Relasi sebagai ‘Investasi’: Analisis Jaringan Sosial dalam Bisnis Online Pakaian Bekas Impor Puji Lestari, Ruddy Agusyanto Departemen Antropologi, Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik, Universitas Indonesia, Depok, Indonesia, 16424 E-mail: [email protected]Abstrak Penelitian ini mengkaji tentang hubungan-hubungan sosial yang dibina para aktor dalam jaringan bisnis pakaian bekas impor, yang digunakan untuk mengatasi keterbatasan-keterbatasan dalam menjalankan bisnis secara online. Secara khusus, kajian ini bertujuan untuk melihat seberapa besar peran jaringan sosial terhadap eksistensi jaringan bisnis online, dengan fokus pada interaksi dan hubungan sosial yang dibangun, dipelihara, dan dimanfaatkan para aktor dalam upaya menciptakan transaksi. Data diperoleh dari hasil wawancara dengan pedoman, baik langsung dan tidak langsung (chat), serta pengamatan terlibat. Penelitian ini dikaji menggunakan analisis jaringan sosial dan hasil kajiannya adalah pemahaman dan analisis mengenai variasi hubungan sosial dalam aktivitas bisnis online; pemanfaatan sistem referensi sosial dalam proses terciptanya transaksi; dan kekuatan kontrol informal dalam menstabilkan struktur jaringan dan menjadikannya ‘investasi’ untuk mengembangkan bisnis. Relation as 'Investment': Social Network Analysis in Online Business of Import Secondhand Clothing Abstract This study examines the social relations are fostered by actors in the business network of import secondhand clothing, which are used to solve the limitations in operating online business. Specifically, this study aimed to see how big the role of social network to the existence of the online business network, with a focus on interactions and social relations are built, maintained, and used by actors in an effort to create a transaction. Data obtained from interview with the guideline, both directly and indirectly (chat), and participant observation. This study examined using social network analysis and the result of study is the understanding and analysis of social relation variation in the activity of online business; social reference system utilization in the process of creation of the transaction; and the strength of informal control in stabilizing the structure of the network and make it as 'investment' to grow the business. Keywords: social relation, social network, social structure, transaction, social reference system, informal control Pendahuluan Bisnis pakaian bekas merupakan salah satu prospek yang cukup menjanjikan dalam dunia usaha pakaian, karena dengan modal yang tidak terlalu besar dapat menghasilkan keuntungan Relasi sebagai ..., Puji Lestari, FISIP UI, 2015
22
Embed
Relasi sebagai ‘Investasi’: Analisis Jaringan Sosial dalam ...
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Relasi sebagai ‘Investasi’: Analisis Jaringan Sosial dalam Bisnis Online Pakaian Bekas Impor
Puji Lestari, Ruddy Agusyanto
Departemen Antropologi, Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik, Universitas Indonesia, Depok, Indonesia, 16424
Penelitian ini mengkaji tentang hubungan-hubungan sosial yang dibina para aktor dalam jaringan bisnis pakaian bekas impor, yang digunakan untuk mengatasi keterbatasan-keterbatasan dalam menjalankan bisnis secara online. Secara khusus, kajian ini bertujuan untuk melihat seberapa besar peran jaringan sosial terhadap eksistensi jaringan bisnis online, dengan fokus pada interaksi dan hubungan sosial yang dibangun, dipelihara, dan dimanfaatkan para
aktor dalam upaya menciptakan transaksi. Data diperoleh dari hasil wawancara dengan pedoman, baik langsung dan tidak langsung (chat), serta pengamatan terlibat. Penelitian ini dikaji menggunakan analisis jaringan sosial dan hasil
kajiannya adalah pemahaman dan analisis mengenai variasi hubungan sosial dalam aktivitas bisnis online; pemanfaatan sistem referensi sosial dalam proses terciptanya transaksi; dan kekuatan kontrol informal dalam
menstabilkan struktur jaringan dan menjadikannya ‘investasi’ untuk mengembangkan bisnis.
Relation as 'Investment': Social Network Analysis in Online Business of Import Secondhand Clothing
Abstract
This study examines the social relations are fostered by actors in the business network of import secondhand clothing, which are used to solve the limitations in operating online business. Specifically, this study aimed to see how big the role of social network to the existence of the online business network, with a focus on interactions and
social relations are built, maintained, and used by actors in an effort to create a transaction. Data obtained from interview with the guideline, both directly and indirectly (chat), and participant observation. This study examined
using social network analysis and the result of study is the understanding and analysis of social relation variation in the activity of online business; social reference system utilization in the process of creation of the transaction; and the
strength of informal control in stabilizing the structure of the network and make it as 'investment' to grow the business.
Keywords: social relation, social network, social structure, transaction, social reference system, informal control
Pendahuluan
Bisnis pakaian bekas merupakan salah satu prospek yang cukup menjanjikan dalam dunia
usaha pakaian, karena dengan modal yang tidak terlalu besar dapat menghasilkan keuntungan
Relasi sebagai ..., Puji Lestari, FISIP UI, 2015
yang cukup menggiurkan. Pada umumnya, bisnis pakaian bekas yang diminati adalah pakaian
bekas impor. Hal tersebut disebabkan orang akan tergiur setelah mendengar kata “import”, sekali
pun itu adalah pakaian bekas. Pakaian impor dianggap memiliki kualitas bahan yang berkualitas,
modelnya yang beragam dan menarik meskipun pakaian bekas, dan faktor utamanya sudah tentu
karena harganya yang cukup murah jika dibandingkan dengan pakaian impor baru yang
diperjualbelikan di pusat perbelanjaan (Anonim, 2014).
Di Barat, perdagangan pakaian bekas, baik ekspor maupun impor, didominasi oleh
organisasi non-profit perusahaan-perusahaan daur ulang. Organisasi amal menjadi salah satu
sumber garmen terbesar yang mengisi perdagangan pakaian bekas, berkisar 40% sampai 75%,
tergantung pada siapa mereka mendonasikannya. Para pendaur ulang tersebut membeli pakaian
bekas dalam jumlah yang besar dari organisasi amal dan juga pakaian-pakaian sisa toko untuk
dijual kembali (Hansen, 2004: 3). Pada tahun 2010 bahkan angka perdagangan global di sektor
pakaian bekas meningkat menjadi 2,97 miliar dollar Amerika (US), meningkat sebesar 13% dari
tahun 2009 (Norris, 2012: 131). Perdagangan pakaian bekas di Indonesia sendiri sudah
berlangsung lama dan tersebar di beberapa wilayah di Indonesia. Seperti yang tertulis dalam situs
resmi Kemenperin pada Mei 2003 (Aziz, 2003), larangan impor pakaian bekas sudah dikeluarkan
pemerintah sejak tahun 1982, melalui SK Mendagkop No. 28 tahun 1982 tentang Ketentuan
Umum di Bidang Impor yang hingga saat ini belum dicabut dan masih tetap berlaku.
Semakin berkembangnya teknologi komunikasi saat ini membuat dunia seolah menyempit
atau mengecil. Tidak ada hambatan, baik jarak fisik maupun geografis, sehingga sangat
memungkinkan terciptanya interaksi antar manusia di berbagai belahan dunia (Agusyanto, 2010:
125). Kondisi inilah yang dimanfaatkan oleh banyak pihak dalam berbagai kepentingan, baik di
bidang sosial, budaya, politik, dan ekonomi, tidak terkecuali para pelaku bisnis pakaian bekas
impor. Pada sektor ini, jejaring sosial menjadi salah satu alat yang paling banyak digunakan
sebagai sebagai media bisnis mereka dalam ruang lingkup yang lebih luas dan sangat jarang
tersentuh oleh pihak berwajib. Fenomena ini menjadi semakin menarik ketika belum ada studi
yang mengkaji tentang isu ini. Studi-studi sebelumnya yang mengangkat isu tentang pakaian
bekas impor dan bisnis online umumnya terpisah dan lebih menitikberatkan pada isu hukum,
ekonomi, psikologis, dan sosiologis, seperti masalah penegakan hukum terhadap tindak pidana
penyelundupan pakaian bekas (Sitorus, 2008); rasionalitas dan tren konsumsi pakaian bekas
Relasi sebagai ..., Puji Lestari, FISIP UI, 2015
(Safrina, 2012; Tambulana, 2013), serta penggunaan jejaring sosial sebagai media pemasaran
produk (Situmorang, 2012).
Peran jejaring sosial dalam bisnis pakaian bekas impor tidak akan terasa manfaatnya tanpa
kehadiran aktor. Penggunaan jejaring sosial sebagai media bisnis juga memberikan tantangan
tersendiri bagi para aktornya, terutama perihal proses pembentukan relasi, baik langsung dan
tidak langsung, demi terciptanya sebuah ‘transaksi’. Tulisan ini akan mengeksplorasi dua isu
sekaligus, yaitu bisnis pakaian bekas impor dan pemanfaatan jejaring sosial dalam konteks bisnis
online, serta bertujuan untuk mendeskripsikan jaringan bisnis online pakaian bekas impor dan
bagaimana jaringan bisnis tersebut beroperasi, dengan fokus pada interaksi dan hubungan sosial
yang dipelihara para aktor untuk mempertahankan eksistensi jaringan tersebut. Melalui tulisan
ini juga akan diuraikan tipe atau jenis hubungan sosial yang tercipta, cara aktor bertransaksi, dan
bentuk struktur sosial yang tercipta akibat hubungan-hubungan sosial yang diciptakan para
aktornya, sehingga pembaca mampu melihat seberapa besar peran jaringan sosial terhadap
perkembangan bisnis pakaian impor secara online.
Tinjauan Teoritis
Antara Interaksi Sosial, Hubungan Sosial, dan Jaringan Sosial
Dalam sebuah bisnis, baik online maupun offline, membangun relasi sebanyak mungkin
dan memeliharanya menjadi kunci utama dalam mengembangkan dan menjaga kelangsungan
suatu bisnis. Relasi yang baik akan memudahkan aktor dalam bernegosiasi dan berimplikasi pada
terciptanya sebuah ‘transaksi’. Penggunaan analisa jaringan sosial sangat tepat dalam melihat
fenomena ini, mengingat dengan menggunakan pendekatan ini dapat diketahui karakteristik dan
pola-pola hubungan di antara individu-individu di dalam jaringan sebagai cara untuk memahami
dasar atau latar belakang perilaku mereka itu (Mitchell, 1969: 4). Sebelum sekelompok individu
dapat dikategorikan dalam satu jaringan sosial yang sama, maka mereka terlebih dahulu sudah
saling berinteraksi. Interaksi sosial dapat diartikan sebagai the mutual and reciprocal influencing
by two or more people of each other’s behaviour, sehingga harus ada dua aspek yang harus
dipenuhi agar tercipta interaksi sosial, yaitu kontak sosial dan komunikasi (dua arah). Interaksi
saja belum cukup untuk membuat sekelompok individu menjadi sebuah jaringan sosial, karena
Relasi sebagai ..., Puji Lestari, FISIP UI, 2015
interaksi-interaksi yang tercipta diantara mereka harus diarahkan menjadi sebuah hubungan
sosial. Hubungan sosial dapat diartikan sebagai interaksi sosial yang berkelanjutan yang akhirnya
diantara mereka terikat satu sama lain dengan atau oleh seperangkat harapan yang relatif stabil –
dari kenalan menjadi teman, sahabat, bahkan seperti kerabat. Perubahan dari sekedar interaksi
menjadi hubungan sosial dapat terjadi jika individu-individu tersebut ingin memperoleh
‘manfaat’ yang optimal dari sebuah jaringan (Agusyanto, 2010: 146-147).
Hubungan-hubungan sosial yang tercipta diantara individu-individu tersebut dapat
dikategorikan sebagai sebuah jaringan sosial jika karakteristik hubungan-hubungan tersebut dapat
menginterpretasikan motif-motif perilaku sosial dari individu-individu yang terlibat di dalamnya
(Mitchell, 1969: 1-2). Jaringan sosial pun terbagi dalam tiga tipe berdasarkan tujuan
pembentukannya, diantaranya: pertama, jaringan kekuasaan (power) yang terbentuk dari
sekumpulan hubungan sosial bermuatan kekuasaan, terstruktur, dan sulit untuk mengandalkan
kontrol informal karena minimnya kesadaran para anggotanya dalam memilihara jaringan tanpa
adanya insentif. Kedua, jaringan kepentingan (interest) yang terbentuk dari hubungan-hubungan
yang bermakna pada tujuan-tujuan tertentu atau khusus dan mempengaruhi struktur yang
terbentuk di dalamnya. Pertukaran yang terjadi dalam jaringan ini diatur oleh kepentingan-
kepentingan para pelaku yang terlibat di dalamnya dan serangkaian norma-norma yang sangat
umum. Dalam mencapai tujuan-tujuannya, para pelaku bisa memanipulasi hubungan-hubungan
kekuasaan dan sentimen. Terakhir, jaringan perasaan (sentiment) yang terbentuk dari sekumpulan
hubungan sosial bermuatan perasaan atau emosional, struktur yang terbentuk cenderung mantap
dan permanen, sertta hubungan bersifat dekat dan kontinyu. Di antara para pelaku cenderung
menyukai atau tidak menyukai pelaku-pelaku lain dalam jaringan, sehingga muncul adanya saling
kontrol secara emosional yang relatif kuat antarpelaku (Agusyanto, 2007: 36).
Perkembangan Pendekatan Jaringan Sosial
Hubungan-hubungan sosial masa kini yang semakin dinamis akibat pesatnya
perkembangan teknologi komunikasi, khususnya di area perkotaan yang sangat identik dengan
kesan individualis, pada kenyataannya tetap saja mereka terikat oleh suatu norma, nilai, aturan
yang bersifat operatif dalam ruang dan waktu. Norma, nilai, dan aturan ini dalam analisis jaringan
Relasi sebagai ..., Puji Lestari, FISIP UI, 2015
sosial dikenal dengan sebutan Hukum Kuasi atau yang Van Poucke sebut sebagai logika
situasional (Agusyanto, 2007: 2). Dari sudut pandang struktural-fungsional, istilah ini lebih
dikenal dengan sebutan struktur sosial yang diartikan sebagai pola hak dan kewajiban para pelaku
dalam suatu sistem interaksi yang terwujud dari rangkaian hubungan-hubungan sosial yang relatif
stabil dalam suatu jangka waktu tertentu, dan sering dikaitkan dengan status dan peranan masing-
masing (Suparlan, 1982: 31-34). Dalam sudut pandang jaringan sosial, hukum kuasi atau logika
situasional atau struktur sosial ini lahir karena adanya keteraturan hubungan antaraktor, baik
dalam bentuk tindakan, perilaku, maupun sikap. Keteraturan hubungan ini dapat tercipta
tergantung pada tiga faktor, yaitu konteks sosial, tipe hubungan sosial, dan kedekatan ikatan-
ikatan personal. Selain berdampak pada keteraturan hubungan, struktur sosial juga membatasi
atau memberikan ketidakleluasaan terhadap individu maupun kolektif yang terlibat di dalam
saling keterhubungan tersebut (Agusyanto, 2010: 70).
Pendekatan jaringan sosial juga dianggap sebagai penyempurna pendekatan struktural-
fungsional, karena pendekatan ini mampu melihat kompleksitas hubungan masyarakat masa kini
yang begitu dinamis. (Mischell, 1969: 8). Pendekatan ini juga dianggap mampu menunjukkan
gambaran gejolak dari ikatan-ikatan langsung dan tidak langsung di antara individu-individu
yang membentuk suatu jaringan sosial (Agusyanto, 2007: 238-240), dimana dalam bisnis online,
ikatan tidak langsung menjadi suatu hal yang sangat normal dan hanya dapat dipahami oleh para
aktor yang terlibat di dalamnya. Tentunya proses terciptanya ikatan-ikatan ini tidak seperti ikatan
langsung pada umumnya dan pendekatan ini akan lebih fokus pada proses internal dan dinamika
inheren dalam hubungan-hubungan tersebut.
Jaringan Sosial dalam Aktivitas Ekonomi
Ada beberapa faktor yang menyebakan peran jaringan sosial dalam aktivitas ekonomi
tidak dapat diabaikan, diantaranya: pertama, manfaat yang dihasilkan oleh jaringan secara luas
adalah menjadi sumber informasi penting yang sangat menentukan dalam mengidentifikasi
peluang-peluang bisnis (Field, 2005: 76). Kedua, hubungan-hubungan sosial dan struktur
hubungan sosial (atau jaringan) akan menghasilkan kepercayaan (trust) dan mencegah terjadinya
penyimpangan (malfeasance) oleh aktor ekonomi (Granovetter, 1985: 490), karena melalui
Relasi sebagai ..., Puji Lestari, FISIP UI, 2015
hubungan-hubungan sosial itulah individu dapat memperoleh informasi lebih mudah, akurat, dan
kaya. Individu-individu yang terikat dalam jaringan ini juga lama-kelamaan memiliki motif
ekonomi agar dapat dipercaya dan menghindari sikap oportunis. Terakhir, hubungan-hubungan
yang tercipta dalam jaringan mampu memberikan individu-individu di dalamnya akses untuk
memperoleh sumber daya untuk menjalankan bisnis, seperti konsep yang dicetuskan oleh Ben-
Porath (1980) mengenai konsep ‘F-connection’ yang terdiri dari families (keluarga), friends
(teman), dan firms (perusahaan) (Yustika, 2008: 194). Bentuk-bentuk koneksi tersebut dalam
organisasi sosial dapat mempengaruhi pertukaran ekonomi, khususnya hubungan keluarga dan
pertemanan yang dapat membantu individu untuk memperoleh karir yang lebih baik.
Konsep ‘teman’ dan ‘pertemanan’ diartikan oleh Ramsoy (1968: 112) sebagai hubungan
sosial antara dua orang atau lebih dengan hubungan yang bersifat sukarela, dekat, dan
berlangsung dalam waktu yang relatif lama. Lebih jauh lagi, Wolf (1978: 10-15) berusaha
mengklasifikan konsep hubungan pertemanan sendiri menjadi dua jenis: pertama, hubungan
pertemanan ekspresif atau emosional yang berisikan hubungan dua orang teman yang berusaha
saling memuaskan kebutuhan emosional masing-masing pihak. Kedua, hubungan pertemanan
instrumental yang mana hubungan terbentuk tidak bertujuan untuk memperoleh akses untuk
memperoleh sumber daya, namun hal tersebut menjadi penting dalam hubungan pertemanan ini.
Setiap anggota hubungan diadik1 dapat menjadi penghubung bagi orang lain di luar hubungan
diadik itu, sehingga hubungan pertemanan ini memungkinkan seseorang untuk menghubungkan
temannya dengan orang lain yang mempunyai relasi atau koneksi dalam rangka mendapatkan
sumber daya yang dibutuhkan. Pengertian hubungan pertemenan yang disampaikan Wolf tersebut
tidak jauh berbeda dengan yang disampaikan oleh Boussevain dalam karyanya yang berjudul
‘Friends of Friends’, yang melihat individu sebagai sebuah bintang, sebagai tempat awal garis-
garis hubungan sosial menyebar ke individu-individu lain. Boissevain menyebutkan bahwa
daerah jaringan utama (primary network zone) merupakan daerah tempat individu pertama
melakukan hubungan langsung dengan individu-individu kedua. Namun, individu-individu kedua
ini juga melakukan kontak dengan individu-individu ketiga yang mungkin sekali tidak dikenal
1 Pasangan hubungan sosial antara dua orang, dimana masing-masing pasangan hubungan mempunyai hak dan
kewajiban yang berbeda antara pasangan hubungan sosial yang satu dengan pasangan hubungan sosial lain (Agusyanto, 2010: 84).
Relasi sebagai ..., Puji Lestari, FISIP UI, 2015
oleh individu pertama. Individu pertama dapat melakukan kontak dengan individu ketiga melalui
individu kedua. (Boussevain, 1974: 24-25).
Penerapan konsep jaringan sosial dapat dikaitkan dengan aktivitas bisnis online, meskipun
hubungan-hubungan yang tercipta didominasi hubungan tidak langsung. Untuk melihat fenomena
ini, Boussevain (1972) menyampaikan sebuah konsep yang sangat tepat untuk mengkajinya yaitu
Sistem Referensi Sosial. Konsep ini diartikan sebagai sebuah hubungan tidak langsung yang
dapat terjadi berdasarkan kualitas hubungan yang baik dan kepercayaan atau needs based on
trust. Sistem ini berfungsi sebagai ‘jaminan’ dalam sebuah transaksi online dan menjaga
hubungan sosial aktor yang bersangkutan. Berbicara mengenai transaksi, tidak selamanya proses
negosiasi dalam kasus jual-beli selalu berhasil mencapai kesepakatan atau transaksi, karena seller
dan buyer memiliki perbedaan penilaian (valuation) terhadap sesuatu yang sedang ditransaksikan.
Untuk mencapai kata ‘deal’ atau sepakat, baik dalam bisnis offline maupun online, seorang aktor
memiliki beberapa pertimbangan dan jika diklasifikasikan berdasarkan sumber pertimbangannya,
Agusyanto membaginya menjadi dua jenis, yaitu pertimbangan objektif dan pertimbangan
subjektif. Pertimbangan objektif lebih menekankan pada ‘harga dan kualitas’ yang pantas atau
wajar dalam ‘aturan’ jaringan sosial masing-masing pihak, karena terdapat sebuah ukuran
standar yang menjadi patokan dalam peta kognisi masing-masing pihak. Sementara
pertimbangan subjektif lebih menekankan pada masalah ukuran nilai-nilai secara individual atau
pribadi, yang biasa disebut sebagai kepuasan atau kegunaan, meskipun kepuasaan atau kegunaan
tersebut sifatnya pribadi, namun sedikit banyak dipengaruhi oleh jaringan sosialnya.
Pertimbangan-pertimbangan tersebut lah yang mempengaruhi penilaian individu terhadap yang
ditransaksikan, sehingga berpengaruh pula pada proses negosiasi. Selain faktor-faktor
sebelumnya, kunci keberhasilan sebuah proses negosiasi sebenarnya terletak pada kemampuan
dalam memahami lawan interaksi(Agusyanto, 2010: 140-146).
Peran penting hubungan-hubungan sosial dalam sebuah jaringan sosial yang beragam
adalah membuka peluang kepada individu untuk berhubungan dengan individu lain di luar
jaringan utamanya. Seseorang yang mempunyai kemampuan untuk membina hubungan sosial
seperti itu dengan orang lain atau jaringan sosial lain mempunyai akses ke berbagai jaringan
sosial sehingga mampu menjembatani berbagai kepentingan atau kebutuhan individu atau
jaringan sosial yang tidak saling berinteraksi satu sama lain dan orang tersebut disebut broker.
Relasi sebagai ..., Puji Lestari, FISIP UI, 2015
Broker merupakan seorang aktor yang paling berperan dalam menghubungkan antaraktor dalam
satu jaringan maupun dengan aktor dari jaringan yang berbeda (multi-network), yang di dalam
aktivitas jual-beli online sangat dibutuhkan untuk menciptakan sebuah transaksi. beberapa broker
dapat disebut Demand Assosiation (DA) jika ia mampu menjadi ‘penghubung’ antar rangkaian
hubungan melalui orang-orang yang statusnya sebagai “pusat-pusat power” (titik simpul dari
berbagai hubungan sosial) atau “orang-orang kunci” bagi rangkaian hubungan di sekelilingnya
(Agusyanto, 2010: 156, 163). Dalam kasus bisnis online, tidak semua hubungan pertemanan dan
kekerabatan dapat membuka peluang untuk terciptanya transaksi, karena hanya teman dan
kerabat yang memiliki kemampuan sebagai broker dan DA saja yang ternyata memiliki peran
penting dalam lahirnya sebuah kesepakatan.
Metode Penelitian
Populasi penelitian ini adalah seluruh anggota jaringan bisnis pakaian bekas impor.
Aktor-aktor yang masuk dalam kategori populasi penelitian ini hanyalah mereka yang berbisnis
pakaian bekas impor secara online melalui jejaring sosial Facebook, diantaranya supplier, seller,
dan reseller yang berasal dari beberapa wilayah di Indonesia, khususnya dari wilayah yang
terkenal dengan bisnis pakaian bekas impor seperti Batam dan Medan. Beberapa diantaranya juga
berasal dari wilayah lain, namun mereka masih memiliki hubungan pertemanan atau kekerabatan
di wilayah-wilayah pusatnya pakaian bekas impor.
Data primer diperoleh dari proses kerja lapangan (field work2), yaitu kegiatan wawancara
dan pengamatan interaksi para aktor dalam jaringan bisnis online pakaian bekas impor.
Rangkaian kegiatan tersebut dilakukan di lokasi penelitian (field), yang dalam hal ini pengamatan
tidak hanya dilakukan secara offline, namun juga dilakukan secara online melalui jejaring sosial
Facebook. Jenis pengamatan yang dilakukan dalam mengumpulkan data penelitian ini adalah
pengamatan terlibat (partisipant observation), yang mana saya ikut berbaur dan melibatkan diri
dengan para aktor dalam kegiatan keseharian mereka, termasuk di dalamnya kegiatan berbisnis.
2 Istilah field work (kerja lapangan) dan field (lapangan penelitian) merupakan dua konsep utama dalam sebuah
rangkaian kegiatan penelitian etnografi. Istilah field work menunjuk pada semua kegiatan penelitian yang dilakukan dalam sebuah setting atau lokasi penelitian (L. Sthensul, J. Sthensul & LeCompte, 1999: 70).
Relasi sebagai ..., Puji Lestari, FISIP UI, 2015
Dalam analisa jaringan sosial juga dikenal sebuah istilah ‘We use people to find content’
atau ‘We use content to find people’, yaitu teknik pengumpulan data berkaitan dengan mencari
data mengenai aktor dan content3. Oleh karena itu, selain melakukan pengamatan terlibat, saya
juga melakukan wawancara secara detail kepada masing-masing aktor untuk mendapatkan data
relasi4. Dalam paradigma jaringan sosial, struktur dibangun berdasarkan relasi yang dibangun
oleh para aktor yang terlibat, sehingga pengumpulan data dan analisis yang saya lakukan
tergantung dari data-data relasi yang telah dibangun. Selain wawancara secara langsung,
wawancara dengan pedoman5 juga dilakukan secara tidak langsung melalui fasilitas chatting
yang ada di Facebook atau aplikasi chatting lain seperti WhatsApp, untuk mendapatkan informasi
dari aktor-aktor yang berada di luar jangkauan saya (luar wilayah Jabodetabek).
Selanjutnya adalah identifikasi posisiposisi masing-masing aktor dalam jaringan-jaringan
sosial, digunakan metode cyclic block, yaitu cara untuk mencari atau menemukan
pengelompokan-pengelompokan yang lebih kecil di dalam sebuah jaringan sosial yang lebih luas
serta aktor-aktor yang mempunyai posisi-posisi penting di dalam clique dan jaringan sosial secara
keseluruhan (Agusyanto, 2011: 46). Saya melakukan pengamatan dan wawancara terlebih dahulu
untuk mengindentifikasi konteks-konteks sosial (muatan sosial) yang signifikan. Melalui
konteks-konteks sosial tersebut, seorang aktor akan memberikan petunjuk tentang aktor-aktor
yang terkait dengannya. Dengan demikian akan diperoleh sejumlah nama dan hubungkan satu
sama lain untuk merumuskan suatu jaringan sosial. Ketika aktor-aktor sudah teridentifikasi dalam
kelompok-kelompok terpisah dalam satu jaringan, kemudian saya ajukan sekumpulan pertanyaan
yang disesuaikan dengan konteks sosial mereka. Sebagai contoh, jika aktor tersebut tergabung
dalam kelompok supplier pakaian bekas impor, maka pertanyaan-pertanyaan yang diajukan
berkaitan dengan posisinya sebagai supplier dalam jaringan bisnis online pakaian bekas impor.
Selain mengacu pada data primer yang diperoleh dari hasil kerja lapangan (field work),
saya juga melakukan studi literatur untuk memperkaya data dan mempertajam analisa saya.
3 Isi atau muatan sosial yang mengalir dalam hubungan sosial (Agusyanto, 2010: 120). 4 Dalam sebuah jaringan sosial, tiap aktor (individu) memiliki status dan peran-peran sendiri, sehingga untuk
mendapatkan data relasi dengan mengetahui bagaimana aktor-aktor melakukan hubungan sosial dengan sesamanya dan berada pada satu muatan kepentingan yang seragam (Scott, 1994: 4).
5 Wawancara dengan pedoman merupakan suatu teknik pengumpulan data atau informasi dengan teknik bertanya yang bebas, tetapi berdasarkan atas suatu pedoman (sesuai dengan ruang lingkup penelitian) guna mendapatkan informasi khusus, bukan respon (Spradley, 1979 dan 1980; Suparlan, 1986 dalam Agusyanto, 2007: 83).
Relasi sebagai ..., Puji Lestari, FISIP UI, 2015
Literatur yang saya gunakan bukan hanya berasal dari disiplin ilmu Antropologi, namun juga
disiplin ilmu lainnya yang terkait dengan topik yang saya pilih.
Hasil Penelitian
Gambaran Umum Bisnis Online Pakaian Bekas Impor
Selama ini pakaian bekas diidentikkan dengan kotor, cacat, dikonsumsi oleh kalangan
menengah ke bawah, dan diperjual-belikan di pasar-pasar tradisional (pasar loak), seperti Pasar
Senen, Pasar Gedebage, dan pasar-pasar lainnya yang menjadikan pakaian bekas sebagai produk
utama. Definisi pakaian bekas impor yang selama ini diketahui oleh publik adalah pakaian bekas
pakai yang dikirim dari luar negeri dan kemudian dipasarkan di pasar-pasar loak. Pada
kenyataannya, pakaian bekas impor di mata para pedagang dimaknai sebagai pakaian-pakaian
sisa penjualan dari pabrik garment dan department store yang ditimbun selama bertahun-tahun di
dalam gudang dan dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk dikemas dalam bentuk karung-
karung besar (bal) dan diperjualbelikan kepada pedagang partai besar.
Pakaian bekas yang diimpor ke Indonesia berasal dari negara-negara tetangga,
diantaranya Malaysia dan Singapura. Berhasil masuknya pakaian-pakaian bekas tersebut karena
tidak melalui proses pemeriksaan petugas bea dan cukai alias barang ilegal yang tidak dikirim
melalui pelabuhan-pelabuhan besar, namun melalui pelabuhan-pelabuhan kecil yang disebut para
seller sebagai ‘pelabuhan tikus’. Ada pun pelabuhan besar yang sering dijadikan tempat keluar-
masuknya pakaian bekas adalah Pelabuhan Tanjung Balai, Medan, Sumatera Utara, dimana dari
pelabuhan itulah kemudian bal-bal pakaian bekas dikirim ke seluruh penjuru negeri melalui jalur
darat dan juga laut. Bal-bal itu kemudian diperjual-belikan kepada pedagang partai besar,
pedagang eceran, lalu sampailah ke tangan konsumen yang kemudian digunakan sendiri atau
diperjualbelikan kembali (reseller).
Kemunculan OS pakaian bekas impor berawal dari kegemaran mengoleksi barang-barang
bermerk terkenal (impor) dan ketidakpuasan terhadap produk-produk lokal. Tidak mengherankan
jika pelaku bisnis ini didominasi oleh oleh perempuan, khususnya ibu rumah tangga, sehingga
ketika mereka beralih menjadi seller, bisnis tersebut hanyalah sebagai bisnis sampingan. Namun
tidak jarang pula yang menjadikannya sebagai mata pencaharian utama dengan laba yang cukup
Relasi sebagai ..., Puji Lestari, FISIP UI, 2015
menggiurkan. Mayoritas aktor dalam bisnis ini lahir dan tumbuh di lingkungan yang identik
dengan jual-beli pakaian bekas. Mayoritas seller dalam bisnis ini lebih memilih menggunakan
Facebook sebagai media bisnis.
Pemanfaatan jejaring sosial atau biasa dikenal sebagai media sosial sebagal alat untuk
memasarkan produk atau jasa secara online merupakan fenomena yang sangat umum. Facebook
tidak lagi hanya digunakan untuk mempertemukan dua individu yang sudah tidak pernah bertemu
atau dua individu yang tidak saling kenal, namun lebih jauh lagi posisi Facebook dalam jaringan
bisnis ini menjadi media penghubung dan memfasilitasi terjadinya interaksi antara antar aktor
dalam jaringan. Fenomena ini menjadi menarik ketika produk yang diperjual-belikan adalah
barang-barang bekas, dimana umumnya untuk menjual barang bekas tidak semudah seperti
menjual barang baru, tidak terkecuali pakaian bekas. Di tengah merebaknya isu penularan virus
dan bakteri melalui pakaian bekas tentunya menjadi tantangan tersendiri bagi para pelaku bisnis
di sektor ini, terutama bagi mereka yang lebih memilih untuk memasarkannya secara online.
Tidak sulit menemukan OS yang menjual pakaian bekas impor. Umumnya OS
menyematkan kata ‘second’, ‘bekas’, atau ‘seken’ pada nama OS-nya untuk memudahkan para
calon buyer menemukan mereka. Ketiga keyword tersebut sangat banyak digunakan oleh OS
pakaian bekas impor dan umumnya mereka menggunakan beberapa kata tambahan, seperti:
‘preloved’ untuk menegaskan bahwa pakaian yang dijual adalah bekas pemakaian pribadi; dan
‘branded’ untuk menegaskan bahwa pakaian yang dijual merupakan pakaian-pakaian bekas
bermerk terkenal sekaligus original. Selain dari nama, ciri khas lainnya dari OS pakaian bekas
impor adalah penggunaan foto pakaian asli. Seller selalu menampilkan foto-foto produknya
sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, meskipun pakaian tersebut memiliki cacat atau minus.
Konsumen akan mudah untuk membedakan antara pakaian bekas dan baru karena pakaian baru
umumnya ditampilkan dalam tampilan yang menarik, menggunakan model, dan harganya yang
jauh lebih mahal. Sementara di dalam foto pakaian bekas akan diberikan keterangan ukuran dan
kondisi yang sangat lengkap, serta harganya yang sangat terjangkau meskipun bermerk terkenal
dan dalam kondisi like new (seperti baru).
Satu lagi ciri khas yang mencolok antara OS pakaian baru dan pakaian bekas adalah
sistem pembayaran yang lebih fleksibel. Konsumen diberi waktu lebih lama untuk membayar
orderannya ketika membeli pakaian bekas, sementara ketika membeli pakaian baru umumnya
Relasi sebagai ..., Puji Lestari, FISIP UI, 2015
hanya diberi waktu maksimal 24 jam. Ditambah lagi, model pakaian yang dijual oleh OS pakaian
bekas impor tidak pasaran alias hanya ada satu model untuk satu pakaian, berbeda dengan
pakaian baru yang umumnya tersedia dalam berbagai ukuran dan warna yang berbeda.
Aktor-Aktor dalam Jaringan Bisnis Online Pakaian Bekas Impor
Apapun jenis bisnisnya, tidak ada satu pun bisnis yang dapat berkembang tanpa
hubungan kerjasama, antara dua orang atau lebih, yang masing-masing pihak memiliki
kepentingan masing-masing dalam bisnis tersebut. Jaringan sosial tidak dapat disamakan dengan
kelompok sosial, karena aktor-aktor dalam jaringan belum tentu menyadari bahwa mereka
merupakan bagian atau anggota dalam jaringan. Ini pula yang terjadi dalam jaringan bisnis online
pakaian bekas impor, dimana aktor-aktor dalam jaringan ini tidak sepenuhnya sadar akan posisi
dan peran mereka dalam jaringan. Setelah melakukan pengamatan terlibat selama empat bulan
dan wawancara mendalam dengan beberapa aktor dengan status dan peran yang beragam, saya
mengidentifikasi beberapa aktor yang aktif terlibat dalam jaringan bisnis online pakaian bekas
impor dan posisi mereka dalam jaringan, diantaranya:
1. Supplier
Supplier adalah orang atau pihak yang berperan sebagai penyedia pakaian-pakaian
bekas yang diimpor ke Indonesia. Supplier terbesar berada di Batam dan Medan yang
terkenal dengan pusatnya barang-barang bekas impor. Seorang owner OS pakaian bekas
impor yang berdomisili di Tangerang menyebutkan bahwa dalam dunia bisnis pakaian bekas
terdapat tiga jenis supplier, diantaranya: pertama, pemasok ball, yaitu supplier yang berperan
memasukkan pakaian-pakaian bekas impor dalam bentuk ball (karung-karung besar). Omset
seorang pemasok ball bisa mencapai minimal lima milyar dan biasanya mereka memiliki
tempat tersendiri untuk menyimpan ball-ball pakaian bekas, seperti menyewa rumah sebagai
gudang penyimpanan. Pemasok ball juga memiliki pegawai yang cukup banyak untuk
mengelola ball-ball dari mulai tiba di pelabuhan sampai ke gudang.. Kedua, penjual ball.
Ball-ball yang dijual oleh pemasok ball kemudian disalurkan ke penjual ball. Penjual ball
umumnya membeli satu sampai sepuluh ball dan memiliki gudang kecil yang cukup untuk
Relasi sebagai ..., Puji Lestari, FISIP UI, 2015
menampung hingga 150 ball. Penjual ball yang berada di Batam dan Medan umumnya
memiliki lapak atau membuka toko di ruko atau pasar. Penjual ball akan membuka ball dan
mengategorikan pakaian-pakaian yang sudah disortir dalam beberapa tingkatan dan kemudian
dimasukkan ke dalam ball lagi. Terakhir adalah pengecer, yaitu supplier yang menjual
pakaian-pakaian bekas secara eceran atau satuan. Mereka membeli pakaian bekas impor
dalam bentuk ball pada penjual ball, mensortirnya, lalu menjualnya secara eceran dengan
harga minimal dua kali lipat dari harga beli. Penjual ball bahkan sering membeli pakaian
bekas dari pengecer. Dari pengecer-pengecer inilah pakaian-pakaian bekas impor beralih ke
tangan konsumen, baik untuk pemakaian pribadi maupun dijual kembali secara offline
maupun online.
2. Seller
Seller merupakan pengecer yang menjual produknya secara online. Dengan kata lain,
baik seller maupun pengecer, keduanya memiliki posisi yang sama dalam jaringan bisnis ini,
hanya saja perbedaan terletak pada penyebutan ‘pengecer’ ditujukan pada penjual pakaian
bekas impor yang memiliki toko atau lapak, sementara seller lebih identik dengan penjual
online. Sebelum menjalankan bisnis OS pakaian bekas impor, para seller yang saya temui
merupakan buyer atau konsumen penggemar pakaian bekas bermerk. Sejak itulah mereka
tergerak untuk menjalankan bisnis yang sama karena melihat peluang keuntungan yang
diperoleh lebih besar dan belum banyak kompetitor dalam bisnis ini. Di awal berbisnis,
umumnya mereka memperoleh modal dari hasil menjual pakaian dan barang-barang bekas
pakai pribadi. Ada pula seller yang sengaja mengumpulkan modal sendiri dari
penghasilannya saat masih bekerja. Mereka memanfaatkan uang simpanan yang mereka
miliki untuk membeli pakaian-pakaian bekas impor dalam jumlah besar atau biasa disebut
ball atau bal. Mayoritas seller yang saya temui mengaku bahwa bisnis OS pakaian bekas
impor yang mereka tekuni hanyalah bisnis sampingan. Dengan kata lain, mereka memiliki
profesi atau pekerjaan lain selain berbisnis dan bisnis yang mereka jalankan hanyalah sebagai
penyalur hasrat hobi berbelanja mereka supaya lebih menghasilkan. Berbeda dengan seller
lainnya, saya menemukan dua orang seller yang menjadikan bisnis OS pakaian bekas impor
menjadi pekerjaan utama mereka. Bahkan salah satu diantaranya rela untuk bermigrasi ke
Batam demi mendapatkan barang-barang yang berkualitas dan beragam.
Relasi sebagai ..., Puji Lestari, FISIP UI, 2015
3. Reseller
Reseller adalah buyer yang sengaja membeli pakaian untuk dijual kembali dan
biasanya mereka membeli dalam jumlah yang besar. Dari hasil wawancara saya dengan
beberapa seller dan juga reseller, biasanya ada harga khusus yang diberikan kepada reseller.
4. Jasa Ekspedisi
Jasa ekspedisi adalah pihak yang menjadi penghubung antara seller dengan buyer.
Begitu banyak jasa ekspedisi yang tersedia di Indonesia, namun tidak semua jasa ekspedisi
digunakan oleh seller. Ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan seller dalam memilih
ekspedisi, diantaranya: besarnya tarif, akses dengan tempat tinggal, dan kinerja.
5. Buyer
Tidak semua buyer dapat masuk ke dalam jaringan bisnis ini, karena hanya ada
beberapa buyer yang memiliki peran penting dalam jaringan karena mereka tidak hanya
membeli dalam jumlah besar seperti reseller, namun juga mempromosikannya. Salah satu
buyer yang dapat dikategorikan sebagai pelanggan setia adalah Mbak Lina. Ia tidak membeli
pakaian bekas untuk dijual kembali, namun ia membeli karena kerabat dan teman-teman
meminta bantuannya. Pelanggan setia OS pakaian bekas impor yang berdomisili di Balaraja
ini mengaku baru setahun menjadi konsumen pakaian bekas. Berawal dari kunjungannya ke
Medan dan ia terkejut melihat harga pakaian-pakaian bekas yang sangat murah dan
berinisiatif mencari OS pakaian bekas impor di Facebook. Dari berbelanja di satu OS,
kemudian bertemu dengan OS lain, hingga saat ini ia mengaku sangat tergila-gila dengan
pakaian bekas impor.
6. Staf
Tidak banyak seller yang saya wawancarai memiliki staf atau pegawai dalam
menjalankan bisnis. Bagi seller yang memiliki staf, umumnya mereka merekrut orang-orang
yang berada di sekitarnya, seperti kerabat, tetangga, atau mendapatkannya dari rekomendasi
teman. Tidak semua staf dapat dikategorikan sebagai aktor dalam jaringan bisnis pakaian
bekas impor ini, karena hanya staf yang memiliki kedekatan khusus dengan pemilik bisnis
(owner) saja yang memiliki peran lebih dari sekedar asisten dalam soal administratif ataupun
Relasi sebagai ..., Puji Lestari, FISIP UI, 2015
logistik. Staf-staf pada umumnya tidak menerima tugas-tugas penting, seperti mengelola
keuangan dan berbelanja, namun pada bisnis yang dijalankan oleh Mbak Diana, hubungan
antara staf dengan owner lebih dari sekedar hubungan kerja antara atasan dan bawahan. Ia
mengaku sering melakukan kegiatan bersama dengan para stafnya.
Tahapan Transaksi
Dalam bisnis online pakaian bekas impor, alur transaksi yang terjadi seperti halnya bisnis
offline pada umumnya. Seller berbelanja ke supplier, lalu menjual produknya, dan
mengirimkannya pada buyer. Perbedaannya hanya terletak pada sistem pemasaran dan
penjualannya, dimana seller dalam bisnis online pakaian bekas impor menerapkan sistem rebutan
pada proses jual-beli yang biasa mereka sebut ‘New Upload’. Dari hasil pengamatan sekaligus
wawancara dengan seller-seller yang saya temui, saya membuat diagram tahapan transaksi yang
berlangsung dalam bisnis online pakaian bekas impor sebagai berikut:
Diagram 1 Tahapan Transaksi
Relasi sebagai ..., Puji Lestari, FISIP UI, 2015
Peraturan dalam Bertransaksi
Dalam berbisnis, selalu ada aturan yang tercipta, baik yang disadari maupun yang tidak, antar
tiap aktor yang terlibat di dalamnya. Transaksi dalam bisnis tidak selalu bermuatan materiil,
namun juga yang bermuatan non-materiil, seperti rasa percaya, simpati, dan hutang-budi.
1. Seller dengan Buyer
Peraturan yang diterapkan para seller OS pakaian bekas impor hampir semuanya
sama. Peraturan yang diterapkan merupakan aturan-aturan ‘standard’ yang berlaku pada OS-
OS pendahulunya atau OS pakaian bekas impor langganan. Tidak ada yang tahu persis siapa
yang pertama kali menetapkan aturan yang dikatakan ‘standard’ oleh mereka.. Beberapa
aturan yang berlaku dalam OS pakaian bekas impor pada umumnya diantaranya: sistem
booked tercepat; fix atau deal tercepat; First Pay, First Served; Fix = No Cancel; Blacklist;
over fix; batas transfer; minimun pembelian; keep; refund; reprice; dan free ongkir (ongkos
kirim). Sistem booked tercepat menjadi peraturan yang paling mendominasi dalam bisnis ini.
2. Seller dengan Supplier
Berbeda dengan peraturan dalam transaksi antara seller dengan buyer yang tertulis
dan berlaku umum atau merupakan peraturan standard yang digunakan oleh para seller OS-
OS pakaian bekas impor, aturan-aturan dalam transaksi antara seller dengan supplier justru
sebaliknya. Sistem transaksi dengan supplier biasanya hanya menyangkut perihal minimum
pembelian (dalam kg) dan sistem pembayaran. Bagi seller yang memiliki kedekatan khusus
dengan supplier, biasanya kedua hal tersebut tidak menjadi masalah. Dengan kata lain,
mereka dapat membayar sesuai dengan kemampuan dan membeli sesuai dengan yang
dibutuhkan. Bahkan beberapa diantaranya bisa mengembalikan kembali pakaian yang sudah
dibayar jika ada cacat.
3. Seller dengan Jasa Ekspedisi
Umumnya setiap ekspedisi memiliki aturan tersendiri yang sifatnya mutlak dan
selama ini seller hanya berhubungan dengan kurir sebagai wakil dari pihak ekspedisi. Salah
satu aturan yang tercipta antara seller dengan pihak ekspedisi adalah jumlah minimum paket
yang ingin diambil ke rumah. Aturan-aturan tersebut juga diterapkan oleh seller-seller lain
Relasi sebagai ..., Puji Lestari, FISIP UI, 2015
ketika bertransaksi dengan pihak ekspedisi dan isi dari kesepakatan-kesepakatan yang dibuat
berbeda antara seller yang satu dengan seller lainnya, meskipun menggunakan jenis ekspedisi
yang sama.
Strategi Mengembangkan Bisnis
Ada beberapa cara yang dilakukan seller untuk mengembangkan bisnisnya dan tiap seller
memiliki cara yang berbeda-beda. Berikut beberapa strategi yang diterapkan oleh seller yang
saya wawancarai dalam mengembangkan OS pakaian bekas impor milik mereka, diantaranya:
memperbanyak variasi produk, membuka toko offline atau mengikuti bazaar, mempererat
hubungan dengan aktor lain dalam bisnis, dan meningkatkan kualitas pelayanan seperti
bekerjasama dengan jasa laundry atau percetakan.
Hambatan dalam Menjalankan Bisnis
Tidak selamanya apa yang kita rencanakan di dunia ini berjalan sesuai dengan harapan
kita, tidak terkecuali dalam berbisnis. Apapun jenis bisnisnya, setiap pelaku bisnis pasti memiliki
tantangan tersendiri dalam mengembangkan bisnisnya dan mereka juga punya cara tersendiri
untuk mengatasinya. Ada beberapa kendala yang dihadapi selama menjalankan bisnis ini.
Kendala-kendala itu datangnya bukan hanya dalam lingkup internal saja, namun juga eksternal
yang meliputi masalah-masalah teknis, dan sebagainya, diantaranya: kesulitan dalam membagi
waktu antara bisnis dan keluarga, munculnya isu pakaian bekas yang mengandung bakteri,
bermasalah, kinerja staf yang kurang profesional, perilaku buyer yang beragam, kesulitan dalam
prose sortir, koneksi internet lambat, kesalahan dalam proses laundry, dan akun Facebook
bermasalah, seperti di-hack atau diblokir.
Relasi sebagai ..., Puji Lestari, FISIP UI, 2015
Pembahasan
Selama penelitian, saya menemukan beberapa variasi hubungan sosial yang terbentuk
akibat interaksi secara terus-menerus dalam aktivitas jual-beli (transaksi) yang berpusat pada
seller, seperti hubungan seller dengan supplier, staf, buyer, reseller, jasa ekspedisi, dan pihak-
pihak lain yang terlibat dalam jaringan bisnis online pakaian bekas impor. Seperti yang
diutarakan oleh Ruddy Agusyanto (Agusyanto, 2007: 34-37), berdasarkan dari tujuan hubungan
sosial yang membentuk jaringan sosial, maka jaringan sosial dapat dibedakan menjadi tiga jenis,
yaitu jaringan kekuasaan (power), jaringan kepentingan (interest), dan jaringan perasaan
(sentiment). Dari beberapa variasi hubungan yang saya temui, saya melihat jaringan bisnis online
pakaian bekas impor lebih didominasi oleh hubungan-hubungan bermuatan kepentingan dan tidak
sedikit pula aktor yang memanipulasi hubungan sentimen dan power untuk meraih tujuan
mereka, seperti yang terjadi pada hubungan supplier–seller-reseller–buyer. Manipulasi hubungan
sentiment dan power digunakan untuk memperoleh beberapa manfaat dalam berbisnis,
diantaranya: perlakuan istimewa saat belanja, peningkatan jumlah customer akibat promosi
customer setia, bisa me-request pakaian yang diinginkan, membangun hubungan kerjasama
jangka panjang (paket reseller dan investor untuk pembuatan toko offline), dan menghemat
pengeluaran khususnya pemberian insentif pada staf yang didominasi oleh kerabat sendiri.
Dari hubungan-hubungan yang tercipta dalam setiap transaksi yang berlangsung dalam
jaringan bisnis pakaian bekas impor secara online yang sudah dibahas sebelumnya, saya mencoba
membuat ilustrasi dalam sebuah sosiogram6. Dalam sosiogram tersebut akan terlihat aliran
pakaian bekas yang dimulai dari supplier hingga sampai ke tangan buyer. Beberapa seller dan
buyer bahkan dapat dikatakan sebagai Demand Assosiation (DA) dan berperan penting pada
terciptanya transaksi dan pengembangan bisnis, diantaranya Mbak Diana dan Mbak Lina.
Keduanya mampu memanfaatkan akses yang mereka miliki terhadap pusat-pusat power dalam
jaringan utamanya untuk menghubungkan teman dan kerabat dalam jaringan utamanya dengan
jaringan-jaringan lain. Dapat terlihat pula dalam sosiogram di bawah bahwa beberapa buyer
merupakan pelanggan dari seller yang sama dan begitu pun dengan beberapa seller yang 6Diagram pilihan hubungan sosial yang dibuat dalam pengelompokan sosial – berupa gambaran umum tentang
masing-masing aktor (dipresentasikan dengan ‘titik’) dalam populasi dan hubungan sosial pasangan aktor (direpresentasikan dengan ‘garis’) untuk merepresentasikan observasi atas hubungan pasangan aktor (Agusyanto, 2010: 221).
Relasi sebagai ..., Puji Lestari, FISIP UI, 2015
memiliki supplier yang sama. Hal tersebut dapat terjadi karena adanya broker dalam jaringan
Lingkaran Putih : Supplier Lingkaran Biru : Seller (Pengecer Online) Lingkaran Merah : Buyer Lingkaran Ungu : Reseller
: Garis hubungan searah : Garis hubungan dua arah (Timbal Balik) : Menggunakan perantara (Kerabat atau Teman) : Menggunakan perantara (Jasa Ekspedisi)
Relasi sebagai ..., Puji Lestari, FISIP UI, 2015
Pengaruh kedekatan relasi antaraktor (seller-buyer, buyer-buyer, seller-supplier, dan
seller-staff) juga ternyata lebih besar daripada rules aturan-aturan yang sudah dibuat oleh masing-
masing OS. Hal tersebut dapat terlihat dari adanya aturan over fix dan kasus suap petugas bea dan
cukai. Kedua fakta tersebut merupakan cerminan bahwa kekuatan informal (hubungan sosial)
memiliki pengaruh yang kuat, bahkan mampu mengalahkan kekuatan formal yang dibuat oleh
institusi besar, bahkan negara. Seorang aktor mampu melanggar sebuah aturan demi menjaga
hubungan baik dengan aktor lain yang menurutnya berperan penting dalam bisnisnya. Inilah yang
menjadi salah satu faktor yang membuat struktur jaringan pakaian bekas impor relatif stabil,
meskipun hubungan yang tercipta hanya melalui chating (hubungan tidak langsung).
Hubungan sosial yang terjalin begitu erat antaraktor membuat sistem referensi sosial pun
dapat berjalan dengan baik. Terbukti dengan kesediaan kerabat, teman, bahkan buyer menjadi
‘penjamin’. Dengan begitu apa yang disampaikan oleh Ben-Porath, Wolf, dan Boussevain benar
adanya, karena hubungan kekerabatan dan pertemanan, baik yang dijalin secara langsung dan
tidak langsung, mampu memberikan manfaat yang besar dalam pengoperasian sebuah bisnis,
diantaranya dalam proses pencarian supplier, perekrutan staf atau pegawai, serta proses
pemasaran. Seorang seller atau supplier tidak begitu saja dapat direferensikan, karena ada
beberapa syarat yang menjadi ‘standar’ agar seorang seller dapat dikategorikan ‘trusted’,
diantaranya: 1.) Produk yang berkualitas dan variatif; 2.) Testimoni positif dari buyer; 3.) Jumlah
common friends yang banyak; 4.) Pelayanan yang ramah dan jujur; dan 5.) Lama berdirinya OS.
Poin kelima tidak menjadi hal mutlak karena meskipun masih baru atau tergolong pemula dalam
bisnis ini, seorang seller bisa dianggap ‘trusted’ karena ia memiliki kerabat atau teman yang
sudah lama berkecimpung di dunia bisnis yang sama dan mereferensikannya.
Kehadiran teman atau kerabat sebagai broker atau aktor yang mereferensikan sebuah OS
atau seller ternyata tidak sepenuhnya menjamin kelancaran dalam terciptanya sebuah transaksi,
karena lancar atau tidaknya sebuah transaksi masih dipengaruhi oleh pertimbangan-pertimbangan
subjektif dan objektif kedua belah pihak. Beberapa penyebab yang mampu saya identifikasi
dalam bisnis ini diantaranya: 1.) Biaya ongkir yang mahal. Hambatan ini dapat diatasi oleh seller
dengan menciptakan aturan keep. 2.) Harga pakaian tidak sebanding dengan kondisi pakaiannya.
Seller mengatasi hambatan ini dengan menawarkan refund atau memberikan discount. 3.) Buyer
Relasi sebagai ..., Puji Lestari, FISIP UI, 2015
kabur (hit and run). Ini sangat mungkin terjadi dalam transaksi online, dan untuk menyiasatinya
banyak seller menerapkan aturan blacklist demi menghindari buyer ‘nakal’.
Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa hubungan-hubungan sosial yang
mendominasi dalam jaringan bisnis online pakaian bekas impor adalah hubungan kepentingan,
sehingga jaringan bisnis ini dapat dikategorikan sebagai jaringan kepentingan (interest). Dalam
jaringan ini, seller sebagai aktor kunci berusaha memanipulasi hubungan sentiment dan power
yang mereka miliki untuk mengembangkan bisnis dengan menerapkan sistem referensi sosial.
Sistem ini berjalan lancar karena kekuatan kontrol informal dari hubungan-hubungan sosial yang
mereka bangun memiliki pengaruh yang kuat, sehingga struktur sosial dalam jaringan bisnis ini
relatif stabil. Bukan rahasia lagi jika bisnis ini merupakan bisnis ilegal dan pemerintah sudah
berusaha untuk menghilangkannya, namun karena kuatnya relasi antaraktor dalam jaringan
membuat jaringan ini tidak mudah putus begitu saja. Dengan begitu dapat disimpulkan bahwa
relasi yang sudah dibangun dan dipelihara oleh aktor-aktor dalam jaringan, baik sebelum dan
selama menjalankan bisnis terbukti menjadi sebuah bentuk investasi untuk mengembangkan
bisnis mereka di masa mendatang.
Daftar Referensi
Agusyanto, Ruddy. (2007). Jaringan sosial Dalam Organisasi. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. _______________ (2010). Fenomena Dunia Mengecil: Rahasia Jaringan Sosial. Jakarta: Institut Antropologi
Indonesia. _______________(2011). “Dukungan Politik dan Jaringan Komunikasi Sosial: Kasus Pemilihan Kepala Daerah
Banjarbaru, Kalimantan Selatan” dalam Journal Communication Spectrum, Vol. 1 No. 1. Anonim. (2014). Peluang Bisnis Pakaian Bekas Menguntungkan. Diakses pada Senin, 22 Desember 2014 dari
http://www.upeks.co.id/bisnis/jasa-dan-keuangan/item/8737-peluang-bisnis-pakaian-bekas-menguntungkan Aziz, Fauzi. (2003). Penjelasan Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kepada Wartawan Tentang Larangan Impor
Pakaian Bekas. Diakses pada Senin, 6 April 2015 dari http://www.kemenperin.go.id/artikel/579/Penjelasan-Dirjen-Perdagangan-Luar-Negeri-Kepada-Wartawan-Tentang-Larangan-Impor-Pakaian-Bekas
Boissevain, Jeremy. (1972). “Preface” dalam Network Analysis studies Human Interaction. Paris: Mouton & Co. ________________ (1974). Friends of Friends: Network, Manipulations, and Coalitions. London: Basil Blackwell. Field, Jhon. (2005). Modal Sosial. Medan: Media Perintis.
Relasi sebagai ..., Puji Lestari, FISIP UI, 2015
Granovetter, Mark. (1985). “Economic Action and Social Structure: The Problem of Embeddedness” dalam American Journal of Sociology, 91(November): 481-510.
Hansen, Karen Tranberg. (2004). ‘Helping or Hindering?: Controversies around the International Second-Hand
Clothing Trade’ dalam Anthropology Today, Vol. 20, No. 4 (Aug., 2004), pp. 3-9. Mitchell, J. Clyde. (1969). “The Concept and Use of Social Network” dalam Social Networks in Urban Situation:
Analysis of Personal Relationships in Central Africa Town (ed. Mitchell), hal. 1-50. Manchester: University of Manchester Press.
Norris, Lucy. (2012). “Trade and Transformations of Secondhand Clothing: Introduction” dalam Textile: The
Journal of cloth and Culture. Vol. 10 (2) pp. 128-143. Ramsoy, Odd. (1969). ”Friendship” dalam International Encyclopedia of The Social Science Vol. V. Dania L. Sills
(Ed). London: The Macmillan Company and Free Press. Safrina, Silvia. (2012). Rasionalitas Pembeli Pakaian Bekas (Babebo) di Rambipuji dan Mangli Kabupaten Jember.
Skripsi. Jember: FISIP Universitas Jember. Scott, John G. 1994. Social Network Analysis: A Handbook. Second Edition. London: Sage. Sitorus, Junita. (2008). Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyelundupan Pakaian Bekas (Studi Kasus di
Pengadilan Negeri Medan). Skripsi. Medan: Fakultas Hukum USU. Situmorang, James R. (2012). “Pemanfaatan Internet Sebagai New Media Dalam Bidang Politik, Bisnis, Pendidikan,
dan Sosial Budaya” dalam Jurnal Administrasi Bisnis (2012), Vol.8, No.1: hal. 73–87. Bandung: Center for Business Studies FISIP - Unpar.
Suparlan, Parsudi. (1982). "Masyarakat: Struktur Sosial", Ilmu Sosial Dasar (Bahan Bacaan Pengajar). Jakarta:
Konsorsium Antar Bidang Dep. Pendidikan dan Kebudayaan RI (dalam rangka pelaksanaan Proyek Pengembangan Institusi Pendidikan Tinggi).
Tambulana, Monita Nur Fitriani. (2013). Tren Mengonsumsi Pakaian Bekas di Kalangan Mahasiswi di Yogyakarta.
Skripsi. Yogyakarta: FISIP UGM. Wolf, Eric. (1978). ”Kinship, Friendship and Patron Client Relationship” dalam The Social Anthropology of Complex
Societies. Michael Banton (ed.) London: Tovistock Pub. Yustika, Ahmad Erani. (2008). Ekonomi Kelembagaan (Definisi, Teori dan Strategi). Malang: Bayumedia