REGIONALISASI DAN MANAJEMEN KERJASAMA ANTAR DAERAH (Studi Kasus Dinamika Kerjasama Antar Daerah Yang Berdekatan di Jawa Tengah) Ringkasan Disertasi Oleh : Hardi Warsono No. Mhs. 05/1645/PS PROGRAM DOKTOR ILMU ADMINISTRASI NEGARA UNIVERSITAS GADJAHMADA YOGYAKARTA 2009
53
Embed
REGIONALISASI DAN MANAJEMEN KERJASAMA ANTAR …lekad.org/sites/default/files/Summary Disertasi Pak Hardi.pdf · Ringkasan Disertasi, Hardi Warsono, 2009 1 REGIONALISASI DAN MANAJEMEN
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Ringkasan Disertasi, Hardi Warsono, 2009 1
REGIONALISASI DAN MANAJEMEN
KERJASAMA ANTAR DAERAH
(Studi Kasus Dinamika Kerjasama Antar Daerah Yang Berdekatan di Jawa Tengah)
Ringkasan Disertasi
Oleh :
Hardi Warsono
No. Mhs. 05/1645/PS
PROGRAM DOKTOR ILMU ADMINISTRASI NEGARA
UNIVERSITAS GADJAHMADA
YOGYAKARTA
2009
Ringkasan Disertasi, Hardi Warsono, 2009 2
TIM PROMOTOR :
1. Prof. Dr. Warsito Utomo
2. Prof. Y. Warella, MPA., PhD.
3. Prof. Dr. Yeremias T. Keban, MURP
TIM PENILAI :
1. Dr. Wahyudi Kumorotomo, MPP
2. Dr. R. Rijanta, M.Sc.,
3. Prof. Dr. Prasetyo Soepono, MBA
TIM PENGUJI :
1. Dr. Agus Pramusinto, M., Dev., Admin.,
2. Dr. Ambar Widaningrum, MA
Ringkasan Disertasi, Hardi Warsono, 2009 3
KATA PENGANTAR dan UCAPAN TERIMAKASIH
Kerjasama antar daerah (intergovernmental
management) merupakan fenomena yang marak mendapat
perhatian di Jawa Tengah seiring mulai surutnya hiruk pikuk
reformasi politik. Regionalisasi tata ruang dapat menjadi pijakan
awal kerjasama antar daerah. Oleh beberapa penyelenggara
pemerintahan yang tergabung dalam sebuah region,
regionalisasi tata ruang di Jawa Tengah dapat berkembang
menjadi kerjasama antar daerah dan terbentuk manajemen
regional, seperti misalnya Barlingmascakeb, dan
Subosukawonosraten.
Urgensi lembaga kerjasama regional memang tidak
mendapat respon yang sama bagi semua kabupaten/kota.
Selain yang telah melaksanakan kerjasama intensif, beberapa
kabupaten/kota yang tergabung dalam region lainnya tidak
merasa perlu. Perda Tata Ruang Provinsi Jawa Tengah nomor 21
tahun 2003 telah menetapkan delapan (8) region sebagai
kawasan prioritas. Namun demikian regionalisasi yang telah
dikukuhkan tersebut keberadaan tidak jelas. Mengingat
pentingnya pelaksanaan kerjasama antar daerah sebagai media
optimalisasi sinergi potensi dan mengatasi masalah antar
kabupaten/ kota yang berdekatan, penulis merasa perlu
mengangkat tema ini ke dalam penulisan disertasi. Bagi penulis,
awalnya melihat fenomena ini seperti memasuki rimba yang tak
diketahui harus mulai dari mana dan berujung dimana. Inilah
Ringkasan Disertasi, Hardi Warsono, 2009 4
yang memberikan tantangan besar untuk terus mencari dan
mencari sehingga dapat tersaji seperti paparan disertasi ini.
Alhamdulillah pada akhirnya keinginan penulis untuk
mengangkat kompleksitas pelaksanaan kerjasama antar daerah
yang berdekatan ini mendapatkan dukungan dari berbagai
pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini kami merasa sangat
perlu menyampaikan terimakasih yang terdalam pada semua
pihak, khususnya kepada :
1. Prof. Dr. Warsito Utomo, sebagai promotor utama yang
dengan profesional, sabar, dan teliti memberikan bimbingan
dan motivasi untuk terus menulis dan membuat target-target
capaian ketika penulis mulai memasuki saat-saat
kebimbangan dan kejenuhan. Untuk ini penulis merasa tidak
akan pernah cukup meski berjuta terimakasih telah terucap,
2. Prof. Drs. Y. Warella, MPA., PhD., selaku co-promotor
memberikan berbagai masukan sebagai pengkayaan materi
dan sebagai atasan penulis yang terus menerus memberikan
dukungan baik moril dan materiil agar pendidikan S3 yang
sedang ditempuh penulis segera dapat terselesaikan dengan
baik,
3. Prof. Dr. Yeremias T. Keban, selaku co-promotor yang teliti
memberikan koreksi diantara kesibukan yang luar biasa.
Beliau banyak memberikan inspirasi dan pengkayaan teori
sejak penulis menempuh pendidikan S2 sampai S3,
Ringkasan Disertasi, Hardi Warsono, 2009 5
4. Pengajar mata kuliah penunjang dan tim penilai ujian
komprehensif yakni Dr. Erwan Agus Purwanto, Prof. Dr.
Nasikun, Dr. Irwan Abdulah, Prof. Dr. Muhajir Darwin, Dr.
Samudra Wibawa (sekaligus pengelola S3 Administrasi Negara
Fisipol UGM), yang memberikan warna dan penajaman pada
proposal disertasi,
5. Tim Penilai Kelayakan Disertasi yang terdiri dari Dr. Wahyudi
Kumorotomo, MPP., Dr. R. Rijanta, M.Sc., dan Prof. Dr. Prasetyo
Soepono, MBA., dan Tim Penguji Disertasi yakni Dr. Agus
Pramusinto, M.Dev.Admin., dan Dr.. Ambar Widaningrum, MA
yang telah memberikan pertanyaan-pertanyaan kritisnya,
6. Rektor Undip, Dekan Fisip Undip, Ketua Program Studi
Administrasi Publik serta Ketua dan pengelola Prodi Magister
Administrasi Publik (MAP) Undip yang telah memberikan ijin
belajar, serta semua sejawat pengajar di Jurusan Administrasi
Publik Fisip Undip yang telah berbesar hati memberikan
kesempatan dengan berbagai tugas dan dorongan saat
penulis mengikuti pendidikan S3,
7. Segenap rekan di Bappeda Provinsi Jawa Tengah (Arief
Wahyudi, Eny, dkk), Drs Kunto Nugroho, Msi., sebagai alumni
MAP Undip dan Kepala Biro Kerjasama Pemprov Jateng
(tahun 2007), ibu Ir. Yuni Astuti, MA., Kepala Biro Otonomi dan
Kerjasama Provinsi Jawa Tengah (mulai tahun 2008), Kepala
Bakorlin I, II dan III Provinsi Jawa Tengah, juga segenap rekan
di LSM Lekad (Lembaga Pengembangan dan
Pemberdayaan Kerjasama Antar Daerah) Semarang,
khususnya bapak Benjamin Abdurahman, bapak Wisnu
Ringkasan Disertasi, Hardi Warsono, 2009 6
Pradoto, dkk., bapak Syahroni, Direktur GTZ GLG Jawa Tengah
yang sering menjadi partner diskusi, serta beberapa alumni
Magister Administrasi Publik (MAP) Undip yang karena
kedudukannya di birokrasi turut membantu kelancaran
pengumpulan dan sekaligus sebagai informan penelitian,
8. Segenap informan penelitian, antara lain : beberapa ketua
Bappeda Kab / Kota di Jateng, Drs. H. A., Antono, Msi. (Bupati
Pekalongan saat pembentukan regional manajemen
Sampan) sebagai sahabat sekaligus teman diskusi, Bpk. Paul
I.2. Proses Pembentukan Region dan Kerjasama Regional
Secara umum ada dua cara pembentukan region di
Jawa Tengah, yakni :
1). Regionalisai sentralistis yang diawali dengan kebijakan dari
pemerintah lebih atas, (Perda Tata Ruang),
2). Regionalisasi desentralistis yakni region yang terbentuk
tidak dengan diawali kebijakan pemerintah lebih atas.
Ringkasan Disertasi, Hardi Warsono, 2009 34
Seperti di beberapa tempat lain di Indonesia, ada
variasi lain dari kedua bentuk tersebut, yakni transformatis,
yakni region yang awalnya dibentuk secara sentralistis, tetapi
dalam proses berikutnya berevolusi dengan karakter
desentralistis. Ciri utama yang nampak dari praktek
regionalisasi sentralistis adalah prakarsa pembentukan region.
Kasus di luar lokasi penelitian adalah transformasi JABOTABEK
menjadi JABODETABEK. Sedangkan contoh untuk lokasi
penelitian adalah SUBOSUKO menjadi
SUBOSUKAWONOSRATEN, ataupun transformasi manajerial
yang dialami BARLINGMASCAKEB. Pada proses regionalisasi
sentralistis, umumnya dawali perjanian kerjasama antara
pemerintah provinsi dengan provinsi lain atau dengan
kabupaten / kota, sedangkan pada regionalisasi desentralistis
umumnya perjanjian kerjasama hanya diantara kabpaten /
kota terkait.
Ada beberapa faktor kunci berkembangnya
regionalisasi tataruang menjadi kerjasama regional, yakni :
1. Adanya komunikasi lanjut untuk membentuk komitmen
diantara Kabupaten/kota yang tergabung
dalamregionalisasi
2. Ada inisiasi dari pihak ketiga (Perguruan Tinggi, LSM dan
Bakorlin/Pemprov)
3. Adanya konsep manajemen regional yang akan dijadikan
pijakan kerjasama regional
Ringkasan Disertasi, Hardi Warsono, 2009 35
I.3. Dinamika Kerjasama Regional
Kesimpulan atas hasil survai yang bertujuan untuk
mengetahui penilaian pemerintah daerah pada dinamika
lembaga kerjasama regional menunjukkan bahwa pada
umumnya daerah yang tergabung dalam lembaga
kerjasama regional menilai positif keberadaan lembaga
tersebut. Sikap positif ini terlihat dari penilaian bahwa
lembaga kerjasama regional cukup efektif dalam melakukan
promosi daerah. Fokus pada promosi daeHal ini telah sesuai
dengan konsep dikembangkannya regional manajemen
seperti diniatkan semula melalui daedrah ini sesuai program
Regional development Strategic Plan (Red SP). Lembaga
kerjasama seperti Sampan, Barlingmascakeb dan
Subosukawonosraten (melalui PT Solo Raya Promosi)
memfokuskan kegiatan pada aktivitas ini.
Dari lembaga kerjasama yang ada di Jawa Tengah,
hanya Kedungsepur yang tidak fokus pada regional
marketing. Dinamika pada kerjasama Kedungsepur nampak
pada kegamangannya dalam melangkah keaarah regional
management dari intergovernmental relation yang bersifat
koordinatif. Pada lembaga kerjasama regional yang lain yang
memfokuskan pada regional marketing, penilaian pada
kerjasama pembangunan infrastruktur mendapatkan
penilaian kurang dari daerah yang tergabung. Bila dicermati
platform lembaga kerjasama regional di Jawa Tengah yang
ada, belum ada kerjasama yang berbasis pada pelayanan
Ringkasan Disertasi, Hardi Warsono, 2009 36
publik, termasuk pembangunan infrastruktur. Satu-satunya
kelembagaan kerjasama yang ada pada pembangunan
infrastruktur adalah Banjarkebuka yang bersifat sementara
dan telah berakhir dengan telah terbangunnya jalan regional
antara Kabupaten Banjarnegara, Kabupaten Kebumen dan
Kabupaten Pekalongan. Sementara satu-satunya lembaga
yang masih ada yang belum berkonsep regional marketing
yakni Kedungsepur bersifat koordinasi pembangunan dan
belum ada kegiatan pembangunan riil bidang pelayanan
publik, termasuk pembangunan infrastruktur.
Pengetahuan pelaku kerjasama tentang konsep
manajemen regional yang dinilai cukup memadai baru
sebatas pada pelaksana daerah dan pelaksana lembaga
kerjasama sendiri, sedangkan stakeholders lain belum
memadai. Dalam struktur organisasi lembaga kerjasama
umumnya terwadahi dalam Forum Regional yang terdiri dari
para Bupati dan Walikota serta Dewan Eksekutif ataupun
Sekretariat Bersama yang dikelola oleh sekda, asisten I
Tatapraja, Bagian Pemerintahan, dan Bappeda), sedangkan
Pelaksana Lembaga Kerjasama Regional dalam struktur
kelembagaan Kerjasama Regional umumnya dikenal dengan
Regional Manajemen yang terdiri dari 2 atau 3 divisi dan
beberapa staf).
Ringkasan Disertasi, Hardi Warsono, 2009 37
I.4. Stimulan Pembentukan dan Pendinamisasi Kerjasama
Regional
Pada regionalisasi sentralistis prakarsa pemerintah
mendominasi proses. Pada regionalisasi desentralistis ada
beberapa faktor pencetus (stimulan) proses pembentukan,
yakni : (1). Kebutuhan masing-masing daerah untuk saling
bekerjasama (2). Komitmen untuk membentuk kerjasama (3).
Komunikasi dan koordinasi intensif (4). Fasilitasi dan insiasi
konsep manajemen regional, dan (5). Pendampingan dan
kerjasama dengan berbagai pihak (networking).
Pada sebagian besar region hasil regionalisasi berakhir
stagnan. Stagnasi ini diakibatkan oleh beberapa faktor,
seperti halnya pada region yang berhasil menghidupkan
lembaga kerjasama memiliki beberapa faktor pendukung.
Beberapa faktor tersebut antara lain : (1). Keterbatasan
Kemampuan dan Potensi / Disparitas. Pada region yang telah
terbentuk lembaga kerjasama, kesenjangan yang rendah
pada kemampuan dan potensi menunjukkan intensitas
kegiatan yang tinggi (nampak pada Barlingmascakeb dan
Subosukawonosraten), sedangkan pada region yang tinggi
disparitasnya, intensitas kegiatan lembaga juga rendah
(Kedungsepur). Barlingmascakeb dan Subosukawonosraten
berhasil melakukan kegiatan regional marketing yang intensif,
sedangkan Kedungsepur sampai tahun 2007 belum memiliki
aktivitas riil, baru sebatas koordinasi. Sekretariat bersama yang
ditetapkan di Pemkot Semarang pun tidak ada aktivitasnya.
Ringkasan Disertasi, Hardi Warsono, 2009 38
Banyak pihak menilai event Semarang Pesona Asia, yang
melibatkan anggota kerjasama Kedungsepur lebih
merupakan kegiatan Pemkot Semarang, bukan Kedungsepur.
Kabupaten/Kota yang tergabung di Kedungsepur hanya
bersifat dilibatkan. Dapat disimpulkan bahwa bila telah
terbentuk lembaga kerjasama regional, keterkaitan antara
disparitas antar kabupaten/Kota dengan intensitas kegiatan
lembaga sangat nampak. Bila dicermati lanjut ketimpangan
kemampuan ini potensial mengakibatkan dominansi yang
bertentangan dengan prinsip kesetaraan dalam kerjasama
regional. Selama sikap kesetaraan ini dapat dijaga, implikasi
negatif disparitas dapat dieliminir. (2). Komitmen antar
anggota. Pengalaman di Kedungsepur pada event SPA Kota
Semarang menunjukkan bahwa : komitmen yang terbentuk
dengan pembentukan lembaga kerjasama saja tetap kurang
memberikan keberhasilan kerjasama tanpa dibarengi konsep
manajemen kerjasama regional. Hal ini karena ego daerah
dengan kecurigaannya lebih mengemuka dalam
penyelenggaraan kegiatan bersama karena ketidakjelasan
arah kerjasama yang akan dilaksanakan. (3). Kerjasama
dengan lembaga donor. Pengalaman beberapa lembaga
kerjasama menjadi makin kuat dengan kerjasama lembaga
dunia terutama GTZ dari Jerman (terlihat pada
Subosukawonosraten dan Baringmascakeb).
Ringkasan Disertasi, Hardi Warsono, 2009 39
I.5. Faktor Pendukung dan Penghambat Kerjasama Regional
Tabel 1. Faktor Pendukung dan Penghambat Kerjasama Antar Daerah
NO PELAKU PENDUKUNG (inducement factors) PENGHAMBAT
(constraint)
1 PEMERINTAH PUSAT
1. UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah amanat kerjasama antar daerah
2. Surat Edaran Nomor 120/1730/SJ tanggal 13 Juli 2005, : bentuk kerjasama
3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2007 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerja Sama Daerah, dan
4. Permendagri Nomor 69 Tahun 2007 tentang : Kerjasama Pembangunan Perkotaan.
Permendagri No 13 tahun 2006 (yang direvisi dengan Permendagri no 59 Tahun 2007) memberikan dampak psikis berupa ketakutan dan keraguan daerah dalam merintis kerjasama antar daerah.
2 PEMERINTAH PROVINSI
Inisiasi Program melalui Bakorlin Belum adanya payung hukum dan panduan operasional kerjasama antar daerah
3 LEMBAGA PENDAMPING:
1. GTZ (Jerman)
2. Perguruan Tinggi
3. LSM
1. Bantuan teknis 2. Konsep MR 3. Fasilitasi (mediasi, dana,
penyusunan program)
Terbatasnya kesinambungan Pendanaan
4 PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA
1. Kebutuhan kerjasama 2. Komitmen 3. Potensi daerah
Adanya Ego daerah
5 LEMBAGA PELAKSANA KERJASAMA
1. Profesionalitas Regional Manager 2. Konsep Manajemen Regional
-terbatasnya jejaring
Sumber : hasil identifikasi dan analisa
Ringkasan Disertasi, Hardi Warsono, 2009 40
I.6. Format Kerjasama Regional Saat ini
Ada tiga pola region dan kerjasama regional yang
saat ini terjadi di Jawa Tengah, yakni :
1). Keruangan tanpa kerjasama. Region ini memiliki karakter :
tidak terjadi komunikasi, hampir tidak terjadi kerjasama
(kecuali koordinasi sektoral), tidak ada lembaga
kerjasama dan baru tahap identifikasi kebutuhan.
Kerjasama. Jenis region ini meliputi : Purwomanggung :
Purworejo, Wonosobo, Magelang dan Temanggung. 2.
Bergas : Brebes, Tegal dan Slawi 3.Tangkalangka :
Batang, Pekalongan, Pemalang dan kajen , dan 4.
Banglor : Rembang dan Blora serta 5. Wanarakuti:
Juwana, Jepara, Kudus, dan Pati.
2). Kerjasama bersifat koordinatif : memiliki karakter : baru
bersifat Koordinatif meski telah tersusun visi belum
menggunakan konsep management regional, misi,
Platform : sangat makro dan Intensitasitas kegiatan
rendah. Region ini terdiri dari : Kedungsepur : Kendal,
Demak, Ungaran (Kabupaten Semarang), Kota Semarang
dan Purwodadi (Kabupaten Grobogan)
3). Kerjasama dengan konsep manajemen regional. Region
ini memiliki karakter : Digerakkan visi, misi, Dilandasi Konsep
Regional Marketing, Intensitas kegiatan tinggi, dan telah
Teridentifikasi kebutuhan kerjasama pada pelayanan
publik. Region ini terdiri dari : Barlingmascakeb :
stabilitas/ kemapanan struktur) dalam kerjasama antar
daerah. O”Toole meyakini tanpa memperhatikan faktor ini
hubungan kerjasama yang dilakukan tidak akan mampu
meningkatkan kinerja manajerial.
Ada 4 (empat) bentuk networking dari Robert
Agranoffxxxi yang dapat dipilih ketika dua atau lebih daerah
kabupaten / kota akan mengadakan kerjasama. Ke empat
bentuk networking tersebut adalah : (a). information networks:
beberapa daerah dapat membuat sebuah forum tetapi
hanya berfungsi sebagai pertukaran kebijakan, program,
teknologi dan solusi atas masalah-masalah bersama. (b).
developmental networks : antar kabupaten/ kota memiliki
kaitan lebih kuat, karena selain pertukaran informasi juga
dibarengi dengan pendidikan dan pelayanan yang secara
langsung dapat meningkatkan kapasitas informasi daerah
dalam mengatasi masalah di daerah masing-masing. (c).
outreach networks : kabupaten/kota yang tergabung dalam
networking menyusun program dan strategi untuk masing-
masing daerahnya yang diadopsi dan dilaksanakan oleh
Ringkasan Disertasi, Hardi Warsono, 2009 45
daerah lain (biasanya melalui fasilitasi organisasi partner), dan
(d). action networks : daerah-daerah yang menjadi anggota
secara bersama-sama menyusun program aksi bersama,
dilaksanakan bersama atau oleh pelaksana lembaga
kerjasama.
Selain 4 (empat) bentuk networking yang dapat dipilih
oleh daerah yang merintis kerjasama antar daerah secara
umum, bagi daerah yang berdekatan dapat juga
mempertimbangkan 2 (dua) bentuk kelembagaan kerjasama
yang lebih serius (diambil dari pengalaman praktek di
beberapa negara), yakni : intergovernmental relation (IGR)
atau intergovernmental management (IGM yang dibarengi
dengan pengembangan semangat kolaborasi (Thomson).
J.3. Implikasi Metodologis (Methods Implications)
Studi kasus dengan pengkayaan berbagai teknik
pengumpulan data ini memiliki kelebihan dapat menangkap
agregat perbedaan profil dari masing-masing lembaga
kerjasama yang ada secara mendalam. Kedalaman
informasi diperoleh dari variatifnya metode penelusuran yang
dilakukan, yakni menggunakan berbagai teknik
pengumpulan data berupa : indepth interview, penelusuran
berita di mass media (koran, web site), wawancara tidak
langsung (melalui email dan telepon), survai, kesertaan
dalam Forum Pelaku (FPD / Forum Pemerintah Daerah) serta
Ringkasan Disertasi, Hardi Warsono, 2009 46
pendampingan. Kekayaan informasi menjadi kekuatan
penelitian ini.
Banyaknya ragam teknik pengumpulan data juga
membawa kelemahan, yakni : potensial terbawa pada
informasi yang sebenarnya kurang diperlukan (waste data),
akibat lebih lanjut, alur yang dibangun seringkali terganggu
oleh banyaknya informasi. Paling tidak ada dua Implikasi
metodologis pada penelitian selanjutnya. Pertama, perlunya
konsistensi yang lebih ketat pada fenomena yang akan
diungkap. Kedua, luasnya cakupan disertasi membawa
implikasi untuk pembatasan fokus penelitian selanjutnya
(sempit namun mendalam).
Catatan :
i Lihat penjelasan Undang-Undang RI No 25 Tahun 2004 Tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional Pasal 2 ayat (4) huruf a, adalah Pemerintah (Pusat, Provinsi, kabupaten dan Kota), dunia usaha dan masyarakat. Musrenbang dalam sistem perencanaan pembangunan tersebut hanya dilakukan pada tingkat kelurahan, kecamatan, dan Forum SKPD (Satuan Kerja Pemerintah Daerah) baik tingkat kabupaten / kota maupun Provinsi.
ii Lihat Cheema, Shabbir and Dennis Rondinelli, 1983, Decentralization and Development, Beverly Hills, CA : Sage Publications
iii Lihat Djohan, Djohermansyah, 2002, "Fenomena Etnosentrisme Dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah" (makalah dalam Workshop Desentralisasi, Demokratisasi dan Akuntabilitas Pemerintahan Daerah, UNDIP, Semarang
Ringkasan Disertasi, Hardi Warsono, 2009 47
iv Lihat Mc Guire (20060 : Kajian disertasi ini masuk dalam domain
Public Management and Intergovernmental (sesuai klasifikasi Michael McGuire seorang associate professor dalam public and environmental affairs di Universitas Indiana Bloomington).
v Goggin, L., Malcolm, Ann O'M Bowman, James P. Lester and L. J. O'Toole, Jr., 1990, Implementation Theory and Practice Toward a Third Generation, Foresman and Company, Weichhart P., 2002, Globalization Die Globalisierung und ihre Auswirkungen auf die Regionen. In : H. DACHS und R.FLOIMAIR, Hrsg., Salzburger Jahrbuch fur Politik 2001. Salzburg (Schritenreihe des landespresseburos, sunderplublikationen, Nr. 180)Glenview, Illionis London, England
vi Weichhart P., 2002, Globalization Die Globalisierung und ihre Auswirkungen auf die Regionen. In : H. DACHS und R.FLOIMAIR, Hrsg., Salzburger Jahrbuch fur Politik 2001. Salzburg (Schritenreihe des landespresseburos, sunderplublikationen, Nr. 180)Glenview, Illionis London, England
vii Abdurahman, Benjamin, (2005), Pemahaman Dasar Regional Management & Regional Marketing, Instrumen Strategis Pembangunan Wilayah dan Kota dalam Menghadapi Tantangan Globalisasi dan implikasi Pelaksanaan otonomi Daerah, IAP Jateng, Semarang
viii Rustiadi, E., et. All., 2004, Perencanaan Pengembangan Wilayah Konsep Dasar dan Teori, Faperta-IPB,, Bogor
ix Patterson, D.A. 2008. Intergovernmental Cooperation. Albany, NY: New York State Department of State Division of Local Government Services
x Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2001 Edisi Ketiga, Pusat Bahasa
Departemen Pendidikan Nasional, Balai Pustaka, Jakarta
xi Thomson, Ann Marie and James L. Perry (2006), “Collabotration Processes : Inside the Black Box”, paper presented on Public
Ringkasan Disertasi, Hardi Warsono, 2009 48
Administration Review; Dec 2006; 66, Academic Research Library pg.20
xii Wood, Donna, and Barbara Gray, 1991, “Toward a Comprehensive Theory of Collaboration”, Journal of Applied Behavioral Science 27 (2):139-62
xiii Agranoff, Robert, (2003), ”A New Look at the Value-Adding Functions
of Intergovernmental Networks”, Paper presented for Sevent National Public Management Research Conference, Georgetown University, October 9-11, 2003
xiv Richardson, H.W., 1969, Regional Economics, Weidenfeld & Nicholson, London
xv Blair, John P. (1991), Urban and Regional Economics, dalam Iwan Nugroho dan Rochim Dahuri, 2004, Pembangunan Wilayah, Perspektif Ekonomi, Sosial dan Lingkungan, LP3ES, Jakarta
xvi McGuire, Michael, 2006, "Intergovernmental Management : A View From The Bottom", Public Administration Review 66 (5) Page 677-679, September-October 2006
xvii O’Toole, Laurence J., Jr., Meier, Kenneth J., 2004, "Intergovermental Management", Journal of Public Administration Research and Theory, 01 – Oct - 2004
xviii Albrow, Martin, 2005, Birokrasi, Tiara Wacana, Jakarta
xix Rouke, Francis E., 1965, Bureucratic Power in Natioanal Politics, Little Brown, Boston, MA.
Ringkasan Disertasi, Hardi Warsono, 2009 49
xx Heckscher, Charles and Donnellon, Anne (Edt. 1994), The Post Bureaucratic Organization, new perspective on organization change, Sage Publication, thousand Oaks, CA.
xxi Fukuyama, Francise, 1995, Trust, The Social Vertues And The Creation Of
Prosperity, The Free Press, New York, NY xxii Klijn, Erik-Hans and Joop F.M. Koppenjan, 1999, Managing complex
Networks Strategies for The Public Sector, London
xxiii Rendell, E.G., and Yablonsky D. 2006. Intergovernmental Cooperation, Handbook. Harisburg, Pensylvania: Department of Community and Economic Development.
xxv Lihat Pratikno (Ed.), 2007, Kerjasama Antar Daerah : Kompleksitas dan
Tawaran Format Kelembagaan, Jogja Global Media, Yogyakarta. Buku ini banyak menjelaskan tentang format kerjasama antar daerah yang salah satu bahasannya mendeskripsikan praktek kerjasama antar daerah di beberapa negara antara lain : Afrika Selatan, Amerika Serikat, Korea Selatan dan Philipina.
xxvi Henry, N. 1995. Public Administration and Public Affairs. Sixth Edition.
Englewood Cliffs, N.J. : Prentice –Hall.
xxvii Pratikno (Ed.), 2007, op cit.
xxviii Waugh Jr, W.L. and G.Streib. 2006. “Collaboration and Leadership for Effective Emergency Management”. Public Administration Review, 66 (December), pp. 131-140
Ringkasan Disertasi, Hardi Warsono, 2009 50
xxix Jenkins, W.O. 2006. “Collaboration over Adaptation”. Public
Administration Review, 66, 3 (May/June), pp. 319 – 321.
xxx Yin, Roberth K., 1995, Studi Kasus, Desain dan Methode, PT. Raja Grafindo, Jakarta
Ringkasan Disertasi, Hardi Warsono, 2009 51
Bio Data
Ringkasan Disertasi, Hardi Warsono, 2009 52
I. KETERANGAN PRIBADI :
1. Nama Lengkap : HARDI WARSONO
2. Tempat, tanggal lahir : Ngawi, 27 Agustus 1964
3. Agama : Islam
4. Pekerjaan : Dosen Ilmu Adm. Publik- Fisip Undip
5. Istri : Nurwi Mayasri Fitriastuti, S.Sos, MSi
6. Anak : 1. Davin Hardian Naufal Aisy
2. Tansya Hardiani Aqilarahma
7. Alamat Rumah : Jl. Padi III/ B.188-189, Genuk Indah Semarang (Telp. 024 - 6581434) Hp. 08122933583