-
PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BUOL
DINAS KEHUTANAN UPTD KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI
(KPHP)
MODEL POGOGUL
Jl. Syarif Mansyur No. 127 Telp. (0445) 211423 Kel. Leok II Kec.
Biau Kab. Buol
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG
KPHP MODEL POGOGUL (UNIT I)
DI KABUPATEN BUOL
PROVINSI SULAWESI TENGAH
DISUSUN OLEH : KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI MODEL
POGOGUL
BUOL, 2014
-
BUKU RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KPHP MODEL POGOGUL
(UNIT I)
Digandakan dan dijilid oleh : Pusat Pengendalian Pembangunan
Kehutanan Regional IV
Tahun 2014
-
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang KPHP Model Pogogul
ii
HALAMAN JUDUL
BUKU RENCANA
PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG
KPHP MODEL POGOGUL DI KABUPATEN BUOL
PROVINSI SULAWESI TENGAH
-
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang KPHP Model Pogogul
iii
LEMBAR PENGESAHAN
PENYUSUNAN RENCANA
PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG
KPHP MODEL POGOGUL DI KABUPATEN BUOL
PROVINSI SULAWESI TENGAH
Buol, Mei2014
Disusun Oleh :
Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi
Model Pogogul,
ABRAM, SP., M.Si.
NIP 19720404 199803 1 014
Diketahui Oleh:
Kepala Dinas Kehutanan
Provinsi Sulawesi Tengah
Ir. NAHARDI, MM
Nip. 19621231 198703 1 006
Kepala Dinas Kehutanan
Kabupaten Buol,
Ir. SURIANTO DJUMIRAN
NIP. 19651229 199603 1 001
Disahkan Oleh :
An. MENTERI KEHUTANAN RI
KEPALA PUSAT PENGENDALIAN PEMBANGUNAN KEHUTANAN REGIONAL IV,
Dr. Ir. M. FIRMAN, M.For.Sc
NIP. 19590225 198603 1 002
-
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang KPHP Model Pogogul
iv
RINGKASAN EKSEKUTIF
Rencana Pengelolaan KPHP Pogogul yang akan menjadi acuan
rencana pengelolaan jangka pendek, diarahkan untuk
mengoptimalkan fungsi-fungsi produksi dan jasa sumberdaya hutan dan
lingkungannya, baik produksi kayu, produksi bukan kayu, maupun
jasa-jasa lingkungan, melalui kegiatan pokok berupa pemanfaatan,
pemberdayaan masyarakat, serta pelestarian lingkungan yang
merupakan satu kesatuan kegiatan. Dengan demikian, rencana
pengelolaan jangka panjang ini diharapkan dapat memberi arah
pengelolaan hutan dan kawasannya, yang melibatkan semua pihak dalam
upaya pengembangan KPHP Pogogul di Provinsi Sulawesi Tengah.
Penyusunan Rencana Pengelolaan Jangka Panjang KPHP Pogogul ini
di dimaksudkan agar proses pembangunannya berjalan secara
sistimatis dan terarah menuju pencapaian target pembangunan
KPH.Tujuannyaadalah untuk memberikan arahan kegiatan pembangunan
KPHP berupa rencana kelola berjangka 10 tahun, dan juga acuan bagi
penyusunan rencana pengelolaan jangka pendek pembangunan KPHP.
Rencanapengelolanuntuksepuluhtahunmendatangadalahdiarahkan pada
pemanfaatan hutan di kawasan hutan produksi dan pemanfaatan hutan
di kawasan hutan lindung. Pemanfaatan hutan pada hutan produksi
meliputi: (a) Pemanfaatan kawasan; (b) Pemanfaatan jasa lingkungan;
(c) Pemanfaatan hasil hutan kayu; (d) Pemanfaatan hasil hutan bukan
kayu; (e) Pemungutan hasil hutan bukan kayu. Selanjutnya
pemanfaatan hutan di kawasan hutan lindung meliputi: (a)
Pemanfaatan kawasan; (b) Pemanfaatan jasa lingkungan; (c)
Pemungutan hasil hutan bukan kayu.
KPHP Pogogul terletak pada 120° 13’ 26,87” - 120° 47’ 05,17” BT
dan 00° 33’ 29,48” - 01° 12’ 52,27” LU dan memiliki luas wilayah
kelola kawasan± 187,544.27 Ha, terdiri atas: Hutan Lindung (HL)
seluas 42.310,38 Ha dan Hutan Produksi HPT seluas 49,789.32 dan HP
seluas 95.444,57 Ha.
Selanjutnya masing-masing kawasan kelompok hutan di bagi kedalam
blok pengelolaan yaitu: KH HL Bunobogu~Dondo terdiri dari blok inti
hutan lindung seluas 606.01 Ha, seluas 208.79 Ha masuk dalam blok
pemanfaatan hutan lindung. KH HL Buol terdiri dari blok inti hutan
lindung seluas 20,145.28 Ha, seluas 9,653.87 Ha masuk dalam blok
pemanfaatan hutan lindung. KH HL S. Bunobogu dan Paleleh blok inti
hutan lindung seluas 11,337.20 Ha. KH HL Paleleh terdiri dari blok
inti hutan lindung seluas 138.11 Ha, seluas 221.11 Ha masuk dalam
blok pemanfaatan hutan lindung. KH HP Bunobogu~Dondo terdiri dari
blok pemanfatan HHK HA pada hutan produksi seluas 24,972.51 Ha,
seluas 1,227.99 Ha masuk dalam blok pemanfatan HHK HT pada hutan
produksi, seluas 7,774.72 Ha masuk dalam blok pemberdayaan pada
hutan produksi, seluas 291.20 Ha masuk dalam blok perlindungan pada
hutan produksi, seluas 2,520.91 Ha masuk dalam blok pemanfaatan
kawasan pada hutan produksi. KH HP Buol terdiri dari blok
pemanfaatan HHK HA seluas 61,120.36 Ha, seluas 4,650.77 Ha blok
pemanfaatan HHK HT, seluas 5,739.86 Ha blok pemberdayaan, seluas
15,165.19 Ha blok perlindungan, seluas 15,174.77 Ha blok
pemanfaatan kawasan. KH HP S. Bunobogu dan Paleleh blok pemanfaatan
HHK HA pada hutan produksi seluas 177.21 Ha. KH HP Paleleh terdiri
dari blok pemanfaatan HHK HA pada hutan produksi seluas 1,810.73
Ha, seluas 871.55 Ha blok pemanfaatan HHK HT, seluas
-
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang KPHP Model Pogogul
v
1,875.97 Ha blok pemberdayaan, seluas 1,026.75 Ha blok
perlindungan, seluas 783.39 Ha blok pemanfaatan kawasan.
Dalam pelaksanaan pengelolaan/pemanfaatan wilayah kerja KPHP
Pogogul selama sepuluh tahun kedepan, UPTD KPH ini perlu didukung
sarana-prasarana perkantoran yang memadai, peningkatan SDM, serta
pembiayaan yang memadai baik yang bersumber dari dana-dana APBD,
APBN maupun dari hasil kerjasama kemitraan. Diharapkan selama
jangka waktu pengelolaan periode sepuluh tahun pertama, KPH ini
sudah dapat menjadi KPH yang mandiri dan dalam bentuk kelola
keuangan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD).
Rencana kelola wilayah KPHP Pogogul berjangka sepuluh tahun ini
memiliki peluang adanya rasionalisasi wilayah kelola, dan review
rencana kelola minimal lima tahun.
Rencana Pengelolaan KPHP Pogogul dengan durasi waktu sepuluh
tahun kedepan, maka rencana kelola perlu segera ditindaklanjuti
dengan penyusunan rencana tahunan KPH.
-
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang KPHP Model Pogogul
vi
PETA SITUASI
Lokasi KPHP Model Pogogul
-
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang KPHP Model Pogogul
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmatNya
sehingga naskah LaporanPenyusunan Rencana Pengelolaan Hutan
Jangka
Panjang KPHP Pogogul (Unit I) di Kabupaten Buol Provinsi
Sulawesi
Tengahyang dibiayai melalui sumber dana APBN Tahun 2013 pada
BPKH Palu
ini dapat diselesaikan.
Dokumen perencanaan ini bertujuan untuk menyajikan maksud dan
tujuan serta
rencana-rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang KPHP Pogogul.
Disamping
itu, dokumenini menyajikan rencana-rencana pembinaan, pengawasan
dan
pengendlian, serta rencana pemantauan, evaluasi dan
pelaporan.
Kepada semua pihak yang berpartisipasi mulai persiapan survei
hingga
tersusunnya dokumen perencanaan ini disampaikan banyak terima
kasih. Secara
khusus disampaikan terima kasih dan penghargaan kepada Tim Pakar
dari
Fakultas Kehutanan Universitas Tadulako atas segala ide dan
masukan
sehingga dokumen ini menjadi lebih bermakna dan aplikatif sesuai
standar-
standar ilmiah.
Dokumen perencanaan ini menjadi salah satu acuanutama bagi UPTD
KPHP
Pogogul dalam pelaksanaan kegiatan di wilayah kerjanya.
Demikian dokumen perencanaan ini disusun, semoga bermanfaat
adanya.
Buol, Mei 2014
Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi Pogogul Kabupaten
Buol
Provinsi Sulawesi Tengah,
ABRAM SP, M.si.
NIP. 19720404 1199803 1 014
-
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang KPHP Model Pogogul
viii
-
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang KPHP Model Pogogul
ix
DAFTAR ISI
Halaman Sampul ............... i Halaman Judul ...............
ii Lembar Pengesahan ............... iii Ringkasan Eksekutif
............... iv Peta Situasi ................ vi Kata Pengantar
............... vii Daftar Isi ............... viii Daftar Tabel
............... x Daftar Gambar ............... xii Daftar Lampiran
............... xiii BAB I. PENDAHULUAN ............... I-1
A. Latar Belakang B. Maksud dan Tujuan C. Sasaran D. Ruang
Lingkup E. Batasan Pengertian
................
................
................
................
................
I-1 I-3 I-4 I-4 I-5
II. DESKRIPSI WILAYAH ............... II-1
A. Risalah Wilayah KPH B. Potensi Wilayah KPH C. Kondisi Sosial
Ekonomi dan Budaya
Masyarakat D. Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan
Kawasan Hutan E. Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan F. Isu
Strategis, Kendala dan Permasalahan
...............
...............
...............
..............
..............
..............
II-1 II-6
II-24
II-41 II-42 II-47
III. VISI DAN MISI PENGELOLAAN HUTAN ............... III-1
............... IV. ANALISIS DAN PROYEKSI ...............
IV-1
A. Analisis Data dan Informasi KPHP Model Pogogul
............... IV-1
B. Proyeksi Pengelolaan Hutan KPHP Model Pogogul
............... IV-5
V. RENCANA KEGIATAN ............... V-1
A. Inventarisasi Berkala Wilayah Kelola dan Penataan
Hutannya
............... V-2
B.Pemanfaatan Hutan pada Wilayah Tertentu ............... V-25
C. Rencana Pemberdayaan Masyarakat ............... V-59 D.
Penyelenggaraan Rehabilitasi Pada Areal di
Luar Ijin ............... V-78
E. Pembinaan dan Pemantauan Pelaksanaan Rehabilitasi dan
Reklamasi Pada pada Areal
............... V-80
-
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang KPHP Model Pogogul
x
Ijin Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan
F. Penyelenggaraan Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam
............... V-81
G. Penyelenggaraan Koordinasi dan Sinkronisasi Antar Pemegang
Ijin
............... V-86
H. Koordinasi dan Sinergi dengan Instansi dan Stakeholder
Terkait
............... V-87
I. Penyediaaan dan Peningkatan Kapasitas SDM
............... V-88
J. Penyediaan Pendanaan ............... V-94 K. Pengembangan
Database ............... V-97 L. Rasionalisasi Wilayah Kelola
............... V-101 M. Review Rencana Pengelolaan (Minimal 5
tahun sekali) ............... V-102
N. Pengembangan Investasi ............... V-103
VI. PEMBINAAN, PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN
............... VI-1
A. Pembinaan Aparat Teknis dan Aparat Terkait Pengelolaan
KPHP
............... VI-1
B. Pengawasan dan Pengendalian ............... VI-2
VII. PEMANTAUAN, EVALUASI DAN PELAPORAN ............... VII-1 A.
Pengukuran Kinerja KPH ............... VII-1 B. Rencana Pemantauan,
Evaluasi dan
Pelaporan ............... VII-4
VIII. PENUTUP ............... VIII-1
LAMPIRAN ............... LP-1
-
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang KPHP Model Pogogul
xi
DAFTAR TABEL
Nomor Teks Halaman
2.1. Fungsi Kawasan Hutan di Wilayah KPHP Model Pogogul 2.2.
Keadaan Penduduk Wilayah Kecamatan di KPHP Unit I
..........
.......... II-2
II-26 2.3. Tekanan Penduduk Terhadap Lahan Pertanian di KPHP
Unit I .......... II-27
2.4. Perhitungan Nilai LQ di Wilayah KPHP Unit I ..........
II-29 2.5. Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian
Penduduk di Wilayah KPHP Unit I .......... II-30
2.6. Luas Ketersediaan Lahan Garapan Terhadap Jumlah Penduduk di
Wilayah KPHP Unit I Kabupaten Buol
.......... II-35
2.7. Jenis dan Jumlah Sarana dan Prasarana Perekonomian di
Wilayah KPHP Unit I
.......... II-37
2.8. Data Kelompok Tani RHL dalam Wilayah BPDAS Palu-Poso di
Kabupaten Buol
.......... II-39
2.9. Kegiatan RHL di Kabupaten Buol .......... II-42 4.1.
Matriks SWOT .......... IV-3 5.1. Bentuk Plot Contoh untuk Kelas
Perusahaan Kayu Pulp .......... V-14 5.2. Bentuk Plot Contoh untuk
Kelas Perusahaan Kayu
Pertukangan .......... V-14
5.3. Rencana Penataan Hutan di Wilayah KPHP Model Pogogul
.......... V-18
5.4. Rencana Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dari Hutan
Alam/Restorasi Ekosistim dalam Hutan Alam (UPHHK-HA/RE) pada Hutan
Produksi di Wilayah Tertentu KPHP Model Pogogul Periode
2014-2023
.......... V-27
5.5. Rencana Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan
Tanaman Industri (UPHHK-HTI) pada Hutan Produksi di Wilayah KPHP
Model Pogogul
.......... V-39
5.6. Tahapan Kegiatan TPTI pada IUPHHK .......... V-42 5.7.
Lokasi Rencana Pemanfaatan Jasa Lingkungan di
Wilayah KPHP Model Pogogul .......... V-51
5.8. Rencana Kegiatan dan Tata Waktu Pelaksanaan Pada Lokasi
Pemanfaatan Wilayah Tertentu Periode 2014-2023
.......... V-58
5.9. Lokasi Rencana Pengembangan HKm di Wilayah KPHP Pogogul
.......... V-63
5.10. Lokasi Rencana Pengembangan Hutan Desa (HD) di Wilayah
KPHP Pogogul
.......... V-64
5.11. Rencana Rehabilitasi Hutan di Wilayah KPHP Pogogul
.......... V-80 5.12. Jenis Kegiatan Perlindungan Hutan di Wilayah
KPHP
Model Pogogul .......... V-84
5.13. Rencana Blok-blok Perlindungan Hutan di Wilayah KPHP Model
Pogogul
.......... V-85
5.14. Sistim Koordinasi dan Sinergi dengan Instansi dan
Stakeholder Terkait
.......... V-88
5.15. Daftar Fasilitas Sarana dan Prasarana UPTD KPHP ..........
V-94
-
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang KPHP Model Pogogul
xii
Model Pogogul 5.16. Taksiran Pendapatan Nominal Unit Usaha
Hutan
Tanaman (Per Hektar) .......... V-110
5.17. Tingkat Keuntungan Unit Usaha Hutan Tanaman (Per
Hektar)
........... V-111
5.18. Tingkat Keuntungan Nominal Unit Usaha Hutan Tanaman (Per
Hektar)
.......... V-112
5.19. Rencana Pembiayaan dan Tata Waktu Pelaksanaan Pengelolaan
Huta di Wilayah KPHP Model Pogogul
.......... V-115
5.20. Analisis Finansial Unit Usaha KPHP Model Pogogul Periode
Tahun 2014-2023
.......... V-120
5.21. Cash Flow Analisis Finansial Unit Usaha Hutan Tanaman
untuk Jenis Kayu-kayuan 100% (Nyatoh/Palapi/ Cempaka/Jabon, dll)
Per Hektar pada Kawasan Hutan Produksi; Populasi Tanaman 1.100
Btg/Ha
.......... V-122
5.22. Cash Flow Analisis Finansial Unit Usaha Hutan Tanaman
untuk Jenis Kayu-kayuan 90% (Nyatoh/Palapi/ Cempaka/Jabon, dll),
dan 10% (Kemiri dll) Per Hektar pada Kawasan Hutan Produksi;
Populasi Tanaman 400 Btg/Ha
.......... V-123
5.23. Cash Flow Analisis Finansial Unit Usaha Hutan Tanaman
untuk Jenis Kayu-kayuan 90% (Nyatoh/Palapi/ Cempaka/Jabon, dll),
dan 10% (Kemiri dll) Per Hektar pada Kawasan Hutan Produksi;
Populasi Tanaman 1.100 Btg/Ha
.......... V-124
-
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang KPHP Model Pogogul
xiii
DAFTAR GAMBAR
Nomor Teks Halaman
2.1. Peta Zonasi Curah Hujan di Wilayah KPHP Unit I ..........
II-7 2.2. Peta Kelas Lereng di Wilayah KPHP Unit I .......... II-17
2.3. Peta DAS Prioritas di Wilayah KPHP Unit I .......... II-18
2.4. Peta Penutupan Lahan di Wilayah KPHP Unit I .......... II-19
2.5. Peta Erosi di Wilayah KPHP Unit I .......... II-22 2.6. Peta
Kekritisan Lahan di Wilayah KPHP Unit I .......... II-23 2.7. Peta
Administrasi Kecamatan di Wilayah KPHP Unit I .......... II-25
-
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang KPHP Model Pogogul
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Teks Halaman
1. Peta Blok Pengelolaan Hutan di Wilayah KPHP Model Pogogul
..........
2. Peta Kawasan HutanKPHP Model Pogogul .......... 3. Peta Izin
Pemanfaatan dan Penggunaan Kawasan KPHP
Model Pogogul ..........
4. Peta TutupanLahan KPHP Model Pogogul .......... 5. Peta
Sebaran Potensi dan Aksesibilitas KPHP Model
Pogogul ..........
6. Peta Kelerangan KPHP Model Pogogul .......... 7. Peta Jenis
Tanah KPHP Model Pogogul .......... 8. Peta Geologi KPHP Model
Pogogul .......... 9. Peta Lahan Kritis KPHP Model Pogogul
.......... 10. Peta Daerah Aliran Sungai KPHP Model Pogogul
.......... 11. Peta Curah Hujan KPHP Model Pogogul ..........
-
HALAMAN JUDUL
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG
KPHP MODEL POGOGUL (UNIT I) DI KABUPATEN BUOL
PROVINSI SULAWESI TENGAH
Merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari :
KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA
Nomor : SK. 5580/Menhut-II/Reg.4-1/2014
Tanggal : 8 September 2014
-
Rencana Pengelolaan KPHP Model Pogogul
I-1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pemerintah telah menetapkan bahwa pembangunan Kesatuan
Pengelolaan Hutan (KPH) menjadi salah satu prioritas nasional,
hal tersebut
tertuang dalam Rencana Strategis (RENSTRA) Kementerian
Kehutanan
Tahun 2010-2014, implementasi kebijakan prioritas pembangunan
yang
kelima yaitu Pemantapan Kawasan Hutan yang dilaksanakan
melalui
Program Pemanfaatan Potensi Sumberdaya Hutan dan Program
Peningkatan
Kualitas dan Akses Informasi Sumberdaya Alam dan Lingkungan
Hidup.
Kegiatan‐kegiatan yang terkait dengan pelaksanaan Program
Pemantapan
Pemanfaatan Potensi Sumberdaya Hutan adalah pengukuhan dan
penatagunaan kawasan hutan dan pembentukan wilayah pengelolaan
dan
perubahan kawasan hutan dengan kegiatan utama pembangunan
KPH.
Terwujudnya organisasi pengelolaan hutan dalam bentuk KPH
akan
lebih mendorong implementasi desentralisasi yang nyata,
optimalisasi akses
masyarakat terhadap sumberdaya hutan sebagai salah satu jalan
untuk
resolusi konflik, kemudahan dan kepastian investasi,
tertanganinya wilayah
tertentu yang “belum ada” unit pengelolanya yaitu areal hutan
yang belum
dibebani ijin, serta upaya untuk meningkatkan keberhasilan
rehabilitasi dan
perlindungan hutan.
KPH sebagai unit operasional pengelolaan hutan dengan luas
yang
dapat dikelola dan dikontrol secara efektif dan bertanggung
jawab atas
BAB
-
Rencana Pengelolaan KPHP Model Pogogul
I-2
pengelolaan hutan ditingkat tapak yang responsif terhadap
kebutuhan dan
kepentingan lokal. Salah satu bagian dari wujud pembentukan KPH
adalah
merupakan serangkaian proses perencanaan/penyusunan desain
kawasan
hutan, yang didasarkan atas fungsi pokok dan peruntukannya,
dalam upaya
mewujudkan pengelolaan hutan lestari. KPH menjadi bagian dari
penguatan
sistem pengurusan hutan nasional, provinsi dan kabupaten,
yang
pembentukannya ditujukan untuk menyediakan wadah bagi
terselenggaranya
kegiatan pengelolaan hutan secara efisien dan lestari.
Berdasarkan data dari kementerian kehutanan sampai Agustus
2011
Kemenhut telah mengeluarkan 23 Keputusan Menteri Kehutanan
tentang
Penetapan Wilayah KPH Provinsi di 23 provinsi. Terdapat 414 unit
wilayah
KPH dengan luas 57.905.008 ha, yang terdiri atas 252 unit KPH
Produksi
seluas 37.539.047 ha, 162 unit KPH Lindung seluas 20.365.961
ha.
Dikeluarkan pula 20 Kepmenhut tentang Penetapan Wilayah KPH
Konservasi
dengan luas 2.073.273 ha, yang terdiri atas 20 Taman Nasional
yang terletak
pada 20 provinsi. Selain itu juga telah ditetapkan 41 Kepmenhut
tentang
Penetapan KPH Model dengan luas 4.926.989 ha yang terdapat pada
25
provinsi (Agroindonesia 2011).
Sehubungan dengan uraian di atas, Pemerintah telah
menetapkan
KPHP Model Pogoguldi Kabupaten Buol Provinsi Sulawesi Tengah.
KPHP ini
terbentuk kelembagaannya tahun 2013 melalui Peraturan Bupati
Buol.
Sebagai KPHP yang baru tebentuk kelembagaannya, hingga saat ini
belum
memiliki dokumen perencanaan. Agar pembangunan KPHP Model
Pogoguldapat berlangsung sesuai dengan target yang ditetapkan,
diperlukan
Rencana Pengelolaan Jangka Panjang sebagai pedoman pelaksanaan,
yang
-
Rencana Pengelolaan KPHP Model Pogogul
I-3
sekaligus sebagai standar penilaian kinerja pembangunan KPH.
Rencana
Pengelolaan KPH Jangka Panjang yang dibuat, mengakomodir
strategi dan
kelayakan pengembangan pengelolaan hutan ditinjau dari aspek
kelola
kawasan, kelola hutan, dan penataan kelembagaan.
Rencana Pengelolaan KPHP Model Pogogulyang akan menjadi
acuan
rencana pengelolaan jangka pendek, diarahkan untuk
mengoptimalkan
fungsi-fungsi produksi dan jasa sumberdaya hutan dan
lingkungannya, baik
produksi kayu, produksi bukan kayu, maupun jasa-jasa lingkungan,
melalui
kegiatan pokok berupa pemanfaatan, pemberdayaan masyarakat,
serta
pelestarian lingkungan yang merupakan satu kesatuan kegiatan.
Dengan
demikian, rencana pengelolaan jangka panjang ini diharapkan
dapat memberi
arah pengelolaan hutan dan kawasannya, yang melibatkan semua
pihak
dalam upaya pengembangan KPHP Model Pogoguldi Kabupaten Buol
Provinsi Sulawesi Tengah.
B. Maksud dan Tujuan
Penyusunan Rencana Pengelolaan Jangka Panjang KPHP Model
Pogoguldi Kabupaten Buoldimaksudkan agar proses
pembangunannya
berjalan secara sistimatis dan terarah menuju pencapaian
target
pembangunan KPH.
Tujuan penyusunan Rencana Pengelolaan Jangka Panjang KPHP
Model Pogoguldi Kabupaten Buoladalah untuk memberikan arahan
kegiatan
pembangunan KPHPberupa rencana kelola berjangka 10 tahun, dan
juga
acuan bagi penyusunan rencana pengelolaan jangka pendek
pembangunan
KPH.
-
Rencana Pengelolaan KPHP Model Pogogul
I-4
Melalui penyusunan Rencana PengelolaanKPHP Model
Pogoguldiharapkan akan dihasilkan rencana-rencana yang dapat
mendukung:
a. Peningkatan mutu dan produktifitas sumberdaya hutan di
KPHP.
b. Peningkatan kontribusi sektor kehutanan terhadap perekonomian
daerah
dan nasional serta pendapatan masyarakat.
c. Peningkatan peranserta masyarakat secara aktif dalam
menjaga
kelestarian sumberdaya hutan.
d. Peningkatan daya dukung DAS/sub DAS di wilayah KPHP.
C. Sasaran
Sasaran penyusunan rencana pengelolaan KPHP Model
PogogulTahun Anggaran 2013adalah tersusunnya rencana
pengelolaan
hutan jangka panjang KPHP Model Pogoguldi Kabupaten Buol
Provinsi
Sulawesi Tengah.
D. Ruang Lingkup
Ruang lingkup rencana pengelolaan hutan jangka panjang di
wilayah
KPHP Model Pogoguldiuraikan sbb.:
Rencana Kegiatan Pengelolaan Hutan berbasis hasil inventarisasi
kondisi
biogeofisik kawasan serta kondisi sosial ekonomi dan budaya
wilayah
KPHP periode tahun 2014-2023.
Penjelasan mengenai kondisi sumberdaya hutan dan ekosistemnya
yang
akan dikelola, status dan alokasi lahan, batas areal, kondisi
sosial
ekonomi masyarakat, dan profil wilayah kecamatan yang
berbatasan
dengan areal KPHP.
-
Rencana Pengelolaan KPHP Model Pogogul
I-5
Rencana kegiatan inventarisasi berkala wilayah kelola dan
penataaan
hutannya, pemanfaatan hutan pada wilayah tertentu, dan
pemberdayaan
masyarakat.
Rencana kegiatan penyelenggaraan rehabilitasi hutan,
perlindungan hutan
dan konservasi alam.
Pembinaan dan pemantauan ijin pemanfaatan hutan dan
penggunaan
kawasan hutan, serta rehabilitasi dan reklamasi hutan.
Penyelenggaraan koordinasi dan sinkronisasi antar pemegang ijin,
serta
koordinasi dan sinergi dengan instansi dan stakeholder
terkait.
Penyediaan dan peningkatan kapasitas SDM serta pendanaan.
Pengembangan database.
Rasionalisasi wilayah kelola.
Review rencana pengelolaan (minimal 5 tahun sekali).
Pengembangan investasi.
E. Batasan Pengertian
Kesatuan Pengelolaan Hutan yang selanjutnya disebut KPH
adalah
wilayah pengelolaan hutan sesuai fungsi pokok dan peruntukannya
yang
dapat dikelola secara efisien dan lestari.
Kesatuan Pengelolaan Hutan Model adalah wujud awal KPH yang
secara
bertahap dikembangkan menuju situasi dan kondisi aktual
organisasi KPH
di tingkat tapak.
Organisasi Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi yang
selanjutnya
disebut KPHP adalah organisasi pengelolaan hutan produksi
yang
wilayahnya sebagian besar terdiri atas kawasan hutan produksi
yang
dikelola Pemerintah Daerah.
-
Rencana Pengelolaan KPHP Model Pogogul
I-6
Sarana adalah barang atau benda bergerak yang dapat dipakai
sebagai
alat dalam pelaksanaan tugas dan fungsi unit organisasi meliputi
peralatan
perkantoran, peralatan transportasi dan peralatan lainnya.
Prasarana adalah barang atau benda tidak bergerak yang dapat
menunjang atau mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi unit
organisasi
antara lain tanah, bangunan, ruang kantor.
Fasilitasi sarana dan prasarana adalah bentuk dukungan
Pemerintah
kepada KPHL dan KPHP berupa sarana dan prasarana.
Pengurusan Hutan adalah kegiatan penyelenggaran hutan yang
meliputi
perencanaan kehutanan, pengelolaan hutan, penelitian dan
pengembangan, pendidikan dan latihan, serta penyuluhan kehutanan
dan
pengawasan.
Perencanaan adalah suatu proses penentuan tindakan-tindakan
masa
depan yang tepat, melalui urutan pilihan dengan
memperhitungkan
sumberdaya yang tersedia untuk mencapai tujuan yang
ditetapkan.
Perencanaan Kehutanan adalah proses penetapan tujuan,
penentuan
kegiatan dan perangkat yang diperlukan dalam pengurusan hutan
lestari
untuk memberikan pedoman dan arah guna menjamin tercapainya
tujuan
penyelenggaraan kehutanan untuk sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat
yang berkeadilan dan berkelanjutan.
Rencana Kehutanan adalah produk perencanaan kehutanan yang
dituangkan dalam bentuk dokumen rencana spasial dan numerik
serta
disusun menurut skala geografis, fungsi pokok kawasan hutan dan
jenis-
jenis pengelolaannya serta dalam jangka waktu pelaksanaan dan
dalam
penyusunannya telah memperhatikan tata ruang wilayah dan
kebijakan
-
Rencana Pengelolaan KPHP Model Pogogul
I-7
prioritas pembangunan yang terdiri dari rencana kawasan hutan
dan
rencana pembangunan kehutanan.
Rencana Pengelolaan Hutan adalah rencana pada kesatuan
pengelolaan
hutan yang memuat semua aspek pengelolaan hutan dalam kurun
jangka
panjang dan pendek, disusun berdasarkan hasil tata hutan dan
rencana
kehutanan, dan memperhatikan aspirasi, peran serta dan nilai
budaya
masyarakat serta kondisi lingkungan dalam rangka pengelolaan
kawasan
hutan yang lebih intensif untuk memperoleh manfaat yang lebih
optimal
dan lestari.
Tata Hutan adalah kegiatan rancang bangun unit pengelolaan
hutan,
mencakup kegiatan pengelompokan sumberdaya hutan sesuai tipe
ekosistem dan potensiyang terkandung di dalamnya dengan tujuan
untuk
memperoleh manfaat sebesarbesarnya bagi masyarakat secara
lestari.
Pengelolaan Hutan adalah kegiatan yang meliputi tata hutan
dan
penyusunan rencana pengelolaan hutan; pemanfaatan hutan;
penggunaan kawasan hutan; rehabilitasi dan reklamasi hutan;
perlindungan hutan dan konservasi alam.
Pemanfaatan hutan adalah kegiatan untuk memanfaatkan kawasan
hutan,
memanfaatkan jasa lingkungan, memanfaatkan hasil hutan kayu
dan
bukan kayu serta memungut hasil hutan kayu dan bukan kayu
secara
optimal dan adil untuk kesejahteraan masyarakat dengan tetap
menjaga
kelestariannya.
Penggunaan kawasan hutan merupakan penggunaan untuk
kepentingan
pembangunan di luar kehutanan tanpa mengubah status dan fungsi
pokok
kawasan hutan.
-
Rencana Pengelolaan KPHP Model Pogogul
I-8
Rehabilitasi hutan dan lahan adalah upaya untuk memulihkan,
mempertahankan, dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan
sehingga
daya dukung, produktivitas dan peranannya dalam mendukung
sistem
penyangga kehidupan tetap terjaga.
Reklamasi hutan adalah usaha untuk memperbaiki atau
memulihkan
kembali lahan dan vegetasi hutan yang rusak agar dapat berfungsi
secara
optimal sesuai dengan peruntukannya.
Lahan Kritis adalah lahan yang berada di dalam dan di luar
kawasan
hutan yang telah mengalami kerusakan, sehingga kehilangan
atau
berkurang fungsinya sampai pada batas yang ditentukan atau
diharapkan.
Daerah Aliran Sungai yang selanjutnya disebut DAS adalah suatu
wilayah
daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak
sungai
yang bersifat menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang
berasal
dari curah hujan ke danau atau laut secara alami yang batas di
darat
merupakan pemisah topografi dan batas di laut sampai dengan
daerah
perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan.
Tata Air DAS adalah hubungan kesatuan individual unsur-unsur
hidrologis
yang meliputi hujan, aliran sungai, peresapan dan
evapotranspirasi dan
unsur lainnya yang mempengaruhi neraca air suatu DAS.
Reboisasi adalah upaya pembuatan tananam jenis pohon hutan
pada
kawasan hutan rusak yang berupa lahan kosong/terbuka,
alang-alang
atau semak belukar dan hutan rawang untuk mengembalikan fungsi
hutan.
Penanaman pengkayaan reboisasi adalah kegiatan penambahan
anakan
pohon pada areal hutan rawang yang memiliki tegakan berupa
anakan,
pancang, tiang dan pohon 200-400 batang/ha, dengan maksud
untuk
-
Rencana Pengelolaan KPHP Model Pogogul
I-9
meningkatkan nilai tegakan hutan baik kualitas maupun kuantitas
sesuai
fungsinya.
Kawasan Lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi
utama
melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup
sumberdaya
alam, sumberdaya buatan dan nilai sejarah serta budaya bangsa
guna
kepentingan pembanguan berkelanjutan.
Konservasi tanah adalah upaya penempatan setiap bidang lahan
pada
penggunaan (secara vegetatif dan/atau sipil teknik) yang sesuai
dengan
kemampuan lahan tersebut dan memperlakukannya sesuai dengan
syarat-syarat yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah
sehingga
dapat mendukung kehidupan secara lestari.
Perlindungan hutan adalah usaha untuk mencegah dan membatasi
kerusakan hutan, kawasan hutan dan hasil hutan, yang disebabkan
oleh
perbuatan manusia, ternak, kebakaran, daya-daya alam, hama
dan
penyakit, serta mempertahankan dan menjaga hak-hak negara,
masyarakat dan perorangan atas hutan, kawasan hutan, hasil
hutan,
investasi serta perangkat yang berhubungan dengan pengelolaan
hutan.
Tata Batas dalam wilayah KPH adalah melakukan penataan batas
dalam
wilayah kelola KPH berdasarkan pembagian Blok dan petak.
Inventarisasi hutan adalah rangkaian kegiatan pengumpulan data
untuk
mengetahui keadaan dan potensi sumber daya hutan serta
lingkungannya
secara lengkap.
Blok adalah bagian wilayah KPH yang dibuat relatif permanen
untuk
meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengelolaan.
-
Rencana Pengelolaan KPHP Model Pogogul
I-10
Petak adalah bagian dari blok dengan luasan tertentu dan menjadi
unit
usaha pemanfaatan terkecil yang mendapat perlakuan pengelolaan
atau
silvikultur yang sama.
Wilayah tertentu adalah wilayah hutan yang situasi dan
kondisinya belum
menarik bagi pihak ketiga untuk mengembangkan usaha
pemanfaatannya.
Evaluasi adalah suatu proses untuk mengukur pencapaian suatu
tujuan
tertentu yang telah ditetapkan serta dilakukan secara sistematik
dan
teratur, hasilnya digunakan sebagai umpan balik untuk
perbaikan
pelaksanaan perencanaan selanjutnya.
Pemanfaatan hutan adalah kegiatan untuk memanfaatkan kawasan
hutan,
memanfaatkan jasa lingkungan, memanfaatkan hasil hutan kayu
dan
bukan kayu serta memungut hasil hutan kayu dan bukan kayu
secara
optimal dan adil untuk kesejahteraan masyarakat dengan tetap
menjaga
kelestariannya.
Pemanfaatan kawasan adalah kegiatan untuk memanfaatkan ruang
tumbuh sehingga diperoleh manfaat lingkungan, manfaat sosial
dan
manfaat ekonomi secara optimal dengan tidak mengurangi
fungsi
utamanya.
Pemanfaatan jasa lingkungan adalah kegiatan untuk
memanfaatkan
potensi jasa lingkungan dengan tidak merusak lingkungan dan
mengurangi fungsi utamanya.
Pemanfaatan hasil hutan kayu adalah kegiatan untuk memanfaatkan
dan
mengusahakan hasil hutan berupa kayu dengan tidak merusak
lingkungan
dan tidak mengurangi fungsi pokoknya.
-
Rencana Pengelolaan KPHP Model Pogogul
I-11
Pemanfaatan hasil hutan bukan kayu adalah kegiatan untuk
memanfaatkan dan mengusahakan hasil hutan berupa bukan kayu
dengan tidak merusak lingkungan dan tidak mengurangi fungsi
pokoknya.
Pemungutan hasil hutan kayu dan/atau bukan kayu adalah kegiatan
untuk
mengambil hasil hutan baik berupa kayu dan/atau bukan kayu
dengan
batasan waktu, luas dan/atau volume tertentu.
Izin pemanfaatan hutan adalah izin yang diterbitkan oleh pejabat
yang
berwenang yang terdiri dari izin usaha pemanfaatan kawasan, izin
usaha
pemanfaatan jasa lingkungan, izin usaha pemanfaatan hasil hutan
kayu
dan/atau bukan kayu, dan izin pemungutan hasil hutan kayu
dan/atau
bukan kayu pada areal hutan yang telah ditentukan.
Izin usaha pemanfaatan kawasan yang selanjutnya disingkat IUPK
adalah
izin usaha yang diberikan untuk memanfaatkan kawasan pada
hutan
lindung dan/atau hutan produksi.
Izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan yang selanjutnya
disingkat IUPJL
adalah izin usaha yang diberikan untuk memanfaatkan jasa
lingkungan
pada hutan lindung dan/atau hutan produksi.
Izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu yang selanjutnya
disingkat
IUPHHK dan/atau izin usaha pemanfaatan hasil hutan bukan kayu
yang
selanjutnya disebut IUPHHBK adalah izin usaha yang diberikan
untuk
memanfaatkan hasil hutan berupa kayu dan/atau bukan kayu dalam
hutan
alam pada hutan produksi melalui kegiatan pemanenan atau
penebangan,
pengayaan, pemeliharaan dan pemasaran.
-
Rencana Pengelolaan KPHP Model Pogogul
I-12
IUPHHK restorasi ekosistem dalam hutan alam adalah izin usaha
yang
diberikan untuk membangun kawasan dalam hutan alam pada
hutan
produksi yang memiliki ekosistem penting sehingga dapat
dipertahankan
fungsi dan keterwakilannya melalui kegiatan pemeliharaan,
perlindungan
dan pemulihan ekosistem hutan termasuk penanaman, pengayaan,
penjarangan, penangkaran satwa, pelepasliaran flora dan fauna
untuk
mengembalikan unsur hayati (flora dan fauna) serta unsur non
hayati
(tanah, iklim dan topografi) pada suatu kawasan kepada jenis
yang asli,
sehingga tercapai keseimbangan hayati dan ekosistemnya.
IUPHHK dan/atau IUPHHBK dalam hutan tanaman adalah izin
usaha
yang diberikan untuk memanfaatkan hasil hutan berupa kayu
dan/atau
bukan kayu dalam hutan tanaman pada hutan produksi melalui
kegiatan
penyiapan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan,
pemanenan,
dan pemasaran.
Izin pemungutan hasil hutan kayu yang selanjutnya disingkat
IPHHK
adalah izin untuk mengambil hasil hutan berupa kayu pada hutan
produksi
melalui kegiatan pemanenan, pengangkutan, dan pemasaran
untuk
jangka waktu dan volume tertentu.
Izin pemungutan hasil hutan bukan kayu yang selanjutnya
disingkat
IPHHBK adalah izin untuk mengambil hasil hutan berupa bukan kayu
pada
hutan lindung dan/atau hutan produksi antara lain berupa rotan,
madu,
buah-buahan, getah-getahan, tanaman obat-obatan, untuk jangka
waktu
dan volume tertentu.
Hutan tanaman industri yang selanjutnya disingkat HTI adalah
hutan
tanaman pada hutan produksi yang dibangun oleh kelompok
industri
-
Rencana Pengelolaan KPHP Model Pogogul
I-13
kehutanan untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutan
produksi
dengan menerapkan silvikultur dalam rangka memenuhi kebutuhan
bahan
baku industri hasil hutan.
Hutan tanaman rakyat yang selanjutnya disingkat HTR adalah
hutan
tanaman pada hutan produksi yang dibangun oleh kelompok
masyarakat
untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi
dengan
menerapkan silvikultur dalam rangka menjamin kelestarian sumber
daya
hutan.
Hutan tanaman hasil rehabilitasi yang selanjutnya disingkat HTHR
adalah
hutan tanaman pada hutan produksi yang dibangun melalui
kegiatan
merehabilitasi lahan dan hutan pada kawasan hutan produksi
untuk
memulihkan, mempertahankan dan meningkatkan fungsi lahan dan
hutan
dalam rangka mempertahankan daya dukung, produktivitas dan
peranannya sebagai sistem penyangga kehidupan.
Sistem silvikultur adalah sistem budidaya hutan atau sistem
teknik
bercocok tanaman hutan mulai dari memilih benih atau bibit,
menyemai,
menanam, memelihara tanaman dan memanen.
Hutan hak adalah hutan yang berada pada tanah yang dibebani hak
atas
tanah.
Hutan kemasyarakatan adalah hutan negara yang pemanfaatan
utamanya
ditujukan untuk memberdayakan masyarakat.
Hutan desa adalah hutan negara yang belum dibebani izin/hak,
yang
dikelola oleh desa dan dimanfaatkan untuk kesejahteraan
desa.
-
Rencana Pengelolaan KPHP Model Pogogul
I-14
Iuran izin usaha pemanfaatan hutan yang selanjutnya disingkat
IIUPH
adalah pungutan yang dikenakan kepada pemegang izin usaha
pemanfaatan hutan atas suatu kawasan hutan tertentu.
Provisi sumber daya hutan yang selanjutnya disingkat PSDH
adalah
pungutan yang dikenakan kepada pemegang izin sebagai pengganti
nilai
intrinsik dari hasil hutan yang dipungut dari hutan negara.
Dana reboisasi yang selanjutnya disingkat DR adalah dana yang
dipungut
dari pemegang IUPHHK dalam hutan alam pada hutan produksi
untuk
mereboisasi dan merehabilitasi hutan.
Perorangan adalah Warga Negara Republik Indonesia yang cakap
bertindak menurut hukum.
Surat keterangan sahnya hasil hutan adalah dokumen-dokumen
yang
merupakan bukti legalitas hasil hutan pada setiap segmen
kegiatan dalam
penatausahaan hasil hutan.
Industri primer hasil hutan kayu adalah pengolahan kayu bulat
dan/atau
kayu bahan baku serpih menjadi barang setengah jadi atau barang
jadi.
Industri primer hasil hutan bukan kayu adalah pengolahan hasil
hutan
berupa bukan kayu menjadi barang setengah jadi atau barang
jadi.
Pengendalian adalah suatu proses atau upaya untuk mengurangi
atau
menekan penyimpangan yang mungkin terjadi, sehingga diperoleh
suatu
hasil sesuai dengan yang telah ditetapkan melalui
pemantauan,
pengawasan dan penilaian kegiatan.
-
Rencana Pengelolaan KPHP Model Pogogul
II-1
DESKRIPSI KAWASAN
A. Risalah Wilayah KPH
1. Letak dan Luas
Secara geografis wilayah KPHP Model Pogogul terletak pada 120°
13’
26,87” - 120° 47’ 05,17” BT dan 00° 33’ 29,48” - 01° 12’ 52,27”
LU. Wilayah
KPHP Model Pogogul secara administrasi termasuk ke dalam
Kabupaten
Buol yang tersebar di 11 (sebelas) Kecamatan yaitu Kecamatan
Lakea,
Kecamatan Bokat, Kecamatan Bukal, Kecamatan Bunobogu,
Kecamatan
Gadung, Kecamatan Karamat, Kecamatan Lipunoto, Kecamatan
Momunu,
Kecamatan Paleleh, Kecamatan Paleleh Barat, dan Kecamatan
Tiloan.
Luas wilayah KPHP Model Pogogul berdasarkan Keputusan
Menteri
Kehutanan Republik Indonesia Nomor: SK.756/Menhut-II/2012
tanggal 26
Desember 2012 seluas ± 199.534 Ha. Merujuk pada peta lampiran
SK
tersebut, wilayah KPHP Model Pogogul berada pada wilayah
Kabupaten
Buol. Kedua berkas landasan hukum KPHP Model Pogogul ini tidak
selaras,
karena konsideran SK menyatakan sebagai KPH kabupaten, tetapi
peta
lampirannya mengisyaratkan sebagai KPH lintas.
Berdasarkan Laporan Penyiapan Penetapan Kelembagaan Kesatuan
Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Unit I, Kabupaten Buol
Provinsi
Sulawesi Tengah (Anonim, 2012), disarankan bahwa wilayah KPHP
Model
Pogogul yang berada di wilayah administrasi Kabupaten Tolitoli
dikeluarkan
dan digabung ke wilayah KPHP Unit II. Hal ini berdasarkan hasil
analisis
SWOT dengan pertimbangan utama pada efisiensi dan
efektifitas
BAB
-
Rencana Pengelolaan KPHP Model Pogogul
II-2
kelembagaan KPH. Dengan mempertimbangkan batas administrasi
tersebut,
luas wilayah KPHP Model Pogogul setelah dideliniasi ulang adalah
190.520
Ha. Luas inilah yang digunakan dalam penyusunan Tata Hutan dan
Rencana
Pengelolaan KPHP Model Pogogul. Senada dengan hal tersebut,
perubahan
luas wilayah ini telah diusulkan Pemerintah Kabupaten Buol ke
Menteri
Kehutanan untuk ditetapkan melalui Surat Bupati Buol Nomor:
522.13/16.51/Dishut tanggal 31 Agustus 2013 (Surat
Terlampir).
Seiring dengan ditetapkannya Surat Keputusan Menteri
Kehutanan
Nomor SK.635/Menhut-II/2013 tanggal 24 September 2013
tentang
Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan Menjadi Bukan Kawasan
Hutan,
Perubahan Fungsi Kawasan Hutan , dan Penunjukan Bukan Kawasan
Hutan
Menjadi Kawasan Hutan di Propinsi Sulawesi Tengah, luas KPHP
Model
Pogogul setelah disesuaikan dengan SK Menhut tersebut
menjadi±
187.544,27 Ha.
Adapun rincian masing-masing unit diuraikan sbb.:Hutan Lindung
(HL)
seluas 42,310.38ha, Hutan Produksi Terbatas (HPT)
seluas49,789.32ha, dan
Hutan Produksi (HP) seluas 95,444.57ha.Lebih jelasnya dapat
dilihat pada
Tabel 2.1 berikut.:
Tabel 2.1 Fungsi Kawasan Hutan di Wilayah KPHP Model Pogogul
No. Fungsi Hutan Luas (Ha) Persentase (%)
1 Hutan Lindung (HL) 42.310,38 22,56
2 Hutan Produksi Terbatas (HPT) 49.789,32 26,55
3 Hutan Produksi (HP) 95.444,57 50,89
Jumlah 187,544.27 100
Sumber: BPKH WilayahX VI Palu, 2013
2. Aksesibilitas Kawasan
Lokasi PHP Model Pogogul di Kabupaten Buol Provinsi Sulawesi
Tengah pada sebelas wilayah kecamatan yaitu: Kecamatan
Lakea,
-
Rencana Pengelolaan KPHP Model Pogogul
II-3
Kecamatan Biau, Kecamatan Karamat, Kecamatan Momunu,
Kecamatan
Tiloan, Kecamatan Bokat, Kecamatan Bukal, Kecamatan
Bunobogu,
Kecamatan Gadung, Kecamatan Paleleh, dan Kecamatan Paleleh
Barat.
Aksesibilitas Kawasan Wilayah KPHP Model Pogogul belum cukup
memadai sehingga arus transportasi antar desa dalam wilayah
kecamatan
maupun dari dan menuju desa di kecamatan yang lainnya masih
sulit. Di
samping itu sarana penunjang berupa jembatan juga belum memadai
untuk
melintasi wilayah ini. Dengan demikian keterjangkauan wilayah
KPHP belum
cukup memadai dijangkau hingga pada batas-batas luar kawasan
hutan.
3. Batas-batas KPH
KPHP Model Pogogul,memiliki batas-batas wilayah sebagai
berikut:
� Sebelah utara: berbatasan dengan kawasan APL di wilayah
Kecamatan
Paleleh s.d. Kecamatan Biu Kabupaten Buol.
� Sebelah timur: berbatasan dengan kawasan APL Desa Umu
Kecamatan
Paleleh Kabupaten Buol.
� Sebelah selatan: berbatasan dengan KPHL Unit III Kabupaten
Parigi
Moutong dan Provinsi Gorontalo.
� Sebelah barat: berbatasan dengan KPHP Unit II Kabupaten
Tolitoli.
4. Sejarah Wilayah KPH
KPHP Unit I yang terletak di wilayah Kabupaten Buol dan
Kabupaten
Tolitoli Provinsi Sulawesi Tengah terbentuk sesuai Surat
Keputusan
Menteri Kehutanan No. SK.79/MENHUT-II/2010 Tanggal 10
Februari
2010 Tentang Penetapan Wilayah Pengelolaan KPHL dan KPHP
Provinsi
Sulawesi Tengah.
-
Rencana Pengelolaan KPHP Model Pogogul
II-4
Berdasarkan sejarah pengelolaan hutan, wilayah KPHP Unit I
pernah
dikelola oleh HPH PT. PT. Regasia Jaya Nusantara hingga awal
tahun
1990-an seluas 71.700 Ha. Selanjutnya mulai tahun 2000 PT.
Inhutani I
diserahi tugas oleh Departemen Kehutanan untuk melakukan
rehabilitasi
dan pengamanan Eks HPH tersebut. Pada tahun 2000, PT. Inhutani
I
memperoleh surat rekomendasi dari Bupati Kepala Dati II Buol
Tolitoli No.
522/1296/Tapem tgl 1 Maret 2000 untuk ditetapkan sebagai areal
HPH
PT Inhutani I.
5. Pembagian Blok Wilayah KPH
Sesuai dengan Permenhut Nomor P.6/Menhut-II/2010 serta
mengacu
pada Peraturan Dirjen Planologi Kehutanan Nomor
P.5/VII-WP3H/2012 serta
kondisi wilayah KPHPModel Pogogul secara garis besar,
blok-blok
pengelolaan dibagi menjadi empat blok yaitu blok inti, blok
perlindungan, blok
pemanfaatan dan blok pemberdayaan masyarakat. Blok yang
direncanakan
adalah bagian wilayah KPH yang dibuat relatif permanen untuk
meningkatkan
efektifitas dan efisiensi pengelolaan.Selanjutnya berdasarkan
blok-blok
tersebut, dibagi lagi menjadi petak-petak pengelolaan.
Petak adalah bagian dari blok dengan luasan tertentu dan menjadi
unit
usaha pemanfaatan terkecil yang mendapat perlakuan pengelolaan
atau
silvikultur yang sama. Dengan demikian, pembagian petak
diarahkan sesuai
dengan peruntukan berdasarkan identifikasi lokasi dan potensi
wilayah
tertentu, antara lain: (a).wilayah yang akan diberikan izin, dan
(b).wilayah
untuk pemberdayaan masyarakat.
Memperhatikan kondisi kawasan KPHP Model Pogogul yang
terbagi
atas tiga fungsi kawasan yaitu hutan lindung (HL), hutan
produksi terbatas
-
Rencana Pengelolaan KPHP Model Pogogul
II-5
(HPT) dan hutan produksi tetap (HP) maka dalam penyusunan
rencana
pengelolaan jangka panjang diarahkan pada pemanfaatan kawasan
hutan,
penggunaan kawasan hutan, rehabilitasi dan reklamasi hutan,
pemungutan
hasil hutan bukan kayu serta pemberdayaan masyarakat.
Wilayah KPHP Model Pogogul yang sebahagian kawasan menjadi
daerah tangkapan air bagi wilayah bawahannya berupa daerah
irigasi
pertanian serta memperhatikan kepentingan masyarakatdan
pembangunan
wilayah maka kawasan hutan lindung dengan luas 42.310,37Ha
dibagi
kedalam dua blok yaitu blok inti, dan blok
pemanfaatan.Selanjutnya pada
kawasan hutan produksi (HPT dan HP)seluas 145.233,89Ha dibagi
kedalam
lima blok yaitu blok perlindungan, blok pemanfaatan kawasan,
blok
pemanfaatan HHK-HA, blok pemanfaatan HHK-HT dan blok
pemberdayaan
masyarakat. Adapun pembagian blok dan petak pengelolaan kawasan
hutan
wilayah KPHP Model Pogogul disajikan pada peta penataan
hutan.
Adapun blok/petak pengelolaan hutan diuraikan sbb.;
1. Blok inti pada hutan lindung: Blok ini dapat difungsikan
sebagai
perlindungan tata air dan perlindungan lainnya. Penetapan blok
inti
didasarkan pada pertimbangan bahwa lokasi HL ini sulit untuk
dimanfaatkan dan apabila dimanfaatkan akan membahayakan
daerah
bawahannya.
2. Blok Perlindungan pada hutan produksi: Blok ini
direkomendasikan untuk
perlindungan tata air dan perlindungan lainnya. Blok ini
direncanakan pula
untuk tidak dimanfaatkan, kecuali untuk pemanfaatan jasa
lingkungan
berupa pengelolaan jasa aliran air. Disamping itu, pertimbangan
lain
penetapan blok perlindungan pada hutan produksi adalah untuk
-
Rencana Pengelolaan KPHP Model Pogogul
II-6
memberikan kesempatan pada hutan alam dalam meregenerasi
dirinya
secara alami dalam jangka waktu 10 tahun kedepan.
3. Blok Pemanfaatan pada Hutan Produksi dan Hutan Lindung
Blok pemanfaatan pada hutan produksi diarahkan pada pemanfaatan
hasil
hutan kayu dalam hutan tanaman (HHK-HT), pemanfaatan hasil
hutan
kayu dalam hutan alam dalam bentuk/sistem restorasi ekosistem
(HHK-
RE), pemanfaatan jasa lingkungan seperti wisata alam/hutan, jasa
aliran
air, dan jasa karbon. Pada hutan lindung, pemanfaatan hutan
diarahkan
pada pemanfaatan hasil hutan bukan kayu dalam hutan alam
(HHBK-HA)
seperti pemungutan rotan, getah, lebah madu, buah/biji.
4. Blok Pemberdayaan Masyarakat
Blok pemberdayaan masyarakat ini diarahkan pada pembangunan/
pengembangan hutan kemasyarakatan (HKm), Hutan Desa (HD),
dan
Hutan Tanaman Rakyat (HTR), baik hasil hutan kayu maupun hasil
hutan
bukan kayu.
6. Pembagian Blok Pada Wilayah Tertentu
1. Blok Pemanfaatan pada Hutan Produksi
Penerapan pendekatan pemanfatan hasil hutan alam (HHK-HA)
pada
hutan produksi diarahkan pada tutupan vegetasi hutan primer dan
hutan
sekunder rapat sedangkan pemanfaatan hasil hutan dengan
restorasi
ekosistem dalam hutan alam (HHK-RE) diarahkan pada tutupan
vegetasi
hutan kerapatan rendah dan sedang pada hutan produksi. Hal
tersebut
dimaksudkan untuk memprakondisikan situasi sosial ke arah yang
lebih
kondusif di sekitar wilayah KPH guna mencegah terjadinya konflik
baru
antara pengelola KPH dengan masyarakat sekitarnya. Izin
Usaha
-
Rencana Pengelolaan KPHP Model Pogogul
II-7
Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Restorasi Ekosistem Dalam Hutan
Alamyang selanjutnya disebut IUPHHK-RE adalah izin usaha
yang
diberikan untukmembangun kawasan dalam hutan alam pada hutan
produksi yang memilikiekosistem penting sehingga dapat
dipertahankan
fungsi dan keterwakilannya melaluikegiatan pemeliharaan,
perlindungan
dan pemulihan ekosistem hutan termasukpenanaman, pengayaan,
penjarangan, penangkaran satwa, pelepasliaran flora danfauna
untuk
mengembalikan unsur hayati (flora dan fauna) serta unsur non
hayati(tanah, iklim dan topografi). Sedangakan Izin usaha
pemanfaatan hasil
hutan kayu Hutan Tanaman/Hutan Tanaman Industri yang selanjutnya
disingkat
IUPHHK-HT/HTI adalah izin usaha yang diberikan untuk
memanfaatkan hasil
hutanberupa kayu pada hutan produksi melalui kegiatan penyiapan
lahan,
pembibitan,penanaman, pemeliharaan, pemanenan, dan
pemasaran.
2. Blok Pemanfaatan pada Hutan Lindung
Blok Pemanfaatan pada hutan lindung dimaksudkan dalam rangka
Penyelenggaraan usaha pemanfaatan jasa lingkungan serta
Pemanfaatan
atau pemungutan hasil hutan bukan kayu (HHBK) pada hutan
lindung. di
wilayah KPHP Model Pogogulpemanfaatan jasa
lingkungandikelompokkan
kedalam empat jenis, yaitu kelompok jenis jasa wisata alam (WA),
jenis
jasa aliran air (JAL), dan jenis jasa penyerapan/penyimpanan
karbon
(RAP- KARBON dan/atau PAN-KARBON) serta area
riset/penelitian
habitat alamnya.
-
Rencana Pengelolaan KPHP Model Pogogul
II-8
B. Potensi Wilayah KPH
1. Iklim
Wilayah KPHP Unit I dipengaruhi oleh dua musim yang tetap
yakni
musim Barat dan musim Timur dengan iklim tropis. Dari hasil
analisis Peta
Curah Hujan RTkRHL BPDAS Palu Poso Tahun 2009, curah hujan
rata-rata
tahunan di wilayah KPHP Unit XVI berkisar 1.800 – 2.800
mm/tahun. Curah
dominan berkisar 2.000 - 2.600 mm/tahun.
Gambar 2.1. Peta Zonasi Curah Hujan di Wilayah KPHP Unit I
Dari hasil analisis data curah hujan dan hari hujan Kabupaten
Buol
periode tahun 2002-2007 diketahui bahwa curah hujan rata-rata
tahunan
mencapai 1.920,43 mm/thn. Jumlah bulan basah sebanyak 11 bulan
dan
bulan kering 0 bulan. Dengan demikian tipe iklim berdasarkan
klasifikasi
-
Rencana Pengelolaan KPHP Model Pogogul
II-9
Smith dan Ferguson adalah termasuk dalam tipe iklim A.
Selanjutnya
berdasarkan data curah hujan Tahun 2007 diketahui jumlah hari
hujan
sebanyak 126 hh atau rata-rata 10 hh. Rata-rata curah hujan
selama tahun
2007 adalah 187 mm/bulan, yang mana curah hujan tertinggi
terjadi pada
bulan April (430 mm) dan terendah terjadi pada bulan September
(45 mm).
Suhu udara maksimum rata-rata tertinggi di wilayah Buol dan
sekitarnya adalah 32,45 0C pada bulan Mei dan suhu udara minimum
rata-
rata terendah adalah 23,53 0C dibulan Februari.
Kelembaban udara rata-rata bulanan juga bervariasi, tertinggi
adalah
88,00% yang terjadi pada bulan September dengan kelembaban udara
rata-
rata terendah sebesar 82,00% yang terjadi pada bulan
Oktober.
5. Geologi, Tanah dan Geomorfologi
Geologi:
Berdasarkan peta Geologi Bersistem Indonesia skala
1:250.000,
wilayah Kabupaten Buol termasuk dalam Mendala Geologi Sulawesi
Barat.
Dari sisi kompleksitas struktur geologi, bagian timur wilayah
ini relatif lebih
terpengaruhi secara tektonik dibanding bagian baratnya. Di
bagian timur,
sesar-sesar vertikal dengan dua arah utama yaitu tenggara-barat
laut dan
timur laut-barat daya. Disamping itu, terdapat sesar-sesar
dekstral di
Pegunungan Paleleh dan G. Tentalomatinan. Adapun bagian timur
Buol,
gejala struktur relatif tidak dominan, hanya terdapat dua
struktur utama, yaitu
sesar sungkup di barat Momunu dan sesar vertikal di sebelah
barat Leok.
Struktur geologi lainnya yang dijumpai adalah lipatan antiklin
dan kekar-kekar
yang banyak terdapat pada seluruh formasi batuan yang ada di
wilayah ini.
-
Rencana Pengelolaan KPHP Model Pogogul
II-10
Secara regional, berdasarkan Peta Geologi dan Potensi Bahan
Galian
Provinsi Sulawesi Tengah, skala 1 : 750.000 (Tahun 1995) satuan
batuan
yang menyusun geologi Kabupaten Buol terdiri atas:
Formasi Tinombo: Litologi penyusun formasi ini berupa lava
basal,
basal spilitan, lava andesit, breksi gunung api, batupasir wake,
batulanau,
patupasir hijau, batugamping merah, batugamping kelabu dan
batuan
termetamorfosa lemah. Di Kabupaten Buol satuan ini terdapat di
bagian
selatan dengan arah memanjang relatif timur-barat relatif pada
wilayah batas
dengan kabupaten lain. Umur formasi ini diduga Eosen-Oligosen,
dengan
tebal formasi lebih dari 500 m.
Batuan Vulkanik: Batuan gunung api umumnya bersifat
andesitik,
tersebar di banyak tempat namun tidak meluas. Ukuran kristal
batuannya
umumnya halus. Juga terdapat batuan lain berupa lava, breksi
andesit dan
basal. Sebarannya antara lain Momunu bagian barat dan selatan,
sebelah
barat Leok dan sebelah selatan Bokat yang merupakan batas
dengan
kabupaten/propinsi lain. Sebaran batuan ini masih meluas ke arah
barat
(Tolitoli) dan menyebar luas di selatan (Parigi Moutong). Satuan
ini
diperkirakan menjemari dengan Formasi Tinombo. Berumur Eosen
-
Oligosen.
Diorit Bone: Merupakan batuan beku menengah, terdiri dari
diorit,
diorit kwarsa, granodiorit dan andesit. Penyebaran batuan ini
relatif sempit
setempat-setempat. Penyebaran terluas di Kabupaten Buol kurang
dari 600
ha. Umur batuan diperkirakan Miosen Awal sampai Miosen
Tengah.
Diorit Boliohuto: Terdiri dari diorit dan granodiorit dan
tergolong dalam
jenis batuan beku dalam yang bersifat menengah sampai asam.
Di
-
Rencana Pengelolaan KPHP Model Pogogul
II-11
Kabupaten Buol batuan ini hanya terdapat di sekitar G.
Tentolomatinan
sebelah selatan Lokodako. Umur batuan adalah Miosen Tengah
sampai
Miosen Atas.
Formasi Dolokapa: Litologi terdiri dari batupasir wake,
batulanau,
batulumpur, kongtomerat, tufa, tufa lapili, aglomerat, breksi
vulkanik dan lava
yang bersifat andesit serta basal. Penyebaran formasi ini
relatif luas, relatif
memanjang dari sebelah selatan Momunu dan Mopu ke arah ke arah
timur
laut sampai mencapai daerah Paleleh. Umur formasi adalah Miosen
Tengah-
Miosen Atas.
Breksi Wobudu: Merupakan batuan vulkanik, terdirl dari
breksi
vulkanik, aglomerat, tufa, tufa lapili dan lava yang bersifat
andesit sampai
basal. Penyebarannya di bagian selatan Bunobogu dan wilayah yang
luas
sepanjang pegunungan Peleleh ke arah timur laut, yaitu G.
Tentolomatinan
dan G. Boondalo. Umur batuan diperkirakan Pliosen.
Molase Celebes Sarasin dan Sarasin (Formasi Lokodidi): Formasi
ini
terdiri dari konglomerat, batupasir, batulanau dan batulempung,
batugamping
koral, tufa, serpih hitam dan napal. Sebagian batuan ini
mengeras lemah,
terutama batugamping dan batulempung gampingan. Secara
regional,
formasi ini tersebar tuas di Provinsi Sulawesi Tengah dan di
wilayah
Kabupaten Buol formasi ini merupakan penyusun utama wilayah
Bakat,
Momunu dan Mopu. Penyebaran setempat-setempat di Bunobogu,
Taang,
Tunggulo dan Bungalon di pesisir pantai utara. Umur formasi ini
adalah
Pliosen - Pleistosen.
Batugamping Terumbu: Batugamping koral merupakan penyusun
utama satuan batuan ini. Penyebaran terluas terdapat di pesisir
utara Buol,
-
Rencana Pengelolaan KPHP Model Pogogul
II-12
yaitu Monolipo, Busak, Mokupo, Leok, Kasenangan, Lamolan sampai
ke
bagian utara Momunu. Penyebaran setempat-setempat dijumpai
sepanjang
pantai dari Tamit sampai Paleleh. Umur formasi
Pleistosen-Holosen.
Aluvium: Terdiri dari material pasir, lempung, lanau, lumpur,
kerikil dan
kerakal. Endapan terluas terdapat di dataran Kota Buol yang
melebar ke arah
Leok, Lamolan, Bokat dan Momunu terutarna dataran banjir S.
Momunu.
Tebal satuan beberapa meter sampai puluhan meter.
Tanah:
Tanah adalah hasil alih rupa (transformasi) bahan mineral dan
bahan
organik yang terjadi pada muka dataran dibawah pengaruh
faktor-faktor
lingkungan yang berlangsung selama jangka waktu yang sangat
panjang, dan
hasilnya itu berbentuk suatu tubuh dengan organisasi dan
morfologi tertentu
yang berbeda jelas dengan organisasi dan morfologi tubuh alam
yang lain.
Tanah dan landscape terus mengalami perubahan, baik secara
fisik,
kimiawi maupun biologis. Disamping itu tanah dapat berfungsi
sebagai
penerima, pengubah dan pancaran energi. Dalam proses
pembentukannya
tanah disuatu daerah dipengaruhi oleh (1) bahan induk, (2)
topografi, (3) iklim,
(4) organisme, dan waktu. Komposisi dari masing-masing faktor
tersebut
dapat menghasilkan jenis dan tingkat kesuburan tanah yang
beragam.
Disamping faktor tersebut di atas, sifat-sifat tanah disuatu
daerah
dipengaruhi oleh cara pengolahan dan pemanfaatannya. Tanah yang
selalu
dimanfaatkan untuk lahan sawah umumnya menunjukkan ciri-ciri
khusus,
seperti berwarna kelabu (gley). Keadaan ini diakibatkan oleh
tidak
sempurnanya proses oksidasi reduksi tanah.
-
Rencana Pengelolaan KPHP Model Pogogul
II-13
Tanah-tanah di wilayah Kabupaten Buol terbentuk dari bahan
induk
yang bervariasi, antara lain batu gamping, estuarim marine,
napal, batu
karang, andesit, endapan, kipas aluvial, tuft, batu pasir, batu
kapur, aluvium
muda, endapan sungai, campuran endapan muara dan endapan laut.
Dengan
demikian tingkat perkembangan tanah yang ada di lapangan juga
agak
bervariasi.
Pada daerah yang dilalui oleh jalur aliran sungai, tanah yang
terbentuk
mempunyai tingkat perkembangan sedang (muda). Hal itu erat
kaitannya
dengan proses pengendapan bahan tanah yang terus berlangsung
secara
berkala. Sedangkan pada daerah yang jauh dari sungai,
terutama
diperbukitan atau didataran berombak, tingkat perkembangan
daerah itu agak
lanjut, hal itu disebabkan oleh proses erosi dan tingkat
pengolahan tanah
terus berlangsung.
Berdasarkan data FAO/UNESCO/Soil Survey Staff (1968),
penyebaran
jenis di wilayah Kabupaten Buol Provinsi Sulawesi Tengah jenis
tanah yang
ada berdasarkan sistem soil taksonomi (Soil Survei Staff
USDA,
1999),ditemukan tiga order utama tanah diantaranya adalah
Entisols,
Inceptisols, dan Mollisols. Entisols menempati wilayah pesisir
dengan variasi
sifat-sifat kimia tanah yang cukup beragam, sedangkan
Inceptisols dan
Mollisols penyebarannya sempit dengan variasi sifat-sifat tanah
yang relatif
kecil.
Selanjutnya berdasarkan klasifikasi tanah LPT Bogor, jenis tanah
yang
terdapat di wilayah DAS Kabupaten Buol Provinsi Sulawesi
Tengah
didominasi jenis Podsolik Merah Kuning, Litosol, Rendzina,
Mediteran Merah
Kuning, dan Aluvial. Jenis tanah lainnya adalah Latosol,
Hidromorf, dan
-
Rencana Pengelolaan KPHP Model Pogogul
II-14
Organosol (Sumber: Peta Lahan Kritis Kabupaten Buol, BPDAS Palu
Poso,
Tahun 2009).
Geomorfologi:
Secara fisiograti, wilayah Kabupaten Buol berada di antara
jajaran
vulkanik lengan utara (northern volcanic ranges) dengan wilayah
pegunungan
bagian tengah (central mountains) dari Pulau Sulawesi. Morfologi
wilayah ini
sebagian merupakan perbukitan dengan relief sedang, sebagian
besar yang
berelief tinggi terutama pada bagian selatan. Sebagian lagi
berelief rendah
yang umumnya berupa dataran alluvial dan menempati
wilayah-wilayah
pesisir pantai, atau bagian utara Kabupaten Buol.
Wilayah bertopografi tinggi terdiri dari deretan perbukitan
dan
pegunungan dengan puncak tertinggi lebih dari 2.000 m di atas
permukaan
laut (dpl). Selain itu terdapat pula perbukitan yang sebagian
berupa karst, ada
yang menjorok hingga ke batas garis pantai dengan elevasi antara
100 - 300
m, yaitu Tanjung Dako di Kecamatan Biau.
Beberapa pulau yang termasuk dalam wilayah Kabupaten Buol
berupa pulau kecil dengan morfologi yang tidak rumit,
diantaranya Pulau
Busak, Pulau Raja, Pulau Boki, Pulau Panjang dan Pulau Lesman di
perairan
Laut Sulawesi.
Berdasarkan pada proses geologi, pengelompokan umum
morfologi
laut dan daratan wilayah Kabupaten Buol, dapat dlbagi dalam:
1) Lereng/tebing depresi, menghubungkan daerah depresi yang
dalam
dengan daerah paparan yang relatif dangkal. Pada beberapa bagian
laut,
-
Rencana Pengelolaan KPHP Model Pogogul
II-15
lereng yang terbentuk berupa tebing curam Karena proses
subduksi.
Lereng depresi kedalamannya berkisar antara 10 - 200 meter.
2) Daerah paparan; dengan kedalaman kurang dari 200 m dengan
lebar dari
pantai yang relatif bervariasi ditemui pada sepanjang dasar laut
kabupaten
ini.
3) Dataran; terdiri dari:
• Dataran kipas alluvial yang melereng landai, umumnya
merupakan
lahan datar pesisir yang tersebar pada sebagian besar
wilayah
terutama di wilayah Kecamatan Tiloan yang berakhir di
wilayah
Kecamatan Lipunoto.
• Dataran Lumpur antara pasang surut, tersebar pada luasan
yang
sempit pada semua kecamatan yang ada.
Secara umum, sebagian dari satuan morfologi ini merupakan
permukiman yang sudah lama dibuka.
4). Perbukitan, terdiri dari:
• Punggung bukit sedimen asimetrik tak terorientasi. Bentukan
seperti ini
dijumpai dalam luasan yang sempit pada daerah perbukitan
pesisir
bagian selatan sepanjang wilayah Kabupaten Buol
• Perbukitan karst (kapur) di atas batu gamping coral Bentukan
bukit
karst seperti ini dapat ditemui di wilayah Kecamatan Biau.
• Deretan bukit sangat curam di atas batuan beku, dijumpai di
bagian
barat dan timur Kabupaten Buol seperti pada Kecamatan Biau,
Kecamatan Tiloan dan Kecamatan Paleleh.
5). Pegunungan, terdiri dari:
-
Rencana Pengelolaan KPHP Model Pogogul
II-16
• Punggung bukit sedimen asimetrik tertoreh melebar,
sebarannya
dijumpai di sebagian wilayah kecamatan yang ada.
• Punggung gunung metamorfik terorientasi terjal, dijumpai pada
hampir
semua wilayah kecamatan di bagian selatan Kabupaten Buol.
Satuan ini merupakan bagian terbesar morfologi yang terdapat
di
wilayah Kabupaten Buol. Ketinggiannya berkisar 800 - 2.500 m dpl
(G.
Malino). Wilayah-wilayah pegunungan yang termasuk dalam satuan
ini
meliputi deretan Pegunungan Malino, G. Bangkalang dan G. Tetembu
serta
G. Tentolomatinan di Pegunungan Paleleh.
Penyebaran morfologi lahan sesuai peta RTk-RHL DAS wilayah
kerja
Palu Poso Tahun 2009 sesuai LMU-terseleksi diketahui terdapat
sebanyak
tiga kelas yaitu kelas hilir (Hi), Tengah (Tg) dan Hulu (Hu).
Untuk wilayah
Kabupaten Buol khususnya pada LMU-terseleksi diketahui sbb.:
Morfologi
hulu menempati areal seluas 22.011,20 Ha, morfologi tengah
menempati
areal seluas 11.932,07 Ha, dan morfologi hilir menempati areal
seluas
808,05 Ha.
6. Topografi dan Lereng
Topografi Kabupaten Buol terdiri atas topografi pegunungan,
perbukitan dan dataran. Topografi dataran menyebar pada seluruh
wilayah
kecamatan, demikian pula topografi perbukitan. Untuk topografi
pegunungan
dominan dijumpai di wilayah Kecamatan Biau, Tiloan, Bukal,
Bunobogu,
Gadung, Paleleh barat dan Paleleh.
Berdasarkan kondisi topografi wilayah, Kabupaten Buol
terbagi
menjadi tinggi bagian yaitu dataran tinggi dan dataran rendah.
Dataran tinggi
memanjang dari Timur ke Barat disepanjang deretan pegunungan
-
Rencana Pengelolaan KPHP Model Pogogul
II-17
perbatasan Provinsi Gorontalo, Kabupaten Parigi Moutong dan
Kabupaten
Tolitoli. Sedangkan dataran rendah dapat dijumpai diseluruh
wilayah
kecamatan. Ketinggian tempat berkisar antara 0 m – 2.394 m di
atas
permukaan laut dimana titik terendah berada di tepian laut dan
titik tertinggi
adalah G. Malino 2.394 m.dpl. di Kecamatan Tiloan.
Topografi di wilayah KPHP Unit I didominasi pegunungan dan
perbukitan. Adapun topografi dataran, berombak dan bergelombang
hanya
dijumpai pada wilayah-wilayah sempit diantara perbukitan dan
pegunungan.
Namun demikian wilayah dataran terluas di jumpai di kawasan
hutan produksi
(HP dan HPT) DAS Buol, DAS Yango dan DAS Mayangato.
Wilayah KPHP Unit I merupakan daerah berbukit dan bergunung
terutama pada bagian tengah yang memanjang dari timur ke
barat.
Sedangkan daerah dataran rendah ditemukan pada bagian utara
wilayah
KPHP yang berbatasan dengan kawasan permukiman dan pertanian di
APL.
Ketinggian wilayah berkisar antara 80 m – 2.071 m di atas
permukaan laut.
Karena sebagian besar wilayah ini merupakan pegunungan maka
kemiringan lahan di wilayah KPHP unit I sangat beragam, mulai
kelas lereng
datar hingga sangat curam. Namun demikian yang mendominasi
wilayah
KPHP ini adalah kelas sangat curam.
-
Rencana Pengelolaan KPHP Model Pogogul
II-18
Gambar 2.2. Peta Kelas Lereng di Wilayah KPHP Unit I
7. Hidrologi dan DAS
Di wilayah KPHP Unit I terdapat dua DAS prioritas I yaitu DAS
Kuala
besar, Lintidu, Bodi, Lantikadigo-mulat, Lonu, Bunobogu, Buol,
Lakea,
Lakuan, dan Maraja. Sedangkan DAS lainnya termasuk dalam
prioritas II dan
III.
Umumnya sungai-sungai utama di wilayah KPHP Unit I memiliki
pola
aliran dendritik dan paralel yang seluruh sungai utama dan anak
sungainya
mengalirkan air ke arah utara (Laut Sulawesi).
-
Rencana Pengelolaan KPHP Model Pogogul
II-19
Gambar 2.3. Peta DAS Prioritas di Wilayah KPHP Unit I
Air sungai di wilayah KPHP ini hanya sebahagian besar
diimanfaatkan masyarakat untuk pemenuhan kebutuhan irigasi
pertanian.
Hamparan lahan sawah cukup luas terdapat di wilayah Kecamatan
Biau,
Kecamatan Tiloan, Kecamatan Momunu, dan Kecamatan Paleleh.
Pada
desa-desa lainnya umumnya air sungai dimanfaatkan penduduk untuk
air,
mandi, dan mencuci.
Sungai-sungai penyumbang banjir dan sedimentasi terbesar di
wilayah KPHP ini adalah Sungai Buol.
5. Penutupan Vegetasi/Lahan
-
Rencana Pengelolaan KPHP Model Pogogul
II-20
Kondisi penutupan lahan/vegetasi di wilayah KPHPUnit I
terdiri
atas:123,79 ha hutan mangrove primer, 0,06 Ha hutan mangrove
sekunder,
145,399,99 Ha hutan primer, 41.852,59 ha hutan sekunder,
248,18
perkebunan, 3.709,96 pertanian lahan kering, 3.999,94 pertanian
lahan kering
campur, 75,41 sawah, 4.149, 40 ha semak belukar, dan 16,79 ha
tambak.
(Dishut Sulteng, 2011).
Gambar 2.4. Peta Penutupan Lahan di Wilayah KPHP Unit I
6. Potensi Kayu/Non-Kayu
KPHPUnit I adalah salah satu wilayah KPH di wilayah Provinsi
Sulawesi
Tengah yang memiliki keanekaragaman hayati (flora dan fauna)
yang cukup
tinggi. Di wilayah ini terdapat hutan pegunungan/hutan dataran
tinggi, hutan
dataran rendah, yang kaya jenis-jenis vegetasi berkayu dan
vegetasi tak
berkayu baik komersial dan non-komersial.
-
Rencana Pengelolaan KPHP Model Pogogul
II-21
-
Rencana Pengelolaan KPHP Model Pogogul
II-22
Jenis-jenis flora yang cukup dikenal masyarakat bernilai
komersial
tinggi di pasar Internasional maupun domestik, khususnya dari
jenis kayu
adalah Kayu Meranti (Shorea spp.), Palapi (Herriteria sp.),
Nyatoh (Palaqium
spp.), Rau (Dracontamelon mangiferum), Bintangur (Calophyllum
soulatri),
Maraula (Diospyros macrophylla), Agatis/Damar (Agathis spp.),
Matoa
(Pometia pinnata), Dao (Dracontamelon dao), Mangga hutan
(Mangifera
foetida), Binuang (Octomeles sumatrana), dll. Selanjutnya dari
jenis flora
berupa jenis non-kayu adalah Rotan (Calamus spp.), Bambu
(Bambusa spp.),
Aren (Arenga pinnata) dan jenis palma lainnya.Dari jenis flora
tersebut
beberapa jenis yang dikategorikan sebagai jenis tanaman
multiguna seperti
Agatis (penghasil kayu dan getah damar), Durian (penghasil kayu
dan buah),
Aren (penghasil nira, ijuk, pati, lidi, buah), dsb.
Dari uraian jenis vegetasi di atas, nampak bahwa potensi hasil
hutan
berupa kayu dan bukan kayu yang cukup tersedia di kawasan hutan
produksi
dan hutan lindung dalam wilayah KPHP Unit XVI sbb.:
(a) Hasil hutan kayu yang bernilai komersial di wilayah ini
antara lain; Palapi
(Heritiera sp), Nyatoh (Palaqium sp), Cempaka (Elmerillia sp),
Agatis
(Agathis sp), Meranti (Shorea sp), dan Jabon (Antocephalus
macrophylla).
(b) Hasil hutan bukan kayu: Rotan (Calamus sp), Bambu (Bambusa
sp), dll.
(c) Hasil hutan serbaguna (MPTS): Agatis (kayu, getah damar),
Aren (nira,
gula aren, ijuk, tepung aren, sayur), Durian (kayu, buah), Pangi
(kayu,
buah), dll.
7. Keberadaan Flora dan Fauna Langka
Di wilayah KPHP Unit I terdapat beberapa jenis flora dan fauna
langka,
tergolong endemik dan dilindungi.
-
Rencana Pengelolaan KPHP Model Pogogul
II-23
Jenis-jenis flora/tumbuhan yang bersifat endemik (punya
persebaran
terbatas di Sulawesi) dan flora yang bersifat dilindungi.
Beberapa jenis
diantara merupakan jenis flora langka, endemik dan dilindungi
seperti
Casuarina oligodon subspec celebica, Myristica ultrabasica,
Beilschmidia
gigantocarpa, Agathis celebica, Macadamia hildebrandii,
Polyathia celebica,
Dinochloa barbata, Calamus zollingerii, Korthalsia celebica,
Calamus ornatus
var. celebicus, Dillenia celebica, Myristica ultrabasica,
Gymnocranthera
maliliensis, Gronophyllum microspadix(A), Deplancea bancana,
Knema
celebica, Timonius minahasae, Horsfieldia costulata,
Beilschimidia
gigantocarpa dan lain-lain. Untuk jenis-jenis yang dilindungi
diantaranya
adalah Pterospermum celebicum, Arenga pinnata dan lain-lain.
Selanjutnya
ditambahkan bahwa terdapat beberapa jenis flora yang
bersifat
endemik(distribusinya terbatas di Sulawesi saja) seperti
Casuarina oligodon
sbsp.celebica dan Mangifera minor serta beberapa bersifat
dilindungi seperti
Cordea subcordata, Durio zibethinus (Dilindungi, SK Mentan
No.54/Kpts/Um/2/1972, dilarang melakukan penebangan pohon
berdiameter
di bawah 40 cm.).
Jenis fauna langka dan endemik (jenis burung) yang terdapat
di
wilayah KPHP Unit I, yaitu: Elang bondol, Burung madu sriganti,
Cekakak
sungai, Elang hitam, Raja udang meninting, Serindit paruh merah,
Kuntul
kecil dan Walet. Ditambahkan bahwa terdapat jenis-jenis satwa
liar (Mamalia,
Reptilia dan Amphibia) baik yang bersifat endemik (penyebaran
terbatas)
ataupun yang dilindungi oleh perundang-undangan di Indonesia
sbb.:Anoa
dataran rendah (Bubbalus depresicornis), Yakis (Macaca
tonkeana), Rusa
-
Rencana Pengelolaan KPHP Model Pogogul
(Cervus timorensis), Kuskus (Ailurops ursinus), Kobra hitam
(Ophiophagus
Hannah), dan Katak hijau (Rana cancrivora).
8. Erosi dan Kekritisan Lahan
Wilayah KPHP Unit I memiliki kondisi erosi dan tingkat
kekritisan lahan
di setiap wilayah DAS yang ada.
Dari hasil analisis peta RTkRHL BPDAS Palu Poso Tahun 2009,
diketahui bahwa kondisi erosi di wilayah DAS KPHP Unit I
didominasi kelas
erosi ringan.
Gambar 2.5. Peta Erosi di Wilayah KPHP Unit I
Dari peta erosi diketahui penyebaran tingkat erosi sedang s.d.
sangat
berat. Kelas-kelas erosi tersebut dominan dijumpai di wilayah
DAS
Kecamatan Momunu, Bunobogu, Gadung dan Paleleh.
KABUPATEN BUOL
KABUPATEN
TOLITOLI
KABUPATEN PARIGI MOUTONG
PROVINSI GORONTALO
LAUT SULAWESI
B
S
S
B
R
S
R
R
R
R
R
R
R
#
#
##
#
# #
#
#
#
#
Lipunoto
Lamadong
Bokat BunoboguGadung PalelehTiloan
Biau
Karamat
Bukal
Paleleh Barat
S
30 0 30 60 Kilometers
N
EW
S
PETA KELAS EROSI WILAYAH KPHP UNIT IKABUPATEN BUOL DAN
TOLITOLI
PROVINSI SULAWESI TENGAH
KETERANGAN:280000
280000
300000
300000
320000
320000
340000
340000
360000
360000
380000
380000
400000
400000
1006
0000
10060000
1008
0000
10080000
1010
0000
10100000
1012
0000
10120000
1014
0000
10140000
1016
0000
10160000
Sangat Berat (SB)
Berat (B)
Sedang (S)
Ringan (R)
Sumber:
Peta RTkRHL DAS BPDAS Palu
Poso, 2009.
KABUPATEN BUOL PROVINSI SULAESI TENGAH
-
Rencana Pengelolaan KPHP Model Pogogul
II-25
Selanjutnya kondisi tingkat kekritisan lahan di wilayah KPHP
Unit I
terdiri atas kelas sangat kritis, kritis, agak kritis dan tidak
kritis.
Gambar 2.6. Peta Kekritisan Lahan di Wilayah KPHP Unit I
Dari peta tingkat kekritisan lahan diketahui bahwa penyebaran
kelas
lahan sangat kritis hingga agak kritis dominan dijumpai di
wilayah DAS Kuala
Besar, Yango, Mayangato, Bunobogu, Lantikadigo-Mulat, Buol dan
Lakuan.
Dari data RTkRHL BPDAS Palu Poso tahun 2009 diketahui luas lahan
kritis
yang terdapat di wilayah KPHP unit I mencapai jumlah 2.819,02 Ha
dengan
rincian, seluas 357,57 Ha berupa kelas kritis dan seluas
2.461,45 Ha berupa
lahan agak kritis.
-
Rencana Pengelolaan KPHP Model Pogogul
II-26
9. Potensi Jasa Lingkungan dan Wisata Alam
Di wilayah KPHP Unit l ini terdapat areal kawasan hutan yang
dapat
menjadi potensi dalam pengembangan jasa lingkungan dan wisata
alam.
Jasa lingkungan yang dapat dibina di kawasan tersebut adalah
Peluang
pengembangan wisata alam pada kawasan hutan produksi di
wilayah
Kecamatan Lipunoto tepat di Desa Kumaligon yaitu berupa
sumber-sumber
mata air dari celah bebatuan kapur.
Selain itu dapat pula dikembangan jasa wisata alam
pegunungan
Tabong-Kokobuka. Di wilayah hulu sungai Tabong terdapat gua
yang
ditempati bersarang burung Walet.
C.Kondisi Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat
1. Kependudukan
Secara administratif KPHP Unit I berada dalam wilayah
Kecamatan
Biau, Karamat, Lipunoto, Bukal, Bokat, Bunobogu, Gadung, Paleleh
Barat
dan Paleleh di Kabupaten Buol, Provinsi Sulawesi Tengah. Adapun
gambaran
secara spasial administrasi kecamatan tersebut disajikan pada
Gambar 2.7
berikut.
-
Rencana Pengelolaan KPHP Model Pogogul
Gambar 2.7. Peta Administrasi Kecamatan di Wilayah KPHP Unit
I
Selanjutnya sebaran jumlah penduduk dan kepadatan penduduk
pada
tigabelas wilayah kecamatan di Kabupaten Buol disajikan pada
Tabel 2.2
berikut.
KABUPATEN BUOL
KABUPATEN
TOLITOLI
KABUPATEN PARIGI MOUTONG
PROVINSI GORONTALO
LAUT SULAWESI
12
5
4
13
6
6
9
#
#
##
#
##
#
#
#
#
Lipunoto
Momunu
BokatBunobogu
Gadung
PalelehTiloan
Biau
Karamat
Bukal
Paleleh Barat
11
10
5
7
8
32
2Gadung
30 0 30 60 Kilometers
N
EW
S
PETA BATAS ADMINISTRASI KECAMATAN WILAYAH KPHP UNIT IKABUPATEN
BUOL DAN TOLITOLI
PROVINSI SULAWESI TENGAH
KETERANGAN:280000
280000
300000
300000
320000
320000
340000
340000
360000
360000
380000
380000
400000
400000
1006
0000
10060000
1008
0000
10080000
1010
0000
10100000
1012
0000
10120000
1014
0000
10140000
1016
0000
10160000
Momunu (2)
Biau (3)
Karamat (4)
Tiloan (5)
Bukal (6)
Lipunoto (1)
Gadung (9)
Bunobogu (8)
Bokat (7)
Baolan (12)
Paleleh (11)
Paleleh Barat (10)
Batas Kecamatan
Jalan Raya
Batas Kabupaten
#
# Kota Kecamatan
Kota Kabupaten
Sumber:
Peta RTkRHL DAS BPDAS Palu
Poso, 2009.
KABUPATEN BUOL PROVINSI SULAESI TENGAH
-
Rencana Pengelolaan KPHP Model Pogogul
II-28
Tabel 2.2. Keadaan Penduduk Wilayah Kecamatan di KPHP Unit I
No. Kecamatan Luas
Wilayah (Km²)
Jumlah Penduduk
(Jiwa)
Jumlah KK
Kepadatan Penduduk (Jiwa/Km²)
1 2 3 4 5 6
A. Kabupaten Buol
1 Biau 361,65 16.630 3.698 12
2 Kramat*)
3 Lipunoto 217,80 20.283 4.623 7
4 Momunu 400,40 12.954 2.988 14
5 Tiloan 1.437,70 7.450 1.961 8
6 Bokat 196,10 11.831 2.852 14
7 Bukal 355,52 11.875 2.956 13
8 Bonubogu 327,15 8.287 1.826 8
9 Gadung 160,38 10.650 2.371 9
10 Peleleh 586,87 15.161 3.621 17
11 Paleleh Barat*)
Jumlah A 4.043,57 115.121 26.896 102 Sumber: Dianalisis Tahun
2012 dari Data BPS Kabupaten Buol, Tahun 2008-2010. *) masih
menyatu kecamatan induk.
**) Luas kawasan hutan (HL dan HPT) dalam wilayah KPH = 68,13
km2 dan tidak ada penduduk, lokasi
berada di wilayah perbatasan kabupaten Buol-Tolitoli.
Data pada Tabel 2.2 di atas, Kabupaten Buolmemiliki jumlah
penduduk
sebanyak 115.121 jiwa dan sebanyak 26.896 KK. Penduduk
laki-laki
sebanyak 58.348 jiwa dan perempuan 56.773 jiwa, sex rasio 103,
rata-rata
penduduk per RT sebanyak 4 jiwa.
Hasil sensus penduduk BPS Kabupaten Buol tahun 2010
menunjukkan
bahwa pertumbuhan penduduk selama 10 tahun terakhir rata-rata
3,42%
pertahun dengan total penduduk mencapai 98.005 jiwa. Salah
satu
pendorong tingginya pertumbuhan penduduk adalah arus migrasi
masuk yang
cukup signifikan yang sebagian besar diantara mereka adalah
pendatang
yang bekerja dan mencari nafkah di daerah ini serta
transmigrasi
umum.Persebaran penduduk terbesar jumlahnya berada di
Kecamatan
Lipunoto sebesar 17,62%, diikuti Kecamatan Biau dan Peleleh.
a. Tekanan Penduduk
Tekanan penduduk adalah indeks yang dimaksudkan untuk
menghitung dampak penduduk di lahan pertanian terhadap lahan
tersebut.
makin besar jumlah penduduk makin besar pula kebutuhan akan
-
Rencana Pengelolaan KPHP Model Pogogul
II-29
sumberdaya, sehingga tekanan terhadap sumberdaya juga
meningkat.
Dengan kualitas penduduk yang rendah, kenaikan tekanan
terhadap
sumberdaya akan meningkat sebanding dengan kenaikan jumlah
penduduk.
Salah satu permasalahan kependudukan adalah ledakan penduduk
yang
akan dapat berakibat timbulnya permasalahan pemukiman, lapangan
kerja,
pendidikan, pangan dan gizi, kesehatan dan mutu lingkungan.
Selanjutnya,
tekanan penduduk (TP) dihitung menggunakan rumus sbb.: (Otto
Soemarwoto, 1984).
Keterangan:
Luas lahan minimal per petani untuk hidup layak = Z Proporsi
petani dalam populasi = f Jumlah penduduk (KK) pada waktu t=0 = Po
Tingkat pertumbuhan penduduk rerata pertahun = r Rentang waktu yang
diperhitungkan (5 tahun) = t Total luas wilayah lahan pertanian = L
Hasil perhitungan tersebut diinterpretasikan sbb.:
• TP1, tekanan penduduk melebihi kapasitas lahan.
Dari hasil perhitungan tekanan penduduk terhadap lahan
pertanian,
diketahui bahwa tingkat tekanan penduduk terhadap lahan
pertanian di
sekitar wilayah KPHP Unit I berada pada angka TP>1). Untuk
jelasnya
disajikan pada Tabel 2.3 berikut.
Tabel 2.3. Tekanan Penduduk Terhadap Lahan Pertanian di KPHP
Unit I No. Kecamatan F Po*) Z r t L fPo (1+r)^t TP
1 Biau/Kramat 0.82 3,698 2 0.03420 5 5,872.83 3,032 1.18
0.61
2 Lipunoto 0.60 4,623 2 0.03420 5 1,524.13 2,774 1.18 4.31
3 Momonu 0.84 2,988 2 0.03420 5 8,035.69 2,523 1.18 0.74
4 Tiloan 0.82 1,961 2 0.03420 5 7,666.46 1,608 1.18 0.50
5 Bokat 0.85 2,852 2 0.03420 5 5,277.04 2,424 1.18 1.09
6 Bukal 0.86 2,956 2 0.03420 5 8,842.56 2,542 1.18 0.68
7 Bonubogu 0.86 1,826 2 0.03420 5 2,928.92 1,570 1.18 1.27
8 Gadung 0.86 2,371 2 0.03420 5 3,662.22 2,039 1.18 1.32
9 Paleleh/Paleleh
Barat 0.86 3,621 2 0.03420 5 3,971.29 3,114 1.18 1.86
Kabupaten 0.82 26,896 2 0.03420 5 47,781.14 22,038 1.18 1.09
Keterangan:*) Berdasarkan Jumlah KK. Dianalisis Tahun 2012 dari
data BPS Kab. Buol Tahun 2008.
fPo (1 + r)^t TP = Z x
L
-
Rencana Pengelolaan KPHP Model Pogogul
II-30
Dari Tabel 2.3 di atas, nampak bahwa terdapat sebanyak lima
wilayah
kecamatan di Kabupaten Buol memiliki nilai TP = 1,09.Hal ini
berarti besarnya
jumlah penduduk untuk 5 tahun mendatang di Kabupaten Buol akan
melebihi
kapasitas lahan pertanian yang ada, sehingga masyarakat
khususnya petani
dalam 5 tahun akan datang dalam mengelola lahan pertanian akan
sulit untuk
hidup layak (paling tidak dapat mampu menghasilkan sebesar 640
Kg
ekivalen beras per tahunnya). Kecamatan dengan nilai TP>1
adalah Lipunoto,
Bokat, Bonubogu, Gadung dan Paleleh/Paleleh Barat. Untuk
wilayah
Kecamatan Lipunoto sebagai ibu kota Kabupaten secara
berangsur-angsur
beralih kepada non-usahatani (perdagangan, jasa, dsb.).
b. Kegiatan Dasar Wilayah
Indeks kegiatan dasar wilayah digunakan untuk menentukan
sektor
ekonomi yang paling berpengaruh terhadap penduduk di wilayah
tertentu.
Rumus yang digunakan adalah sbb.:
LQi = (Mi/M)/(Ri/R)
Keterangan: LQi = Koefisien lokasi Mi = Jumlah tenaga kerja yang
terlibat di dalam sektor I pada satu wilayah Pengembangan M =
Jumlah tenaga kerja yang ada di satu wilayah pengamatan tersebut Ri
= Jumlah tenaga kerja yang terlibat dalam sektor i pada seluruh
wilayah pengamatan R = Jumlah tenaga kerja yang ada di seluruh
wilayah pengamatan R = R1 + R2 + R3 .................+ Rn LQi dapat
bernilai < 1 atau > 1, misalnya apabila LQ untuk sektor
pertanian ternyata >1 berarti sektor pertanian sangat penting
dan masyarakat sangat tergantung pada sektor tersebut.
Selanjutnya disajikan data hasil analisis nilai LQ pada
masing-masing
wilayah kecamatan di wilayah KPHP Unit I seperti pada Tabel 2.4
berikut.
-
Rencana Pengelolaan KPHP Model Pogogul
II-31
Tabel 2.4. Perhitungan Nilai LQ di Wilayah KPHP Unit I
No. Parameter Kecamatan Pertanian Perdagangan Pemerintahan Jasa
dan Industri
1 Biau/Kramat 3,032 91 126 449
Mi/M
0.82 0.025 0.03 0.12
Ri/R
0.80 0.04 0.05 0.11
LQ
1.02 0.58 0.73 1.14
2 Lipunoto 2,774 555 462 832
Mi/M
0.60 0.120 0.10 0.18
Ri/R
0.80 0.04 0.05 0.11
LQ
0.75 2.84 2.14 1.68
3 Momunu 2,523 95 139 231
Mi/M
0.84 0.032 0.05 0.08
Ri/R
0.80 0.04 0.05 0.11
LQ
1.05 0.76 0.99 0.72
4 Tiloan 1,608 43 67 243
Mi/M
0.82 0.022 0.03 0.12
Ri/R
0.80 0.04 0.05 0.11
LQ
1.02 0.52 0.73 1.16
5 Bokat 2,424 73 97 258
Mi/M
0.85 0.026 0.03 0.09
Ri/R
0.80 0.04 0.05 0.11
LQ
1.06 0.60 0.73 0.85
6 Bukal 2,542 79 101 234
Mi/M
0.86 0.027 0.03 0.08
Ri/R
0.80 0.04 0.05 0.11
LQ
1.07 0.63 0.73 0.74
7 Bonubogu 1,570 47 62 146
Mi/M
0.86 0.026 0.03 0.08
Ri/R
0.80 0.04 0.05 0.11
LQ
1.07 0.61 0.73 0.75
8 Gadung 2,039 61 81 190
Mi/M
0.86 0.026 0.03 0.08
Ri/R
0.80 0.04 0.05 0.11
LQ
1.07 0.61 0.73 0.75
9 Paleleh/Paleleh Barat 3,114 93 123 290
Mi/M
0.86 0.026 0.03 0.08
Ri/R
0.80 0.04 0.05 0.11
LQ
1.07 0.61 0.73 0.75
Kabupaten Buol 21,627 1,138 1,257 2,874
LQ
1.02 0.86 0.91 0.95
Dari Tabel 3.4 di atas, nampak bahwa koefisien lokasi (LQ)
masing-
masing wilayah Kecamatan dalam wilayah kabupaten Buol cukup
bervariasi. Sesuai dengan kriteria nilai LQ (1), diketahui
bahwa
penyebaran normal ketergantungan penduduk terhadap sektor
tertentu
sangat variatif.
Di wilayah Kabupaten Buol Provinsi Sulawesi Tengah ternyata
sektor pertanian untuk 10 kecamatan dalam lima tahun kedepan
masih
merupakan sektor penting karena termasuk kategori LQ >1
(lihat Tabel
2.4). Sedangkan 1 kecamatan lainnya sektor pertanian akan
mengalami
-
Rencana Pengelolaan KPHP Model Pogogul
II-32
pergeseran ke sektor lainnya karena nilai LQ < 1. Kecamatan
yang
diperkirakan akan mengalami pergeseran dari sektor pertanian ke
sektor
perdagangan, Industri dan Jasa adalah Kecamatan Lipunoto.
c. Matapencaharian dan Pendapatan
Matapencaharian penduduk yang dimaksud adalah mata
pencaharian utama (penduduk usia produktif) yang merupakan
sumber
penghidupan pokok penduduk, dimana dalam hal ini