RENCANA TEKNIS PENAMBANGAN TANAH LIAT PADA KUARI PT.SEMEN KUPANG UNIT II (PERSERO) UNTUK MEMENUHI TARGET PRODUKSI 96.000 TON/TAHUN SKRIPSI Oleh : DAVID LITTIK 112980038 JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” YOGYAKARTA 2004
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
RENCANA TEKNIS PENAMBANGAN TANAH LIAT PADA KUARI
PT.SEMEN KUPANG UNIT II (PERSERO) UNTUK MEMENUHI
TARGET PRODUKSI 96.000 TON/TAHUN
SKRIPSI
Oleh :
DAVID LITTIK
112980038
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
YOGYAKARTA
2004
RENCANA TEKNIS PENAMBANGAN TANAH LIAT PADA KUARI
PT.SEMEN KUPANG UNIT II (PERSERO) UNTUK MEMENUHI
TARGET PRODUKSI 96.000 TON/TAHUN
SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Gelar SarjanaTeknik Di Jurusan Teknik Pertambangan, Fakultas Teknologi Mineral
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta
Oleh :
DAVID LITTIK
112980038
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
YOGYAKARTA
2004
RENCANA TEKNIS PENAMBANGAN TANAH LIAT PADA KUARI
PT.SEMEN KUPANG UNIT II (PERSERO) UNTUK MEMENUHI
TARGET PRODUKSI 96.000 TON/TAHUN
SKRIPSI
Oleh :
DAVID LITTIK
112980038
Disetujui Untuk Jurusan Teknik Pertambangan
Fakultas Teknologi Mineral
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta
Setelah luas bidang kontak (contact area) antara roda kendaraan dengan
permukaan jalan diketahui, maka besarnya beban dari kendaraan yang diterima
oleh permukaan jalan dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut :
)(inareacontact(lb)rodatiappadaBeban
(psi)jalan permukaan padaBeban 2
= ………... (3.2)
Dalam setiap perhitungan, beban pada roda yang terbesar yang digunakan sebagai
dasar penentuan kesesuaian daya dukung tanah dengan beban yang melintas di
atasnya (lihat gambar 3.3), karena jika lapisan dasar sudah mampu mendukung
beban pada roda yang terbesar maka beban pada roda yang lebih kecil tidak perlu
diperhitungkan lagi.
(Sumber : Hustrulid, 1995)
Gambar 3.3 Distribusi Beban pada Jalan
3.3.1.3.Tahanan Gulir (Rolling Resistance)
Tahanan gulir adalah gaya penahan gerakan yang terjadi pada kendaraan
yang terkonsentrasi pada ban. Faktor-faktor yang menimbulkan tahanan gulir
adalah :
a. “Internal Friction”
Merupakan friksi yang terjadi akibat putaran-putaran mulai dari engine
flywheel sampai ke velg roda yang disebabkan oleh komponen mesin. Komponen
mesin merupakan faktor internal dari alat, dimana besarnya rimpull engine akan
ditransfer sebagian atau seluruhnya ke under carriage untuk memutar ban.
b. “Tire Flexing”
Merupakan tahanan yang terjadi pada roda ban dikarenakan “kembangan”
ban. Besar kecilnya kembangan ban tergantung pada : desain ban, tire inflation,
tekanan udara pada ban, keadaan permukaan jalan lintasnya.
c. “Tire Inflation”
Tekanan udara pada ban keadaan permukaan jalan lintasnya. Faktor tekanan
udara dalam ban tidak bisa diabaikan, karena kehilangan tenaga engine makin
besar jika tekanan angin kurang, karena bidang kontak makin besar sehingga gaya
tahan juga makin besar.
d. “Tire Penetration”
Tire penetration adalah amblasnya ban pada permukaan jalan lintas, dan hal
ini akan menambah besar nilai dari tahan gulir. Setiap amblas 1 inchi maka akan
memperbesar nilai tahanan gulir sebesar 30 lbs/ton. Tekanan ban bisa diatasi
dengan cara memelihara permukaan jalan lintas yang terbuat dari tanah.
Dalam perhitungan tahan gulir, yang harus diperhitungkan hanyalah untuk alat
berat/besar yang beroda ban. Tetapi untuk alat-alat beroda rantai (track type
vehicles) untuk keperluan praktis tidak diperhitungkan adanya tahan gulir
(meskipun sebetulnya ada, yaitu tahanan gulir dikarenakan internal friction).
Besarnya tahanan gulir dinyatakan dalam lbs dari rimpull yang diperlukan untuk
menggerakkan tiap gross ton berat kendaraan beserta isinya pada jalur mendatar
dengan kondisi jalan tertentu (lihat tabel 3.4)
Tabel 3.4
Tahanan Gulir Tahanan Gulir
(%)Jalan terawat dengan baik, permukaan datar dan rata, tidak - ada amblasan roda dari kendaraanKondisi jalan sama seperti diatas, namun sepintas terdapat amblasan roda dari kendaraanPerawatan jalan kurang / jarang dilakukan, tanpa penyiraman, terjadi amblasan roda dari kendaraanPerawatan jalan tidak baik, dasar jalan tanpa kompaksi dan stabilisasi, jejak roda mudah sekali terbentukJalan pasir dan kerikil tanpa pemadatan 10Seluruh bagian jalan tak terawat, lembek, berlumpur, pene - 15 - 20trasi roda cukup dalam
8
Kondisi Jalan Angkut
2
3,5
5
(Sumber Komatsu Application Hanbook 24bd, sec.17)
3.3.2. Geometri Jalan Tambang
Geometri jalan tambang yang memenuhi syarat adalah bentuk dan ukuran
dari jalan tambang tersebut sesuai dengan alat angkut yang digunakan dan kondisi
medan yang ada sehingga menjamin serta menunjang segi keamanan dan
keselamatan operasi pengangkutan.
3.3.2.1. Lebar Jalan Angkut
Penentuan lebar jalan angkut minimum untuk jalan lurus dengan dua jalur
didasarkan pada “rule of thumb” yang digunakan pada tambang terbuka kurang
lebih 4 kali lebar alat angkut terbesar yang digunakan (Couzens,1979) (lihat
gambar 3.4)
Lebar Jalan
Safety Berm
Wt = Lebar Alat Angkut
ParitanWt
½ Wt ½ Wt ½ Wt½ Wt
Wt
Gambar 3.4
Lebar Jalan Angkut
3.3.2.2. Safety Berm
Safety berm (guardrails) atau pagar pengaman berfungsi untuk menjaga
alat angkut agar tetap berada pada jalurnya sehingga kecelakaan akibat
keteledoran pengemudi dapat dikurangi. Material yang digunakan untuk
pembuatan berm umumnya adalah batuan hasil peremukan dan pasir.
Dimensi safety berm (lihat gambar 3.5) didasarkan pada “rule of thumb” dimana
tinggi berm (B) adalah sama atau lebih besar dari static rolling radius (SRR).
Hubungan SRR dan tinggi ban dinyatakan sebagai berikut (Hustrulid, 1995) :
SRRx 2 x 1,05 TH = ..........................................................................................(3.3)
Dimana,
TH = Tinggi ban (in)
SRR = Static rolling radius (in)
Sedangkan lebar berm (A) adalah 1,5 kali tinggi berm
A
1 ½ :
1 Slope
1 ½ : 1 SlopeB
Gambar 3.5
Dimensi Safety Berm
3.3.2.3. Radius Tikungan
Jari-jari tikungan (belokan) berhubungan langsung dengan bentuk dan
konstruksi alat angkut yang digunakan.. Untuk itu dalam keperluan perencanaan
jalan angkut diperhitungkan alat angkut yang terbesar yang akan melewati jalan
angkut tersebut Dalam penerapannya, jari-jari lingkaran yang dijalani oleh roda
belakang dan roda depan berpotongan di suatu titik pusat dengan sudut yang sama
dengan besarnya penyimpangan roda (lihat gambar 3.6).
Jari-jari tikungan minimum umumnya digunakan untuk mementukan besarnya
area manuver di permuka kerja. Sedangkan untuk menentukan jari-jari tikungan
pada jalan angkut (haulage road), besarnya sangat tergantung pada berat alat
angkut yang melewati jalan angkut tersebut. Semakin berat alat angkut yang
digunakan maka jari-jari tikungan yang dibutuhkan oleh alat angkut tersebut
untuk membelok akan semakin besar.
(Sumber: Sukirman ,1994)
Gambar 3.6 Radius Putar.Truk
Besarnya jari-jari tikungan minimum dapat ditentukan dengan persamaan :
αsinmin
WbR = ………………………………………………………… (3.4)
dimana,
Rmin = Radius putar minimum (meter)
Wb = Jarak antar gardan depan dan belakang (meter)
Super elevasi merupakan kemiringan jalan pada tikungan yang terbentuk
oleh batas antara tepi jalan terdalam karena perbedaan ketinggian (lihat gambar
3.8). Berdasarkan teori A.T. Atkinson D.I.C. pada kondisi jalan kering nilai
super elevasi merupakan harga maksimum yaitu 90 mm/m sedangkan pada
kondisi jalan berlumpur atau licin nilai super elevasi terbesar adalah 60 mm/m.
NN Cos θ
θ
N Sin θ
(m.V ) /R2
Gambar 3.8
Super Elevasi
Bagian tikungan jalan perlu diberi super elevasi, yakni dengan cara
meninggikan jalan pada bagian luar tikungan. Hal tersebut bertujuan untuk
mencegah kendaraan tergelincir ke luar jalan atau terguling.
Kemiringan jalan secara matematis merupakan perbandingan antara kenaikan
tinggi jalan dengan lebar jalan. Untuk menentukan besarnya kemiringan tikungan
jalan dihitung berdasarkan kecepatan rata-rata kendaraan dan koefisien friksinya.
Persamaan yang dipakai untuk menghitung sudut super elevasi yaitu :
GRV.
tan2
=θ …………………………………………………………. (3.7)
Dimana,
V = Kecepatan kendaraan saat melewati tikungan, m/s
R = Radius tikungan, m
G = Gravitasi bumi = 9,8 m/s2.
3.3.3.2.Kemiringan Jalan Angkut
Kemiringan atau “grade” jalan angkut merupakan faktor penting yang
harus diamati secara detail dalam kegiatan pengkajian terhadap kondisi jalan
tambang tersebut. Hal ini dikarenakan kemiringan jalan angkut berhubungan
langsung dengan kemampuan alat angkut, baik dalam pengereman maupun dalam
mengatasi tanjakan.
Kemiringan jalan angkut biasanya dinyatakan dalam persen (%). Dalam
pengertiannya, kemiringan (α) 1 % berarti jalan angkut tersebut naik atau turun 1
m atau 1 ft untuk setiap jarak mendatar sebesar 100 m atau 100 ft.
Kemiringan “grade” jalan angkut dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan :
xh
Grade∆∆=)(α ……………………………………………………… (3.8)
Dimana,
∆h = Beda tinggi antar dua titik yang diukur
∆x = Jarak datar antar dua titik yang diukur
Secara umum kemiringan jalan maksimum yang dapat dilalui dengan baik
oleh alat angkut berkisar antara 10% -18%. Akan tetapi untuk jalan tanjakan atau
turunan pada bukit, kemiringan jalan maksimum yang aman adalah 8%.
3.3.3.3.Kemiringan Badan Jalan (Road Cross Slope)
Untuk mengatasi tergenangnya air pada badan jalan maka badan jalan
dibuat miring lebih rendah ke arah luar, dan pada bagian terluar dari jalan dibuat
paritan untuk menampung air limpasan (lihat gambar 3.9)
(Sumber : Hustrulid , 1995)
Gambar 3.9 Road Cross Slope
3.4. Saluran Penyaliran
Dalam rancangan pembuatan jalan angkut dan struktur pendukung
diperlukan adanya saluran air untuk mengalirkan air dari permukaan jalan dan
sekitarnya yang dapat memberikan pengaruh buruk terhadap jalan angkut itu
sendiri dan struktur pendukung dalam operasi penambangan. Air yang berasal dari
hujan yang jatuh di atas permukaan tanah harus diantisipasi sehingga jalan angkut
dan bangunan dapat berfungsi sebagaimana mestinya.
Oleh karena itu, data curah hujan yang akurat sangat diperlukan untuk
rancangan pembuatan saluran penirisan. Dalam menentukan dimensi saluran air
harus diperhitungkan periode ulang hujan, yaitu berulangnya hujan dengan
intensitas yang sama pada masa mendatang.
Terdapat beberapa harga acuan periode ulang hujan dalam merancang saluran
penirisan pada tambang terbuka dan koefiein limpasan , seperti terlihat pada Tabel
3.6 dan 3.7
Tabel 3.6 Periode Ulang Hujan untuk Sarana Penirisan Tambang
Letak / Fungsi Periode Ulang Hujan (Tahun)Daerah Terbuka 0.5Sarana Tambang 2 - 5Lereng Tambang dan Penimbunan 5 - 10Sumuran Utama 10 - 20Penirisan Keliling Tambang 25Pemindahan Aliran Sungai 100
Kemiringan Dinding Saluran untuk Berbagai Jenis Material
Bahan / Material Kemiringan Dinding SaluranBatu, Cadas Hampir vertikalTanah Gambut, Rawa 1/4 : 1Lempung Teguh, Tanah berlapis beton 1/2 : 1 sampai 1 : 1Tanah berlapis batu 1 : 1Lempung kaku tanah bagi parit kecil 1,5 : 1Tanah berpasir lepas 2 : 1Lempung berpasir atau lempung berpori 3 : 1
(Sumber : Gautama, 1999)
3.5. Kemantapan Lereng (Slope Stability)
Kemantapan lereng dalam suatu kegiatan penambangan merupakan suatu
kegiatan yang penting, karena hal ini menyangkut keselamatan kerja didaerah
sekitar lereng tersebut. Pada tambang terbuka lereng yang tidak mantap akan
mengganggu kelancaran kegiatan penambangan.
Tanah atau batuan pada keadaan alami umumnya berada dalam keadaan
setimbang (equilibrium), artinya keadaan dimana distribusi tegangan pada batuan
atau tanah dalam keadaan mantap (stabil). Apabila ada gangguan terhadap batuan
atau tanah tersebut, seperti pembongkaran, penggalian, pengangkutan,
penimbunan, erosi ataupun kegiatan lain sehingga menyebabkan
kesetimbangannya terganggu, maka batuan atau tanah itu akan berusaha mencapai
kesetimbangan baru secara alami.
Demikian halnya yang terjadi pada sebuah bidang miring yang diatasnya terdapat
sebuah balok maka akan terlihat gaya gaya yang berkerja pada balok tersebut
terhadap bidang miring. (lihat gambar 3.11)
Suatu cara yang umum untuk menyatakan kestabilan suatu lereng batuan
adalah dengan menentukan faktor keamanan. Faktor ini merupakan perbandingan
antara gaya penahan yang membuat lereng tetap stabil dengan gaya pnggerak
yang menyebabkan terjadinya longsor.
W cos αW
R
W sin α
α
Gambar 3.11
Mekanisme Luncuran Blok Pada Bidang
Maka berdasarkan gaya geser Mohr-Coulomb adalah sebagai berikut :
τ = c + σn tanφ, dimana; ……………………………..….… (3.21)
σn = w cos α / A, maka ; τA
wc
αcos+= tanθ ………………..(3.22)
Adapun gaya geser (R) yang bekerja untuk menahan geseran pada blok
dinotasikan sebagai ( R = τ A ), dimana akan diperoleh persamaan :
R= c A + w cos α tan φ ...................................................................... (3.23)
Dalam keadaan seimbang atau dalam keadaan kritis, maka dapat dijabarkan
sebagai berikut ;
W sin α = c A + W cos α tan φ …………………………………..… (3.24)
Dimana :
τ = Kekuatan geser ( KN / m2 )
σn = Tegangan normal ( KN / m2 )
φ = Sudut geser dalam ( 0 )
c = Kohesi ( KN / m2 )
A = Luas area ( m2; ft2 ) Pengaruh keberadaan air pada massa batuan dapat berpengaruh terhadap
kesetimbangan pada blok tersebut. Air akan menimbulkan gaya angkat air sebesar
U sehingga dapat memperkecil tegangan normal pada bidang luncur (σn = w cos α
- U), maka dapat dijabarkan sebagai berikut :
R = c A + = w cos α tan φ ………………………………………….. (3.25)
R = (W cos α - U ) tan φ ………………………………………….... (3.26)
Dengan memasukkan gaya dorong air sebesar V yang bekerja di atas blok maka
akan memperbesar kuat geser pada bidang luncur (τ = w sin α + V ) maka dapat
dijabarkan sebagai berikut ;
R = c A + w cos α tan φ .................................................................... (3.27)
w sin α + V = c A + w cos α tan φ .................................................. (3.28)
Dari uraian di atas maka persamaan antara gaya geser dan gaya normal yang
bekerja pada blok terhadap sebuah bidang miring dengan memperhitungkan
kondisi air dapat dijabarkan dengan menggabungkan persamaan yaitu :
w sin α + V = c A + ( w cos α – U ) tan φ ......................................... (3.29)
Dimana :
V = Gaya dorong air terhadap blok ( KN/m2 )
U = Gaya angkat air terhadap blok ( KN/m2 )
3.5.1. Faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan lereng
Faktor yang perlu diperhatikan dalam menganalisa kemantapan suatu
lereng antara lain
a. Relief permukaan bumi
Faktor ini mempengaruhi laju erosi dan pengendapan serta juga menentukan
arah aliran air permukaan dan air tanah. Hal ini disebabkan karena untuk suatu
daerah yang curam, kecepatan aliran air permukaan tinggi dan mengakibatkan
pengikisan lebih intensif dibandingkan pada daerah yang landai. Erosi yang
intensif, banyak dijumpai singkapan batuan dan ini menyebabkan pelapukan
yang lebih cepat. Material yang lapuk mempunyai kekuatan yang rendah
sehingga kemantapan lereng menjadi berkurang.
b. Geometri lereng
Geometri mencakup tinggi lereng dan sudut kemiringan lereng. Lereng yang
terlalu tinggi akan mengakibatkan lereng kurang mantap dan cenderung lebih
mudah longsor dibandingkan dengan lereng yang tidak terlalu tinggi bila
susunan batuannya sama. Demikian pula dengan sudut lereng, lereng menjadi
kurang mantap jika kemiringannya besar. Jadi semakin besar kemiringan dan
ketinggian suatu lereng, maka kestabilannya semakin berkurang.
c. Struktur geologi
Struktur geologi yang sangat berpengaruhi kestabilan lereng adalah bidang-
bidang sesar, perlapisan dan rekahan. Struktur geologi tersebut merupakan
bidang-bidang lemah (diskontinuitas) dan sekaligus sebagai tempat
merembesnya air sehingga dapat menurunkan kemantapan lereng.
d. Sifat fisik dan mekanik material
Sifat fisik yang mempengaruhi kestabilan lereng adalah bobot isi (density),
porositas dan kandungan air. Sedangkan sifat mekanik batuan antara lain kuat
tekan, kuat geser dan sudut geser dalam batuan.
- Bobot isi material
Semakin besar bobot isi material, maka gaya penggerak yang
menyebabkan lereng longsor semakin besar.
- Porositas material
materialyang mempunyai porositas besar akan banyak menyerap air,
dengan demikian bobot isinya akan semakin besar. Adanya air dalam
material juga akan menimbulkan tekanan air pori yang akan memperkecil
kuat geser material. Material yang mempunyai kuat geser kecil akan lebih
mudah longsor.
- Kandungan air dalam material
Semakin besar kandungan air dalam matrial, maka tekanan air pori
menjadi semakin besar, dengan demikian berarti bahwa kuat geser
material akan semakin kecil, sehingga kestabilannya berkurang.
- Kuat tekan, kuat tarik dan kuat geser material
Kekuatan batuan biasanya dinyatakan dengan kuat tekan (comfined and
uncomfined compressive strength), kuat tarik (tensile strength) dan kuat
geser (shear strength).
- Sudut geser dalam
Semakin besar sudut geser dalam, maka kuat geser material akan semakin
besar, dengan demikian lereng akan lebih stabil.
e. Iklim
Iklim berpengaruh terhadap kemantapan lereng karena iklim mempengaruhi
perubahan temperatur. Temperatur yang cepat berubah dalam waktu yang
singkat akan mempercepat proses pelapukan material. Untuk daerah tropis
singkapan batuan akan lebih cepat lapuk dan mengakibatkan lereng mudah
longsor.
f. Gaya dari luar
Gaya luar juga mempengaruhi kemantapan lereng, dapat berupa getaran-
getaran yang berasal dari sumber yang berada di dekat lereng tersebut seperti
gempa, peledakan dan pemakaian alat-alat mekanis yang berat didekat lereng,
pemotongan dasar (toe) lereng tersebut.
3.5.2. Gaya yang Mempengaruhi Nilai Faktor Keamanan
Secara prinsip, pada suatu lereng bekerja dua macam gaya yang membuat
massa batuan atau tanah bergerak dalam hal ini khususnya batuan sesuai dengan
kondisi lapangan penelitian yang disebut dengan gaya penggerak, dan gaya yang
menahan massa tersebut dari pergerakan yaitu yang disebut gaya penahan. Lereng
akan longsor jika gaya penggerak lebih besar dari gaya penahannya.
3.5.2.1.Faktor Pembentuk Gaya Penahan
a. Jenis Material
Jenis material dengan struktur mineral tertentu akan memberikan nilai
kemantapan lereng yang lebih besar, misalnya batuan beku .
b. Kekuatan Material
Material utuh (intact) yang mempunyai kuat tekan uniaksial tinggi dan
mempunyai sudut geser dalam yang tinggi merupakan material yang sangat
stabil terhadap longsoran. Material dengan kekuatan tinggi seperti ini
umumnya adalah batuan beku dan batuan metamorf. Sudut lereng pada batuan
tersebut bisa mencapai 90 derajat dan tinggi lereng yang besar.
3.5.2.2.Faktor Pembentuk Gaya Penggerak
Gaya penggerak umumnya dipengaruhi oleh gravitasi, sehingga berat dari
pada beban/bagian lereng ya ng bersangkutan adalah merupakan salah satu gaya
penggerak terjadinya longsoran:
a. Bobot isi
Batuan dengan bobot isi yang besar akan memberikan beban/gaya yang lebih
besar daripada lereng
b. Kandungan air tanah
Keberadaan air sebagai moisture tanah pada lereng yang bersangkutan akan
memberikan tambahan beban yang besar pada lereng.
c. Sudut lereng
Sudut lereng yang besar akan memberikan volume material atau batuan besar,
yang merupakan beban lereng yang lebih besar.
Kestabilan lereng diwakili oleh suatu angka Faktor Keamanan (FK) yaitu
perbandingan antara besarnya gaya penahan dan gaya penyebab longsoran. Secara
matematis faktor kestabilan lereng dinyatakan sebagai berikut :
F = R / Fp ……………………………………………………………….
(3.30)
Dimana :
F = Faktor kestabilan lereng.
R = Gaya penahan, berupa resultan gaya-gaya yang membuat lereng tetap
stabil.
Fp = Gaya penggerak, berupa resultan gaya-gaya yang menyebabkan lereng
longsor.
Pada keadaan :
F > 1.0 a lereng dianggap mantap
F = 1.0 a lereng dalam keadaan setimbang atau keadaan kritis
F < 1.0 a lereng dianggap tidak mantap
Untuk menentukan faktor keamanan lereng diambil suatu pedoman dalam
penentuan suatu angka faktor keamanan .
Tabel 3.10 Nilai Faktor Keamanan untuk Perancangan Lereng
Nilai FK Keadaan lereng < 1,0 Tidak mantap 1,0 – 1,2 Kemantapan diragukan 1,3 – 1,4
Memuaskan untuk pemotongan ataupun Penimbunan
1.5 – 1.7 Mantap untuk bendungan
3.5.3. Klasifikasi Longsoran
Berdasarkan proses longsornya batuan, longsoran batuan dapat dibadakan
menjadi 4 (empat) macam, yaitu :
3.5.3.1. Longsoran Bidang (Plane Failure)
Faktor yang mempengaruhi terjadinya longsoran bidang (khususnya untuk
bidang gelincir tunggal) adalah :
- Bidang gelincir mempunyai strike sejajar atau hampir sejajar (maksimal 20°)
dengan strike lereng.
- Kemiringan bidang gelincir lebih kecil daripadi kemiringan lereng.
- Kemiringan bidang gelincir lebih besar daripada sudut geser dalamnya.
- Harus ada bidang release yang menjadi pembatas di kanan-kiri blok yang
menggelincir.
Gambar 3.12
Bentuk Longsoran Bidang
3.5.3.2.Longsoran Baji (Wedge Failure)
Longsoran baji terjadi apabila terdapat dua bidang lemah atau lebih saling
berpotongan sedemikian rupa sehingga membentuk baji.Kondisi yang
menyebabkan terjadinya longsoran baji adalah :
- Sudut lereng lebih besar daripada sudut garis potong kedua bidang lemah
- Sudut garis potong kedua bidang lemah lebih besar daripada sudut geser
dalamnya.
Gambar 3.13
Bentuk Longsoran Baji
3.5.3.3.Longsoran Guling (Toppling Failure)
Longsoran guling terjadi apabila bidang-bidang lemah yang hadir dalam
lereng mempunyai kemiringan yang berlawanan dengan kemiringan lereng.
Keadaan tersebut dapat digambarkan dengan balok-balok yang diletakan diatas
sebuah bidang miring.
Gambar 3.14
Bentuk Longsoran Guling
3.5.3.4. Longsoran Busur (Circular Failure)
Longsoran busur ini biasanya banyak terjadi pada lereng batuan lapuk atau
sangat terkekarkan dan di lereng-lereng timbunan. Bentuk bidang gelincir pada
longsoran jenis ini akan menyerupai busur bila digambarkan pada penampang
melintang.
Dalam analisis busur ini harus memperhatikan pada :
- Jenis tanah /batuan, dalam hal ini batuan dianggap homogen dan kontinyu
- Longsoran yang terjadi menghasilkan bidang luncur berupa busur lingkaran
- Tinggi permukaan air tanah pada lereng
Gambar 3.15
Bentuk Longsoran Busur
3.5.4. Metode Analisa Kemantapan Lereng
Metode analisa kemantapan lereng yang digunakan adalah Metode Bishop
(lihat gambar 3.16). Metode ini dipilih karena material penyusun lereng adalah
tanah.
Analisa metode ini menguraikan gaya-gaya vertikal untuk memperoleh besarnya :
d = 1,04 m, B = 2,08 m, R = 0,540 m, A = 0,84 m, sehingga diamater gorong-
gorong yang dipakai adalah 1,5 m
Maka dimensi saluran dapat digambar sebagai berikut :
0,171 m
0,394 m
0,197 m
60°
0,148 m
Gambar 5.6
Dimensi Saluran 1
0,623 m
1,141 m
0,718 m
60°
0,540 m
Gambar 5.7
Dimensi Saluran 2
0,631 m
1,458 m
0,727 m
60°
0,546 m
Gambar 5.8
Dimensi Saluran 3
1,04 m1,5 m
Gambar 5.9
Dimensi Gorong-gorong 5.3.4. Posisi Saluran
Posisi masing-masing saluran penyaliran dapat dilihat pada gambar 5.10.
Dari gambar nampak bahwa saluran 3 menampung aliran air yang berasal dari
saluran 1 dan 2, dimana untuk mengalirkan air dari saluran 1 ke saluran 3
melewati badan jalan angkut membutuhkan gorong-gorong.dengan panjang 9,5
meter. Gorong-gorong yang dipakai diasumsikan mampu menahan beban yang
timbul oleh badan jalan angkut yang berada diatasnya. Untuk saluran 1, 2 dan 3
mempunyai panjang masing-masing 4.770 m, 2.454 m dan 1.412 m.
Saluran 3 ini langsung berhubungan dengan saluran penirisan jalan raya yang
terletak di sebelah barat pabrik dan bermuara pada laut.
Air limpasan yang masuk ke dalam saluran penirisan jalan raya diasumsikan tidak
menggangu saluran tersebut dan ekosistem laut karena debit air yang kecil serta
tidak mengandung partikel terlarut yang berbahaya (hanya air hujan yang
bercampur dengan tanah liat).
Alternatif penggunaan kolam pengendapan tidak dipakai karena keterbatasan alat
mekanis untuk kegiatan perawatan kolam dan aliran air tidak mengandung
padatan berbahaya bagi lingkungan yang harus diendapkan.
Gambar 5.10 Posisi Saluran Penyaliran
S a lura n 2
Sa lu ra n 3
G or o ng - go r on g
K e la u t
S alu ra n 1
Ba da n Ja la n
Gambar 5.11
Layout Saluran dan Gorong-Gorong
5.4. Kestabilan Lereng (Slope Stability)
Jenjang akhir penambangan (ultmate pit slope) pada kuari tanah liat PT.Semen
Kupang Unit II mempunyai tinggi 10 meter dengan overall pit slope sebesar 70°
(lihat gambar 5.12).
Dalam penentuan dimensi jenjang, selain pertimbangan teknis berupa jangkauan
alat mekanis, pertimbangan perundang-undangan pun harus dijadikan acuan yaitu
Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 1999, dimana tinggi jenjang maksimum
untuk tanah liat adalah 10 meter dengan sudut 70°.
Untuk menghitung nilai faktor keamanan (FK) dari model jenjang digunakan
software Slope-W versi 5.(lihat lampiran M). Dari hasil run model lereng pada
software didapat faktor keamanan (FK) model jenjang sebesar 5,186 (Metode
Bishop), sehingga jenjang dinilai aman
Soil 1ClaySoil Model Mohr-CoulombUnit Weight 7.651 KN/m3Cohesion 64.434 KN/m2Phi 34
Jarak (m)0 10 20 30
Ting
gi(m
)
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
70°
5 m
10 m
Gambar 5.12
Geometri Jenjang Penambangan
5.5. Jadwal Perawatan (Maintenance Schedule)
Untuk memcapai suatu kegiatan pembongkaran yang sukses maka kinerja alat
mekanis yang terlibat di dalamnya sangat menentukan. Kinerja alat yang baik
dipengaruhi oleh banyak faktor, baik oleh manusia sebagai operatornya maupun
oleh alat mekanis itu sendiri.
Jika suatu alat yang seharusnya bekerja tetapi tidak bekerja karena rusak maka
akan mengganggu jalannya keseluruhan sistem kerja. Untuk mencegah hal
semacam ini, maka jadwal perlakuan perawatan yang baik dan benar akan
menentukan tingkat kesediaan alat mekanis itu
Selain perawatan mesin, perawatan jalan angkut juga memegang peranan penting
dalam menunjang produksi alat mekanis, khususnya produksi alat angkut..
5.5.1. Perawatan Alat Mekanis.
Secara umum panduan dalam penyusunan jadwal perawatan alat penulis
merujuk pada PAMA Basic Machine System, dan sebagai parameter jadwal
perawatan alat mekanis yaitu waktu kerja alat dan hour meter.
Perawatan terbagi atas 2 (dua) yaitu perawatan harian dan perawatan berkala.
Perawatan harian yaitu pemeriksaaan suatu alat sebelum dan sesudah dioperasikan
tiap harinya, sedangkan perawatan berkala adalah pemeriksaan dan pergantian
suku cadang tertentu yang telah aus dalam jangka waktu tertentu. Jenis perlakuan
perawatan terhadap alat mekanis dapat dilihat pada tabel 5.2.
Tabel 5.2 Jadwal Penggantian Suku Cadang
Bagian Mesin Nama Suku Jumlah Jadwal PenggantianCadang
Elemen saringan Elemen saringan 1 Setiap 250 jam kerjafull flow (Gasket) (1)Elemen saringan Elemen saringan 1 Setiap 250 jam kerjapernapasan keter engineSaringan bahan Saringan 1 Setiap 500 jam kerjabakar (O - ring) (1)
(Seal washer) (1)Saringan bypass Elemen saringan 1 Setiap 500 jam kerja
(O - ring) 1Saringan anti karat Catridge 1 Setiap 500 jam kerjaSaringan hidrolis Elemen saringan 1 Setiap 1000 jam kerjaSaringan udara Elemen saringan 1 Setiap 2000 jam kerja
(Sumber : Basic Machine System PAMA)
5.5.2. Perawatan Jalan Angkut
Perawatan jalan angkut angkut perlu dilakukan mengingat jalan angkut
akan mengalami kerusakan akibat air hujan, dan lalu-lintas alat mekanis yang
melaluinya. Tindakan perawatan yang dilakukan dapat berupa perataan badan
jalan dan penimbunan lubang-lubang pada badan jalan, serta penyemprotan air
untuk mengurangi debu.
Alat mekanis yang digunakan untuk perataan dan penimbunan lubang pada badan
jalan yaitu Bulldozer Komatsu D-65, sedangkan pada musim kemarau peran truk
penyemprot air diperlukan untuk mengurangai debu sehingga tidak menggangu
jarak pandang pengemudi dan lingkungan sekitar.
5.6. Kemajuan Penambangan
5.6.1. Front I
Arah pembongkaran di kuari tanah liat PT.Semen Kupang Unit II dari
timur ke barat (N 270°E) mengikuti ketinggian dan digusur dengan bulldozer
Komatsu D-275 secara down hill.
Front I ini merupakan permuka kerja awal dalam kegiatan pembongkaran tanah
liat pada ketinggian 170 m sampai 165 m Sesudah kegiatan land clearing maka
jalan akses dibuat ke arah front kerja sepanjang 297,5 m.
Waktu yang dibutuhkan untuk membongkar tanah liat pada front I sebanyak
61.344 ton adalah 3,38 bulan (lihat lampiran U)
Tabel 5.4
Volume Material pada Front I
NO LUAS JARAK LUAS VOLUMEPENAMPANG PENAMPANG PENAMPANG RATA-RATA
(m2) (m) (m2) (m3)A - A' 55.703 25 248.734 6218.35B - B' 441.765 25 399.267 9981.675C - C' 356.769 25 281.763 7044.075D - D' 206.757 25 144.4805 3612.0125E - E' 82.204 25 41.102 1027.55
GRS.BANTU 0 16.227883.6625
TONASE (TON) 61344.0575 5.6.2. Front II
5.6.2.1.Front II-1
Front II-1 adalah front awal pada front II dengan ketinggian
pembongkaran 165 m.sampai 160 m. Jalan akses untuk front II-1 memakai jalan
akses yang dibuat untuk front I, dengan panjang 197,2 m.
Waktu yang dibutuhkan untuk membongkar tanah liat pada front II-1 sebanyak
35.136, 14 ton adalah 1,93 bulan (lihat lampiran U)
Tabel 5.5
Volume Material pada Front II-1
N O L U A S J A R A K L U A S V O L U M EP E N A M P A N G P E N A M P A N G P E N A M P A N G R A T A - R A T A
Untuk mengalihkan arah aliran saluran 2 ke arah saluran 3 (yang menjadi
tempat bertemunya aliran saluran 1 dan 2) maka dibutuhkan gorong-gorong untuk
melewatkan arah aliran air melewati bawah badan jalan angkut.
Untuk saluran gorong-gorong, hubungan antar komponen saluran ialah :
A = 24
1 d ð dan R =0,5 d2, n =0,015, S = 0,25 %
Maka, dimensi gorong-gorong yang dibutuhkan, yaitu :
Q = 2/13/21SR
nA ×××
5,155 m3/detik = 2/13/2
24
1 (0,0025)x 2015,0
1d
××d
π
0,7853 d2 x 0,5 d2/3 = ( ) 0.0025 x
155,5
.0,0151
1,392699 d8/3 = 1,5465
d = 83
1,3926991,5465
d = 1,04 m
maka,
B = 2d
= 2.(1,04) = 2,08 m
R = 0,5 d2
= 0,5 .(1,04)2 = 0,540 m
A = 24
1 d ð
= 24
1 (1,04) π = 0,84 m
LAMPIRAN M
PERHITUNGAN NILAI KEAMANAN LERENG
Jenjang akhir penambangan yang dibuat dengan geometri sebagai berikut
H = 10 m
70°
Gambar M.1
Geometri Jenjang
Untuk memudahkan perhitungan nilai faktor keamanan, maka penulis
memakai bantuan software komputer yaitu SlopeW dari GeoSlope International.
Langkah-langkah pemodelan :
1. Untuk akurasi gambar dalam model lereng, digunakan program AutoCAD
2002 dari Autodesk. Model lereng di-export dengan file extension *.wmf
2. Sebelum memasukan model ke stage (wilayah gambar) dalam SlopeW, maka
satuan (dalam meter), halaman dan skala harus disesuaikan dengan model
(ukuran dan koordinatnya).
3. Model tersebut di-import ke SlopeW, karena terjadi perbedaan skala maka
disesuaikan dengan skala yang telah dibuat.
4. Memasukan Soil Property dari masing-masing lapisan tanah yang ada (baik
bobot isi, kohesi dan sudut geser dalam) dimana semua satuannya harus dalam
KN/m3 untuk bobot isi, KN/m2 untuk kohesi dan derajat untuk sudut geser
dalam.
5. Menentukan point-point batas antar lapisan dan menggambar grid dan radius
dri slip surface serta muka air tanah. Setelah selesai model di-run untuk
melihat hasilnya, atau dapat dilihat pada diagram berikut :
Pembuatan Modeldengan AutoCAD 2000
dari Autodesk
Nilai FK modellereng
RUNMengecek model
(debugging)
Menentukan titik bataslapisan,
, serta metode yang dipilih
grid dan radiusslip surface
Meng- yaitu bobot isi ( ), kohesi (c), dan
sudut geser dalam (°)
input soil propertyγ
Menyesuaikan skala dan koordinat model pada bidang
gambar
Meng- model keSlope-Wimport
Model di- denganextensi *.wmf ( )
exportwindows metafile
Menyesuaikan skala dan satuanpada Slope-W dengan KN/m ( ),
KN/m(c), ° ( )
3
2γ
φ
Gambar M.2
Langkah Pemodelan Lereng dengan Slope-W
1
1
2
1 2
3 4
5 6
7
8 9
10
11 12
13
Soil 1ClaySoil Model Mohr-CoulombUnit Weight 7.651 KN/m3Cohesion 64.434 KN/m2Phi 34°Piezometric Line # 0Ru 0Pore-Air Pressure 0
Jarak (m)
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Ting
gi (
m)
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Gambar M.3
Single Slope Model 70°
10.374
ParameterMethod BishopFactor of Safety 10.374Total Volume 27.025 m3Total Mass 206.77 KNTotal Resisting Moment 7086Total Activating Moment 615.78Total Resisting Force ---Total Activating Force ---
Soil 1ClaySoil Model Mohr-CoulombUnit Weight 7.651 KN/m3Cohesion 64.434 KN/m2Phi 34°Piezometric Line # 0Ru 0Pore-Air Pressure 0
Jarak (m)
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Ting
gi (m
)
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Gambar M.4
Nilai FK untuk Single Slope Model 70° dengan Metode Bishop
1,21 2
3 4
5 6
78
9
1011
12
13 14
15
Soil 1ClaySoil Model Mohr-CoulombUnit Weight 7.651 KN/m3Cohesion 64.434 KN/m2Phi 34Piezometric Line # 0Ru 0Pore-Air Pressure 0
Jarak (m)0 10 20 30
Ting
gi (m
)
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
Gambar M.5
Overall Slope Model 70°
5.186
ParameterMethod BishopFactor of Safety 5.186Total Volume 45.322 m3Total Mass 346.76 KNTotal Resisting Moment 16263 Total Activating Moment 3136.2Total Resisting Force ---Total Activating Force ---Soil 1
ClaySoil Model Mohr-CoulombUnit Weight 7.651 KN/m3Cohesion 64.434 KN/m2Phi 34Piezometric Line # 0Ru 0Pore-Air Pressure 0
Jarak (m)
0 10 20 30
Ting
gi (m
)
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
Gambar M.6
Nilai FK untuk Overall Slope Model 70° dengan Metode Bishop
1
LAMPIRAN N
WAKTU EDAR BULLDOZER KOMATSU D-275 A
Tabel N.1
Data Waktu Edar Bulldozer Komatsu D-275 A
N o M a j u A n g k a t B i l a h M u n d u r M e n u r u n k a n C y c l e t i m eB i l a h
( d e t i k ) ( d e t i k ) ( d e t i k ) ( d e t i k ) ( d e t i k )1 4 8 2 3 8 2 9 02 4 3 2 2 7 3 7 53 4 5 2 3 2 2 8 14 4 6 3 3 6 5 9 05 4 7 2 3 4 2 8 56 4 8 2 3 7 3 9 07 5 2 4 4 7 5 1 0 88 5 6 5 4 8 5 1 1 49 4 3 4 2 8 2 7 7
Untuk menghitung produksi Backhoe Komatsu PC-200 5 menggunakan
persamaan :
E x Cm
3600 x q Q =
Dimana
Q = Produksi perjam (m3)
q = Produksi per siklus (m3)
= q1 x K (q = kapasitas bucket ; K = bucket fill faktor)
Cmt = Waktu edar (detik)
E = Efisiensi kerja
Maka,
q = q1 x K (untuk nilai K lihat tabel)
= 1,3 m3 x 1 = 1,3 m3
Cm = 13,14 detik (lihat lampiran cycle time backhoe)
E = Efisiensi kerja = 0,83 (lihat tabel )
Tabel R.1 Bucket Fill Factor (K)
Kondisi Penggalian Bucket fill factor
Mudah Menggali tanah berlempung, lempung dan tanah lunak 1,0 Rata-rata Menggali tanah berpasir atau tanah kering 0,95 Sulit Menggali tanah pasir dengan kerikil dan memuat bataun hasil