I. PENDAHULUAN Salah satu di antara sekian banyak penyebab kebutaan, yang sering dijumpai adalah persentuhan mata dengan benda tumpul, misalnya traumatic hyfema. Walaupun rudapaksa yang mengenai mata tidak selalu merupakan penyebab utama dari kebutaan, namun merupakan faktor yang cukup sering mengakibatkan hilangnya penglihatan unilateral. Maka dari itu, masalah rudapaksa pada mata masih menjadi salah satu masalah yang perlu mendapat perhatian dan Gombos menganggapnya sebagai salah satu ocular emergencies. Hal ini disebabkan oleh karena masih seringnya timbul komplikasi-komplikasi yang tidak diinginkan disamping cara perawatan yang terbaik masih diperdebatkan. 1 Walaupun mata mempunyai pelindung yang cukup baik seperti rongga orbita, kelopak mata dengan bulu matanya, dan jaringan lemak retrobulbar selain terdapatnya refleks memejam dan mengedip, juga dengan telah dibuatnya macam- macam alat untuk melindungi mata, tetapi mata masih sering mendapat trauma dari dunia luar,. Terlebih-lebih dengan bertambah banyaknya kawasan industri, kecelakan akibat pekerjaan bertambah pula, juga dengan bertambah ramainya lalu lintas, kecelakaan di jalan raya bertambah pula, serta kecelakaan mata biasanya terjadi akibat mainan, seperti panahan, ketapel, senapan angin, atau akibat lemparan, juga tusukan dari gagang mainan. Trauma dapat mengakibatkan kerusakan pada bola mata, kelopak mata, saraf mata dan rongga orbita.. Kerusakan mata akan 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
I. PENDAHULUAN
Salah satu di antara sekian banyak penyebab kebutaan, yang sering dijumpai
adalah persentuhan mata dengan benda tumpul, misalnya traumatic hyfema.
Walaupun rudapaksa yang mengenai mata tidak selalu merupakan penyebab utama
dari kebutaan, namun merupakan faktor yang cukup sering mengakibatkan hilangnya
penglihatan unilateral. Maka dari itu, masalah rudapaksa pada mata masih menjadi
salah satu masalah yang perlu mendapat perhatian dan Gombos menganggapnya
sebagai salah satu ocular emergencies. Hal ini disebabkan oleh karena masih
seringnya timbul komplikasi-komplikasi yang tidak diinginkan disamping cara
perawatan yang terbaik masih diperdebatkan.1
Walaupun mata mempunyai pelindung yang cukup baik seperti rongga orbita,
kelopak mata dengan bulu matanya, dan jaringan lemak retrobulbar selain terdapatnya
refleks memejam dan mengedip, juga dengan telah dibuatnya macam-macam alat
untuk melindungi mata, tetapi mata masih sering mendapat trauma dari dunia luar,.
Terlebih-lebih dengan bertambah banyaknya kawasan industri, kecelakan akibat
pekerjaan bertambah pula, juga dengan bertambah ramainya lalu lintas, kecelakaan di
jalan raya bertambah pula, serta kecelakaan mata biasanya terjadi akibat mainan,
seperti panahan, ketapel, senapan angin, atau akibat lemparan, juga tusukan dari
gagang mainan. Trauma dapat mengakibatkan kerusakan pada bola mata, kelopak
mata, saraf mata dan rongga orbita.. Kerusakan mata akan dapat mengakibatkan atau
memberikan penyulit sehingga mengganggu fungsi penglihatan.2,3
Trauma tumpul pada mata dapat diakibatkan benda yang keras atau benda
yang tidak keras, dimana benda tersebut dapat mengenai mata dengan keras ataupun
lambat. Bila mata terkena benda keras,maka akan terjadi :
1. Bila tidak terjadi robekan pada bagian mata, maka :
a. Benda keras yang kecil dan lembut seperti mimis senapan mainan yang
tidak tajam membentur daerah mata dan bila mata dalam keadaan terbuka
akan mengenai kornea yang menimbulkan erosi yaitu lecetnya sel epitel.
Pasien akan merasa kesakitan yang sangat pedih pada mata , penlihatan
menurun dan bila lecet lebih dalam maka dalam penyembuhannya akan
terjadi jaringan parut yang mebekas keputihan di kornea, sehingga
penglihatan akan turun.
1
b. Lebih lanjut, benturan yang cukup kuat akan mengakibatkan pembuluh-
pembuluh darah dalam bola mata pecah dan timbul perdarahan dalam
bilik mata, yang biasa tampak dari luar disebut dengan hifema. Akan
terasa sakit pada bola mata yang sertai penglihatan yang menurun. Perlu
diketahui pula bahwa hifema bisa saja terjadi tidak seketika setelah
benturan, tetapi akan muncul pada hari-hari berikutnya sampai hari ke 5
c. Pada keadaan lain bisa saja benda tersebut secara keras membentur skera
dan meskipun hifema tidak terjadi, bisa menyebabkan perdarahan pada
retina dengan segala akibatnya
d. Penggumpalan pada perdarahan dibilik mata, bisa mengakibatkan hifema
sekunder yang juga disertai dengan rasa sakit pada bola mta dan bila
tekanan pada bola mata meninggi akan mengakibatkan rasa mual dan
muntah-muntah.
e. Akibat dari benturan-benturan keras tadi tidak berhenti disitu saja, bisa
juga terjadi pada bagian iris yang terlepas dari dasarnya dan bila
iridodiliasis ini cukup besar akan dapat mengakibatkan pandangan
monoklear yang ganda.
f. Sedangkan pada lensa bisa menyebabkan terjadinya katarak trauma
g. Lensa bisa lepas dari ikatannya dan terjadi luksasi sebagian ataupaun
luksasi penuh. Akibat lanjut dari benturan pada kornea adalah gangguan
pada sudut bilik mata yang lebih dalam , dan pada gilirannya nanti bila
terjadi pembentukan jaringan ikat bisa timbul peninggian tekanan bola
mata yang bersangkutan.
h. Bisa pula terjadi uveitis yang disertai dengan peninggian tekanan bola
mata yang memerlukan pengobatan yan g serius.
i. Pada bagian belakang bola mata, gangguan bisa terjadi adalah edema pada
makula yang menyebabkan penglihatan menurun, robekan pada koroid
yang mengakibatkan gangguan atau penurunan penglihatan.
2. Bila terjadi robekan pada bagian-bagian mata, maka akibatnya akan lebih buruk
lagi, robekan bagian-bagia mata memerlukan tindakan koreksi bedah dengan
berbagai akibat sampingnya , mulai kornea di depan iris, lensa, badan kaca,
koroid, retina, sklera dan saraf optik.
2
3. Bila benda yang membentur bola mata berukuran besar, misalnya bola tenis,
maka struktur orbita ini terjadi didasar rongga orbita bisa menimbulkan celah
dimana otot-otot mata terjepit dan sehingga gerakan bola mata terhambat dan
pada gilirannya pandangan menjadi ganda karena aksis penglihatan tidak sejajar
lagi. Selain itu juga tampak mata yang cekung.4,5
Hifema dapat erjadi akibat suatu trauma tembus ataupun tumpul pada mata
yang merobek pembuluh darah iris atau badan siliar, dan dapat juga terjadi secara
spontan. Perdarahannya bisa juga bersal dari pembuluh darah kornea atau limbus dan
badan siliar. Pada pengamatan akan tampak darah dibalik kornea dan menutupi
gambaran iris. Hifema dapat disertai dengan atau tanpa perdarahan pada
konjungtiva.6,7,8
II. DEFINISI
Hifema adalah suatu keadaan dimana adanya darah dalam bilik mata depan
yang bersal dari pembuluh darah iris dan badan siliar yang pecah yang dapat terjadi
akibat trauma ataupun secara spontan, sehinnga darah terkumpul di dalam bilik mata,
yang hanya mengisi sebagian ataupun seluruh isis bilik mata depan. Perdarahan bilik
depan bola mata akibat rudapaksa ini merupakan akibat yang paling sering dijumpai
karena persentuhan mata dengan benda tumpul. Berat ringannya traumatik hifema ini
selain tergantung pada tingginya perdarahan juga tergantung pada ada tidaknya
komplikasi yang menyertainya.7,9
III. ETIOLOGI
Penyebab tersering dari hifema adalah trauma, baik trauma tumpul maupun
trauma tembus. Hifema juga dapat disebabkan oleh perdarahan spontan. Perdarahan
dapat terjadi segera setelah trauma yang disebut perdarahan primer atau perdarahan
terjadi 5-7 hari sesudah trauma disebut perdarahan sekunder. Hifema sekunder
biasanya terjadi akibat gangguan mekanisme pembekuan atau penyembuhan luka
sehingga mempunyai prognosis yang lebih buruk. Perdarahan spontan dapat terjadi
pada mata dengan rubeo iridis, tumor pada iris, retinoblastoma dan kelainan darah.
Hal ini mungkin akibat terjadinya kelemahan pada dinding-dinding pembuluh darah.7
IV. ANATOMI MATA
3
Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm. Bola mata di
bagian depan (kornea) mempunyai kelengkungan yang lebih tajam sehingga terdapat
bentuk dengan 2 kelengkungan yang berbeda.
Bola mata dibungkus oleh 3 lapisan jaringan, yaitu:
1. Sklera, merupakan jaringan ikat yang kenyal dan memberikan bentuk pada mata,
merupakan bagian terluar yang melindungi bola mata. Bagian terdepan sklera
disebut kornea yang bersifat transparan yang memudahkan sinar masuk ke dalam
bola mata. Kelengkungan kornea lebih besar dibandingkan sklera.
2. Jaringan uvea, merupakan jaringan vaskuler. Jaringan sklera dan uvea dibatasi
oleh ruang yan potensial yang mudah dimasuki darah bila terjadi perdarahan pada
ruda paksa yang disebut perdarahan suprakhoroid. Jaringan uvea ini terdiri atas
iris, badan siliar, dan khoroid. Pada iris didapatkan pupil, dan oleh 3 susunan otot
dapat mengatur jumlah sinar masuk ke dalam bola mata. Otot dilatator dipersarafi
oleh parasimpatis. Otot siliar yang terletak di badan siliar mengatur bentuk lensa
untuk kebutuhan akomodasi. Badan siliar yang terletak di belakang iris
menghasilkan cairan bilik mata (akuor humor) yang dikeluarkan melalui
trabekulum yang terletak pada pangkal iris yang dibatasi kornea dan sklera.
3. Retina, terletak paling dalam dan mempunyai susunan sebanyak 10 lapisan yang
merupakan membran neurosensoris yang akan merubah sinar menjadi rangsangan
pada saraf optik dan diteruskan ke otak. Terdapat rongga yang potensial antara
retina dan khoroid sehingga retina dapat terlepas dari khoroid yang disebut ablasi
retina. Badan kaca mengisi rongga di dalam bola mata dan bersifat gelatin yang
hanya menempel pada papil saraf optik, makula dan pars plana. Bila terdapat
jaringan ikat di dalam badan kaca disertai dengan tarikan pada retina, maka retina
akan robek dan akan terjadi ablasi retina. Lensa terletak di belakang pupil yang
dipegang di daerah akuatornya pada badan siliar melalui zonula zinn. Lensa mata
mempunyai peranan pada akomodasi atau melihat dekat sehingga sinar dapat
difokuskan di daerah makula lutea. Terdapat 6 otot penggerak bola mata, dan
terdapat kelenjar lakrimal yang terletak di daerah temporal atas di dalam rongga
orbita. Sistem sekresi air mata atau lakrimal terletak di daerah temporal bola mata.
Sistem ekskresi dimulai pada punctum lakrimal, kanalikuli lakrimal, sakus
lakrimal, duktus nasolakrimal, dan meatus inferior.2
4
Gambar anatomi mata
V. PATOFISIOLOGI
Trauma merupaka penyebab tersering dari hifema. Oleh karena itu hifema
sering terutama pada pasien yang berusia muda. Trauma tumpul pada kornea atau
limbus dapat menimbulkan tekanan yang sangat tinggi, dan dalam waktu yang singkat
di dalam bola mata terjadi penyebaran tekanan ke cairan badan kaca dan jaringan
sklera yang tidak elastis sehingga terjadi perenggangan-perenggangan dan robekan
pada kornea, sklera sudut iridokornea, badan siliar yang dapat menimbulkan
perdarahan. Perdarahan sekunder dapat terjadi oleh karena resorbsi dari pembekuan
darah terjadi cepat, sehingga pembuluh darah tidak mendapat waktu yang cukup
untuk meregenerasi kembali, dan menimbulkan perdarahan lagi.2,10
Perdarahan dapat terjadi segera setelah trauma yang disebut perdarahan primer
atau perdarahan terjadi 5-7 hari setelah trauma yang disebut perdarahan sekunder.
Hifema sekunder biasanya terjadi akibat gangguan mekanisme pembekuan atau
penyembuhan luka sehingga mempunyai prognosis yang lebih buruk. Perdarahan
spontan dapat terjadi pada mata dengan rubeosis iridis, tumor pada iris,
retinoblastoma dan kelainan darah yang mungkin diakibatkan karena terjadi suatu
5
kelemahan dinding-dinding pembuluh darah . Pada proses penyembuhan, hifema
dikeluarkan dari bilik mata depan dalam bentuk sel darah merah melalui sudut bilik
mata depan atau kanal scelemn dan permukaan depan iris. Penyerapan melalui dataran
depan iris dipercepat oleh enzim proteolitik yang dapat berlebihan di dataran depan
iris.6,7
Sebagian darah dikeluarkan dalam bentuk hemosiderin . Bila terdapat
hemosiderin berlebihan di dalam bilik mata depan, dapat terjadi penimbunan pigmen
ini ke dalam lapis kornea. Penimbunan ini menimbulkan kekeruhan kornea terutama
di bagian sentral sehingga terjadi perubahan warna kornea menjadi coklat yang
disebut imbibisi kornea.6,7
Sementara itu darah dalam bilik mata depan tidak sepenuhnya berbahaya,
namun bila jumlahnya memadai maka dapat menghambat aliran humor aquos ke
dalam trabekula, sehingga dapat menimbulkan glaukoma sekunder.3
Gambar hifema, nampak darah pada bilik mata depan, hanya memenuhi sebagian bilik mata depan
Gambar hifema, pada gambar yang kanan menunjukkan darah hampir memenuhi seluruh seluruh bilik
mata depan, dan gambar yang sebelah kiri menunjukkan gambar hifema spontan.
6
VI. GEJALA KLINIS
Biasanya pasien akan mengeluh sakit, disertai dengan epiforia dan
blefaropasme. Penglihatan pasien akan sangat menurun , bila pasien duduk hifema
akan terlihat terkumpul di bagian bawah bilik mata depan, dan hifema dapat
memenuhi seluruh ruang bilik mata depan. Kadang-kadang terlihat iridoplegia dan
iridodialisis.2
VII. DIAGNOSA7,8,11
Untuk mengetahui kelainan yang ditimbulkan perlu diadakan pemeriksaan
yang cermat, terdiri atas anamnesis dan pemeriksaan.
Anamnesis
Pada saat anamnesis kasus trauma mata ditanyakan waktu kejadian, proses
terjadi trauma dan benda yang mengenai mata tersebut. Bagaimana arah datangnya
benda yang mengenai mata itu, apakah dari depan, samping atas, samping bawah atau
dari arah lain dan bagaimana kecepatannya waktu mengenai mata dan bahan tersebut,
apakah terbuat dari kayu, besi atau bahan lainnya. Jika kejadian kurang dari satu jam
maka perlu ditanyakan ketajaman penglihatan atau nyeri pada mata karena
berhubungan dengan peningkatan tekanan intra okuler akibat perdarahan sekunder.
Apakah trauma tersebut disertai dengan keluarnya darah , dan apakah pernah
mendapatkan pertolongan sebelumnya. Perlu juga ditanyakan riwayat kesehatan mata
sebelum terjadi trauma, apabila terjadi pengurangan penglihatan ditanyakan apakah
pengurangan penglihatan ituterjadi sebelum atau sesudah kecelakaan tersebut,
ambliopia, penyakit kornea atau glaukoma, riwayat pembukaan darah atau
penggunaan antikoagulan sistemik seperti aspirin atau warfarin.
Pemeriksaan mata
Pemeriksaan mata harus dilakukan secara lenkap. Semua hal yang berhub
ungan dengan cedera bola mata ditanyakan. Dilakukan pemeriksaa hifema dan
menilai perdarahan ulang. Bila ditemukan kasus hifema, sebaiknya dilakukan
7
pemeriksaan secara teliti keadaan mata luar, hal ini penting karena mungkin saja pada
riwayat trauma tumpul akan ditemukan kelainan berupa trauma tembus seperti
ekmosis, laserasi kelopak mata, proptosis, enoftalmus, fraktur yang disertai dengan
gangguan pada gerakan mata.
Kadang-kadang kita menemukan kelainan berupa defek epitel, edema kornea
dan imbibisi kornea bila hifema sudah terjadi lebih dari 5 hari. Ditemukan darah
didalam bilik mata depan. Menentukan derajat keparahan hifema antara lain, menurut
Edward Layden:
1. Hyphaema tingkat 1: bila perdarahan kurang dari 1/3 bilik depan mata.
2. Hyphaema tingkat II: bila perdarahan antara 1/3 sampai 1/2 bilik depan mata.
3. Hyphaema tingkat III bila perdarahan lebih dari ½ bilik depan mata.
Gambar tingkatan grade hifema
Rakusin membaginya menurut:
1. Hyphaema tk I: perdarahan mengisi 1/4 bagian bilik depan mata.
2. Hyphaema tk II : perdarahan mengisi 1/2 bagian bilik depan mata.
3. Hyphaema tk III: perdarahan mengisi 3/4 bagian bilik depan mata.
4. Hyphaema tk IV : perdarahan mengisi penuh biIik depan mata.
Hifema paling banyak memenuhi kurang dari 1/3 bilik mata depan.
Saat melakukan pemeriksaan, hal terpenting adalah hati-hati dalam memeriksa
kornea karena akan meningkatkan resiko bloodstaining pada lapisan endotl kornea.
Keadaan iris dan lensa juga dicatat, kadang-kadang pada iris dapat terlihat
iridodialisis atau robekan iris.
Akibat trauma yang merupakan penyebab hifema ini mungkin lensa tidak
berada ditempatnya lagi atau telah terjadi dislokasi lensa bahkan lensa.
Pada hifema sebaiknya dilakukan pemeriksaan tekanan bola mata untuk
mengetahui apakah sudah terjadi peningkatan tekanan bola mata.
8
Penilaian fundus perlu dicoba tetapi biasanya sangat sulit sehingga perlu
ditunggu sampai hifema hilang. Pemeriksaan funduskopi perlu dilakukan untuk
mengetahui akiba trauma pada segmen posterior bola mata. Kadang-kadang
pemeriksaan ini tidak mungkin karena terdapat darah pada media penglihatan.
VIII. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tonometri, untuk memeriksa tekanan intra okuler.
USG untk menyingkirkan adanya perdarahan vitreus atau ablasio retina
Skrining sickle cell
X-ray
CT-scan orbita
Gonioskopi12
IX. PENATALAKSANAAN2,5,6,7,11
Walaupun perawatan penderita hifema ini masih banyak diperdebatkan,
namun pada dasarnya penatalaksanaan hifema ditujukan untuk :
Menghentikan perdarahan atau mencegah perdarahan ulang
Mengeluarkan darah dari bilik mata depan
Mengendalikan tekanan bola mata
Mencegah terjadinya imbibisi kornea
Mengobati uveitis bila terjadi akibat hifema ini
Menemukan sedini mungkin penyulit yang mungkin terjadi
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka cara pengobatan penderita dengan
traumatic hyphaema pada prinsipnya dibagi dalam 2 golongan besar yaitu (1)
Perawatan dengan cara konservatif / tanpa operasi, dan (2) Perawatan yang disertai
dengan tindakan operasi.
9
1. Perawatan konservatif / tanpa operasi
1. Tirah baring sempurna (bed rest total)
Penderita ditidurkan dalam keadaan terlentang dengan posisi kepala di
angkat(diberi alas bantal) kurang dari 600, hal ini akan mengurangi tekanan darah
pada pembuluh darah iris serta memudahkan kita mengevaluasi jumlah
perdarahannya. Ada persesuaian pendapat dari banyak sarjana mengenai tirah baring
sempurna ini sebagai tindakan pertama yang harus dikerjakan bila mengenai kasus
traumatic hyphaema. Bahkan Darr dan Rakusin menunjukkan bahwa dengan tirah
baring sempurna absorbsi dari hyphaema dipercepat dan sangat mengurangi
timbulnya komplikasi perdarahan sekunder.
2. Bebat mata
Mengenai pemakaian bebat mata, masih belum ada persesuaian pendapat di
antara para sarjana. Edward-Layden lebih condong untuk menggunakan bebat mata
pada mata yang terkena trauma saja, untuk mengurangi pergerakan bola mata yang
sakit. Bila mungkin kedua mata ditutup untuk memberika istirahat pada mata.
Selanjutnya dikatakan bahwa pemakaian bebat pada kedua mata akan menyebabkan
penderita gelisah, cemas dan merasa tidak enak, dengan akibat penderita (matanya)
tidak istirahat. Akhirnya Rakusin mengatakan dalam pengamatannya tidak ditemukan
adanya pengaruh yang menonjol dari pemakaian bebat atau tidak terhadap absorbsi,
timbulnya komplikasi maupun prognosa dari tajamnya penglihatannya.
3. Pemakaian obat-obatan
Pemberian obat-obatan pada penderita dengan traumatic hyphaema tidaklah
mutlak, tapi cukup berguna untuk menghentikan perdarahan, mempercepat
absorbsinya dan menekan komplikasi yang timbul. Untuk maksud di atas digunakan
obat-obatan seperti ;
(a) Koagulansia
Golongan obat koagulansia ini dapat diberikan secara oral maupun parenteraI,
berguna untuk menekan/menghentikan perdarahan, Misalnya : Anaroxil, Adona AC,
Coagulen, Transamin, vit K dan vit C:
10
(b) Midriatika Miotika
Masih banyak perdebatan mengenai penggunaan obat-obat golongan midriatika atau
miotika, karena masing-masing obat mempunyai keuntungan dan kerugian sendiri-
sendiri: Miotika memang akan mempercepat absorbsi, tapi meningkatkan kongesti
dan midriatika akan mengistirahatkan perdarahan.
(c) Ocular Hypotensive Drug
Semua sarjana menganjurkan pemberian acetazolamide (Diamox) secara oral
sebanyak 3x sehari bilamana ditemukan adanya kenaikan tekanan intraokuler.
(d) Kortikosteroid dan Antibiotika
Pemberian hidrokortison 0,5% secara topikal akan mengurangi komplikasi iritis dan
perdarahan sekunder dibanding dengan antibiotik.
(e) Obat-obat lain
Sedatif diberikan bilamana penderita gelisah. Bila ditemukan rasa sakit diberikan
analgetik aau asetozalamid bila sakit pada kepala akibat tekanan bola mata naik.
Analgetik diberikan untuk mengatasi nyeri seperti asetaminofen dengan atau tanpa
kodein.
2. Perawatan Operasi
Perawatan cara ini akan dikerjakan bilamana ditemukan:
a. Glaukoma sekunder yang berkurang / menghilang dengan pengobatan
konservatif
b. Kemungkina timbulnya hemosiderosis kornea dan tidak ada pengurangan
dari tingginya hifema dengan perawatan non operasi selam 3-5 hari
Atas dasar di atas Darr menentukan cara pengobatan traumatic hyphaema,
sedang Rakusin menganjurkan tindakan operasi setelah hari kedua bila ditemukan
hyphaema dengan tinggi perdarahannya ¾ bilik depan bola mata. Tindakan operasi
yang dikerjakan adalah:
Paracentesa: mengeluarkan cairan/darah dari bilik depan bola mata
melalui lubang yang kecil di limbus
Melakukan irigasi di bilik depan bola mata dengan larutan fisiologik
11
Dengan cara seperti melakukan ekstraksi katarak dengan membuka
korneoscleranya sebesar 1200
Tindakan pembedahan parasentese dilakukan bila terlihat tanda-tanda imbibisi
kornea, glaukoma, hifema pnuh dan berwarna hitam atau bila darah setelah 5 hari
tidak memperlihatka tanda-tanda berkurang.
Untuk mencegah atropi papil saraf optik dilakukan pembedahan bila :
Tekanan bola mata maksimal > 50 mmHg selama 5 hari
Tekanan bola mata maksimal > 35 mmHg selama 7 hari
Untuk mencegah imbibisi kornea,dilakukan pembedahan bila :
Tekanan bola mata rata-rata > 25 mmHg selama 6 hari
Bila terdapat tanda-tanda dini imbibisi kornea
Untuk mencegah sinekia posterior perifer dilakukan pembedahan bila :
Hifema total bertahan selama 5 hari
Hifema difus bertahan selama 9 hari
X. KOMPLIKASI
Komplikasi yang paling sering ditemukan pada traumatic hifema adalah
perdarahan sekunder, glaukoma sekunder dan hemosiderosis, selain komplikasi dari
traumanya sendiri berupa dislokasi dari lensa, ablatio retina, katarak dan irido
dialysis. Besarnya komplikasi juga sangat tergantung pada tingginya hyphaema.
1. Perdarahan sekunder. Komplikasi ini sering terjadi pada hari ketiga sampai
keenam. Sedangkan insidensinya sangat bervariasi, antara 10-40 persen.
Perdarahan sekunder ini timbul karena iritasi pada iris akibat traumanya, atau
merupakan lanjutan dari perdarahan primernya.
2. Glaukoma sekunder. Timbulnya glaukoma sekunder pada traumatic hyphaema
disebabkan oleh tersumbatnya trabecular meshwork oleh butir-butir/gumpalan
darah. Residensinya 20 persen.
3. Hemosiderosis cornea. Hemosiderosis ini akan timbul bila ada