BAB I Pendahuluan 1.1. Pendahuluan. Di negara sedang berkembang maupun di negara maju, penyakit infeksi masih merupakan masalah medis yang sangat penting oleh karena angka kematiannya masih cukup tinggi. Diantara penyakit infeksi yang amat berbahaya adalah infeksi Susunan Saraf Pusat (SSP) termasuk ke dalamnya meningitis dan ensefalitis. 1 Meningitis sinonim dengan leptomeningitis yang berarti adanya suatu infeksi selaput otak yang melibatkan arakhnoid dan piamater. Sedangkan ensefalitis adalah adanya infeksi pada jaringan parenkim otak. 1 Gejala dari infeksi ini seringkali tidak khas yang secara umum mengalami demam dan sakit kepala. Jika setelah beberapa hari tidak membaik atau ada gejala lanjutan seperti kejang dan sakit kepala yang semakin parah segera lakukan pemeriksaan lebih lanjut. Untuk diagnostik dini memang tidak mudah, karenanya proses pencarian penyebabnya harus progresif agar bisa ditangani dengan baik. 2 1 | Page
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
Pendahuluan
1.1. Pendahuluan.
Di negara sedang berkembang maupun di negara maju, penyakit infeksi masih merupakan
masalah medis yang sangat penting oleh karena angka kematiannya masih cukup tinggi. Diantara
penyakit infeksi yang amat berbahaya adalah infeksi Susunan Saraf Pusat (SSP) termasuk ke
dalamnya meningitis dan ensefalitis.1
Meningitis sinonim dengan leptomeningitis yang berarti adanya suatu infeksi selaput otak
yang melibatkan arakhnoid dan piamater. Sedangkan ensefalitis adalah adanya infeksi pada
jaringan parenkim otak.1
Gejala dari infeksi ini seringkali tidak khas yang secara umum mengalami demam dan
sakit kepala. Jika setelah beberapa hari tidak membaik atau ada gejala lanjutan seperti kejang dan
sakit kepala yang semakin parah segera lakukan pemeriksaan lebih lanjut. Untuk diagnostik dini
memang tidak mudah, karenanya proses pencarian penyebabnya harus progresif agar bisa
ditangani dengan baik.2
Untuk diagnosis pastinya dilakukan pemeriksaan cairan otak agar bisa
diketahui penyebab pastinya apakah akibat infeksi virus, bakteri, jamur, parasit atau cacing pita.
Jika prosedur ini dilakukan dengan cepat dan progresif maka bisa mengurangi kecacatan yang
timbul. 2
Jamur jamur patogen yang opertunistik seperti aspergillus dan candida dapat mengancam
jiwa pasien immunocopmpromised termasuk neonatus, pasien post operasi, dan pasien dengan
keganasan, transplantasi organ atau acquired immunodeficiency (AIDS). Manifestasi klinis
1 | P a g e
infeksi jamur susunan saraf pusat dapat berupa meningitis, meningoensafilitis, intrakranial
tromboflebitis, abses otak, bentuk granuloma dan sangat jarang terjadi aneurisma mikotik. 14
Infeksi pertama biasanya melalui inhalasi sehingga terbentuk focus primer pada paru yang
biasanya asimptomatik dan sembuh spontan. Dari focus primer ini dapat terjadi peneybaran
hematogen ke tulang, visera dan otak. Infeksi otak dapat menimbulkan penyakit yang progresif
dan fatal. 14
1.2. Epidemologi.
Sekitar 600.000 kasus meningitis terjadi di seluruh dunia setiap tahunnya, dengan 180.000
kematian dan 75.000 gangguan pendengaran yang berat. Setidaknya 25.000 kasus baru
meningitis bakterial muncul tiap tahunnya di Amerika Serikat, tetapi penyakit ini jauh lebih
sering ditemukan di negara-negara sedang berkembang. Sekitar 75% kasus terjadi pada anak-
anak dibawah usia 5 tahun. 4
1.3. ANATOMI DAN FISIOLOGI17
Dalam membahas cairan serebrospinal ada baiknya diketahui mengenai anatomi yang
berhubungan dengan produksi dan sirkulasi cairan serebrospinal, yaitu:
• Sistem Ventrikel
Sistem ventrikel terdiri dari 2 buah ventrikel lateral, ventrikel III dan ventrikel IV. Ventrikel
lateral terdapat di bagian dalam serebrum, masing-masing ventrikel terdiri dari 5 bagian yaitu
kornu anterior, kornu posterior, kornu inferior, badan dan atrium. Ventrikel III adalah suatu
rongga sempit di garis tengah yang berbentuk corong unilokuler, letaknya di tengah kepala,
ditengah korpus kalosum dan bagian korpus unilokuler ventrikel lateral, diatas sela tursica,
kelenjar hipofisa dan otak tengah dan diantara hemisfer serebri, thalamus dan dinding
hipothalanus. Disebelah anteropeoterior berhubungan dengan ventrikel IV melalui aquaductus
sylvii. Ventrikel IV merupakan suatu rongga berbentuk kompleks, terletak di sebelah
ventral serebrum dan dorsal dari pons dan medula oblongata
2 | P a g e
Meningen dan ruang subarakhnoid
Meningen adalah selaput otak yang merupakan bagian dari susunan saraf yang bersifat non
neural. Meningen terdiri dari jarningan ikat berupa membran yang menyelubungi seluruh
permukaan otak, batang otak dan medula spinalis.
Meningen terdiri dari 3 lapisan, yaitu Piamater, arakhnoid dan duramater.
Piameter merupakan selaput tipis yang melekat pada permukaan otak yang mengikuti setiap
lekukan-lekukan pada sulkus-sulkus dan fisura-fisura, juga melekat pada permukaan batang otak
dan medula spinalis, terus ke kaudal sampai ke ujung medula spinalis setinggi korpus vertebra.
Arakhnoid mempunyai banyak trabekula halus yang berhubungan dengan piameter, tetapi tidak
mengikuti setiap lekukan otak. Diantara arakhnoid dan piameter disebut ruang subrakhnoid, yang
berisi cairan serebrospinal dan pembuluh-pembuluh darah. Karena arakhnoid tidak mengikuti
lekukan-lekuka otak, maka di beberapa tempat ruang subarakhnoid melebar yang disebut
sisterna. Yang paling besar adalah siterna magna, terletak diantara bagian inferior serebelum
danme oblongata. Lainnya adalah sisterna pontis di permukaan ventral pons, sisterna
interpedunkularis di permukaan ventral mesensefalon, sisterna siasmatis di depan lamina
terminalis. Pada sudut antara serebelum dan lamina quadrigemina terdapat sisterna vena magna
serebri. Sisterna ini berhubungan dengan sisterna interpedunkularis melalui sisterna ambiens.
Ruang subarakhnoid spinal yang merupakan lanjutan dari sisterna magna dan sisterna pontis
merupakan selubung dari medula spinalis sampai setinggi S2. Ruang subarakhnoid dibawah L2
dinamakan sakus atau teka lumbalis, tempat dimana cairan serebrospinal diambil pada waktu
pungsi lumbal.
Durameter terdiri dari lapisan luar durameter dan lapisan dalam durameter. Lapisan luar
dirameter di daerah kepala menjadi satu dengan periosteum tulang tengkorak dan berhubungan
erat dengan endosteumnya.
3 | P a g e
• Ruang Epidural
Diantara lapisan luar dura dan tulang tengkorak terdapat jaringan ikat yang mengandung kapiler-
kapiler halus yang mengisi suatu ruangan disebut ruang epidural
• Ruang Subdural
Diantara lapisan dalam durameter dan arakhnoid yang mengandung sedikit cairan, mengisi suatu
ruang disebut ruang subdural Pembentukan, Sirkulasi dan Absorpsi Cairan Serebrospinal (CSS)
Cairan serebrospinal (CSS) dibentuk terutama oleh pleksus khoroideus, dimana sejumlah
pembuluh darah kapiler dikelilingi oleh epitel kuboid/kolumner yang menutupi stroma di bagian
tengah dan merupakan modifikasi dari sel ependim, yang menonjol ke ventrikel. Pleksus
khoroideus membentuk lobul-lobul dan membentuk seperti daun pakis yang ditutupi oleh
mikrovili dan silia. Tapi sel epitel kuboid berhubungan satu sama lain dengan tigth junction pada
sisi aspeks, dasar sel epitel kuboid terdapat membran basalis dengan ruang stroma diantaranya.
Ditengah villus terdapat endotel yang menjorok ke dalam (kapiler fenestrata). Inilah yang disebut
sawar darah LCS. Gambaran histologis khusus ini mempunyai karakteristik yaitu epitel untuk
transport bahan dengan berat molekul besar dan kapiler fenestrata untuk transport cairan aktif.
Pembentukan CSS melalui 2 tahap, yang pertama terbentuknya ultrafiltrat plasma di luar kapiler
oleh karena tekanan hidrostatik dan kemudian ultrafiltrasi diubah menjadi sekresi pada epitel
khoroid melalui proses metabolik aktif.
Mekanisme sekresi CSS oleh pleksus khoroideus adalah sebagai berikut: Natrium
dipompa/disekresikan secara aktif oleh epitel kuboid pleksus khoroideus sehingga menimbulkan
muatan positif di dalam CSS. Hal ini akan menarik ion-ion bermuatan negatif, terutama clorida
ke dalam CSS. Akibatnya terjadi kelebihan ion di dalam cairan neuron sehingga meningkatkan
tekanan somotik cairan ventrikel sekitar 160 mmHg lebih tinggi dari pada dalam plasma.
Kekuatan osmotik ini menyebabkan sejumlah air dan zat terlarut lain bergerak melalui membran
khoroideus ke dalam CSS. Bikarbonat terbentuk oleh karbonik abhidrase dan ion hidrogen yang
dihasilkan akan mengembalikan pompa Na dengan ion penggantinya yaitu Kalium. Proses ini
disebut Na-K Pump yang terjadi dgn bantuan Na-K-ATP ase, yang berlangsung dalam
4 | P a g e
keseimbangan. Obat yang menghambat proses ini dapat menghambat produksi CSS. Penetrasi
obat-obat dan metabolit lain tergantung kelarutannya dalam lemak. Ion campuran seperti
glukosa, asam amino, amin dan hormon tyroid relatif tidak larut dalam lemak, memasuki CSS
secara lambat dengan bantuan sistim transport membran. Juga insulin dan transferin memerlukan
reseptor transport media. Fasilitas ini (carrier) bersifat stereospesifik, hanya membawa larutan
yang mempunyai susunan spesifik untuk melewati membran kemudian melepaskannya di CSS.
Natrium memasuki CSS dengan dua cara, transport aktif dan difusi pasif. Kalium disekresi ke
CSS dengan mekanisme transport aktif, demikian juga keluarnya dari CSS ke jaringan otak.
Perpindahan Cairan, Mg dan Phosfor ke CSS dan jaringan otak juga terjadi terutama dengan
mekanisme transport aktif, dan konsentrasinya dalam CSS tidak tergantung pada konsentrasinya
dalam serum. Perbedaan difusi menentukan masuknya protein serum ke dalam CSS dan juga
pengeluaran CO2. Air dan Na berdifusi secara mudah dari darah ke CSS dan juga pengeluaran
CO2. Air dan Na berdifusi secara mudah dari darah ke CSS dan ruang interseluler, demikian
juga sebaliknya. Hal ini dapat menjelaskan efek cepat penyuntikan intervena cairan hipotonik
dan hipertonik.
Ada 2 kelompok pleksus yang utama menghasilkan CSS: yang pertama dan terbanyak terletak di
dasar tiap ventrikel lateral, yang kedua (lebih sedikit) terdapat di atap ventrikel III dan IV.
Diperkirakan CSS yang dihasilkan oleh ventrikel lateral sekitar 95%. Rata-rata pembentukan
CSS 20 ml/jam. CSS bukan hanya ultrafiltrat dari serum saja tapi pembentukannya dikontrol
oleh proses enzimatik.
CSS dari ventrikel lateral melalui foramen interventrikular monroe masuk ke dalam ventrikel III,
selanjutnya melalui aquaductus sylvii masuk ke dalam ventrikel IV. Tiga buah lubang dalam
ventrikel IV yang terdiri dari 2 foramen ventrikel lateral (foramen luschka) yang berlokasi pada
atap resesus lateral ventrikel IV dan foramen ventrikuler medial (foramen magendi) yang berada
di bagian tengah atap ventrikel III memungkinkan CSS keluar dari sistem ventrikel masuk ke
dalam rongga subarakhnoid. CSS mengisi rongga subarachnoid sekeliling medula spinalis
sampai batas sekitar S2, juga mengisi keliling jaringan otak. Dari daerah medula spinalis dan
dasar otak, CSS mengalir perlahan menuju sisterna basalis, sisterna ambiens, melalui apertura
tentorial dan berakhir dipermukaan atas dan samping serebri dimana sebagian besar CSS akan5 | P a g e
diabsorpsi melalui villi arakhnoid (granula Pacchioni) pada dinding sinus sagitalis superior.
Yang mempengaruhi alirannya adalah: metabolisme otak, kekuatan hidrodinamik aliran darah
dan perubahan dalam tekanan osmotik darah. CSS akan melewati villi masuk ke dalam aliran
adrah vena dalam sinus. Villi arakhnoid berfungsi sebagai katup yang dapat dilalui CSS dari satu
arah, dimana semua unsur pokok dari cairan CSS akan tetap berada di dalam CSS, suatu proses
yang dikenal sebagai bulk flow. CSS juga diserap di rongga subrakhnoid yang mengelilingi
batang otak dan medula spinalis oleh pembuluh darah yang terdapat pada sarung/selaput saraf
kranial dan spinal. Vena-vena dan kapiler pada piameter mampu memindahkan CSS dengan cara
difusi melalui dindingnya. Perluasan rongga subarakhnoid ke dalam jaringan sistem saraf melalui
perluasaan sekeliling pembuluh darah membawa juga selaput piametr disamping selaput
arakhnoid. Sejumlah kecil cairan berdifusi secara bebas antara cairan ekstraselluler dan css
dalam rongga perivaskuler dan juga sepanjang permukaan ependim dari ventrikel sehingga
metabolit dapat berpindah dari jaringan otak ke dalam rongga subrakhnoid. Pada kedalaman
sistem saraf pusat, lapisan pia dan arakhnoid bergabung sehingga rongga perivaskuler tidak
melanjutkan diri pada tingkatan kapiler.
Komposisi dan fungsi cairan serebrospinal (CSS)
Cairan serebrospinal dibentuk dari kombinasi filtrasi kapiler dan sekresi aktif dari epitel. CSS
hampir meyerupai ultrafiltrat dari plasma darah tapi berisi konsentrasi Na, K, bikarbonat, Cairan,
glukosa yang lebih kecil dankonsentrasi Mg dan klorida yang lebih tinggi. Ph CSS lebihrendah
dari darah.
PATOFISIOLOGI CAIRAN SEREBROSPINAL
Keadaan normal dan beberapa kelainan cairan serebrospinal dapat diketahui dengan
memperhatikan:
a. Warna
Normal cairan serebrospinal warnamya jernih dan patologis bila berwarna: kuning,santokhrom,
cucian daging, purulenta atau keruh. Warna kuning muncul dari protein. Peningkatan protein
yang penting danbermakna dalam perubahan warna adalah bila lebih dari 1 g/L. Cairan
6 | P a g e
serebrospinal berwarna pink berasal dari darah dengan jumlah sel darah merah lebih dari 500
sdm/cm3. Sel darah merah yang utuh akan memberikan warna merah segar. Eritrosit akan lisis
dalam satu jam danakan memberikan warna cucian daging di dalam cairan serebrospinal. Cairan
serebrospinal tampak purulenta bila jumlah leukosit lebih dari 1000 sel/ml.
b. Tekanan
Tekanan CSS diatur oleh hasil kali dari kecepatan pembentukan cairan dan tahanan terhadap
absorpsi melalui villi arakhnoid. Bila salah satu dari keduanya naik, maka tekanan naik, bila
salah satu dari keduanya turun, maka tekanannya turun. Tekanan CSS tergantung pada posisi,
bila posisi berbaring maka tekanan normal cairan serebrospinal antara 8-20 cm H2O pada
daerahh lumbal, siterna magna dan ventrikel, sedangkan jika penderita duduk tekanan cairan
serebrospinal akan meningkat 10-30 cm H2O. Kalau tidak ada sumbatan pada ruang
subarakhnoid,maka perubahan tekanan hidrostastik akan ditransmisikan melalui ruang
serebrospinalis. Pada pengukuran dengan manometer, normal tekanan akan sedikit naik pada
perubahan nadi dan respirasi, juga akan berubah pada penekanan abdomen dan waktu batuk..
Bila terdapat penyumbatan pada subarakhnoid, dapat dilakukan pemeriksaan Queckenstedt yaitu
dengan penekanan pada kedua vena jugularis. Pada keadaan normal penekanan vena jugularis
akan meninggikan tekanan 10-20 cm H2O dan tekanan kembali ke asal dalam waktu 10 detik.
Bila ada penyumbatan, tak terlihat atau sedikit sekali peninggian tekanan. Karena keadaan
rongga kranium kaku, tekanan intrakranial juga dapat meningkat, yang bisa disebabkan oleh
karena peningkatan volume dalam ruang kranial, peningkatan cairan serebrospinal atau
penurunan absorbsi, adanya masa intrakranial dan oedema serebri. Kegagalan sirkulasi normal
CSS dapat menyebabkan pelebaran ven dan hidrocephalus. Keadaan ini sering dibagi menjadi
hidrosefalus komunikans dan hidrosefalus obstruktif. Pada hidrosefalus komunikans terjadi
gangguan reabsorpsi CSS, dimana sirkulasi CSS dari ventrikel ke ruang subarachnoid tidak
terganggu. Kelainan ini bisa disebabkan oleh adanya infeksi, perdarahan subarakhnoid,
trombosis sinus sagitalis superior, keadaan-keadaan dimana viscositas CSS meningkat
danproduksi CSS yang meningkat. Hidrosefalus obstruktif terjadi akibat adanya ganguan aliran
CSS dalam sistim ventrikel atau pada jalan keluar ke ruang subarakhnoid. Kelainan ini dapat
disebabkan stenosis aquaduktus serebri, atau penekanan suatu msa terhadap foramen Luschka for
7 | P a g e
Magendi ventrikel IV, aq. Sylvi dan for. Monroe. Kelainan tersebut bis aberupa kelainan bawaan
atau didapat.
c. Jumlah sel
Jumlah sel leukosit normal tertinggi 4-5 sel/mm3, dan mungkin hanya terdapat 1 sel
polymorphonuklear saja, Sel leukosit junlahnya akan meningkat pada proses inflamasi.
Perhitungan jumlah sel harus sesegera mungkin dilakukan, jangan lebih dari 30 menit setelah
dilakukan lumbal punksi. Bila tertunda maka sel akan mengalami lisis, pengendapan dan
terbentuk fibrin. Keadaaan ini akan merubah jumlah sel secara bermakna. Leukositosis ringan
antara 5-20 sel/mm3 adalah abnormal tetapi tidak spesifik. Pada meningitis bakterial akut akan
cenderung memberikan respon perubahan sel yang lebih besar terhadap peradangan dibanding
dengan yang meningitis aseptik. Pada meningitis bakterial biasanya jumlah sel lebih dari 1000
sel/mm3, sedang pada meningitis aseptik jarang jumlah selnya tinggi. Jika jumlah sel meningkat
secara berlebihan (5000-10000 sel /mm3), kemungkinan telah terjadi rupture dari abses serebri
atau perimeningeal perlu dipertimbangkan. Perbedaan jumlah sel memberikan petunjuk ke arah
penyebab peradangan. Monositosis tampak pada inflamasi kronik oleh L. monocytogenes.
Eosinophil relatif jarang ditemukan dan akan tampak pada infeksi cacing dan penyakit parasit
lainnya termasuk Cysticercosis, juga meningitis tuberculosis, neurosiphilis, lympoma susunan
saraf pusat, reaksi tubuh terhadap benda asing.
d. Glukosa
Normal kadar glukosa berkisar 45-80 mg%. Kadar glukosa cairan serebrospinal sangat bervariasi
di dalam susunan saraf pusat, kadarnya makin menurun dari mulai tempat pembuatannya di
ventrikel, sisterna dan ruang subarakhnoid lumbar. Rasio normal kadar glukosa cairan
serebrospinal lumbal dibandingkan kadar glukosa serum adalah >0,6. Perpindahan glukosa dari
darah ke cairan serebrospinal secara difusi difasilitasi transportasi membran. Bila kadar glukosa
cairan serebrospinalis rendah, pada keadaan hipoglikemia, rasio kadar glukosa cairan
serebrospinalis, glukosa serum tetap terpelihara. Hypoglicorrhacia menunjukkan penurunan rasio
kadar glukosa cairan serebrospinal, glukosa serum, keadaan ini ditemukan pada derjat yang
bervariasi, dan paling umum pada proses inflamasi bakteri akut, tuberkulosis, jamur dan
8 | P a g e
meningitis oleh carcinoma. Penurunan kadar glukosa ringan sering juga ditemukan pada
meningitis sarcoidosis, infeksi parasit misalnya, cysticercosis dan trichinosis atau meningitis zat
khemikal. Inflamasi pembuluh darah semacam lupus serebral atau meningitis rheumatoid
mungkin juga ditemukan kadar glukosa cairan serebrospinal yang rendah. Meningitis viral,
mump, limphostic khoriomeningitis atau herpes simplek dapat menurunkan kadar glukosa ringan
sampai sedang.
e. Protein
Kadar protein normal cairan serebrospinal pada ventrikel adalah 5-15 mg%. pada sisterna 10-25
mg% dan pada daerah lumbal adalah 15-45 ,g%. Kadar gamma globulin normal 5-15 mg% dari
total protein. Kadar protein lebih dari 150 mg% akan menyebabkan cairan serebrospinal
berwarna xantokrom, pada peningkatan kadar protein yang ekstrim lebih dari 1,5 gr% akan
menyebabkan pada permukaan tampak sarang laba-laba (pellicle) atau bekuan yang
menunjukkan tingginya kadar fibrinogen. Kadar protein cairan serebrospinal akan meningkat
oleh karena hilangnya sawar darah otak (blood barin barrier), reabsorbsi yang lambat atau
peningkatan sintesis immunoglobulin loka. Sawar darah otak hilang biasanya terjadi pada
keadaan peradangan,iskemia baktrial trauma atau neovaskularisasi tumor, reabsorsi yang lambat
dapat terjadi pada situasi yang berhubungan dengan tingginya kadar protein cairan serebrospinal,
misalnya pada meningitis atau perdarahan subarakhnoid. Peningkatan kadar immunoglobulin
cairan serebrospinal ditemukan pada multiple sklerosis, acut inflamatory polyradikulopati, juga
ditemukan pada tumor intra kranial dan penyakit infeksi susunan saraf pusat lainnya, termasuk
ensefalitis, meningitis, neurosipilis, arakhnoiditis dan SSPE (sub acut sclerosing panensefalitis).
Perubahan kadar protein di cairan serebrospinal bersifat umum tapi bermakna sedikit, bila dinilai
sendirian akan memberikan sedikit nilai diagnostik pada infeksi susunan saraf pusat.
f. Elektrolit
Kadar elektrolit normal CSS adalah Na 141-150 mEq/L, K 2,2-3,3 mRq, Cl 120-130 mEq/L, Mg
2,7 mEq/L. Kadar elektrolit ini dalam cairan serebrospinal tidak menunjukkan perubahan pada
kelainan neurologis, hanya terdpat penurunan kadar Cl pada meningitis tapi tidak spesifik.
9 | P a g e
g. Osmolaritas
Terdapat osmolaritas yang sama antara CSS dan darah (299 mosmol/L0. Bila terdapat perubahan
osmolaritas darah akan diikuti perubahan osmolaritas CSS.
h. PH
Keseimbangan asam bas harus dipertimbangkan pada metabolik asidosis dan metabolik
alkalosis. PH cairan serebrospinal lebih rendah dari PH darah, sedangkan PCO2 lebih tinggi pada
cairan serebrospinal. Kadar HCO3 adalah sama (23 mEg/L). PH CSS relatif tidak berubah bila
metabolik asidosis terjadi secara subakut atau kronik, dan akan berubah bila metabolik asidosis
atau alkalosis terjadi secara cepat.
10 | P a g e
BAB II
Pembahasan
2.1. Defnisi
Infeksi ialah invasi dan multiplikasi kuman (mikro-organisme) di dalam jaringan tubuh.
Infeksi susunan saraf ialah invasi dan multiplikasi kuman (mikro-organisme) di dalam susunan
saraf.(3) Jadi, infeksi intracranial adalah invasi dan multiplikasi kuman (mikro-organisme) di
dalam cranial (intracranial), yaitu mulai dari korteks cerebri sampai dengan medulla oblongata.
Infeksi intrakranial termasuk dalam infeksi yang menyerang sistem saraf pusat.
Infeksi Susunan saraf pusat terbagi atas :
• Meningitis infeksi yang melibatkan selaput mening otak terdiri dari :
Meningitis Purulenta yang disebabkan oleh kuman Bakteri, a.l : Pneumokokus,
stapilokokus, haemophyllus influensa, sering pada orang dewasa, sedangkan Escericia
Coli sering menyerang anak-anak.
Meningitis Serosa yang disebabkan oleh Jamur, Virus, Protosoa, Parasit, Mycobacterium
Tuberculosa.
• Ensefalitis yaitu infeksi yang melibatkan jaringan otak.
• Myelitis yaitu infeksi yang melibatkan sumsum tulang belakang.
Berikut ini adalah tabel perbandingan LCS pada masing-masing infeksi.
LCS Normal Bakteri Virus TBC Toxoplasma Jamur
11 | P a g e
Warna Jernih Keruh/purulen jernih Jernih-
keruh
jernih Jernih
∑ sel <4 100-10.000 - 10-500 - 25-500
Sel
dominan
L PMN M L/M M M
Tekanan
(mmH2o)
70- 180 ↑↑ N N/↑↑ N/ ↑↑ ↑↑↑
Protein
(mg/dl)
<50 ↑↑ N/ sedikit
↑
↑↑ N ↑↑
Glukosa
(mg/dl)
50-75 ↓↓ N/↓ ↓↓ N ↓↓
2.2. Meningitis.
Meningitis atau radang selaput otak adalah infeksi pada cairan serebrospinal (CSS)
disertai radang pada piamater dan araknoid, ruang subaraknoid, jaringan superfisial otak dan
medula spinalis. Kuman-kuman dapat masuk ke setiap bagian ruangan subaraknoida dan dengan
cepat sekali menyebar ke bagian lain, sehingga leptomening medula spinalis terkena. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa meningitis selalu merupakan suatu proses serebrospinal. 6
Meningitis merupakan peradangan dari meningen yang menyebabkan terjadinya gejala
perangsangan meningen seperti sakit kepala, kaku kuduk, fotofobia disertai peningkatan jumlah
leukosit pada liquor cerebrospinal (LCS). Berdasarkan durasi dari gejalanya, meningitis dapat
dibagi menjadi akut dan kronik. Meningitis akut memberikan manifestasi klinis dalam rentang
jam hingga beberapa hari, sedangkan meningitis kronik memiliki onset dan durasi berminggu-
minggu hingga berbulan-bulan. Pada banyak kasus, gejala klinik meningitis saling tumpang
tindih karena etiologinya sangat bervariasi(5).
12 | P a g e
2.2.1. Meningitis Viral.
Meningitis viral merupakan inflamasi dari leptomeningen sebagai manifestasi dari infeksi
SSP. Istilah viral digunakan karena merupakan agen penyebab, dan penggunaan meningitis saja
mengimplikasikan tidak terlibatnya parenkim otak dan medula spinalis. Namun, patogen virus
dapat menyebabkan kombinasi dari infeksi yaitu meningoencephalitis atau meningomielitis.
Pada meningitis viral, perjalanan klinis biasanya terbatas, dengan pemulihan komplit
pada 7-10 hari. Lebih dari 85% kasus disebabkan oleh enterovirus non polio; maka, karakteristik
penyakit, manifestasi klinis, dan epidemiologi menunjukkan infeksi enteroviral. Campak, polio,
dan limfositik choriomeningitis virus (LCMV) saat ini merupakan ancaman untuk negara
berkembang. Polio tetap merupakan penyebab utama dari mielitis pada beberapa daerah di
dunia.7
A. Epidemiologi 7
Di Amerika Serikat, lebih dari 10,000 kasus dilaporkan setiap tahunnya, tetapi insiden
sesungguhnya dapat mencapai hingga 75,000. Kurangnya pelaporan dikarenakan tidak ada hasil
klinis kebanyakan kasus dan ketidakmampuan dari beberapa agen viral untuk tumbuh dalam
kultur. Menurut laporan CDC, perawatan pasien dalam rumah sakit dari meningitis virus
bervariasi dari 25,000-50,0000 setiap tahun. Dalam beberapa laporan insiden diperkirakan 11 per
100,000 populasi pertahun.
Persebaran insiden dari klinis meningitis viral di dunia bervariasi. Penyebab meningitis
viral di dunia termasuk enterovirus, virus campak, VZV, dan HIV. Gejala meningitis dapat
timbul sedikit pada 1 dari 3000 kasus infeksi oleh agen ini. Studi dari Finlandia memperkirakan
insiden 19 per 100,000 populasi pada anak usia 1-4 tahun. Hal ini merupakan contrast signifikan
hingga 219 kasus per 100,000 yang diperkirakan untuk anak lebih muda dari 1 tahun. Virus
encephalitis B Japaneese, patogen tersering pada meningitis virus di dunia, menyebabkan lebih
dari 35,000 infeksi setiap tahunnya melalui Asia tetapi diperkirakan menyebabkan 200-300 kali
penjumlahannya dari infeksi subklinis. Distribusi dan karakteristik penyerangan oleh vector
arthropod, menunjukkan variabilitas geografis yang kuat. Kurangnya aturan vaksinasi yang
efektif pada Negara dunia ketiga memainkan peranan pada ketimpangan geografis dari agen
infeksi lain.
13 | P a g e
B. Faktor risiko dan Etiologi 7
Faktor Risiko
Diluar periode neonatal, angka mortalitas dikaitkan dengan meningitis viral kurang dari
1%; angka morbiditas juga rendah. Dokter harus menyadari virus yang dapat menyebabkan
meningitis juga dapat menyebabkan infeksi yang lebih serius pada CNS sama halnya dengan
organ lain. Laporan statistik World Health Organization (WHO) dari tahun 1997 melaporkan
meningitis enteroviral dengan sepsis merupakan penyebab ke-5 tersering dari mortalitas pada
neonatus. Komplikasi seperti edema otak, hidrosefalus, dan kejang dapat timbul pada periode
akut.
Ras
Tidak ada predileksi rasial spesifik telah diidentifikasi
Sex
Tergantung dari patogen viral, rasio yang mempengaruhi wanita dan pria dapat
bervariasi. Enterovirus diduga untuk mempengaruhi pria 1.3-1.5 kali lebih sering dibandingkan
wanita. Kebanyakan arbovirus mempunyai karakteristik penyerangan yang beragam,
mempengaruhi kedua gender tetapi pada usia berbagi.
Usia
o Insidensi meningitis viral menurun sesuai dengan usia
o Neonatus berada pada resiko terbesar dan mempunyai resiko signifikan akan morbiditas
dan mortalitas.
o Beberapa serangan arbovirus sangat ekstrem pada beberapa usia, dengan orang yang
lebih tua berada pada resiko terbesar untuk infeksi, sementara puncak campak dan cacar
timbul pada usia remaja akhir.
Etiologi
Enteroviruses menyebabkan lebih dari 85% semua kasus meningitis virus. Mereka
merupakan keluarga dari Picornaviridae (“pico” untuk kecil, “rna” untuk asam
ribonukleat), dan termasuk echovirus, coxsackie virus A dan B, poliovirus, dan
sejumlah enterovirus. Nonpolio enterovirus merupakan virus yang sering, sama dekat
ya dengan prevalensi rhinoviruses (flu
Arboviruses menyebabkan hanya 5% kasus di Amerika Utara
14 | P a g e
Cacar: sejumlah keluarga dari Paramyxovirus, virus cacar merupakan agen pertama
dari meningitis dan meningoensefalitis.
Virus keluarga herpes: HSV-1, HSV-2, VZV, EBV, CMV, dan herpes virus manusia 6
secara kolektif menyebabkan sekitar 4% kasus meningitis viral, dengan HSV-2
menjadi penyerang terbanyak.
Lymphocytic choriomeningitis virus: LCMV masuk k edalam keluarga arenaviruses.
Saat ini adalah jarang penyebab meningitis, virus ditransmisikan ke manusia melalui
kontak dengan tikus atau ekskeresi mereka. Mereka berada pada resiko tinggi pada
pekerja laboratorium, pemilik binatang peliharaan, atau orang yang hidup dia area non
higienis.
Adenovirus: Adenovirus merupakan penyebab jarang dari meningitis pada individu
immunocompeten tetapi merupakan penyebab utama pada pasien AIDS, Infeksi dapat
timbul secara simultan dengan infeksi saluran nafas atas.
Campak: Morbili virus ini merupakan penyebab yang paling jarang saat ini.
Karakteristik ruam makulopapular membantu dalam diagnosis. Kebanyakan kasus
timbul pada orang usia muda di sekolah dan perkuliahan. Campak tetap merupakan
ancaman kesehatan dunia dengan angka penyerangan tertinggi dari infeksi yang ada;
eradikasi dari campak merupakan tujuan kesehatan masyarakat yang penting dari
WHO.
Klinisi harus mempertimbangkan secara sebagian meningitis bakterial sebagai
kemungkinan etiologi untuk aseptic dari penyakit pasien; sebagai contoh, pasien
dengan otitits bakteri dan sinusitis yang telah mengambil antibiotic dapat timbul
dengan meningitis dan penemuan CSF yang identik terhadap meningitis viral.
C. Patofisiologi Meningitis Viral 7
Patogen virus dapat mencapai akses SSP melalui 2 jalur utama: hematogen atau neural.
Hematogen merupakan jalur tersering dari viral patogen yang diketahui. Penetrasi neural
menunjukkan penyebaran disepanjang saraf dan biasanya terbatas pada herpes viruses (HSV-1,
HSV-2, dan varicella zoster virus [VZV] B virus), dan kemungkinan beberapa enterovirus.
15 | P a g e
Pertahanan tubuh multiple mencegah inokulum virus dari penyebab infeksi signifikan
secara klinis. Hal ini termasuk respon imun sistemik dan local, barier mukosa dan kulit, dan
blood-brain barrier (BBB). Virus bereplikasi pada system organ awal (ie, respiratory atau
gastrointestinal mucosa) dan mencapai akses ke pembuluh darah. Viremia primer
memperkenalkan virus ke organ retikuloendotelial (hati, spleen dan nodus lymph) jika
replikasinya timbul disamping pertahanan imunologis, viremia sekunder dapat timbul, dimana
dipikirkan untuk bertanggung jawab dalam CNS. Replikasi viral cepat tampaknya memainkan
peranan dalam melawan pertahanan host.
Mekanisme sebenarnya dari penetrasi viral kedalam CNS tidak sepenuhnya dimengerti.
Virus dapat melewati BBB secara langsung pada level endotel kapiler atau melalui defek natural
(area posttrauma dan tempat lainyang kurang BBB). Respon inflamasi terlihat dalam bentuk
pleocytosis; polymorphonuclear leukocytes (PMNs) menyebabkan perbedaan jumlah sel pada
24-48 jam pertama, diikuti kemudian dengan penambahan jumlah monosit dan limfosit. Limfosit
CSF telag dikenali sebagai sel T, meskipun imunitas sel B juga merupakan pertahanan dalam
melawan beberapa virus.
Bukti menunjukkan bahwa beberapa virus dapat mencapai akses ke CNS dengan
transport retrograde sepanjang akar saraf. Sebagai contoh, jalur ensefalitis HSV-1 adalah melalui
akar saraf olfaktori atau trigeminal, dengan virus dibawa oleh serat olfaktori ke basal frontal dan
lobus temporal anterior.
D. Manifestasi Klinis 7
Riwayat Penyakit
Kebanyakan pasien melaporkan demam, sakit kepala, iritabilitasm nausea, muntah,
kaku leher, atau kelelahan dalam 18-36 jam sebelumnya.
Nyeri kepala hampir selalu ada dan seringkali dilaporkan dengan intensitas yang berat.
Bagaimanapun, deskripsi klasik dari ‘sakit kepala terburuk dari hidup saya’, ditujukan
kepada perdarahan sub arachnoid aneurisma, adalah tidak biasa
Gejala konstitusional lain adalah muntah, diare, batuk dan mialgia yang timbul pada
lebih 50% pasien.
16 | P a g e
Riwayat kenaikan temperature timbul pada 76-100% pasien yang dating untuk
mendapatkan perjatian medis. Pola yang sering adalah demam dengan derajat rendah
pada tahap prodromal dan kenaikan temperature yang lebih tinggi pada saat terdapat
tanda neurologis.
Beberapa virus menyebabkan onset cepat dari gejala diatas, sementara lainnya
bermanifest sebagai prodromal viral nonspesifik, seperti mialgia, gejala seperti flu, dan
demam derajat rendah yang timbul selama gejala neurologis sekitar 48 jam. Dengan
onset kaku kuduk dan nyeri kepala, demam biasanya kembali.
Pengambilan riwayat yang hati-hati dan harus termasuk evaluasi paparan kontak
kesakitan, gigitan nyamuk, debu, aktivitas outdoor pada daerah endemis penyakit lyme,
riwayat bepergian dengan kemungkinan terpapar terhadap tuberculosis, sama halnya
dengan penggunaan medikasi, penggunaan obat intravena, dan resiko penyebaran
penyakit menular seksual.
Bagian yang penting dari riwayat adalah penggunaan antibiotic sebelumnya, dimana
dapat mempengaruhi gambaran klinis meningitis bakterial.
Fisik
Penemuan fisik umum pada meningitis viral adalah sering untuk semua agen penyebab,
tetapi beberapa virus mempinyai manifestasi klinis unik yang dapat membantu
pendekatan diagnostic yang terfokus. Pembelajaran klasik mengajarkan bahwa trias
meningitis meliputi demam, rigiditas nuchal, dan perubahan status mental, meskipun
tidak semua pasien mempunyai gejala ini, dan nyeri kepala hamper selalu timbul.
Pemeriksaan menunjukkan tidak ada deficit neurologis fokal pada kebanyakan kasus.
Demam lebih sering (80-100% cases) dan biasanya bervariasi antara 38ºC and 40ºC.
Rigiditas nuchal atau tanda lain dari iritasi meningea (tanda Brudzinski atau Kernig)
dapat terlihat lebih pada setengah pasien tetapi secara umum kurang berat dibandingkan
dengan meningitis bakterial.
Iritabilitas, disorientasi, dan perubahan status mental dapat terlihat.
Nyeri kepala lebih sering dan berat.
Photophobia secara ralatif adalah sering namun dapat ringan, Fonofobia juga dapat
timbul.
17 | P a g e
Kejang timbul pada keadaaan biasanya dari demam, meskipun keterlibatan dari
parenkim otak (encephalitis) juga dipertimbangkan, Encephalopathy global dan deficit
neurologis fokal adalah jarang tetapi dapat timbul. Refleks tendon dalam biasanya
normal tetapi dapat berat.
Tanda lain dari infeksi viral spesifik dapat membantu dalam diagnosis. Hal ini meliputi
faringitis dan pleurodynia pada infeksi enteroviral, manifestasi kulit seperti erupsi
zoster pada VZV, ruam maculopapular dari campak dan enterovirus, erupsi vesicular
oleh herpes simpleks, dan herpangina pada infeksi coxsackie virus. Infeksi Epstein Bar
virus didukung oleh faringitis, limfadenopati, cytomegalovirus, atau HLV sebagai agent
penyebab. Parotitis dan orchitis dapat timbul dengan campak, sementara kebanyakan
infeksi enteroviral dikaitkan dengan gastroenteritis dan ruam.
E. Pemeriksaan Penunjang7
Studi Laboratorium
Pemeriksaan hematologi dan kimia harus dilakukan
Pemeriksaan CSF merupakan pemeriksaan yang penting dalam pemeriksaan penyebab
meningitis. CT Scan harus dilakukan pada kasus yang berkaitan dengan tanda
neurologis abnormal untuk menyingkirkan lesi intrakranial atau hidrosefalus obstruktif
sebelum pungsi lumbal (LP). Kultur CSF tetap kriteria standar pada pemeriksaan bakteri
atau piogen dari meningitis aseptic. Lagi-lagi, pasien yang tertangani sebagian dari
meningitis bakteri dapat timbul dengan pewarnaan gram negative dan maka timbul
aseptic. Hal berikut ini merupakan karakteristik CSF yang digunakan untuk mendukung
diagnosis meningitis viral:
o Sel: Pleocytosis dengan hitung WBC pada kisaran 50 hingga >1000 x 109/L darah
telah dilaporkan pada meningitis virus, Sel mononuclear predominan merupakan
aturannya, tetapi PMN dapat merupakan sel utama pada 12-24 jam pertama; hitung
sel biasanya kemudian didominasi oleh limfosit pada pole CSF klasik meningitis
viral. Hal ini menolong untuk membedakan meningitis bakterial dari viral, dimana
mempunyai lebih tinggi hitung sel dan predominan PMN pada sel pada perbedaan
sel; hal ini merupakan bukan merupakan atran yang absolute bagaimanapun.
18 | P a g e
o Protein: Kadar protein CSF biasanya sedikit meningkat, tetapi dapat bervariasi dari
normal hingga setinggi 200 mg/dL.
Studi Pencitraan
o Pencitraan untuk kecurigaan meningitis viral dan ensefalitis dapat termasuk CT
Scan kepala dengan dan tanpa kontras, atau MRI otak dengan gadolinium.
o CT scan dengan contrast menolong dalam menyingkirkan patologi intrakranial.
Scan contrast harus didapatkan untuk mengevaluasi untuk penambahan sepanjang
mening dan untuk menyingkirkan cerebritis, abses intrakranial, empyema subdural,
ataulesi lain. Secara alternative, dan jika tersedia, MRI otak dengan gadolinium
dapat dilakukan.
o MRI dengan contrast merupakan standar kriteria pada memvisualisasikan patologi
intrakranial pada encephalitis viral. HSV-1 lebih sering mempengaruhi basal frontal
dan lobus temporal dengan gambaran sering lesi bilateral yang difus.
Tes Lain
o Semua pasien yang kondisinya tidak membaik secara klinis dalam 24-48 jam harus
dilakukan rencana kerja untuk mengetahuo penyebab meningitis.
o Dalam kasus ensefalitis yang dicurigai, MRI dengan penambahan kontras dan
visualisasi yang adekuat dari frontal basal dan area temporal adalah diperlukan.
o EEG dapat dilakukan jika ensefalitis atau kejang subklinis dicurigai pada pasien
yang terganggu, Periodic lateralized epileptiform discharges (PLEDs) seringkali
terlihat pada ensefalitis herpetic.
Prosedur
o Pungsi Lumbal merupakan prosedur penting yang digunakan dalam mendiagnosis
meningitis viral. Prosedur potensial lain, tergantung pada indikasi individu dan
keparahan penyakit, termasuk monitoring tekanan intrakranial, biopsi otak, dan
drainase ventricular atau shunting.
Penemuan Histologis
o Dikarenakan dari angka mortalitas rendah dengan meningitis viral akut, gambaran
patologis lain dibandingkan dengan respon limfositik dalam CSF secara umum
bukan merupakan bukti. Leptomeningea yang terdapat inflamasi dengan PMN dan 19 | P a g e
sel mononuklear pada fase akut penyakit. neuronophagia, dan peningkatan jumlah
sel mikroglia telah dicatat pada specimen dari sejumplah pasien yang meninggal
karena enchepalitis virus.
F. Diagnosis Banding 7
Acute Disseminated Encephalomyelitis
Aseptic Meningitis
Brucellosis
Cytomegalovirus Encephalitis
Herpes Simplex Encephalitis
G. Penatalaksanaan7
Perawatan Medis
Terapi untuk meningitis viral kebanyakan suportif. Istirahat, hidrasi, antipiretik, dan
medikasi nyeri atau anti inflamasi dapat diberikan jika diperlukan, Keputusan yang paling
penting adalah baik memberikan terapi antimikroba awal untuk meningitis bakteri
sementara menunggu penyebabnya untuk bias diidentifikasi. Antibiotik intravena harus
diberikan lebih awal jika meningitis bakterial dicurigai. Pasien dengan tanda dan gejala dari
meningoensefalitis harus menerima asiklovir lebih awal untuk mencegah encephalitis HSV.
Terapi dapat dimodifikasi sebagai hasil dari pewarnaan gram, kultur dan uji PCR
ketika telah tersedia. Pasien dalam kondisi yang tidak stabil membutuhkan perawatan di
critical care unit untuk menjaga saluran nafas, pemeriksaan neurologis, dan pencegahan dari
komplikasi sekunder.
Enterovirus dan HSV keduanya mampu menyebabkan septic shock viral pada bayi
baru lahir dan bayi. Pada pasien muda ini, broad spectrum antibiotic dan asikloviar harus
diberikan secepatnya ketika diagnosis dicurigai. Perhatian khusus harus diberikan terhadap
cairan dan keseimbangan elektrolit (terutama natrum(, semenjak SIADH telah dilaporkan.
Restriksi cairan, diuretic, dan secara jarang infuse salin dapat digunakan untuk
mengatasi hiponatremia. Pencegahan terhadap infeksi sekunder dari traktus urinarius dan
system pulmoner juga penting untuk dilaksanakan
20 | P a g e
Perawatan Pembedahan
Tidak ada terapi pembedahan yang biasanya diindikasikan. Pada pasien yang jarang dimana
viral meningitis berkomplikasi pada hidrosefalus, prosedur pemisahan CSF, seperti
ventriculoperitoneal (VP) atau LP shunting, dapat dilakukan. Ventriculostomy dengan
system pengumpulan eksternal diindikasikan pada kasus jarang dari hidrosefalus akut.
Kadangkala biopsy mening atau parenkim untuk diagnosis definitif dari infeksi viral
dibutuhkan. Monitoring tekanan intrakranial, dibutuhkan untuk beberapa kasus ensefalitis,
biasanya dilakukan di tempat tidur.
Medikasi
Kontrol simptomatik dengan antipiretik, analgetik dan anti emetic biasanya itu semua yang
dibutuhkan dalam management dari meningitis viral yang tidak komplikasi.
Keputusan untuk memulai terapi antibakterial untuk kemungkinan meningitis bakteri adalah
penting; terapi antebakterial empiris untuk kemungkinan patogen harus dipertimbangkan
dalam konteks keadaan klinis. Asiklovir harus digunakan pada kasus dengan kecurigaan
HSV (pasien dengan lesi herpetic), dan biasanya digunakan secara empiris pada kasus yang
lebih berat yang komplikasinya encephalitis atau sepsis.
Agen Antiviral: Terapi anti enteroviral masih dibawah investigasi untuk meningitis viral
dan dapat segera tersedia. Regimen anti HIV dan anti tuberculosis tidak dibicarakan
disini, tetapi sebaiknya digunakan jika infeksi ini dengan kuat mendukung secara klinis
atau telah dikonfirmasi dengan pengujian. Terapi empiris dapat dihentikan ketika
penyebab meningitis viral telah tegak dan meningitis bakterial telah disingkirkan
- Acyclovir (Zovirax): Untuk diberikan secepatnya ketika diagnosis herpetic
meningoencephalitis dicurigai. Menghambat aktivitas untuk kedua HSV-1 and
HSV-2. Dewasa: 30 mg/kg/hari IV dibagi q8h for 10-14 hari.
- Ganciclovir : untuk meningitis viral yang disebabkan oleh CMV. Dosis inisial : 5
mg/kg IV per-12 jam selama 14-21 hari. Sedangkan dosis maintenance adalah 5
mg/kgBB/hari.
21 | P a g e
H. Prognosis 7
Penderita dengan penurunan kesadaran memiliki resiko tinggi mendapatkan sekuele
atau risiko kematian. Adanya kejang dalam suatu episode meningitis merupakan faktor resiko
adanya sekuele neurologis atau mortalitas.
2.2.2. Meningitis Bakterial.
Meningitis purulenta atau Meningitis bakterialis adalah suatu peradangan selaput otak yang
menimbulkan eksudasi berupa pus (purulen), disebabkan oleh kuman non spesifik dan non
virus.8
A. Etiologi dan faktor resiko8
Etiologi penyakit ini dihubungkan dengan usia penderita dan sejumlah faktor predisposisi
penjamu terhadap infeksi bakteri atau perubahan respons terhadap invasi MO. Tetapi perlu
diingat bahwa setiap MO dapat menimbulkan penyakit pada setiap usia. Berikut ini tabel
etiologi meningitis berdasarkan kelompok umur.
Tabel 1. Penyebab umum meningitis purulenta 9
Bakteri Patogen <3 bulan 3 bulan- <18 tahun 18-50 tahun >50 tahun
Streptoccocus grup B +
E.Coli +
Listeria monocytogenes + +
N. meningitidis + +
S. pneumonia + + +
H. influenzae +
Beberapa keadaan, kelainan atau penyakit yang memudahkan terjadinya meningitis antara lain:
1) Infeksi sistemik maupun fokal (septikemia, otitis media supurativa kronik, demam tifoid,
tuberkulosis paru-paru);
2) Trauma dan tidakan tertentu (fraktur basis kranii, pungsi/anestesi lumbal,
operasi/tindakan bedah saraf);
22 | P a g e
3) Penyakit darah, penyakit hati;
4) Pemakaian bahan-bahan yang menghambat pembentukan antibodi;
5) Kelainan yang berhubungan dengan imunosupression misalnya alkoholisme,
agamaglobulinemia, diabetes melitus;
6) Gangguan/kelainan obstretik dan ginekologis.
B. Patofisiologi 8
Secara umum invasi kuman ke susunan saraf pusat (SSP) terjadi setelah kuman berhasil
menerobos permukaan tubuh dalam dan luar, ia dapat tiba di SSP melalui lintasan-lintasan
berikut: kuman yang bersarang di mastoid dapat menjalar ke SSP perkontinuitatum. Sutura
memberikan kesempatan untuk invasi secara ini. Invasi hematogenik melalui arteri intraserebral
merupakan penyebaran ke SSP secara langsung. Penyebaran hematogen tak langsung dapat juga
dijumpai, misalnya arteri meningeal terkena radang dahulu. Dari arteritis itu kuman dapat tiba di
liquor dan meningens serta otak. Saraf-saraf tepi juga dapat digunakan sebagai jembatan bagi
kuman-kuman untuk tiba di SSP melalui perineurium. Sebenarnya ada penjagaan otak khusus
terhadap bahaya yang datang melalui lintasan hematogen, yang dikenal sebagai sawar darah otak
atau “Blood Brain Barrier”. Pada toksemia atau septikemia “blood brain barrier” (BBB) terusak
dan tidak lagi bertindak sebagai sawar khusus, sehingga protein plasma, leukosit serta kuman
dapat masuk ke SSP. Dengan demikian proses radang dan reaksi imunologi dapat berkembang di
SSP.
Pada meningitis purulenta paling sering terjadi akibat penyebaran kuman secara
hematogen, berasal dari tempat infeksi yang jauh; bakteriemia sering mendahului atau terjadi
bersamaan dengan meningitis. Kuman-kuman masuk ke SSP secara hematogen atau langsung
menyebar dari kelainan di nasofaring, paru-paru (pneumonia, bronkopneumonia), dan jantung
(endokarditis). Selain itu perkontinuitatum dari peradangan organ atau jaringan di dekat selaput
otak misalnya abses otak, otitis media, mastoiditis dan trombosis sinus kavernosus. Invasi
kuman-kuman (meningokok, pneumokok, haemophilus influenza, streptokok) ke dalam ruang
subaraknoid menyebabkan reaksi radang pada pia dan araknoid, CSS dan sistem ventrikulus.
Mula-mula pembuluh darah meningeal yang kecil dan sedang mengalami hiperemi, dalam waktu
yang sangat singkat terjadi penyebaran sel-sel leukosit polimorfonuklear (PMN) ke dalam ruang 23 | P a g e
subaraknoid, kemudian terbentuk eksudat. Dalam beberapa hari terjadi pembentukan limfosit dan
histiosit dan dalam minggu ke dua sel-sel plasma. Eksudat yang terbentuk terdiri dari dua
lapisan, bagian luar mengandung leukosit PMN dan fibrin, sedangkan di lapisan dalam terdapat
makrofag.
Proses radang selain pada arteri juga terjadi pada vena-vena di korteks dan dapat
menyebabkan trombosis, infark otak, udem otak, dan degenerasi neuron-neuron. Dengan
demikian meningitis purulenta dapat dianggap sebagai ensefalitis superfisial. Trombosis serta
organisasi eksudat perineural yang fibropurulen menyebabkan kelainan nervi kranialis (Nn. III,
IV, VI, VII, dan VIII). Organisasi di ruang subaraknoid superfisial dapat menghambat aliran dan
absorpsi CSS, sehingga mengakibatkan hidrosefalus komunikan.
C. Gambaran klinis. 8
Pada anak, gambaran klinis berbeda dengan dewasa. Umumnya meningitis purulenta terjadi
secara akut dengan panas tinggi, mual, muntah, gangguan pernapasan, kejang, napsu makan
berkurang, minum sangat kurang, konstipasi, diare. Biasanya disertai septikemia dan
pneumonitis. Kejang terjadi pada ± 44% anak dengan penyebab haemophilus influenza, 25%
oleh sreptokokus pneumonia, 78% oleh streptokok dan 10% oleh infeksi meningokok. Gangguan
kesadaran berupa apatis, letargi, renjatan, koma. Selain itu dapat terjadi koagulasi
intravaskiularis deseminata (DIC). Tanda-tanda iritasi meningeal seperti kaku kuduk, tanda
kernig, Bruzinski, pontanela menonjol untuk sementara waktu belum timbul. Pada dewasa,
permulaan penyakit juga terjadi akut dengan panas, nyeri kepala yang bisa hebat sekali, malaise
umum, kelemahan, nyeri otot dan punggung. Biasanya dimulai dengan gangguan saluran
pernapasan bagian atas. Selanjutnya terjadi kaku kuduk, opistotonus, dapat terjadi renjatan,
hipotensi, dan takikardi karena septikemia. Gangguan kesadaran berupa letargi sampai koma
yang dalam dapat dijumpai pada penderita. Nyeri kepala bisa hebat sekali, rasanya seperti mau
pecah dan bertambah hebat bila kepala digerakan. Nyeri kepala dapat disebabkan oleh proses
radang pembuluh darah meningeal, tetapi dapat juga disebabkan oleh peningkatan tekanan intra
kranial yang disertai fotofobia dan hiperestesi. Suhu badan makin meningkat, tetapi jarang
disertai gemetar (chills). Kejang terjadi sekitar 20% kasus, koma 5 – 10% kasus dan berakibat
prognosis yang buruk, dan kelumpuhan saraf kranial pada 5% kasus.
24 | P a g e
D. Diagnosis 8
Adanya gejala-gejala seperti panas yang mendadak dan tak dapat diketahui sebabnya, letargi,
muntah, kejang dan lain-lainnya, harus dipikirkan kemungkinan meningitis. Diagnosis pasti ialah
dengan pemeriksaan CSS melalui pungsi lumbal. Pada setiap penderita dengan iritasi meningeal,
apalagi yang berlangsung beberapa hari atau dengan gejala-gejala kemungkinan meningitis atau
penderita dengan panas yang tidak diketahui sebabnya harus dilakukan pungsi lumbal. Kadang-
kadang pada pungsi lumbal pertama tak didapati kelainan apapun. Keadaan demikian ini dapat
dijumpai pada penderita yang sebelumnya telah mendapat pengobatan antibiotika, tetapi pada
pembiakan ternyata ada bakteri. Walaupun pungsi lumbal merupakan faktor resiko untuk
terjadinya meningitis, untuk kepentingan diagnosis cara ini mutlak dilakukan.
Pada meningitis purulenta stadium akut terdapat leukosit PMN. Jumlah sel berkisar
antara 1000 –10.000 /mm3 dan pada kasus tertentu bisa mencapai 100.000 /mm3, dapat disertai
sedikit eritrosit. Bila jumlah sel diatas 50.000 /mm3, maka kemungkinannya adalah abses otak
yang pecah dan masuk ke dalam ventrikulus. Kadar protein meningkat umumnya di atas 75 mg
%, kadar klorida umumnya di bawah 700 mg%, kadar glukosa sangat turun, bila lebih rendah
dari 20 mg%, malahan bisa mencapai 0 mg%. Hal terakhir ini belum diketahui sebab-sebabnya.
Pemeriksaan-pemeriksaan lain yang dapat menyokong diagnosa adalah :
Imunodiagnostik, yaitu pemeriksaan counter imunoelecthrophoresis dan CSS, aglutinasi
lateks, dan ELISA;
Pneumo-angiografi;
Foto polos tengkorak;
Foto dada;
Pemeriksaan EEG;
CT scan dan MRI;
Pemeriksaan lainnya, tes tuberkulin dilakukan untuk menentukan adanya proses spesifik,
pemeriksaan elektrolit diperlukan pada meningitis serosa karena dapat terjadi dehidrasi
dan hiponatremia terutama dalam 48-72 jam pertama. Pemeriksaan darah tepi untuk
menghitung leukosit dan memperoleh gambaran hitung jenis sel.
25 | P a g e
E. Diagnosa Banding 8
1) Meningismus, pada meningismus juga terjadi iritasi meningieal, nyeri kepala, kaku
kuduk, tanda kernig, kejang dan koma. Meningismus kebanyakan terdapat pada bayi dan
anak yang lebih besar, dengan gejala tiba-tiba panas, terdapat tonsilitis, pneumonia,
pielitis, dapat terjadi bersamaan dengan apendisitis akut, demam tifoid, erisipelas,
malaria, batuk rejan. Pada CSS tidak terdapat kuman, sedangkan jumlah sel dan kadar
glukosa normal. Umumnya gejala-gejala hilang dalam beberapa hari dan tidak
meninggalkan gejala sisa.
2) Meningitis aseptik, merupaka radang selaput otak yang akut dan bersifat self limited.
Dalam CSS terdapat peningkatan limfosit, tetapi CSS tetap steril dan kadar glukosa
normal.
3) Meningitis tuberkulosa, memberikan gambaran klinis yang hampir sama, namun dapat
dibedakan dengan pemeriksaan lumbal pungsi, dengan gambaran CSS yang serous dan
jumlah sel antara 10 – 500 /mm3 dan kebanyakan limfosit. Kadar glukosa rendah, antara
20 – 40 mg%. Kadar klorida < 600 mg%.
4) Infeksi lain, abses otak, abses intrakranial atau spinal epidural, endokarditis bakteri
disertai emboli, empiema subdural dengan atau tromboflebitis dan tumor otak dapat
menunjukan gejala-gejala yang sama. Untuk membedakannya tergantung atas
pemeriksaan CSS. 8
F. Komplikasi 8
Dapat terjadi sebagai akibat pengobatan yang tidak sempurna atau pengobatan yang terlambat.
Komplikasi yang mungkin ditemukan ialah efusi subdural, empiema subdural, ventrikulitis,
abses serebri, skuele neurologis berupa paresis atau paralisis sampai deserebrasi, hidrosefalus
akibat sumbatan pada jalannya atau resorbsi atau produksi CSS yang berlebih, gangguan
elektrolit. Pada pengawasan yang lama mungkin akan ditemukan tanda-tanda retardasi mental,
epilepsi maupun meningitis berulang.
26 | P a g e
G. Pengobatan 8
Meningitis termasuk penyakit gawat darurat, karena itu penderita harus menginap di
rumah sakit untuk perawatan dan pengobatan intensif. Perawatan Umum; penderita perlu
istirahat mutlak dan apabila infeksi cukup berat, maka penderita perlu dirawat di ruang isolasi.
Penderita yang dalam keadaan renjatan dan koma harus memperoleh perawatan dan pengobatan
yang intensif. Fungsi respirasi harus dikontrol secara ketat, perlu diberikan oksigen dan apabila
terjadi respiratori distress maka perlu pemasangan pipa endotrakeal atau trakeostomi.
Pemberian caiaran parenteral harus dipantau secara seksama. Adanya dehidrasi harus diperbaiki.
Keseimbangan antara cairan yang masuk dan keluar harus dijaga sebaik-baiknya. Dalam rangka
pemberian cairan ini, unsur elektrolit diperhitungkan. Dengan demikian keseimbangan elektrolit
harus dipertahankan. Adanya hiponatremi atau hipokalemi, harus segera diatasi.
Hal-hal lain yang harus diperhatikan adalah kemungkinan adanya kejang, DIC,
hiperpireksia, udem otak, dekubitus, flebitis, serta kekurangan gizi (dietnya). Penanganan status
konvulsivus; bila masuk status konvulsivus diberikan diazepam 0,5 mg/kgbb/kali intravena yang
dapat diulang dengan dosis yang sama 15 menit kemudian bila kejang belum berhenti. Ulangan
pemberian diazepam berikutnya (yang ketiga kali) dengan dosis yang sama, tetapi diberikan
secara intramuskuler. Setelah kejang dapat diatasi, berikan penobarbital untuk dosis awal
neonatus 30 mg, anak < 1 tahun 50 mg, anak > 1 th 75 mg. Selanjutnya untuk pengobatan
rumatan diberikan penobarbital dengan dosis 8 – 10 mg/kgbb/hari dibagi dalam 2 dosis,
diberikan selama 2 hari (dimulai 4 jam setelah pemberian dosis awal). Hari berikutnya dengan
dosis 4 – 5 mg/kgbb/hari dibagi dalam dua dosis. Bila tidak tersedia diazepam dapat diberikan
langsung penobarbital dengan dosis awal dan selanjutnya dosis rumatan.
Pemberian antibiotika harus cepat dan tepat, sesuai dengan bakteri penyebab dan dalam
dosis yang cukup tinggi. Sambil menunggu hasil biakan sebaiknya diberikan antibiotika dengan
spektrum luas dan sebaiknya diberikan secara parenteral. Karena penyebab utama meningitis
purulenta di Indonesia (Jakarta) ialah haemophilus influenza dan pneumokokus, sedangkan
meningokokus jarang sekali, maka diberikan ampisilin intravena sebanyak 200 – 400
mg/kgbb/hari dibagi dalam 4 – 6 dosis ditambah kloramfenikol 100 mg/kgbb/hari intravena
dibagi dalam 4 dosis. Pada hari ke 10 pengobatan dilakukan pungsi lumbal ulangan dan bila
27 | P a g e
ternyata menunjukan hasil yang normal, pengobatan seperti tersebut di atas masih dilanjutkan
dua hari lagi, tetapi bila masih belum normal pengobatan dilanjutkan dengan obat dan cara yang
sama seperti di atas atau diganti dengan obat yang sesuai dengan hasil biakan dan uji resistensi
kuman.
Meningitis purulenta menduduki tempat tersendiri karena biasanya disebabkan oleh basil
Coliform dan Stafilokokus, malahan di RSCM 40,5% dari kasus yang disebabkan Salmonela sp.
Maka pengobatan yang dianjurkan sebagai berikut: Pilihan pertama Sefalosporin 200
mg/kgbb/hari intravena dibagi dalam dua dosis, dikombinasi dengan amikasin dengan dosis awal
10 mg/kgbb/hari intravena dilanjutkan dengan 15 mg/kgbb/hari atau dengan gentamisin 6
mg/kgbb/hari masing-masing dibagi dalam 2 dosis. Lama pengobatan pada neonatus ialah 21
hari. Sefalosporin dan Kotrimoksazol tidak diberikan pada bayi berumur < 1 minggu.
Terapi empirik untuk meningitis bakterialis adalah :
1). Dari komunitas
Ceftriakson 2x 2 gr IV
2). Paska VP shunt
Ceftazidim 2x2 gr plus
Vankomisin 2x1 gr
H. Prognosis 8
Prognosis bergantung pada beberapa keadaan, antara lain jenis kuman dan beberapa penyakit
pada permulaannya, umur penderita, lamanya gejala atau sakit sebelum dirawat, kecepatan
ditegakkannya diagnosis, antibiotika yang diberikan, serta adanya kondisi patologik lainnya yang
menyertai meningitis.
28 | P a g e
2.3. Meningtis TBC
DEFINISI15
Meningitis TBC adalah infeksi mycobacterium tuberculosis yang mengenai arachnoid, piameter
dan cairan cerebrospinal di dalam sistem ventrikel.
Akibatnya akan terjadi infiltrasi sel radang disertai reaksi radang dari jaringan dan pembuluh
darah didalamnya. Juga terjadi eksudasi dari fibrinogen yang sesudah beberapa waktu akan
menjadi fibrin. Hal diatas yang disebabkan oleh toksin yang dibuat bakteri akan memberikan
gejala SINDROMA MENINGITIS yaitu berupa:
1) Demam
2) Nyeri kepala hebat
3) Gangguan kesadaran
4) Kejang – kejang
Dan adanya tanda RANGSANGAN MENINGEAL, berupa :
1) Kaku kuduk
2) Tes brudzinsky positif
3) Tes kernig yang positif
Meningitis Serosa adalah radang selaput otak arakhnoid dan piamater yang sering disebabkan
oleh kuman spesifik seperti Mycobacterium tuberculosa dan Spirochaeta pallida.
PATOGENESIS15
Meningitis tuberkulosis terjadi akibat reaktivasi lambat suatu infeksi pada daerah otak sendiri
dan paru – paru. Akibat reaktivasi terjadi penjalaran kuman tuberkulosis ke susunan saraf pusat
melalui bakteremia.
Kuman tuberkulosis yang dorman di dalam paru – paru akan aktif kembali jika terdapat
infeksi dan imunitas yang menurun. Terbentuk FOKUS RICH oleh kuman tuberkulosis pada
ruang subarachnoid di hemisfer serebri. Kuman tuberkulosis menyebar secara hematogen ke
29 | P a g e
Fokus Rich yang berada di ruang subarachnoid. Meningitis tuberkulosis baru terjadi setelah
kuman tuberkulosis menyebar langsung dalam ruang subarachnoid akibat ruptur dari fokus rich.
Keadaan dan luas lesi pada meningitis tuberkulosis tergantung dari jumlah dan virulensi
kuman serta keadaan kekebalan atau alergi penderita. Bilamana jumlah kuman sedikit dan daya
tahan tubuh penderita cukup baik, maka reaksi peradangan terbatas pada daerah sekitar tuberkel
perkijuan. Bilamana didapatkan reaksi hipersensitif yang hebat, maka akan terjadi meningitis
tuberkulosis yang luas disertai peradangan hebat dan nekrosis.
GEJALA KLINIS15
Gejala klinis meningitis tuberculosa disebabkan 4 macam efek terhadap sistem saraf pusat yaitu :
1) Iritasi mekanik akibat eksudat meningen, menyebabkan gejala perangsangan meningens,
gangguan saraf otak dan hidrosefalus.
2) Perluasan infeksi ke dalam parenkim otak, menyebabkan gejala penurunan kesadaran,
kejang epileptik serta gejala defisit neurologi fokal.
3) Arteritis dan oklusi pembuluh darah menimbulkan gejala defisit neurologi fokal.
4) Respons alergi atau hipersensitifitas menyebabkan edema otak hebat dan tekanan tinggi
intrakranial tanpa disertai hidrosefalus.
Gambaran klasik meningitis tuberkulosa terdiri dari :
1) Stadium Prodromal
2) Stadium ini berlangsung selama 1 – 3 minggu dan terdiri dari keluhan umum seperti :
3) Kenaikan suhu tubuh yang berkisar antara 38,2 – 38,90 C
4) Nyeri kepala
5) Mual dan muntah
6) Tidak ada nafsu makan
7) Penurunan berat badan
8) Apati dan malaise
9) Kaku kuduk dengan brudzinsky dan kernig tes positif
30 | P a g e
10) Defisit neurologi fokal : hemiparesis dan kelumpuhan saraf otak
11) Gejala TTIK seperti edema papil, kejang – kejang, penurunan kesadaran sampai koma,
posisi dekortikasi atau deserebrasi.
12) Stadium perangsangan meningen
13) Stadium kerusakan otak setempat
14) Stadium akhir atau stadium kerusakan otak difus
Pembagian stadium meningitis tuberkulosis menurut Medical Research Council of Great Britain
( 1948 ) :
1) Stadium I :
Penderita dengan sedikit atau tanpa gejala klinik meningitis. GCS 15, tidak didapatkan
kelumpuhan dan sadar penuh. Penderita tampak tak sehat, suhu subfebris, nyeri kepala.
2) Stadium II :
Selain gejala diatas bisa didapat gejala defisit neurologi fokal, GCS 11-14