasar untuk berkembang secara optimal sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Proses pembelajaran dipandang sebagai stimulus yang dapat menantang peserta didik untuk melakukan kegiatan belajar. Peranan guru lebih banyak menempatkan diri sebagai pembimbing atau pemimpin belajar dan fasilitator belajar.

3)Metode Diskusi

Pendekatan ini menekankan terbentuknya hubungan antara individu/peserta didik yang satu dengan peserta didik yang lain sehingga dalam konteks yang lebih luas terjadinya hubungan sosial individu dengan masyarakat. Mengembangkan kemampuan dan kesanggupan peserta didik untuk mengadakan hubungan dengan orang lain/peserta didik lain, mengembangkan sikap dan prilaku yang demokratis, serta menumbuhkan produktivitas kegiatan belajar peserta didik.4)Metode Tingkah Laku

Adalah pendekatan dengan melatih peserta didik dan memperkuat respon

peserta didik yang paling tetap terhadap stimulus.Dengan metode diharapkan tumbuh berbagai kegiatan belajar peserta didik sehubungan dengan kegiatan mengajar guru. Dengan kata lain terciptalah interaksi edukatif, yaitu interaksi yang bernilai pendidikan. Interaksi edukatif adalah suatu gambaran, hubungan aktif dua arah antara guru dan anak didik yang berlangsung dalam ikatan tujuan interaksi edukatif untuk mencapai tujuan pendidikan.Semua guru di sekolah telah memiliki pengalaman mengajar, dengan sendirinya telah banyak juga menggunakan sejumlah metode, belajar mengajar seperti metode ceramah, tanya jawab, latihan, belajar kelompok, diskusi, demonstrasi, dan sebagainya. Pemilihan metode dalam pembelajaran erat hubungannya dengan tujuan pengajaran yang telah ditentukan sebelumnya. Metode yang dipilih harus membantu peserta didik untuk mencapai hasil belajar yang efektif dan efisien. Dalam praktiknya guru tidak hanya menggunakan satu metode mengajar saja, karena sebetulnya tidak ada metode mengajar yang paling baik atau paling tepat digunakan sendiri.Ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan guru dalam menggunakan metode mengajar, yaitu: (1) kesesuaian dengan tujuan pengajaran, (2) kesesuaian dengan materi pelajaran, (3) kesesuaian dengan sumber dan fasilitas yang tersedia, (4) kesesuaian dengan situasi kondisi belajar mengajar, (5) kesesuaian dengan kondisi peserta didik, dan (6) kesesuaian dengan waktu yang tersedia (Ali, 2000: 88).Selanjutnya ada beberapa faktor yang harus diperhatikan pula oleh guru dalam menentukan metode mana yang akan diikuti, yaitu: (1) tujuan sekolah, (2) bahan pengajaran, (3) tahapan-tahapan belajar, (4) tingkat perkembangan, (5) keadaan perseorangan, dan (6) dasar tertinggi (Pasaribu dan Simanjuntak, 1986: 64).Metode pengajaran IPS-Sejarah tidak terbatas jumlahnya. Pada prinsipnya penggunaan metode pangajaran berkaitan erat dengan penguasaan guru terhadap metode yang digunakan dan materi yang disampaikan. Di dalam pembelajaran Sejarah, seorang guru harus mampu menerapkan metode pengajaran yang dapat membangkitkan daya tarik dan minat peserta dididk untuk mengikuti pelajaran dengan baik. Sedangkan di antara beberapa metode yang telah diuraikan tersebut di atas, penulis memilih salah satu dari beberapa metode yaitu metode resitasi, dengan pertimbangan agar peserta didik tidak merasa bosan, jenuh tertekan dan bersifat negatif terhadap materi yang sedang dipelajari. Selain itu, dengan adanya penggunaan metode resitasi ini, akan mengarahkan siswa lebih kreatif dan mandiri serta memiliki keberanian dan kemampuan dalam mengatasi berbagai permasalahan yang ada.4. Metode Resitasia.Pengertian Metode Resitasi

Salah satu metode yang digunakan dalam pengajaran IPS Sejarah adalah metode resitasi. Imansjah Alipandie (1984:91) mengemukakan bahwa metode resitasi adalah cara untuk mengajar yang dilakukan dengan jalan memberi tugas khusus kepada siswa untuk mengerjakan sesuatu di luar jam pelajaran. Pelaksanaannya bisa dirumah, diperpustakaan, dilaboratorium, dan hasilnya dipertanggungjawabkan.

Sedangkan Slameto (1990:115) mengemukakan: Metode resitasi adalah cara penyampaian bahan pelajaran dengan memberikan tugas kepada siswa untuk dikerjakan diluar jadwal sekolah dalam rentangan waktu tertentu dan hasilnya harus dipertanggungjawabkan kepada guru.Metode tugas dan resitasi adalah suatu cara penyajian pelajaran dengan cara guru memberi tugas tertentu kepada siswa dalam waktu yang telah ditentukan dan siswa mempertanggungjawabkan tugas yang dibebankan kepadanya (Moh. Uzer Usman, 1993 : 125).

Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain (2002: 21) menyatakan bahwa metode tugas dan resitasi adalah metode penyajian bahan dimana guru memberikan tugas tertentu agar siswa melakukan kegiatan belajar.Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa metode resitasi adalah pemberian tugas kepada siswa di luar jadwal sekolah atau diluar jadwal pelajaran yang pada akhirnya dipertanggungjawabkan kepada guru yang bersangkutan.

Metode resitasi merupakan salah satu pilihan metode mengajar seorang guru, dimana guru memberikan sejumlah item tes kepada siswanya untuk dikerjakan di luar jam pelajaran. Pemberian item tes ini biasanya dilakukan pada setiap kegiatan belajar mengajar di kelas, pada akhir setiap pertemuan atau akhir pertemuan di kelas.

Pemberian tugas ini merupakan salah satu alternatif untuk lebih menyempurnakan penyampaian tujuan pembelajaran khusus. Hal ini disebabkan oleh padatnya materi pelajaran yang harus disampaikan sementara waktu belajar sangat terbatas di dalam kelas. Dengan banyaknya kegiatan pendidikan di sekolah dalam usaha meningkatkan mutu dan frekuensi isi pelajaran, maka sangat menyita waktu siswa utnuk melaksanakan kegiatan belajar mengajar tersebut. Rostiyah (1991:32) menyatakan bahwa untuk mengatasi keadaan seperti diatas, guru perlu memberikan tugas-tugas diluar jam pelajaran. Sumiati Side (1984:46) menyatakan bahwa pemberian tugas-tugas berupa PR mempunyai pengaruh yang positif terhadap peningkatan prestasi belajar IPS Sejarah.

Salah satu strategi belajar IPS Sejarah yang baik adalah memperbesar frekuensi pengulangan materi/dengan memperbanyak latihan soal-soal sehingga menjadi suatu keterampilan yang dapat melatih diri mendayagunakan pikiran. Tampaknya pemberian tugas kepada siswa untuk diselesaikan di rumah, di kelas, maupun diperpustakaan cocok dalam hal ini, karena dengan tugas ini akan merangsang siswa untuk melakukan latihan-latihan atau mengulangi materi pelajaran yang baru didapat disekolah atau sekaligus mencoba ilmu pengetahuan yang telah dimilikinya, serta membiasakan diri siswa mengisi waktu luangnya di luar jam pelajaran. Dengan sendirinya telah berusaha memperdalam pemahaman serta pengertian tentang materi pelajaran.

Teori Stimulus-Respon (S R) mendukung dalam hal ini yaitu: Prinsip utama belajar adalah pengulangan. Bila S diberikan kepada obyek maka terjadilah R. Dengan latihan, asosiasi antara S dan R menjadi otomatis. Lebih sering asossosiasi antara S dan R digunakan makin kuatlah hubungan yang terjadi, makin jarang hubungan S dan R dipergunakan makin lemahlah hubungan itu (Herman Hudoyo, 1990 : 5).

Di dalam suatu kelas, tingkat kemampuan siswa cukup heterogen, sebagian dapat langsung mengeri pelajaran hanya satu kali penjelasan oleh guru, sebagian dapat mengerti bila diulangi dua atau tiga kali materinya dan sebagian lagi baru dapat mengerti setelah diulangi di rumah atau bahkan tidak dapat mengerti sama sekali.

b.Prosedur dan Penerapan Metode ResitasiUmumnya seorang guru mengatur kecepatan mengajarnya sesuai dengan keadaan rata-rata siswa dengan beberapa penyesuaian terhadap yang kurang mampu ataupun yang dianggap pandai. Walaupun demikian kemungkinan sebagian besar siswa cara belajarnya belum sesuai benar, bagi mereka masa belajar di kelas merupakan ajang untuk memulai materi. Pemberian tugas-tugas untuk diselesaikan di rumah, diperpustakaan maupun di laboratorium akan memberikan kesempatan untuk belajar aktif yang sesuai dengan irama kecepatan belajarnya. Hal ini merupakan pengalaman belajar yang sejati bagi individu yang bersangkutan.

Memberikan tugas-tugas kepada siswa berarti memberi kesempatan untuk mempraktekkan keterampilan yang baru saja mereka dapatkan dari guru disekolah, serta menghafal dan lebih memperdalam materi pelajaran. Peranan penugasan kepada siswa sangat penting dalam pengajaran, hal ini dijelaskan oleh I. L. Pasaribu: Metode tugas merupakan suatu aspek dari metode-metode mengajar. Karena tugas-tugas meninjau pelajaran baru, untuk menghafal pelajaran yang sudah diajarkan, untuk latihan-latihan, dengan tugas untuk mengumpulkkan bahan, untuk memecahkan suatu masalah dan seterusnya (I. L. Pasaribu, 1986:108)Dalam memberikan tugas kepada siswa, guru diharuskan memeriksa dan memberi nilai. Rostiyah (1991:113) mengemukakan bahwa dengan mengevaluasi tugas yang diberikan kepada siswa, akan memberi motivasi belajar siswa.

Adapun prosedur metode resitasi yang perlu diperhatikan dalam melakukan pengajaran IPS Sejarah antara lain: memperdalam pengertian siswa terhadap materi pelajaran yang telah diterima, melatih siswa ke arah belajar mandiri, dapat membagi waktu secara teratur, memanfaatkan waktu luang, melatih untuk menemukan sendiri cara-cara yang tepat untuk menyelesaikan tugas dan memperkaya pengalaman di sekolah melalai kegiatan di luar kelas (Sri Anitah Wiryawan, 1990:30).

Tugas dan rersitasi merangsang siswa untuk aktif belajar baik secara individu maupun kelompok. Adapun langkah-langkah yang harus diikuti dalam penggunaan tugas dan resitasi adalah sebagai berikut.

1)Fase pemberian tugas

Tugas yang diberikan kepada siswa hendaknya mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut.a)Tujuan yang akan dicapai

Tujuan yang akan dicapai dalam pemberian tugas dan resitasi pada mata pelajaran IPS Sejarah, yaitu untuk memacu siswa agar selalu siap belajar tetapi jangan sampai terjadi kebiasaan siswa baru akan melakukan belajar jika metode ini akan diterapkan dalam pembelajaran pada pertemuan berikutnya.b) Jenis tugas yang jelas dan tepat

Jenis tugas yang diberikan khususnya pada mata pelajaran IPS Sejarah harus jelas dan tepat, sehingga siswa mampu menyelesaikan tugas-tugas tersebut setelah guru memberikan materi pelajaran.c) Tugas yang diberikan harus sesuai dengan kemampuan siswa.d)Ada petunjuk atau sumber yang dapat membantu pekerjaan siswa seperti buku paket dari guru atau lembar kerja siswa (LKS).e)Diharapkan siswa menyediakan waktu yang cukup untuk mengerjakan tugas khususnya IPS Sejarah.

2)Fase pelaksanaan tugas.

Langkah ini meliputi hal-hal sebagai berikut.

a) Diberi bimbingan berupa penjelasan materi pada pokok bahasan tertentu dalam mata pelajaran IPS Sejarah atau diberi pengawasan dalam pelaksanaan tugas oleh guru.b) Sebelum melaksanakan tugas seharusnya siswa diberikan dorongan sehingga siswa mau bekerja.c) Diusahakan dikerjakan oleh siswa sendiri tidak menyuruh orang lain

d) Dianjurkan agar siswa mencatat hasil-hasil yang telah dikerjakan dengan baik dan sistematik.

3) Fase mempertanggungjawabkan tugas

Hal-hal yang harus dikerjakan dalam fase ini adalah:

a) Laporan siswa baik lisan maupun tulisan dari apa yang telah dikerjakan pada soal-soal IPS Sejarah yang diberikan oleh guru.

b) Ada tanya jawab atau diskusi kelas tentang soal-soal yang diberikan sehingga guru mengetahui apakah siswa mengerjakan tugas tersebut sendiri atau menyuruh orang lain.c) Penilaian hasil pekerjaan siswa dengan tes maupun non tes atau cara lainnya. (Syaiful Bahri dan Aswan Zain, 2002: 98)

Agar metode ini dapat berhasil mencapai tujuan pengajaran sebaik-baiknya, maka ada beberapa faktor yang harus diingat, yaitu:

1) Materi pelajaran yang akan dilatihkan dengan metode ini harus bermakna.2) Metode ini jangan sampai menimbulkan verbalisme (menyebutkan sesuatu yang benar tetapi tidak tahu artinya atau membeo).3) Latihan atau tugas diberikan secara sistematis dan teratur.4) Buatlah suasana kelas gembira atau santai.

5) Buatlah pertanyaan yang tidak saja menggali fakta (jawaban yang reproduktif) tetapi juga yang meminta penalaran atau logika dan pemikiran (Syaiful Bahri dan Aswan Zain, 2002: 99).Selanjutnya, metode resitasi ini dianggap efektif bila hal-hal berikut ini dapat dilaksanakan yaitu merumuskan tujuan khusus yang hendak dicapai, tugas yang diberikan harus jelas, waktu yang disediakan untuk menyelasaikan tugas harus cukup (Imansyah Alipandie, 1984:93).

Sudirman (1992:145) menguraikan tentang langkah-langkah yang dapat ditempuh dalam pendekatan pelaksanaan metode resitasi yaitu :1)Tugas yang diberikan harus jelas

2)Tempat dan lama waktu penyelesaian tugas harus jelas.

3)Tugas yang diberikan terlebih dahulu dijelaskan/diberikan petunjuk yang jelas, agar siswa yang belum mampu memahami tugas itu berupaya untuk menyelesaikannya.

4)Guru harus memberikan bimbingan utamanya kepada siswa yang mengalami kesulitan belajar atau salah arah dalam mengerjakan tugas.

5)Memberi dorongan terutama bagi siswa yang lambat atau kurang bergairah mengerjakan tugas (Sudirman, 1992 : 145)c.Kelebihan dan Kelemahan Metode ResitasiMetode resitasi mempunyai kelebihan dan kelemahan dalam proses belajar mengajar. Adapun kelebihan metode resitasi adalah anak menjadi terbiasa mengisi waktu luangnya, memupuk rasa tanggung jawab, melatih anak berfikir kritis, tekun, giat dan rajin. Sedangkan kelemahan metode resitasi antara lain: tidak jarang pekerjaan yang ditugaskan itu diselesaikan dengan jalan meniru, karena perbedaan individual anak tugas diberikan secara umum mungkin beberapa orang diantaranya merasa sukar sedang yang lain merasa mudah menyelesaikan tugas itu dan apabila tugas sering diberikan maka ketenangan mental pada siswa terpengaruh (Imanjah Alipandie, 1984:92).

Kelebihan metode tugas dan resitasi, yaitu:

1) Lebih merangsang siswa dalam melakukan aktivitas belajar individual ataupun kelompok.

2) Dapat mengembangkan kemandirian siswa diluar pengawasan guru.

3) Dapat membina tanggung jawab dan disiplin siswa.

4) Siswa bersungguh-sungguh mempelajari materi pelajaran karena mereka akan ditanyai tentang materi tersebut.

5) Dengan pertanyaan-pertanyaan dari guru akan memperkuat asosiasi.

6) Dapat mengembangkan kreatifitas siswa.

7) Memperkuat kepercayaan diri akan kemampuan bila siswa mampu menjawab pertanyaan dari guru.

8) Memupuk kesiapan pengetahuan yang dimiliki siswa.

Kekurangan tugas dan resitasi, yaitu:

1) Pekerjaan siswa sulit dikontrol (apakah benar ia yang mengerjakan tugas atau orang lain).

2) Khusus untuk tugas kelompok, tidak jarang yang aktif mengerjakan dan menyelesaikannya adalah anggota tertentu saja, sedangkan anggota lainnya tidak berpartisipasi.

3) Tidak mudah memberikan tugas dengan perbedaan individu siswa.

4) Sering memberikan tugas yang monoton dapat menimbulkan kebosanan siswa.

5)Siswa hanya akan belajar jika ada perintah dari guru.

6) Ada suasana takut dari siswa bila akan menghadapi metode ini, khususnya bagi siswa yang tidak siap.

Langkah-langkah untuk mengatasi kelemahan pada metode resitasi, yaitu:

1)Jika tugas dikerjakan dirumah, guru perlu memberitahukan kepada orang tua bahwa anaknya mempunyai tugas yang harus dikerjakan di rumah dengan cara menyertakan tanda tangan orang tua di atas jawaban tugas siswa tersebut.

2)Jika tugas dikerjakan di lingkungan sekolah (misal: perpustakaan, laboratorium) guru perlu mengawasi dan menilai pelaksanaan tugas tersebut, sehingga tugas dikerjakan dengan baik, dikerjakan oleh siswa sendiri.

3)Dalam memberikan tugas harus sesuai dengan tugas yang dikerjakan oleh perorangan (tugas individual) dengan tugas kelompok.

Kegiatan interaktif dan edukatif merupakan suatu kegiatan yang didalamnya terjadi komunikasi dua arah antara guru dan siswa yang diikat oleh suatu tujuan. Dengan banyaknya kegiatan edukatif disekolah dalam usaha meningkatkan mutu dan frekuensi pelajaran, maka banyak menyita waktu siswa untuk melaksanakan kegiatan belajar mengajar tersebut.

Untuk mengatasi hal itu, guru memberikan tugas-tugas di luar jam pelajaran. Tugas merupakan sesuatu yang harus wajib dikerjakan atau yang ditentukan untuk dilakukan (Tim penyusun KBBI, 1988: 964).

Kokurikuler merupakan kegiatan diluar jam pelajaran yang bertujuan agar siswa lebih mendalam atau lebih menghayati apa yang dipelajari dalam kegiatan intrakurikuler. Dalam penelitian ini, tugas dan resitasi termasuk tugas kokurikuler. Jadi tugas kokurikuler merupakan merupakan sesuatu yang wajib dikerjakan diluar jam pelajaran yang bertujuan agar siswa lebih memperdalam atau lebih menghayati apa yang dipelajari dalam kegiatan intrakurikuler.

Tugas kokurikuler diberikan secara teratur dan hasilnya ikut menentukan nilai pada setiap mata pelajaran. Tugas kokurikuler dapat meliputi:

1) Melakukan penelitian

2) Mempelajari dan merangkum buku

3) Membuat karangan

4) Mengerjakan tugas-tugas rumah.

Jenis tugas kokurikuler dapat dikembangkan sesuai dengan kemampuan guru, kebutuhan siswa serta sarana dan prasarana yang ada. Tugas kokurikuler yang diberikan memerlukan perencanaan mulai dari persiapan sampai penilaian.5.Prestasi Belajara.Pengertian prestasi belajar

Kata prestasi menurut Poerwadarminta (2002: 768) adalah hasil yang telah dicapai atau dilakukan, dikerjakan, dan sebagainya. Sedangkan menurut Winkel (1991: 162), prestasi adalah bukti keberhasilan usaha yang dicapai. Menurut Tulus Tuu (2004:75), prestasi belajar dijelaskan sebagai:

1) Prestasi belajar siswa adalah hasil belajar siswa yang dicapai siswa ketika mengikuti dan mengerjakan tugas dan kegiatan pembelajaran di sekolah.

2) Prestasi belajar tersebut terutama dinilai aspek kognitif, karena bersangkutan dengan kemampuan siswa dalam pengetahuan, ingatan, pemahaman, aplikasi analisis, sintesis, dan evaluasi.3) Prestasi belajar siswa dibuktikan dan ditunjukkan melalui nilai atau angka nilai dari hasil evaluasi yang dilakukan oleh guru terhadap tugas siswa dalam ulangan-ulangan atau ujian yang ditempuhnya.Belajar menurut Natawidjaja dan Moleong (1985:7) adalah suatu proses perubahan tingkah laku yang terjadi pada diri seseorang. Hamalik (2003: 52) mengatakan belajar adalah modifikasi untuk memperkuat tingkah laku melalui pengalaman dan latihan serta suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungannya.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses yang dilakukan individu untuk memperoleh beberapa perubahan tingkah laku tang relatif tetap sebagai suatu hasil latihan atau pengalaman dengan lingkungannya. Prestasi belajar adalah hasil yang dicapai seorang siswa setelah mengikuti pelajaran di sekolah sehingga terjadi perubahan dalam dirinya dengan melihat hasil penguasaan pengetahuan dan keterampilan yang dikembangkan oleh guru setelah mengikuti asessment atau penilaian dan evaluasi. Penilaian dan evaluasi ini digunakan untuk mengukur prestasi belajar siswa yang merupakan tujuan dari pembelajaran.

b.Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar

Sumadi Suryabrata (1993:249) menjelaskan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi prestasi belajar, yaitu:

1) Faktor dari luar, yaitu: (1) faktor nonsosial yang meliputi keadaan udara, suhu udara, cuaca, waktu, tempat, alat-alat yang dipakai untuk belajar dan (2) faktor sosial, yaitu faktor lingkungan, keluarga, masyarakat, dan sekolah.2) Faktor dari dalam, yaitu:

a) Faktor fisiologis, yaitu faktor yang berhubungan dengan fisik anak yang meliputi dua hal, yaitu:

(1) Kedaan jasmani pada umumnya, misalnya keadaan sehat, sakit, segar, atau lelah.

(2) Keadaan fungsi fisiologis tertentu, misalnya berfungsi atau tidaknya saraf-saraf yang berhubungan dengan panca indera sebagai alat untuk belajar.

b)Faktor psikologis, yaitu:

(1)Adanya sifat ingin tahu dan ingin menyelidiki dunia yang lebih luas.

(2)Adanya keinginan untuk mendapatkan simpati dari orang tua, guru, dan teman.

(3)Adanya sifat yang kreatif yang ada pada manusia dan keinginan untuk selalu maju.

(4)Adanya keinginan memperbaiki kegagalan yang lalu, dengan usaha yang baru, baik dengan koperasi maupun dengan kompetisi.

(5)Adanya keinginan untuk mendapatkan rasa aman bila menguasai pelajaran.

(6)Adanya ganjaran atau hukuman sebagai akhir dari belajar.

Menurut Suprapto (2003:23), terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi prestasi belajar, yaitu:1) Faktor siswa

Faktor dari siswa sangat besar pengaruhnya terhadap keberhasilan belajar. Faktor tersebut adalah bakat, minat, kemampuan, dan motivasi untuk belajar.

2) Faktor kurikulum

Berupa bahan atau materi pelajaran yang dipelajari siswa.

3) Faktor guru

Guru bertugas mengarahkan dan membimbing cara-cara belajar yang efektif dan tepat agar mencapai hasil yang optimal.

4) Faktor metode

Metode dan strategi mengajar guru sangat berpengaruh pada hasil belajar siswa.5) Faktor sarana dan prasarana

Yang termasuk ke dalam sarana, misalnya: buku pelajaran dan penunjang, alat tulis menulis, mesin hitung, kamus bahasa, dan sebagainya.

6) Faktor lingkungan

Berupa lingkungan alam (musim, suhu udara), lingkungan sosial (keadaan masyarakat sekitar dan pergaulan), lingkungan budaya (kebiasaan lingkungan terhadap sikap siswa dalam belajar).

Dari uraian di atas jelaslah bahwa prestasi belajar banyak dipengaruhi oleh banyak hal. Antara faktor yang satu dengan yang lain saling berpengaruh dan saling menunjang serta merupakan kesatuan yang sangat erat hubungannya. Untuk itu, agar prestasi belajar IPS-Sejarah dapat meningkat, perlu dilakukan penggunaan metode pembelajaran yang tepat, termasuk dengan menggunakan metode resitasi.

B.Kerangka BerpikirBerdasarkan landasan teori yang telah dikemukakan di atas dapat disusun kerangka berpikir sebagai berikut:Mata pelajaran IPS Sejarah merupakan mata pelajaran yang bersifat hafalan. Siswa cenderung dituntut untuk mampu mengingat dan menghafal materi. Hal ini membuat suasana belajar menjadi membosankan. Siswa tidak memiliki ketertarikan dan minat yang tinggi terhadap mata pelajaran ini. Kondisi ini diperparah dengan model pembelajaran konvensional yang masih dikembangkan guru, yang bersifat teacher centered. Pada pembelajaran yang dilaksanakan, siswa cenderung pasif. Jika kondisi ini dibiarkan berlama-lama, akan bermuara pada rendahnya prestasi belajar siswa terhadap mata pelajaran IPS Sejarah itu sendiri.Metode resitasi adalah salah satu metode pembelajaran yang meliputi cara penyampaian bahan pelajaran dengan memberikan tugas kepada siswa untuk dikerjakan diluar jadwal sekolah dalam rentangan waktu tertentu dan hasilnya harus dipertanggungjawabkan kepada guru. Melalui metode ini, diharapkan siswa termotivasi untuk menyelesaikan setiap tugas dari guru dengan baik. Selain itu, dari tugas-tugas yang diberikan, secara tidak langsung siswa juga belajar terhadap materi meskipun tidak harus sesuai dengan buku diktat yang digunakan. Dari penggunaan metode resitasi ini diharapkan bahwa siswa tidak bosan terhadap pembelajaran IPS Sejarah di kelas dan pada akhirnya keaktifan siswa akan mengarahkan pada pencapaian prestasi belajar yang maksimal.

Adapun kerangka berpikir dalam penelitian di atas dapat digambarkan ke dalam skema sebagai berikut.

Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran

Pembelajaran IPS Sejarah

Guru dan siswa

Metode Resitasi

Siswa harus bertanggung jawab terhadap penyelesaian tugas

Siswa mengingat materi sehingga perlu selalu belajar

Siswa aktif belajar dan tidak bosan

Prestasi belajar meningkat

11