1 MASJID NGADINEGARAN YOGYAKARTA KHUTBAH JUM’AT JUM’AT, 3 APRIL 2015 Renungan Tentang Waktu Khutbah Pertama: . ... Jama’ah Jum’at Rahimakumullâh,
1
MASJID NGADINEGARAN YOGYAKARTA
KHUTBAH JUM’AT JUM’AT, 3 APRIL 2015
Renungan Tentang Waktu
Khutbah Pertama:
.
...
Jama’ah Jum’at Rahimakumullâh,
2
Waktu adalah salah satu nikmat yang agung dari Allah
Subhânahu wa Ta’âlâ kepada manusia. Sudah sepantasnya
manusia memanfaatkannya secara baik, efektif dan semaksimal mungkin untuk amal shalih.
Allah Subhânahu wa Ta’âlâ telah bersumpah dengan menyebut
masa dalam firman-Nya:
“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih dan
nasihat-menasihati supaya mentaati kebenaran dan nasihat-menasihati
supaya menetapi kesabaran.” (QS al-‘Ashr/103:1-3).
Di dalam surat yang mulia ini Allah Subhânahu wa Ta’âlâ
bersumpah dengan masa, dan ini menunjukkan pentingnya masa. Sesungguhnya di dalam masa terdapat keajaiban-keajaiban. Di
dalam masa terjadi kesenangan dan kesusahan, sehat dan sakit,
kekayaan dan kemiskinan. Jika seseorang menyian-nyiakan umurnya, seratus tahun berbuat sia-sia, bahkan kemaksiatan
belaka, kemudian ia bertaubat di akhir hayatnya, dengan taubat
yang diterima, maka ia akan mendapatkan kebahagiaan
sempurna sebagai balasannya, berada di dalam surga selama-lamanya. Dia betul-betul mengetahui bahwa waktu hidupnya
yang paling berharga adalah sedikit masa taubatnya itu.
Sesungguhnya masa merupakan anugerah Allah Ta’ala, tidak ada
cela padanya, manusia-lah yang tercela ketika tidak memanfaatkannya.
Jama’ah Jum’at Rahimakumullâh,
Nabi Muhammad shallallâhu ‘alaihi wa sallam telah
mengingatkan pentingnya memanfaatkan waktu, sebagaimana
disebutkan dalam hadits berikut ini:
3
“Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam (pernah) bersabda: “Dua kenikmatan, kebanyakan manusia tertipu pada keduanya, (yaitu)
kesehatan dan waktu luang.” (HR al-Bukhari dari Abdullah bin
Abbas, Shahîh al-Bukhâriy, juz VIII, hal. 109, hadits no. 6412).
Hadits yang mulia ini memberitakan bahwa waktu luang
adalah nikmat yang besar dari Allah Subhânahu wa Ta’âlâ, tetapi
banyak manusia tertipu dan mendapatkan kerugian terhadap nikmat ini.
Di antara bentuk kerugian ini adalah:
Pertama: Seseorang tidak mengisi waktu luangnya dengan bentuk yang paling sempurna. Seperti menyibukkan waktu
luangnya dengan amalan yang kurang utama, padahal ia bisa mengisinya dengan amalan yang lebih utama.
Kedua: Dia tidak mengisi waktu luangnya dengan amalan-amalan yang utama, yang memiliki manfaat bagi agama atau dunianya. Namun kesibukkannya adalah dengan perkara-
perkara mubah yang tidak berpahala.
Ketiga: Dia mengisinya dengan perkara yang haram, ini
adalah orang yang paling tertipu dan rugi. Karena ia menyia-nyiakan kesempatan memanfaatkan waktu dengan perkara yang
bermanfaat. Tidak hanya itu, bahkan ia menyibukkan waktunya
dengan perkara yang akan menggiringnya kepada hukuman Allah di dunia dan di akhirat.
Jama’ah Jum’at Rahimakumullâh,
Urgensi (artipenting) waktu dan kewajiban menjaganya
merupakan perkara yang disepakati oleh orang-orang yang
berakal. Berikut adalah di antara hal-hal yang menunjukkan urgensi waktu.
4
Pertama: Waktu Adalah Modal Manusia.
Imam al-Hasan al-Bashri rahimahullâh berkata:
“Wahai Ibnu Adam (manusia), kamu itu hanyalah (kumpulan) hari-
hari, tiap-tiap satu hari berlalu, hilang sebagian dirimu.” (Riwayat
Abu Nu’aim dalam Hilyatul-Auliyâ’, juz II, hal. 148).
Diriwayatkan bahwa Umar bin Abdul-Aziz rahimahullâh
berkata:
“Sesungguhnya malam dan siang bekerja terhadapmu, maka beramalah
pada malam dan siang itu.” (Abdullah bin Muhammad Abu Bakar
al-Qurasyi, Makârimul Akhlâq, juz I, hal. 29)
Kedua: Waktu Sangat Cepat Berlalu.
Seseorang berkata kepada ‘Amir bin Abdul-Qais
rahimahullâh, salah seorang tabi’i: “Berbicaralah kepadaku!” Dia
menjawab: “Tahanlah jalannya matahari!”
Imam Ahmad rahimahullâh berkata: “Aku tidak
menyerupakan masa muda kecuali dengan sesuatu yang menempel di lengan bajuku, lalu jatuh”.
Abul-Walid al-Baji rahimahullâh berkata: “Jika aku telah
mengetahui dengan sangat yakin, bahwa seluruh hidupku di dunia ini seperti satu jam di akhirat, maka mengapa aku tidak
bakhil dengan waktu hidupku (untuk melakukan perkara yang sia-
sia, Pen.), dan hanya kujadikan hidupku di dalam kebaikan dan ketaatan”.
Ketiga: Waktu Yang Berlalu Tidak Pernah Kembali.
5
Abu Bakar ash-Shiddiq radhiyallâhu ‘anhu berkata:
“Sesungguhnya Allah memiliki hak pada waktu siang, Dia tidak akan
menerimanya di waktu malam. Dan Allah juga memiliki hak pada
waktu malam, Dia tidak akan menerimanya di waktu siang.” (Riwayat
Ibnu Abi Syaibah, Musnad Ibnu Abî Syaibah, juz IV, hal. 572).
Dengan demikian seharusnya seseorang bersegera
melaksanakan tugasnya pada waktunya, dan tidak menumpuk tugas dan mengundurkannya sehingga akan memberatkan dirinya
sendiri. Oleh karena itu waktu di sisi Salaf lebih mahal dari pada
uang.
Al-Hasan al-Bashri rahimahullâh berkata:
“Aku telah menemui orang-orang yang sangat bakhil terhadap umurnya
(waktu) daripada terhadap dirham dan dinarnya.” (Ibnul Mubarak,
Az-Zuhd Li ibn al-Mubârak, juz I, hal. 4)
Sebagian penyair berkata:
“Waktu adalah perkara paling mahal yang perlu engkau perhatikan untuk dijaga, tetapi aku melihatnya paling mudah engkau menyia-
nyiakannya.” (Abu Muhammad al-Mishri, Arsyîf Mutalaqqâ Ahlit
Tafsîr, juz I, hal. 805)
Keempat: Manusia tidak mengetahui kapan berakhirnya waktu yang diberikan untuknya.
6
Oleh karena itu Allah Subhânahu wa Ta’âlâ banyak
memerintahkan untuk bersegera dan berlomba dalam ketaatan.
Demikian juga Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam memerintahkan
agar bersegera melaksanakan amal-amal shalih. Para ulama telah
memperingatkan agar seseorang tidak menunda-nunda amalan. Al-Hasan berkata:
“Wahai anak Adam, janganlah engkau menunda-nunda (amalan-
amalan), karena engkau memiliki kesempatan pada hari ini, adapun besok pagi belum tentu engkau memilikinya. Jika engkau bertemu besok
hari, maka lakukanlah pada esok hari itu sebagaimana engkau lakukan pada hari ini. Jika engkau tidak bertemu esok hari, engkau tidak akan
menyesali sikapmu yang menyia-nyiakan hari ini.” (Ibnul Mubarak,
Az-Zuhd Li ibn al-Mubârak, juz I, hal. 4)
Jama’ah Jum’at Rahimakumullâh,
Realitanya, orang-orang terbagi-bagi dalam menyikapi
waktu. Mereka juga berbeda paham akan urgensi waktu tersebut. Di antara mereka ada orang-orang yang amalan shalih mereka
lebih banyak daripada waktu mereka.
Diriwayatkan bahwa Syaikh Jamaluddin al-Qasimi
rahimahullâh melewati warung kopi. Dia melihat orang-orang
yang mengunjungi warung kopi tenggelam dalam permainan
kartu dan dadu, meminum berbagai minuman, mereka menghabiskan waktu yang lama. Maka Syaikh berkata,
“Seandainya waktu bisa dibeli, sungguh pasti aku beli waktu
mereka!”
Di antara mereka pula ada orang-orang yang
menghabiskan waktu mereka dalam mengejar perkara yang tidak
7
berfaidah, baik berupa ilmu yang tidak bermanfaat, atau urusan-
urusan dunia lainnya.
Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah rahimahullâh
menyebutkan seorang laki-laki yang menghabiskan umurnya
untuk mengumpulkan dan menumpuk harta. Ketika kematian
mendatanginya, dikatakan kepadanya, “Katakanlah lâ ilâha
illallâh,” namun ia tidak mengucapkannya, bahkan ia mulai
mengucapkan, “Satu kain harganya 5 dirham, satu kain harganya 10 dirham, ini kain bagus”. Dia selalu dalam keadaan demikian
sampai ruhnya keluar.
Ada pula orang-orang yang tidak mengetahui apa yang
harus mereka lakukan terhadap waktu.
Seorang ulama salaf berkata: “Aku telah melihat kebanyakan orang menghabiskan waktu dengan cara yang aneh. Jika malam
panjang, mereka habiskan untuk pembicaraan yang tidak bermanfaat, atau membaca buku percintaan dan begadang. Jika waktu siang
panjang, mereka habiskan untuk tidur. Sedangkan pada waktu pagi dan sore, mereka di pinggir sungai Dajlah, atau di pasar-pasar. Aku
ibaratkan mereka itu dengan orang-orang yang berbincang-bincang di atas kapal, kapal itu terus berjalan membawa mereka dan berita mereka. Aku telah melihat banyak orang yang tidak memahami arti kehidupan.”
Di antara mereka, ada orang yang telah diberi kecukupan
oleh Allah ‘Azza wa Jalla, ia tidak butuh bekerja karena hartanya
yang sudah banyak, namun kebanyakan waktunya padai siang
hari ia habiskan dengan nongkrong di pasar (kalau zaman
sekarang di mall dan sebagainya, Pen.) melihat orang-orang (yang lewat). Alangkah banyaknya keburukan dan kemungkaran yang
melewatinya.
Di antara mereka ada yang menyendiri bermain catur. Di
antara mereka ada yang menghabiskan waktu dengan kisah-kisah
kejadian tentang raja-raja, tentang harga yang melonjak dan turun, dan lainnya.
Maka aku mengetahui bahwa Allah Subhanâhu wa Ta’âlâ
tidak memperlihatkan urgensi umur dan kadar waktu kesehatan
8
kecuali kepada orang-orang yang Allah berikan taufiq dan
bimbingan untuk memanfaatkannya.
Allah Subhanâhu wa Ta’âlâ berfirman:
“Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-
orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-
orang yang mempunyai keuntungan yang besar.” (QS Fushilat/41:
35).
.
Khutbah Kedua:
.
:
.
Jama’ah Jum’at Rahimakumullâh,
9
Adapun yang menjadi penyebab perbedaan keadaan
manusia dalam menyikapi waktu, kembali kepada tiga perkara berikut.
Sebab pertama, tidak menetapkan tujuan hidup. Oleh karena itu, seorang muslim wajib mengetahui bahwa tujuan Allah menciptakannya adalah untuk beribadah kepada-Nya,
sebagaimana firman-Nya:
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya
mereka mengabdi kepada-Ku.” (QS adz-Dzâriyât/51: 56).
Dia harus mengetahui bahwa dunia ini adalah tempat
beramal, bukan tempat santai dan main-main, sebagaimana
firman-Nya:
“Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan
kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan
dikembalikan kepada Kami?” (QS al-Mu’minûn/23: 115).
Dunia adalah sawah ladang akhirat. Jika engkau
menanam kebaikan di dunia ini, maka engkau akan memetik kenikmatan abadi di akhirat nanti. Jika engkau menanam
keburukan di dunia ini, maka engkau akan memetik siksaan pedih
di akhirat nanti.
Namun demikian, ini bukan berarti manusia tidak boleh
bersenang-senang dengan perkara yang Allah ijinkan di dunia ini,
karena Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
10
“Demi Allah, sesungguhnya aku adalah orang yang paling takut dan paling takwa di antara kamu kepada Allah, tetapi aku berpuasa dan
berbuka, shalat (malam) dan tidur, dan aku menikahi wanita-wanita.
Barangsiapa membenci sunnahku, maka ia bukan dariku.” (HR al-
Bukhari, Shahîh al-Bukhâriy, juz VII, hal. 2, no. 4776)
Sebab kedua, tidak megentahui nilai dan urgensi waktu.
Sebab ketiga, lemahnya kehendak dan tekad.
Banyak orang mengetahui nilai dan urgensi waktu, dan mengetahui perkara-perkara bermanfaat yang seharusnya
dilakukan untuk mengisi waktu, tetapi karena lemahnya
kehendak dan tekad, mereka tidak melakukannya. Maka seorang muslim wajib mengobati perkara ini dan bersegera serta berlomba
melaksanakan amalan-amalan shalih, serta memohon
pertolongan kepada Allah Subhanâhu wa Ta’âlâ, kemudian
bergabung dengan kawan-kawan yang shalih.
Jika kita benar-benar mengerti tujuan hidup, dan kita
benar-benar memahami nilai waktu, maka seharusnya kita isi waktu kita dengan perkara yang akan menjadikan ridha Penguasa
kita, Allah Subhanâhu wa Ta’âlâ. Semoga Allah selalu
membimbing kita di atas jalan yang lurus. Amin.