Hemaliny A. SipahutarFK UKRIDA
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam permulaan perkembangannya, saluran cerna hanya berupa
suatu tabung sederhana dengan beberapa benjolan. Bakal lambung,
pada saat ini berupa suatu pelebaran berbentuk kerucut, sedangkan
bakal sekum ditandai oleh suatu pelebaran yang asimetris. Duktus
vitelinus masih berhubungan dengan saluran kolon usus ini. Pada
usia janin bulan kedua dan ketiga terjadi suatu proses yang dapat
menerangkan timbulnya cacat bawaan pada bayi dikemudian hari. Usus
tumbuh dengan cepat dan berada di dalam tali pusat. Sewaktu usus
menarik diri masuk kembali ke dalam rongga perut, duodenum, dan
sekum berputar dengan arah berlawanan jarum jam. Duodenum memutar
di dorsal arteri dan vena mesenteria superior, sedangkan sekum
terletak di fossa iliaka kanan. Secara embriologik, kolon kanan
berasal dari usus tengah, sedangkan kolon kiri sampai dengan rectum
berasal dari usus belakang. Lapisan otot longitudinal kolon
membentuk tiga buah pita yang disebut tenia yang lebih pendek dari
kolom itu sendiri sehingga kolon berlipat-lipat dan berbentuk
seperti sakulus yang disebut haustra. Kolon transversum dan kolon
sigmoideum terletak intraperitoneal dan dilengkapi dengan
mesenterium. Dalam perkembangan embriologik kadang terjadi gangguan
rotasi usus embrional sehingga kolon kanan dan sekum mempunyai
mesenterium yang bebas. Keadaan ini memudahkan terjadinya putaran
atau volvulus sebagian besar usus yang sama halnya dapat terjadi
dengan mesenterium yang panjang pada kolon sigmoid dengan radiksnya
yang sempit. Batas antara kolom dan rectum tampak jelas karena pada
rectum ketiga dan tenia tidak tampak lagi. Batas ini terletak di
bawah ketinggian promontorium, kira-kira 15 cm dari anus. Pertemuan
ketiga tenia di daerah sekum menunjukan pangkal apendiks bila
appendiks tidak jelas karena perlengketan.
Sekum, kolon asendens, dan bagian kanan kolon tranversum
didarahi oleh cabang a.mesenterika superior yaitu oleh
a.ileokolika, a.kolika dextra, dan a.kolika media. Kolon tranversum
bagian kiri, kolon descendens, kolon sigmoid, dan sebagian besar
rectum didarahi oleh a.mesenterika inferior melalui a.kolika
sinistra, a.sigmoid, dan a.hemoroidalis superior.Kanalis analis
berasal dari proktoderm yang merupakan invaginasi ectoderm,
sedangkan rectum berasal dari entoderm. Karena perbedaan asal anus
dan rectum ini maka perdarahan, persarafan, serta pengaliran vena
dan limfenya berbeda juga, demikian pula epitel yang menutupinya.
Rektum dilapisi mukosa glanduler usus sedangkan kanalis analis oleh
anoderm yang merupakan lanjutan epitel berlapis gepeng kulit luar.
Sedangkan anus tidak ada mukosa.BAB IIUSUS HALUS2.1 Fisiologi
2.1.1 Cairan dan Elektrolit
Cairan yang terdapat pada saluran cerna berjumlah 6-8 liter yang
berasal dari makanan, minuman, air ludah, cairan lambung, empedu,
secret pancreas, dan cairan usus halus. Cairan akan diserap kembali
melalui katup ileosaecal sehingga hanya setengah liter cairan saja
yang akan diteruskan ke kolon. Keluar masuknya cairan melalui sel
ini terjadi dengan cara difusi, osmotic, atau dibawah pengaruh
tekanan hidrostatik.
2.1.2 Peristalsis, Digesti, dan Absorpsi
Fungsi dari usus halus adalah sebagai transportasi, dan absorpsi
cairan, elektrolit, atau unsur makanan. Setiap hari beberapa liter
cairan dan puluhan gram makanan yang terdiri atas karbohidrat,
lemak, dan protein akan diserap di usus halus, kemudian masuk ke
dalam aliran darah. Proses ini sangat efisien karena hampir seluruh
makanan terserap, kecuali yang mengandung selulosa yang tidak dapat
dicerna. Hampir semua bahan makanan diabsorpsi dalam yeyunum,
kecuali vitamin B12 dan asam empedu yang diserap dalam ileum
terminale. Isi usus digerakan oleh peristaltik yang terdiri atas
dua jenis gerakan, yaitu segmental dan longitudinal. Gerakan
intestinal ini diatur oleh system saraf autonom dan hormone.
2.2 Pemeriksaan
Anamnesis dan pemeriksaan fisik merupakan kunci untuk menegakan
diagnosis. Pada pemeriksaan fisik, inspeksi sangatlah penting.
Contohnya pada Meteorismus yang mungkin merupakan tanda awal
peritonitis atau ileus paralitik, dengan gambaran perut kembung
pada posisi berbaring terlentang. Perut yang salah satunya
tertinggal atau tidak ikut bergerak pada proses pernafasan mungkin
menjadi tanda adanya rangsangan peritoneum karena peradangan.
Palpasi sangat berguna untuk menemukan massa dan auskultasi untuk
menentukan aktivitas peristaltic. Pemeriksaan khusus rotgen dengan
enteroklisis menggunakan cairan kontras encer berguna untuk
menentukan diagnosis karena memberikan gambaran seluruh panjang
usus halus. Enteroskopi yaitu meneropong usus dapat dilakukan
melewati bagian ligamen Treitz sampai ke permukaan yeyunum. Dalam
endoskopi ini dapat sekaligus dilakukan biopsi .
2.3 Kelainan Bawaan
2.3.1 Divertikulum Meckel
Regresi yang kurang sempurna pada omfalomesenterikus (duktus
vitelinus) dapat meninggalkan bermacam-macam kelainan antara lain
divertikulum Meckel. Divertikulum Meckel merupakan divertikulum
yang sering ditemukan di usus halus dan berasal dari bagian
intraabdomen duktus vitelinus. Gejala yang ditunjukan tidak khas,
biasa gejala atau keluhan mirip sekali dengan appendisitis akut
walaupun letak nyeri dapat berbeda. Pengobatannya sendiri juga sama
appendisitis akut yaitu divertikulektomi segera setelah diagnosis
ditegakkan untuk mendahului terjadinya perforasi. 2.3.2 Malrotasi
usus halus
Pada tahap perkembangan usus dapat terjadi gangguan rotasi dan
fiksasi usus pada peritonuem dinding belakang. Malrotasi dapat
mengakibatkan gangguan passae dan vaskularisasi. Gambaran klinis
berupa gangguan passase usus halus yaitu tanda obstruksi, muntah
hijau, dan perut kembung setelah lahir. Tindakan bedah dilakukan
apabila terjadi obstruksi usus yang lengkap, parsial maupun
berulang yaitu dengan laparatomi dan mengembalikan usus agar tidak
berputar dan a. Mesenterika superior tidak terjepit. Sebaiknya
tidak mengembalikan usus ke anatomi normal.
2.4 Hambatan Pasase Usus
Hambatan pasase usus dapat disebabkan oleh obstruksi lumen usus
atau oleh gangguan peristaltik. Obstruksi usus disebut juga
obstruksi mekanik misalnya oleh strangulasi, invaginasi, atau
sumbatan di dalam lumen usus. Ileus dinamik dapat disebabkan oleh
kelebihan dinamik seperti spasme. Ileus adinamik dapat disebabkan
oleh paralisis pada peritonitis umum. Pada obstruksi harus
dibedakan lagi obstruksi sederhana dari obstruksi strangulasi.
Obstruksi sederhana ialah obstruksi yang tidak disertai terjepitnya
pembuluh darah. Pada strangulasi ada pembuluh darah terjepit
sehingga terjadi iskemik yang akan berakhir dengan nekrosis atau
ganggren yang ditandai dengan gejala umum berat yang disebabkan
oleh toksin dari jaringan gangrene. Jadi strangulasi memperlihatkan
kombinasi gejala obstruksi dan gejala sistemik akibat adanya toksin
dan sepsis.
Obstruksi usus yang disebabkan oleh hernia, invaginasi, adhesi,
dan volvulus mungkin sekali disertai strangulasi, sedangkan
obstruksi oleh tumor atau askaris adalah obstruksi sederhana yang
jarang menyebabkan strangulasi. 2.4.1 Gambaran Klinis Obstruksi
usus halus merupakan obstruksi saluran cerna tinggi artinya,
disertai dengan pengeluaran banyak cairan dan elektrolit, baik
dalam lumen usus bagian oral dari obstruksi maupun oleh muntah.
Pada anamnesa obstruksi tinggi sering dapat ditemukan penyebab,
misalnya berupa adhesi dalam perut karena pernah dioperasi atau
terdapat hernia. Pada pemeriksaan ditemukan tanda dan gejala yang
bergantung pada tahap perkembangan obstruksi. Gejala umum berupa
syok, oliguri, dan gangguan elektrolit. Selanjutnya ditemukan
meteorismus dan kelebihan cairan di usus, hiperperistaltik berkala
berupa kolik yang disertai mual dan muntah. Kolik tersebut terlihat
pada inspeksi usus dan pada auskultasi sewaktu serangan kolik,
hiperperistaltik kedengaran jelas sebagai bunyi nada tinggi.
Penderita tampak gelisah dan menggeliat sewaktu kolik dan setelah
satu dua kali defekasi tidak ada lagi flatus atau defekasi.
Pemeriksaan laboratorium umumnya tidak dapat dijadikan pedoman
untuk menegakan diagnosis. Pada foto polos rontgen perut, tampak
kelok-kelok usus halus yang melebar, mengandung cairan dan banyak
udara sehingga member gambaran batas Air Fluid Level yang
jelas.
2.4.2 Diagnosis
Ada tidaknya obstruksi tinggi tidak sulit ditentukan asal cukup
sabar menantikan timbulnya kolik sehingga dapat melihat gejala
kolik yang khas. Pada strangulasi terdapat jepitan atau lilitan
yang menyebabkan gangguan peredaran darah sehingga terjadi iskemia,
nekrosis, dan gangren. Gangren menyebabkan tanda toksik seperti
yang terjadi pada sepsis yaitu takikardia, syok septic, dengan
leukositosis.
2.4.3 Penatalaksanaan Obstruksi mekanis di usus dan jepitan atau
lilitan harus dihilangkan segera setelah keadan umum diperbaiki.
Tindakan umum sebelum dan sewaktu pembedahan meliputi tata laksana
dehidrasi, perbaikan, keseimbangan elektrolit, dan dekompresi pipa
lambung. Pada strangulasi tidak ada waktu untuk memperbaiki keadaan
umum, strangulasi harus segera di operasi.
2.4.4 Bermacam Penyebab Obstruksi Usus
Adhesi. Ileus karena adhesi umumnya tidak disertai strangulasi.
Adhesi umumnya berasal dari rangsangan peritoneum akibat
peritonitis setempat atau umum, atau pascaoperasi. Adhesi dapat
berupa perlengketan atau mungkin dalam bentuk tunggal atau
multiple, mungkin setempat maupun luas. Sering juga ditemukan
bentuk pita dipotong agar pasase usus pulih kembali. Adhesi yang
kambuh mungkin akan menjadi masalah besar. Setelah berulang tiga
kali, resiko kambuh menjadi 50%. Pada kasus seperti ini.,
ditiadakan pendekatan konservatif karena walaupun pembedahan akan
memberikan perbaikan pasase usus, kemungkinan besar obstruksi akan
kambuh lagi dalam waktu singkat.
Hernia Inkarserata. Obstruksi akibat hernia inkarserata pada
anak dapat dikelola secara konservatif dengan posisi Trendelenburg.
Jika percobaan reduksi gaya berat ini tidak berhasil dalam waktu 8
jam, harus diadakan herniotomi segera.
Askariasis. Kebanyakan cacing askariasis hidup di usus halus dan
yeyunum. Biasanya ada puluhan hingga lebih seratus, tetapi mungkin
terdapat ratusan ekor. Obstruksi bisa terjadi di mana-mana di usus
halus, tetapi biasanya di ileum terminale, tempat lumen paling
sempit. Cacing menyebabkan kontraksi local di dinding usus yang
disertai dengan reaksi radang setempat yang tampak di permukaan
peritoneum.
Gambaran klinis askariasis diagnosis obstruksi parsial
didasarkan atas gambaran klinis yang khas. Obstruksi usus oleh
cacing askaris paling sering ditemukan pada anak karena hygiene
kurang sehingga infestasi cacing terjadi berulang. Usus halusnya
lebih sempit daripada usus halus orang dewasa, sedangkan ukuran
cacingnya sama besar. Obstruksi disebabkan oleh gumpalan padat yang
terdiri atas sisa makanan dan gumpalan sisa makanan dan puluhan
ekor cacing yang mati atau hampir mati akibat pemberian obat
cacing. Keadaan umum mungkin tidak terlalu payah, tetapi anak dapat
menderita serangan kolik tanpa berhenti jika obstruksinya total.
Muntah terjadi sewaktu kolik dan penderita gelisah, kadang cacing
keluar lewat mulut atau anus. Perut kembung dan peristaltic
terlihat waktu kolik dan adanya demam. Ternyata cacing menyebabkan
kontraksi setempat di dinding usus yang disertai dengan reaksi
radang local.
Pada pemeriksaan abdomen teraba massa dari gumpalan cacing,
berbatas tidak jelas dan mungkin dapat digerakan. Perut biasanya
sakit dan terdapat nyeri tekan. Diagnosis obstruksi cacing didukung
oleh riwayat pemberian obat cacing atau pencahar pada anamnesis,
demam, serangan kolik, muntah, dan cacing keluar dari mulut atau
hidung dan anus. Muntah cacing atau pengeluaran cacing per anus
tidak membuktikan adanya obstruksi oleh cacing askariasis, tetapi
hal ini harus diperhatikan karena keadaannya dapat menjadi abdomen
akut. Pada pemeriksaan rontgen terlihat gambaran obstruksi usus
halus. Segmen usus yang penuh dengan cacing berisiko tinggi untuk
mengalami volvulus, strangulasi, dan perforasi.
2.4.5 Diagnosis BandingMassa diperut dapat disebabkan juga oleh
invaginasi, volvulus atau appendicitis. Pada invaginasi massa
invaginatum lebih berbatas tegas dan memanjang seperti sosis,
disertai pengeluaran lendir bercampur darah per rectum. Obstruksi
askarias lengkap harus dibedakan dengan invaginasi atau volvulus.
Obstruksi lengkap menuntun untuk dilakukan operasi segera karena
mengancam terjadinya volvulus, strangulasi dan perforasi. oleh
karena itu, penting sekali untuk membedakan obstruksi lengkap dari
obstruksi parsial.
Pada massa apendiks yang menyebabkan obstruksi, massa tidak
dapat digerakan, nyeri timbul terus-menerus, naik turun sedangkan
penderita tampak sakit berat dan toksik. Pada trauma abdomen, nyeri
hebat disertai defans muskuler, sedangkan massa di perut dan
obstruksi tidak menonjol jelas, terlihat ada bekas trauma. Pada
cacat bawaan tidak teraba massa dan usia biasanya lebih muda.
Perdarahan melalui rectum pada anak menunjukan strangulasi dan atau
invaginasi.
Pada obstruksi parsial masih ada kemungkinan pasase cairan dan
gas ketika spasme dinding usus mengurangi keadaan umum masih
lumayan dan massa yang mengandung cacing biasanya teraba seperti
kantong cacing seorang nelayan. Pada obstruksi lengkap keadaan umum
menjadi buruk. Penderita umumnya demam disertai dengan delirium,
apatis, takikardia, atau tanda lain yang menunjukan keadaan
toksik.
Pengelolaam konservatif yang dianjurkan pada obstruksi parsial
terdiri atas puasakan penderita, pemberian cairan intravena diikuti
antihelmentik setelah tanda dan gejala obstruksi hilang. Dianjurkan
untuk tidak memberikan antihelmentik atau obat pencahar selama
48-72 jam pertama atau selama gejala obstruksi belum hilang. Dengan
antihelmentik cacing jadi lumpuh dan dapat menyebabkan obstruksi
parsial berubah menjadi obstruksi total. Seain merangsang gerakan
usus, pencahar dapat memic terjadnya volvulus atau invaginasi.
Selam ini dapat diberikan sediaan sedatif atau pelemas otot dan
dipuasakan. Penderita harus diamati siang malam secara ketat.
Setelah tanda dan gejala obstruksi hilang dan massa cacing di peut
tidak dapat diraba lagi, dapat diberikan obat cacing yang
melumpuhkan sehingga cacing keluar per anum. Jika ada obstruksi
lengkap, atau jika pengobatan konservatif tidak berhasil, dilakukan
operasi. Kalau mungkin massa dipijit sehingga cacing dapat
didiorong masuk ke kolon. Sering hal ini berbahaya karena massa
terlalu padat dan usus sudah rapuh. Mungkin diperlukan enterotomi
untuk mengeluarkan cacing. Jika dinding usus sudah robek atau
mengalami ganggren, dilakukan reseksi usus bagian yang
bersangkutan
Invaginasi. Invaginasi atau intususepsi sering ditemukan pada
anak dan jarang pada orang dewasa muda atau dewasa. Invaginasi pada
anak biasanya bersifat idiopatik karena tidak diketahui
penyebabnya. Kebanyakan ditemukan pada kelompok umur 2-12 bulan dan
lebih banyak pada laki-laki. Sering terdapat serangan rhinitis atau
infeksi saluran napas mendahului serangan invaginasi. Invaginasi
seringnya berupa serangan intususepsi ileosekal yang masuk naik ke
kolon asendens dan mungkin terus sampai keluar rectum. Invaginasi
mungkin dapat mengakibatkan nekrosis iskemik pada bagian usus yang
masuk dengan komplikasi perforasi dan peritonitis. Anamnesis
memberikan gambaran yang cukup mencurigakan bila bayi yang sehat
dan eustrofis tiba-tiba mendapat serangan nyeri perut. Anak tampak
gelisah dan tidak dapat ditenangkan, sedangkan diantara serangan
biasanya anak tidur tenang karena sudah capai sekali
Serangan klasik terdiri atas nyeri perut, gelisah sewaktu
serangan kolik, biasanya keluar lendir campur darah (Red currant
Jelly= selai kismis merah) per anum yang berasal dari intususeptum
yang tertekan, terbendung, atau mungkin sudah mengalami
strangulasi. Anak biasanya muntah sewaktu serangan dan pada
pemeriksaan perut dapat diraba massa yang biasanya memanjang dengan
batas jelas seperti sosis memanjang. Bila invaginasi disertai
strangulasi harus diingat kemungkinan terjadinya peritonitis
setelah perforasi. Invaginatum yang masuk jauh dapat ditemukan pada
pemeriksaan colok dubur. Ujng invaginatum teraba sperti porsio
uterus pada pemeriksaan vagina sehingga dinamani pseudoporsio atau
porsio semu. Invaginatum yang keluar dari rectum jarang ditemukan
keadaan tersebut harus dibedakan dari prolapsus mukosa rectum. Pada
invaginasi didapatkan invaginatum bebas dari \dinding anus,
sedangkan prolapsus berhubungan secara sirkuler dengan dinding
usus. Pada inspeksi sukar sekali membedakan prolapsus rectum dari
invaginasi. Diagnosis dapat ditegakan dengan pemeriksaan jari
sekitar penonjolan untuk menentukan ada tidaknya celah terbuka.
Diagnosis invaginasi dapat diduga atas pemeriksaan fisik dan
dipastikan dengan pemeriksaan rontgen dengan pemberian enema
barium. Sumbatan oleh invaginatum biasanya tampak jelas pada foto.
Pengelolaan reposisi hidrostatik dapat dikerjakan sekaligus sewaktu
diagnosis rontgen tersebut ditegakan. Syaratnya adalah keadaan umum
mengizinkan, tidak ada gejala dan tanda rangsangan peritoneum, anak
tidak toksik, dan tidak terdapat obstruksi letak tinggi.
Tekanan hidrostatik tidak boleh melewati satu meter air dan
tidak boleh dilakukan pengurutan atau penekanan manual di perut
sewaktu dilakukan reposisi hidrostatik ini. Pengelolaan berhasil
jika barium kelihatan masuk ileum. Reposisi pneumostatik dengan
tekanan udara semakin sering digunakan karena lebih aman dan
hasilnya lebih baik daripada reposisi dengan enema barium. Jika
reposisi konservatif ini tidak berhasil, terpaksa diadakan reposisi
manual dengan mendorong invaginatum dari oral ke arah sudut
ileosekal, dorongan dilakukan dengan hati-hati tanpa tarikan dari
bagian proksimal.
Invaginasi pada orang muda atau orang dewasa jarang sekali
idiopatik. Umumnya ujung invaginatum pada orang dewasa merupakan
polip atau tomur lain di usus halus. Invaginasi juga disebabkan
oleh pencetus seperti divertikulum meckle yang terbalik masuk lumen
usus, duplikasi usus, kelainan vaskuler, atau limfoma. Gejalanya
berupa gejala dan tanda obstruksi usus tetap bergantung dari letak
ujung invaginasi. Terapi reposisi hidrostatik umumnya tidak mungkin
karena jarang merupakan invaginasi ileosekal sehingga invaginatum
tidak masuk ke dalam kolon.Selain itu penyebab yang berupa polip
atau tumor lain tidak dihilangkan.
VolvulusVolvulus di usus halus agak jarang ditemukan. Pita
congenital atau adhesi biasanya dikambing hitamkan tetapi pada
operasi sering tidak ditemukan. Kebanyakan volvulus didapat
dibagian ileum, diperdarahi oleh a.Ileosekalis dan mudah mengalami
strangulasi. Gambaran klinis merupakan gambaran ileus obstruksi
tinggi dengan atau tanpa gejalan dan tanda strangulasi.
Kelainan Kongenital. Ganguan pasase usus yang congenital dapat
berbentuk stenosis dan atresia. Setiap cacat bawaan berupa stenosis
atau atresia dari sebagian saluran cerna akan menyebabkan obstruksi
setelah bayi menyusui. Stenosis dapat juga terjadi karena
penekanan, misalnya oleh pancreas anulare atau oleh atresia jenis
membrane dengan lubang di tengahnya. Pankreas anulare menyebabkan
obstruksi usus halus di duodenum bagian kedua.Gejal dan tanda
seperti itu juga ditemukan pada atresia atau malrotasi usus.
Bayi yang mengalami gangguan pasase lambung akibat kelainan
bawaan perutnya buncit tetapi buncit ini tidak tegang, kecuali bila
ada perforasi. Hampir semua bayi dengan obstruksi usus akan muntah.
Muntahannya berwarna hijau bila letak obstruksi distal dari ampula
vater. Umumnya makin tinggi obstruksi makin dini gejala muntah akan
timbul. Mekonium umumnya tidak ada, kalau ada hanya berupa massa
hijau atau pucat yang meleleh dari anus tanpa dorongan udara. Suhu
badan bayi akan naik bila sudah terjadi dehidrasi atau terjadi
infeksi sekunder. Radang kronik. Setiap radang kronik terutama
morbus crohn, dapat menyebabkan obstruksi karena udem, hipertrofi,
dan fibrosis yang biasanya terjadi pada penyakit kronik itu. Dengan
tindakan konservatif yang antara lain terdiri atas pantang makan
dan disusul oleh diet khusus, umumnya obstruksi mutlak dapat
dihindari. Jika diperlukan pembedahan, umumnya dapat dilakukan
reseksi sebagian usus yang sakit. Selalu harus diingat kemungkinan
besar terjadi kekambuhan penyakit di sekitar anastomosis atau
ditempat lain di usus.
Tumor. Tumor usus halus agak jarang menyebabkan obstruksi usus,
kecuali jika ia menimbulkan invaginasi. Proses keganasan terutama
karsinoma ovarium dan karsinoma kolon, dapat menyebabkan obstruksi
usus. Obstruksi ini terutama disebabkan oleh kumpulan metastasis di
peritoneum atau di mesenterium yang menekan usus. Bila pengelolaan
konservatif tidak berhasil, dianjurkan operasi sebagai tindakan
paliatif.
Tumpukan Sisa Makanan. Obstruksi usus halus akibat bahan makanan
ditemukan pada orang yang pernah mengalami gastrektomi, obstruksi
biasanya terjadi pada daerah anastomosis. Obstruksi lain yang
jarang ditemukan dapat terjadi setelah makan banyak sekali
buah-buahan yang mengandung banyak serat yang menyebabkan obstruksi
di ileum terminale. Seperti serat buah jeruk atau biji buah
tertentu yang banyak ditelan sekaligus. Keadaan yang luar biasa
demikian harus dibedakan dari impaksi feces kering pada orang tua
yang terjadi di kolon pada penderita yang kurang gerak.
Kompresi Duodenum Oleh Arteri Mesenterika Superior dapat
mengenai bagian ketiga duodenum (pars horisontalis). Duodenum pars
horisontalis terletak retroperitoneal di depan korus vertebra,
yaitu tempat duodenum dilintasi dari atas ke bawah oleh a.
mesenterika superior yang setelah bercabang dari aorta masuk ke
mesenterium. Duodenum dapat terjepit dalam sudut antara arteria
tersebut dan aorta. Sudut tersebut berbeda besarnya antara individu
yaitu dengan rentang 20-70 derajat. Pada keadaan hiperekstensi
seperti terjadi pada pemasangan gips tubuh, atau setelah trauma,
kecelakaan berat, atau luka bakar luas, dan keadaan imobilisasi
lain yang menuntut sikap baring terlentang, dapat ditemukan
obstruksi tinggi usus halus. Penderita menunjukan retensi lambung
dengan muntahan yang mengandung empedu. Pada pemeriksaan jasmani
perut tidak kembung, kecuali bagian ulu hati dan tidak nyeri.
Diagnosis tidak sukar ditentukan asal dipikirkan kemungkinan yang
klasik ini. Foto polos perut bagian atas menunjukan dilatasi
lambung dan duodenum tanpa isi usus halus dan usus besar.
Penderita akan segera pulih setelah gangguan keseimbangan
cairan, elektrolit, dan asam basa diperbaiki dan hiperekstensi atau
sikap baring terlentang ditiadakan. Keadaan kronik karena kompresi
duodenum di sudut arteri ini, jarang sekali ditemukan dan jarang
memerlukan tindakan bedah.
2.5 Radang Usus Halus2.5.1 Radang Akut
Tifus Abdominalis. Peforasi (sekitar 2%) dan perdarahan (10-20%)
usus halus oleh enteritis pada demam tifoid mungkin memerlukan
pertolongan bedah. Perforasi dibagi manjadi dua yaitu khas dan
tidak khas. Bentuk khas agak jarang ditemukan karena pada demam
tifoid sering kelokan usus halus saling lengket sehingga ketika
terjadi perforasi isi usus, tidak sekaligus menyebar di rongga
perut. Penderita demam tifoid agak jarang datang dengan nyeri
seperti pada perforasi tukak peptic lambung atau appendicitis akut.
Akan tetapi, jika perforasi bebas menyebar, penderita akan
menunjukan gejala dan tanda peritonitis generalisata dalam waktu
beberapa jam saja. Jika demikian, penderita tampak sakit berat,
toksik, apatik, dengan nyeri seluruh perut, dehidrasi, dan syok.
Setelah perforasi, keadaan umum biasanya cepat memburuk karena
toksemia. Yang penting ialah menentukan sudah berapa lama perforasi
terjadi dan apakah ada peritonitis terbatas atau generalisata.
Setiap penderita dengan demam tifoid dan nyeri perut harus
diperiksa setiap hari akan kemungkinan perforasi usus.
Laparatomi dilakukan atas indikasi perforasi atau perdarahan
yang tidak dapat diatasi secara konservatif. Perforasi akan diatasi
dengan penutupan lubang di dinding usus, eksisi bagian yang
mengalami perforasi atau reseksi bagian usus. Pembilasan rongga
perut dan pengaliran dilakukan jika ada peritonitis purulenta.
Perdarahan yang tampil sebagai syok hipovolemik dan anemia
ditangani dengan pemberian infuse. Jika perdarahan tidak berhenti,
harus dilakukan laparatomi untuk mengeluarkan bagian usus yang
mengandung tukak yang berdarah. Melena merupakan tanda adanya
perdarahan yang sudah lama karena biasanya ada obstipasi, sedangkan
darah segar pada tinja menunjukan pasase usus dipercepat dan ini
dapat ditemukan pada penderita demam tifoid yang toksik dan
syok.
Sebelum operasi dimulai, harus diadakan perbaikan keadaan umum
dengan pemberian cukup cairan, elektrolit yang dibutuh, dan darah
jika perlu. Sonde lambung memang perlu dipasang dan antibiotic
diberikan untuk Salmonella Typhi, basil gram negative, dan basil
anaerob.
Diagnosis Banding. Appendicitis perforata mulai dengan nyeri
perut baru kemudian penderita menjadi demam. Jika appendicitis
sudah menyebabkan toksemia dan dehidrasi karena peritonitis umum,
diagnosis pasti mustahil ditegakan sebelum dilakukan laparatomi,
tetapi anamnesis dapat membantu. Umumnya appendicitis akut
mengalami perforasi pada hari kedua atau ketiga masa sakit,
sedangkan demam tifoid pada minggu kedua atau ketiga. Walaupun
demikian, perforasi dapat terjadi lebih dini, bahkan dapat
ditemukan pada minggu pertama.
Perforasi lambung atau duodenum pada tukak peptic umumnya
terjadi tiba-tiba pada orang dengan riwayat anamnesis tukak peptic.
Perluasan peritonitis adneksitis akut atau perforasi abses
adneksitis pada penyakit infeksi panggul tentu didahului oleh
anamnesis adneksitis akut yang disertai dengan tanda infeksi
saluran kemih.
Strangulasi usus umumnya juga terjadi mendadak, kedua lipat paha
harus diperiksa untuk menyingkirkan kemungkinan hernia inkarserata.
Kolitis nekrotikans amuba kadang perlu dipertimbangkan. Anamnesis
biasanya menunjukan diare dengan lendir dan darah, disusul oleh
nyeri perut yang mulai di kanan bawah dan meluas ke seluruh perut
disertai kembung dan defans muskuler, keadaan umum penderita cepat
memburuk.
2.5.2 Radang Kronik
Enteritis TBC. Enteritis tuberculosis disebabkan oleh infeksi M.
Tuberkulosis jenis bovin yang mencemari susu ternak atau merupakan
infeksi sekunder pada penderita tuberculosis paru terbuka yang
menelan sputumnya sendiri. Enteritis tbc biasanya bersarang di
ileum terminale dalam bentuk radang kronik hipertrofik. Biasanya
terjadi kontraksi dan spasme setempat akibat rangsangan peradangan
mukosa. Kemudian dapat terjadi tukak tuberculosis multiple dan
stenosis.
Gambaran klinis menunjukan obstipasi atau diare yang sering
disertai serangan nyeri perut berkala karena kejang dan kolik. Pada
pemeriksaan perut mungkin teraba massa , seperti mungkin ditemukan
pada morbus Crohn atau massa appendicitis. Walaupun jarang, dapat
terjadi komplikasi obstruksi, perforasi, dan perdarahan.
Pengelolaan terdiri atas perawatan penderita seperti umumnya
dianjurkan pada penderita dengan enteritis hipertrofik yang
cenderung menyebabkan obstruksi. Dengan sendirinya juga diberikan
pengobatan khas tuberkulostatik.Tindakan bedah jarang diperlukan,
kecuali jika pengobatan konservatif tidak berhasil mengatasi
komplikasi.
Enteritis Regionalis. Penyakit ini ditemukan pada tahun 1932
oleh Crohn. Pada mulanya penyakit ini dianggap suatu radang kronik
di ileum terminale sehingga diberi nama enteritis terminalis.
Setelah beberapa tahun ternyata kelainannya ditemukan di mana-mana
di saluran cerna sehingga dinamai enteristis regionalis. Penyakit
radang kronik yang membentuk granulasi ini tidak diketahui
penyebabnya dan sering kambuh. Pada awal penyakit ditemukan udem
dinding usus disertai talengiektasi. Kemudian terjadi granulasi
mukosa diikuti dengan ulserasi dan nekrosis. Gambaran klinis
umumnya dimulai dengan keluhan samar-samar di perut, yang
berkembang menjadi serangan nyeri perut yang kumatan disertai
dengan diare dan kolik atau kejat usus. Biasanya ada demam dan
keadaan umum sering memburuk.
Pada pemeriksaan abdomen sering ditemukan massa usus yang
meradang dan nyeri seperti massa apendiks. Serangan pertama mungkin
datang tiba-tiba sehingga sukar dibedakan dari appendiks akuta.
Pada stadium lanjut mungkin terjadi obstruksi parsial yang sedapat
mungkin dikelola secara konservatif. Penderita obstruksi ini dapat
mengalami penyulit berupa perforasi didalam massa radang yang
mengakibatkan fistel intern antarkelok usus, maupun fistel ekstern
yang paling sering terjadi perianal. Perdarahan berbahaya jarang
terjadi pada enteritis kronik ini.
Diagnosis ditegakan berdasarkan gambaran klinis. Gambaran
rontgen umumnya menunjukan penyempitan lumen usus sepanjang bagian
yang dihinggapi penyakit Pengelolaan enteritis regionalis terdiri
atas tindakan konservatif. Pembedahan dilakukan bila terdapat
obstruksi yang tidak pulih. Reseksi diusahakan sekecil mungkin,
bila tidak mungkin dapat dipertimbangkan untuk melakukan operasi
lintas usus. Perforasi yang mengakibatkan abses dan/ fistel juga
memerlukan tindak bedah. Fistel jarang sembuh dengan tindakan
konservatif.
Aktinomikosis. Infeksi oleh Actinomyces israelli, suatu
organisme yang digolongkan bakteri anaerob yang membentuk hifa dan
spora biasanya ditemukan dimulut manusia, dapat menyebabkan infeksi
paru. Secara sekunder dapat terjadi obstruksi di region ileosekal.
Gambaran klinis tidak menunjukan gejala dan tanda khas. Sering
terbentuk fistel intern kesegmen usus dan fistel ekstern ke kulit,
umumnya di dinding perut kanan bawah.
Enteritis Radiasi. Enteritis radiasi dapat disebabkan oleh
setiap penyinaran dengan sinar pengion. Sinar ini keluar pada
ledakan senjata atom, kecelakaan di pabrik nuklir atom, pada
pemeriksaan dengan bahan radioaktif, dan pada setiap penggunaan
sinar rontgen. Enteritis akut umpamanya terjadi akibat penyinaran
pada kecelakaan dalam laboratorium. Gambaran klinis enteritis
radiasi akut disertai perdarahan dan diare karena mukosa
mengelupas. Pada korban lain terdapat gambaran klinis dengan
obstipasi atau diare yang berselang seling dengan nyeri perut
berkala akibat kejang dan kolik. Biasa ada tanda malabsorpsi.
Selain itu, tentu ada kerusakan sumsum merah tulang dengan tanda
akibat depresi hematopoetik dan destruksi gonad.
Enteritis radiasi kronik menyebabkan penebalan dinding usus yang
menimbulkan stenosis lumen disertai tanda inflamasi kronik
peritoneum dengan perlekatan banyak yang longgar dan rapuh. Keluhan
enteritis kronik dapat timbul langsung setelah paparan radiasi atau
timbul lebih lambat setelah bertahun-tahun, bahkan puluhan tahun
setelah paparan dengan sindrom nyeri perut, serangan disertai
kolik, mual, muntah diare, atau tanda obstruksi. Biasanya ada
gejala dan tanda malabsorpsi.
Obstruksi akut atau kronik, tukak multiple, perforasi, abses dan
fistel merupakan komplikasi enteritis radiasi. Pada penyulit
tersebut tidak dapat dihindari pertolongan bedah. Operasi umumnya
tidak mudah karena jaringan mungkin rapuh, sementara penyembuhan
jaringan sering terhambat dan kurang sempurna.
2.6 Tumor Usus HalusNeoplasma
Tumor Jinak
Lebih separuh tumor jinak ditemukan di ileum, sisanya diduodenum
dan yeyunum. Polip adenomatosa menduduki tempat nomor satu, disusul
oleh lipoma, leiomioma, dan hemangioma. Tumor jinak yang sering
memberi gejala biasanya adalah leiomioma.
Gambaran klinis. kebanyakan tumor jinak diusus halus tidak
menimbulkan gangguan yang berarti selama hidup. Kadang gejalanya
tidak jelas atau tidak khas sehingga kelainan tidak terdeteksi,
kecuali bila terjadi penyulit. Tumor usus halus dapat menimbulkan
komplikasi perdarahan dan obstruksi. Perdarahan massif jarang
terjadi. Obstruksi dapat disebabkan oleh tumornya sendiri atau
secara tidak langsung oleh invaginasi. Pada kasus demikian tumor
menjadi ujung invaginatum. Perforasi yang berakibat peritonitis,
abses, atau fistel juga sangat jarang terjadi.
Tumor Ganas
Gambaran klinis sama dengan tumor jinak. Separuh kasus tumor
ganas terdapat di ileum. Keluhannya samar, seperti penurunan berat
badan dan nyeri perut. Agak jarang terdapat obstruksi, perdarahan,
atau perforasi. Jenis yang ditemukan ialah limfoma maligna,
karsinoid, dan adenokarsinoma. Sindrom klinis yang luar biasa,
seperti sindrom Peutz-Jeghers, yang ditandai polip multiple dengan
kelainan pigmen kulit, dan sindrom Gardner yaitu sindrom
Peutz-Jeghers disertai osteoma, jarang ditemukan.
Diagnosis tumor usus halus umumnya baru ditegakan setelah atau
sewaktu laparatomi. Terapi berupa pengangkatan tumor. Pada tumor
jinak tindak bedah ditujukan untuk memulihkan pasase usus,
sedangkan pada tumor ganas sedapat mungkin dilakukan reseksi
radikal.
Tumor Karsinoid
Karsinoid maligna dapat terjadi di saluran cerna kebanyakan di
appendiks, dan agak jarang di usus halus dan rectum. Karsinoid
melepaskan hormone serotonin yang umumnya tidak aktif karena diubah
di hati, tetapi hormone dari metastasis di hati, ovarium, atau di
bronkus yang tidak melalui hepar dapat menimbulkan kumpulan gejala
akibat hormone serotonin berupa serangan kemerahan wajah, diare,
dan konstriksi bronkus asmatika. Mungkin didapat kelainan katup
jantung kanan karena deposisi kolagen, sedangkan kadar serotonin di
darah dan kadar 5-hydroxyindoleacetic acid (5HIAA) di urin
meninggi. Metastasis dapat terjadi di hati, paling sering dari
karsinoid di luar appendiks. Pengelolaannya terdiri atas
pengangkatan metastasis, mungkin perlu dilakukan berulang-ulang.
Gambaran klinis ditentukan oleh aktifitas hormonal. Prognosis hidup
5 tahun penderita karsinoid usus halus setelah reseksi 70 persent,
sedangkan untuk penderita dengan metastasis, ketahanan hidup 5
tahun antara 20 dan 40 persen.2.7 Trauma abdomen Usus halus dapat
mengalami cedera akibat trauma tumpul atau trauma tajam tembus
peritoneum yang mengenai usus, organ lain atau diafragma. Kerusakan
dapat berupa robekan usus, perforasi, kontusio memar, dengan atau
tanpa perforasi, terlepasnya usus dari mesenterium, atau cedera
mesenterium. Juga dapat dijumpai hematom atau udem pada mesenterium
dan hematom dinding usus.
Gejala yang menunjukan adanya gangguan viseral adalah nyeri,
defans muskular, ileus paralitik, dan leukositosis. Untuk
mengetahui adanya perforasi dapat dilakukan foto abdomen dalam
posisi tubuh tegak yang mungkin menunjukkan adanya udara bebas di
diafragma. Observasi pada trauma tajam atau tumpul jika tidak ada
keluhan dan tanda yang mengarah pada pendarahan atau perforasi
dengan atau tanpa peritonitis. Tindkan bedah dapat dilakukan segera
bila tanda pendarahan atau peritonitis menjadi jelas. Pada tindakan
bedah dilakukan berbagai jenis anatomosis yang berupa ujung ke
ujung, sisi ke sisi, ujung ke sisi, dan sisi ke ujung yang dapat
disambung dengan cara isoperistaltsis atau antiperistaltis. 2.8
Apendiks VermiformisApendiks atau umbai cacing adalah organ dalam
tubuh yang tidak tau fungsinya. Apendiks merupakan organ berbentuk
tabung yang panjang ukurannya 10 cm kisarnya 3-15 cm dan berpangkal
dio saekum. Apendiks sering mengalami perdangan yang disebabkan
oleh bakteri. Namun faktor pencetusnya dapat disebabkan oelh pada
dewasa sering disebabkan oleh fecalit dan pada anak-anak sering
disebabkan oleh hiperplasia jaringan limf. Apendiks akut gamabaran
klinisnya nyeri viseral di daerah epigastrium menjalar sekitar
umbilikus dan beberapa jam nyeri berpindah ke kanan bawah titik
McBurney. Disini nyeri dirasakan bertambah tajam dan lebih jelas
sehingga merupakan nyeri somatik setempat. Keluhan ini sering
disertai dengan mual, dan muntah. Pemeriksaan. Demam biasanya
ringan dengan suhu sekitar 37,5 38,5 0 C. Bila suhu tinggi mungkin
terjadi perforasi. Kembung sering terlihat pada penderita dengan
komplikasi perforasi. Penonjolan perut kanan bawah bisa dilihat
pada massa atau abses periapendikuler. Laboratorium pemeriksaan
leuokosit membantu menegakkan diagnosis apendisitis akut. Pada
kebanyakan terdapat leukositosis terlebih pada kasus dengan
komplikasi. Diagnosi banding dapat Gastroenteritis, demam dengue,
limfadengitis mesenterika, kelainan ovulasi, infeksi panggul,
kehamilan di luar kandungan, kista ovarium terpuntir, dan
urolitiasis pielum atau ureter kanan.
BAB III
KOLON
3.1 Fisiologi
Fungsi usus besar ialah menyerap air, vitamin, dan elektrolit,
eksresi mucus, serta menyimpan feces, dan kemudian mendorongnya ke
luar. Dari 700-1000ml cairan usus halus yang diterima oleh kolon,
hanya 150-200 ml yang dikeluarkan sebagai feces setiap harinya.
Udara ditelan sewaktu makan, minum, atau menelan ludah. Oksigen dan
CO2 di dalamnya diserap di usus, sedangkan nitrogen bersama dengan
gas hasil pencernaan dan peragian dikeluarkan sebagai flatus.
Jumlah gas di dalam usus mencapai 500 ml sehari. Pada infeksi usus,
produksi gas meningkat dan bila mendapat obstruksi usus gas
tertimbun di saluran cerna yang menimbulkan flatulensi.
3.2 Obstruksi Kolon PatofisiologiPengaruh obstruksi kolon tidak
sehebat pengaruhnya pada obstruksi usus halus, karena pada
obstruksi kolon, hampir tidak pernah terjadi strangulasi kecuali
pada volvulus. Kolon merupakan alat penyimpanan feces sehingga
secara relatif fungsi kolon sebagai alat penyerapan sedikit sekali.
Oleh karena itu kehilangan cairan dan elektrolit berjalan lambat
pada obstruksi kolon distal. Gambaran klinis ini disebut obstruksi
rendah, berlainan dengan ileus usus halus yang dinamai ileus
tinggi. Obstruksi kolon yang berlarut-larut akan menimbulkan
distensi yang amat besar selama katup ileosekal tetap utuh. Bila
terjadi insufisiensi katup, timbul refluk dari kolon ke dalam ileum
terminale sehingga ileum turut membesar. Oleh karena itu, gejala
dan tanda obstruksi tinggi atau obstruksi rendah tergantung dari
kompetensi valvula Bauhin.
Dinding usus halus kuat dan tebal karena terdiri atas dua lapis
otot, yang sirkuler dan longitudinal. Oleh karena itu, tidak akan
terjadi distensi berlebihan atau rupture. Sebaliknya, dinding usus
besar tipis, cuma satu otot sirkularis sehingga mudah mengalami
distensi. Dinding sekum merupakan bagian kolon yang paling tipis.
Oleh karena itu, dapat terjadi rupture bila terlalu teregang.
Diagnosis.
Anamnesa. Gejala permulaan obstruksi kolon adalah perubahan
kebiasaan buang air besar, terutama berupa obstipasi dan kembung
yang kadang disertai kolik pada perut bagian bawah. Akhirnya
penderita mengeluh konstipasi absolute dengan keinginan defekasi
dan flatus.
Pemeriksaan Fisik. Pada pemeriksaan fisik diperhatikan adanya
pembesaran perut yang tidak pada tempatnya. Misalnya pembesaran
setempat karena peristalsis yang hebat sehingga terlihat gelombang
usus ataupun kontur usus pada dinding perut. Keadaan seperti ini
disertai muntah terlihat pada obstruksi usus halus.
Pemeriksaan Penunjang. Laboratorium tidak membantu menentukan
diagnosis. Foto polos abdomen sedapat mungkin dibuat pada posisi
tegak dengan sinar mendatar. Posisi datar perlu untuk melihat
distribusi gas, sedangkan pada sikap tegak untuk melihat batas
udara-air dan letak obstruksi. Bila penderita terlalu lemah untuk
duduk, cukup dengan posisi berbaring di sisi kiri.
Komplikasi. Pada obstruksi kolon dapat terjadi dilatasi
progresif pada sekum yang berakhir dengan perforasi sekum sehingga
terjadi pencemaran rongga perut dengan akibat peritonitis umum.3.3
Volvulus
Volvulus Sekum
Volvulus sekum terjadi karena kelainan bawaan kolon kanan yang
tidak terletak retroperitoneal, tetapi tergantung pada perpanjangan
mesenterium usus halus. Jadi ada factor mesenterium yang panjang
dan sekum yang mobile karena tidak terfiksasi. Sumbu rotasi
volvulus terletak sekitar ileokolika. Rotasi bisa mencapai 720
derajat. Volvulus sekum jarang ditemukan dibandingkan volvulus
sigmoid. Angka kejadian volvulus sekum hanya 10 persen. Angka
kejadian di Indonesia rendah, tetapi cukup banyak kasus ditemukan
di Minahasa.
Gejala klinis sama dengan obstruksi usus halus. Serangan nyeri
perut yang bersifat kolik makin hebat disertai mual muntah yang
timbul lebih cepat dari gejala obstipasi. Nyeri biasanya ditemukan
disekitar pusat. Distensi abdomen tidak mencolok, tetapi gambaran
hiperperistalsis amat jelas dan terdengar borborigmi. Gambaran
klinis ini berlangsung singkat. Foto polos abdomen dapat memberikan
patognomonis berupa gambaran segmen sekum yang amat besar berbentuk
ovoid di tengah perut, selain itu terdapat dilatasi usus halus
dengan permukaan air yang jelas, dan gambaran kolon sama sekali
tidak terlihat. Terapinya adalah reseksi ileosekal dengan
ileokolostomi terminolateral. Reseksi dianjurkan untuk mencegah
kekambuhan.
Volvulus Sigmoid
Faktor predisposisi ialah mesenterium yang panjang dengan basis
yang sempit. Konstipasi kronik berat sebagian besar dialami
penderita volvulus sigmoid. Volvulus sigmoid sering mengalami
strangulasi bila tidak dilakukan dekompresi. Volvulus sigmoid
ditemukan jauh lebih banyak daripada volvulus sekum, yaitu sekitar
90 persen. Kelainan ini terutama ditemukan pada orang yang lebih
tua dan lebih banyak pada lelaki daripada perempuan. Volvulus juga
ditemukan pada orang dengan gangguan mental, pengaruh obat
neuroleptik, gangguan kardiovaskuoler, dan penyakit paru kronik
yang berat. Pada anamnesis umumnya penderita sudah berulang-ulang
mengalami serangan nyeri perut yang samar dengan kolik usus dan
perut yang gembung. Gejala dan tanda ini hilang setelah penderita
flatus berulang kali. Nyeri perut volvulus bersifat intermiten
disertai kejang perut bagian bawah yang berlangsung cepat disertai
obstipasi total. Mual dan muntah kadang timbul lambat sekali.
Distensi abdomen berlangsung dengan lebih cepat karena distensi
sigmoid berlebihan. Biasanya kontur sigmoid tampak di dinding perut
seperti ban mobil yang juga kelihatan pada foto perut bersama
dengan tanda paruh burung pada dasar volvulus. Syok dan tanda
toksik lain sangat mendukung adanya strangulasi sigmoid.
Tampak distensi perut yang mencolok. Pada perkusi terdengar
timpani karena sigmoid yang besar sekali. Pada foto polos perut
terlihat jelas distensi usus besar yang mengisi separuh perut kiri
dengan kedua ujung segmen usus pada dasarnya berbentuk tapal kuda
atau paruh burung. Dengan foto barium ditemukan obstruksi dengan
gambaran paruh burung, yaitu konfigurasi obstruksi akibat torsi.
Yang penting ialah dekompresi lengkung sigmoid yang dapat dilakukan
dengan rektoskop, endoskop, atau pipa lentur yang besar. Dekompresi
cara ini berhasil pada 80% penderita bila belum ada strangulasi.
Kalau dekompresi berhasil, dianjurkan sigmoidektomi elektif setelah
beberapa minggu untuk mencegah kekambuhan.
Tindak bedah berupa sigmoidektomi dengan anastomosis
terminoterminal. Bila keadaan umum atau keadaan local tidak
mengizinkan untuk melakukan anastomosis primer, dapat dilakukan
prosedur Hartmann. Prosedur Hartmann terdiri atas sigmoid dan
kolokutaneostomi ujung kolon oral dan penutupan ujung kolon anal.
Setelah keadaan umum mengizinkan baru dilakukan anastomosis
kolokolostomi dengan meniadakan kolokutaneostomi. Bila keadaan umum
tidak mengizinkan, cukup dilakukan detorsi, kemudian fiksasi
sigmoid (sigmoidopeksi). Tindakan semacam ini menimbulkan
kekambuhan 90%. Angka kambuh tinggi juga terjadi pada kompresi
dengan rektoskop, kolonoskop, atau pipa fleksibel. Oleh karena itu,
sebaiknya direncanakan sigmoidektomi elektif setelah keadaan umum
baik.
3.4 Divertikulosis
Divertikel saluran cerna paling sering ditemukan dikolon,
khususnya di sigmoid. Divertikel kolon adalah divertikel palsu
karena terdiri atas mukosa yang menonjol melalui lapisan otot
seperti hernia kecil. Divertikel sejati jarang ditemukan di kolon.
Divertikel ini disebut divertikel pulsi karena disebabkan oleh
tekanan tinggi di usus bagian distal ini. Besarnya berkisar antara
beberapa millimeter sampai dua sentimeter. Leher divertikel atau
pintunya biasanya sempit, tetapi mungkin lebar. Kadang terbentuk
fekolith didalamnya. Pada orang barat, 95% divertikel kolon
terdapat di sigmoid. Divertikel soliter di sekum atau divertikel
multiple di kolon ascendens, yang jarang ditemukan, biasanya
terdapat pada orang asia.
Divertikulosis sigmoid sering disertai obstipasi yang
dipengaruhi oleh diet terutama makanan kurang berserat. Patogenesis
dipengaruhi tekanan intralumen dan defek dinding sigmoid. Tekanan
intralumen bergantung kepadatan feces yang meningkat bila
kekurangan serat.Defek kecil pada lapisan otot dinding usus
ditemukan pada tempat keluarnya arteri ke ependiks epiploika (tidak
punya hubungan dengan omentum majus). Terapi konservatif berupa
anjuran diet kaya serat. Reseksi kolon sigmoid untuk divertikulosis
tanpa penyulit tidak dianjurkan.
Divertikulosis, yaitu adanya divertikel semu multiple tidak
bergejala pada 80% penderita. keluhan dan tandanya berupa serangan
nyeri, obstipasi, dan diare oleh gangguan motilitas sigmoid. Pada
pemeriksaan didapatkan nyeri tekan local ringan dan sigmoid sering
dapat diraba sebagai struktur padat. Tidak ada demam atau
leukositosis bila tidak ada radang. Keadaan umum tidak terganggu
dan tanda sistemik juga tidak ada. Pada foto rontgen barium tampak
divertikel dengan spasme local dan penebalan dinding yang
menyebabkan penyempitan lumen. Untuk menyingkirkan karsinoma kolon,
diperlukan kolonoskopi.
3.5 Kolitis
Kolitis Ulserosa
Penyakit idiopatik ini ditemukan terutama pada orang muda (15-30
tahun) dan lanjut usia (60 tahun), perempuan sedikit lebih banyak
daripada lelaki. Penyebabnya tidak diketahui, mungkin autoimun
terhadap rangsangan dari luar. Kolitis ulserosa merupakan penyakit
inflamasi mukosa yang membentuk abses di kripta Lieberkuhn yang
bergabung menjadi tukak. Daerah antara ulkus tampak udem dan
proliferasi radang yang mirip dengan polip (pseudopolip atau polip
radang).
Kebanyakan colitis ulserosa ditemukan di rectum (proktitis
ulserativa). Penyakit ini sering meluas ke kolon descendens dan
pada satu dari tiga penderita mengenai seluruh kolon. Gambaran
klinis tanda utama ialah perdarahan dari rectum dan diare bercampur
darah, nanah, dan lendir. Biasanya disertai tenesmi dan kadang
inkontinensia alvus. Biasanya penderita mengalami demam, mual,
muntah, dan penurunan berat badan. Komplikasi sistemik antara lain
berupa piodermi dan artopati. Pada colitis ulserosa terdapat juga
berbagai manifestasi diluar kolon.
Pada pemeriksaan perut kadang didapat nyeri tekan dan pada colok
dubur mungkin terasa nyeri karena fisura. Pada rekto(sigmoido)skopi
tampak gambaran radang. Pada pemeriksaan laboratorium didapat
anemia, leukositosis dan peningkatan laju endap darah. Pada
pemeriksaan pencitraan kolon dilihat kelainan mukosa dan hilangnya
haustra. Tidak ada pemeriksaan atau tes khas. Kolonoskopi harus
dibuat dengan hati-hati karena dinding kolon sangat tipis.
Diagnosis Banding yang harus dipikirkan ialah karsinoma kolon,
diverticulitis, demam tifoid, morbus Crohn, tuberculosis, dan
amubiasis. Biopsi dan pemeriksaan biakan perlu untuk menyingkirkan
penyakit lain dan menentukan diagnosis. Komplikasi penyulit dapat
ditemukan pada anus dan kolon. Dianus terdapat fisura, abses
perianal, dan fistel perianal. Perforasi kolon dapat terjadi
terutama di sigmoid dan kolon descendens. Komplikasi lain berupa
dilatasi kolon toksik biasanya menyebabkan perforasi fatal.
Dilatasi kolon akut atau megakolon disebabkan oleh progresifitas
penyakit di dinding yang dapat dicetuskan oleh pemberian sediaan
opiate atau pemeriksaan rontgen barium. Penderita tampak sakit
berat, dengan takikardia dan syok toksik. Diagnosis dapat dibuat
dengan foto polos perut.
Gambaran Klinis megakolon toksik juga dapat ditemukan pada
morbus Crohn, demam tifoid, dan amubiasis. Perdarahan hebat
biasanya mengancam jiwa, tetapi jarang terjadi. Striktur kolon
dapat ditemukan pada penyakit kronik yang menimbulkan nekrosis,
polip, atau karsinoma. Karsinoma merupakan penyulit lambat yang
ditemukan pada 25% penderita setalh 20 tahun dan pada 30-40%
setelah 30 tahun. Karsinoma sering timbl multisentrik. Juga dikolon
bagian kanan. Oleh karena itu bila ditemukan dysplasia epitel
mukosa pada pemeriksaan biopsy, harus dipertimbangkan untuk
melakukan kolektomi total.
Tata Laksana terapi konservatif terdiri atas istirahat diet,
pemberian sulfasalasin, dan kortikosteroid local dan sistemik.
Pembedahan kadang diperlukan baik pada keadaan akut maupun kronik.
Pada colitis ulserosa akut, laparatomi dilakukan pada perforasi,
ancaman perforasi, dan dilatasi kolon akut. Pada megakolon toksik
yang tidak membaik setelah diberikan pengobatan, harus dilakukan
kolektomi. Hal serupa berlaku pada perdarahan hebat dan colitis
fulminans. Kolitis ulserosa fulminans dapat membaik dalam kurang
dari lima hari kalau diberikan pengobatan yang memadai.
Tindak bedah dilakukan pada penyakit yang membandel, misalnya
tidak ada perubahan dengan terapi optimal, malahan terjadi
malnutrisi, kelelahan menetap, tidak dapat bekerja, atau menikmati
hubungan social, gangguan tumbuh kembang, gangguan sistemik, dan
ancaman karsinoma kolon. Pada colitis ulserosa, umumnya dianjurkan
kolektomi total anastomosis ileoanal dengan kantong ileal. Mukosa
rectum seluruhnya turut dikeluarkan dengan mempertahankan otot
dasar panggul dan sfingter anus. Reservoar biasanya dibuat dari
ileum terminale. Prognosis setela kolektomi elektif dengan
reservoir dan anstomosis ileoanal cukup baik. Mortalitas pembedahan
sekitar 1%. Sembilan puluh persen penderita dapat hidup dan bekerja
normal kembali. Sekitar 3% mengalami impotensi dan 10% mengalami
gangguan seksual lain.
Morbus Crohn
Morbus Crohn atau enteritis regional yang ditemukan di kolon
biasanya disebut colitis granulomatosa atau colitis transmural
karena penyakit ini mengenai semua lapisan dinding usus. Pada
kurang lebih 50%penderita morbus Crohn, kolon juga terlibat, pada
25% semata-mata berupa colitis Crohn. Diare, nyeri, kejat perut,
dan penyulit sistemik kira-kira sama pada morbus Crohn usus halus
dan morbus Crohn usus besar. Morbus Crohn cenderung kambuh seumur
hidup, di setiap bagian saluran cerna.
Penyulit anorektal berupa abses perianal, fistel perianal,
fisura anus, dan striktur rectum. Fistel perianal biasanya
multiple. Perdarahan dan dilatasi toksik juga ditemukan. Diagnosis
banding dengan kolitis kronik lain kadang sukar ditentukan karena
morbus Crohn merupakan radang granulomatosa di seluruh dinding,
sedangkan colitis ulserosa secara primer merupakan inflamasi
terbatas pada selaput lendir kolon. Resiko kejadian karsinoma kolon
pada morbus Crohn lebih besar.
Tata Laksana. Terapi berupa tindakan konservatif seperti diet,
imunosupresan, dan kortikosteroid. Kadang diperlukan nutrisi
parenteral. Penanganan bedah hanya diperlukan pada penyakit yang
embandel, abses, fistel, obstruksi, penyakit fulminan, perdarahan,
atau keganasan. Kadang diperlukan kolektomi. Pada stenosis sedapat
mungkin dilakukan plastik usus dan bukan reseksi. Biasanya angka
residif tingi. Pembedahan merupakan tindakan paliatif, seperti
halnya penanganan konservatif.
Kolitis Iskemik
Kolitis iskemik dapat disebabkan oleh oklusi a.mesenterika atau
kelainan bukan oklusi. Iskemia dapat ditemukan terutama pada orang
usia lanjut atau pasca bedah penderita dengan gizi buruk setelah
bedah aorta (a.mesenterika inferior), tindak bedah kolon proksimal,
dan operasi obstruksi. Iskemia kolon juga ditemukan pada penderita
diabetes mellitus, pancreatitis, dan penyakit berat. Kadang
iskemianya dapat pulih kembali dan sembuh dengan fibrosis.
Gambaran Klinis penderita mengeluh nyeri perut hebat yang akut,
disertai diare berdarah dan tanda sistemik sakit berat. Pada
palpasi, perut nyeri tekan. Pada kolonoskopi terlihat colitis
pseudomembranosa. Foto rontgen tidak memperlihatkan tanda khas.
Penanggulangan terdiri atas pemberian infuse, antibiotic, dan
pemantauan. Jika gejala, tanda okal dan tanda sistemik tidak
membaik dalam waktu beberapa jam, harus dlakukan laparatomi untuk
reseksi bagian usus yang ganggren.
Kolitis karena Antibiotik
Kolitis dapat timbul sebagai efek samping pemberian antibiotic
karena gangguan perrimbangan kuman di kolon sehingga salah satu
jenis tumbuh berlebihan. Gejala klinis berupa diare ringan sampai
diare berat bercampur darah dalam waktu singkat dapat mengancam
hidup. Kolitis dapat timbul berangsur-angsur atau tiba-tiba.
Patologi menunjukan colitis pseudomembranosa berupa lapisan
fibrinosa pada mukosa yang mengandung clostridium dificile. Terapi
berupa pemberian Metronidazole atau Vankomisin oral. Antibiotik
yang diberikan sebelumnya harus segera dihentikan. Kolitis
Amuba
Kolitis amuba menunjukan gejala atau tanda yang jelas. Kadang
timbul gejala berupa diare dengan atau tanpa bercampur darah atau
lendir. Penyakit dapat timbul sebagai serangan akut dengan demam,
menggigil, nyeri hebat, dan tenesmi. Penyulit yang mungkin terjadi
ialah perdarahan, perforasi, megakolon toksik, dan colitis
fulminans. Pentulit amubiasis kolon di daerah perianal yait abses,
fistel, prolaps, dan kelainan granulomatosa. Pad fistel kronik
dapat terjadi amubiasis kulit di region perianal, sacral, dan
gluteal.
Kolitis fulminans atau megakolon toksik tidak khas untuk colitis
amuba. Kolitis fulminans, tanpa atau dengan megakolon toksik
merupakan keadaan kegawatan yang dapat terjadi pada setiap jenis
colitis seperti pada febris tifoidea, colitis ulserosa, colitis
karena antibiotic, dan colitis iskemik. Keadaan gawat darurat
paling sering dijumpai pada colitis amuba. Insidens colitis
fulminans amuba pada pria sama dengan wanita. Secara patologis
seluruh dinding kolon mengalami inflamasi sehingga selalu disertai
peritonitis karena kebocoran dinding secara difus melalui tukak
multiple. Penderita tiba-tiba sakit keras setelah mengalami diare
selalma waktu tertentu. Penanggulangannya dengan kolektomi bagian
yang terkena. Mungkin diperlukan kolektomi total.
Terapi amubiasis ekstra-enteral berupa pemberian amubisid.
Tindak bedah darurat diperlukan pada perforasi, ancaman perforasi,
perdarahan massif, invaginasi, atau colitis fulminans.
Amuboma. Penyulit berupa amuboma, ditemukan terutama di sekum
dan kolon asendens. Amuboma adalah tumor radang kronik di kolon dan
rectum, brupa tumor bulat atau lonjong berwarna kelabu dan terdiri
atas jaringan granulasi dengan sedikit fibrosis. Gejalanya yaitu
serangan nyeri perut, obstipasi, tanda obstruksi, dan feces dengan
atau bercampur darah. Diagnosis dapat ditegakan dengan kolonoskopi
dan foto enema barium dan penentuan zat anti Amoeba Histolytica.
Diagnosis banding adalah karsinoma kolon dan massa perut karena
radang lain seperti periadenitis. Terapi dengan kombinasi amubisid
jaringan seperti Metronidazole atau emetin, dan amubisid kontak
seperti diloksinid.3.6 Neoplasma
Neoplasma Jinak
Polip, berasal dari epitel mukosa dan merupakan neoplasma jinak
terbanyak di kolon dan rectum. Polip juvenile terdapat pada anak
berusia sekitar 5tahun dan ditemukan diseluruh kolon. Umumnya
mengalami regresi spontan, dan tidak ganas. Gejala klinis utama
adalah perdarahan spontan dari rectum, kadang disertai lendir.
Karena selalu bertangkai kadang dapat menonjol keluar dari anus
pada saat defekasi. Polip hiperplastik merupakan polip kecil dari
epitel mukosa yang hiperplastik dan metaplastik. Umumnya tidak
bergejala. Polip adenomatosa adalah polip bertangkai yang jarang
ditemukan pada usia di bawah 21 tahun. Insiden meninkat sesuai
dengan meningkatnya usia. Gambaran klinis umumnya tidak ada,
kecuali perdarahan dari rectum dan prolaps polip dari anus disertai
anemia. Merupakan polip pramaligna, paling banyak terletak di
sigmoid dan rectum.
Polip-Adenoma-Karsinoma, polip adenomatosa merupakan plip
pramaligna yang mungkin mengalami perubahan hiperplasi dan
berpotensi menjadi ganas, terutama pada usia tua. Letak di
rektosigmoid sebagai rambut halus, dimana adang memproduksi banyak
sekali lendir, sehingga menyebabkan diare berlendir yang mungkin
disertai hipokalemia.
Poliposis Kolon atau Poliposis Familial, merupakan penyakit
herediter , jarang ditemukan. Letak tersebar sepanjang kolon dan
rectum, multiple dan umumnya tidak bergejala. Kadang timbul gejala
berupa mulas dan bab berdarah.
Neoplasma Ganas
Etiologi, berbagai polip kolon dapat berdegenarasi maligna dan
setiap polip kolon harus dicurigai. Radang kronik kolon seperti
colitis ulserosa atau colitis amuba kronik juga beresiko tinggi.
Faktor genetic kadang berperan walaupun jarang. Kekurangan serat
dan sayur mayor hijau serta kelebihan lemak hewani dalam diet
merupakan factor resiko karsinoma kolorektal. Letak, terbanyak pada
rectum dan sigmoid. Patologi secara makroskopik terdapat tiga tipe
karsinoma kolon dan rectum.
1. Tipe polipoid atau vegetatif tumbuh menonjol ke dalam lumen
usus, berbenuk bunga kol dan ditemukan terutama di sekum dan kolon
ascendens2. Tipe skirus, mengakbatkan penyempitan sehingga stenosis
dan gejala obstruksi terutama ditemukan di kolon descendens,
sigmoid, dan rectum
3. Tipe Ulseratif terjadi karena nekrosis di bagian sentral
terdapat di rectum. Pada tahap lanjut, sebagian besar karsinoma
kolon mengalami ulserasi menjadi tukak maligna.
Klasifikasi Tumor
Berdasarkan klasifikasi Dukes, yang dibagi berdasarkan
infiltrasi karsinoma di dinding usus. Metastasis karsinoma kolon
dan rectum mulai berkembang pada mukosa dan bertumbuh sambil
menembus dinding dan meluas secara sirkuler ke arah oral. Didaerah
rectum penyebaran ke arah anal jarang melebih 2cm. Penyebaran
perkontinuitatum menembus jaringan sekitar atau organ sekitarnya
misalnya ureter, buli-buli, uterus, vagina, atau prostat.
Penyebaran limfogen terjadi ke kelenjar parailika, mesenterium, dan
paraaorta. Penyebaran hematogen ke hati. Penyebaran peritoneal
mengakibatkan peritonitis karsinomatosis dengan atau tanpa
ascites.
Gambaran klinis karsinoma kolon kiri sering bersifat skelrotik
sehingga lebih banak menimbulkan stenosis dan obstruksi, feces
sudah menjadi padat. Sedangkan karsinoma kolon kanan jarang terjadi
stenosis dan feces masih cair sehingga tidak ada factor obstruksi.
Karsinoma kolon kiri dan rectum sering menyebabkan perubahan pola
defekasi, seperti konstipasi atau defekasi dengan tenesmi. Makin ke
distal letak tumor, feces makin menipis atau seperti kotoran
kambing, atau lebih cair disertai darah atau lendir.
Tumor di sekum dan kolon ascendens tidak khas. Dispepsia,
kelemahan umum, penurunan berat badan, dan anemia merupakan gejala
umum. Nyeri pada kolon kiri lebih nyata daripada kolon kanan.
Tempat yang dirasakan sakit berbeda karena asal embriogenik yang
berlainan, yaitu usus tengah dan usus belakang. Nyeri dari kolon
kiri bermula di bawah umbilikus sedangkan dari kolon kanan bermula
dari epigastrium. Pemeriksaan palpasi perut dapat digunakan untuk
meraba massa yang ada di sigmoid, sedangkan kolon yang lain tidak
teraba. Terabanya massa berarti tumor sudah tahap lanjut, oleh
karena umumnya massa tidak teraba pada tahap dini. Pemeriksaan
penunjang lain yaitu, colok dubur, rektosigmoidoskopi, foto kolon
dengan barium, biopsy melalui endoskopi.
Diagnosis Banding berbagai kelainan di rongga perut yang
bergejala sama atau mirip dengan karsinoma kolorektal adalah ulkus
peptic, neoplasma lambung, kolestitis, abses hati, neoplasma hati,
abses apendiks, massa periapendikuler, amuboma, diverticulitis,
colitis ulserosa, enteritis regionalis, proktitis pascaradiasi dan
polip rectum. Penyulit yang sering terjadi yaitu Obstruksi dan
Perforasi. Tata Laksana adalah tindakan bedah untuk kuratif dan
kemoterapi dan radiasi untuk paliatif tapi tidak memberikan manfaat
kuratif. Tindakan bedah meliputi reseksi luas karsinoma primer dan
kelenjar limfe egional. Pada tumor sekum atau kolon ascendens
dilakukan hemikolektomi kanan, kemudian anastomosis ujung ke ujung.
Pada tumor di kolon tranversum dilakukan reseksi kolon tranversum,
kemudian anastomosis ujung ke ujung. Sedangkan pada tumor kolon
descendens dilakukan hemikolektomi kiri. Tumor di sigmoid dilakukan
reseksi sigmoid dan pada tumor di rectum sepertiga proksimal
dilakukan reseksi anterior, rectum sepertiga tengah dilakukan
resksi dengan mempertahankan sfingter ani, rectum sepertiga distal
dilakukan amputasi rectum melalui reseksi adominoperineal
Quenu-Miles. Pada Miles procedure, kelenjar limfe pararektum dan
retroperitoneal juga direseksi. Pada operasi ini anus turut
direseksi melalui incise perineal. Tumor yang teraba pada colok
dubur umumnya dianggap terlalu rendah untuk tindakan preservasi
sfingter anus. Hanya pada tumor tahap dini eksisi local dengan
mempertahankan anus dapat dipertanggung jawabkan.
Reseksi anterior rendah pada rectum dilakkan melalui laparotomi
dengan menggunakan alat stapler untuk membuat anastomosis
kolorektal atau koloanal rendah. Eksisi local melalui rektoskop
dapat dilakukan pada karsinoma terbatas. Penyulit yang sering
terjadi pada reseksi rectum abdominoperineal radikal dan reseksi
rectum anterior rendah adalh gangguan fungsi seks. Pada diseksi
kelenjar limfe pararektal dan daerah retroperitoneal sekitar
promontorium dan didaerah (pre) aortal dilakukan eksisi saraf
autonom, simpatik, mapun parasimpatik. Prognosis bergantung pada
ada tidaknya metastasis jauh yaitu klasifikasi enyebaran tumor dan
tingkat keganasan sel tumor.
Reseksi Luas pada Karsinoma Kolon : A. Caecal Cancer; B. Hepatic
Flexure Cancer; C. Transverse Colon Cancer; D. Splenic Flexure
Cancer; E. Descending Colon Cancer; F. Sigmoid Colon Cancer
3.7 Kolostomi
Kolostomi merupakan kolokutaneostomi yang disebut juga anus
preternaturalis yang dibuat untuk sementara atau meneta. Kolostomi
sementara dibuat, misalnya pada penderita gawat perut dengan
peritonitis yang telah dilakukan reseksi sebagian kolon. Pada
keadaan demikian, membebani anastomosis baru dengan pasase feces
merupakan tindakan yang tidak dat dipertanggung jawabkan. Oleh
karena itu untuk pengamanan anastomosis, aliran feces dialihkan
sementara melalui kolostomi dua stoma yang biasanya disebut stom
laras ganda. Dengan cara Hartmann, pembuatan anastomosis ditunda
sampai radang diperut telah reda. Kolostomi dibuat atas indikasi
dkompresi usus pada obstruksi, stoma sementara untu bedah reseksi
usus pada radang, atau perforasi, dan sebagai anus setelah reseksi
usus distal untuk melindungi anastomosis distal.
BAB IVANOREKTUM4.1 Fisiologis Anorektum
Kanalis analis berasal dari proktoderm yang merupakan invaginasi
ektoderm, sedangkan rektum berasal dari entoderm. Karena perbedaan
asal anus dan rektum ini maka peredaran darah, persarafan, aliran
vena dan limfnya juga beda, demikian pula epitel yang menutupinya.
Rektum ditutupi oleh mukosa glanduler usus sedangkan kanalis analis
oleh anoderm yang merupakan lanjutan epitel berlapis gepeng kulit
luar. Tidak ada yang disebut mukosa anus. Daerah batasan rektum dan
kanali analis ditandai dengan perubahan epitel. Kanalis analis dan
kulit luar disekitannya kaya akan persarafan sensoris somatik dan
peka terhadapa rangsangan nyeri, sedangkan mukosa rektum mempunyai
persarafan autonom dan tidak peka terhadap rangasangan nyeri. Nyeri
bukanlah gejala awal terhadap karsinoma rektum, sementara fisura
anus nyeri sekali. Darah vena di atas garis anorektum mengalir
melalui sistem porta, sedangkan yang berasal anus dialirkan ke
sistem cava melalui cabang V. Iliaka. Kanalis analis berukuran
kurang lebih 3 cm. Sumbunya mengarah ke ventrokranial yaitu kearah
umbilikus dan membentuk sudut yang nyata ke dorsal dengan rektum
dalam keadaan istirahat. Pada saat defekasi sudut ini menjadi lebih
besar. 4.2 Kelainan BawaanEtiologi dan Klasifikasi
Kelainan bawaan anus disebabkan oleh gangguan pertumbuhan, fusi,
dan pembentukan anus dari tonjolan embriogenik. Pada kelaianan
bawaan anus umumnya tidak ada kelainan rectum, sfingter, dan otot
dasar panggul. Namun demikian pada agenesis anus, sfingter intern
mungkin tidak memadai. Kelainan bawaan rectum terjadi karena
gangguan pemisahan kloaka menjadi rectum dan sinus urogenital
sehingga biasanya disertai dengan gangguan perkembangan septum
urorektal yang memisahkannya. Dalam hal ini terjadi fistel antara
saluran kemih dan saluran genital. Pada kelainan rectum yang
tinggi, sfingter intern tidak ada sedangkan sfingter ekstern
hipoplastik.
Penanganan atresia anus dilakukan sesuai dengan letak ujung
atresia terhadap otot dasar panggul. Untuk itu dibuat pembagian
anomali tersebut menjadi supralevator dan transelevator. Pada
kelainan rendah (distal), rectum menembus m.levator anus sehingga
jarak antara kulit dan ujung rectum paling jauh 1 cm. Kelainan
intermedia merupakan kelainan menengah, ujung rectum mencapai
tingkat m. levator anus tetapi tidak menembusnya, sedangkan
kelainan supralevator yang disebut kelainan tinggi tidak mencapai
tingkat m.levator anus dengan jarak antara ujung buntu rectum
sampai ke kulit perineum lebih dari 1 cm.
Kelainan rendah dapat merupakan stenosis anus yang hanya
membutuhkan dilatasi membrane atau merupakan membrane anus tipis
yang mudah dibuka segera setelah anak lahir. Agenesis anus yang
disertai fistel perineum juga dapat ditangani segera setelah anak
lahir. Kelainan tinggi biasanya disertai dengan fistel ke saluran
kencing atau ke saluran genital.
Klasifikasi Wingspread
LAKI-LAKI
Kelompok I
Kelainan Tindakan
- Fistel urin Kolostomi neonates dam
- Atresia rectum Operasi definitive pada usia 4-6 bulan
- Perineum Datar
- Fistel tidak ada
- Invertogram dari udara >1 cm dari kulit
Kelompok II
- Fistel Perineum Operasi langsung pada Neonatus
- Membran Anal
- Stenosis Anus
- Fistel tidak ada
- Invertogram dari udara 1 cm dari kulit
Kelompok II
- Fistel Perineum Operasi langsung pada Neonatus
- Stenosis Anus
- Fistel tidak ada
- Invertogram dari udara