REKONSTRUKSI TEOLOGI ISLAMMAKALAH
disusun untuk memenuhi salah satu tugas Pendidikan Agama Islam
pada Semester 2 Pogram Studi D4 Teknik Kimia Produksi Bersih
Oleh Ambrianto GhenatyaNIM. 131424003 Diah Nurul Sayekti NIM.
131424008Ken Putri Kinanti KSPNIM. 131424013Rahma AusinaNIM.
131424024Nisa MardiyahNIM. 131424018
Dosen Pembimbing :Nur Hasan Almurtado, S.Ag, M.Ag
JURUSAN TEKNIK KIMIAPOLITEKNIK NEGERI BANDUNG2013
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Swt.
Karena dengan izin dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan
makalah ini dengan lancar. Makalah ini disusun untuk memenuhi salah
satu tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam pada semester dua
jurusan Teknik Kimia program studi D-IV Teknik Kimia Produksi
Bersih Politeknik Negeri Bandung. Adapun judul dari makalah ini
adalah Rekonstruksi Teologi Islam.Dalam menyusun makalah ini,
penulis memperoleh banyak bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu,
penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:1. Bapak Nur Hasan
Murtado, S.Ag., M.Ag., selaku dosen Pendidikan Agama Islam
Politeknik Negeri Bandung yang telah membimbing penulis dalam
menyusun makalah ini.1. Seluruh rekan di kelas 1A TKPB yang telah
membantu dan memberikan arahan untuk penyusunan makalah ini.1.
Orang tua, yang telah memberikan dorongan moril dalam kelancaran
penyusunan makalah ini.1. Semua pihak yang telah membantu,
membimbing dan memberikan arahan dalam penyusunan makalah
ini.Semoga bantuan dan bimbingan serta dorongan dibalas oleh Allah
Swt.Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini terdapat
banyak kekurangan karena keterbatasan kemampuan penulis. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya
membangun dari semua pihak agar penulis dapat memperbaiki dan
meningkatkan kemampuan diri di masa yang akan datang.Semoga makalah
ini dapat memberikan manfaat khususnya bagi penulis dan menambah
pengetahuan umumnya bagi keluarga besar Politeknik Negeri
Bandung.Bandung, 15 Mei 2014PenulisDAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
.........................................................................................iiDAFTAR
ISI
........................................................................................................iiiBAB
I
PENDAHULUAN....................................................................................
11.1 Latar
Belakang.....................................................................................
11.2 Rumusan
Masalah................................................................................
21.3 Tujuan
Penulisan..................................................................................
2
BAB II KAJIAN TEORI
....................................................................................
32.1 Pengertian Rekonstruksi Teologi Islam
............................................... 32.2 Tujuan
Rekonstruksi Teologi
Islam...................................................... 42.3
Sejarah Kelahiran Teologi
Islam...........................................................
42.4 Perkembangan Teologi
Islam................................................................
72.4.1 Kritik Terhadap Teologi Islam
Klasik........................................... 72.4.2
Rekonstruksi Teologi Islam Klasik: Dari Teosentrisme Ke
Antroposentrisme........................................................................
112.4.3 Karakteristik Pemikiran Teologi
Kontemporer........................... 14
BAB III
PENUTUP.............................................................................................
193.1
Kesimpulan..........................................................................................
193.2
Saran....................................................................................................
20
DAFTAR
PUSTAKA..........................................................................................
21
BAB IPENDAHULUAN
0. Latar BelakangSecara etimologis istilah teologi bersal dari
bahasa yunani, yaitu theologia. Yang berasal dari dua kata theoos
yang Berarti tuhan.dan logos yang artinya tuhan. Sehingga arti
Theologi islam adalah pengetahuan ketuhanan. Sedangkan pengertian
theologi Islam menurut terminologi adalah ilmu yang membahas
tentang ketuhanan yang mencakup seluruh ketauhidan.Sedangakan
rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua prasarana dan sarana,
kelembagaan pada wilayah pascabencana, baik pada tingkat
pemerintahan maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan
berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya
hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam
segala aspek kehidupan bermasyarakat pada wilayah
pascabencana.Teologi dipahami oleh sebagian besar kaum muslimin
sebagai ilmu yang membahas dan mengkaji tentang ketuhanan saja. Ia
jauh dari aspek-aspek kemanusiaan. Oleh sebab itu, wajar jika ia
disebut sebagai ilmu teologi (seperti arti secara epistimologi dari
kata Theos dan logos). Para ahli intelektual muslim masa kini
memulai untuk mengkaji kembali paradigma-paradigma yang ada dalam
ilmu teologi. Banyak dari mereka menegaskan bahwa sesungguhnya
teologi bukanlah ilmu murni yang hadir dari kekosongan sejarah,
melainkan sebuah refleksi dan implikasi dari konflik-konflik sosial
politik. Oleh karena itu, kritik kepada teologi merupakan hal yang
sah dan dibenarkan. Teologi bukanlah Ilmu tentang Tuhan melainkan
teologi adalah ilmu tentang kata (kalam) Tuhan, Karena Tuhan itu
tidak tunduk kepada Ilmu. Tuhan mengungkapkan diri dalam sabdanya
yang berupa wahyu. Rekonstruksi teologi adalah salah satu cara yang
mesti ditempuh jika diharapkan teologi dapat memberikan sumbangan
yang kongkrit bagi sejarah kemanusiaan. Kepentingan rekonstruksi
itu pertama-tama untuk mentrasformasikan teologi menuju
antropologi, sebagai wacana tentang kemanusiaan, baik secara
ekstensial, kognitif maupun kesejarahan.. Untuk itu ungkapan
teologi menjadi antropologi merupakan cara ilmiah untuk mengatasi
keterasingan teologi itu sendiri. Cara ini dilakukan dengan
melakukan pembalikan seperti yang pernah dilakukan Karl Marx
terhadap filsafat Hegel. Hegel dengan dialektika, kata Marx,
berjalan dengan kepala. Dengan dialektika materialnya, Marx
mengajak kita untuk menjadi normal lagi, yaitu berjalan dengan
kaki.
0. Rumusan MasalahPada makalah ini masalah yang akan dibahas
meliputi :1. Apa yang dimaksud dengan rekonstruksi teologi islam?1.
Apa tujuan rekonstruksi teologi islam ?1. Bagaimana sejarah
rekonstruksi teologi islam ?1. Bagaimana perkembangan teologi islam
?
0. Tujuan PenulisanTujuan dilaksanakannya penulisan makalah ini
adalah sebagai berikut :1. Untuk mengetahui apa itu rekontruksi
teologi islam.2. Untuk mengetahui tujuan dari rekonstruksi teologi
islam3. Agar dapat memahami sejarah rekonstruksi islam4. Agar dapat
melaksanakan rekonstruksi teologi islam dalam kehidupan
BAB IIKAJIAN TEORI
2.1. Pengertian Rekonstruksi Teologi IslamTeologi secara bahasa
berasal dari kata theos yang berarti Tuhan, dan logos yang berarti
ilmu. Jadi, secara bahasa teologi adalah ilmu tentang ketuhanan.
Sedangkan secara terminologis, teologi adalah ilmu yang membahas
Tuhan dan segala sesuatu yang terkait dengannnya, hubungan manusia
dengan Tuhan, dan hubungan Tuhan dengan manusia.Perkataan teologi
sendiri sebenarnya bukan berasal dari khazanah dan tradisi Islam.
Teologi merupakan istilah yang diadopsi dari khazanah dan tradisi
gereja Kristiani. Penggunaan istilah teologi dalam tradisi
pemikiran Islam diakui memang mengandung polemik.Sebab istilah
teologi dalam tradisi Kristen dihubungkan dengan ilmu agama secara
keseluruhan. Teologi berbicara tentang berbagai masalah yang
menyangkut dengan agama, termasuk di dalamnya bagaimana mengatur
masyarakat, menafsirkan Bible, dan aspek mistik dalam agama. Dalam
tradisi Islam, persoalan hukum dan tafsir serta mistik dipelajari
terpisah dalam Fiqh, Tafsir dan Tasawuf.Sementara ilmu tentang
Tuhan sendiri dalam Islam dipelajari dalam Ilmu Kalam. Karena itu,
teologi Kristiani berbeda dengan Ilmu Kalam.Meskipun demikian,
istilah teologi dalam kajian keislaman diterjemahkan Ilmu Kalam
yang merupakan satu dari empat disiplin keilmuan tradisional dalam
Islam, yaitu Fiqh, Tasawuf, dan Falsafah.Alasan menterjemahkan Ilmu
Kalam dengan Teologi adalah karena Ilmu Kalam membahas tentang
segi-segi mengenai Tuhan dan berbagai derivasinya.Karena itu
sebagian kalangan ahli yang menghendaki pengertian yang lebih
persis akan menerjemahkan Ilmu Kalam sebagai Teologia Dialektis
atau Teologia Rasional, dan mereka melihatnya sebagai suatu
disiplin yang sangat khas Islam.Ilmu Kalam dalam perkembangannya
telah tumbuh menjadi bagian dari tradisi kajian tentang agama
Islam. Karena itu, sebagai unsur dalam studi klasik pemikiran
keislaman, Ilmu Kalam menempati posisi yang cukup terhormat dalam
tradisi keilmuan kaum Muslim. Ini terbukti dari jenis jenis
penyebutan lain ilmu ini, yaitu IlmuAqaid,IlmuTauhid,dan
IlmuUshuluddin.
2.2. Tujuan Rekonstruksi Teologi Islam
Banyak dari para pemikir intelektual muslim mewacanakan
rekonstruksi teologi Islam agar teologi Islam benar-benar menjadi
Ilmu yang bermanfaat bagi manusia dan umat masa kini. Yaitu dengan
melakukan rekonstruksi dan revisi , serta membangun kembali
epistimologi lama menju epistimologi yang baru. Tujuan pokok dari
rekonstruksi teologi adalah agar menjadikan teologi agama tidak
sekedar dogma-dogma yang kosong, melainkan menjelma sebagai ilmu
tentang perjuangan sosial, yang menjadikan keimanan-keimanan
tradisional memiliki fungsi secara aktual sebagai landasan etnik
dan motivasi bagi manusia.
2.3. Sejarah Kelahiran Teologi IslamIlmu kalam lahir bermula
dari polemik hebat antara sesama umat Islam sendiri. Keretakan ini
sesunguhnya sudah mulai terasa setelah Rasulullah saw wafat, namun
bisa teratasi dengan terpilinya Abu Bakar sebagai khalifah. Pada
zaman Khalifah Usman bin Affan terjadi lagi kemelut politik yang
mengakibatkan terbunuhnya khalifah ketiga ini. Peristiwa tragis
yang biasa disebutal-fitnah al-kubraini merupakan awal dari
perpecahan umat Islam yang kemudian melahirkan kekacauan lebih
parah di zaman Khalifah Ali bin Abi Thalib. Muawwiyah bin Abi
Sufyan, Gubernur Syria, bangkit menentang Khalifah Ali dengan dalih
menuntut bela atas kematian Usman, keluarganya. Perang saudara pun
terjadi yang dikenal dengan perangShiffin. Perang ini berakhir
dengan peristiwa Tahkim (arbitrase). Peristiwa Tahkiminilah yang
kemudian melahirkan aliran atau madzhab dalam ilmu kalam (teologi).
Dalam konteks ini, Harun Nasution menyimpulkan bahwa kemunculan
persoalan kalam dipicu oleh persoalan politik. Sikap Ali yang
menerima tahkim pada perang Shiffin tersebut memunculkan
ketidakpuasan pihak pasukan Ali, dan kemudian keluar dari
barisannya. Mereka berpendapat bahwa persoalan yang terjadi pada
saat itu tidak dapat diputuskan melalui tahkim dan menuduh Ali bin
Abi Thalib telah melakukan dosa besar. Mereka itu dipelopori oleh
Asyts ibn Qayis yang dalam perkembangan sekanjutnya mereka itu
disebutKhawarij. Selain pasukan yang membelot dari Ali pada perang
Shiffin, ada pula sebagian besar yang tetap mendukung Ali. Kelompok
inilah yang kemudian memunculkan kelompokSyiah.Khawarij, dianggap
sebagai kelompok politik pertama yang memunculkan persoalan
teologi, ketika mereka mempersoalkan siapa yang kafir di kalangan
kaum Muslimin dan siapa yang bukan kafir. Khawarij menghukumi
orang-orang yang terlibat dalam peristiwa tahkim sebagai orang yang
kafir kerena telah melakukan dosa besar.Sebagai reaksi dari fatwa
Khawarij ini, sebagian umat Islam yang dipelopori oleh Ghailan
Damasqi, tidak menerima fatwa tersebut. Mereka ini dalam
perkembangan selanjutnya menjadi aliranMurjiah. Menurut mereka,
karena fatwa itu tidak didukung oleh nash, maka kepastian hukumnya
ditunda saja, diserahkan kepada Allah di akhirat kelak.Secara
spesifik kelompok yang dapat disebut sebagai mazhab kalam atau
teologi pertama terdapat padaQadariyahdanJabariah. Mazhab Qadariyah
didirikan oleh Mabad ibn Khalid al-Juhani (79H/699M). Mazhab ini
berpandangan bahwa manusia mempunyai kemerdekaan dan kebebasan
dalam menentukan perjalanan hidupnya (free will dan free act).Paham
Qadariyah mendapat perlawanan dari paham Jabariyah yang dipelopori
oleh Jahm ibn Shafwan (127H/745M). Pandangan utama paham ini adalah
bahwa semua perbuatan manusia ditentukan oleh kuasa Tuhan termasuk
keimanan, kebajikan dan kejahatnnya. Manusia dalam hal ini
tergantung dari kekuasaan atau paksaan Allah dalam segala kehendak
dan perbuatannya; kerena itu tidak ada kekuasaan manusia untuk
melakukan pilihan atas segala perbuatannya.Sementara persoalan dosa
besar yang diperdebatkan antara Khawarij dan Murjiah kemudian
memunculkan golongan Mutazilahyang dipelopori oleh Washil ibn Atho
(80-131 H). Mutazilah tidak menerima pendapat Khawariz maupun
Murjiah. Mereka berpandangan bahwa orang berdosa besar bukan kafir
tetapi bukan pula mukmin. Tetapi mengambil posisi antara mukmin dan
kafir, yang dikenal dengan istilahal-manzilah bain
al-manzilatain.Mutazilah inilah, menurut Nurcholis Madjid,
merupakan pelopor yang sungguh-sunggguh digiatkannya pemikiran
tentang ajaran-ajaran pokok Islam secara lebih sistematis. Paham
mereka amat rasional sehingga mereka dikenal sebagai paham
rasionalis Islam. Sikap rasionalik ini dimulai dari titik tolak
bahwa akal mempunyai kedudukan tinggi bahkan kedudukannya boleh
dikatakan sama dengan wahyu dalam memahami agama.Aliran Mutazilah
yang bercorak rasional mendapat tantangan keras dari golongan
tradisiona Islam, terutama golongan Hambali, yaitu
pengikut-pengikut mazhab ibn Hambal. Mereka yang menentang ini
kemudian mengambil bentuk aliran teologi tradisonal yang dipelopori
Abu Al-Hasan Al-Asyari (w. 324H/935M).Disamping aliranAsyariyah,
timbul pula suatu aliran di Samarkand yang juga bermaksud menentang
aliran Mutazilah. Aliran ini didirikan oleh Abu Mansur Muhammad
Al-Maturidi (w.333H/944M). Aliran ini kemudian terkenal dengan nama
teologiAl-Maturudiyah. Kedua aliran ini kemudian digolongkan
sebagaiAhlu as-Sunnah wa-Jamaah.
2.4. Perkembangan Teologi Islam
Perkembangan teologi islam dibagi menjadi dua, yaitu teologi
islam klasik dan teologi islam kontemporer.2.4.1. Kritik Terhadap
Teologi Islam KlasikTeologi (ilmu kalam) dalam khazanah intelektual
Islam merupakan suatu ilmu yang memusatkan pembicaraannya pada dan
tentang Tuhan dengan segala dimensi-Nya. Ruang lingkup kajiannnya
seputar kepercayaan tentang Tuhan dengan segala segi-Nya,
wujud-Nya, sifat-Nya, perbuatan-Nya, keesaan-Nya dan semacamnya.
Jadi, dimensi kemanusiaan dalam teologi nyaris tak tersentuh.
Kalaupun ada di antara temanya menyentuh tentang manusia, hanyalah
dalam dimensi vertikal hubungan manusia dengan Tuhan.Sebagaimana
telah diuraikan di atas, persoalan politik juga begitu besar
pengaruhnya terhadap munculnya persoalan teologi dalam Islam.
Kondisi politik, yaitu terbunuhnya para Khulafa Al-Rasyidin menjadi
salah satu sumber utama dalam perumusan konsepsi, kategorisasi dan
definisi ilmu kalam atau teologi. Iman, kufur, nifak, dosa besar,
Qadariyah dan Jabariyah. Setelah itu muncul pengakuan kelompok
Syiah, Khawarij, Murjiah, Mutazilah, Asyariyah dan sebagainya.
Dalam keadaan seperti itu, para ilmuwan akidah menyusun dan
membukukan pengertian dan batasan-batasan ilmu kalam. Sudah barang
tentu bahan-bahan pertimbangan untuk pembakuan definisi-definisi
ilmu kalam amat sangat terbatas dari situasi seperti itu,
dibandingkan dengan bahan-bahan pertimbangan yang bisa diperoleh
dari luar situasi pertikaian politik.Dengan kata lain, paling
tidak, proses pembakuan keilmuan teologi klasik disusun tidak dalam
situasi yang tenang tentram, tetapi disusun sesuai dengan alur
kepentingan kepentingan kelompok yang hidup pada saat itu. Teologi
tanpa terasa telah membaur menjadi kepentingan politik. Barangkali
berangkat dari kenyataan seperti itu, da`tanglah kritik yang
beranek ragam dari para pemikir yang datang belakangan terhadap
eksistensi ilmu kalam atau teologi dan pemahaman pemahaman tauhid
akidah dalam format keilmuan klasik. Al-Ghazali menyatakan bahwa
akidah yang diformulasikan lewat ilmu kalam tidak dapat mendekatkan
manusia kepada Tuhan, tetapi melalui ilmu tasawuflah seseorang bisa
mendekatkan diri kepada Tuhan. Ibnu Taymiyah juga berpendapat
demikian. Karena ilmu kalam menggunakan akal sebagai alat untuk
memahami agama, maka ia menganjurkan agar menjauhi ilmu
kalam.Muhammad Iqbal juga melihat adanya anomali-anomali yang
melekat dalam literatur teologi klasik. Teologi Asyariyah
menggunakan cara berfikir dialektika Yunani untuk mempertahankan
dan mendefinisikan pemahaman ortodoksi islam. Pemikiran teologi
Asyariyah dinilai tidak kondusif untuk memajukan dan membangkitkan
etos keilmuan dalam pemikiran islam. Mutazilah, sebaliknya terlalu
jauh bersandar pada akal, yang akibatnya tidak menyadari bahwa
dalam wilayah agama, pemisahan antara pemikiran agama dari
pengalaman konkret merupakan kesalahan besar. Al-Ghazali juga
dipersalahkan oleh Iqbal, karena dianggap telah memorak porandakan
struktur pengalaman keberagamaan dengan hanya mendasarkan agama
pada landasan skeptik, dengan alasan bahwa pemikiran manusia yang
terbatas tidaklah dapat mengetahui dan memahami sesuatu yang tidak
terbatas.Kenyataan bahwa teologi Islam klasik belum dapat
dipisahkan dengan rumusan teologi abad pertengahan, merupakan hal
yang tidak bisa dibantah. Sejak awal kelahirannya sampai sekarang,
teologi Islam masih belum beranjak dari masalah-masalah Tuhan dan
sifat-sifat-Nya, apakah kehendak manusia dari Tuhan (jabariyah)
atau manusia bebas dengan kehendaknya sendiri (qadariyah), apakah
al-Quran itu makhluk atau tidak, apakah perbuatan Tuhan terkait
dengan hukum kausalitas atau tidak, dan seterusnya. Pemikiran
teologi Islam klasik lebih bersifat transendental-spekulatif.Karena
itu, banyak dari para pemikir intelektual muslim mewacanakan
rekonstruksi teologi Islam agar teologi Islama benar-benar menjadi
Ilmu yang bermanfaat bagi manusia dan umat masa kini. Yaitu dengan
melakukan rekonstruksi dan revisi, serta membangun kembali
epistimologi lama menuju epistimologi yang baru. Tujuan pokok dari
rekonstruksi teologi adalah agar menjadikan teologi agama tidak
sekedar dogma-dogma yang kosong, melainkan menjelma sebagai ilmu
tentang perjuangan sosial, yang menjadikan keimanan-keimanan
tradisional memiliki fungsi secara aktua sebagai landasan etnik dan
motivasi bagi manusia.Sebab itu juga banyak kritik yang disuarakan
oleh para pemikir Islam terhadap teologi Islam Klasik. Salah
satunya adalah Hasan Hanafi, jauh-jauh hari telah menawarkan
rekontruksi teologi Islam ke arah antroposentrisme. Menurut Hanafi,
sejarah Islam tentang teologi kenyataannya telah jauh menyimpang
dari misinya yang paling awal dan mendasar, yaitu liberasi atau
emansipasi umat manusia. Rumusan klasik di bidang teologi yang kita
warisi dari para pendahulu Muslim pada hakikatnya tidak lebih dari
sekumpulan diskursus keagamaan yang kering dan tidak punya kaitan
apapun dengan fakta-fakta nyata kemanusiaan. Paradigma teologi
klasik yang ditinggalkan para pendahulu hanyalah sebentuk ajaran
langitan, wacana teoritis murni, abstrak-spekulatif, elitis dan
statis; jauh sekali dari kenyataan-kenyataan sosial kemasyarakatan.
Padahal, semangat awal dan misi paling mendasar dari gagasan
teologi Islam (Tauhid) sebagaimana tercermin di masa Nabi saw.
sangatlah liberatif, progresif, emansipatif dan revolutif.Senada
dengan pandangan tersebut, Fazlur Rahman (dalam Romas) menyatakan
bahwa teologi atau berteologi haruslah dapat menumbuhkan moralitas
atau sistem nilai etika untuk membimbing dan menanamkan dalam diri
manusia agar memiliki tanggung jawab moral, yang dalam Al-Quran
disebut taqwa. Secara pasti teologi Islam merupakan usaha
intelektual yang memberi penuturan koheren dan setia dengan isi
yang ada dalam Al-Quran. Teologi harus mempunyai kegunaan dalam
agama apabila teologi itu fungsional dalam kehidupan agama. Disebut
fungsional sejauh teologi tersebut dapat memberikan kedamaian
intelektual dan spritual bagi umat manusia serta dapat diajarkan
pada umat.Dalam perspektif perkembangan masyarakat modern dan
postmodern, Islam harusnya mampu meletakkan landasan pemecahan
terhadap problem kemanusiaan (kemiskinan, ketidakadilan, hak asasi
manusia, keterbelakangan, dan sebagainya). Teologi yang fungsional
adalah teologi yang memenuhi panggilan tersebut, bersentuhan dan
berdialog, sekaligus menunjukkan jalan keluar terhadap berbagai
persoalan empirik kemanusiaan.Berangkat dari hal itu, Amin Abdullah
berpandangan bahwa tantangan kalam atau teologi Islam kontemporer
adalah isu-isu kemanusiaan universal, pluralisme keberagamaan,
kemiskinan struktural, kerusakan lingkungan, dan sebagainya.
Teologi, dalam agama apapun yang hanya berbicara tentang Tuhan
(teosentris) dan tidak mengkaitkan diskursusnya dengan
persoalan-persoalan kemanusiaan universal (antroposentris),
memiliki rumusan teologis yang lambat laun akan menjadi out of
date. Al-Quran sendiri hampir dalam setiap diskursusnya selalu
menyentuh dimensi kemanusiaan universal.Kalau kita analisis dari
pandangan-pandangan tersebut, setidaknya terdapat tiga kelemahan
yang dimiliki oleh pembahasan teologi Islam klasik
diantaranya:Pertama, ilmu kalam menonjolkan pembahasannya pada
hal-hal abstrak seputar eksistensi Tuhan dan atribut-atribut yang
melekat pada-Nya, yang tidak berkorelasi dengan realitas
sosial.Kedua, Teologi Islam tradisional dalam paradigmanya
cenderung spekulatif, teoritik, elitik, statis dan kehilangan daya
dorong sosial serta momentum perlawanannya.Ketiga, Paradigma
teologi klasik Islam sudah tidak relevan dengan tuntutan
modernitas, gerak sejarah dan dinamika perkembangan zaman, karena
itu sudah saatnya direformasi, rekonstruksi, dan reformulasi dalam
modelnya yang baru dan progresif.
2.4.2. Rekonstruksi Teologi Islam Klasik: Dari Teosentrisme Ke
Antroposentrisme
Di era kontemporer seperti ini tantangan teologi Islam adalah
isu-isu kemanusiaan universal seperti pluralisme, demokrasi, HAM,
kemiskinan dan lain sebagainya. Apabila teologi Islam klasik dengan
segala rumusannya lahir sebagai jawaban atas problematika yang
berkembang pada saat itu, maka pastinya ia harus mampu merespon
tantangan zaman kekinian yang sedang berkembang agar tidak
kehilangan peran vitalnya sebagai piranti sistem kepercayaan dalam
beragama. Oleh karena itu, perlu kiranya memahami dan menjelaskan
kembali konsep-konsep atau rumusan-rumusan teologi Islam klasik
itu. Upaya untuk memahami perkembangan pemikiran manusia
kontemporer yang ditimbulkan oleh perubahan sosial, menjadi
tuntutan yang tidak bisa ditawar bagi teologi Islam klasik agar
rumusanya tidak out of date.Formulasi ilmu kalam atau sistem
teologi klasik hanya menyentuh konsep ketuhanan yang kering dengan
wacana kemanusiaan dan tidak mempunyai sense terhadap problematika
sosial yang muncul. Wahyu yang dalam sejarah penyelamatan umat
manusia menjadi suatu cara yang diajarkan kepada nabi-Nya untuk
memahami dan mengubah realitas direduksi sedemikian rupa, sehingga
wacana yang diproduksi menjadi ekslusif dan apologetis. Ilmu kalam
atau sistem teologi sebagai salah satu mode of thought dalam
khazanah intlektual Islam mestinya membicarakan tema-tema kebebasan
itu yang menyangkut praksis kehidupan sehari-hari.Untuk itu perlu
membangun teologi Islam sebagai solusi bagi kehidupan manusia, agar
tercipta perdamaiaan, kesejahteraan dan anti kekerasan. Banyak
pemikir yang memberikan solusi teologis yang relevan bagi kehidupan
masyarakat dewasa ini.Menurut Arkoun, mandegnya teologi Islam dalam
merespon persoalan dan tantangan zaman kekinian adalah karena ilmu
ini diposisikan seolah-olah berada di luar sejarah dan di luar
kemestian sosial. Rumusan teologi Islam klasik dibakukan dan
dianggap sebagai parameter yang harus dipelajari dan diikuti. Tidak
ada ruang untuk mendikusikannya: menjadi diskursus yang baku dan
kaku, dijelmakan menjadi ukuran-ukuran yang ideal dan hukum
transenden yang suci.Hasan Hanafi mengajukan konsep baru tentang
teologi Islam, dengan berpandangan bahwa teologi Islam klasik tidak
ilmiah dan tidak membumi. Tujuannya untuk menjadikan teologi tidak
sekedar sebagai dogma keagamaan yang kosong melainkan menjelma
sebagai ilmu tentang perjuangan sosial, menjadikan keimanan
berfungsi secara aktual sebagai landasan etik dan motivasi tindakan
manusia. Karena itu, gagasan-gagasan Hanafi yang berkaitan dengan
teologi, berusaha untuk mentranformulasikan teologi tradisional
yang bersifat teosentris menuju antroposentris, dari Tuhan kepada
manusia (bumi), dari tekstual kepada kontekstual, dari teori kepada
tindakan, dan dari takdir menuju kehendak bebas.Perlunya
rekonstruksi pemikiran teologi Islam dari teosentrisme ke
antroposentrisme, sesungguhnya dilatari oleh sekurang-kurangnya
tiga hal, yaitu:Pertama, kebutuhan akan adanya sebuah ideologi yang
jelas di tengah-tengah pertarungan global antara berbagai ideologi.
Kedua, pentingnya teologi baru ini bukan semata pada sisi
teoritiknya, melainkan juga terletak pada kepentingan praktis untuk
secara nyata mewujudkan ideologi sebagai gerakan dalam sejarah.
Ketiga, kepentingan teologi yang bersifat praktis (amaliyah
filiyah) yaitu secara nyata diwujudkan dalam realitas melalui
realisasi tauhid dalam dunia Islam.Hal ini sesuai pandangan Farid
Essack bahwa berteologi bukan berarti mengurusi urusan Tuhan
semata, neraka, surga dan lain-lain. Tuhan adalah zat yang tidak
perlu diurus, banyak mengurusi Tuhan itu adalah pekerjaaan sia-sia
(mubazir). Teologi harus dipraksiskan, bukan digenggam erat-erat
untuk tujuan kesalehan pribadi. Akan tetapi dengan mendekati dan
mengasihi makhluknya, kita juga telah mengabdikan diri kepada
Tuhan.Untuk pengembangan Teologi Islam, menurut M. Amin Syukur
(dalam Afidah Salmah) perlu memanfaatkan pendekatan multidisiplin
dengan tujuan untuk menyusun konfigurasi iman yang diperkirakan
akan mampu berbuat banyak bagi tercapainya tujuan Risalah Islam,
yaitu rahmatan lilalamin.Kuntowijoyo, juga menyebutkan dua
pandangan yang berbeda mengenai gagasan pembaharuan teologi.
Pertama, pandangan dari kalangan yang lebih menekankan pada kajian
ulang mengenai ajaran-ajaran normative dalam berbagai karya kalam
klasik (refleksi normatif). Kedua, pandangan dari kalangan yang
cenderung menekankan perlunya reorientasi pemahaman keagamaan pada
realitas kekinian yang empiris (refleksi actual-empiris).Menurut
Engineer, teologi itu haruslah membebaskan. Ada tiga ciri teologi
pembebasan: Pertama: Tidak menginginkan status quo atau anti
kemapanan, baik kemapaan religius maupun politik Kedua: Teologi
pembebasan memainkan peranan dalam membela kelompok yang tertindas
dan tercabut hak miliknya. Ketiga: Teologi pembebasan mendorong
pengembangan praksis Islam sebagai kompromi antara kebebasan
manusia dan takdir.2.4.3. Karakteristik Pemikiran Teologi
KontemporerBerdasarkan pemikiran-pemikiran yang dikemukakan para
pemikir muslim kontemporer sebagaimana telah diuraikan di atas,
maka dapat diketahui ada beberapa karakteristik teologi
kontemporer, yaitu:
0. Bersifat AntroposentrisHasan Hanafi memunculkan paradigm baru
dalam kajian teologi kontemporer, yaitu paradigm yang bersifat
antroposentris. Begitu antroposentrisnya, sampai ia mengatakan
bahwa Tuhan adalah diri mansia itu sendiri. Kita tidak perlu
memikirkan Tuhan yang ada di langit. Sebab ia tidak butuh pemikiran
kita. Energi pikiran kita, sebaiknya digunakan untuk menyelesaikan
problem-problem kemanusiaan yang masih banyak belum
terselesaikan.
Pendekatan sosial dalam wilayah sosial keagamaan lebih
menekankan metodologi pendekatan Einfuhlung, yakni kontak langsung
lewat perasaan bukan melalui pertimbangan kognisi dan akal pikiran.
Lewat pendekatan ini manusia dituntut untuk dapat menghayati dan
memahami yang dirasakan oleh orang lain dalam batinnya, sebagaimana
yang kita rasakan sendiri jika menghadapi persoalan-persoalan
serupa.Pemahaman terhadap keberadaan diri sendiri yang terlepas
dari komentar, masukan dan kritik dianggap tidak lagi memadai.
Pemahaman diri sendiri dan kelompok sendiri harus terkait dengan
pemahaman orang lain tentang diri dan kelompok kita sendiri. Fazlur
Rahman menegaskan bahwa yang sebenarnya dituju oleh al-Quran
bukanlah Tuhan melainkan manusia dan tingkah lakunya. Nuansa
pemikiran dan refleksi social dibelakang pernyataan Rahman tampak
ada disitu.[35] Wilayah normative theology perlu segera
dipertautkan dengan isu-isu yang muncul dalam wilayah practical
theology.
0. Integrasi Teologi Dan FilsafatKonstruksi bangunan filsafat
Islam klasik menurut Hasan Hanafi hanya membahas piramida keilmuan
Islam, yakni teologi, kosmologi dan logika. Di mana pemikiran dan
keprihatinan tentang kemanusiaan dan kesejarahan hilang dari model
of thought pemikiran Islam klasik.[36] Hal ini dapat dimaklumi
karena konstruksi pemikiran filsafat Islam klasik lebih banyak
terpengaruh oleh pola konstruksi pemikiran dan logika Yunani,
sedangkan filsafat Yunani sendiri belum mengembangkan secara tajam
nuansa-nuansa pemikiran sosial. Pada dataran pendekatan filsafat
sosial, ada beberapa kata kunci yang digunakan oleh pendekatan
teologi. Kesadaran akan adanya orang lain di luar diri kita sendiri
sangat ditonjolkan.
Filsafat yang dimaksud adalah metodologi berfikir. Berfikir
kritis-analisis dan sistematis. Ia lebih mencerminkan proses
berfikir dan bukan sekedar produk berfikir. Dalam proses berfikir
itulah metodologi filsafat dapat diaktualisasikan dalam pemikiran
teologi tanpa dibarengi sentuhan filsafat, agama dan kekuatan
spiritual yang lain dalam era globalisasi budaya akan semakin sulit
memerankan jati dirinya. Kerjasama antar berbagai metode keilmuan
adalah merupakan keniscayaan bagi pengembangan keilmuan teologi
dalam menatap realitas sosial keagamaan di masa depan.Era klasik
skolastik yang mempertentangkan dengan tajam kedua pendekatan
tersebut dalam memecahkan persoalan agama telah lewat, isu
keterbukaan berkat globalisasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang
tidak mungkin dibendung dengan cara apapun mendorong orang untuk
mencari altenatif baru dengan menggunakan pendekatan yang lebih
bernuansa sosio-filosofis-quranis.
3. Berparadigma kritisKarakteristik teologi kontemporer salah
satunya adalah mempunyai paradigma kritis. Paradigma ini dimotori
oleh Ali Shariati dan Asghar Ali Enginer dengan teologi
pembebasannya.Teologi pembebasan merupakan usulan kreatif yang
mengaitkan antara pentingnya paradigma baru dalam teologi yang
memerangi penindasan dalam struktur sosio-ekonomi. Paradigma ini
dilatarbelakangi oleh banyaknya fenomena arogansi kekuasaan,
ketidakadilan, penindasan terhadap kaum lemah, pengekangan terhadap
aspirasi masyarakat banyak, diskriminsi kulit, bangsa atau jenis
kelamin, penumpukan kekayaan dan pemusatan kekuasaan dalam realitas
masyarakat kontemporer. Paradigma kritis Ali Shariati dapat dilihat
melalui syair-syairnya yang tampak sangat memihak pada masyarakat
tertindas.
Paradigma ini memandang islam sebagai agama yang menjadi
pendorong revolusi sosial untuk memerangi struktur yang menindas.
Tujuan dasar paradigm ini adalah persaudaraan universal (universal
brotherhood), kesetaraan (equality), dan keadilan social (social
justice).
4. Berprinsip Pegembangbiakan DanPembebasanPrinsip
pengembangbiakan bukan aturan metodologis melainkan suatu prinsip
bahwa kemajuan ilmu pengetahuan tidak dapat dicapai dengan
mengikuti metode atau teori tunggal. Kemajuan ilmu pengetahuan akan
dicapai dengan membiarkan teori-teori yang beraneka ragam.Prinsip
ini dapat dipergunakan untuk studi teologi kontemporer, setiap
pengkaji dapat secara sadar memaknai doktrin-doktrin teologi sesuai
pengalaman keagamaan dan situasi sosialnya sendiri. Dengan begitu,
orang tidak lagi saling mengkafirkan dan merasa paling benar
sendiri.Prinsip pembebasan berarti membiarkan segala sesuatu
berlangsung dan berjalan tanpa banyak aturan. Semua metode,
termasuk yang paling jelas sekalipun pasti mempunyai keterbatasan,
sehinga tidak harus dipaksakan untuk menyelidiki semua objek.
Berdasarkan prinsip apa saja boleh, maka riset ilmu teologi dapat
dilakukan dengan metode apa saja, kapan saja, dimana saja, oleh
siapapun dan bagaimanapun juga. Prinsip inilah yang menjelaskan
mengapa orang muallaf setelah umur dewasa keyakinan keislamannya
seringkali jauh lebih tinggi daripada orang yang telah menjadi
muslim sejak kecil. Ini artinya metode mengkaji teologi
sesungguhnya dapat dilakukan dengan apa saja. Dengan kata lain
metode pengembangan teologi dapat dilakukan dengan cara apapun
juga. Setiap orang bebas dan boleh mengikuti kecenderungannya
melakukan usaha kritis memahami teologi sehingga ia mampu mencapai
tingkat keyakinan yang lebih tinggi.
BAB IIIPENUTUP3.1. KesimpulanRekonstruksi memiliki arti
membangun kembali,sedangakn teologi islam adalah ilmu tentang
ketuhanan. Jadi, rekonstruksi teologi islam adalah pembangunan
kembali ilmu tentang ketuhanan. Namun sebenarnya teologi bukanlah
Ilmu tentang Tuhan melainkan teologi adalah ilmu tentang kata
(kalam) Tuhan, Karena Tuhan itu tidak tunduk kepada Ilmu. Tuhan
mengungkapkan diri dalam sabdanya yang berupa wahyu.Tujuan pokok
dari rekonstruksi teologi adalah agar menjadikan teologi agama
tidak sekedar dogma-dogma yang kosong, melainkan menjelma sebagai
ilmu tentang perjuangan sosial, yang menjadikan keimanan-keimanan
tradisional memiliki fungsi secara aktual sebagai landasan etnik
dan motivasi bagi manusia.Ilmu kalam (teologi) lahir bermula dari
polemik hebat antara sesama umat Islam sendiri. Keretakan ini
sesunguhnya sudah mulai terasa setelah Rasulullah saw wafat, namun
bisa teratasi dengan terpilinya Abu Bakar sebagai
khalifah.Perkembangan teologi dibagi menjadi teologi klasik dan
teologi kontemporer. Teologi klasik memiliki karakteristik
tekstualis,pembahasan yang vertikal, belum membahas realitas
sosial, dan kental dengan nuansa konsep ketuhanan. Sedangakan
karakteristik teologi kontemporer yaitu bersifat antropo centris,
integrasi teologi dan filsafat, berparadigma kritis, berprinsip
pengembangbiakkan dan pembebasan.
3.2. SaranRekonstruksi teologi islam hendaknya diaplikasikan
pada kehidupan nyata, tidak hanya teori atau ilmu kalam saja yang
hanya dipelajari namun harus diimplementasikan. Karena hal tersebut
dapat menciptakan karekter insan yang lebih mengenal Tuhannya
sehingga ia menjadi manusia yang berkualitas,
produktif,dinamis,progresif serta memberi kontribusi yang positif
pada masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA[Anonim] Rekonstruksi Teologi Islam
http://faisalthahir.wordpress.com/2013/12/22/rekonstruksi-pemikiran-teologi-islam/
[12 mei 2014]Djoko Hartono. Rekonstruksi Teologi Sebagai Solusi
Riil Kemanusian Kontemporer(Telaah Atas Metadologi Hassan Hanafi).
http://jurnalguston.blogspot.com/2013/01/rekonstruksi-teologi-sebagai-solusi_22.html
[12 mei 2014]Nasrulloh. Akar Kemunculan Teologi
Kontemporer.http://nasrullahsaid.blogspot.com/2011/09/akar-kemunculan-teologi-kontemporer.html
[12 mei 2014]
iiiii