1 Rencana Aksi Kegiatan 2015-2019 RENCANA AKSI KEGIATAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT TULAR VEKTOR DAN ZOONOTIK TAHUN 2015-2019 Revisi Tahun 2017 Rencana Aksi Kegiatan Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang DIREKTORAT PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT TULAR VEKTOR DAN ZOONOTIK DIREKTORAT JENDERAL PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT TAHUN 2017
58
Embed
RENCANA AKSI KEGIATAN PENCEGAHAN DAN … · Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan dimana ... yang akan menjadi acuan dalam ... Saat ini penyakit DBD masih menjadi masalah
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
Rencana Aksi Kegiatan 2015-2019
RENCANA AKSI KEGIATAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT
TULAR VEKTOR DAN ZOONOTIK TAHUN 2015-2019
Revisi Tahun 2017 Rencana Aksi Kegiatan Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang
DIREKTORAT PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT
TULAR VEKTOR DAN ZOONOTIK DIREKTORAT JENDERAL PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT
TAHUN 2017
2
Rencana Aksi Kegiatan 2015-2019
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI 2
SAMBUTAN Error! Bookmark not defined.
KATA PENGANTAR 3
BAB I. PENDAHULUAN 5
I. LATAR BELAKANG 5 II. KONDISI UMUM, POTENSI DAN PERMASALAHAN 6 A. Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik 6 B. Penyakit Terabaikan 9 III. LINGKUNGAN STRATEGIS 10 A. Lingkungan Strategis Nasional 10 B. Lingkungan Strategis Regional 12 C. Lingkungan Strategis Global 13 BAB II. TUJUAN DAN SASARAN STATEGIS DIREKTORAT PENCEGAHAN DAN 15
PENGENDALIAN PENYAKIT TULAR VEKTOR DAN ZOONOTIK 15
I. TUJUAN 15 II. SASARAN STRATEGIS 16 BAB III. ARAH KEBIJAKAN, STRATEGI, KERANGKA REGULASI DAN KERANGKA
KELEMBAGAAN 18
I. ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI 18 II. KERANGKA REGULASI 21 III. KERANGKA KELEMBAGAAN 22 BAB IV TARGET KINERJA DAN KERANGKA PENDANAAN 23
I. TARGET KINERJA 23 II. KERANGKA PENDANAAN 27 V. PEMANTAUAN, PENILAIAN, PELAPORAN 55
BAB VI. PENUTUP 56
3
Rencana Aksi Kegiatan 2015-2019
KATA PENGANTAR
Rencana Aksi Kegiatan (RAK) merupakan dokumen turunan dari Rencana Aksi Program
(RAP) yang merupakan penjabaran dari Rencana Strategis (RENSTRA) Kementerian
Kesehatan 2015 - 2019 yang menjadi dokumen perencanaan dan pelaksanaan pembangunan
kesehatan di Indonesia. RAK memuat tujuan, sasaran, arah kebijakan, strategi, indikator dan
target selama lima tahun (2015-2019).
Sejalan dengan ditetapkan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 64 Tahun 2015 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan dimana terjadi perubahan atas susunan
organisasi dan tata kerja. Sehingga terdapat perubahan pada nama satuan kerja Direktorat
Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang menjadi Direktorat Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik.
RENSTRA Kementerian Kesehatan 2015-2019 yang telah ditetapkan dengan Keputusan
Menteri Kesehatan Nomor HK.02.02/Menkes/52/2015 sebagaimana telah direvisi melalui
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/Menkes/422/2017 telah disesuaikan dengan
perkembangan dan kebutuhan pemerintah dalam upaya mewujudkan masyarakat dengan
derajat kesehatan setinggi-tingginya.
Buku Rencana Aksi Kegiatan Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor
dan Zoonotik Tahun 2015-2019 ini disusun untuk menjadi pedoman bersama dalam
mewujudkan outcome Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik.
Buku ini memuat tujuan, sasaran, arah kebijakan, stretegi, indikator, sampai dengan kerangka
pendanaan dan target Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik
selama lima tahun (2015-2019) yang harus dijadikan acuan dan akan memberikan panduan
dalam penyusunan rencana kerja tahunan sekaligus menjadi salah satu dokumen sumber
dalam pelaksanaan penilaian Akuntabilitas Kinerja kegiatan Pencegahan dan Pengendalian
Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik.
Kami meyakini, bahwa Rencana Aksi Kegiatan ini belum sempurna dan terus akan diperbarui
untuk mengakomodir perkembangan kondisi internal dan eksternal pembangunan kesehatan
di bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit. Oleh karena itu, masukan dari semua
pihak untuk perbaikannya sangat dibutuhkan. Kepada seluruh penyusun buku ini, kami
mengucapkan terima kasih atas segala upayanya. Semoga Rencana Aksi Kegiatan ini dapat
mencapai tujuan penyusunannya.
Jakarta, September 2017
Direktur,
drg. R. VENSYA SITOHANG, M.Epid
4
Rencana Aksi Kegiatan 2015-2019
RENCANA AKSI KEGIATAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT
TULAR VEKTOR DAN ZOONOTIK TAHUN 2015-2019
5
Rencana Aksi Kegiatan 2015-2019
BAB I. PENDAHULUAN
I. LATAR BELAKANG
Pembangunan kesehatan pada hakekatnya adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua
komponen Bangsa Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif
secara sosial dan ekonomis. Keberhasilan pembangunan kesehatan sangat ditentukan oleh
kesinambungan antar upaya program dan sektor, serta kesinambungan dengan upaya-upaya
yang telah dilaksanakan oleh periode sebelumnya.
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004, tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional (SPPN) mengamanatkan bahwa setiap kementerian perlu menyusun Rencana
Strategis (Renstra) yang mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN). Selanjutnya Menteri Kesehatan mengamanahkan bahwa Renstra Kementerian
Kesehatan harus dijabarkan dalam Rencana Aksi Program Unit Eselon I dan Rencana Aksi
Kegiatan Eselon II.
Pembangunan kesehatan pada periode 2015-2019 adalah Program Indonesia Sehat dengan
sasaran meningkatkan derajat kesehatan dan status gizi masyarakat melalui melalui upaya
kesehatan dan pemberdayaan masyarakat yang didukung dengan perlindungan finansial dan
pemeratan pelayanan kesehatan. Program Indonesia dituangkan dalam sasaran pokok
RPJMN 2015-2019 yaitu: (1) meningkatnya status kesehatan dan gizi ibu dan anak; (2)
meningkatnya pengendalian penyakit; (3) meningkatnya akses dan mutu pelayanan
kesehatan dasar dan rujukan terutama di daerah terpencil, tertinggal dan perbatasan; (4)
meningkatnya cakupan pelayanan kesehatan universal melalui Kartu Indonesia Sehat dan
kualitas pengelolaan SJSN Kesehatan, (5) terpenuhinya kebutuhan tenaga kesehatan, obat
dan vaksin; serta (6) meningkatkan responsivitas sistem kesehatan.
Program Indonesia Sehat dilaksanakan dengan 3 pilar utama yaitu paradigma sehat,
penguatan pelayanan kesehatan dan jaminan kesehatan nasional.Pilar paradigma sehat di
lakukan dengan strategi pengarusutamaan kesehatan dalam pembangunan, penguatan
promotif preventif dan pemberdayaan masyarakat. Pilar penguatan pelayanan kesehatan
dilakukan dengan strategi peningkatan akses pelayanan kesehatan, optimalisasi sistem
rujukan dan peningkatan mutu pelayanan kesehatan, menggunakan pendekatan continuum
of care dan intervensi berbasis risiko kesehatan. Sementara itu pilar jaminan kesehatan
nasional dilakukan dengan strategi perluasan sasaran dan benefit serta kendali mutu dan
kendali biaya.
Program Indonesia sehat dilaksanakan melalui Pendekatan Keluarga dan GERMAS.
Pendekatan keluarga adalah salah satu cara Puskesmas untuk meningkatkan jangkauan
sasaran dan mendekatkan/meningkatkan akses pelayanan kesehatan di wilayah kerjanya
dengan mendatangi keluarga.
6
Rencana Aksi Kegiatan 2015-2019
Program Indonesia Sehat melalui Pendekatan Keluarga dilaksanakan oleh Puskesmas
dengan ciri: 1) Sasaran utama adalah Keluarga; 2) Mengutamakan upaya Promotif-Preventif,
disertai penguatan upaya kesehatan berbasis masyarakat (UKBM); 3) Kunjungan Keluarga
dilakukan Puskesmas secara aktif untuk peningkatan outreach dan total coverage; dan 4)
Pendekatan siklus kehidupan atau life cycle approach. Melalui kunjungan keluarga, tim
Puskesmas sekaligus dapat memberikan intervensi awal terhadap permasalah kesehatan
yang ada di setiap keluarga. Kondisi kesehatan keluarga dan permasalahannya akan di catat
pada Profil Kesehatan Keluarga (Prokesga), yang akan menjadi acuan dalam melakukan
evaluasi dan intervensi lanjut.
Keberhasilan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga juga sangat ditentukan
oleh peran dan tanggung jawab sektor-sektor lain di luar sektor kesehatan (lintas sektor).
Peran dan tanggung jawab lintas sektor antara lain diwujudkan dalam bentuk menyukseskan
Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas). Gerakan ini dilaksanakan oleh semua
komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan
kemampuan masyarakat untuk berperilaku sehat dalam upaya meningkatkan kualitas hidup.
Kegiatan utama yang dilakukan dalam rangka Germas mencakup enam hal sebagai berikut:1)
Peningkatan aktivitas fisik; (2) Peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS); 3)
Penyediaan pangan sehat dan percepatan perbaikan gizi; 4) Peningkatan pencegahan dan
deteksi dini penyakit; 5) Peningkatan kualitas lingkungan; 6) Peningkatan edukasi hidup
sehat.
Dengan telah ditetapkannya RPJMN 2015-2019 melalui Peraturan Presiden nomor 2 tahun
2015, Renstra Kementerian Kesehatan 2015-2019 melalui Keputusan Menteri Kesehatan
nomor HK.02.02/2015 sebagaimana telah direvisi berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor HK.01.07/MENKES/422/2017 dan Rencana Aksi Program PP dan
PL tahun 2015 – 2019 yang merupakan jabaran kebijakan Kementerian Kesehatan dalam
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Direktorat Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik (P2PTVZ) menyusun Rencana Aksi
Kegiatan P2PTVZ yang merupakan jabaran kebijakan Kementerian Kesehatan dalam
pencegahan dan pengendalian penyakit tular vektor dan zoonotik sesuai dengan tugas pokok
dan fungsi termasuk langkah-langkah antisipasi tantangan program selama lima tahun
mendatang.
II. KONDISI UMUM, POTENSI DAN PERMASALAHAN
Gambaran kondisi umum, potensi dan permasalahan pencegahan dan pengendalian penyakit
tular vektor dan zoonotik dipaparkan berdasarkan hasil pencapaian program, kondisi
lingkungan strategis, kependudukan, sumber daya, dan perkembangan baru lainnya. Potensi
dan permasalahan pencegahan dan pengendalian penyakit tular vektor dan zoonotik menjadi
masukan dalam menentukan arah kebijakan dan strategi Kementerian Kesehatan dalam
kegiatan pencegahan dan pengendalian penyakit tular vektor dan zoonotik.
A. Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik
Pengendalian penyakit malaria Menular yang merupakan komitmen global telah
menunjukkan pencapaian program yang cukup baik. Annual Parasite incidence (API)
yang menjadi indikator keberhasilan upaya penanggulangan malaria cenderung menurun
dari tahun ke tahun. Secara nasional kasus malaria selama tahun 2005-2012 cenderung
menurun dimana angka API pada tahun 1990 sebesar 4,69 per 1000 penduduk menjadi
7
Rencana Aksi Kegiatan 2015-2019
1,38 per 1000 pada tahun 2013 dan diharapkan pada tahun 2014 dapat mencapai target
MDGs yaitu API <1 per 1000 penduduk.
Penyakit malaria masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dan menjadi salah satu
tujuan ke6 MDGs dan RPJMN 2015-2019 yaitu menurunkan angka kesakitan malaria.
Angka kesakitan malaria berdasarkan API (Annual Paracite Incidence) adalah jumlah
kasus positif malaria per 1000 penduduk pada satu tahun. API ini digunakan untuk
menentukan trend morbiditas malaria dan menentukan endemisitas suatu daerah (masih
terjadi penularan malaria). API juga merupakan salah satu syarat suatu daerah masuk
dalam fase eliminasi yaitu jika API kurang dari 1 per 1000 penduduk. Pada tahun 2014,
dengan jumlah kasus 252.027 dan kelengkapan laporan 90%, API Nasional adalah 0,99
per 1000 penduduk. Angka tersebut telah mencapai target RPJMN tahun 2014 sebesar
1 per 1000 penduduk. Secara nasional kasus malaria selama tahun 2009 – 2014
cenderung menurun yaitu pada tahun 2009 angka API sebesar 1,85 per 1000 menjadi
0,99 per 1000 penduduk dengan jumlah kasus 252.027 pada tahun 2014. Pada tahun
2016 dengan kelengkapan laporan kabupaten/kota 88%, API Nasional adalah 0,84 per
1000 penduduk. Kerugian akibat penyakit malaria pada tahun 2014 yaitu sebanyak 2,5
triliyun sedangkan biaya pencegahan hanya 2,04 Milyar.
Kasus malaria terfokus di kawasan timur Indonesia, oleh karena itu pada tahun 2014-
2015 dilakukan upaya pencegahan berupa pembagian kelambu secara masal (Total
Coverage). Sehingga diharapkan kasus malaria menurun pada 5 tahun mendatang, yang
akan berdampak pada peningkatan jumlah kabupaten/kota dengan API <1 dari 340 di
tahun 2015 menjadi 400 pada tahun 2019 dan Kabupaten/Kota yang mencapai eliminasi
dari 225 tahun 2015 menjadi 300 ditahun 2019.
Saat ini penyakit DBD masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia.Di Indonesia
penyakit ini pertama kali dilaporkan terjadi di Surabaya dan Jakarta pada tahun 1968
dengan jumlah kematian sebanyak 24 orang.Kemudian jumlah kasus terus bertambah
seiring dengan semakin meluasnya daerah endemis DBD dimana pada tahun 2011
penyakit ini telah menyebar ke seluruh provinsi di Indonesia (34 provinsi dan 400
Kabupaten/Kota).
Total kasus DBD tahun 2016 sebanyak 204.171 (Incidence rate 78,85/100.000
penduduk) dengan kematian sebanyak 1.598 (CFR 0,78%). Kasus terbanyak ditemukan
di Provinsi Jawa Barat disusul Jawa Timur dan Bali.
Kejadian Luar Biasa (KLB) Penyakit Chikungunya pertama kali dilaporkan pada tahun
1973 di Samarinda, Provinsi Kalimantan Timur dan di Jakarta. Sejak ditemukan pertama
kali sampai dengan tahun 2010, telah 21 provinsi dan 149 kab/kota di Indonesia pernah
melaporkan adanya KLB Chikungunya. KLB Chikungunya sering terjadi pada awal dan
akhir musim hujan dan penyakit ini lebih sering terjadi di daerah sub urban.
Virus JE pertama kali ditemukan pada 1971 dari nyamuk Culex, dan pada 1972 virus
diisolasi pada hewan babi. Kasus pada manusia telah ditemukan melalui survei di Bali
pada kurun waktu 1990- 2002, dimana rata-rata tiap tahun terdapat 50 - 60 anak yang
positif terjangkit JE berdasarkan pemeriksaan klinis dan laboratorium. JE selain dapat
menimbulkan kematian juga dapat menimbulkan gejala sisa (sekuele) mulai dari depresi
emosi, kelainan perilaku, gangguan intelektual dan fungsi neurologi lainnya.
8
Rencana Aksi Kegiatan 2015-2019
Hasil pelaksanaan Surveilans sentinel JE tahun 2016, didapatkan hasil 43 kasus posistif
JE yang didapatkan dari Bali, Kalimantan Barat, Sulawesi Utara, NTT, DKI Jakarta, DI.
Yogyakarta dan Batam.
Zoonosis adalah penyakit dan infeksi yang ditularkan secara alami di antara hewan
vertebrata dan manusia (WHO). Dalam rangka akselerasi Pengendalian Zoonosis telah
dibentuk Komisi Nasional Pengendalian Zoonosis melalui PERPRES No.30 Tahun 2011
tentang Pengendalian Zoonosis.
Rabies adalah penyakit infeksi sistem saraf pusat akut pada manusia dan hewan
berdarah panas yang disebabkan oleh Lyssa virus, dan menyebabkan kematian pada
hampir semua penderita rabies baik manusia maupun hewan. Sebanyak 25 provinsi telah
tertular rabies dan hanya 9 provinsi masih bebas historis dan telah dibebaskan dari rabies
(Provinsi Kepulauan Riau, Bangka Belitung, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Daerah Istimewa
Yogyakarta, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Papua dan Papua Barat). Tahun 2016
terdapat 91 kasus Lyssa dan terlaporkan 68.216 kasus GHPR dan yang diberikan Post
Exposure Treatmeant (PET) sebanyak 45.104 kasus.
Kasus Flu Burung (FB) pertama kali dilaporkan pada manusia pada bulan Juni 2005.
Berdasarkan data kasus FB dalam 5 tahun terakhir (2011 – 2015), terjadi sporadis di 15
provinsi, yaitu DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Lampung, Jawa Tengah, Sumatera
Utara, Sumatera Selatan, Jawa Timur, Sumatera Barat, Sulawesi Selatan, Riau, Bali,
Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Bengkulu dan Nusa Tenggara Barat. Jumlah kasus
FB pada manusia tertinggi masih ditemukan di 3 provinsi dengan urutan DKI Jakarta,
Jawa Barat, dan Banten. Jumlah kumulatif kasus FB di Indonesia sejak Juni 2005 sampai
Desember 2015 adalah 199 kasus konfirmasi dengan 167 kasus kematian. Secara
kumulatif jumlah kasus FB pada manusia cenderung menurun, namun pada tahun 2012
sampai 2015, case fatality rate (CFR) FB mencapai 100%.
Sampai saat ini terdapat 15 provinsi di Indonesia yang terkonfirmasi kasus Flu Burung
pada manusia. Untuk tahun 2015 penambahan kasus konfirmasi dan kematian berasal
dari Provinsi Banten. Kasus terbesar terdapat di Provinsi DKI Jakarta yang disusul oleh
Provinsi Jawa Barat lalu Provinsi Banten.
Leptospirosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri dari
genusleptospira yang patogen dan dapat menyerang manusia dan hewan. Tikus dicurigai
sebagai sumber utama infeksi pada manusia di Indonesia. Pada tahun 2014 dilaporkan
kasus Leptospirosis nasional 524 kasus dengan 62 kematian (CFR 11,83%). Tahun 2016
dilaporkan kasus Leptospirosis nasional 830 kasus dengan 61 kematian (CFR 7 %).
Penyakit antraks adalah termasuk salah satu zoonosis yang disebabkan oleh Bacillus
anthracis, dapat menyerang manusia melalui 3 cara yaitu melalui kulit yang lecet, abrasi
atau luka, dapat melalui pernafasan (inhalasi) dan melalui mulut karena makan bahan
makanan yang tercemar kuman antraks misalnya daging yang terinfeksi yang dimasak
kurang sempurna. Spora antraks ini dapat digunakan sebagai senjata bioterorisme.
Wilayah endemis antraks pada hewan tersebar di 11 provinsi yaitu Jambi, Sumatera
Barat, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Sulawesi Tengah,
Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, NTB dan NTT. Dalam 5 tahun terakhir (2011 -
9
Rencana Aksi Kegiatan 2015-2019
2015) kasus antraks pada manusia ditemukan di Provinsi Jawa Tengah, Sulawesi
Selatan, dan NTT. Jumlah rata-rata kasus antraks pada manusia dalam lima tahun
terakhir adalah 22 kasus per tahun. Sebesar 98% dari seluruh kasus antraks pada
manusia di Indonesia merupakan kasus antraks tipe kulit yang disebabkan kontak
langsung dengan hewan yang sakit/mati akibat antraks dan sebesar 2% merupakan
Antraks tipe pencernaan.
Pes (Plague) disebabkan oleh bakteri Yersinia pestis yang terdapat pada binatang
pengerat/rodensia seperti tikus/bajing dan dapat menular antar binatang pengerat melalui
gigitan pinjal dan ke manusia melalui gigitan pinjal. Fokus Pes di Indonesia adalah
Kabupaten Pasuruan (Jawa Timur), Kabupaten Boyolali (Jawa Tengah), Kabupaten
Sleman (Daerah Istimewa Yogyakarta).
B. Penyakit Terabaikan
Filariasis atau penyakit kaki gajah merupakan salah satu Penyakit Tropik Terabaikan
(Neglected Tropical Diseases/NTDs). Filariasis adalah penyakit menular menahun yang
disebabkan oleh parasit berupa cacing filaria, yang terdiri dari tiga spesies yaitu
Wuchereria bancrofti, Brugia malayidan Brugia timori. Penyakit ini menginfeksi jaringan
limfe (getah bening). Filariasis menularmelalui gigitan nyamuk yang mengandung cacing
filaria dalam tubuhnya. Dalam tubuhmanusia, cacing tersebut tumbuh menjadi cacing
dewasa dan menetap di jaringan limfe sehingga menyebabkan pembengkakan di kaki,
tungkai, payudara, lengan dan organ genital. WHO menetapkan kesepakatan global
untuk mengeliminasi filariasispada tahun 2020 (The Global Goal of Elimination of
Lymphatic Filariasis as a Public Healthproblem by The Year 2020).
Di dunia terdapat 1,3 miliar penduduk yang berisiko tertular penyakit kaki gajah di lebih
dari 83 negara dan 60% kasus berada di Asia Tenggara.Di Indonesia, sampai dengan
akhir tahun 2016 terdapat 13.032 kasus filariasis.
Untuk meningkatkan cakupan minum obat, maka pada Bulan Oktober periode Tahun
2015 – 2020 akan dilaksanakan Bulan Eliminasi Kaki Gajah (BELKAGA). BELKAGA
adalah Bulan dimana seluruh penduduk sasaran di wilayah endemis Filariasis minum
obat pencegahan Filariasis. Pencanangan BELKAGA dilaksanakan pada tanggal 1
Oktober 2015. Cakupan POPM filariasis dalam lima tahun terakhir terus meningkat, dari
56,5%pada tahun 2012 menjadi 69,5% pada tahun 2015, 71% pada tahun 2016.
Schistosomiasis disebabkan oleh cacing Schistosoma japanicum ditemukan hanya di
Provinsi Sulawesi Tengah di dua kabupaten yaitu yaitu di Lembah Lindu ( Kabupaten
Sigi), Lembah Napu dan Bada (Kabupaten Poso). Schistosomiasis merupakan penyakit
kronis yang dapat merusak organ-organ internal dan pada anak-anak dapat mengganggu
pertumbuhan dan perkembangan kognitif.Schistosomiasis secara epidemiologi
kebanyakan terjadi pada masyarakat miskin dan pedesaan, khususnya di daerah
pertanian dan perikanan. Secara keseluruhan penduduk yang berisiko tertular
schistosomiasis di kedua kabupaten adalah 50.000 (population of risk). Strategi
pengendalian dengan memutus rantai penularan penyakit dengan integrasi antara
Kementerian Kesehatan, Kementerian Pertanian, Kementerian Pekerjaan Umum,
Kementerian Kehutanan dan Pemerintah Daerah. Pencegahan melalui pengobatan
10
Rencana Aksi Kegiatan 2015-2019
harus dilakukan berulang selama beberapa tahun yang bertujuan mengurangi dan
mencegah timbulnya penyakit atau morbiditas Kabupaten Poso dan Kabupaten Sigi,
serta pengendalian faktor risiko terhadap lingkungan.
Penyakit kecacingan yang ditularkan melalui tanah (Soil Transmitted Helminthiasis/STH),
masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di negara-negara beriklim tropis dan sub
tropis, termasuk negara Indonesia. Prevalensi kecacingan saat ini berkisar 20-86 %
dengan rata-rata 30%. Infeksi cacing perut ini dapat mempengaruhi status gizi, proses
tumbuh kembang dan merusak kemampuan kognitif pada anak yang terinfeksi. Kasus-
kasus malnutrisi, stunting, anemia bisa disebabkan oleh karena kecacingan. Upaya
pengendalian kecacingan dengan strategi pemberian obat cacing massal dilakukan
secara terintegrasi dengan Program Gizi melalui pemberian vitamin A pada anak usia
dini dan melalui Program UKS (Usaha Kesehatan Sekolah) untuk anak usia sekolah.
Keberhasilan upaya pengendalian penyakit tular vektor dan zoonosa lainnya terkait
dengan pemutusan rantai penularan melalui upaya pengendalian vektor dan binatang
pembawa penyakit secara terpadu meliputi aspek teknis/metode, sumber daya baik
manusia dan sarana prasarana, keterpaduan antar program dan lintas sektor serta
melibatkan peran aktif masyarakat.
III. LINGKUNGAN STRATEGIS
A. Lingkungan Strategis Nasional
Perkembangan Penduduk. Pertumbuhan penduduk Indonesia ditandai dengan adanya
window opportunity di mana rasio ketergantungannya positif, yaitu jumlah penduduk usia
produktif lebih banyak dari pada yang usia non-produktif, yang puncaknya terjadi sekitar
tahun 2030. Jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2015 adalah 256.461.700 orang.
Dengan laju pertumbuhan sebesar 1,19% pertahun, maka jumlah penduduk pada tahun
2019 naik menjadi 268.074.600 orang. Jumlah wanita usia subur akan meningkat dari
tahun 2015 yang diperkirakan sebanyak 68,1 juta menjadi 71,2 juta pada tahun 2019.
Dari jumlah tersebut, diperkirakan ada 5 juta ibu hamil setiap tahun. Angka ini merupakan
estimasi jumlah persalinan dan jumlah bayi lahir, yang juga menjadi petunjuk beban
pelayanan ANC, persalinan, dan neonatus/bayi. Penduduk usia kerja yang meningkat
dari 120,3 juta pada tahun 2015 menjadi 127,3 juta pada tahun 2019. Penduduk berusia
di atas 60 tahun meningkat, yang pada tahun 2015 sebesar 21.6 juta naik menjadi 25,9
juta pada tahun 2019. Jumlah lansia di Indonesia saat ini lebih besar dibanding penduduk
benua Australia yakni sekitar 19 juta. Implikasi kenaikan penduduk lansia ini terhadap
sistem kesehatan adalah (1) meningkatnya kebutuhan pelayanan sekunder dan tersier,
(2) meningkatnya kebutuhan pelayanan home care dan (3) meningkatnya biaya
kesehatan.
Masalah penduduk miskin yang sulit berkurang akan masih menjadi masalah penting.
Secara kuantitas jumlah penduduk miskin bertambah, dan ini menyebabkan
permasalahan biaya yang harus ditanggung pemerintah bagi mereka. Tahun 2014
pemerintah harus memberikan uang premium jaminan kesehatan sebanyak 86,4 juta
orang miskin dan mendekati miskin. Data BPS menunjukkan bahwa ternyata selama
tahun 2013 telah terjadi kenaikan indeks kedalaman kemiskinan dari 1,75% menjadi
1,89% dan indeks keparahan kemiskinan dari 0,43% menjadi 0,48%. Hal ini berarti tingkat
kemiskinan penduduk Indonesia semakin parah, sebab semakin menjauhi garis
11
Rencana Aksi Kegiatan 2015-2019
kemiskinan, dan ketimpangan pengeluaran penduduk antara yang miskin dan yang tidak
miskin pun semakin melebar.
Tingkat pendidikan penduduk merupakan salah satu indikator yang menentukan Indeks
Pembangunan Manusia. Di samping kesehatan, pendidikan memegang porsi yang besar
bagi terwujudnya kualitas SDM Indonesia. Namun demikian, walaupun rata-rata lama
sekolah dari tahun ke tahun semakin meningkat, tetapi angka ini belum memenuhi tujuan
program wajib belajar 9 tahun. Menurut perhitungan Susenas Triwulan I tahun 2013, rata-
rata lama sekolah penduduk usia 15 tahun ke atas di Indonesia adalah 8,14 tahun.
Keadaan tersebut erat kaitannya dengan Angka Partisipasi Sekolah (APS), yakni
persentase jumlah murid sekolah di berbagai jenjang pendidikan terhadap penduduk
kelompok usia sekolah yang sesuai.
Disparitas Status Kesehatan. Meskipun secara nasional kualitas kesehatan masyarakat
telah meningkat, akan tetapi disparitas status kesehatan antar tingkat sosial ekonomi,
antar kawasan, dan antar perkotaan-pedesaan masih cukup tinggi. Angka kematian bayi
dan angka kematian balita pada golongan termiskin hampir empat kali lebih tinggi dari
golongan terkaya. Selain itu, angka kematian bayi dan angka kematian ibu melahirkan
lebih tinggi di daerah pedesaan, di kawasan timur Indonesia, serta pada penduduk
dengan tingkat pendidikan rendah. Persentase anak balita yang berstatus gizi kurang dan
buruk di daerah pedesaan lebih tinggi dibandingkan daerah perkotaan.
Disparitas Status Kesehatan Antar Wilayah. Beberapa data kesenjangan bidang
kesehatan dapat dilihat pada hasil Riskesdas 2013. Proporsi bayi lahir pendek, terendah
di Provinsi Bali (9,6%) dan tertinggi di Provinsi NTT (28,7%) atau tiga kali lipat
dibandingkan yang terendah. Kesenjangan yang cukup memprihatinkan terlihat pada
bentuk partisipasi masyarakat di bidang kesehatan, antara lain adalah keteraturan
penimbangan balita (penimbangan balita >4 kali ditimbang dalam 6 bulan terakhir).
Keteraturan penimbangan balita terendah di Provinsi Sumatera Utara (hanya 12,5%) dan
tertinggi 6 kali lipat di Provinsi DI Yogyakarta (79,0%). Ini menunjukkan kesenjangan
aktivitas Posyandu antar provinsi yang lebar. Dibandingkan tahun 2007, kesenjangan ini
lebih lebar, ini berarti selain aktivitas Posyandu makin menurun, variasi antar provinsi juga
semakin lebar.
Diberlakukannya Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Menurut peta jalan menuju
Jaminan Kesehatan Nasional ditargetkan pada tahun 2019 semua penduduk Indonesia
telah tercakup dalam JKN (Universal Health Coverage - UHC). Diberlakukannya JKN ini
jelas menuntut dilakukannya peningkatan akses dan mutu pelayanan kesehatan, baik
pada fasilitas kesehatan tingkat pertama maupun fasilitas kesehatan tingkat lanjutan,
serta perbaikan sistem rujukan pelayanan kesehatan. Untuk mengendalikan beban
anggaran negara yang diperlukan dalam JKN memerlukan dukungan dari upaya
kesehatan masyarakat yang bersifat promotif dan preventif agar masyarakat tetap sehat
dan tidak mudah jatuh sakit. Perkembangan kepesertaan JKN ternyata cukup baik.
Sampai awal September 2014, jumlah peserta telah mencapai 127.763.851 orang
(105,1% dari target). Penambahan peserta yang cepat ini tidak diimbangi dengan
peningkatan jumlah fasilitas kesehatan, sehingga terjadi antrian panjang yang bila tidak
segera diatasi, kualitas pelayanan bisa turun.
12
Rencana Aksi Kegiatan 2015-2019
Kesetaraan Gender. Kualitas SDM perempuan harus tetap perlu ditingkatkan, terutama
dalam hal: (1) perempuan akan menjadi mitra kerja aktif bagi laki-laki dalam mengatasi
masalah-masalah sosial, ekonomi, dan politik; dan (2) perempuan turut mempengaruhi
kualitas generasi penerus karena fungsi reproduksi perempuan berperan dalam
mengembangkan SDM di masa mendatang. Indeks Pemberdayaan Gender (IPG)
Indonesia telah meningkat dari 63,94 pada tahun 2004 menjadi 68,52 pada tahun 2012.
Peningkatan IPG tersebut pada hakikatnya disebabkan oleh peningkatan dari beberapa
indikator komponen IPG, yaitu kesehatan, pendidikan, dan kelayakan hidup.
Berlakunya Undang-Undang Tentang Desa. Pada bulan Januari 2014 telah disahkan UU
Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa. Sejak itu, maka setiap desa dari 77.548 desa yang
ada, akan mendapat dana alokasi yang cukup besar setiap tahun. Dengan simulasi APBN
2015 misalnya, ke desa akan mengalir rata-rata Rp 1 Miliar. Kucuran dana sebesar ini
akan sangat besar artinya bagi pemberdayaan masyarakat desa. Perilaku Hidup Bersih
dan Sehat (PHBS) dan pengembangan
Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) akan lebih mungkin diupayakan
di tingkat rumah tangga di desa, karena cukup tersedianya sarana¬sarana yang menjadi
faktor pemungkinnya (enabling factors).
Menguatnya Peran Provinsi. Dengan diberlakukannya UU Nomor 23 tahun 2014 sebagai
pengganti UU Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Provinsi selain
berstatus sebagai daerah juga merupakan wilayah administratif yang menjadi wilayah
kerja bagi gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat. Standar Pelayanan Minimal (SPM)
bidang Kesehatan yang telah diatur oleh Menteri Kesehatan, maka UU Nomor 23 tahun
2014 tentang Pemerintahan Daerah yang baru ini telah memberikan peran yang cukup
kuat bagi provinsi untuk mengendalikan daerah-daerah kabupaten dan kota di
wilayahnya. Pengawasan pelaksanaan SPM bidang Kesehatan dapat diserahkan
sepenuhnya kepada provinsi oleh Kementerian Kesehatan, karena provinsi telah diberi
kewenangan untuk memberikan sanksi bagi Kabupaten/Kota berkaitan dengan
pelaksanaan SPM.
Berlakunya Peraturan Tentang Sistem Informasi Kesehatan. Pada tahun 2014 juga
diberlakukan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 tentang Sistem Informasi Kesehatan
(SIK). PP ini mensyaratkan agar data kesehatan terbuka untuk diakses oleh unit kerja
instansi Pemerintah dan Pemerintah Daerah yang mengelola SIK sesuai dengan
kewenangan masing-masing.
B. Lingkungan Strategis Regional
Saat mulai berlakunya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) secara efektif pada tanggal
1 Januari 2016. Pemberlakukan ASEAN Community yang mencakup total populasi lebih
dari 560 juta jiwa, akan memberikan peluang (akses pasar) sekaligus tantangan tersendiri
bagi Indonesia. Implementasi ASEAN Economic Community, yang mencakup liberalisasi
perdagangan barang dan jasa serta investasi sektor kesehatan. Perlu dilakukan upaya
meningkatkan daya saing (competitiveness) dari fasilitas-fasilitas pelayanan kesehatan
dalam negeri. Pembenahan fasilitas-fasilitas pelayanan kesehatan yang ada, baik dari
segi sumber daya manusia, peralatan, sarana dan prasarananya, maupun dari segi
manajemennya perlu digalakkan. Akreditasi fasilitas pelayanan kesehatan (Rumah Sakit,
13
Rencana Aksi Kegiatan 2015-2019
Puskesmas, dan lain-lain) harus dilakukan secara serius, terencana, dan dalam tempo
yang tidak terlalu lama.
Hal ini berkaitan dengan perjanjian pengakuan bersama (Mutual Recognition Agreement
- MRA) tentang jenis-jenis profesi yang menjadi cakupan dari mobilitas. Dalam MRA
tersebut, selain insinyur, akuntan, dan lain-lain, juga tercakup tenaga medis/dokter,
dokter gigi, dan perawat. Tidak tertutup kemungkinan di masa mendatang, akan dicakupi
pula jenis-jenis tenaga kesehatan lain. Betapa pun, daya saing tenaga kesehatan dalam
negeri juga harus ditingkatkan. Institusi-institusi pendidikan tenaga kesehatan harus
ditingkatkan kualitasnya melalui pembenahan dan akreditasi.
C. Lingkungan Strategis Global
Dengan akan berakhirnya agenda Millennium Development Goals (MDGs) pada tahun
2015, banyak negara mengakui keberhasilan dari MDGs sebagai pendorong tindakan-
tindakan untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan pembangunan masyarakat.
Khususnya dalam bentuk dukungan politik. Kelanjutan program ini disebut Sustainable
Development Goals (SDGs), yang meliputi 17 goals. Dalam bidang kesehatan fakta
menunjukkan bahwa individu yang sehat memiliki kemampuan fisik dan daya pikir yang
lebih kuat, sehingga dapat berkontribusi secara produktif dalam pembangunan
masyarakatnya.
Pemberantasan malaria telah berhasil memenuhi indikator MDG’s yaitu API < 1 pada
tahun 2015. Pada SDG’s pemberantasan malaria masuk dalam goals ke 3.3 yaitu
Menghentikan epidemi AIDS, Tuberkulosis, Malaria dan Penyakit Terabaikan serta
Hepatitis, Water Borne Diseases dan Penyakit menular lainnya.
Agenda Ketahanan Kesehatan Global (Global Health Securty Agenda/GHSA)
dicanangkan di Washington DC dan Gedung PBB Genewa secara bersamaan pada
tanggal 13 Februari 2014. PertemuanGHSA pertama dilaksanakan pada tanggal 5-6 Mei
2014 diHelsinki, Finlandia. Pada awalnya, inisiatif GHSA digagas oleh Amerika Serikat
dan negara-negara maju dengan melibatkan multi-stakeholders dan multi-sektoral. Selain
itu juga dukung badan-badan dunia dibawah PBB diantaranya World Health Organisation
(WHO), Food and Agriculture Organisation (FAO), dan World Organisation for Animal
Health(OIE).
Di Helsinki, GHSA membahas rancangan GHSA Action Packagesand Commitments
yang diharapkan dapat dijadikan rujukan bersama di tingkat global dalam mengatasi
ancaman penyebaran penyakit infeksi. Komitmen ini antara lain juga dimaksudkan untuk
memperkuat implementasi International Health Regulation-IHR yang telah dicanangkan
WHO sebelumnya.
Agenda Ketahanan Kesehatan Global (Global Health Securty Agenda/GHSA) juga
sebagai bentuk komitmen dunia yang telah mengalami dan belajar banyak dalam
menghadapi musibah wabah penyakit menular berbahaya seperti wabah Ebola yang
telah melanda beberapa negara Afrika, Middle East Respiratory Syndrome (MERS-Cov)
di beberapa negara Timur Tengah, flu H7N9 khsusunya di Tiongkok, flu babi di Meksiko,
flu burung yang melanda di berbagai negara, dan wabah flu Spanyol tahun 1918.
Rangkaian kejadian tersebut seakan menegaskan bahwa wabah penyakit menular
berbahaya tidak hanya mengancam negara yang bersangkutan, namun juga mengancam
14
Rencana Aksi Kegiatan 2015-2019
kesehatan masyarakat negara lainnya termasuk dampak sosial dan ekonomi yang
ditimbulkannya.
Termasuk elemen penting dari GHSA adalah zoonosis. Sebagai bentuk dari perwujudan
atas elemen penting (komitmen) tersebut, Pemerintah Indonesia, yang dalam hal ini
diwakili oleh Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, Kementerian
Kesehatan, dan Kementerian Pertanian membahas lebih jauh berbagai aspek dari
penyakit zoonosis dalam kaitan pencegahan, pendeteksian lebih dini, dan upaya
merespon atas munculnya ancaman dari penyakit tersebut.
15
Rencana Aksi Kegiatan 2015-2019
BAB II. TUJUAN DAN SASARAN DIREKTORAT
PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT TULAR VEKTOR DAN ZOONOTIK
Rencana Aksi Kegiatan Direktorat P2PTVZ mendukung pelaksanaan Renstra Kemenkes
yang melaksanakan visi dan misi Presiden Republik Indonesia yaitu “Terwujudnya Indonesia
yang Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong-royong”. Upaya untuk
mewujudkan visi ini adalah melalui 7 misi pembangunan yaitu:
1. Terwujudnya keamanan nasional yang mampu menjaga kedaulatan wilayah, menopang
kemandirian ekonomi dengan mengamankan sumber daya maritim dan mencerminkan
kepribadian Indonesia sebagai negara kepulauan.
2. Mewujudkan masyarakat maju, berkesinambungan dan demokratis berlandaskan negara
hukum.
3. Mewujudkan politik luar negeri bebas dan aktif serta memperkuat jati diri sebagai negara
maritim.
4. Mewujudkan kualitas hidup manusia lndonesia yang tinggi, maju dan sejahtera.
5. Mewujudkan bangsa yang berdaya saing.
6. Mewujudkan Indonesia menjadi negara maritim yang mandiri, maju, kuat dan berbasiskan
kepentingan nasional, serta
7. Mewujudkan masyarakat yang berkepribadian dalam kebudayaan.
Selanjutnya terdapat 9 agenda prioritas yang dikenal dengan NAWA CITA yang ingin
diwujudkan pada Kabinet Kerja, yakni:
1. Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa
aman pada seluruh warga Negara.
2. Membuat pemerintah tidak absen dengan membangun tata kelola pemerintahan yang
bersih, efektif, demokratis dan terpercaya.
3. Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa
dalam kerangka negara kesatuan.
4. Menolak negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang
bebas korupsi, bermartabat dan terpercaya.
5. Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia.
6. Meningkatkan produktifitas rakyat dan daya saing di pasar Internasional.
7. Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis
ekonomi domestik.
8. Melakukan revolusi karakter bangsa.
9. Memperteguh ke-Bhineka-an dan memperkuat restorasi sosial Indonesia.
Kegiatan P2PTVZ mempunyai peran dan berkonstribusi dalam tercapainya seluruh Nawa Cita
terutama terutama dalam meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia melalui upaya
preventif dan promotif.
I. TUJUAN
Terdapat dua tujuan Pembangunan Kesehatan pada tahun 2015-2019, yaitu: 1)
meningkatnya status kesehatan masyarakat dan; 2) meningkatnya daya tanggap
(responsiveness) dan perlindungan masyarakat terhadap risiko sosial dan finansial di bidang
kesehatan.
16
Rencana Aksi Kegiatan 2015-2019
Tujuan indikator Kementerian Kesehatan dalam Renstra bersifat dampak (impact atau
outcome). Dalam peningkatan status kesehatan masyarakat, indikator yang akan dicapai
adalah:
1. Menurunnya angka kematian ibu dari 346 per 100.00 kelahiran hidup (SP 2010),
menjadi 306 per 100.000 kelahiran hidup (SDKI 2012).
2. Menurunnya angka kematian bayi dari 32 menjadi 24 per 1.000 kelahiran hidup.
3. Meningkatnya upaya peningkatan promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat,
serta pembiayaan kegiatan promotif dan preventif.
4. Meningkatnya upaya peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat.
Tujuan Rencana Aksi Kegiatan Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular
Vektor dan Zoonotik disusun dalam rangka dukungan dalam keberhasilan Program
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit dalam Rencana Aksi Program yaitu menurunnya
penyakit menular dan tidak menular, serta meningkatnya kesehatan jiwa.
Tujuan Rencana Aksi Kegiatan Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular
Vektor dan Zoonotik berorientasi hasil kepada menurunnya penyakit tular vektor dan zoonotik.
Tujuan dilengkapi dengan ukuran keberhasilan sebagai berikut:
1. Persentase Kabupaten/Kota yang melakukan pengendalian vektor terpadu sebesar 80%
di Tahun 2019
2. Jumlah Kabupaten/Kota dengan API < 1 per 1.000 penduduk sebanyak 400 Kab/Kota di
Tahun 2019
3. Jumlah Kabupaten/Kota endemis Filaria berhasil menurunkan angka mikrofilaria menjadi
< 1% sebanyak 75 Kab/Kota di Tahun 2019
4. Persentase Kabupaten/Kota dengan IR DBD < 49 per 100.000 penduduk sebesar 68%
di Tahun 2019
5. Persentase Kabupaten/Kota yang eliminasi Rabies sebesar 85% di Tahun 2019
II. SASARAN
Sasaran Kegiatan Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik adalah
meningkatnya pencegahan dan pengendalian penyakit tular vektor dan zoonotik. Sasaran
kinerja dihitung secara kumulatif selama lima tahun dan berakhir pada tahun 2019 dengan
indikator kinerja sasaran yang akan dicapai adalah:
a. Meningkatnya persentase kabupaten/kota yang melakukan pengendalian vektor terpadu
sebesar 80%
b. Meningkatnya jumlah kabupaten/kota dengan API < 1 per 1.000 penduduk sebanyak 400
Kab/Kota
c. Meningkatnya jumlah kabupaten/kota endemis Filaria berhasil menurunkan angka
mikrofilaria menjadi < 1% sebanyak 75 Kab/Kota
d. Meningkatnya persentase kabupaten/kota dengan IR DBD < 49 per 100.000 penduduk
sebesar 68%
e. Meningkatnya persentase kabupaten/kota yang eliminasi Rabies sebesar 85%
Matrik target tahunan indikator sasaran kegiatan pencegahan dan pengendalian penyakit
tular vektor dan zoonotik sebagai berikut:
17
Rencana Aksi Kegiatan 2015-2019
Tabel. II. 1. Matrik target tahunan indikator sasaran kegiatan pencegahan dan pengendalian
penyakit tular vektor dan zoonotik Tahun 2015-2019
No. Indikator Base
Line
(2014)
Target
2015 2016 2017 2018 2019
1 Persentase Kabupaten/Kota
yang melakukan
pengendalian vektor terpadu
30% 40% 50% 60% 70% 80%
2 Jumlah Kabupaten/Kota
dengan API <1 per 1.000
penduduk
337 340 360 375 390 400
3 Jumlah Kabupaten/Kota
endemis Filaria berhasil
menurunkan angka
mikrofilaria menjadi < 1%
29 35 45 55 65 75
4 Persentase Kabupaten/Kota
dengan IR DBD < 49 per
100.000 penduduk
58% 60% 62% 64% 66% 68%
5 Persentase Kabupaten/Kota
yang eliminasi Rabies
10% 25% 40% 55% 70% 85%
18
Rencana Aksi Kegiatan 2015-2019
BAB III. ARAH KEBIJAKAN, STRATEGI, KERANGKA REGULASI DAN
KERANGKA KELEMBAGAAN
I. ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI
Arah kebijakan dan strategi Direktorat P2PTVZ didasarkan pada arah kebijakan dan strategi
Kementerian Kesehatan 2005-2025 mengacu pada empat hal penting yakni: 1) Penguatan
Pelayanan Kesehatan Primer (Primary Health Care); 2) Penerapan Pendekatan
Keberlanjutan Pelayanan (Continuum Of Care); 3) Intervensi Berbasis Risiko Kesehatan; 4)
Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga.
Untuk mencapai tujuan dan sasaran kegiatan pencegahan dan pengendalian penyakit tular
vektor dan zoonotik, maka arah kebijakan dan strategi pencegahan dan pengendalian
penyakit tular vektor dan zoonotik 2015-2019 adalah:
1. Perluasan cakupan akses masyarakat (termasuk skrining cepat bila ada dugaan potensi
meningkatnya kejadian penyakit menular seperti Mass Blood Survey untuk malaria)
dalam memperoleh pelayanan kesehatan terkait penyakit menular terutama di daerah-
daerah yang berada di perbatasan, kepulauan dan terpencil untuk menjamin upaya
memutus mata rantai penularan.
2. Untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan penanggulangan penyakit menular,
dibutuhkan strategi innovative dengan memberikan otoritas pada petugas kesehatan
masyarakat (Public Health Officers), terutama hak akses pengamatan faktor risiko dan
penyakit dan penentuan langkah penanggulangannya.
3. Mendorong keterlibatan masyarakat dalam membantu upaya pengendalian penyakit
melalui community base surveillance berbasis masyarakat untuk melakukan pengamatan
terhadap hal-hal yang dapat menyebabkan masalah kesehatan dan melaporkannnya
kepada petugas kesehatan agar dapat dilakukan respon dini sehingga permasalahan
kesehatan tidak terjadi.
4. Meningkatkan kompetensi tenaga kesehatan dalam pengendalian penyakit menular
seperti tenaga entomologi, epidemiologi, sanitasi dan laboratorium.
5. Peningkatan peran daerah khususnya kabupaten/kota yang menjadi daerah pintu masuk
negara dalam mendukung implementasi pelaksanaan International Health Regulation
(IHR) untuk upaya cegah tangkal terhadap masuk dan keluarnya penyakit yang
Sumber Daya Manusia Pengendalian Penyakit Tular Vektor Dan Zoonotik Yang Meningkat Kualitasnya
Sumber Daya Manusia Pengendalian Penyakit Vektor Yang Meningkat Kualitasnya
1.725.550
3 Output Pusat
Layanan Pengawasan Pelaksanaan Pengendalian Penyakit Tular Vektor Dan Zoonotik
Layanan Pengawasan Pelaksanaan Pengendalian Vektor
3.037.900
4 Output Pusat
Sarana Prasarana Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik
Sarana Prasarana Pengendalian Penyakit Vektor
31.328.850
5 Output Pusat
Peringatan Dini Kejadian Penyakit Tular Vektor Dan Zoonotik
Peringatan Dini Kejadian Penyakit Vektor
5.123.620
Output Pusat
Layanan Pembinaan Pelaksanaan Pengendalian Penyakit Tular Vektor Dan Zoonotik
Layanan Pembinaan Pelaksanaan Pengendalian Vektor
5.289.010
35
Rencana Aksi Kegiatan 2015-2019
6 Output Dekon
Layanan Pelaksanaan Pengendalian Penyakit Tular Vektor Dan Zoonotik Di Kab/Kota
Layanan Pelaksanaan Pengendalian Vektor di Kab/Kota
6.335.110
7 Output KKP
SDM P2P TVZ di pelabuhan/bandara/PLBD yang meningkat kualitasnya
SDM Pengendalian Vektor di Pelabuhan/Bandara/Pos Lintas Batas Barat (PLBD) yang meningkat kualitasnya
14.855.000
8 Output KKP
Layanan pelaksanaan P2P TVZ di pelabuhan/bandara/PLBD
Layanan Pelaksanaan Pengendalian Vektor di Pelabuhan/Bandara/Pos Lintas Batas Barat (PLBD)
9 Output BBTKL
Kajian Bidang Pengendalian Penyakit Tular Vektor Dan Zoonotik
Kajian Bidang Pengendalian Vektor
5.000.000
10 Output BBTKL
Teknologi Tepat Guna Bidang Pengendalian Penyakit Tular Vektor Dan Zoonotik
Teknologi Tepat Guna Bidang Pengendalian Vektor
11 Output BBTKL
Surveilans Pengendalian Penyakit Tular Vektor Dan Zoonotik Berbasis Lab
Surveilans Pengendalian Vektor berbasis Lab
Tata Usaha
1
Advokasi, Sosialisasi dan Koordinasi pelaksanaan POMP Filariasis di Kab/Kota endemis menuju eliminasi
Output Pusat
Layanan Dukungan Manajemen Pengendalian Penyakit Tular Vektor Dan Zoonotik
Layanan Dukungan Manajemen Pengendalian Penyakit Tular Vektor Dan Zoonotik
3.300.561
Tabel. Matriks Pendanaan 2017
NO
SASARAN SUB OUTPUT DO OUTPUT (DO SUB OUTPUT) SATUAN
TARGET 2017
USULAN (Dalam Ribu)
2017
1 Pemberian obat pencegahan massal filariasis (POPM) di daerah kab/kota yang endemis filariasis
Angka absolut orang yang minum obat pencegahan filariasis di seluruh kabupaten endemis filariasis yang melaksanakan POPM filariasis
Orang 35.9 Juta
Orang
108.226.591
Norma/Standar/Prosedur/Kriteria (NSPK) Pencegahan dan Pengendalian Filariasis
Jumlah Norma/Standar/Prosedur/Kriteria (NSPK) Pencegahan dan Pengendalian Filariasis yang hasilkan
Jumlah NSPK
3 330.000
Sumber Daya Manusia Pencegahan dan Pengendalian Filariasis
Jumlah Sumber Daya Manusia Pencegahan dan Pengendalian Filariasis yang mendapat informasi/pelatihan/TOT/ filariasis
Jumlah SDM
100 885.400
Sarana Prasarana Pencegahan dan Pengendalian Filariasis
Jumlah Sarana Prasarana Pencegahan dan Pengendalian Filariasis yang dihasilkan
Paket 12 20.990.000
Peringatan Dini Kejadian Pencegahan dan Pengendalian Filariasis
Jumlah Peringatan Dini Kejadian Pencegahan dan Pengendalian Filariasis pada tahap persiapan, pelaksanaan dan pasca POPM Filariasis yang di tangani
Kejadian 10 100.000
Layanan Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Filariasis
Jumlah Layanan Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Filariasis yang dilaksankan
Layanan 7 3.493.000
36
Rencana Aksi Kegiatan 2015-2019
Layanan Pelaksanaan Pengendalian Filariasis di Kab/Kota
Jumlah Layanan Pelaksanaan Pengendalian Filariasis di Kab/Kota, POPM, Tatalaksana kasus kronis filariasis yang dilaksanakan
Kab/Kota
154 78.428.191
Kajian Bidang Pengendalian Filariasis
Jumlah Kajian Bidang Pengendalian Filariasis yang dilaksanakan
Kajian -
Teknologi Tepat Guna Bidang Pencegahan dan Pengendalian Filariasis
Jumlah Teknologi Tepat Guna Bidang Pencegahan dan Pengendalian Filariasis yang dilaksanakan
Jumlah TTG
-
Surveilans Pengendalian Filariasis Berbasis Lab
Jumlah Kegiatan Surveilans Pengendalian Filariasis Berbasis Lab untuk kegiatan SDJ, Evaluasi Mid term, Pre TAS dan TAS Filariasis Setelah POPM
Jumlah Kab/Kota yang
di survei
40 4.000.000
2 Pengobatan malaria sesuai standar
persentase kasus malaria positif yang diobati sesuai standar
Persen 95% 128.494.500
Norma/Standar/Prosedur/Kriteria (NSPK) Pencegahan dan Pengendalian Malaria
Jumlah Norma/Standar/Prosedur/Kriteria (NSPK) Pencegahan dan Pengendalian Malaria yang dihasilkan
Laporan 10 876.500
Sumber Daya Manusia Pencegahan dan Pengendalian Malaria
Jumlah Sumber Daya Manusia Pencegahan dan Pengendalian Malaria yang mendapat pelatihan / peningkatan kemampuan / TOT Malaria
Orang 300 10.300.000
Sarana Prasarana Pencegahan dan Pengendalian Malaria
Jumlah Sarana Prasarana Pencegahan dan Pengendalian Malaria dihasilkan
Unit 15 65.000.000
Peringatan Dini Kejadian Pencegahan dan Pengendalian Malaria
Jumlah Peringatan Dini Kejadian Pencegahan dan Pengendalian Malaria yang ditangani
Layanan 5 425.000
Layanan Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Malaria
Jumlah layanan pencegahan dan pengendalian penyakit malaria yang dilaksanakan
Layanan 93 4.250.000
Layanan Pelaksanaan Pencegahan dan Pengendalian Malaria di Kab/Kota
Jumlah Layanan Pelaksanaan Pencegahan dan Pengendalian Malaria di Kab/Kota
Layanan 372 28.143.000
Layanan Pelaksanaan Pencegahan dan Pengendalian Malaria di Pelabuhan/Bandara/PLBD
Jumlah Layanan Pelaksanaan Pencegahan dan Pengendalian Malaria di Pelabuhan/Bandara/PLBD
Layanan 55 3.000.000
Sumber Daya Manusia Pencegahan dan Pengendalian Malaria di Pelabuhan/Bandara/PLBD
Jumlah Sumber Daya Manusia Pencegahan dan Pengendalian Malaria di Pelabuhan/Bandara/PLBD yang mendapat pelatihan /peningkatan kemampuan Malaria
Orang 375 4.500.000
Kajian Bidang Pencegahan dan Pengendalian Malaria
Jumlah Kajian Bidang Pencegahan dan Pengendalian Malaria yang dihasilkan
kali/tahun
46 5.600.000
Teknologi Tepat Guna Bidang Pencegahan dan Pengendalian Malaria
Jumlah Teknologi Tepat Guna Bidang Pencegahan dan Pengendalian yang dihasilkan
Layanan 10 3.000.000
Surveilans Pencegahan dan Pengendalian Malaria Berbasis Lab
Jumlah Surveilans Pencegahan dan Pengendalian Malaria Berbasis Lab yang dilaksanakan
kali/tahun
44 3.400.000
37
Rencana Aksi Kegiatan 2015-2019
Sasaran dan Indikator Lainnya
3 Tenaga pengendalian vektor dan binatang pembawa penyakit di Dinas Kesehatan Propinsi/Kab/Kota dan UPT (KKP dan BTKL) yang dilatih
Peningkatan pengetahuan tenaga kab/kota dalam proses melakukan pengendalian, surveilans dan monitoring vektor
Orang 600 16.000.000
Sumber Daya Manusia Pencegahan dan Pengendalian Vektor dan BPP
Jumlah Tenaga Entokes terlatih di Dinas Kesehatan Propinsi/Kab/Kota, UPT
Orang 90 2.600.000
Sumber Daya Manusia Pencegahan dan Pengendalian Vektor dan BPP di Kab/Kota/Puskesmas
Jumlah Tenaga terlatih Pengendalian Vektor dan Biantang Pembawa Penyakit di Dinkes Kab/Kota dan Puskesmas
Orang 378 8.500.000
Sumber Daya Manusia Pencegahan dan Pengendalian Vektor dan BPP di Pelabuhan/Bandara/PLBD
Jumlah Tenaga yang Mengikuti Pelatihan Pengendalian Vektor dan BPP, Seminar yang berhubungan dengan Vektor dan BPP dan Kursus di Salatiga (Nyamuk, lalat dan reservoar dan BBTKL surabaya Tikus Dan Pinjal
Orang 132 4.900.000
4 Cakupan Kab/Kota endemis Demam Berdarah dan Malaria yang melakukan pengendalian vektor terpadu
Kegiatan yang dilakukan untuk menunjang kegiatan pengendalian vektor dengan 2 atau lebih metode sekaligus
Kab/Kota
58 42.619.966
Norma/Standar/Prosedur/Kriteria (NSPK) Pencegahan dan Pengendalian Vektor dan BPP
Jumlah Pedoman, Juknis dan Aturan lainnya yang berhubungan dengan Vektor dan BPP yang dihasilkan
laporan 3 1.630.000
Sarana Prasarana Pencegahan dan Pengendalian Vektor dan BPP
Jumlah Alat dan Bahan Surveilans/pengendalian Vektor yang tersedia
unit 6 8.380.000
Peringatan Dini Kejadian Pencegahan dan PengendalianVektor dan BPP
Jumlah kejadian dan Diteksi dini vektor dan binatang pembawa penyakit yang di tanggani
laporan 18 2.170.000
Layanan Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Vektor dan BPP
Jumlah layanan pencegahan dan pengendalian penyakit yang diturkan vektor dan BPP
laporan 34 5.062.966
Layanan Pelaksanaan Pencegahan dan Pengendalian Vektor dan BPP di Kab/Kota
Jumlah Kab/kota yang melakukan pelaksanaan Pencegahan dan Pengendalian Vektor dan BPP
laporan 34 3.400.000
Layanan Pelaksanaan Pencegahan dan Pengendalian Vektor dan BPP di Pelabuhan/Bandara/PLBD
Jumlah layanan pencegahan dan pengendalian penyakit yang diturkan vektor dan BPP yang dialkukan di KKP
layanan 368 13.887.000
Kajian Bidang Pencegahan dan Pengendalian Vektor dan BPP
Jumlah Kajian vektor dan BPP yang dilakukan
laporan 51 5.590.000
Teknologi Tepat Guna Bidang Pencegahan dan Pengendalian Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit
Jumlah TTG yang di hasilkan untuk surveilans dan pengendalian vektor dan BPP
laporan 10 1.000.000
38
Rencana Aksi Kegiatan 2015-2019
Surveilans Pencegahan dan Pengendalian Vektor dan BPP Berbasis Lab
Jumlah surveilans vektor dan BPP yang dilakukan komfirmasi laboratorium
laporan 20 1.500.000
5 Cakupan pemberian obat cacing pada Anak usia pra sekolah dan sekolah
Jumlah absolut anak (usia pra sekolah dan sekolah) yang minum obat cacing
Anak 33.4 Anak
8.508.162
Norma/Standar/Prosedur/Kriteria (NSPK) Pencegahan dan Pengendalian Kecacingan
Jumlah Norma/Standar/Prosedur/Kriteria (NSPK) Pencegahan dan Pengendalian Kecacingan yang di hasilkan
Jumlah NSPK
2 220.000
Sumber Daya Manusia Pencegahan dan Pengendalian Kecacingan
Jumlah Sumber Daya Manusia Pencegahan dan Pengendalian Cacingan yang mendapat tambahan informasi/pelatihan/ Kecacingan
Jumlah SDM
100 885.400
Sarana Prasarana Pencegahan dan Pengendalian Kecacingan
Jumlah Sarana Prasarana Pencegahan dan Pengendalian Kecacingan yang dihasilkan
Paket 4 650.000
Layanan Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kecacingan
Jumlah Layanan Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kecacingan yang dilaksanakan
Layanan 6 1.180.953
Layanan Pelaksanaan Pengendalian Kecacingan di Kab/Kota
Jumlah Layanan Pelaksanaan Pengendalian Kecacingan melalui Pengobatan Massal Kecacingan di Kab/Kota
Anak 33.4 Anak
5.571.809
Kajian Bidang Pengendalian Kecacingan
Kegiatan Kajian Bidang Pengendalian Kecacingan yang dilaksanakan
Kajian -
Teknologi Tepat Guna Bidang Pencegahan dan Pengendalian Kecacingan
Jumlah Teknologi Tepat Guna Bidang Pencegahan dan Pengendalian Kecacingan yang dilaksanakan
Jumlah TTG
-
Surveilans Pengendalian Kecacingan Berbasis Lab
Jumlah Kegiatan Surveilans Pengendalian Kecacingan Berbasis Lab untuk kegiatan penilaian prevalensi maupun evaluasi pasca pengobatan massal kecacingan
Jumlah Kab/Kota yang
di survei
-
6 Pembentukan Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik
Kabupaten/kota yang melaksanakan Pembentukan Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik.
Persen 40 33.297.764
Norma/Standar/Prosedur/Kriteria (NSPK) Pencegahan dan Pengendalian Arbovirosis
Jumlah NSPK pencegahan dan pengendalian arbovirosis yang disusun/dicetak selama 1 tahun.
Dokumen/Lapora
n
2 850.000
Sumber Daya Manusia Pencegahan dan Pengendalian Arbovirosis
Jumlah orang yang mendapatkan sosialisasi/informasi/refreshing pencegahan dan pengendalian arbovirosis.
Orang 120 700.000
Sarana Prasarana Pencegahan dan Pengendalian Arbovirosis
Jumlah pengadaan logistik pencegahan dan pengendalian arbovirosis oleh pusat dan didistribusikan ke daerah.
Paket 5 20.262.764
39
Rencana Aksi Kegiatan 2015-2019
Layanan Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Arbovirosis
Jumlah layanan pencegahan dan pengendalian arbovirosis yang dilakukan oleh pusat ke daerah.
Lokasi/Layanan
34 1.420.000
Layanan Pelaksanaan Pencegahan dan Pengendalian Arbovirosis di Kab/Kota
Jumlah layanan pelaksanaan pencegahan dan pengendalian arbovirosis yang dilakukan oleh provinsi ke kabupaten/kota.
Lokasi/Layanan
206 2.595.000
Layanan Pelaksanaan Pencegahan dan Pengendalian Arbovirosis di Pelabuhan/Bandara/PLBD
Jumlah layanan pelaksanaan pencegahan dan pengendalian arbovirosis yang dilakukan oleh KKP di wilayah kerja KKP.
Lokasi/Layanan
49 2.190.000
Sumber Daya Manusia Pencegahan dan Pengendalian Arbovirosis di Pelabuhan/Bandara/PLBD
Jumlah orang di wilayah kerja KKP yang mendapatkan sosialisasi/informasi/refreshing pencegahan dan pengendalian arbovirosis.
Orang 1150 4.145.000
Kajian Bidang Pencegahan dan Pengendalian Arbovirosis
Jumlah kajian pencegahan dan pengendalian arbovirosis yang dilakukan oleh B/BTKL-PP.
Dokumen/Lapora
n
10 490.000
Teknologi Tepat Guna Bidang Pencegahan dan Pengendalian Arbovirosis Pembawa Penyakit
Jumlah TTG yang dihasilkan dan digunakan dalam pencegahan dan pengendalian arbovirosis.
Dokumen/Lapora
n
10 645.000
7 Deteksi dini penyakit DBD
Jumlah puskesmas rawat inap yang mampu melakukan deteksi dini penyakit DBD dengan melakukan pemeriksaan menggunakan RDT DBD dan pemeriksaan laboratorium darah sederhana (leukosit, trombosit dan hematokrit).
Persen 40 20.935.000
Norma/Standar/Prosedur/Kriteria (NSPK) Pencegahan dan Pengendalian Arbovirosis
Jumlah NSPK pencegahan dan pengendalian arbovirosis yang disusun/dicetak selama 1 tahun.
Dokumen/Lapora
n
2 150.000
Sumber Daya Manusia Pencegahan dan Pengendalian Arbovirosis
Jumlah tenaga kesehatan yang mendapatkan sosialisasi/informasi/refreshing tentang deteksi dini DBD dan penyakit arbovirosis lainnya.
Orang 60 350.000
Sarana Prasarana Pencegahan dan Pengendalian Arbovirosis
Jumlah pengadaan logistik pencegahan dan pengendalian arbovirosis oleh pusat dan didistribusikan ke daerah.
Paket 3 10.000.000
Peringatan Dini Kejadian Pencegahan dan Pengendalian Arbovirosis
Jumlah daerah yang dikunjungi/diinvestigasi oleh pusat pada saat KLB/pasca KLB/situasi khusus.
Lokasi/Layanan
20 600.000
Layanan Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Arbovirosis
Jumlah layanan pencegahan dan pengendalian arbovirosis yang dilakukan oleh pusat ke daerah.
Lokasi/Layanan
34 3.400.000
Layanan Pelaksanaan Pencegahan dan Pengendalian Arbovirosis di Kab/Kota
Jumlah layanan pelaksanaan pencegahan dan pengendalian arbovirosis yang dilakukan oleh provinsi ke kabupaten/kota.
Lokasi/Layanan
206 2.905.000
40
Rencana Aksi Kegiatan 2015-2019
Layanan Pelaksanaan Pencegahan dan Pengendalian Arbovirosis di Pelabuhan/Bandara/PLBD
Jumlah layanan pelaksanaan pencegahan dan pengendalian arbovirosis yang dilakukan oleh KKP di wilayah kerja KKP.
Lokasi/Layanan
49 665.000
Kajian Bidang Pencegahan dan Pengendalian Arbovirosis
Jumlah kajian pencegahan dan pengendalian arbovirosis yang dilakukan oleh B/BTKL-PP.
Dokumen/Lapora
n
10 490.000
Surveilans Pencegahan dan Pengendalian Arbovirosis Berbasis Lab
Kegiatan surveilans pencegahan dan pengendalian arbovirosis berbasis lab yang dilakukan oleh B/BTKL-PP.
Dokumen/Lapora
n
10 2.375.000
8 Eliminasi kasus rabies pada manusia di kabupaten /kota
Jumlah kabupaten/kota yang tidak ditemukan kasus rabies pada manusia (lyssa) selama 2 tahun berturut-turut
45.870.527
Norma/Standar/Prosedur/Kriteria (NSPK) Pencegahan dan Pengendalian Zoonosis
Jumlah Norma/Standar/Prosedur/Kriteria (NSPK) Pencegahan dan Pengendalian Zoonosis yang dihasilkan
Jumlah NSPK
5 1.405.550
Sumber Daya Manusia Pencegahan dan Pengendalian Zoonosis
Jumlah Sumber Daya Manusia Pencegahan dan Pengendalian Zoonosis yang meningkat pengetahuannya
Jumlah SDM
350 4.100.000
Sarana Prasarana Pencegahan dan Pengendalian Zoonosis
Jumlah Sarana Prasarana Pencegahan dan Pengendalian Zoonosis yang tersedia
Paket 15 23.078.187
Peringatan Dini Kejadian Pencegahan dan Pengendalian Zoonosis
Jumlah Kejadian Pencegahan dan Pengendalian Zoonosis yang ditangani secara dini
lokasi 10 238.000
Layanan Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Zoonosis
Jumlah Layanan Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Zoonosis yang dilakukan
layanan 30 6.048.790
Layanan Pelaksanaan Pencegahan dan Pengendalian Zoonosis di Kab/Kota
Jumlah Layanan Pelaksanaan Pencegahan dan Pengendalian Zoonosis di Kab/Kota yang dilaksanakan
layanan 5 5.000.000
Layanan Pelaksanaan Pencegahan dan Pengendalian Zoonosis di Pelabuhan/Bandara/PLBD
Jumlah Layanan Pelaksanaan Pencegahan dan Pengendalian Zoonosis di Pelabuhan/Bandara/PLBD yang dilaksanakan
lap 99 2.000.000
Sumber Daya Manusia Pencegahan dan Pengendalian Zoonosis di Pelabuhan/Bandara/PLBD
Jumlah Sumber Daya Manusia Pencegahan dan Pengendalian Zoonosis di Pelabuhan/Bandara/PLBD yang meningkat pengetahuannya
orang 1700 1.000.000
Kajian Bidang Pencegahan dan Pengendalian Zoonosis
Jumlah Laporan Kajian Bidang Pencegahan dan Pengendalian Zoonosis yang dilakukan
lap 20 2.000.000
Surveilans Pencegahan dan Pengendalian Zoonosis Berbasis Lab
Jumlah Laporan Surveilans Pencegahan dan Pengendalian Zoonosis Berbasis Lab yang dilakukan
lap 10 1.000.000
41
Rencana Aksi Kegiatan 2015-2019
9 Pemberian obat pencegahan massal filariasis (POPM) di daerah kab/kota yang endemis filariasis
Jumlah Layanan dukungan manajemen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik dalam 1 tahun
Layanan 6 3.547.490
Tabel. Matriks Pendanaan Tahun 2018
KODE OUTPUT / SUB OUTPUT / KOMPONEN PN/PB
VOLUME /
TARGET
SATUAN
PENDANAAN TAHUN 2018 (dalam juta)
RUPIAH
2059.001 Norma/Standar/Prosedur/Kriteria (NSPK) Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik
PB 2
Dokumen 560.050.000
2059.001.002 Norma/Standar/Prosedur/Kriteria (NSPK) Pencegahan dan Pengendalian Arbovirosis
1 Dokumen 178.390.000
2059.001.002.051 Penyusunan NSPK pencegahan dan pengendalian arbovirosis
178.390.000
2059.001.003 Norma/Standar/Prosedur/Kriteria (NSPK) Pencegahan dan Pengendalian Zoonosis
1 Dokumen 381.660.000
2059.001.003.051 Penyusunan NSPK Pencegahan dan Pengendalian Zoonosis
381.660.000
2059.002 Sumber Daya Manusia Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik
PN
80 Orang 461.200.000
2059.002.003 Sumber Daya Manusia Pencegahan dan Pengendalian Zoonosis
80 Orang 461.200.000
2059.002.003.054 Sosialisasi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Zoonosis
461.200.000
2059.003 Sarana Prasarana Penunjang Prioritas Nasional Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik
PN 16
Jenis 32.213.700.000
2059.003.002 Sarana Prasarana Pencegahan dan Pengendalian Arbovirosis
11 Jenis 4.390.900.000
2059.003.002.052 Pelaksanaan pengadaan alat/bahan pencegahan dan pengendalian arbovirosis
4.390.900.000
2059.003.003 Sarana Prasarana Pencegahan dan Pengendalian Zoonosis
5
Jenis 27.822.800.000
2059.003.003.053 Pelaksanaan Pengadaan Bahan Pencegahan dan Pengendalian Zoonosis
27.822.800.000
2059,005 Layanan Capaian Eliminasi Malaria PN 364
Layanan 75.462.900.000
2059.005.001 Layanan Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Malaria Pusat