Page 1
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap tahunnya, sekurang-kurangnya ada 37000 kasus baru dari
karsinoma tiroid di Amerika serikat, menurut National Cancer Institute.
Perempuan lebih beresiko untuk terkena kanker ini dengan rasio 3:1. Kanker
dapat terjadi pada umur berapapun walaupun umumnya pada usia 30an, dan
akan semakin parah gejalanya pada pasien usia tua. Umumnya, pasien
dengan nodul tiroid tidak menimbulkan gejala klinis, yang perlu di ingat
adalah 99% nodul tiroid adalah bukan kanker.
Tumor tiroid merupakan penyakit yang sering ditemukan, pada
umumnya berupa tumor jinak, sebagian kecil berupa karsinoma, jarang
sekali dijumpai sarkoma. Kesulitan terbesar dalam menangani nodul tiroid
adalah dalam memastikan ada tidaknya karsinoma di dalamnya. Ada yang
telah mengumpulkan data sampel tiroid dari hasil otopsi 1116 kasus dari
Jepang, Kanada, Polandia, Kolombia dan Hawaii, ditemukan adanya kanker
tersembunyi pada 5,6-28,4% kasus, yang tertinggi di Jepang.
Karsinoma tiroid berasal dari sel kelenjar tiroid. Karsinoma tiroid
terjadi ketika sel–sel tiroid mengalami mutasi yang menyebabkan
peningkatan pembelahan dan pertumbuhan secara abnormal disertai
penurunan kemampuan untuk apoptosis. Peningkatan sel tiroid yang
abnormal ini membentuk tumor. Sel abnormal kelenjar tiroid ini dapat
menyerbu jaringan sekitarnya serta dapat menyebar ke tubuh lain di luar
daerah leher. Penyebab karsinoma tiroid tidak diketahui secara pasti. Pada
stadium awal, karsinoma tiroid tidak menimbulkan gejala dan tanda pada
penderita. Bila karsinoma tiroid berkembang maka akan menyebabkan
benjolan yang dapat dirasakan pada kulit leher, perubahan suara yang
menjadi lebih serak, sulit menelan, pembesaran kelenjar getah bening di
daerah leher, serta rasa sakit pada kerongkongan dan leher.
Page 2
2
B. Tujuan
Tujuan penulisan referat ini adalah untuk menguraikan hal-hal yang
berkenaan dengan fisiologis dan patologis tiroid. Penulisan referat ini
diharapkan mampumenambah wawasan pembaca mengenai tiroid
Page 3
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Embriogenesis
Tiroid merupakan kelenjar endokrin pertama yang terbentuk pada embrio,
mulai dibentuk pada hari ke 24. Pembentukan ini dimulai dengan suatu
penebalan endoderm pada garis tengah lantai faring antara tuberculum
impar dan copula pada suatu titik yang kemudian dikenal sebagai foramen
caecum. Endoderm ini tumbuh memanjang kebawah membentuk
divertikulum tiroid. Sesuai pertambahan panjang embrio, tiroid turun
kebawah, melewati bagian depan kartilago laring dan tulang hioid. Selama
proses penurunan ini tiroid tetap terhubung dengan asalnya di lidah
melalui saluran sempit duktus tiroglosus sampai tujuannya tercapai di
leher. Pada saatnya duktus tiroglosus akan mengalami degenerasi dan
biasanya komplit pada minggu ke tujuh, namun bisa tertinggal sisa yang
dikenal sebagai kista duktus tiroglosus. Kista ini bisa terdapat dimana saja
sepanjang garis penurunan tiroid. Posisi akhir akan tercapai di depan
trakea pada minggu ke tujuh. Pada akhirnya terbentuk dua lobus dilateral
dan dihubungkan oleh isthmus di tengah. (Sadler T.W, 2005)
Page 4
4
Gambar 2.1 Bagian ventral lengkung faringeal. A. 5 minggu (kira-kira 6
mm). B. 5 bulan. (Sadler T.W. Langman’s Medical Embryology)
Gambar 2.2 A. Tiroid primordium berasal dari suatu epitel divertikulum
pada garis tengah faring caudal dari tuberkulum impar. B. Posisi kelenjar
tiroid pada orang dewasa. Garis putus-putus merupakan jalur turun tiroid.
(Sadler T.W. Langman’s Medical Embryology)
Page 5
5
Tiroid mulai berfungsi diperkirakan pada akhir bulan ketiga,
dimana saat pertama kali folikel tampak berisi koloid. Sel folikuler
menghasilkan koloid yang merupakan sumber tiroksin dan triiodotironin.
(Sadler T.W, 2005)
Sulkus pharingeus ke lima (ultimobranchial body) ikut membentuk
bagian kelenjar tiroid.. Ultimobranchial body ini merupakan asal mula sel
parafolikuler atau sel-C. Parafolikuler atau sel-C ini, menyediakan sumber
kalsitonin. (Sadler T.W, 2005)
B. Anatomi
Kelenjar tiroid organ berbentuk kupu-kupu terletak didepan trakea
setinggi cincin trakea ke dua dan tiga. Kata tiroid berasal dari bahasa
Yunani “thyreos” yang berarti pelindung. Tiroid terdiri dari dua lobus
yang dihubungkan oleh isthmus ditengah. Masing-masing lobus
mempunyai panjang lebih kurang 3-4 cm, lebar lebih kurang 2 cm, dan
hanya beberapa milimeter ketebalan. Tiroid mempunyai hubungan
anatomis yang sangat erat terhadap trakea, sehingga nodul yang berasal
dari aspek posterior kelenjar tiroid biasanya tidak teraba pada pemeriksaan
dengan jari, dan sering luput pada pemeriksaan klinis rutin. Isthmus
menghubungkan ke dua lobus, mempunyai tinggi 12-15 mm. Kadang-
kadang terdapat lobus piramidalis ditengah diatas isthmus (Wartofsky.
Leonard, 2006). Variasi anatomi kelenjar tiroid dan dijumpai dalam
praktek klinik, satu yang paling umum adalah hemiagenesis tiroid dengan
hanya satu lobus dan satu isthmus kelenjar tiroid. Lobus hemiagenesis
tiroid memiliki kemungkinan kelainan yang sama dengan kelenjar tiroid
normal termasuk nodul dan kanker tiroid. (Wartofsky. Leonard, 2006)
Kelenjar tirod diliputi oleh suatu kapsul fibrosa. Nodul yang
terdapat pada parenkim kelenjar juga diliputi kapsul atau pseudokapsul.
Laporan patologi dapat menunjukan adanya invasi suatu tumor melewati
kapsul, dan untuk penentuan stadium, prognosis dan pengelolaan. Ini
penting untuk diketahui apakah terdapat perluasan melewati kapsul
kelenjar sekeliling jaringan peritiroid. Beberapa struktur kunci
Page 6
6
berhubungan dengan kapsul dan harus menjadi perhatian dalam
pembedahan kelenjar tiroid adalah kelenjar paratiroid dan nervus laringeal
rekuren. Ini merupakan bagian penting pada total tiroidektomi pada pasien
kanker tiroid. Kelenjar paratiroid terdapat pada aspek posterior kelenjar
tiroid. Identifikasi dan preservasi kelenjar paratiroid ini penting selama
pembedahan dan dapat menjadi suatu hal yang sulit pada kanker yang
invasiv yang mana dibutuhkan pembedahan ekstensif untuk reseksi yang
komplit, termasuk diseksi leher modifikasi. Monitoring ketat fungsi
kelenjar paratiroid melalui pengukuran kadar kalsium pada periode awal
postoperasi adalah penting untuk mencegah atau pengobatan yang adekuat
terhadap hipoparatiroid postoperasi. (Wartofsky. Leonard, 2006)
Nervus laringeus rekuren merupakan struktur lain yang perlu
diperhatikan. Nervus ini memberikan bagian persarafan yang penting
terhadap laring, dan setiap cedera dapat menimbulkan gejala mulai dari
suara serak sampai stridor hingga membutuhkan suatu trakeostomi.
Nervus laringeus rekuren ini berasal dari nervus vagus dan pada lengkung
aorta kembali menuju atas ke trakeoesopageal groove. (Wartofsky.
Leonard, 2006)
Suplai darah kelenjar tiroid berasal dari dua pasang arteri yang
terletak di lateral. Arteri tiroidea superior berasal dari arteri carotis
eksterna. Arteri tiroidea superior turun ke pole superior kelenjar tiroid, dan
bergabung bersama nervus laringeus superior. Nervus laringeus superior
ini berasal dari ganglion vagus inferior. Sewaktu mendekati laring nervus
laringeus superior terbagi menjadi cabang eksterna dan cabang interna.
Cabang interna mensuplai inervasi sensoris supraglotis laring, dan cabang
eksterna menginervasi muskulus krikotiroid. Ini biasanya
direkomendasikan selama operasi tiroidektomi. Ahli bedah harus meligasi
arteri tiroidea superior sedekat mungkin dengan kelenjar tiroid, untuk
menghindari kerusakan setiap cabang nervus laringeus superior.
(Wartofsky. Leonard, 2006)
Page 7
7
Arteri tiroidea inferior cabang dari trunkus servikalis dan sangat
dekat dengan nervus laringeus rekuren. Kadang-kadang arteri tiroid ima
juga menyediakan suplai darah untuk kelenjar tiroid dan berasal dari
trunkus servikalis atau cabang dari aorta. Aliran vena kelenjar tiroid terdiri
Page 8
8
dari tiga pasang vena; superior, media dan inferior. Vena superior dan
media mengalir ke vena jugularis interna, dan vena inferior beranastomose
dengan vena-vena lain dianterior trakhea dan mengalir ke vena
brakhiosefalika. (Wartofsky. Leonard,2006).
Aliran limfatik sisi lateral kelenjar tiroid mengikuti aliran arteri.
Aliran limfatik sisi lateral, superior mengikuti arteri tiroidea superior
menuju kelenjar limfe servikal profunda atas, dan inferior mengikuti arteri
tiroidea inferior menuju kelenjar limfe servikal profunda bawah. Sisi
medial kelenjar tiroid, superior mengalir menuju kelenjar digastrik,
sedangkan inferior menuju kelenjar pretrakhea dan brakhiosefalika
( Skandalakis, 2004).
C. Fisiologis
Kelenjar tiroid berfungsi untuk pertumbuhan dan mempercepat
metabolisme. Kelenjar tiroid menghasilkan hormon tiroid utama, yaitu
tiroksin (T4). Bentuk aktif hormon ini adalah triyodotironin (T3) yang
sebagian besar berasal dari konversi hormon T4 di perifer, dan sebagian
kecil langsung dibentuk oleh kelenjar tiroid (Sjamsuhidajat R, 2005).
Hormon tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3) dibentuk di sel epitel
(tirosit) yang mengelilingi kelenjar tiroid. Sintesisnya dicapai dalam
beberapa langkah, yang setiap langkahnya dapat mengalami gangguan.
lodin penting dalam sintesis hormon dan harus tersedia dalam makanan.
lodin diambil dari darah dan dibawa kedalam epitel folikel melalui
transporter yang terangkai dengan Na+. Di membran apikal sel, iodin
melewati lumen folikel melalui eksositosis dan dioksidasi di tempat ini
(Silbernagl, 2007).
Pembentukan dan pelepasan T3 dan T4 serta pertumbuhan kelenjar
tiroid dirangsang oleh tirotropin (TSH) dari hipofisis anterior. Pelepasan
selanjutnya dirangsang oleh tiroliberin (TRH) dari hipotalamus. Stress dan
estrogen akan meningkatkan pelepasan TSH, sedangkan glukokortikoid,
somatostatin dan dopamin akan menghambatnya (Silbernagl, 2007).
Karakteristik triioditironin adalah berjumlah lebih sedikit dalam
serum karena reseptornya lebih sedikit dalam protein pengikat plasma di
Page 9
9
serum tetapi ia lebih kuat karena memiliki banyak resptor pada jaringan.
Tiroksin memiliki banyak reseptor pada protein pengikat plasma di serum
yang mengakibatkan banyaknya jumlah hormon ini di serum, tetapi ia
kurang kuat berikatan pada jaringan karena jumlah reseptornya sedikit.
Proses pembentukan hormon tiroid adalah:
a. Proses penjeratan ion iodida dengan mekanisme pompa iodida. Pompa
ini dapat memekatkan iodida kira-kira 30 kali konsentrasinya di dalam
darah;
b. Proses pembentukan tiroglobulin. Tiroglobulin adalah glikoprotein
besar yang nantinya akan mensekresi hormon tiroid;Proses
pengoksidasian ion iodida menjadi iodium. Proses ini dibantu oleh
enzim peroksidase dan hidrogen peroksidase;
c. Proses iodinasi asam amino tirosin. Pada proses ini iodium (I) akan
menggantikan hidrogen (H) pada cincin benzena tirosin. Hal ini dapat
terjadi karena afinitas iodium terhadap oksigen (O) pada cincin
benzena lebih besar daripada hidrogen. Proses ini dibantu oleh enzim
iodinase agar lebih cepat.
d. Proses organifikasi tiroid. Pada proses ini tirosin yang sudah
teriodinasi (jika teriodinasi oleh satu unsur I dinamakan
monoiodotirosin dan jika dua unsur I menjadi diiodotirosin)Proses
coupling (penggandengan tirosin yang sudah teriodinasi). Jika
monoiodotirosin bergabung dengan diiodotirosin maka akan menjadi
triiodotironin. Jika dua diiodotirosin bergabung akan menjadi
tetraiodotironin atau yang lebih sering disebut tiroksin.
Hormon tiroid tidak larut dalam air jadi untuk diedarkan dalam
darah harus dibungkus oleh senyawa lain, dalam hal ini tiroglobulin.
Tiroglobulin ini juga sering disebut protein pengikat plasma. Ikatan
protein pengikat plasma dengan hormon tiroid terutama tiroksin sangat
kuat jadi tiroksin lama keluar dari protein ini. Sedangkan triiodotironin
lebih mudah dilepas karena ikatannya lebih lemah (Guyton, 2006).
Page 10
10
D. Mekanisme Hormon Tiroid
Mekanisme pembentukan hormon tiroid
Glandula tiroid mengandung banyak folikel tirod, bebrbentuk
saluran dan dilapisi oleh sel epitel kuboidal. Di dalam saluran tersebut
terdapat cairan koloid. Anyaman kapiler mengelilingi folikel berfungsi
untuk nutrisi, regulasi hormon dan pengeluaran produk metabolit dari
glandula tirodi. Sel folikel menghasilkan protein tiroglobulin yang
disekrrsikan ke dalam lumen folikel. Tiroglobulin mengandung asam
amino tirosin. Hormon tiroid mengandung 59-65% unsur iodin. Iodin
memasuiki tubuh melalui makanan atau air sebagai ion iodida/iodat dan
sampai ke glandula tiroid melalui aliran darah. Dalam lambung, ion iodat
diubah menjadi ion iodida (I-). Anjuran asupan iodin adalah 150 µg/hari.
Apabila asupan < 50 µg/hari, maka kelenjar ini tidak mampu untuk
mempertahankan sekresi hormon secara adekuat, dan akibatnya timbul
hipertrofi tiroid (goiter) dan hipotiroidisme. I- dimetabolisme di hepar dan
diekskresikan melalui ginjal serta saluran cerna (Martini, 2008).
Page 11
11
Gambar. Struktur histologist folikel tiroid yang tersusun atas sel kuboid selapis
sebagai dinding folikel dengan lumen berisi koloid, serta aliran kapiler
di ruang antar folikel.
Faktor utama yang mengkontrol laju pengeluaran hormon tiroid
adalah TSH. TSH menstimulasi semua langkah-langkah pembentukan dan
pengeluaran hormon tiroid. TSH berikatan dengan reseptor membrane dan
dengan menstimulasi adenylate cyclase, TSH mampu mengaktivasi enzim
utama yang memulai proses pembentukan hormon. Dalam kelenjar tiroid,
terdapat transport aktif dari ion iodida serum melintasi mmbran basalis sel
tiroid. Tiroid mengambil sekitar 115 µg/hari ion iodida. 75 µg digunakan
untuk sintesis hormon dan disimpan dalam tiroglobulin, sisanya kembali
ke dalam pool cairan ekstraseluler (Greensoan et al., 2004).
Sintesis T4 dan T3 oleh kelenjar tiroid melibatkan 6 langkah utama, yakni:
1) Transport aktif dari ion idida (I-)melewati membrane basalis ke dalam
sel tiroid (trapping of iodida)
Proses ini membutuhkan energy yang berasal dari Na+-K+-ATPase dan
dirangsang oleh TSH dan antibodi perangsang reseptor TSH (yang
ditemukan pada penyakit Grave). Proses trapping ini dapat diinhibisi
oleh ion-ion seperti ClO4-, SCN-, NO3
-, TcO4-, sehingga preparat
Page 12
12
kalium perklorat dan kalium tiosianat dapat digunakan untk terapi
hipertiroidisme yang ditimbulkan iodida (Greensoan et al., 2004).
2) Oksidasi dari iodida dan iodinasi dari residu tirosil dalam tiroglobulin
Di dalam sel tiroid, iodida dioksidasi dengan cepat oleh H2O2,
dikatalisasi oleh tiroperoksidase, dan diubah menjadi suatu perantara
aktif (iodin, I+) yang digabungkan ke dalam residu tirosil dalam
tiroglobulin. H2O2 ini dibangkitkan oleh NADPH dengan adanya Ca2+,
dan proses ini distimulasi oleh TSH. Iodinisasi terjadi di sel tiroid
apikal. Setelah itu, terjadi penggabungan 1 atau 2 ke tirosin (bagian
dari tiroglobulin), dan proses penggabungan in terjadi di lumen folikel
(Greensoan et al., 2004).
3) Penggabungan molekul iodotirosin dalam tiroglobulin membentuk T3
dan T4
Penggabungan iodotirosin dalam tiroglobulin juga dikatalisasi oleh
peroksidase tiroidal. Di dalam tiroglobulin, dua molekul di-iodotirosil
(DIT) akan mengadakan penggabungan membentuk T4. Satu
monoiodotirosil (MIT) ditambah DIT akan membentuk T3. Satu
molekul tiroglobulin mengandung 4-8 molekul T3 atau T4 atau
keduanya. Obat-obatan tiokarbamid (propiltiourasil, metimazol dan
karbimazol merupakan inhibitor poten peroksidase tiroidal dan akan
menghambat dintesis hormon tiroid (Martini, 2008).
4) Proteolisis tiroglobulin dengan pelepasan iodotirosin dan iodotironin
bebas
Enzim lisosimal disintesis reticulum endoplasmic kasar dan dikemas
oleh badan golgi ke dalam lisosom. Struktur ini dikelilingi membrane
dan berisi enzim proteolitik (protease, endopeptidase, fosfatase, dan
lain-lain). Lisosom berfusi dengan vesikel yang mengandung
tiroglobulin dari lumen folikel (mengalami endositosis), sehingga
terjadi hidrolisis tiroglobulin dan pelepasan T3, T4, DIT, MIT,
asamamino ke dalam sitoplasma sel folikel. Hormon T3 merupakan
hormon yang lebih aktif, sehingga seringkali dalam kondisi tertentu
T4 diubah menjadi T3 di sini. Proses ini distimulasi oleh TSH dan
Page 13
13
dapat diinhibisi oleh kelebihan iodida dan litium (missal : litium
karbonat, sebagai terapi manic-depresif). Sejumlah keci tiroglobulin
yang tidak terhidrilisis juga dilepaskan oleh sel tirodi dan meningkat
dengan nyata pada keadaan tiroiditis akut, hipertiroidisme atau goiter
akibat TSH, kanker tiroid papilaris atau folikular, sehingga dapat
dijadikan marker keganasan (Grace et al., 2006).
5) Deiodinasi dari iodotirosin dalam sel tiroid
MIT dan DIT dideiodinasi oleh deiodinase intratiroidal. Enzim ini
merupakan flavoprotein yang ditemukan pada mitokondria dan
mikrosom, Enzi mini hanya melakukan aksinya pada MIT dan DIT,
tidak pada T3 dan T4 (Gardjito, 2005).
6) T3 dan T4 dilepaskan ke dalam sirkulasi, secara difusi melalui
membrane basalis sel folikel. Sekitar 90% sekresi tiroid berupa T4
(Greensoan et al., 2004)
Gambar. Proses pembentukan dan pengeluaran hormon tiroid dari folikel tiroid.
Page 14
14
7) Sekitar 75% T4 dan 70% T3 kemudian berikatan dengan protein
transport yang disebut tyroid binding globulins (TBGs), sisanya
berikatan denga trasthyretin (thyroid binding pre-albumain, TBPA)
atau berikatan dengan albumin.Hanya sekita 0,3 % dari T4 dan 0,003
% dari T3 yang disirkulasikan dalam bentuk bebas untuk kemudian
berdifusi di jaringan perifer (Greensoan et al., 2004).
Mekanisme kontrol fungsi tiroid
1) Defek congenital (dishormogenesis)
Defek yang diturunkan ini dapat terjadi pada semua tahapan
pembentukan dan pelepasa hormon tiroid. Pasien ditemukan dengan
pembesaran tiroid/goiter, hipotiroidisme ringan sampai berat (serum
T3 dan T4 yang rendah) dan TSH serum yang meningkat (Gardjito,
2005).
Gambar. Defek congenital yang menyebabkan hipotiroidisme.
Page 15
15
2) Sumbu hypothalamus-hipofisis-tiroid
Thyrotropin Releasing Hormon (TRH) disintesis di nucleus supraoptik
dan supraventrikular hypothalamus dan kemudian diangkuta melalui
sistem porta hipofisis menuju hipofisis anterior. Di hipofisis anterior,
TRH menstimulasi sekresi thyroid stimulating hormon (TSH). Kadar
TRH dan sekaligus TSH dipengaruhi irama sirkadian, dimana terjadi
serum puncak pada tengah malam dan jam 4pagi. Irama ini dikontrol
oleh generator pulsatil hypothalamus. TSH merupakan faktor utama
yang mengendalikan sintesis dan pengeluaran T3-T4. Efek ini dicapai
setelah terjadinya ikatan antara TSH dengan reseptor TSH spesifik
pada membrane tiroid. Selain berfungsi mengendalikan sintesis dan
pengeluaran hormon tiroid, TSH berfungsi untuk mengatur
pertumbuhan sel tiroid. Masing-masing sel tiroid bertambah
ukurannya, vaskularisasi meningkat, dan setelah beberapa waktu
timbul pembesaran tiroid atau goiter (Martini, 2008).
Gambar. Hypothalamus-hypophysis-tyroid axis.
Kadar serum TSH adalah sekitar 0,5 – 5 mU/L dan dapat meningkat
pada orang-orang pasca menopause, TSH-secreting pituitary tumor,
dan hipotiroid. Dua faktor endogen yang mengendalikan sintesis dan
Page 16
16
pelepasan TSH adalah TRH dan T3-T4. Sintesis ditingkatkan oleh
keadaan T3-T4 yang rendah, sehingga memberikan positive feedback
pada hypothalamus untuk mengeluarkan TRH yang pada akhirnya
meningkatkan sekresi TSH. Keadaan T3-T4 yang tinggi akan
meberikan negative feed back kepada hypothalamus, sehingga
mengurangi sekresi TRH dan mengurangi sekresi TSH. Terdapat pula
faktor eksogen berupa obat-obatan yang dapat menghambat sekresi
TSH, yakni dopamin, somatostatin, agonis dopamine seperti
bromokriptin dan glukokortikoid. Lesi atau tumor destruktif pada
hypothalamus maupun hipofisis anterior dapat mengganggu sekresi
TRH dan TSH dengan destruksi sel-sel sekretori. Hal ini
menyebabkan hipotiroidsime sekunder akibat destruksi pada hipofisis
atau hipitroidsime tersier apabila destruksi terjadi pada hypothalamus
(Greensoan et al., 2004).
Gambar. Positive dan negative feedback pada pengaturan sekresi hormon
tiroid.
Page 17
17
3) Suplai iodida
a. Kekurangan iodin
Diet rendah iodida menyebabkan penuruna produksi hormon tiroid,
dan meningkatkan TSH. Pada orang dewasa, hal ini dapat
menyebabkan goiter, sedangkan pada neonates akan menyebabkan
kretinisme. Adaptasi yang terjadi dapat melibatkan peningkatan
sintesis T3 relatif terhadap T4 dan 5’ deiodinisasi intratiroidal dari
T4 menjadi T3, sehingga kadar T4 turun, kadar T3 naik dan tentu
daja TSH juga naik (Martini, 2008).
b. Kelebihan iodin
Pada asupan iodida yang berlebih, dapat terjadi peningkatan
hormogenesis hingga dicapai kadar kritis. Pada titik ini terjadi
inhibisi hormogenesis (efek Wolff-Chaikoff) akibat inhibisi
pembangkitan H2O2 oleh kandungan I- intratiroidal yang tinggi.
Jika kelenjar tidak mampu melakukan adaptasi ini (seperti pada
tiroiditis autoimun), akan timbul hipotiroidisme akibat iodida. Pada
beberapa pasien, suatu beban iodida akan menimbulkan
hipertiroidisme (efek Jode-Basedow), misalnya pada penyakit
grave, goiter multinodular atau pada mereka yang sebelumnya
memiliki kelenjar tiroid yang normal (Gardjito, 2005).
4) Stimulasi/inhibisi oleh autoantibodi reseptor TSH
Kemampuan alimfosit B untuk mensintesis antibodi reseptor TSH
yang dapat mengahmbat aksi TSH ataupun menirukan aktivitas TSH
dengan berikatan pada respetor-reseptor TSH memberikan suatu
bentuk pengaturan tirok melalui sistem imun (Greensoan et al., 2004).
Manisfestasi klinis dan patofisiologi hipo dan hipertiroid
Hormon tiroid mempengaruhi status metabolik dan mengaktivasi saraf
simpatis. Oleh sebab itu, berbagai manifestasi klini yang muncul pada
pasien-pasien hipertiroid merupakan akibat dari meningkatnya aktivitas
metabolik dan aktivasi saraf simpatis. Pada hipotiroid terjadi sebaliknya,
aktivitas metabolik dan saraf simpatis disupresi, sehingga menimbulkan
Page 18
18
manifestasi klini yang berlawanan dengan keadaan hipertiroid (Grace et
al., 2006).
.
Gambar. Patofisiologi hipertiroid
Page 19
19
Gambar. Manifestasi klinis hiper dan hipotiroid.
E. Hipotiroid
Hipotiroidisme adalah suatu keadaan di mana efek hormon tiroid di
jaringan kurang (contoh pada defisiensi yodium tiroid justru bekerja
keras). Secara klinis dikenal 1. Hipotiroidisme sentral, karena kerusakan
hipofisis/hipotalamus; 2. Hipotiroidisme primer apabila yang rusak
Page 20
20
kelenjar tiroid dan 3. Karena sebab lain : sebab farmakologis, defisiensi
yodium, kelebihan yodium dan resistensi perifer.
Hipotiroidisme lebih dominan pada wanita. Dibedakan
hipotiroidisme klinis dan hipotiroidisme subklinik. Hipotiroidisme klinik
ditandai dengan kadar TSH tinggi dan kadar fT4 rendah, sedangkan pada
hipotiroidisme subklinis ditandai dengan TSH tinggi dan kadar fT4
normal, tanpa gejala atau ada gejala sangat minimal.
Hipotiroidisme dibedakan atas hipertiroidisme sentral dan primer.
Berbagai penyebab terjadinya hipotiroidisme dapat dilihat pada tabel ini:
Penyebab Hipotiroidisme Primer (HP) dan Hipotiroidisme Sentral (HS)
Penyebab Hipotiroidisme
Sentral (HS)
Penyebab Hipotiroidisme Primer (HP)
Hipotiroidisme Sepintas (‘transient’)
Lokalisasi hipofisis atau hipotalamus
1. tumor, infiltrasi tumor,
2. nekrosis iskemik (sindrom Sheehan pada hipofisis)
3. iatrogen (radiasi, operasi)
4. infeksi (sarcoidosis, histiosis)
1. hipo atau agenesis kelenjar tiroid
2. destruksi kelenjar tiroida.pasca radiasib. tiroiditis
autoimun, Hashimoto
c.tiroiditis De Quervain
d. postpartum tiroiditis
3. atrofi (berdasarkan autoimun)
4. dishormonogenesis sintesis hormon
5. hipotiroidisme transien (sepintas)
1. Tiroiditis de Quervain
2. Silent thyroiditis3. Tiroiditis
postpartum4. Hipotiroidisme
neonatal sepintas
Page 21
21
Patofisiologi
Patofisiologi hipotiroidisme didasarkan atas masing-masing penyebab
yang dapat menyebabkan hipotiroidisme, yaitu :
1. Hipotiroidisme Sentral (HS)
Apabila gangguan faat tiroid terjadi karena kegagalan hipofisis,
maka disebut hipotiroidisme sekunder (HS), sedangkan jika
kelainannya terletak di hipotalamus disebut hipotiroidisme tersier.
50% HS terjadi karena tumor hipofisis. Keluhan klinis tidak hanya
karena desakan tumor, gangguan visus, sakit kepala, tetapi juga
karena produksi hormon yang berlebih (ACTH penyakit Cushing,
hormon pertumbuhan akromegali, prolaktin galaktorea pada wanita
dan impotensi pada pria). Urutan kegagalan hormon akibat desakan
tumor hipofisis lobus anterior adalah gonadotropin, ACTH,
hormon hipofisis lain, dan TSH.
2. Hipotiroidisme Primer (HP)
Hipogenesis atau agenesis kelenjar tiroid. Hormon berkurang
akibat anatomi kelenjar. Jarang ditemukan, tetapi merupakan
etiologi terbanyak dari hipotiroidisme kongenital di negara barat.
Kerusakan tiroid dapat terjadi karena:
a. Pasca operasi : Strumektomi dapat parsial, subtotal, atau
total. Tanpa kelainan lain. Strumektomi subtotal M.Graves
sering menjadi hipotiroidisme dan 40% mengalaminya dalam
10 tahun, baik karena jumlah jaringan dibuang tetapi juga
akibat proses autoimun yang mendasarinya.
b. Pasca Radiasi : Pemberian RAI (Radioactive Iodine) pada
hipertiroidisme menyebabkan lebih dari 40-50% pasien
menjadi hipotiroidisme dalam 10 tahun. Tetapi pemberian RAI
pada nodus toksik hanya menyebabkan hipotiroidisme sebesar
<5%.
c. Tiroiditis autoimun : disini terjadi inflamasi akibat proses
autoimun, dimana berperan antibodi antitiroid, yaitu Ab
Page 22
22
terhadap fraksi tiroglobulin atau fraksi mikrosomal. Kerusakan
yang luas dapat menyebabkan hipotiroidisme.
d. Karsinoma : kerusakan tiroid karena karsinoma
primer/sekunder, amat jarang.
e. Tiroiditis subakut : (De Quervain) Nyeri di kelenjar/sekitar,
demam, menggigil. Etiologi yaitu virus. Akibat nekrosis
jaringan, hormon merembes masuk sirkulasi dan terjadi
tirotoksikosis (bukan hipertiroidisme). Penyembuhan didahului
dengan hipotiroidisme sepintas.
f. Dishormogenesis : Ada defek pada enzim yang berperan pada
langkah-langkah proses hormogenesis. Keadaan ini diturunkan,
bersifat resesif. Apabila defek berat maka kasus sudah dapat
ditemukan pada skrining hipotiroidisme neonatal, namun pada
defek ringan, baru pada usia lanjut.
3. Hipotiroidisme sepintas.
Hipotiroidisme sepintas (transient) adalah keadaan hipotiroidisme
yang cepat menghilang. Kasus ini sering dijumpai. Misalnya pasca
pengobatan RAI, pasca tiroidektomi subtotalis. Pada tahun pertama
pasca operasi morbus Graves, 40% kasus mengalami
hipotiroidisme ringan dengan TSH naik sedikit. Sesudah setahun
banyak kasus pulih kembali, sehingga jangan tergesa-gesa
memberi substitusi. Pada neonatus di daerah dengan defisiensi
yodium keadaan ini banyak ditemukan, dan mereka beresiko
mengalami gangguan perkembangan saraf.
Pengaruh Obat Farmakologis
Dosis OAT (Obat Anti Tiroid) berlebihan menyebabkan
hipotiroidisme. Dapat juga terjadi pada pemberian litium karbonat pada
pasien psikosis, terlebih kalau AM/AT-antibodi pasien (+). Hati-hatilah
menggunakan fenitoin dan fenobarbital sebab meningkatkan metabolisme
tiroksin di hepar. Kelompok Kolestiramin dan kolestipol dapat mengikat
hormon tiroid di usus. Defisiensi yodium berat serta kelebihan yodium
kronis menyebabkan hipotiroidisme dan gondok, tetapi sebaliknya
Page 23
23
kelebihan akut menyebabkan IIT (iodine induced thyrotoxcisos). Penyebab
lain : sitokin (IF-α, IL-2), aminoglutamid, etiomida, sulfonamid, sigaret,
lingual tiroid. Untuk ini kasus dengan hepatitis virus C yang diobati
dengan IFα- perlu diperiksa status tiroidnya.
Bahan farmakologis yang menghambat sintesis hormon tiroid yaitu
tionamid (MTU, PTU, karbimazol), perklorat, sulfonamid, yodida (obat
batuk, amiodaron, media kontras Ro, garam litium) dan yang
meningkatkan katabolisme/penghancuran hormon tiroid : fenitoin,
fenobarbitol, yang menghambat jalur enterohepatik hormon tiroid :
kolestipol dan kolestiramin.
Gejala Serta Tanda Hipotiroidisme
Gejala hipotiroidisme dapat dibedakan menjadi 2 kelompok :
1. Yang bersifat umum karena kekurangan hormon tiroid di jaringan
2. Spesifik, disebabkan karena penyakit dasarnya. (tabel.4)
Keluhan utama yaitu kurang energi, manifestasinya sebagai lesu,
lamban bicara, mudah lupa, obstipasi. Metabolisme rendah menyebabkan
bradikardia, tak tahan dingin, berat badan naik dan anoreksia. Psikologis :
depresi, meskipun nervositas dan agitasi dapat terjadi. Reproduksi :
oligomenorea, infertil, aterosklerosis meningkat. Semua tanda di atas akan
hilang dengan pengobatan. Ada tambahan keluhan spesifik, terutama pada
tipe sentral. Pada tumor hipofisis mungkin ada gangguan visus, sakit
kepala, muntah. Sedangkan dari gagalnya fungsi hormon tropiknya,
misalnya karena ACTH kurang, dapat terjadi kegagalan faal korteks
adrenal dan sebagainya.
Page 24
24
Menegakkan Diagnosis
Sebaiknya diagnosis ditegakkan selengkap mungkin : diagnosis
klinis-subklinis, primer-sentral, kalau mungkin etiologinya. Karena
sebagian besar etiologi hipotiroidisme adalah HP, kemungkinan HP kecil
apabila dijumpai TSH normal. Pada wanita hamil (termasuk pengguna
kontrasepsi oral) karena perubahan pada TBG, memeriksa TSH, fT4 dan
fT3 merupakan langkah tepat. Kadang fT4 wanita hamil agak naik sehingga
memeriksa fT3 masih relevan. Apabila memungkinkan wanita hamil
dengan hipotiroidisme diperiksa juga antibodi (anti-Tg-Ab, anti-AM-Ab).
Pemeriksaan Diagnostik
Tes-tes laboratorium yang digunakan untuk memastikan
hipotiroidisme antara lain: kadar tiroksin dan triyodotironin serum yang
rendah, BMR yang rendah, dan peningkatan kolesterol serum. Kadar TSH
serum mungkin tinggi mungkin pula rendah, bergantung pada jenis
hipotiroidisme.
Laboratorium
Pemeriksaan darah yang mengukur kadar HT (T3 dan T4), TSH,
dan TRH akan dapat mendiagnosis kondisi dan lokalisasi masalah di
tingkat susunan saraf pusat atau kelenjar tiroid. Pemeriksaan laboratorium
Page 25
25
untuk mengetahui fungsi tiroid biasanya menunjukkan kadar T4 yang
rendah dan kadar TSH yang tinggi.
Radiologis
USG atau CT scan tiroid (menunjukkan ada tidaknya goiter), X-
foto tengkorak (menunjukkan kerusakan hipotalamus atau hipofisis
anterior), dan Tiroid scintigrafi. Pemeriksaan radiologi rangka
menunjukkan tulang yang mengalami keterlambatan dalam
pertumbuhan,disgenesisepifis dan keterlambatan perkembangan gigi.
Pencegahan
Diet
Makanan yang seimbang dianjurkan, antara lain memberi cukup
yodium dalam setiap makanan. Tetapi selama ini ternyata cara kita
mengelola yodium masih cenderung salah. Yodium mudah rusak pada
suhu tingggi. Padahal kita selama ini memasak makanan pada suhu yang
panas saat menambah garam yang mengandung yodium, sehingga yodium
yang kita masak sudah tidak berfungsi lagi karena rusak oleh panas. Untuk
itu, sebaiknya kita menambahkan garam pada saat makanan sudah panas
dan cukup dingin sehingga tidak merusak kandungan yodium yang ada
pada garam.
Selain itu, makan-makanan yang tidak mengandung pengawet juga
diperlukan. Asupan kalori disesuaikan apabila BB perlu di kurangi.
Apabila pasien mengalami letargi dan defisit perawatan diri, perawat perlu
memantau asupan makanan dan cairan.
Aktivitas
Kelelahan akan menyebabkan pasien tidak bisa melakukan
aktivitas hidup sehari-hari dan kegiatan lainnya. Kegiatan dan istirahat
perlu diatur agar pasien tidak menjadi sangat lelah. Kegiatan ditingkatkan
secara bertahap.
Pengunaan Obat
Pada masa kehamilan hindari penggunaan obat-obatan antitiroid
secara berlebihan, yodium profilaksis pada daerah-daerah endemik,
diagnosis dini melalui pemeriksaan penyaringan pada neonatus.
Page 26
26
Gejala klinik Hipotiroid
Gejla Hipotiroidisme pada Bayi dan neonatus
Seringkali pada minggu-minggu pertama setelah lahir, bayi
nampak normal atau memperlihatkan gejala tidak khas seperti kesulitan
bernafas, bayi kurang aktif, malas menetek, ikterik berkepanjangan, hernia
umbilikalis, kesulitan buang air besar, kecenderungan mengalami
hipotermi. Bila tidak segera diobati (sebelum bayi berumur 1 bulan) akan
terlihat gejala hambatan pertumbuhan dan perkembangan anak
berpenampilan jelek. Tubuh pendek (cebol), muka hipotiroid yang khas,
muka sembam, lidah besar, bibir tebal, hidung pesek, mental terbelakang,
bodoh (IQ dan EQ rendah),kesulitan bicara. Gambaran klinis klasik (lidah
besar, suara tangisan serak, wajah sembab,hernia umbilikalis, hipotonia,
klit belang belang, akral dingin,letargi) tidak jelas.
Gejala Hipotiroidisme pada bayi
Gejala Hipotiroid Pada anak- anak
Dengan goiter maupun tanpa goiter, Goiter adalah pembesaran
pada kelenjar tiroid Gangguan pertumbuhan (kerdil), Gangguan
perkembangan motorik, mental, gigi, tulang, dan pubertas. Ganguan
perkembangan mental permanen terutama bila onset terjadi sebelum umur
3 tahun, Aktivitas berkurang, lambat. Kulit kering. Miksedema, Tekanan
darah rendah, metabolisme rendah.
Page 27
27
Efek hipotiroid pada anak dan balita
a. Anak yang dilahirkan dari ibu yang tidak mendapat pengobatan. Anak
ini memiliki resiko cacat mental termasuk gangguan konsentrasi dan
verbal.
b. Efek hipotiroid selama masa balita. Walaupun sementara, pada kasus
yang berat dapat menyebabkan gangguan perkembangan neurologist
dan mental.
c. Bayi yang dilahirkan dengan hipotiroid congenital. Harus segera
mendapat pengobatan untuk mencegah retardasi mental, pertumbuhan
yang terhambat, dan perkembanagan abnormal lainnya ( sindrom yang
disebut kretinisme). Sudah diperkirakan bahwa anak yang tidak diobati
akan mengalami penurunan IQ tiga hingga lima poin per bulan selama
tahun pertama. Tetapi walau bagaimanapun, bahakn dengan terapi awal,
gangguan ringan dalam hal memori, perhatian, dan perkembangan
mental dapat tetap ada hingga dewasa.
Efek yang terjadi bila onset hipotiroid > 2 tahun. Ancaman mental
retardasi berkurang namun pertumbuhan fisik menjadi lebih pelan dan
pertumbuhan gigi jadi terlambat.
Gejala hipotiroid pada dewasa
Manifestasi klinis hipotiroidisme bentuk dewasa antara lain lelah,
suara parau, tidak tahan dingin dan keringat berkurang, kulit dingin dan
kering, wajah membengkak dan gerakan lamban, berat badan meningkat
walaupun nafsu makan rendah, aktivitas motorik dan intelektual lambat,
dan relaksasi lambat dan refleks tendon dalam, mengalami nyeri otot,
nyeri atau pembengkakan pada otot, rambut gampang rontok, kuku tangan
dan kaki rapuh, penurunan libido, depresi, sembelit.
Perempuan yang menderita hipotiroidisme sering mengeluh
hipermenore yaitu Perdarahan haid lebih banyak dari normal atau lebih
lama dari normal (lebih dari 8 hari)
Page 28
28
Komplikasi
a. Koma myxedema, merupakan komplikasi yang mengancam jiwa bila
hipotiroid tidak diobati. Gejalanya antara lain meliputi penurunan
suhu tubuh yang drastis (hypothermi), delirium, penurunan fungsi
paru, perlambatan denyut jantung, konstipasi, retensi urin, kejang,
stupor dan akhirrnya koma. Jarang terjadi, tetapi lebih sering
ditemukan pada pasien yang mendapat paparan stresss yang berat,
seperti infeksi, operasi, atau cuaca yang terlalu dingin. Obat-obatan
tertentu ( seperti sedative, penghilang nyeri, amiodarone, narkotik dan
litium) dapat meningkatkan resiko.Tingkat mortalitas tinggi (30-60%)
terutama pada orang tua dan penderita hipoternia persisten atau
kelainan jantung.
b. Suppurative Thyroiditis. Biasanya diawali dengan infeksi saluaran
nafas atas. Gejala meliputi demam, nyeri leher, rash, dan kesulitan
mengunyah dan berbicara.
Pengobatan Hipotiroidisme
Yang perlu diperhatikan adalah a). Dosis awal b). Cara menaikkan
dosis tiroksin. Tujuan pengobatan hipotiroidisme ialah : 1). Meringankan
keluhan dan gejala; 2). Menormalkan metabolisme; 3). Menormalkan TSH
(bukan mensupresi); 4). Membuat T3 (dan T4) normal; 5). Menghindarkan
Page 29
29
komplikasi dan risiko. Beberapa prinsip dapat digunakan dalam
melaksanakan subtitusi : (a) Makin berat hipotiroidisme, makin rendah
dosis awal dan makin landai peningkatan dosis, (b) Geriatri dengan angina
pektoris, CHF, gangguan irama, dosis harus hati-hati.
Prinsip subtitusi ialah mengganti kekurangan produksi hormon
tiroid endogen pasien. Indikator kecukupan optimal sel ialah kadar TSH
normal. Dosis supresi tidak dianjurkan, sebab ada risiko gangguan jantung
dan densitas mineral. Tersedia L-tiroksin(T4), L-triiodotironin (T3),
maupun pulvus tiroid. Pulvus tak digunakan lagi karena efeknya sulit
diramalkan. T3 tidak digunakan sebagai subtitusi karena waktu paruhnya
pendek hingga perlu diberikan beberapa kali sehari. Obat oral terbaik ialah
T4. Akhir-akhir ini dilaporkan bahwa kombinasi pengobatan T4 dengan T3
(50 μg T4 diganti 12.5 μg T3) memperbaiki mood dan faal neuropsikologis.
Tiroksin dianjurkan di minum pagi hari dalam keadaan perut
kosong dan tidak bersama bahan lain yang mengganggu sarapan dari usus.
Contohnya pada penyakit sindrom malabsorbsi, short bowel syndrome,
sirosis, obat (sukralfat, aluminium hidroksida, kolestiramin, formula
kedele, sulfas ferosus, kalsium karbonat. Dilantin, rifampisin, fenobarbital
dan tegretol meningkatkan ekskresi empedu. Dosis rerata subtitusi L-T4
ialah 112 μg/hari atau 1.6 μg/kg BB atau 100-125 mg sehari. Untuk L-T3
25-50 μg. Kadar TSH awal seringkali dapat digunakan patokan dosis
pengganti: TSH 20 g uU/ml butuh 50-75 μg tiroksin sehari, TSH 44-75
uU/ml butuh 100-150 μg. Sebagian besar kasus butuhkan 100-200 μg L-T4
sehari.
Hipotiroidisme Subklinis (HSK)
Disebut demikian kalau TSH naik, kadar hormon tiroid dalam
batas normal. Umumnya gejala dan tanda tidak ada atau minimal. Banyak
ditemukan pada wanita usia lanjut. Akibat jangka panjangnya yaitu
hiperkolesterolemia dan menurunnya faal jantung. Masih ada kontrovensi
tentang diobati kasus hipotiroidisme subklinis ini. Pengalaman
menunjukkan subtitusi tiroksin pada kasus dengan TSH > 10 mU/ml
memperbaiki keluhan dan kelainan objektif jantung. Dosis harus
Page 30
30
disesuaikan apabila pasien hamil. Untuk mencegah krisis adrenal pada
pasien dengan insufisiensi adrenal, glukokortikoid harus diberikan terlebih
dahulu sebelum terapi tiroksin.
Pemberian subtitusi tiroksin pada usia lanjut harus berhati-hati,
mulai dengan dosis kecil, misalnya 25 mg sehari dan ditingkatkan perlaha-
lahan untuk menghindari terjadinya fibrilasi maupun gagal jantung. Harus
lebih hati-hati pada mereka dengan hipotiroidisme berat dan lama.
1. Tiroiditis Hashimoto
Tiroiditis berasal dari kata tiroid yaitu kelenjar tiroid sedangkan –
itis menandakan adanya proses peradangan (inflamasi) dengan beragam
penyebab. Bila dilihat dari aspek waktu kejadian maka tiroiditis dibagi
menjadi tiroiditis akut (muncul mendadak atau durasi penyakit singkat),
tiroiditis subakut (antara akut dan kronik) dan tiroiditis kronik (durasi
penyakit lama).
Berdasarkan penyebabnya, tiroiditis dibagi menjadi tiroiditis
karena infeksi, tiroiditis autoimun, tiroiditis pasca persalinan, tiroiditis
karena obat-obatan dan tiroiditis Riedel. Berdasarkan ada atau tidaknya
nyeri, dibagi menjadi tiroiditis dengan nyeri dan tiroiditis tanpa nyeri.
Tiroiditis yang paling sering ditemukan adalah tiroiditis Hashimoto dan
tiroiditis postpartum (timbul setelah melahirkan)
Tiroiditis Hashimoto adalah tiroiditis yang disebabkan oleh
proses autoimun dan berdasarkan waktu kejadian termasuk tiroiditis
kronik. Jika jaringan tiroid yang mengalami tiroiditis diperiksa dibawah
mikroskop maka akan tampak gambaran peradangan berupa infiltrasi
sel-sel limfosit .
Page 31
31
Tiroiditis autoimun yang terserang terutama wanita berusia antara
30 – 50 tahun dan dicirikan dengan adanya kelenjar tiroid yang keras,
membesar difus, tak nyeri. Pasien biasanya eutiroid atau hipotiroid dan
jarang hipertiroid. Hipotiroid terjadi jika hormon tiroid yang diproduksi
tidak mencukupi kebutuhan tubuh. Kelenjar tiroid juga bisa membesar
membentuk goiter .
Patofisiologi
Penyakit tiroid autoimun (PTAI) adalah penyakit yang kompleks,
dengan faktor penyebab multifaktorial berupa interaksi antara gen yang
suseptibel dengan faktor pemicu lingkungan, yang mengawali respon
autoimun terhadap antigen tiroid.
Walaupun etiologi pasti respon imun tersebut masih belum
diketahui, berdasarkan data epidemiologik diketahui bahwa faktor
genetik sangat berperan dalam patogenesis PTAI. Selanjutnya diketahui
pula pada PTAI terjadi kerusakan seluler dan perubahan fungsi tiroid
melalui mekanisme imun humoral dan seluler yang bekerja secara
bersamaan. Kerusakan seluler terjadi karena limfosit T tersensitisasi
(sensitized T-lymphocyte) dan/atau antibodi antitiroid berikatan dengan
membran sel tiroid, mengakibatkan lisis sel dan reaksi inflamasi.
Sedangkan gangguan fungsi terjadi karena interaksi antara antibodi
Page 32
32
antitiroid yang bersifat stimulator atau blocking dengan reseptor di
membran sel tiroid yang bertindak sebagai autoantigen.
Gambar 1. memperlihatkan secara skematik mekanisme terjadinya
PTAI, diawali paparan faktor pemicu lingkungan pada individu yang
memiliki gen suseptibel. Interaksi antara sel-sel imun dengan
autoantigen tiroid menimbulkan tiroiditis Hashimoto atau penyakit
Graves atau pembentukan antibodi antitiroid tanpa gejala klinik
(asymptomatic autoimmune thyroid disease).
Gambar 1. Gambar skematik mekanisme terjadinya PTAI.
Auto-Ag’s: Thyroid Autoantigens; Tab’s : Thyroid antibodies
Berikut dijelaskan mengenai patofisiologi tiroiditis Hashimoto ini
dilihat dari faktor genetik dan lingkungan, yang kemudian melibatkan
proses autoantigen dan autoantibodi tiroid, ditambah adanya peran
sitokin serta mekanisme apoptosis yang diperkirakan terjadi pada
proses penyakit ini.
a. Faktor genetik
Gen yg terlibat dalam patogenesis PTAI adalah gen yang
mengatur respon imun seperti major histocompatibility complex
(MHC), reseptor sel T, serta antibodi, dan gen yang mengkode
Page 33
33
(encoding) autoantigen sasaran seperti tiroglobulin, TPO (thyroid
peroxidase), transporter iodium, TSHR (TSH Receptor). Dari sekian
banyak gen kandidat, saat ini baru enam gen yang dapat
diidentifikasi, yaitu CTLA-4 (Cytotoxic T Lymphocyte Antigen-4),
CD40, HLA-DR, protein tyrosine phosphatase-22, tiroglobulin, dan
TSHR.
Gambar 2 Aktivasi sel T oleh Antigen Presenting Cell (APC). APC
memunculkan antigen peptid yang terikat molekul HLA kelas II, dan
peptid ini dikenal oleh reseptor sel T.
Cytotoxic T lymphocyte antigen-4 (CTLA-4) merupakan
molekul kostimulator yang terlibat dalam interaksi sel T dengan
Antigen Presenting Cells (APC). APC akan mengaktivasi sel T
dengan mempresentasikan peptide antigen yang terikat protein HLA
kelas II pada permukaan reseptor sel T. Sinyal kostimulator berasal
dari beberapa protein yang diekspresikan pada PC (seperti B7-1, B7-
2, B7h, CD40), dan berinteraksi dengan reseptor (CD28, CTLA-4,
dan CD40L) pada permukaan limfosit T CD4+ pada waktu
presentasi antigen.
CTLA-4 dan CD40 merupakan molekul kostimulator non-
spesifik, yang dapat meningkatkan suseptibilitas terhadap PTAI dan
proses autoimun lain. CTLA-4 berasosiasi dan terkait dengan
Page 34
34
berbagai bentuk PTAI (tiroiditis Hashimoto, penyakit Graves, dan
pembentukan antibodi antitiroid), dan dengan penyakit autoimun lain
seperti diabetes tipe 1, penyakit Addison, dan myasthenia gravis.
Asosiasi antara tiroiditis Hashimoto dengan antigen HLA tidak
begitu jelas. Hal ini menyangkut masalah definisi penyakit tiroditis
Hashimoto yang sering kontroversial. Spektrum klinik tiroiditis
Hashimoto bervariasi mulai dari hanya ditemukan antibodi antitiroid
dengan infiltrasi limfositik fokal tanpa gangguan fungsi
(asymptomatic autoimmune thyroiditis), sampai pembesaran kelenjar
tiroid (struma) atau tiroiditis atrofik dengan kegagalan fungsi tiroid.
Beberapa peneliti melaporkan asosiasi antara tiroidits Hashimoto
dengan HLA-DR3 dan HLA-DQw7 pada ras Kaukasus. Pada non-
Kaukasus dilaporkan asosiasi antara tiroiditis Hashimoto dengan
HLA-DRw53 pada bangsa Jepang dan dengan HLA-DR9 pada
bangsa Cina .
b. Faktor Lingkungan
Beberapa faktor lingkungan telah dapat diidentifikasi berperan
sebagai penyebab penyakit tiroid autoimun, diantaranya berat badan
lahir rendah, kelebihan dan kekurangan iodium, defisiensi selenium,
paritas, penggunaan obat kontrasepsi oral, jarak waktu reproduksi,
mikrochimerisme fetal, stres, variasi musim, alergi, rokok, kerusakan
kelenjar tiroid akibat radiasi, serta infeksi virus dan bakteri.
Di samping itu penggunaan obat-obat seperti lithium, interferon-
α, amiodarone dan Campath-1H, juga meningkatkan risiko
autoimunitas tiroid. Pada Tabel berikut disajikan beberapa faktor
yang terlibat dalam etiologi PTAI, berikut ringkasan mekanisme dan
fenotipenya.
Page 35
35
Tabel Faktor lingkungan yang terlibat dalam patologi tiroiditis autoimun
Faktor Lingkungan Mekanisme Fenotipe
Berat lahir rendah Maturasi thymik tidak sempurna
Antibodi TPO
Ekses iodium Tidak terjadi escape effect Wolff-Chaikoff; Jod-Basedow
HT
GD
Defisiensi selenium Tidak diketahui; viral? HT
Jarak proses reproduktif yang panjang
Efek estradiol HT
Kontraseptif oral Protektif Antibdi TPO
Mikrokhimerisme fetal Sel laki-laki di sel tiroid menimbulkan efek antitiroid
HT dan GD
Stress Upregulasi sumbu HPA GD
Alergi Tidak diketahui; kadar IgE tinggi
GD
Rokok Hipoksia?; Kadar IgE tinggi GD; terutama GO
Infeksi Yersinia enterocolitica
Mimikri molekuler GD
Keterangan : HT : Hashimoto thyroiditis
GD : Graves’ disease
GO : Graves’ ophthalmopathy
Berat badan lahir bayi rendah merupakan faktor risiko beberapa
penyakit tertentu seperti penyakit jantung kronik. Kekurangan
makanan selama kehamilan dapat menyebabkan intoleransi glukosa
pada kehidupan dewasa, serta rendahnya berat thymus dan limpa
mengakibatkan menurunnya sel T supresor. Mungkin ada faktor
intrauterin tertentu yang menghambat pertumbuhan janin, yang
Page 36
36
merupakan faktor risiko lingkungan pertama yang terpapar pada
janin untuk terjadinya PTAI di kemudian hari.
Asupan iodium mempengaruhi prevalensi hipotiroid dan
hipertiroid. Hipotiroid lebih sering ditemukan di daerah cukup
iodium dibandingkan dengan daerah kurang iodium, dan prevalensi
tirotoksikosis lebih tinggi di daerah kurang iodium. Hipertiroidi
Graves lebih sering ditemukan di daerah cukup iodium, dan antibodi
anti-TPO sebagai petanda ancaman kegagalan tiroid lebih sering
ditemukan di daerah kurang iodium. Asupan iodium berlebihan
dapat menyebabkan disfungsi tiroid pada penderita yang mempunyai
latar belakang penyakit tiroiditis autoimun. Kelebihan iodium dapat
menyebabkan hipotiroid dan/ atau goiter akibat gagal lepas dari efek
Wolf-Chaikoff. Tetapi bila sebelumnya telah ada nodul autonom
fungsional atau bentuk subklinik penyakit Graves, asupan iodium
berlebihan akan menginduksi terjadinya hipertiroid (efek Jod-
Basedow). Pada kedua fenomena tersebut diduga terjadi destruksi
kelenjar tiroid dan presentasi antigen tiroid pada sistem imun, yang
pada gilirannya akan menimbulkan reaksi autoimun. Oleh karena itu
iodium sebenarnya merupakan pula faktor risiko terjadinya PTAI.
Selenium merupakan trace element yang esensial untuk sintesis
selenocysteine, yang juga disebut sebagai 21st amino acid. Selenium
mempengaruhi sistem imun. Defisiensi selenium akan menyebabkan
individu lebih rentan terhadap infeksi virus seperti virus Coxsackie,
mungkin karena limfosit T memerlukan selenium.
Di samping itu, selenium merupakan suatu antioksidan dan
mengurangi pembentukan radikal bebas. Selenium berperan penting
dalam sintesis hormon tiroid, karena dua enzim yaitu selenoprotein
deiodinase dan gluthatione peroxidase, berperan dalam produksi
hormon tiroid. Kekurangan selenium dapat meningkatkan angka
keguguran dan kematian akibat kanker (cancer mortality rate).
Kadar selenium rendah di dalam darah akan meningkatkan volume
tiroid dan hipoekogenisitas, suatu petanda adanya infiltrasi limfosit.
Page 37
37
Dari suatu penelitian dilaporkan pemberian sodium selenite 200 ug
(peneliti lain memberikan 200 ug selenium methionine) pada
penderita hipotiroid subklinik akan menurunkan titer antibodi anti-
TPO serta juga meningkatkan kualitas hidup, tanpa mempengaruhi
status hormon tiroid .
Stress mempengaruhi sistem imun melalui jaringan
neuroendokrin. Saat stress sumbu hypothalamic-pituitaryadrenal
(HPA) akan diaktivasi, menimbulkan efek imunosupresif. Stress dan
kortikosteroid mempunyai pengaruh berbeda terhadap sel-sel Th1
dan Th2, mengarahkan sistem imun menjadi respons Th2, yang akan
menekan imunitas seluler dan memfasilitasi keberadaan virus
tertentu (seperti Coxsackie B), sedangkan imunitas humoral
meningkat. Inilah yang dapat menjelaskan mengapa penyakit
autoimun tertentu seringkali didahului oleh stress, dan salah satu
contohnya adalah penyakit Graves. Belum diketahui apakah penyakit
Hashimoto juga terkait dengan faktor stress.
c. Autoantigen dan autoantibodi tiroid
Penyakit tiroid autoimun (PTAI) menyebabkan kerusakan
seluler dan perubahan fungsi tiroid melalui mekanisme imun
humoral dan seluler.Kerusakan seluler terjadi saat limfosit T yang
tersensitisasi (sensitized) dan/atau autoantibodi berikatan dengan
membran sel, menyebabkan lisis sel dan reaksi inflamasi. Perubahan
fungsi tiroid terjadi karena kerja autoantibodi yang bersifat
stimulator atau blocking pada reseptor di membran sel.
Gejala Klinik
Penyakit Hashimoto tidak memiliki tanda-tanda dan gejala
selama bertahun-tahun dan tidak terdiagnosis sampai
ditemukannya pembesaran kelanjar tiriod atau hasil pemeriksaan
darah yang abnormal pada pemeriksaan kesehatan rutin. Gejala
yang berkembang berhubungan dengan efek tekanan lokal pada
leher yang disebabkan pembesaran kelenjar tiroid tersebut, atau
akibat penurunan kadar hormon tiroid dalam darah. Tanda pertama
Page 38
38
penyakit ini mungkin berupa bengkak tidak nyeri pada leher depan
bagian bawah. Efek tekanan lokal akibat pembesaran kelenjar
tiroid dapat menambah gejala seperti kesulitan menelan.
Tanda-tanda dan gejala hipotiroidisme sangat bervariasi,
tergantung pada tingkat keparahan kekurangan hormon. Gambaran
klinis awalnya didahului dengan gejala-gejala hipertiroid (kadar
hormon tiroid meningkat) lalu normal (eutoroid) dan akhirnya
berubah menjadi hipotiroid (kadar hormon menurun)
berkepanjangan. Pada awalnya, mungkin gejala jarang terlihat,
seperti kelelahan dan kelesuan, atau tanda-tanda menua. Tetapi
semakin lama penyakit berlangsung, gejala dan tanda makin jelas.
Pasien tiroiditis Hashimoto yang berkembang mengalami
hipotiroid biasanya menunjukkan tanda dan gejala meliputi
kelelahan dan kelesuan, sering mengantuk, jadi pelupa, kesulitan
belajar, kulit kering dan gatal, rambut dan kuku yang rapuh, wajah
bengkak, konstipasi, nyeri otot, penambahan berat badan,
peningkatan sensitivitas terhadap banyak pengobatan, menstruasi
yang banyak, peningkatan frekuensi keguguran pada wanita yang
hamil.
Penegakan Diagnosis
Pada tiroiditis Hashimoto, pemeriksaan goiter yang terbentuk
dapat diidentifikasi melalui pemeriksaan fisik, dan keadaan hipotiroid
diketahui dengan identifikasi gejala dan tanda fisik yang khas, serta
melalui hasil pemeriksaan laboratorium.
Peningkatan antibodi antitiroid merupakan bukti laboratorik
paling spesifik pada tiroiditis Hashimoto, namun tidak semuanya
dijumpai pada kasus. Pemeriksaan hormon tiroid biasanya diperiksa
kadar TSH dan FT4. Dikatakan hipotiroid apabila peningkatan kadar
TSH disertai penurunan FT4.
Diagnosis pasti hanya dapat ditegakkan secara histopatologis
melalui biopsi. Kelainan histopatologisnya dapat bermacam – macam
yaitu antara lain infiltrasi limfosit yang difus, obliterasi folikel tiroid,
Page 39
39
dan fibrosis. Aspirasi jarum halus biasanya tidak dibutuhkan pada
penderita tiroiditis ini, namun dapat dijadikan langkah terbaik untuk
diagnosis pada kasus yang sulit dan merupakan prosedur yang
dibutuhkan jika nodul tiroid terbentuk.
Penatalaksanaan
Jika penyakit Hashimoto dengan goiter tiroid, atau menyebabkan
kekurangan hormon tiroid, penderita memerlukan terapi penggantian
hormon tiroid yang bertujuan mengatasi defisiensi tiroid serta
mengecilkan ukuran nodul goiter. Pengobatan dengan penggunaan
sehari-hari dari hormon tiroid sintetis sepertii levotiroksin (levothroid,
Levoxyl, Synthroid). Levotiroksin sintetis identik dengan tiroksin, versi
alami hormon ini dibuat oleh kelenjar tiroid.
Kadang tidak diperlukan pengobatan karena strumanya kecil dan
asimtomatik. Bila kelenjar tiroid sangat besar mungkin diperlukan
tindakan pengangkatan, sebaiknya operasi ini ditunda karena kelenjar
tiroid tersebut dapat mengecil sejalan dengan waktu. Pemberian
tiroksin dapat mempercepat hal tersebut. Disamping itu tiroksin juga
dapat diberikan pada keadaan hipotiroidisme.
Pada pasien usia tua, dosis dimulai dengan yang rendah dan
ditingkatkan secara bertahap. Pasa pasien usia muda, dapat langsung
dimulai dengan dosis besar. Aksi hormon tiroid sangat lambat pada
tubuh, sehingga pengobatan memerlukan waktu beberapa bulan sambil
melihat perkembangan gejala atau ukuran goiter. Karena secara umum
gejala hipotiroid pada penyakit ini bersifat menetap, maka kadang
dibutuhkan pengobatan seumur hidup dengan dosis yang disesuaikan
dari waktu ke waktu sesuai keadaan individual pasien.
Dosis yang tidak adekuat dapat mengakibatkan bertambah
besarnya goiter, dan gejala hipotiroid terus-menerus. Kondisi ini
dihubungkan pula dengan peningkatan kolesterol serum, peningkatan
resiko atherosklerosis dan penyakit jantung. Sedangkan apabila dosis
berlebihan, dapat menimbulkan gejala hipertiroid, mengakibatkan kerja
jantung yang berlebihan dan meningkatkan resiko osteoporosis.
Page 40
40
2. Struma
Struma disebut juga goiter adalah suatu pembengkakan pada leher
oleh karena pembesaran kelenjar tiroid akibat kelainan glandula tiroid
dapat berupa gangguan fungsi atau perubahan susunan kelenjar dan
morfologinya.
Dampak struma terhadap tubuh terletak pada pembesaran kelenjar
tiroid yang dapat mempengaruhi kedudukan organ-organ di sekitarnya.
Di bagian posterior medial kelenjar tiroid terdapat trakea dan
esophagus. Struma dapat mengarah ke dalam sehingga mendorong
trakea, esophagus dan pita suara sehingga terjadi kesulitan bernapas dan
disfagia. Hal tersebut akan berdampak terhadap gangguan pemenuhan
oksigen, nutrisi serta cairan dan elektrolit. Bila pembesaran keluar maka
akan memberi bentuk leher yang besar dapat asimetris atau tidak, jarang
disertai kesulitan bernapas dan disfagia.
Patogenesis Struma
Struma terjadi akibat kekurangan yodium yang dapat
menghambat pembentukan hormon tiroid oleh kelenjar tiroid sehingga
terjadi pula penghambatan dalam pembentukan TSH oleh hipofisis
anterior. Hal tersebut memungkinkan hipofisis mensekresikan TSH
dalam jumlah yang berlebihan. TSH. kemudian menyebabkan sel-sel
tiroid mensekresikan tiroglobulin dalam jumlah yang besar (kolid) ke
dalam folikel, dan kelenjar tumbuh makin lama makin bertambah besar.
Akibat kekurangan yodium maka tidak terjadi peningkatan
pembentukan T4 dan T3, ukuran folikel menjadi lebih besar dan
kelenjar tiroid dapat bertambah berat sekitar 300-500 gram.
Selain itu struma dapat disebabkan kelainan metabolik kongenital
yang menghambat sintesa hormon tiroid, penghambatan sintesa hormon
oleh zat kimia (goitrogenic agent), proses peradangan atau gangguan
autoimun seperti penyakit Graves. Pembesaran yang didasari oleh suatu
tumor atau neoplasma dan penghambatan sintesa hormon tiroid oleh
obat-obatan misalnya thiocarbamide, sulfonylurea dan litium, gangguan
Page 41
41
metabolik misalnya struma kolid dan struma non toksik (struma
endemik).
Klasifikasi Struma
Secara klinis pemeriksaan klinis struma toksik dapat dibedakan menjadi
sebagai berikut :
a. Struma Toksik
Struma toksik dapat dibedakan atas dua yaitu struma diffusa
toksik dan struma nodusa toksik. Istilah diffusa dan nodusa lebih
mengarah kepada perubahan bentuk anatomi dimana struma diffusa
toksik akan menyebar luas ke jaringan lain. Jika tidak diberikan
tindakan medis sementara nodusa akan memperlihatkan benjolan yang
secara klinik teraba satu atau lebih benjolan (struma multinoduler
toksik).
Struma diffusa toksik (tiroktosikosis) merupakan
hipermetabolisme karena jaringan tubuh dipengaruhi oleh hormon tiroid
yang berlebihan dalam darah. Penyebab tersering adalah penyakit
Grave (gondok eksoftalmik/exophtalmic. goiter), bentuk tiroktosikosis
yang paling banyak ditemukan diantara hipertiroidisme lainnya.
Perjalanan penyakitnya tidak disadari oleh pasien meskipun telah
diiidap selama berbulan-bulan. Antibodi yang berbentuk reseptor TSH
beredar dalam sirkulasi darah, mengaktifkan reseptor tersebut dan
menyebabkan kelenjar tiroid hiperaktif.
Meningkatnya kadar hormon tiroid cenderung menyebabkan
peningkatan pembentukan antibodi sedangkan turunnya konsentrasi
hormon tersebut sebagai hasilpengobatan penyakit ini cenderung untuk
menurunkan antibodi tetapi bukan mencegah pembentukyna. Apabila
gejala gejala hipertiroidisme bertambah berat dan mengancam jiwa
penderita maka akan terjadi krisis tirotoksik. Gejala klinik adanya rasa
khawatir yang berat, mual, muntah, kulit dingin, pucat, sulit berbicara
dan menelan, koma dan dapat meninggal.
Page 42
42
b. Struma Non Toksik
Struma non toksik sama halnya dengan struma toksik yang dibagi
menjadi struma diffusa non toksik dan struma nodusa non toksik.
Struma non toksik disebabkan oleh kekurangan yodium yang kronik.
Struma ini disebut sebagai simple goiter, struma endemik, atau goiter
koloid yang sering ditemukan di daerah yang air minumya kurang
sekali mengandung yodium dan goitrogen yang menghambat sintesa
hormon oleh zat kimia.
Apabila dalam pemeriksaan kelenjar tiroid teraba suatu nodul,
maka pembesaran ini disebut struma nodusa. Struma nodusa tanpa
disertai tanda-tanda hipertiroidisme dan hipotiroidisme disebut struma
nodusa non toksik. Biasanya tiroid sudah mulai membesar pada usia
muda dan berkembang menjadi multinodular pada saat dewasa.
Kebanyakan penderita tidak mengalami keluhan karena tidak ada
hipotiroidisme atau hipertiroidisme, penderita datang berobat karena
keluhan kosmetik atau ketakutan akan keganasan. Namun sebagian
pasien mengeluh adanya gejala mekanis yaitu penekanan pada esofagus
(disfagia) atau trakea (sesak napas), biasanya tidak disertai rasa nyeri
kecuali bila timbul perdarahan di dalam nodul.
Struma non toksik disebut juga dengan gondok endemik, berat
ringannya endemisitas dinilai dari prevalensi dan ekskresi yodium urin.
Dalam keadaan seimbang maka yodium yang masuk ke dalam tubuh
hampir sama dengan yang diekskresi lewat urin.
Penatalaksanaan Medis
Ada beberapa macam untuk penatalaksanaan medis jenis-jenis
struma antara lain sebagai berikut :
1. Operasi/Pembedahan
Pembedahan menghasilkan hipotiroidisme permanen yang kurang
sering dibandingkan dengan yodium radioaktif. Terapi ini tepat untuk
para pasien hipotiroidisme yang tidak mau mempertimbangkan yodium
radioaktif dan tidak dapat diterapi dengan obat-obat anti tiroid. Reaksi-
reaksi yang merugikan yang dialami dan untuk pasien hamil dengan
Page 43
43
tirotoksikosis parah atau kekambuhan. Pada wanita hamil atau wanita
yang menggunakan kontrasepsi hormonal (suntik atau pil KB), kadar
hormon tiroid total tampak meningkat. Hal ini disebabkan makin
banyak tiroid yang terikat oleh protein maka perlu dilakukan
pemeriksaan kadar T4 sehingga dapat diketahui keadaan fungsi tiroid.
Pembedahan dengan mengangkat sebagian besar kelenjar tiroid,
sebelum pembedahan tidak perlu pengobatan dan sesudah pembedahan
akan dirawat sekitar 3 hari. Kemudian diberikan obat tiroksin karena
jaringan tiroid yang tersisa mungkin tidak cukup memproduksi hormon
dalam jumlah yang adekuat dan pemeriksaan laboratorium untuk
menentukan struma dilakukan 3-4 minggu setelah tindakan
pembedahan.
2. Yodium Radioaktif
Yodium radioaktif memberikan radiasi dengan dosis yang tinggi
pada kelenjar tiroid sehingga menghasilkan ablasi jaringan. Pasien yang
tidak mau dioperasi maka pemberian yodium radioaktif dapat
mengurangi gondok sekitar 50 %. Yodium radioaktif tersebut
berkumpul dalam kelenjar tiroid sehingga memperkecil penyinaran
terhadap jaringan tubuh lainnya. Terapi ini tidak meningkatkan resiko
kanker, leukimia, atau kelainan genetik. Yodium radioaktif diberikan
dalam bentuk kapsul atau cairan yang harus diminum di rumah
sakit.obat ini ini biasanya diberikan empat minggu setelah operasi,
sebelum pemberian obat tiroksin.
3. Pemberian Tiroksin dan obat Anti-Tiroid
Tiroksin digunakan untuk menyusutkan ukuran struma, selama ini
diyakini bahwa pertumbuhan sel kanker tiroid dipengaruhi hormon
TSH. Oleh karena itu untuk menekan TSH serendah mungkin diberikan
hormon tiroksin (T4) ini juga diberikan untuk mengatasi hipotiroidisme
yang terjadi sesudah operasi pengangkatan kelenjar tiroid. Obat anti-
tiroid (tionamid) yang digunakan saat ini adalah propiltiourasil (PTU)
dan metimasol/karbimasol.
Page 44
44
4. Pencegahan Tertier
Pencegahan tersier bertujuan untuk mengembalikan fungsi
mental, fisik dan sosial penderita setelah proses penyakitnya dihentikan.
Upaya yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut :
a. Setelah pengobatan diperlukan kontrol teratur/berkala untuk
memastikan dan mendeteksi adanya kekambuhan atau penyebaran.
b. Menekan munculnya komplikasi dan kecacatan
c. Melakukan rehabilitasi dengan membuat penderita lebih percaya
diri, fisik segar dan bugar serta keluarga dan masyarakat dapat
menerima kehadirannya melalui melakukan fisioterapi yaitu
dengan rehabilitasi fisik, psikoterapi yaitu dengan rehabilitasi
kejiwaan, sosial terapi yaitu dengan rehabilitasi sosial dan
rehabilitasi aesthesis yaitu yang berhubungan dengan kecantika.
3. Kretinisme
Pengertian
Kretinisme adalah suatu kelainan hormonal pada anak-anak. Ini
terjadi akibat kurangnya hormon tiroid. Penderita kelainan ini
mengalami kelambatan dalam perkembangan fisik maupun mentalnya.
Kretinisme dapat diderita sejak lahir atau pada awal masa kanak -
kanak.
Etiologi
Kekurangan yodium, Kekurangan hormon tiroid, Pemakaian obat-
obatan anti tiroid oleh ibu hamil (maternal), Tiroiditis hashimoto,
Sindroma-sindroma dengan salah satu gejala perawakan pendek
misalnya sindroma truner, Penyakit-penyakit kronis yang menyebabkan
malnutrisi dalam perkembangan penyakitnya.\
Penyebab Kretinisme
Kretinisme yaitu perawakan pendek akibat kurangnya hormone
tiroid dalam tubuh. Hormone tiroid diproduksi oleh kelenjar tiroid
(gondok) terutama sel folikel tiroid. Penyebab paling sering dari
kekurangan hormone tiroid adalah akibat kurangnya bahan baku
Page 45
45
pembuat. Bahan baku terpenting untuk produksi hormone tiroid adalah
yodium yang biasanya terdapat pada garam yang beryodium.
Kretinisme dapat terjadi bila kekurangan berat unsur yodium
terjadi selama masa kehamilan hingga tiga tahun pertama kehidupan
bayi. Hormone tiroid bekerja sebagai penentu utama laju metabolic
tubuh keseluruhan, pertumbuhan dan perkembangan tubuh serta fungsi
saraf. Sebenarnya gangguan pertumbuhan timbul karena kadar tiroid
yang rendah mempengaruhi produksi hormone pertumbuhan, hanya
saja ditambah gangguan lain terutama pada susunan saraf pusat dan
saraf perifer.
Bila kurangnya hormone tiroid terjadi sejak janin, maka gejalanya
adalah Defisiensi mental (IQ rendah) disertai salah satu gejala atau
keduanya yaitu: gangguan pendengaran (kedua telinga dan nada tinggi)
dan gangguan wicara, gangguan cara berjalan (seperti orang
kelimpungan) ,mata juling, cara berjalan yang khas, kurangnya massa
tulang, terlambatnya perkembangan masa pubertas dan lain-lain.
Ciri-ciri Kretinisme
Ciri-ciri penderita kretinisme sangat khas. Cirinya antara lain
bentuk tubuhnya pendek dengan proporsi yang tak normal. Ciri lainnya
adalah lidahnya besar dan lebar, pangkal hidungnya datar, rambutnya
kasar dan kering, kulitnya kusam, serta otot-ototnya lembek. Anak-anak
penderita kretin ini biasanya mengalami gangguan pencernaan,
pendengaran, dan kemampuan berbicara. Bila kelainan ini terjadi
sebelum usia dua tahun, biasanya anak mengalami keterbelakangan
mental untuk selamanya. Bila munculnya kelainan ini pada umur
setelah dua tahun, anak hanya mengalami kelambatan pertumbuhan dan
perkembangan fisik. Selain itu, bila tulang diperiksa dengan rontgen,
pada anak kretin ditemukan kelainan yang sangat khas, yaitu umur
tulang lebih muda daripada umur yang seharusnya. Ditambah lagi,
pertumbuhan tulang tungkai terganggu.
Page 46
46
Pengobatan Kretinisme
Kelainan ini diobati dengan pemberian hormon tiroid. Hormon
diberikan tiap hari secara terus-menerus. Bila kelainan muncul sebelum
usia dua tahun, pengobatan ini tak dapat memperbaiki keterbelakangan
mental yang ditimbulkannya.
F. Hipertiroid
Definisi
Hipertiroid dikenal juga sebagai tirotoksitosis, yang dapat di definisikan
sebagai respons jaringan tubuh terhadap pengaruh metabolic hormon tiroid
yang berlebihan (Sylvia A. Price, 2006).Hipertiroid dalam hal prevalensi
merupakan penyakit endokrin yang menempati urutan kedua setelah
Diabetes Mellitus, yang merupakan kesatuan penyakit dengan batasan
yang jelas, dan penyakit Graves menjadi penyebab utamanya (Brunner dan
Suddarth, 2002).Di Amerika penyakit graves adalah bentuk paling umum
dari hipertiroid. Sekitar 60-80% kasus tiroksikosis akibat penyakit graves.
Etiologi
Page 47
47
Penyakit Graves diketahui sebagai penyebab umum dari hipertiroid. Lebih
dari 95% kasus hipertiroid disebabkan oleh penyakit graves, suatu
penyakit tiroid autoimun yang antibodinya merangsang sel-sel untuk
menghasilkan hormon yang berlebihan. Pengeluaran hormone tiroid yang
berlebihan diperkirakan terjadi akibat dari keadaan tersebut adalah sebagai
berikut.
a. Stimulasi abnormal kelenjar tiroid oleh immunoglobulin dalam
darah.Stimulator tiroid kerja-panjang (LATS; Long-acting thyroid
stimulator)ditemukan dalam serum dengan konsentrasi yang
bermakna pada banyakpenderita penyakit ini dan mungkin
berhubungan dengan defek pada sistemkekebalan tubuh.
b. Herediter
c. Stress atau infeksi
d. Tiroiditis
e. Syok emosional
f. Asupan tiroid yang belebihan
g. Dari penyakit lain yang bukan hipertiroid, misalnya adenokarsinoma
hipofisis
Penyebab hipertiroid lainnya yang jarang selain penyakit graves adalah:
a. Toksisitas pada strauma multinudular
b. Adenoma folikular fungsional atau karsinoma (jarang)
c. Edema hipofisis penyekresi-torotropin (hipertiroid hipofisis)
d. Tumor sel benih, misal karsinoma (yang kadang dapat menghasilkan
e. Bahan mirip-TSH) atau teratoma (yang mengandung jarian tiroid
fungsional)
f. Tiroiditis (baik tipe subkutan maupun hashimato) yang keduanya
dapat berhubungan dengan hipertiroid sementara pada fase awal
(Arthur,1997).
Epidemiologi
Page 48
48
Kelainan hipertiroid sangat menonjol pada wanita, Hipertiroid menyerang
wanita lima kali lebih sering dibandingkan laki laki. Insidensinya akan
memuncak dalam decade usia ketiga serta keempat.(Schimke, 1992).
Manifestasi klinis
a. Aktifitas
Penderita sering secara emosional dan mudah terangsang
(hipereksitabel), iritabel dan terus merasa khawatir dan klien tidak
dapat duduk diam.
b. Cardiovaskular
Denyut nadi yang abnormal yang ditemukan pada saat istirahat dan
beraktivitas; yang diakibatkan peningkatan dari serum T3 dan T4 yang
merangsang epinefrin dan mengakibatkan kinerja jantung meningkat
hingga mengakibatkan HR meningkat. Peningkatan denyut nadi
berkisar secara konstan antara 90 dan 160 kali per menit, tekanan
darah sistolik seringkali meningkat.
c. Regulasi Suhu
Pasien sering tidak tahan panas dan berkeringat banyak diakibatkan
karena peningkatan metabolisme tubuh yang meningkat maka akan
menghasilkan panas yang tinngi dari dalam tubuh sehingga apabila
terkena matahari lebih, klien tidak akan tahan akan panas.Kulit
penderita akan sering kemerahan (flusing) dengan warna ikan salmon
yang khas dan cenderung terasa hangat, lunak dan basah.
d. Indra mata
Eksoftalmus yang diakibatkan dari penyakit graves, dimana penyakit
ini otot-otot yang menggerakkan mata tidak mampu berfungsi
sebagaimana mestinya, sehingga sulit atau tidak mungkin
menggerakkan mata secara normal atau sulit mengkordinir gerakan
mata akibatnya terjadi pandangan ganda, kelopak mata tidak dapat
menutup secara sempurna sehingga menghasilkan ekspresi wajah
seperti wajah terkejut.
e. Gastrointerstinal
Page 49
49
Peningkatan selera makan namun mengalami penurunan berat badan
yang progresif dan mudah lelah. Perubahan defekasi dengan
konstipasi dan diare.
Penilaian keadaan hipertiroid juga dapat menggunakan indeks baku
internasional yaitu indeks whyne atau new castle (Gondhour, 2011).
Pemeriksaan diagnostik
a. T4 Serum
Tes yang paling sering dilakukan adalah penentuan T4 serum dengan
teknikradioimmunoassay atau peningkatan kompetitif. Kisaran T4
dalam serum yangnormal berada diantara 4,5 dan 11,5 mg/dl (58,5
hingga 150 nmol/L). T4 terikatterutama dengan TBG dan prealbumin
T3 terikat lebih longgar. T4 normalnya terikatdengan protein. Setiap
factor yang mengubah protein pangikat ini juga akanmengubah kadar
T4.
b. T3 Serum
T3 serum mengukur kandungan T3 bebas dan terikat, atau total T3
total, dalamserum. Sekresinya terjadi sebagai respon terhadap sekresi
TSH dan T4. Meskipunkadar T3 dan T4 serum umumnya meningkat
atau menurun secara bersama-sama,namun kadar T4 tampaknya
merupakan tanda yang akurat untuk menunjukan
adanyahipertiroidisme, yang menyebabkan kenaikan kadar T4 lebih
besar daripada kadar T3.Batas-batas normal untuk T3 serum adalah 70
hingga 220 mg/dl (1,15 hingga 3,10nmol/L)
c. Tes T3 Ambilan Resin
Tes T3 ambilan resin merupakan pemeriksaan untuk mengukur secara
tidaklangsung kaar TBG tidak-jenuh. Tujuannya adalah untuk
menentukan jumlahhormone tiroid yang terikat dengan TBG dan
jumlah tempat pengikatan yang ada.Pemeriksaan ini, menghasilkan
indeks jumlah hormone tiroid yang sudah ada dalamsirkulasi darah
pasien. Normalnya, TBG tidak sepenuhnya jenuh dengan
hormonetiroid dan masih terdapat tempat-tempat kosong untuk
mengikat T3 berlabelradioiodium,yang ditambahkan ke dalam
Page 50
50
specimen darah pasien. Nilai ambilan T3yang normal adalah 25%
hingga 35% yang menunjukan bahwa kurang lebihsepertiga dari
tempat yang ada paa TBG sudah ditempati oleh hormone tiroid.
Jikajumlah tempat kosong rendah, seperti pada hipertiroidisme, maka
ambilan T3 lebihbesar dari 35%
d. Tes TSH (Thyroid Stimulating Hormone)
Sekresi T3 dan T4 oleh kelenjar tiroid dikendalikan hormone stimulasi
tiroid(TSH atau tirotropin) dari kelenjar hipofisis anterior. Pengukuran
konsentrasi TSHserum sangat penting artinya dalam menegakkan
diagnosis serta penatalaksanaankelainan tiroid dan untuk membedakan
kelainan yang disebabkan oleh penyakit padakelenjar tiroid sendiri
dengan kelainan yang disebabkan oleh penyakit pada hipofisisatau
hipotalamus.kadar TSH dapat diukur dengan assay radioimunometrik,
nilainormal dengan assay generasi ketiga, berkisar dari 0,02 hingga
5,0 μU/ml.Kadar TSH sensitif dan dapat dipercaya sebagai indikator
fungsi tiroid. Kadarakan berada dibawah normal pada pasien dengan
peningkatan autonom pada fungsitiroid (penyakit graves, hiperfungsi
nodul tiroid).
e. Tes Thyrotropin Releasing Hormone
Tes Stimulasi TRH merupakan cara langsung untuk memeriksa
cadangan TSHdi hipofisis dan akan sangat berguna apabila hasil tes
T3 dan T4 tidak dapat dianalisa.Pasien diminta berpuasa pada malam
harinya. Tiga puluh menit sebelum dan sesudahpenyuntikan TRH
secara intravena, sampel darah diambil untuk mengukur kadarTSH.
Sebelum tes dilakukan, kepada pasien harus diingatkan bahwa
penyuntikanTRH secara intravena dapat menyebabkan kemerahan
pasa wajah yang bersifattemporer, mual, atau keinginan untuk buang
air kecil.
f. Tiroglobulin
Page 51
51
Tiroglobulin merupakan precursor untuk T3 dan T4 dapat diukur
kadarnyadalam serum dengan hasil yang bisa diandalkan melalui
pemeriksaaanradioimmunoassay. Faktor-faktor yang meningkatkan
atau menurunkan aktivitaskelenjar tiroid dan sekresi T3 serta T4
memiliki efek yang serupa terhadap sintesisdan sekresi tiroglobulin.
Kadar tiroglobulin meningkat pada karsinoma tiroid,hipertiroidisme
dan tiroiditis subakut. Kadar tiroglobulin juga dapat akan
meningkatpada keadaan fisiologik normal seperti kehamilan.
g. Ambilan Iodium Radioaktif
Tes ambilan iodium radioaktif dilakukan untuk mengukur
kecepatanpengambilan iodium oleh kelenjar tiroid. Kepada pasien
disuntikan atau radionuklidalainnya dengan dosis tracer, dan
pengukuran pada tiroid dilakukan dengan alatpencacah skintilas
(scintillation counter) yang akan mendeteksi serta menghitungsinar
gamma yang dilepaskan dari hasil penguraian dalam kelenjar
tiroid.Tes ini mengukur proporsi dosis iodium radioaktif yang
diberikan yangterdapat dalam kelenjar tiroid pada waktu tertentu
sesudah pemberiannya. Tesambilan iodium-radioaktif merupakan
pemeriksaan sederhana dan memberikan hasilyang dapat
diandalkan.Penderita hipertiroidisme akan mengalami
penumpukandalam proporsi yang tinggi (mencapai 90% pada
sebagian pasien).
h. Pemindai Radio atau Pemindai Skintilasi Tiroid
Serupa dengan tes ambilan iodium radioaktif dalam pemindaian
tiroiddigunakan alat detector skintilasi dengan focus kuat yang
digerakkan maju mundurdalam suatu rangkaian jalur parallel dan
secara progresif kemudian digerakkankebawah. Pada saat yang
bersamaan, alat pencetak merekam suatu tanda ketika telahtercapai
suatu jumlah hitungan yang ditentukan sebelumnya.Teknik ini akan
menghasilkan gambar visual yang menentukan lokasiradioaktivitas di
daerah yang dipindai. Meskipun I131 merupakan isotop yang
palingsering digunakan, beberapa isotop iodium lainnya yang
Page 52
52
mencakup Tc9m (sodiumpertechnetate) dan isotop radioaktif lainnya
(thalium serta americum) digunakan dibeberapa laboratorium karena
sifat-sifat fisik dan biokimianya memungkinkan untukpemberian
radiasi dengan dosis rendah.Pemindaian sangat membantu dalam
menemukan lokasi, ukuran, bentuk dan fungsi anatomic kelenjar
tiroid. Khususnya jaringan tiroid tersebut terletak substernalatau
berukuran besar. Identifikasi daerah yang mengalami peningkatn
fungsi (hotarea) atau penurunan fungsi (cold area) dapat membantu
dalam menegakkandiagnosis. Meskipun sebagian besar daerah yang
mengalami penurunan fungsi tidakmenunjukkan kelainan malignitas,
defisiensi fungsi akan meningkatknyakemungkinan terjadinya
keganasan terutama jika hanya terdapat satu daerah yangtidak
berfungsi.Pemindaian terhadap keseluruhan tubuh (whole body CT
scan) yangdiperlukan untuk memperoleh profil seluruh tubuh dapat
dilakukan untuk mencarimetastasis malignitas pada kelenjar tiroid
yang masih berfungsi.
i. Ultrasonografi
Pemeriksaan ini dapat membantu membedakan kelainan kistik atau
solid padatiroid. Kelainan solid lebih sering disebabkan keganasan
dibanding dengan kelainan kistik. Tetapi kelainan kistikpun dapat
disebabkan keganasan meskipunkemungkinannya lebih kecil.
j. Pemeriksaan radiologik di daerah leher
Karsinoma tiroid kadang-kadang disertai perkapuran. Ini sebagai
tanda yang khas (Djokomoeljanto, 2009).
Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan kadar kalsitonin (untuk pasien dengan kecurigaan
karsinoma medulle.
2. Biopsi jarum halus
3. Dengan penggunaan yodium
Bila nodul menangkap yodium tersebut kurang dari tiroid normal
disebut nodul dingin. Bila sama afinitasnya disebut nodul hangat.
Page 53
53
Kalau lebih banyak menangkap yodium disebut nodul panas. Sebagian
besar karsinoma tiroid termasuk nodul dingin
4. Radiologis untuk mencari metastasis
Histopatologi (Djokomoeljanto, 2009).
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan hipertiroidisme secara farmakologi menggunakan empat
kelompok obat ini yaitu: obat antitiroid, penghambat transport iodida,
iodida dalam dosis besar menekan fungsi kelenjar tiroid, yodium radioaktif
yang merusak sel-sel kelenjar tiroid. Obat antitiroid bekerja dengan cara
menghambat pengikatan (inkorporasi) yodium pada TBG (thyroxine
binding globulin) sehingga akan menghambat sekresi TSH (Thyreoid
Stimulating Hormone) sehingga mengakibatkan berkurang produksi atau
sekresi hormon tiroid.
A. Obat-obatan anti tiroid (OAT)
Obat antitiroid dianjurkan sebagai terapi awal untuk toksikosis pada
semua pasiendengan grave disease serta digunakan selama 1-2 tahun
dan kemudian dikurangisecara perlahan-lahan. Indikasi pemberian
OAT adalah :
1) Sebagai terapi yang bertujuan memperpanjang remisi atau
mendapatkan remisi
2) yang menetap, pada pasien – pasien muda dengan struma ringan
sampaisedang dan tirotoksikosis
3) Sebagai obat untuk kontrol tirotoksikosis pada fase sebelum
pengobatan, atausesudah pengobatan pada pasien yang mendapat
yodium radioaktif.
4) Sebagai persiapan untuk tiroidektomi
5) Untuk pengobatan pada pasien hamil
6) Pasien dengan krisis tiroid
Obat antitiroid tersebut berfungsi menghambat organifikasi iodida dan
prosesberpasangan iodotirosin untuk membentuk T3 dan T4. PTU
juga menghambat perubahan T4 menjadi T3 di perifer dengan dosis
Page 54
54
300-600 mg/hari secara oral dalam 3-4 dosis terbagi. Efek samping
pengobatan yang utama adalah agranulositosis, yang terjadi sebagai
suatu reaksi idiosinkrasi pada 0,2-0,5% pasien yang diterapi.
Komplikasi ini terjadi dengan awitan yang cepat, tidak dapat
diramalkan dengan lewat pemantauan hitung darah putih, dan bersifat
reversibel bila obat dihentikan. Adapun obat-obat yang temasuk obat
antitiroid adalah Propiltiourasil, Methimazole, Karbimazol.
a. Propiltiourasil (PTU)
a) Indikasi
hipertiroidisme
b) Kontraindikasi
hipersensisitif terhadap Propiltiourasil, blocking
replacementregimen tidak boleh diberikan pada kehamilan dan
masa menyusui.
c) Bentuk sediaan
Tablet 50 mg dan 100 mg
d) Dosis dan aturan pakai
untuk anak-anak 5-7 mg/kg/hari atau 150-200 mg/
m2/hari,dosis terbagi setiap 8 jam. Dosis dewasa 3000 mg/hari,
dosis terbagi setiap 8 jam. Untuk hipertiroidisme berat 450
mg/hari, untuk hipertiroidisme ocasional memerlukan600-900
mg/hari; dosis pelihara 100-150 mg/haridalam dosis terbagi
setiap 8-12 jam.Dosis untuk orangtua 150-300 mg/hari (Lacy,
et al, 2006)
e) Efek samping
ruam kulit, nyeri sendi, demam, nyeri tenggorokan, sakit
kepala, adakecendrungan pendarahan, mual muntah, hepatitis.
f) Mekanisme Obat
menghambat sintesis hormon tiroid dengan
memhambatoksidasidari iodin dan menghambat sintesistiroksin
dan triodothyronin (Lacy, et al, 2006)
g) Resiko khusus
Page 55
55
Hati-hati penggunaan pada pasien lebih dari 40 tahun karena
PTU bisa menyebabkanhipoprotrombinnemia dan pendarahan,
kehamilan dan menyusui, penyakit hati (Lee,2006).
b. Methimazole
a) Kontraindikasi
Hipersensitif terhadap methimazole dan wanita hamil.
b) Bentuk sediaan
tablet 5 mg, 10 mg, 20 mg
c) Dosis dan aturan pakai
untuk anak 0,4 mg/kg/hari (3 x sehari); dosis pelihara
0,2mg/kg/hari (3 x sehari). maksimum 30 mg dalam
sehari.Untuk dewasa: hipertiroidisme ringan 15 mg/hari;
sedang 30-40 mg/hari; hipertiroid berat 60 mg/ hari; dosis
pelihara 5-15 mg/hari.
d) Efek samping
sakit kepala, vertigo, mual muntah, konstipasi, nyeri lambung,
edema.
e) Resiko khusus
pada pasien diatas 40 tahun hati-hati bisa
meningkatkanmyelosupression, kehamilan (Lacy, et al, 2006)
c. Karbimazole
a) Indikasi
hipertiroidisme
b) Kontraindikasi
blocking replacement regimen tidak boleh diberikan pada
kehamilandan masa menyusui.
c) Bentuk sediaan
tablet 5 mg
d) Dosis dan aturan pakai
30-60 g/hari sampai dicapai eutiroid, lalu dosis diturunkan
menjadi 5-20 mg/hari; biasanya terapi berlangsung 18
bulan.Sebagai blocking replacement regimen, karbamizole 20 –
Page 56
56
60 mg dikombinasikandengan tiroksin 50 -150 mg.Untuk dosis
anak mulai dengan 15 mg/hari kemudian disesuaikan dengan
respon.
e) Efek samping
ruam kulit, nyeri sendi, demam, nyeri tenggorokan, sakit
kepala, adakecendrungan pendarahan, mual muntah,
leukopenia.
f) Resiko khusus
penggunaan pada pasien lebih dari 40 tahun karena PTU bisa
menyebabkan hipoprotrombinemia dan pendarahan, kehamilan
dan menyusui (Lacy,et al, 2006).
B. Pengobatan dengan Yodium Radioaktif
Dianjurkan sebagai terapi definitif pada pasien usia lanjut. Indikasi :
1) Pasien umur 35 tahun atau lebih
2) Hipertiroidisme yang kambuh sesudah penberian dioperasi
3) Gagal mencapai remisi sesudah pemberian obat antitiroid
4) Adenoma toksik, goiter multinodular toksik
Pengobatan yodium radioaktif merupakan suatu pemancar-beta
yang terperangkap oleh sel folikular tiroid dan berada dalam tirosin
beryodium dan tironin. Pemancar-beta ini memancarkan radiasi local
dan melakukan ablassi jaringan tirois. Dosis yang diberikan bervariasi
dari 40 sampai 200 mikroCi/g dari berat tiroid yang diperkirakan.
Komplikasi utama dari terapi ini adalah munculnya hipotiroidisme
yang bergantung pada dosis. Biasanya 30 % pasien menjadi hipotiroid
dalam tahun pertama setelah terapi dan sebagian kecil mengalami
hipotiroid dalam tahun berikutnya.
C. Pembedahan Tiroidektomi
Tiroidektomi subtotal efektif untuk terapi hipertiroidisme tetapi
disertai dengan beberapa komplikasi potensial, termasuk cedera pada
nervus laringeus rekurens dan hipoparatiroidisme. Iodium biasanya
Page 57
57
diberikan sebelum operasi untuk mengendalikan tirotoksikosis dan
untuk mengurangi vaskularitas kelenjar itu. Pengangkatan sekitar 5/6
jaringan tiroid praktis menjamin kesembuhan dalam waktu lama bagi
sebagian besar penderita penyakit goiter eksoftalmik. Sebelum
pembedahan, preparat propiltiourasil diberikan sampai tanda-tanda
hipertiroidisme menghilang.
Indikasi :
1) Pasien umur muda dengan struma besar serta tidak berespons
terhadap obat antitiroid.
2) Pada wanita hamil (trimester kedua) yang memerlukan obat
antitiroid dosis besar
3) Alergi terhadap obat antitiroid, pasien tidak dapat menerima
yodium radioaktif
4) Adenoma toksik atau struma multinodular toksik
5) Pada penyakit Graves yang berhubungan dengan satu atau lebih
nodul.
D. Nonfarmakologi
1) Diet yang diberikan harus tinggi kalori 2600-3000 kalori perhari
2) Konsumsi protein yang tinggi yaitu 100-125 gr (2,5 gr/kgBB) per
hari seperti susu dan telur
3) Olahraga secara teratur
4) Mengurangi rokok, alcohol dan kafein yang dapat meningkatkan
metabolisme.
Komplikasi
Komplikasi hipertiroidisme yang dapat mengancam nyawa adalah krisis
tirotoksik (thyroid storm). Hal ini dapat berkernbang secara spontan pada
pasien hipertiroid yang menjalani terapi, selama pembedahan kelenjar
tiroid, atau terjadi pada pasien hipertiroid yang tidak terdiagnosis.
Akibatnya adalah pelepasan TH dalam jumlah yang sangat besar yang
menyebabkan takikardia, agitasi, tremor, hipertermia (hingga 106 F).
Page 58
58
Prognosis
Secara keseluruhan adalah duabia ad bonam. Mortalitas krisis tiroid
dengan pengobatan yang adekuat adalah 10-15% ( Rani et al,2006).
Individu dengan fungsintiroid normal tinggi, hipertiroidisme sunklinis dan
hipertiroidisme klinis akan meningkatkan resiko atrium fibrilasi.
Hipertiroid juga berhubungan dengan peningkatan resiko gagal jantung
(6%) yang mungkin dapat menjadi sekunder untuk menjadi strial fibrilasi
atau takikardi yang berdimensi cardiomiopati. Gagal jantung tiroid ini
dapat memberikan defek hipertensi pulmonal akibat peningkatan cardiac
output. Resiko stroke iskemik ataupun hemoragik juga terbukti mengalami
peningkatan. Data epidemiologi WHO tahun 2008 menunjukan usia
terbanyak antara40-60 tahun.
Klasifikasi
Hipertiroid dapat bermanifestasi menajdi berbagai macam penyakit sesuai
yang tertera pada tabel 1 sebagai berikut.
1. PENYAKIT GRAVES ( Goiter Toksik Difusa)
Penyakit graves merupakan manifestasi hipertiroid yang paling
sering ditemukan. Penyakit Graves adalah suatu gangguan autoimun
di mana terdapat suatu defek genatik dalam limfosit T dan sel Th
Page 59
59
merangsang sel B untuk sintesis antibody terhadap antigen tiroid
(Dorland, 2005).Kejadian tahunan di Amerika Serikat 0,5 kasus per
1000 pada orang pada tahun 2010 selama periode 20 tahun dengan
puncak usia pada 20-40 tahun. Gondok multinodular (15-20%) dari
tirotoksikosis lebih banyak terjadi di daerah dengan defisiensi yodium.
Sedangkan adenoma toksis merupakan penyebab 3-5 kasus
tiroksikosis (lee et al., 2011).
Grave’s disease adalah penyakit autoimun,dimana tubuh
menghasilkan antibodi pada TSHR ( antibodi terhadap thyroglobulin).
Antibodi ini menyebabkan hipertiroidisme karena berikatan dengan
TSHR dan menstimulasi pembentukan T3 dan T4 yang sangat banyak.
Hal ini membuat timbulnya gejala klinik pada hipertiroidisme dan
pembesaran kelenjar (gondok). Tipe tipe antibodi pada TSHR adalah
sebagai berikut.
a. TSI (Thyroid stimulating imunoglobulin)
Antibodi ini (terutama IgG) bekerja sebagai LATS (Long Acting
Thyroid Stimulants), mengaktifkan sel secara lebih lama dan
lambat daripada TSH, yang akan meningkatkan produksi dari
hormon tiroid.
b. TGI (Thyroid growth immunoglobulins)
Antibodi ini berikatan langsungdengan TSHR dan telah melibatkan
pertumbuhan tiroid.
c. TBII (Thyrotrophin Binding-Inhibiting)
Inmunoglobulins.Antibodi ini menghambat TSH dengan
reseptornya. Beberapa dari TBII dapat bertindak seperti TSH untuk
menghasilkan hormon tiroid tetapi ada yang bukan menghasilkan
tiroid tetapi menghambat TSI dan TSH berikatan dan menstimulasi
reseptornya.
Page 60
60
Gambar 1. Ilustrasi TSH reseptor berkaitan dengan TSH dan anti TSH
Reseptor IgG
(Dimodifikasi dari Noor,2009)
Epidemiologi
Graves disease merupakan kondisi yang disebabkan oleh adanya
gangguan pada sistem kekebalan tubuh dimana zat antibodi
menyerang kelenjar tiroid. Sehingga menstimulasi kelenjar tiroid
untuk memproduksi hormon tiroid terus menerus. Graves’
disease lebih banyak ditemukan pada wanita daripada pria, gejalanya
dapat timbul pada berbagai usia, terutama pada usia 20 – 40 tahun.
Faktor keturunan juga dapat mempengaruhi terjadinya gangguan pada
sistem kekebalan tubuh, yaitu dimana zat antibodi menyerang sel
dalam tubuh itu sendiri.
Morfologi
Pada penyakit graves kelenjar tiroid membesar secara difus
akibat adanya hipertropi dan hiperplasia difus sel epitel follikel tiroid.
Kelenjar biasanya lunak dan licin dan kapsulnya utuh.
Gejala Klinis
Gambaran klinis penyakit graves mencakup gambaran yg umum
ditemukan pd semua tirotoksikosis dan gambaran yangg khas untuk
Page 61
61
penyakit graves yaitu hiperplasia difus tiroid, oftalmopati dan
dermopati.
Mikroskopis Penyakit Graves
Secara mikroskopis sel epitel follikel pada kasus yang tidak
diobati tampak tinggi dan columnar lebih banyak dari biasanya.
Jumlah sel yg meningkat mnyebabkan terbentuknya papila kecil yg
menonjol ke dalam lumen follikuler, papilla ini tdk memiliki inti
fibrovaskuler, koloid dalam follikel tampak pucat dan tepi berlekuk-
lekuk. Infiltrat limfoid terdiri atas sel T dan sel B
Patofisiologi
TSI dalam serum berupa long-acting thyroid stimulator (LATS)
berupa IgG yang mengikat reseptor TSH dan mampu menstimulasi
aktivitas adenilat siklase yang berperan mengubah ATP menjadi
cAMP. cAMP berperan sebagai second messenger yang dapat
meningkatkan proses intraseluler sehingga terjadi peningkatan
pelepasan hormone tiroid. TGI berperan pada proliferasi epitel folikel
tiroid. TBII merupakan antibody anti-reseptor TSH, bekerja
menyamar seperti TSH sehingga terjadi stimulasi aktivitas sel epitel
kelenjat tiroid. Gambaran Klinis
Penyakit ini ditandai dengan trias manifestasi berupa:
1. Tiroksikosis/hipertiroidisme akibat pembesaran difus tiroid
yang hiperfungsi.
2. Oftalmopati infiltratif yang menyebabkan eksoftalmus
3. Dermopati infiltratif dengan mixedema pre tibia.
Eksoftalmus terjadi akibat kombinasi infiltrasi limfosit, pengendapan
glikosaminoglikan, adipogenesis dalam jaringan ikat orbita sehingga
eksofltalmus. Jaringan tertentu diluar tiroid seperti fibroblas orbita
dapat mengekpresikan reseptor TSH di permukaannya. Sebagai
respons terhadap antibodi anti-reseptor TSH di darah dan sitokin lain
fibroblas mengalami diferensiasi menuju adiposit matang dan
Page 62
62
mengeluarkan glikosaminoglikan hidrofilik ke interstisium sehingga
terjadi eksoftalmus. Mekanisme ini hampir sama terjadi pada
dermopati penyakit Graves. Pada penyakit Graves terjadi penurunan
TSH dan peningkatan T3 dan T4 bebas (Vinay, et al., 2007).
Diagnosis
Penyakit Graves memiliki manifestasi pembesaran kelenjar
tiroid difus disertai tanda dan gejala ke arah tirotoksikosis. Untuk
memastikan diagnosis, diperlukan pemeriksaan TSH dan T4-bebas
dalam darah. Pemeriksaan TSH sangat berguna untuk skrining
hipertiroidisme, karena dengan peningkatan sekresi hormon tiroid
dapat menekan sekresi TSH. Pada stadium awal penyakit Graves,
kadang-kadang TSH sudah tertekan tetapi kadar T-4 bebas masih
normal. Pada keadaan demikian, pemeriksaan T-3bebas diperlukan
untuk memastikan diagnosis T-3 toksikosis. Apabila dengan
pemeriksaan fisis dan laboratorium tidak dapat menegakkan diagnosis
penyakit Graves, dapat dilakukan pemeriksaan lanjutan dengan tes
supresi tiroksin.
Pemeriksaan Penunjang
Untuk dapat memahami hasil-hasil laboratorium pada penyakit
Graves dan hipertiroidisme umumnya, perlu mengetahui mekanisme
umpan balik pada hubungan (axis) antara kelenjar hipofisis dan
kelenjar tiroid. Dalam keadaan normal, kadar hormon tiroid perifer,
seperti L-tiroksin (T-4) dan tri-iodo-tironin (T-3) berada dalam
keseimbangan dengan thyrotropin stimulating hormone (TSH).
Artinya, bila T-3 dan T-4 rendah, maka produksi TSH akan meningkat
dan sebaliknya ketika kadar hormon tiroid tinggi, maka produksi TSH
akan menurun.
Pada penyakit Graves, adanya antibodi terhadap reseptor TSH di
membran sel folikel tiroid, menyebabkan perangsangan produksi
Page 63
63
hormon tiroid secara terus menerus, sehingga kadar hormon tiroid
menjadi tinggi. Kadar hormon tiroid yang tinggi ini menekan produksi
TSH di kelenjar hipofisis, sehingga kadar TSH menjadi rendah dan
bahkan kadang-kadang tidak terdeteksi. Pemeriksaan TSH generasi
kedua merupakan pemeriksaan penyaring paling sensitif terhadap
hipertiroidisme, oleh karena itu disebut TSH sensitive (TSHs), karena
dapat mendeteksi kadar TSH sampai angka mendekati 0,05mIU/L.
Untuk konfirmasi diagnostik, dapat diperiksa kadar T-4 bebas (free T-
4/FT-4).
Pemeriksaan Penunjang Lain
Pemeriksaan penunjang lain seperti pencitraan (scan dan USG
tiroid) untuk menegakkan diagnosis penyakit Graves jarang
diperlukan, kecuali scan tiroid pada tes supresi tiroksin. Terdapat 3
modalitas pengobatan pada penyakit Graves, yaitu obat antitiroid,
operasi dan Iodium-131 (131I). Pilihan pengobatan tergantung pada
beberapa hal, antara lain berat ringannya tirotoksikosis, usia pasien,
besarnya struma, ketersediaan obat antitiroid dan respons/reaksi
terhadapnya, serta penyakit lain yang menyertainya.
Tatalaksana
Terapi pada penyakit Graves dapat melalui tiga macam yaitu
terapi medikamentosa antitiroid, tiroidektomi, dan yodium radioaktif.
Terapi medikamentosa dapat diberikan metimazol, propiltiourasil, dan
levotiroksin. Tiroidektomi subtotal merupakan pengobatan terpilih
untuk pasien dengan pembesaran kelenjar tiroid atau goiter
multinoduler. Terapi yodium radioaktif dengan menggunakan I131
merupakan pengobatan lebih baik pada kebanyakan pasien berusia di
atas 21 tahun (Katzung, 1997).
1. Obat Antitiroid : Golongan Tionamid
Terdapat 2 kelas obat golongan tionamid, yaitu tiourasil dan
imidazol. Tiourasil dipasarkan dengan nama propiltiourasil (PTU)
Page 64
64
dan imidazol dipasarkan dengan nama metimazol dan karbimazol
Obat golongan tionamid lain yang baru beredar ialah tiamazol yang
isinya sama dengan metimazol (Cooper, 2000)
Mekanisme Kerja
Obat golongan tionamid mempunyai efek intra dan ekstratiroid.
Mekanisme aksi intratiroid yang utama ialah
mencegah/mengurangi biosintesis hormon tiroid T-3 dan T-4,
dengan cara menghambat oksidasi dan organifikasi iodium,
menghambat coupling iodotirosin, mengubah struktur molekul
tiroglobulin dan menghambat sintesis tiroglobulin. Sedangkan
mekanisme aksi ekstratiroid yang utama ialah menghambat
konversi T-4 menjadi T-3 di jaringan perifer (hanya PTU, tidak
pada metimazol). Atas dasar kemampuan menghambat konversi T-
4 ke T-3 ini, PTU lebih dipilih dalam pengobatan krisis tiroid yang
memerlukan penurunan segera hormon tiroid di perifer. Sedangkan
kelebihan metimazol adalah efek penghambatan biosintesis
hormon lebih panjang dibanding PTU, sehingga dapat diberikan
sebagai dosis tunggal (Cooper,2000).
Dosis
Besarnya dosis tergantung pada beratnya tampilan klinis, tetapi
umumnya dosis PTU dimulai dengan 3×100-200 mg/hari dan
metimazol/tiamazol dimulai dengan 20-40 mg/hari dosis terbagi
untuk 3-6 minggu pertama. Setelah periode ini, dosis dapat
diturunkan atau dinaikkan sesuai respons klinis dan biokimia.
Apabila respons pengobatan baik, dosis dapat diturunkan sampai
dosis terkecil PTU 50mg/hari dan metimazol/ tiamazol 5-10
mg/hari yang masih dapat mempertahankan keadaan klinis eutiroid
dan kadar T-4 bebas dalam batas normal.4 Bila dengan dosis awal
belum memberikan efek perbaikan klinis dan biokimia, dosis dapat
dinaikkan bertahap sampai dosis maksimal, tentu dengan
Page 65
65
memperhatikan faktor-faktor penyebab lainnya seperti ketaatan
pasien minum obat, aktivitas fisis dan psikis.
Efek Samping
Meskipun jarang terjadi, harus diwaspadai kemungkinan timbulnya
efek samping, yaitu agranulositosis (metimazol mempunyai efek
samping agranulositosis yang lebih kecil), gangguan fungsi hati,
lupus like syndrome, yang dapat terjadi dalam beberapa bulan
pertama pengobatan.3 Untuk mengantisipasi timbulnya efek
samping tersebut, sebelum memulai terapi perlu pemeriksaan
laboratorium dasar termasuk leukosit darah dan tes fungsi hati, dan
diulang kembali pada bulan-bulan pertama setelah terapi. Bila
ditemukan efek samping, penghentian penggunaan obat tersebut
akan memperbaiki kembali fungsi yang terganggu, dan selanjutnya
dipilih modalitas pengobatan yang lain seperti 131I atau operasi.
Bila timbul efek samping yang lebih ringan seperti pruritus, dapat
dicoba ganti dengan obat jenis yang lain, misalnya dari PTU ke
metimazol atau sebaliknya.
Evaluasi
Evaluasi pengobatan perlu dilakukan secara teratur mengingat
penyakit Graves adalah penyakit autoimun yang tidak bisa
dipastikan kapan akan terjadi remisi. Evaluasi pengobatan paling
tidak dilakukan sekali/bulan untuk menilai perkembangan klinis
dan bikokimia guna menentukan dosis obat selanjutnya. Dosis
dinaikkan dan diturunkan sesuai respons hingga dosis tertentu yang
dapat mencapai keadaan eutiroid. Kemudian dosis diturunkan
perlahan hingga dosis terkecil yang masih mampu
mempertahankan keadaan eutiroid, dan kemudian evaluasi
dilakukan tiap 3 bulan hingga tercapai remisi. Parameter biokimia
yang digunakan adalah FT-4 (atau FT-3 bila terdapat T-3
toksikosis), karena hormon-hormon itulah yang memberikan efek
klinis, sementara kadar TSH akan tetap rendah, kadang tetap tak
terdeteksi, sampai beberapa bulan setelah keadaan eutiroid
Page 66
66
tercapai. Sedangkan parameter klinis yang dievaluasi ialah berat
badan, nadi, tekanan darah, kelenjar tiroid, dan mata
(Cooper,2000).
2. Obat Golongan Penyekat Beta
Obat golongan penyekat beta, seperti propranolol hidroklorida,
sangat bermanfaat untuk mengendalikan manifestasi klinis
tirotoksikosis (hyperadrenergic state) seperti palpitasi, tremor,
cemas, dan intoleransi panas melalui blokadenya pada reseptor
adrenergik. Di samping efek antiadrenergik, obat penyekat beta ini
juga dapat -meskipun sedikit- menurunkan kadar T-3 melalui
penghambatannya terhadap konversi T-4 ke T-3. Dosis awal
propranolol umumnya berkisar 80 mg/hari.3,4
Di samping propranolol, terdapat obat baru golongan penyekat beta
dengan durasi kerja lebih panjang, yaitu atenolol, metoprolol dan
nadolol. Dosis awal atenolol dan metoprolol 50 mg/hari dan
nadolol 40 mg/hari mempunyai efek serupa dengan propranolol.
II. Operasi
Pilihan operasi jenis tiroidektomi subtotal pada penyakit
Graves diindikasikan bila struma besar atau dengan struma
retrosternal hingga menyebabkan pendesakan, respons terhadap
obat antitiroid kurang memadai, atau terdapat efek samping obat.
Sebelum tindakan operasi dilaksanakan, keadaan
hipertiroidismenya harus diobati terlebih dulu hingga tercapai
eutiroidisme baik klinis maupun biokimia. Iodida inorganik
biasanya diberikan selama 7-10 hari sebelum operasi dengan tujuan
mengurangi vaskularisasi kelenjar tiroid dan mempermudah
prosedur operasi. Di senter yang berpengalaman, angka
hipertiroidisme yang teratasi mencapai 98% dengan sedikit
komplikasi operasi. Komplikasi hipotiroidisme yang terjadi,
terutama disebabkan sedikitnya sisa tiroid yang tertinggal dan
adanya antibodi antitiroid (Singer,1995).
Page 67
67
Angka kekambuhan hipertiroidisme dilaporkan sebanyak 5-
15%, sebagian besar dialami kelompok pasien dengan kadar TR-
Ab tinggi sebelum operasi dan dengan keterlibatan mata yang
serius. Pada kelompok seperti ini sebaiknya dilakukan tiroidektomi
total, bukan tiroidektomi subtotal. Pada kelompok yang mengalami
kekambuhan pasca tiroidektomi subtotal, pilihan selanjutnya ialah
terapi Iodium radioaktif.(Weetman, 2000).
III. Iodium Radioaktif
Terapi iodium radioaktif merupakan terapi pilihan pada
pasien yang mengalami kekambuhan setelah terapi obat antitiroid
jangka panjang dengan problem kardiak, atau pasien Graves yang
berat karena kelompok tersebut diperkirakan akan sulit mencapai
remisi dengan obat antitiroid. Indikasi lain terapi ini ialah bila
terdapat efek samping serius terhadap obat antitiroid, juga pada
sebagian besar pasien multinodular-uninodular toksik. Terapi
iodium radioaktif dikontraindikasikan pada wanita hamil dan
sedang menyusui (Cooper,2000).
Evaluasi pasien dilakukan dengan interval 4-6 minggu
selama 3 bulan pertama, dan selanjutnya sesuai dengan keadaan
klinis dan biokimia. Bila ingin hamil, sebaiknya ditunda hingga 4
bulan pascaterapi.2 Hipotiroidisme, yang sering merupakan
komplikasi terapi iodium radioaktiv, dapat muncul pada 6-12 bulan
pertama setelah terapi, tetapi dapat juga muncul setiap saat. Bila
hipotiroidisme terjadi, dapat diberikan L-tiroksin dosis titrasi,
dengan target kadar FT-4 dan TSH normal. Bila telah tercapai
eutiroid yang stabil, evaluasi dapat dilakukan setahun sekali
(Weetman, 2000).
2. Tiroiditis de Quervain
Definisi
Page 68
68
Sinonim dari de Quervain adalah tiroiditis granulomatous,
tiroiditispseudotuberculous, tiroiditis giant cell.Tiroiiditis subakut de
Quervain’s merupakan penyakitself-limitingdisease.Etiologi tiroiditis
subakut de Quervain’s diduga disebabkan oleh infeksivirus ( mumps,
measles, influenza, adenovirus, coxsackievirus). Ditandai dengan rasa
nyeri, pembesaran kelenjar tiroid dan inflamasi, dan mengakibatkan
produksi hormon tiroid dalam jumlah besar ke dalam darah.
Umumnya gejala menghilang setelah beberapa bulan, tetapi bisa
timbul lagi pada beberapa orang.Insidens terjadibiasanya 0.5-3% dari
keseluruhan tiroiditis. Lebih sering didapatkan padawanita.
Insiden tertinggi biasanya didapatkan antara 20-50 tahun (Schteingart,
2006).
Manifestasi klinis
Gejala klinis tiroiditis subakut de Quervain’s berupa nyeri pada
leher yang bersifat sedang hingga ke berat, dan menjalar ke rahang,
telinga, mukadan bagian torakal. Bisa juga disertai dengan demam dan
malaise. Padapemeriksaan fisis, didapatkan pembesaran kelenjar tiroid
secara simetris. Pada mulanya penderita biasanya mempunyai gejala
hipertiroidisme dengan palpitasi,agitasi dan keringat. Tanda-tanda
klinis toksisitas termasuk takikardi,tremor,dan hiperrefleksia bisa
dijumpai.
Diagnosis
Diferensial diagnosis untuk tiroiditis sub-akut de Quervain
adalahtiroiditis supuratif akut. Keduanya dibedakan melalui
pemeriksaan USG dimanapada tiroiditis sub-akut de Quervain tampak
hipoperfusi yang irregular padakelenjar tiroid, berbeda dengan
tiroiditis supuratif akut yang tampak hiperfusipada daerah yang
mengalami inflamasi.
Terapi
Page 69
69
Terapi pada tiroiditis sub-akut de Quervain’s ini bersifat
simtomatis.Rasa sakit dan inflamasi diberikan NSAID atau aspirin.
Pada keadaan beratdapat diberikan kortikosteroid, misalnya
prednisone 40mg/hari. Tirotoksikosisyang timbul biasanya tidak berat,
bila berat dapat diberikan alpha-blokermisalnya propranolol 40-
120mg/hari atau atenolol 25-50mg per hari.Peningkatan PTU atau
metimasol tidak diperlukan karena tidak terjadipeningkatan sintesis
dari sekresi hormone. Pada perjalanan penyakitnya kadang-kadang
dapat timbul hipotiroid yang ringan yang berlangsung tidak
lama,karenanya tidak memerlukan pengobatan. Bila hipotiroidnya
berat dapatdiberikan L-tiroksin 50-100mcg per hari selama 6-8
minggu dan tiroksinkemudian dihentikan(Schteingart, 2006).
G. Karsinoma Tiroid
Definisi
Karsinoma tiroid berasal dari sel folikel tiroid. Keganasan tiroid
dikelompokkan menjadi karsinoma tiroid berdeferensiasi baik, yaitu
bentuk papiler, folikuler, atau campuran keduanya, karsinoma meduler
yang berasal dari sel parafolikuler yang mengeluarkan kalsitonin (APUD-
oma), dan karsinoma berdeferensiasi buruk/anaplastik. Karsinoma
sekunder pada kelenjar tiroid sangat jarang dijumpai. Perubahan dari
struma endemik menjadi karsinoma anaplastik dapat terjadi terutama pada
usia lanjut
Prevalensi
Karsinoma tiroid agak jarang didapat, yaitu sekitar 3-5% dari
semua tumor maligna.Insidensnya lebih tinggi di negara dengan struma
endemik, terutama jenis folikuler jenis berdeferensiasi buruk/anaplastik.
Karsinoma tiroid didapat pada segala usia dengan puncak pada usia muda
(7-20 tahun) dan usia setengah baya (40-60 tahun). Insidens pada pria
adalah sekitar 3/100.000/tahun dan wanita sekitar 8/100.000/tahun.
Kurang lebih 25% terjadi pada struma nodosa. Fokus karsinoma
Page 70
70
tampaknya muncul secara denovo di antara nodul dan bukan di dalamnya. 1 Radiasi daerah leher merupakan salah satu faktor risiko yang penting.
Lebih kurang 25% dari mereka yang menjalani radiasi di leher pada usia
muda, di kemudian hari memperlihatkan nodul kelenjar tiroid yang berupa
adenokarsinoma tiroid, terutama tipe papiler. Risiko mendapatkan
karsinoma tiroid akibat radiasi biasanya juga tergantung pada usia
penderita. Bila radiasi terjadi pada usia lebih dari 20 tahun, kolerasi
risikonya menjadi kurang bermakna.Masa laten mungkin lama sekali
sampai puluhan tahun seperti terlihat pada penduduk Hiroshima dan
penderita lain yang mengalami radiasi bentuk apa pun pada lehernya
(Sjamsuhidajat R, 2005).
Etiologi
Karsinoma tiroid berasal dari 2 tipe sel yang berada di kelenjar
tiroid. Sel tersebut akan berdiferensiasi menjadi karsinoma papiler,
karsinoma folikular, karsinoma medular dan karsinoma anaplastik.
Pajanan dari radiasi meningkatkan resiko terjadinya keganasan pada tiroid,
terutama karsinoma papiler tiroid. Hal ini diobservasi dari anak-anak yang
terpajan radiasi setelah terjadinya bom nuklir di Hiroshima dan Nagasaki
saat perang dunia ke 2. Bukti lainnya didapatkan dari percobaan bom atom
pada pulau Marshall, setelah kecelakaan pada Chernobyl. Pasien dengan
pengobatan terapi radiasi juga beresiko tinggi terjadinya karsinoma tiroid.
Diet rendah iodin tidak membuktikan terjadinya karsinoma pada tiroid,
namun pada populasi dengan asupan rendah iodin memiliki angka tinggi
terjadinya karsinoma folikuler dan anaplastic (Sharma, 2010).
Klasifikasi
a. Patologi
i. Karsinoma papilar
Merupakan jenis keganasan tiroid berdiferensiasi baik dan paling
sering ditemukan (60%). Merupakan karsinoma yang bersifat
kronik, tumbuh lambat dan mempunyai prognosis paling baik
Page 71
71
diantara keganasan tiroid lainnya (Sjamsuhidajat R, 2005).
ii. Karsinoma folikular
Adenokarsinoma meliputi sekitar 25% keganasan tiroid dan
didapat terutama pada wanita setengah baya. Merupakan jenis
kedua kanker tiroid paling umum, merupakan 5-10 persen dari
karsinoma tiroid dan sekitar 15 persen dari karsinoma tiroid
berdeferensiasi baik. Lebih agresif (ganas) dari karsinoma papiler,
dan terjadi lebih sering pada wanita daripada pria dengan rasio tiga
banding satu. Puncaknya onset adalah pada usia 50 tahun. Biasanya
tidak menyebar ke kelenjar getah bening, tetapi dapat menyerang
vena dan arteri, dan kemudian dapat menyebar (metastasis) ke lain
organ. Paling sering metastasis ke paru-paru, tulang, otak, hati,
kandung kemih, dan kulit. Kanker ini jarang terjadi pada individu
yang telah terpapar radiasi dan lebih jarang terjadi pada anak-anak.
Muncul dari sel-sel yang membuat hormon tiroid. Survival rate
tergantung pada ukuran tumor dan apakah telah menginvasi
pembuluh darah, kelangsungan hidup 10 tahun untuk tumor yang
non invasif 86 persen dan untuk yang invasif 44 persen
(Sjamsuhidajat R, 2005).
iii. Karsinoma medular
Meliputi 5-10% keganasan tiroid dari sel parafolikuler, atau sel C
yang memproduksi tirokalsitonin. Tumor berbatas tegas dan keras
pada perabaan. Tumor ini terutama ditemukan pada usia di atas 40
tahun, tetapi juga ditemukan pada usia yang lebih muda bahkan
pada anak- anak dan biasanya disertai gangguan endokrin lainnya
(Sjamsuhidajat R, 2005).
iv. Karsinoma tidak terdiferensiasi
(anaplastik)
Jarang ditemukan dibandingkan dengan karsinoma ang
berdiferensiasi baik. Tumor ini sangat ganas, terutama terdapat
pada usia tua dan lebih banyak pada wanita. Sebagian tumor terjadi
Page 72
72
pada struma nodosa yang kemudian membesar dengan cepat.
Tumor ini sering disertai nyeri dan nyeri alih ke daerah telinga dan
suara serak karena infiltrasi n.rekuren (Sjamsuhidajat R, 2005).
b. Kalsifikasi klinis TNM karsinoma tiroid :
i. T (Tumor primer)
TO tidak terbukti ada tumor
Tx tumor tidak dapat dinilai
T1 <1cm
T2 2-4 cm masih terbatas pada tiroid
T3 > 4 cm terbatas pada tiroid atau tumor dengan ukuran
berapa saja dengan ekstensi ekstra triod yang minimal
(misal ke otot sternotiroid atau jaringan lunak peritiroid)
T4a tumor telah berestensi keluar kapsul tiroid dan menginvasi
ke tempat berikut ; jaringan lunak subkutan, laring, trakea,
esofagus, n. Laringeus recurren atau karsinoma anaplastik
terbatas pada tiroid (intra tiroid)
T4b tumor telah menginvasi fasia prevertebra, pembuluh
mediastinal atau arteri carotis atau karsinoma anaplastik
berestensi keluar kapsul (ekstra tiroid)
ii. N (Kelenjar getah bening regional)
Nx kelenjar getah bening tidak dapat dinilai NO tidak
ditemukan metastasis ke kelenjar getah bening
N1 pembesaran (dapat dipalpasi)
N1a hanya ipsilateral
N1b kontralateral, bilateral, garis tengah atau mediastinum
iii. M (Metastasis jauh
Mx metastasi tidak dapat dinilai MO tidak terdapat metastasis
jauh M1 terdapat metastasis jauh
Gejala Klinis
Kecurigaan klnis tiroid didasarkan pada observasi yang dikonfirmasikan
Page 73
73
dengan pemeriksaan patologis dan dibagi dalam kecurigaan tinggi, sedang
dan rendah (Gardner, 2007)
1. Kecurigaan tinggi
a. Riwayat neoplasma endokrin multipel dalam keluarga
b. Pertumbuhan tumor yang cepat
c. Nodul teraba keras
d. Fiksasi daerah sekitar
e. Paralisis pita suara
f. Pembesaran kelenjar limpa regional
g. Adanya metastasia yang jauh
2. Kecurigaan sedang
a. Usia <20 tahun atau >60 tahun
b. Adanya riwayat radiasi di leher
c. Jenis kelamin pria dengan nodul soliter
d. Tidak jelas adanya fiksasi daerah sekiar
e. Diameter lebih besar dari 4cm dan kistik
3. Kecurigaan rendah
a. Adanya benjolan di leher
b. Tidak adanya gejala seperti yang disebutkan pada kecurigaan tinggi dan
sedang
Pemeriksaan Penunjang
a. Biopsi aspirasi jarum halus (BAJAH)
FNAB (fine-needle aspiration biposy) adalah pemeriksaan yang
paling penting untuk mengevaluasi nodul pada tiroid. Tekhnik ini tidak
mahal dan mudah dilaksanakan, dan dengan sedikit komplikasi.
Untuk melakukan FNAB, ekstensikkan leher pasien dan palpasi
nodul dengan lembut. Kulit area penusukan harus dibersihkan dengan
alkohol terlebih dahulu yang kemudian diikuti dengan penyuntikan
anestesi lokal. Peggunaan jarum juga harus dengan jarum yang besar
agarspesimen yang diambil tidak rusak.
Diagnosis sitologis sangat tergantung dari benar atau tidaknya
Page 74
74
proses pengambilan sampel, sehingga disarankan untuk mengaspirasi
di 3 tempat yang berbeda pada nodul untuk kepastian specimen
(Sharma, 2010).
b. Laboratorium
Pemeriksaan kadar tiroglobulin serum untuk keganasan tiroid
cukup sensitif tapi tidak spesifik. Serum Thyoid- Stimulating Hormone
sangat sensitif untuk mendeteksi hipertiroid ataupun hipotiroid. Namun
pada penyakit keganasan, kadar TSH tidak bisa menentukan apakah
nodul tersebu ganas atau jinak.
Peningkatan serum kalsitonin biasanya menunjukkan karsinoma
tiroid tipe medular. Serum kalsitonin, yang biasanya menjadi tolak
ukur diagnosis folikular-medular karsinoma tiroid, sekarang digantikan
dengan pemeriksaan PCR (polymerase chain reaction) yang lebih
sensitif pada mutasi RET proto-oncogene. Bagaimanapun, kalsitonin
dan pentagastrin digunakan sebagai penanda tumor untuk memantau
pasien yang menderita karsinoma tiroid medular (Gardner, 2007).
c. Pencitraan
i. Sintigrafi tiroid
Sintigrafi tiroid keganasan hanya memberikan gambaran hipofungsi
atau nodul dingin, sehingga dikatakan tidak spesifik dan tidak
diagnostik. Sintigrafi dapat dilakukan dengan 2 macam isotop:
1. lodium radioaktif
2. Techneticum pertechnetate isotop
ii. USG
Dilakukan untuk menentukan ukuran dan jumlah nodul, meski
USG tidak dapat membedakan nodul jinak dari yang ganas.
iii. CT scan dan MRI
Digunakan untuk mengevaluasi jaringan lunak yang besar dan
dicurigai massa yang terdapat pada leher, trakhea atau esofagus
dan untuk melihat adanya metastase ke kelenjar limfa di servikal.
Page 75
75
Diagnosis
a. Karsinoma tiroid berdiferensiasi baik
i. Karsinoma papiler
Karsinoma papiler adalah keganasan tiroid yang paling sering,
sekitar 80%. Wanita yang berumur 34-40 tahun tiga kali lebih
sering terkena daripada pria. Kasus yang muncul bisa genetik /
faktor keturunan yang berhubungan dengan sindrom Gardnrer
(poliposis adenomatous familial). Terekspose radiasi terutama saat
masa kanan, berhubungan dengan pmunculnya karsinoma tiroid
papiler. Tumor biasanya muncul setelah masa laten sekitar 10-2-
tahun. Bagaimanapun, angka kejadian kanker tipe ini juga
dihipotesikan berhubungan dengan tiroiditis Hashimoto.
Karsinoma jenis ini adalah tipe tumor yang tumbuh lambat karena
T4 dan produksi sel folikular dari tiroid. Sel tersebut sensitif
terhadap TSH dan pengambilan iodin. Sel tersebut memproduksi
tiroglobulin yang memberi respon pada stimulasi TSH. Hal
tersebut memungkinkan menjadi dasar diagnostik dan terapeutik
pada penyakit berulang ataupun rekurensi setelah operasi eksisi
(Sharma, 2010).
Tumor bisa tumbuh ke arah kapsul tiroid yang kemudian
menginvasi struktur di sekelilingnya. Pertumbuhan ke arah trakhea
bisa memicu terjadinya hemoptisis. Pertumbuhan yang ekstrem
bisa juga mengarag ke obstruksi jalan napas. Invasi ke arah lain
bisa juga menyebabkan pasien serak, bersuara saat bernapas
sampai disfagia (Sharma, 2010).
Page 76
76
ii. Karsinoma Folikular
Karsinoma folikular adalah kedua tersering pada keganasan tiroid,
10% dari kanker tiroid. Kanker folikular muncul saat asupan iodin
untuk tiroid rendah. Karsinoma jenis ini juga muncul tiga kali lebih
banyak pada wanita dibandingkan dengan pria. Pasien dengan jenis
ini biasanya lebih tua daripada karsinoma papiler, sekitar dekade
empat sampi enam. Sama seperti karsinoma papiler, karsinoma
folikular muncul dari sel folikuler di tiroid. Sel TSH nya pun
sensitif, pada pengambilan iodin dan produksi tiroglobulin. Tidak
seperti karsinoma pailer, pada karsinoma folikuler jrang
bermetastase ke arah servikal, tapi lebih banyak bermetastase ke
paru dan tulang (Sharma, 2010).
iii. Karsinoma Sel Hurtel
Karsinoma sel Hurtle adalah tipe keganasan tiroid yang jarang,
Page 77
77
yang juga terkadang dianggap sebagai varian dari karsinoma
folikular. Biasa juga dikenal sebagai karsinoma onkositik,
Askanazy, atau sel besar. 2-3% dari keganasan yang muncul di
tiroid. Lebih sering muncul pada wanita dekade kelima. Adapun
gejala klinisnya sama dengan keganasan tiroid tipe lainnya.
Pada pemeriksaan patologis, sel karsinoma Hurtle, seperti
karsinoma folikular, dibedakan dengan adenoma dari adanya
invasi kapsuler, invasi vaskular, atau keduanya. Karena tumor
malignan sulit untuk di identifikasi dengan elemen selular sendiri,
dan pemeriksaan FNAB dapat membedakan ganas / jinak, maka
pada penegakan diagnosis perlu dilakukan pemeriksaan pada
specimen (Sharma, 2010).
iv. Medullay Thyroid Carcinoma (MTC)
MTC mengambil peran sekitar 5% dari keganasan yang mungkin
terjadi pada tiorid. Tumor ini bisa berasal dari sel parafolikuler di
tiroid. Sel C adalah derivat neural- crest dan juga memproduksi
kalsitonin. Sekitar 75% MTC muncul secara sporadik, sedangkan
25% lainnya berhubungan dengan faktor familial. Kasus sporadik
biasanya bermanifestasi sebagai nodul tiroid soliter, seperti pada
keganasan tiroid lainnya. Dan juga munculnya gejala nyeri,
dysphagia dan serak yang mengarah pada invasi local.
v. Karsinoma Anaplastik dan Karsinoma lainnya
Page 78
78
Karsinoma jenis ini adalah yang paling jarang pada keganasan
yang terjadi di tiroid, 1,6 %. Tapi walau bagaimanapun, karsinoma
jenis ini memiliki tingkat keberhasilan hidup sangat rendah
dibanding yang lain. Seperti keganasan tiroid yang lainnya, pada
karsinoma anaplastik juga lebih banyak menyerang wanita
dibanding pria. Biasanya menyerang wanita pada dekade 6-7.
Karsinoma ini muncul dengan adanya benjolan pada leher yang
tumbuh semakin membesar. Suara serak dan dispnea bisa muncul
karena efek invasi. Daerah yang biasa menjadi sasaran metastase
adalah paru, tulang dan otak (Sharma, 2010).
Sebagian besar pasien dengan kanker tiroid mempunyai massa
yang dapat teraba pada leher, tumor intratiroid ataupun
limpoadenopati regional yang metastase. Di beberapa pasien,
secara klinis tersamarkan, lesi tidak teraba saat palpasi dan hanya
akan dikenali jika menggunakan pemeriksaan gambar dengan
resolusi tinggi saat melakukan intervensi sebelum operasi untuk
menemukan penyakit jinak pada tiroid (Cobin, 2011).
Jadi, anamnesis dan pemeriksaan fisik bisa dijadikan dasar untuk
menentukan diagnosis definitif dari kanker tiroid. Diagnosis
kanker tiroid memerlukan konfirmasi sitologi atau histologi.
Biopsi FNA adalah metode paling efektif untuk membedakan
tumor jinak sampai ganas pada nodul tiroid secara preoperatif.
Diagnosis kanker tiroid harus mencakup pemeriksaan patologi
secara hati-hati pada jaringan tiroid (Cobin, 2011).
Penatalaksanaan
Untuk adenokarsinoma berdiferensiasi baik pada usia mudam
unilateral, dengan diameter kecil tanpa penyebaran ke kelenjar leher
( dengan kemungkinan prognosis baik), dapat dipertimbangkan untuk
dilakukan istmolobektomi, yaitu hemitiroidektomi. Bila skor buruk,
dianjurkan untuk tiroidektomi total. Jika telah terdapat pembesaran
kelenjar limfe leher, kemungkinan besar telah terjadi penyebaran.maka
Page 79
79
harus dilakukan tiroidektomi total disertai diseksi kelenjar leher pada sisi
yang sama (Sjamsuhidajat R, 2005).
Prognosis
Prognosis yang bisa ditetapkan tergantung dari tipe
keganasannya. Tipe karsinoma tiroid anaplastik memiliki
prognosis yang paling buruk diantara yang lainnya, dengan
ketahanan hidup <5 tahun. Yang kemudian diikuti dengan
karsinoma meduler, karsinoma folikuler dan karsinoma papiler
(Gardner, 2007).
Page 80
80
BAB III
KESIMPULAN
1. Kelenjar tiroid berbentuk kupu-kupu terletak didepan trakea setinggi cincin
trakea ke dua dan tiga. Kata tiroid berasal dari bahasa Yunani “thyreos” yang
berarti pelindung. Tiroid terdiri dari dua lobus yang dihubungkan oleh
isthmus ditengah.
2. Kelenjar tiroid berfungsi untuk pertumbuhan dan mempercepat metabolisme.
Kelenjar tiroid menghasilkan hormon tiroid utama, yaitu tiroksin (T4).
3. Hipotiroidisme adalah suatu keadaan di mana efek hormon tiroid di jaringan
kurang (contoh pada defisiensi yodium tiroid justru bekerja keras).
4. Secara klinis dikenal: Hipotiroidisme sentral, karena kerusakan
hipofisis/hipotalamus; Hipotiroidisme primer apabila yang rusak kelenjar
tiroid.
5. Hipertiroid dikenal juga sebagai tirotoksitosis, yang dapat di definisikan
sebagai respons jaringan tubuh terhadap pengaruh metabolic hormon tiroid
yang berlebihan
6. Tumor tiroid merupakan penyakit yang sering ditemukan, pada umumnya
berupa tumor jinak, sebagian kecil berupa karsinoma, jarang sekali dijumpai
sarkoma.
DAFTAR PUSTAKA
Cobin, Rhoda H. AACE/AAES Medical/Surgical Guidelines for Clinical Practice:
Management of Thyroid Carcinoma. June 2001. Available at:
http://www.aace.com/pub/pdf/guidelines/thyroid carcinoma.pd
Gardjito, Widjoseno. 2005. Sistem Endokrin. Dalam Buku Ajar Ilmu Bedah.
Editor Sjamsuhidajat R., de Jong W. Edisi 2. Jakarta : EGC. Hal. 683-690
Gardner, David G, Dolores Shoback. 2007. Lange: Basic and Clinical
Endocrinology. International Ed.8th. The McGraw-Hill. Pg.270- 278
Page 81
81
Greensoan, Francis S., John D. Baxter. 2004. Tiroid. Dalam Buku Endokrinologi
Dasar dan Klinik. Jakarta : EGC. Hal. 206-289
Grace, Pierce A., Neil R. Borley. 2006. Struma. Dalam Buku At a Glance Ilmu
Bedah. Jakarta : EGC. Hal. 132-134
Guyton, Arthur C, John E.Hall.2006. Buku Ajar: Fisiologi Kedokteran. Jakarta:
EGC.Hal.1188
Martini, Frederick H. 2008. Endocrine System. Dalam Buku Fundamentals of
Anatomy and Physiology. New York : McGraw-Hill. Hal. 606-610
Sadler. T.W. 2000. Embriologi Kedokteran Langman. Edisi ke-7. EGC. Jakarta..
Sharma, Pramod K. Thyroid Cancer. Jan 2010. Available at: http://emedicine.
medscape.com/ article/851968-overview
Silbernagl, Stefan. 2007. Teks dan atlas Patofisiologi. Jakarta: EGC. Hal 280
Sjamsuhidajat R, de Jong W. 2005. Buku Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC. 691-695.
Skandalakis JE, Colborn GL, Weidman TA, et al. 2004. Editors. Skandalakis’
Surgical Anatomy. USA: McGrawHill.
Wartofsky, Leonard.2000. Harrison prinsip-prinsip ilmu penyakit dalamEd. 13
/editor edisi bahasa inggris, Kurt J. Isselbacher et.all ; editor edisibahasa
Indonesia, Ahmad H. Asdie. Jakarta : EGC
Page 82
82
REFERAT
TIROID
Page 83
83
Pembimbing :
dr. Johny Hendrik Parulian Silalahi, Sp.B
Disusun oleh :
Radietya Alvarabie G1A210023
Ditia Fabiansyah G1A211059
Mey Dian Intan Sari G1A211060
Ageng Sadeno Putro G1A212084
Sarry Handayani 1110221080
SMF ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDRAL SOEDIRMAN
RSUD PROF. Dr. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO
2013
LEMBAR PENGESAHAN
REFERAT
TIROID
Page 84
84
Oleh :
Radietya Alvarabie G1A210023
Nurul Fajri G1A211090
Mey Dian Intan Sari G1A211060
Ageng Sadeno Putro G1A212084
Sarry Handayani 1110221080
Presentasi kasus ini telah dipresentasikan dan disahkan sebagai salah satu
prasyarat mengikuti ujian kepaniteraan klinik di Bagian Bedah RS Margono
Soekarjo Purwokerto.
Purwokerto, Maret 2013
Mengetahui
Pembimbing
dr. Johny Hendrik Parulian Silalahi , Sp.B
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan referat dengan judul “TIROID”.
Penulis menyadari bahwa presentasi kasus ini masih banyak kekurangannya,
oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran demi sempurnanya referat
Page 85
85
ini. Akhirnya penulis berharap, semoga referat ini dapat bermanfaat bagi berbagai
pihak yang berkepentingan.
Tidak lupa penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1. dr. Johny HP. Silalahi, Sp B selaku dokter spesialis Bedah RSMS dan
pembimbing presentasi kasus ini.
2. dokter-dokter Sp B selaku dokter spesialis Bedah RSMS
3. Rekan Co-Ass Bedah atas semangat dan dorongan serta bantuannya.
Akhirnya penulis berharap, semoga referat ini dapat bermanfaat bagi berbagai
pihak yang berkepentingan.
Purwokerto, Maret 2013
Penulis