LAPORAN KASUS DEPRESI BERAT TANPA GEJALA PSIKOTIK Pembimbing: dr. Kartidjo, Sp.KJ Disusun oleh: Rina Nurapriyanti Npm : 08310262 BAGIAN ILMU KESEHATAN JIWA
LAPORAN KASUS
DEPRESI BERAT TANPA GEJALA PSIKOTIK
Pembimbing:
dr. Kartidjo, Sp.KJ
Disusun oleh:
Rina Nurapriyanti
Npm : 08310262
BAGIAN ILMU KESEHATAN JIWA
RUMAH SAKIT UMUM KOTA TASIKMALAYA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MALAHAYATI
2013
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur, penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
refErat yang berjudul gangguan somatoform, yang merupakan salah satu syarat
untuk menempuh kepaniteraan klinik senior bagian ilmu kesehatan jiwa RSUD
Kota Tasikmalaya
Di dalam penyusunan referat ini penulis menyadari keterbatasan pengetahuan
dan pengalaman yang dimiliki, tetapi penulis mengucapkan terima kasih kepada
dr. Kartidjo, Sp.KJ, berkat bantuan dan bimbingan dalam penyusunan referat ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih atas bantuan dari teman-teman di bagian
ilmu kesehatan jiwa RSUD Kota Tasikmalaya, sehingga penyusunan referat ini
dapat diselesaikan walaupun masih jauh dari sempurna.
Tasikmlaya, 21 Februari 2013
Penulis
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i
KATA PENGANTAR ..................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................... iii
BAB 1 PENDAHULUAN................................................................................ 1
BAB 2 ISI ......................................................................................................... 3
BAB 3 PENUTUP ........................................................................................... 36
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 37
iii
Bab I
Pendahuluan
Gangguan somatoform adalah suatu kelompok gangguan yang memiliki
gejala fisik (sebagai contohnya, nyeri, mual, dan pusing) di mana tidak dapat
ditemukan penjelasan medis yang adekuat. Gejala dan keluhan somatik adalah
cukup serius untuk menyebabkan penderitaan emosional yang bermakna pada
pasien atau gangguan pada kemampuan pasien untuk berfungsi di dalam peranan
sosial atau pekerjaan. Suatu diagnosis gangguan somatoform mencerminkan
penilaian klinisi bahwa faktor psikologis adalah suatu penyumbang besar untuk
onset, keparahan, dan durasi gejala. Gangguan somatoform adalah tidak
disebabkan oleh pura-pura yang disadari atau gangguan buatan1.
Hal ini sudah dikenal sejak zaman Mesir kuno dan terus mengalami
perkembangan hingga saat ini. Dan sekarang ini Diagnostic and Statistical
Manual of Mental edisi keempat (DSM-IV) menyebutkan terdapat lima gangguan
somatoform spesifik yang dikenali, yaitu gangguan somatisasi, gangguan
konversi, hipokondriasis, gangguan dismorfik tubuh, dan gangguan nyeri.
Gambaran yang penting dari gangguan somatoform adalah adanya gejala
fisik, dimana tidak ada kelainan organik atau mekanisme fisiologik. Dan untuk hal
tersebut terdapat bukti positif atau perkiraan yang kuat bahwa gejala tersebut
terkait dengan adanya faktor psikologis atau konflik. Karena gejala tak spesifik
dari beberapa sistem organ dapat terjadi pada penderita anxietas maupun penderita
somatoform disorder, diagnosis anxietas sering disalahdiagnosiskan menjadi
somatoform disorder, begitu pula sebaliknya. Adanya somatoform disorder, tidak
1
menyebabkan diagnosis anxietas menjadi hilang. Pada DSM-IV ada 4 kategori
penting dari somatoform disorder, yaitu hipokhondriasis, gangguan somatisasi,
gangguan konversi dan gangguan nyeri somatoform.
Pada gangguan ini sering kali terlihat adanya perilaku mencari perhatian
(histrionik), terutama pada pasien yang kesal karena tidak berhasil membujuk
dokternya untuk menerima bahwa keluhannya memang penyakit fisik dan bahwa
perlu adanya pemeriksaan fisik yang lebih lanjut2.
Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder edisi keempat
(DSM-IV) mempertahankan sebagian besar diagnosis yang dituliskan di dalam
edisi ketiga yang direvisi (DSM-III-R) . Lima gangguan somatoform spesifik
adalah dikenali. (1) Gangguan somatisasi ditandai oleh banyak keluhan fisik yang
mengenai banyak sistem organ. (2) Gangguan konversi ditandai oleh satu atau dua
keluhan neurologis. (3) hipokondriasis ditandai oleh focus gejala yang lebih
ringan dari kepercayaan pasien bahwa ia menderita penyakit tertentu. (4)
Gangguan dismorfik tubuh ditandai oleh kepercayaan palsu atau persepsi yang
berlebih-lebihan bahwa suatu bagian tubuh mengalami cacat. (5) Gangguan nyeri
ditandai oleh gejala nyeri yang semata-mata berhubungan dengan factor
psikologis atau secara bermakna dieksaserbasi oleh factor psikologis. DSM-IV
juga memiliki dua kategori diagnostik residual untuk gangguan somatoform. (1)
Gangguan somatoform yang tidak dibedakan (undifferentiated) termasuk
gangguan somatoform, yang tidak dijelaskan lain, yang ada selama enam bulan
atau lebih. (2) Gangguan somatoform yang tidak ditentukan (NOS ; not otherwise
specified) adalah kategori untuk gejala somatoform yang tidak memenuhi
diagnosis gangguan somatoform yang sebelumnya ditentukan.
2
Bab II
TINJAUAN PUSTAKA
a. Definisi Gangguan Somatoform
Kata somatoform ini di ambil dari bahasa Yunani soma, yang berarti
“tubuh”. Dalam gangguan somatoform, orang memiliki simtom fisik yang
mengingatkan pada gangguan fisik, namun tidak ada abnormalitas organik yang
dapat ditemukan penyebabnya. Gangguan somatoform berbeda dengan
malingering, atau kepura-puraan simtom yang bertujuan untuk mendapatkan hasil
yang jelas. Gangguan ini juga berbeda dengan gangguan factitious yaitu suatu
gangguan yang ditandai oleh pemalsuan simtom psikologis atau fisik yang
disengaja tanpa keuntungan yang jelas. Selain itu gangguan ini juga berbeda pula
dengan sindrom Muchausen yaitu suatu tipe gangguan factitious yang ditandai
oleh kepura-puraan mengenai simtom medis.
Gangguan somatoform (somatoform disorder) adalah suatu kelompok
gangguan, ditandai dengan keluhan tentang masalah atau simptom fisik yang tidak
dapat dijelaskan oleh penyebab kerusakan fisik 3. Pada gangguan somatoform,
orang memiliki simptom fisik yang mengingatkan pada gangguan fisik, namun
tidak ada abnormalitas organik yang dapat ditemukan sebagai penyebabnya.
Gejala dan keluhan somatik menyebabkan penderitaan emosional/gangguan pada
kemampuan pasien untuk berfungsi di dalam peranan sosial atau pekerjaan.
Gangguan somatoform tidak disebabkan oleh pura-pura yang disadari atau
gangguan buatan.
3
b. Epidemiologi Gangguan Somatoform
Penyakit ini sering didapatkan , berkisar antara 2-20 dari 1000 penduduk.
Lebih banyak pada wanita. Pasien pada umumnya mempunyai riwayat keluhan fisik
yang banyak. Biasanya dimulai sebelum berumur 30 tahun. Sebelumnya pasien telah
banyak mendapat diagnosis, makan banyak obat, dan banyak menderita alegi. Pasien
ini terus mencari penerangan medis untuk gejala yang dideritanya dan bersedia
untuk melakukan berbagai test medis, pembedahan, uji klinik, walaupun dia tahu hal
tersebut jarang yang memberikan hasil, biasanya hasilnya adalah normal, atau ada
gangguan kecil 4.
Fenomena ini dapat berupa spectrum yang ringan yang akan memperberat
gangguan somatisasi, pasien yang benar benar masuk kriteria biasanya telah hidup
dengan didominasi dengan pengalaman medik dan mungkin telah mengalami
gangguan hubungan interpersonal. Riwayat keluarga biasanya menunjukkan hal
yang sama terutama pada wanita, dan riwayat anti sosial pada pria4.
c. Etiologi
Terdapat faktor psikososial berupa konflik psikologis di bawah sadar yang
mempunyai tujuan tertentu. Pada beberapa kasus ditemukan faktor genetik dalam
transmisi gangguan ini. Selain itu, dihubungkan pula dengan adanya penurunan
metabolisme (hipometabolisme) suatu zat tertentu di lobus frontalis dan hemisfer
non dominan5.
4
Secara garis besar, faktor-faktor penyebab dikelompokkan sebagai berikut3 :
Faktor-faktor Biologis
Faktor ini berhubungan dengan kemungkinan pengaruh genetis (biasanya pada
gangguan somatisasi).
a. Faktor Lingkungan Sosial
Sosialisasi terhadap wanita pada peran yang lebih bergantung, seperti “peran
sakit” yang dapat diekspresikan dalam bentuk gangguan somatoform.
b. Faktor Perilaku
Pada faktor perilaku ini, penyebab ganda yang terlibat adalah:
- Terbebas dari tanggung jawab yang biasa atau lari atau menghindar dari
situasi yang tidak nyaman atau menyebabkan kecemasan (keuntungan
sekunder).
- Adanya perhatian untuk menampilkan “peran sakit”
- Perilaku kompulsif yang diasosiasikan dengan hipokondriasis atau
gangguan dismorfik tubuh dapat secara sebagian membebaskan kecemasan
yang diasosiasikan dengan keterpakuan pada kekhawatiran akan kesehatan
atau kerusakan fisik yang dipersepsikan.
c. Faktor Emosi dan Kognitif
Pada faktor penyebab yang berhubungan dengan emosi dan kognitif, penyebab
ganda yang terlibat adalah sebagai berikut:
- Salah interpretasi dari perubahan tubuh atau simptom fisik sebagai tanda
dari adanya penyakit serius (hipokondriasis).
5
- Dalam teori Freudian tradisional, energi psikis yang terpotong dari impuls-
impuls yang tidak dapat diterima dikonversikan ke dalam simptom fisik
(gangguan konversi).
- Menyalahkan kinerja buruk dari kesehatan yang menurun mungkin
merupakan suatu strategi self-handicaping (hipokondriasis).
- Perilaku kompulsif yang diasosiasikan dengan hipokondriasis atau
gangguan dismorfik tubuh dapat secara sebagian membebaskan kecemasan
yang diasosiasikan dengan keterpakuan pada kekhawatiran akan kesehatan
atau kerusakan fisik yang dipersepsikan.
d. Patofisiologi Gangguan Somatoform
Patofisiologi dari gangguan somatoform masih belum diketahui. Primer
gangguan somatoform dapat dikaitkan dengan kesadaran dari sensasi tubuh yang
normal. Kesadaran ini dapat dihubungkan dengan bias kognitif untuk menafsirkan
setiap gejala fisik sebagai indikasi penyakit medis. peningkatan fungsi otonom
mungkin tinggi pada beberapa pasien dengan somatisasi. peningkatan otonom
mungkin berhubungan dengan efek fisiologis dari senyawa noradrenergik
endogen seperti takikardi atau Hipermotilitas lambung. Semakin tingginya
peningkatan tersebut juga dapat menyebabkan ketegangan otot dan rasa sakit yang
terkait dengan hiperaktivitas otot, seperti yang terlihat dengan sakit kepala dan
keteganganotot.
6
e. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis gangguan ini adalah adanya keluhan-keluhan gejala
fisik yang berulang disertai permintaan pemeriksaan medik, meskipun sudah
berkali-kali terbukti hasilnya negatif dan juga telah dijelaskan dokternya bahwa
tidak ada kelainan yang mendasari keluhannya5
Beberapa orang biasanya mengeluhkan masalah dalam bernafas atau
menelan, atau ada yang “menekan di dalam tenggorokan”. Masalah-masalah
seperti ini dapat merefleksikan aktivitas yang berlebihan dari cabang simpatis
sistem saraf otonomik, yang dapat dihubungkan dengan kecemasan. Kadang kala,
sejumlah simptom muncul dalam bentuk yang lebih tidak biasa, seperti
“kelumpuhan” pada tangan atau kaki yang tidak konsisten dengan kerja sistem
saraf. Dalam kasus-kasus lain, juga dapat ditemukan manifestasi dimana
seseorang berfokus pada keyakinan bahwa mereka menderita penyakit yang
serius, namun tidak ada bukti abnormalitas fisik yang dapat ditemukan3.
Pada gangguan ini sering kali terlihat adanya perilaku mencari perhatian
(histrionik), terutama pada pasien yang kesal karena tidak berhasil membujuk
dokternya untuk menerima bahwa keluhannya memang penyakit fisik dan bahwa
perlu adanya pemeriksaan fisik yang lebih lanjut . Dalam kasus-kasus lain, orang
berfokus pada keyakinan bahwa mereka menderita penyakit serius, namun tidak
ada bukti abnormalitas fisik yang dapat ditemukan.
7
Gambaran keluhan gejala somatoform:
Neuropsikiatri:
a. “Kedua bagian dari otak saya tidak dapat berfungsi dengan baik” ;
b. “Saya tidak dapat menyebutkan benda di sekitar rumah ketika ditanya”
Kardiopulmonal:
c. “ Jantung saya terasa berdebar debar…. Saya kira saya akan mati”
Gastrointestinal:
d. “Saya pernah dirawat karena sakit maag dan kandung empedu dan belum
ada dokter yang dapat menyembuhkannya”
Genitourinaria:
e. “Saya mengalami kesulitan dalam mengontrol BAK, sudah dilakukan
pemeriksaan namun tidak di temukan apa-apa”
Musculoskeletal
f. “Saya telah belajar untuk hidup dalam kelemahan dan kelelahan sepanjang
waktu”
Sensoris:
g. “Pandangan saya kabur seperti berkabut, tetapi dokter mengatakan kacamata
tidak akan membantu”
Beberapa tipe utama dari gangguan somatoform adalah gangguan
konversi, hipokondriasis, gangguan dismorfik tubuh, dan gangguan somatisasi.
8
f. Klasifikasi dan Diagnosis
Gangguan Somatoform berdasarkan PPDGJ III dibagi menjadi2 :
F.45.0 gangguan somatisasi
Ditandai dengan ditandai oleh banyak keluhan fisik yang mengenai
banyak sistem organ.
F.45.1 gangguan somatoform tak terperinci
F.45.2 gangguan hipokondriasis
Ditandai oleh fokus gejala yang lebih ringan dan pada kepercayaan
pasien bahwa ia menderita penyakit tertentu.
F.45.3 disfungsi otonomik somatoform
F.45.4 gangguan nyeri somatoform menetap
F.45.5 gangguan somatoform lainnya
F.45.6 gangguan somayoform YTT
DSM-IV, ada tujuh kelompok, lima sama dengan klasifikasi awal dari
PPDGJ ditambah dengan gangguan konversi, dan gangguan dismorfik tubuh.
Pada bagian psikiatri, gangguan yang sering ditemukan di klinik adalah
gangguan somatisasi dan hipokondriasis.
9
Penatalaksanaan Gangguan Somatoform
Terapi electroconvulsive tidak efektif untuk gangguan somatoform, tetapi
berhasil dapat mengobati depresi yang terjadi dalam konteks gangguan
somatoform4.
Sedasi akut intravena atau oral dengan benzodiazepin dapat digunakan.
Hindari jangka panjang benzodiazepin untuk gangguan somatoform.
strategi psikoterapi mungkin secara khusus membantu dalam mengurangi
tekanan dan penggunaan medis yang tinggi.
Intervensi psikososial diarahkan oleh dokter membentuk dasar untuk
pengobatan yang berhasil. Sebuah hubungan yang kuat antara pasien dan dokter
perawatan primer dapat membantu dalam pengelolaan jangka panjang.
Psikoedukasi dapat membantu dengan membiarkan pasien tahu bahwa
gejala fisik dapat diperburuk oleh kecemasan atau masalah emosional lainnya.
Namun, berhati-hatilah karena pasien cenderung untuk menolak saran bahwa
kondisi mereka karena emosional daripada masalah fisik.
Intervensi psikososial untuk gangguan somatoform yang spesifik, yaitu4:
Gangguan somatisasi: Pasien mungkin menolak saran untuk psikoterapi
individu atau kelompok karena mereka melihat penyakit mereka sebagai masalah
medis. Intervensi psikososial yang fokus pada menjaga fungsi sosial dan
pekerjaan meskipun gejala medis yang kronis dapat membantu.
Hypochondriasis: Psikoterapi kelompok dapat memberikan dukungan sosial
10
dan mengurangi kecemasan. Terapi kognitif dapat membantu dengan fokus pada
terdistorsi penyakit terkait kognisi.
Gangguan nyeri menetap : Terapi Perilaku, termasuk biofeedback,
dapat membantu. Hypnosis juga dapat dipertimbangkan untuk sindrom nyeri
kronis. Beberapa data hasil mendukung efektivitas psikoterapi individu.
Eksplorasi efek interpersonal sakit kronis dapat mengurangi komplikasi nyeri.
F. 45.0 Gangguan Somatisasi
Definisi
Zaman Mesir kuno gangguan ini dikenal dengan nama histeria, suatu
keadaan yang secara tidak tepat diperkirakan hanya mengenai wanita. Pada abad
ke-17 Thomas Syndenham menemukan bahwa faktor psikologis, yang
dinamakannya penderitaan yang mendahului (antecendent sorrow), adalah terlibat
dalam patogenesis gejala. Tahun 1859, Paul Briquet, seorang dokter Perancis,
mengamati banyaknya gejala dan sistem organ yang terlibat dan perjalanan
penyakit yang biasanya kronis6.
Rasio antara pria dan wanita yaitu 1 berbanding 5. Beberapa penelitian
telah menemukan bahwa gangguan somatisasi sering kali bersama dengan
gangguan mental lainnya. Sifat kepribadian atau gangguan kepribadian yang
sering kali menyertai adalah yang ditandai oleh ciri penghindaran, paranoid,
mengalahkan diri sendiri, dan obsesif-kompulsif.
11
Gangguan somatisasi ditandai oleh banyaknya gejala somatik yang tidak
dapat dijelaskan secara adekuat berdasarkan pemeriksaan fisik dan laboratorium.
Gangguan somatisasi dibedakan dari gangguan somatoform lainnya karena
banyaknya keluhan dan melibatkan sistem organ yang multipel (sebagai contoh,
gastrointestinal dan neurologis). Gangguan ini adalah kronis (dengan gejala
ditemukan selama beberapa tahun dan dimulai sebelum usia 30 tahun dan disertai
dengan penderitaan psikologis yang bermakna, gangguan fungsi sosial dan
pekerjaan, dan perilaku mencari bantuan medis yang berlebihan7.
Penyebab gangguan somatisasi tidak diketahui. Rumusan psikososial
tentang penyebab gangguan melibatkan interpretasi gejala sebagai suatu tipe
komunikasi sosial, hasilnya adalah menghindari kewajiban, mengekspresikan
emosi, atau untuk mensimbolisasikan suatu perasaan atau keyakinan. Interpretasi
psikoanalitik yang ketat tentang gejala terletak pada hipotesis bahwa gejala adalah
substitusi untuk impuls instinktual yang direpresi.
Gangguan somatisasi (somatization disorder) dicirikan dengan keluhan
somatik yang beragam dan berulang yang bermula sebelum usia 30 tahun (namun
biasanya pada usia remaja), bertahan paling tidak selama beberapa tahun, dan
berakibat antara menuntut perhatian medis atau mengalami hendaya yang berarti
dalam memenuhi peran sosial atau pekerjaan.
Keluhan-keluhan yang diutarakan biasanya mencakup sistim-sistim organ
yang berbeda seperti nyeri yang samar dan tidak dapat didefinisikan, problem
menstruasi/seksual, orgasme terhambat, penyakit-penyakit neurologik,
gastrointestinal, genitourinaria, kardiopulmonar, pergantian status kesadaran yang
12
sulit ditandai dan lain sebagainya. Jarang dalam setahun berlalu tanpa munculnya
beberapa keluhan fisik yang mengawali kunjungan ke dokter. Orang dengan
gangguan somatisasi adalah orang yang sangat sering memanfaatkan pelayanan
medis. Keluhan-keluhannya tidak dapat dijelaskan oleh penyebab fisik atau
melebihi apa yang dapat diharapkan dari suatu masalah fisik yang diketahui.
Keluhan tersebut juga tampak meragukan atau dibesar-besarkan, dan orang itu
sering kali menerima perawatan medis dari sejumlah dokter, terkadang pada saat
yang sama.
Etiologi
Belum diketahui. Teori yang ada yaitu teori belajar, terjadi karena individu
belajar untuk mensomatisasikan dirinya untuk mengekspresikan keinginan dan
kebutuhan akan perhatian dari keluarga dan orang lain.
Penyebab gangguan somatisasi belum diketahui dengan pasti tetapi banyak
teori telah diajukan untuk menjelaskan penyebab somatisasi yaitu4:
1. Neurologis
Pengaturan sistem saraf pusat yang abnormal untuk informasi sensorik
yang masuk menyebabkan gangguan pada proses atensional.
2. Psikodinamik
Somatisasi merupakan suatu mekanisme pertahanan.
3. Perilaku
Somatisasi merupakan suatu perilaku yang dipelajari sehingga pendorong-
pendorong lingkungan melestarikan perilaku sakit yang abnormal. Teori
13
yang ada yaitu teori belajar, terjadi karena individu belajar untuk
mensomatisasikan dirinya untuk mengekspresikan keinginan dan
kebutuhan akan perhatian dari keluarga dan orang lain.
4. Sosiokultural
Cara-cara “benar” menghadapi emosi dan perasaan-perasaan ditetapkan
oleh budaya.
Teori-teori ini satu sama lain tidak eksklusif, dan kemungkinan somatisasi
merupakan suatu fenomena komplek dengan banyak faktor resiko yang
memainkan penyebabnya. Pada seorang pasien tertentu, tiga kesatuan atau
kelompok faktor berikut dapat ditemukan:
a. Faktor predisposisi
Termasuk karakteristik biologi, perkembangan, kepribadian, dan
sosiokultural pasien. Teori bahwa somatisasi disebabkan oleh pengaturan
sistem saraf pusat yang abnormal untuk informasi sensorik yang masuk
(inhibisi kortikufugal).
b. Faktor pencetus
Termasuk peristiwa-peristiwa kehidupan yang menimbulkan stres (misal:
penyakit) dan konflik antar pribadi.
c. Faktor penunjang
Termasuk interaksi-interaksi antar pasien, keluarga dan dokter dan sistem
sosial. Keuntungan finansial dan bentuk-bentuk lain keuntungan sekunder
memperkuat somatisasi, demikian pula faktor-faktor iantrogenik seperti
14
pengujian yang tidak perlu, efek samping obat, dan komplikasi
pemeriksaan pemeriksaan invasif.
Epidemiologi
a. Wanita : pria = 10 :1, bermula pada masa remaja atau dewasa muda
b. Rasio tertinggi usia 20- 30
c. Pasien dengan riwayat keluarga pernah menderita gangguan somatoform
(berisiko 10-20 kali lebih besar dibanding yang tidak ada riwayat).
Gambaran Klinis
Ciri utama gangguan ini adalah adanya keluhan-keluhan gejala fisik yang
berulang-ulang disertai dengan permintaan pemeriksaan medik, meskipun sudah
berkali-kali terbukti hasilnya negatif dan juga sudah dijelaskan oleh dokternya
bahwa tidak ditemukan kelainan yang menjadi dasar keluhannya.
Penderita juga menyangkal dan menolak untuk membahas kemungkinan
kaitan antara keluhan fisiknya dengan problem atau konflik dalam kehidupan
yang dialaminya, bahkan meskipun didapatkan gejala-gejala anxietas dan depresi
Kriteria diagnostik untuk Gangguan Somatisasi
Untuk gangguan somatisasi, diagnosis pasti memerlukan semua hal berikut2:
Adanya banyak keluhan-keluhan fisik yang bermacam-macam yang tidak
dapat dijelaskan atas dasar adanya kelainan fisik, yang sudah berlangsung
sedikitnya 2 tahun
15
Tidak mau menerima nasehat atau penjelasan dari beberapa dokter bahwa
tidak ada kelainan fisik yang dapat menjelaskan keluhan-keluhannya.
Terdapat disabilitas dalam fungsinya di masyarakat dan keluarga, yang
berkaitan dengan sifat keluhan-keluhannya dan dampak dari perilakunya.
atau:
Keluhan fisik dimulai sebelum usia 30 tahun, terjadi selama periode
beberapa tahun
Tiap kriteria berikut ini harus ditemukan,
4 gejala nyeri: sekurangnya empat tempat atau fungsi yang berlainan
(misalnya kepala, perut, punggung, sendi, anggota gerak, dada, rektum,
selama menstruasi, selama hubungan seksual, atau selama miksi)
2 gejala gastrointestinal: sekurangnya dua gejala selain nyeri (misalnya
mual, kembung, muntah selain dari selama kehamilan, diare, atau intoleransi
terhadap beberapa jenis makanan)
1 gejala seksual: sekurangnya satu gejala selain dari nyeri (misalnya
indiferensi seksual, disfungsi erektil atau ejakulasi, menstruasi tidak teratur,
perdarahan menstruasi berlebihan, muntah sepanjang kehamilan).
1 gejala pseudoneurologis: sekurangnya satu gejala atau defisit yang
mengarahkan pada kondisi neurologis yang tidak terbatas pada nyeri
(gangguan koordinasi atau keseimbangan, paralisis, sulit menelan, retensi
urin, halusinasi, hilangnya sensasi atau nyeri, pandangan ganda, kebutaan,
ketulian, kejang; gejala disosiatif seperti amnesia; atau hilangnya kesadaran
selain pingsan).
16
Salah satu (1) atau (2):
Setelah penelitian yang diperlukan, tiap gejala dalam kriteria B
tidak dapat dijelaskan sepenuhnya oleh sebuah kondisi medis
umum yang dikenal atau efek langsung dan suatu zat (misalnya
efek cedera, medikasi, obat, atau alkohol)
Jika terdapat kondisi medis umum, keluhan fisik atau gangguan
sosial atau pekerjaan yang ditimbulkannya adalah melebihi apa
yang diperkirakan dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau
temuan laboratorium.
Gejala tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti gangguan
buatan atau pura-pura)
Tatalaksana
Tujuan pengobatan
1. Mencegah adopsi dari rasa sakit, invalidasi (tidak membenarkan
pemikiran/meyakinkan bahwa gejala hanya ada dalam pikiran tidak untuk
kehidupan nyata
2. Meminimalisir biaya dan komplikasi dengan menghindari tes-tes diagnosis,
treatment, dan obat-obatan yang tidak perlu
3. Melakukan kontrol farmakologis terhadap sindrom komorbid (memperparah
kondisi)
17
Strategi dan teknik psikoterapi dan psikososial
1. Pengobatan yang konsisten, ditangani oleh dokter yang sama
2. Buat jadwal regular dengan interval waktu kedatangan yang memadai
3. Memfokuskan terapi secara gradual dari gejala ke personal dan ke masalah
sosial
Strategi dan teknik farmakologikal dan fisik
1. Diberikan hanya bila indikasinya jelas
2. Hindari obat-obatan yang bersifat adiksi
3. Anti anxietas dan antidepressant
Berikut adalah penanganan pada gangguan somatisasi.
1. Farmakoterapi
Tidak ada percobaan klinis terapi obat yang adekuat untuk
somatisasi primer. Obat-obat yang yang efektif dalam situasi-
situasi sebagai berikut :
a. Gejala-gejala spesifik yang sulit disembuhkan seperti nyeri
kepala, mialgia, dan bentuk-bentuk penyakit kronik lainnya dapat
hilang dengan antidepresan trisiklik. Demikian pula pasien-pasien
cemas dengan terapi aprazolam, benzodiazepin, atau beta-bloker.
Walaupun pasien-pasien tersebut tidak memnuhi kriteria gangguan
panik atau kecemasan.
b. Obat-obat simtomatik murni (misal: analgetik, antasida)
18
2. Konsultasi psikiatrik
Kita harus merujuk pasien pada suatu pelayanan hubungan
konsultasi atau kepada seorang dokter ahli jiwa.konsultasi
mengakibatkan intervensi psikiatrik jangka pendek selain strategi-
strategi penatalaksanaan yang dianjurkan oleh dokter di perawatan
primer.
Pasien dengan somatisasi kronik berat mungkin mendapatkan
perbaikan dengan program-program terapi rawat inap.9
3. Strategi penatalaksanaan
Terapi perilaku kognitif (CBT, cognitive behavior therapy) akan
bermanfaat jika diadaptasi untuk keluhan somatisasi utama. Pasien
mungkin perlu dibantu untuk mengenali dan mengatasi stresor
sosial yang dialami.5
Terapi kognitif-behavioral, untuk mengurangi pemikiran atau sifat
pesimis pada pasien. Teknik behavioral, terapis bekerja secara
lebih langsung dengan si penderita gangguan somatoform,
membantu orang tersebut belajar dalam menangani stress atau
kecemasan dengan cara yang lebih adaptif. Terapi kognitif, terapis
menantang keyakinan klien yang terdistorsi mengenai penampilan
fisiknya dengan cara menyemangati mereka untuk mengevaluasi
keyakinan mereka dengan bukti yang jelas.
19
Prognosis
Sebagian besar pasien dengan gejala-gejala somatik fungsional sembuh tanpa
intervensi khusus. Faktor-faktor yang lebih prognostik antara lain awitan yang akut dan
durasi gejala yang singkat, usia muda, kelas sosioekonomi tinggi, tidak ada penyakit
organik, dan tidak ada gangguan kepribadian.
Prognosa jangka panjang untuk pasien gangguan somatisasi dubia ad malam, dan
biasanya diperlukan terapi sepanjang hidup. Pasien susah sembuh walau sudah
mengikuti pedoman pengobatan. Sering kali pada pasien wanita berakhir pada
percobaan bunuh diri. Bila somatisasi merupakan sebuah “topeng” atau gangguan
psikiatrik lain, prognosanya tergantung pada prognosis masalah primernya.
Gejala-gejala konversi mempunyai prognosis yang lebih baik. Gejala-
gejala ini mungkin dapat hilang secara spontan bila sudah tidak diperlukan lagi
atau berespons baik terhadap psikoterapi spesifik.
F.45.2 Gangguan Hipokondriasis
Definisi
Hipokondriasis merupakan salah satu dari enam gangguan somatoform
yang diketegorikan dalam DSM-IV-TR. Hipokondriasis dibedakan dari kelainan
delusi somatik lainnya oleh karena gangguan ini dihubungkan dengan pengalaman
gejala fisik yang dirasakan oleh penderitanya, dimana gangguan somatoform
lainnya tidak menunjukkan gejala fisik di dalam dirinya. Gejala yang timbul bisa
saja merupakan pernyataan gejala fisik yang dilebih-lebihkan, yang justru akan
memperberat gejala fisik yang disebabkan oleh keyakinan bahwa pasien tersebut
sedang sakit dan keadaannya lebih buruk dari keadaan yang sebenarnya.
20
Hipokondriasis dan gangguan somatoform yang lain merupakan gangguan
psikiatri paling sulit dan kompleks untuk diterapi secara medis. Gangguan
somatoform sendiri adalah suatu kelompok gangguan yang memiliki gejala fisik
dimana tidak ditemukan penjelasan medis yang adekuat.
Hipokondriasis dapat didefinisikan sebagai kekhawatiran berlebihan
bahwa penderita mengalami penyakit serius dan preokupasi morbid terhadap
tubuh atau keadaan sehat, yang tidak sebanding dengan penyakit medis
sebenarnya, serta yang muncul hampir setiap saat. Berbeda dengan gangguan
somatisasi dimana pasien biasanya meminta pengobatan terhadap penyakitnya
yang seringkali menyebabkan terjadinya penyalahgunaan obat, maka pada
gangguan hipokondrik pasien malah takut untuk makan obat karena dikira dapat
menambah keparahan dari sakitnya.
Istilah hipokondriasis juga digunakan untuk menunjukkan tidak hanya
gangguan independen primer, tetapi juga kepribadian atau gejala pada sejumlah
gangguan psikiatrik misalnya depresi. Gejala-gejala hipokondriasi sebenarnya
paling sering terlihat sebagai gambaran gangguan depresif.
Ciri utama dari hipokondriasis adalah fokus atau ketakutan bahwa
simptom fisik yang dialami seseorang merupakan akibat dari suatu penyakit serius
yang mendasarinya, seperti kanker atau masalah jantung. Rasa takut tetap ada
meskipun telah diyakinkan secara medis bahwa ketakutan itu tidak berdasar.
Gangguan ini paling sering muncul antara usia 20 dan 30 tahun, meski dapat
terjadi di usia berapapun.
21
Orang dengan hipokondriasis tidak secara sadar berpura-pura akan
simptom fisiknya. Mereka umumnya mengalami ketidaknyamanan fisik,
seringkali melibatkan sistem pencernaan atau campuran antara rasa sakit dan
nyeri. Berbeda dengan gangguan konversi yang biasanya ditemukan sikap
ketidakpedulian terhadap simptom yang muncul, orang dengan hipokondriasis
sangat peduli, bahkan benar-benar terlalu peduli pada simptom dan hal-hal yang
mungkin mewakili apa yang ia takutkan.
Pada gangguan ini, orang menjadi sangat sensitif terhadap perubahan
ringan dalam sensasi fisik, seperti sedikit perubahan dalam detak jantung dan
sedikit sakit serta nyeri. Padahal kecemasan akan simptom fisik dapat
menimbulkan sensasi fisik itu sendiri, misalnya keringat berlebihan dan pusing,
bahkan pingsan. Mereka memiliki lebih lanjut kekhawatiran akan kesehatan, lebih
banyak simptom psikiatrik, dan mempersepsikan kesehatan yang lebih buruk
daripada orang lain. Sebagian besar juga memiliki gangguan psikologis lain,
terutama depresi mayor dan gangguan kecemasan.
Etiologi
Etiologi hipokondriasis masih belum diketahui , tetapi pada kriteria
diagnosis untuk hipokondriasis, DSM-IV-TR mengindikasikan bahwa gejala yang
timbul menunjukkan misinterpretasi pada gejala fisik yang dirasakan. Banyak data
menunjukkan bahwa orang dengan hipokondriasis memperkuat dan memperberat
sensasi somatic yang mereka rasakan. Pasien ini mempunyai batasan toleransi
yang rendah terhadap ketidak nyamanan fisik. Sebagai contoh, pada orang normal
22
merasakan itu sebagai tekanan pada perut, pasien hipokondriasis menganggap
sebagai nyeri pada perut. Mereka memfokuskan diri pada sensasi tubuh, salah
menginterprestasi dan menjadi selalu teringat oleh sensasi tersebut karena
kesalahan skema kognitifnya8.
Teori yang lain mengemukakan bahwa hipokondriasis dapat suatu sifat
yang dipelajari yang dimulai masa kanak-kanak dimana pada anggota keluarganya
sering terpapar oleh suatu penyakit. Etiologi lain yang diajukan adalah bahwa
hipokondriasis adalah bagian dari gangguan depresi atau obsesif-kompulsif
dengan fokus gejala pada keluhan fisik.
Gejala hipokondriasis dipandang sebagai keinginan untuk mendapatkan
peranan sakit oleh seseorang untuk menghadapi masalah yang tampaknya berat
dan tidak dapat dipecahkan. Gangguan yang paling sering dihipotesiskan
berhubungan dengan hipokondriasis adalah gangguan depresif dan gangguan
kecemasan. Hipokondriasis juga dipandang sebagai pertahanan dan rasa bersalah,
rasa keburukan yang melekat, suatu ekspresi harga diri yang rendah dan tanda
perhatian terhadap diri sendiri yang berlebihan8.
23
Gambar 1 . factor penyebab Hipokondriasis
Epidemiologi
Suatu penelitian yang terbaru menyatakan bahwa prevalensi
hipokondriasis dalam enam bulan mencapai 4 sampai 6 persen dari keseluruhan
populasi medis umum, namun demikian angka presentase ini dapat mencapai 15
persen. Laki-laki dan wanita mempunyai perbandingan yang sama untuk
menderita hipokondriasis. Walaupun onset penyakit dapat terjadi pada
24
keseluruhan tingkatan umur, hipokondriasis paling sering terjadi pada umur 20
sampai 30 tahun8.
Gangguan hipokondrial primer lebih sering terjadi pada orang-orang
golongan sosial lebih rendah, orang muda, lansia dan bangsa Yahudi.
Hipokondriasis juga didapatkan pada 3 persen mahasiswa kedokteran terutama
pada dua tahun pertamanya, namun keadaan ini hanyalah hipokondriasis yang
bersifat sementara. Beberapa bukti menyatakan bahwa diagnosis adalah lebih
sering diantara kelompok kulit hitam dibandingkan kulit putih. Status
perkahwinan tampaknya tidak mempengaruhi diagnosis.
Patofisiology
Defisit neurokimia terkait dengan hypochondriasis somatoform dan
beberapa gangguan lainnya (misalnya, somatisasi, konversi, dan gangguan
dismorfik tubuh) tampaknya serupa dengan gangguan mood dan kecemasan.
Dalam sebuah penelitian terbaru tentang tanda-tanda biologis, subyektif
yang bertemu DSM-IV-TR kriteria diagnostik untuk hypochondriasis mengalami
penurunan plasma neurotrophin 3 (NT-3) tingkat dan serotonin platelet (5-HT)
tingkat, dibandingkan dengan subyek kontrol sehat. NT-3 adalah penanda fungsi
saraf dan trombosit 5-HT merupakan penanda pengganti untuk aktivitas
serotonergik8.
25
Kriteria Diagnostik untuk Hipokondriasis
Untuk diagnosis pasti gangguan hipokondrik, kedua hal ini harus ada2:
Keyakinan yang menetap adanya sekurang-kurangnya satu penyakit fisik
yang serius yang melandasi keluhan-keluhannya, meskipun pemeriksaan
yang berulang-ulang tidak menunjang adanya alasan fisik yang memadai,
ataupun adanya preokupasi yang menetap kemungkinan deformitas atau
perubahan bentuk penampakan fisiknya (tidak sampai waham)
Tidak mau menerima nasehat atau dukungan penjelasan dari beberapa
dokter bahwa tidak ditemukan penyakit atau abnormalitas fisik yang
melandasi keluhan-keluhannya
Ciri-ciri diagnostik dari hipokondriasis2:
Perokupasi (keterpakuan) dengan ketakutan menderita, ide bahwa ia
menderita suatu penyakit serius didasarkan pada interpretasi keliru
orang tersebut terhadap gejala-gejala tubuh.
Perokupasi menetap walaupun telah dilakukan pemeriksaan medis
yang tepat.
Tidak disertai dengan waham dan tidak terbatas pada kekhawatiran
tentang penampilan (seperti pada gangguan dismorfik tubuh).
Preokupasi menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis
atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain.
Lama gangguan sekurangnya 6 bulan.
26
Preokupasi tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan
kecemasan umum, gangguan obsesif-kompulsif, gangguan panik,
gangguan depresif berat, cemas perpisahan, atau gangguan
somatoform lain.
Tabel 1. Kriteria diagnosis Gangguan Hipokondriasis
DIAGNOSIS BANDING
Kelainan fisik pertama-tama harus segera disingkirkan yaitu kelainan
dalam bidang neurologik, endokrinologi dan penyakit sistemik lainnya.
Diferensial diagnosis pada psikiatri untuk hipokondriasis adalah gangguan
somatoform lainnya, gangguan mood, cemas dan gangguan psikotik.
27
Gangguan somatik ditandai dengan onset yang dini (<30 hari), dapat
kambuh mencakup keluhan fisik yang multiple. Pada kelainan somatisasi, yang
terjadi adalah preokupasi tentang beberapa gejala yang timbul, bukan tentang
penyakit yang mendasarinya. Gejala yang timbul haruslah memenuhi pola yang
spesifik untuk dapat diklasifikasikan sebagai gangguan somatisasi yaitu perasaan
nyeri yang terjadi pada empat tempat yang berbeda, 2 gejala gastrointestinal yang
berbeda, 1 gejala seksual dan 1 gejala neurologi.
Gangguan somatisasi dibedakan dengan penyakit sistemik dari
banyaknya keluhan pada beberapa organ tanpa adanya keterkaitan dan hubungan
dengan kelainan somatic yang ada. Onset gangguan somatisasi lebih dini dari
hipokondriasis (<15 hari pada 50% kasus). Wanita lebih sering terkena, rasio
wanita : laki-laki; 10:1. Perbedaan yang lain juga adalah pada gangguan
somatisasi, pasien lebih terfokus pada gejala dibandingkan dengan penyakit yang
mendasari.
Tatalaksana
Tujuan pengobatan
1. Mencegah adopsi dari rasa sakit, invalidasi (tidak membenarkan
pemikiran/meyakinkan bahwa gejala hanya ada dalam pikiran tidak untuk
kehidupan nyata
2. Meminimalisir biaya dan komplikasi dengan menghindari tes-tes diagnosis,
treatment, dan obat-obatan yang tidak perlu
28
3. Melakukan kontrol farmakologis terhadap sindrom komorbid (memperparah
kondisi)
Strategi dan teknik psikoterapi dan psikososial
1. Pengobatan yang konsisten, ditangani oleh dokter yang sama
2. Buat jadwal regular dengan interval waktu kedatangan yang memadai
3. Memfokuskan terapi secara gradual dari gejala ke personal dan ke masalah
sosial
4. Therapi kognitif-behaviour
Strategi dan teknik farmakologikal dan fisik
1. Hindari obat-obatan yang bersifat adiksi
2. Usahakan untuk mengurangi gejala hipokondriasis dengan antideprresan
golongan SSRI
Prognosis
10 % pasien bisa sembuh, 65 % berlanjut menjadi kronik dengan onset
yang berfluktuasi, 25 % prognosisnya buruk.
29
F.45.3 Gangguan Disfungsi Otonomik Somatoform
Kriteria diagnostik yang diperlukan2 :
d. Ada gejala bangkitan otonomik seperti palpitasi, berkeringat, tremor, muka
panas, yang sifatnya menetap dan mengganggu
e. Gejala subjektif tambahan mengacu pada sistem atau organ tertentu (tidak
khas)
f. Preokupasi dengan penderitaan mengenai kemungkinan adanya gangguan
yang serius yang menimpanya, yang tidak terpengaruh oleh hasil
pemeriksaan maupun penjelasan dari dokter
g. Tidak terbukti adanya gangguan yang cukup berarti pada struktur/fungsi
dari sistem/organ yang dimaksud
h. Kriteria ke 5, ditambahkan :
F.45.30 = Jantung dan Sistem Kardiovaskular
F.45.31 = Saluran Pencernaan Bagian Atas
F.45.32 = Saluran Pencernaan Bagian Bawah
F.45.33 = Sistem Pernapasan
F.45.34 = Sistem Genito-Urinaria
F.45.38 = Sistem atau Organ Lainnya
30
F. 45.4 . Gangguan Nyeri Yang Menetap
Definisi
Gangguan nyeri ditandai oleh gejala nyeri yang semata-mata berhubungan
dengan faktor psikologis atau secara bermakna dieksaserbasi oleh faktor
psikologis. Pasien sering wanita yang merasa mengalami nyeri yang penyebabnya
tidak dapat ditemukan. Munculnya secara tiba-tiba, biasanya setelah suatu stres
dan dapat hilang dalam beberapa hari atau berlangsung bertahun-tahun. Biasanya
disertai penyakit organik yang walaupun demikian tidak dapat menerangkan
secara adekuat keparahan nyerinya 9.
Individu yang merasakan nyeri akibat gangguan fisik, menunjukkan lokasi
rasa nyeri yang dialaminya dengan lebih spesifik, lebih detail dalam memberikan
gambaran sensoris dari rasa nyeri yang dialaminya, dan menjelaskan situasi
dimana rasa nyeri yang dirasakan menjadi lebih sakit atau lebih berkurang.
Sedangkan pada nyeri somatoform, pasien malah bertindak sebaliknya.
Etiologi
Banyak teori mengenai penyebab gangguan nyeri telah diusulkan, mereka
tidak boleh dianggap saling eksklusif. Teori meliputi 10:
Faktor biologis: Studi Adopsi telah menemukan gangguan
somatisasi menjadi 5-10 kali lebih sering terjadi pada tingkat
pertama kerabat probands dengan somatisasi dibandingkan pada
populasi.
31
Stres: Stres dapat menyebabkan disfungsi usus motilitas dan
disfungsi mukosa melalui corticotropin-releasing hormone, rilis
asetilkolin, atau keduanya.
Teori psikodinamik: Sebuah konflik tak sadar, ingin, atau perlu
diubah menjadi suatu gejala somatik, sehingga melindungi individu
dari kesadaran itu.
Trauma dan penyalahgunaan: Sebuah hubungan antara kekerasan
fisik, pelecehan psikologis, atau keduanya dan somatisasi telah
didokumentasikan dengan baik.
Belajar Teori: Anak belajar dari teladan bagi perilaku penyakit
dalam keluarga. Anak belajar tentang keuntungan sekunder dari
peran sakit dimodelkan.
Emosi dan komunikasi: kosakata terbatas dan pemikiran beton
dapat menyebabkan seorang anak untuk mengekspresikan
kesusahan dalam hal gejala fisik.
Pengaruh lingkungan dan sosial: Dalam keluarga dan budaya di
mana masalah-masalah psikologis stigma, individu dapat
berkomunikasi marabahaya melalui gejala somatik.
Keluarga teori sistem: Peran sakit si anak didorong karena
berfungsi untuk melanggengkan pola keluarga tertentu yang
dinamis. Menurut model yang dikembangkan oleh Minuchin,
keluarga anak-anak somatizing menggunakan 4 pola berikut
transaksional yang berbeda:
32
keterperangkapan
overprotection
kekakuan
Kurangnya resolusi konflik
Patofisiologi
Nyeri, seperti yang didefinisikan oleh Asosiasi Internasional untuk Studi
Pain, adalah sebuah " sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan yang
berhubungan dengan kerusakan jaringan aktual atau potensial, atau dijelaskan
dalam hal kerusakan tersebut." Nyeri memiliki komponen sensorik
neurofisiologis, yang menandakan bahwa kerusakan jaringan terjadi dan
komponen psikologis persepsi, yang mempengaruhi pengalaman subjektif dari
rasasakit10.
Epidemiologi
Terjadi pada semua tingkatan usia, di USA 10-15% pasien datang dengan keluhan
nyeri punggung. wanita lebih banyak mengalami keluhan dibandingkan pria.
Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Nyeri 2
Nyeri pada satu atau lebih tempat anatomis
Nyeri menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau
gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain.
33
Faktor psikologis dianggap memiliki peranan penting dalam onset,
kemarahan, eksaserbasi atau bertahannya nyeri.
Gejala atau defisit tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat
(seperti pada gangguan buatan atau berpura-pura).
Nyeri tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mood,
kecemasan, atau gangguan psikotik dan tidak memenuhi kriteria
dispareunia.
Tatalaksana
Tujuan pengobatan
1. Mencegah adopsi dari rasa sakit, invalidasi (tidak membenarkan
pemikiran/meyakinkan bahwa gejala hanya ada dalam pikiran tidak untuk
kehidupan nyata
2. Meminimalisir biaya dan komplikasi dengan menghindari tes-tes diagnosis,
treatment, dan obat-obatan yang tidak perlu
3. Melakukan kontrol farmakologis terhadap sindrom komorbid (memperparah
kondisi)
4. Jika nyerinya akut (< 6 bulan), tambahkan obat simptomatik untuk gejala
yang timbul
5. Jika nyeri bersifat kronik (>6 bulan ), fokus pada pertahankan fungsi dan
motilitas tubuh daripada fokus pada penyembuhan nyeri.
34
Strategi dan teknik psikoterapi dan psikososial
1. Pengobatan yang konsisten, ditangani oleh dokter yang sama
2. Buat jadwal regular dengan interval waktu kedatangan yang memadai
3. Memfokuskan terapi secara gradual dari gejala ke personal dan ke masalah
sosial
4. Nyeri kronik: pertimbangkan terapi fisik dan pekerjaan, serta terapi
kognitif-behavioural
Strategi dan teknik farmakologikal dan fisik
1. Diberikan hanya bila indikasinya jelas
2. Hindari obat-obatan yang bersifat adiksi
3. Akut: acetaminophen dan NSAIDS (tidak dicampur)
4. Kronik: Trisiklik anti depresan, acetaminophen dan NSAID
Prognosis :
Jika gejala terjadi < 6 bulan, cenderung baik, dan jika gejala terjadi > 6
bulan, cenderung buruk (cenderung menjadi kronik).
35
Bab III
Penutup
Gangguan somatoform adalah suatu kelompok gangguan yang memiliki
gejala fisik (sebagai contohnya, nyeri, mual, dan pusing) di mana tidak dapat
ditemukan penjelasan medis yang adekuat. Gambaran yang penting dari gangguan
somatoform adalah adanya gejala fisik, dimana tidak ada kelainan organik atau
mekanisme fisiologik. Dan untuk hal tersebut terdapat bukti positif atau perkiraan
yang kuat bahwa gejala tersebut terkait dengan adanya faktor psikologis atau
konflik.
Manifestasi klinis gangguan ini adalah adanya keluhan-keluhan gejala
fisik yang berulang disertai permintaan pemeriksaan medik, meskipun sudah
berkali-kali terbukti hasilnya negatif dan juga telah dijelaskan dokternya bahwa
tidak ada kelainan yang mendasari keluhannya.
Gangguan Somatoform berdasarkan PPDGJ III dibagi menjadi: gangguan
somatisasi, gangguan somatoform tak terperinci, gangguan hipokondriasis,
disfungsi otonomik somatoform, gangguan nyeri somatoform menetap, gangguan
somatoform lainnya, dan gangguan somayoform YTT. Sedangkan pada DSM-IV,
ada tujuh kelompok, lima sama dengan klasifikasi awal dari PPDGJ ditambah
dengan gangguan konversi, dan gangguan dismorfik tubuh.
36
DAFTAR PUSTAKA
1. Pardamean E. 2007. Simposium Sehari Kesehatan Jiwa Dalam Rangka
Menyambut Hari Kesehatan Jiwa Sedunia : Gangguan Somatoform. Ikatan
Dokter Indonesia Cabang Jakarta Barat
2. Maslim, dr.Rusdi. 2001. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan
Ringkas dari PPDGJ III. FK Unika AtmaJaya Jakarta
3. Nevid, J.S., dkk. 2005. Psikologi Abnormal Jilid I.Edisi 5. PenerbitErlangga
: Jakarta
4. Spratt, Eve G . 2012. Somatoform Disorder. Medscape Reference
5. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. 2001. Media Aesculapicus : Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
6. Kaplan, H.l dan Saddock B.J. 1993. Comprehensive Textbook of Psychiatry
vol.2 6th edition. USA: Williams and Wilikins Baltimore.
7. Wiguna, Imade (editor). 1997. Sinopsis Psikiatri jilid 2. Jakrta:
BinanupaAksara.
8. Xiong, Glen L. 2011. Article : Hypochondriasis clinical Presentation.
medscape Reference.
9. Tomb, D. A. 2004.Buku Saku Psikiatri. Edisi 6. EGC : Jakarta
10. Protagoras, Dolores. 2011. Article. Pain SomatoformDisorder, Treatment
and Management. Medscape Reference
37