BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Depresi merupakan suatu gangguan keadaan tonus perasaan yang secara umum ditandai oleh rasa kesedihan, apatis, pesimisme, dan kesepian yang mengganggu aktivitas sosial dalam sehari-hari. Depresi biasanya terjadi pada saat stres yang dialami oleh seseorang tidak kunjung reda, sebagian besar di antara kita pernah merasa sedih atau jengkel, kehidupan yang penuh masalah, kekecewaan, kehilangan dan frustasi yang dengan mudah menimbulkan ketidakbahagiaan dan keputusasaan. Namun secara umum perasaan demikian itu cukup normal dan merupakan reaksi sehat yang berlangsung cukup singkat dan mudah dihalau (Wilkinson et al, 1998). Depresi dan lanjut usia sebagai tahap akhir siklus perkembangan manusia. Masa di mana semua orang berharap akan menjalani hidup dengan tenang, damai, serta menikmati masa pensiun bersama anak dan cucu tercinta dengan penuh kasih sayang. Pada kenyataanya tidak semua lanjut usia mendapatkannya. Berbagai persoalan hidup yang menimpa lanjut usia sepanjang hayatnya seperti : kemiskinan, kegagalan yang beruntun, stres yang berkepanjangan, ataupun konflik dengan keluarga atau anak, atau kondisi lain seperti tidak memiliki keturunan yang bisa merawatnya dan lain sebagainya. Kondisi-kondisi 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Depresi merupakan suatu gangguan keadaan tonus perasaan yang secara
umum ditandai oleh rasa kesedihan, apatis, pesimisme, dan kesepian yang
mengganggu aktivitas sosial dalam sehari-hari. Depresi biasanya terjadi pada saat
stres yang dialami oleh seseorang tidak kunjung reda, sebagian besar di antara kita
pernah merasa sedih atau jengkel, kehidupan yang penuh masalah, kekecewaan,
kehilangan dan frustasi yang dengan mudah menimbulkan ketidakbahagiaan dan
keputusasaan. Namun secara umum perasaan demikian itu cukup normal dan
merupakan reaksi sehat yang berlangsung cukup singkat dan mudah dihalau
(Wilkinson et al, 1998).
Depresi dan lanjut usia sebagai tahap akhir siklus perkembangan manusia.
Masa di mana semua orang berharap akan menjalani hidup dengan tenang, damai,
serta menikmati masa pensiun bersama anak dan cucu tercinta dengan penuh kasih
sayang. Pada kenyataanya tidak semua lanjut usia mendapatkannya. Berbagai
persoalan hidup yang menimpa lanjut usia sepanjang hayatnya seperti : kemiskinan,
kegagalan yang beruntun, stres yang berkepanjangan, ataupun konflik dengan
keluarga atau anak, atau kondisi lain seperti tidak memiliki keturunan yang bisa
merawatnya dan lain sebagainya. Kondisi-kondisi hidup seperti ini dapat memicu
terjadinya depresi. Tidak adanya media bagi lanjut usia untuk mencurahkan segala
perasaan dan kegundahannya merupakan kondisi yang akan mempertahankan
depresinya, karena dia akan terus menekan segala bentuk perasaan negatifnya ke alam
bawah sadar (Rice, 1994).
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), depresi adalah gangguan
mental yang umum terjadi di antara populasi. Diperkirakan 121 juta manusia di muka
bumi ini menderita depresi. Dari jumlah itu 5,8 persen laki-laki dan 9,5 persen
perempuan, dan hanya sekitar 30 persen penderita depresi yang benar-benar
mendapatkan pengobatan yang cukup, sekalipun telah tersedia teknologi pengobatan
depresi yang efektif. Ironisnya, mereka yang menderita depresi berada dalam usia
produktif, yakni cenderung terjadi pada usia kurang dari 45 tahun. Tidaklah
1
mengherankan, bila diperkirakan 60 persen dari seluruh kejadian bunuh diri terkait
dengan depresi (Anonim, 2009).
Depresi dialami oleh 80 persen mereka yang berupaya atau melakukan bunuh
diri pada penduduk yang didiagnosis mengalami gangguan jiwa. Bunuh diri adalah
suatu pilihan untuk mengakhiri ketidakberdayaan, keputusasaan dan kemarahan diri
akibat gangguan mood. Angka bunuh diri meningkat tiga kali lipat pada populasi
remaja (usia 15 sampai 24) karena terdapat peningkatan insiden depresi pada populasi
ini. Pria yang berusia lebih dari 64 tahun memiliki angka bunuh diri 38/100.000
dibandingkan dengan angka 17/100.000 untuk semua pria di Amerika Serikat
(Anonim, 2009).
Menurut sebuah penelitian di Amerika, hampir 10 juta orang Amerika
menderita depresi dari semua kelompok usia, kelas sosial ekonomi, ras dan budaya.
Angka depresi meningkat secara drastis di antara lansia yang berada di institusi,
dengan sekitar 50 persen sampai 75 persen penghuni perawatan jangka panjang
memiliki gejala depresi ringan sampai sedang. Dari jumlah itu, angka yang signifikan
dari orang dewasa yang tidak terganggu secara kognitif (10 sampai 20 persen)
mengalami gejala-gejala yang cukup parah untuk memenuhi kriteria diagnostik
depresi klinis. Oleh karena itu, depresi merupakan masalah kesehatan masyarakat
yang signifikan merupakan gangguan psikiatri yang paling banyak terjadi pada lansia,
tetapi untungnya dapat diobati dan kembali sehat (Hermana, 2006).
Selain itu prevalensi depresi pada lansia di dunia berkisar 8-15 persen dan
hasil meta analisis dari laporan-laporan negara di dunia mendapatkan prevalensi rata-
rata depresi pada lansia adalah 13,5 persen dengan perbandingan wanita-pria 14,1 :
8,6. Adapun prevalensi depresi pada lansia yang menjalani perawatan di RS dan panti
perawatan sebesar 30-45 persen. Perempuan lebih banyak menderita depresi
(Anonim, 2009).
Depresi pada lansia seringkali lambat terdeteksi karena gambaran klinisnya
tidak khas. Depresi pada lansia lebih banyak tampil dalam keluhan somatis, seperti:
kelelahan kronis, gangguan tidur, penurunan berat badan dan sebagainya. Depresi
pada lansia juga tampil dalam bentuk pikiran agitatif, ansietas, atau penurunan fungsi
kognitif. Sejumlah faktor pencetus depresi pada lansia, antara lain faktor biologik,
psikologik, stres kronis, penggunaan obat. Faktor biologik misalnya faktor genetik,
2
perubahan struktural otak, faktor resiko vaskuler, kelemahan fisik, sedangkan faktor
psikologik pencetus depresi pada lansia, yaitu tipe kepribadian, relasi, interpersonal
(Anonim, 2009).
B. TUJUAN DAN MANFAAT PENULISAN
1. TUJUAN
a. Umum : Untuk mengetahui masalah depresi pada lansia.
b. Khusus :
1) Mengetahui penyebab terjadinya depresi terutama pada lansia.
2) Mengetahui gejala-gejala depresi.
3) Mengetahui penatalaksanaan depresi.
2. MANFAAT
a. Membantu dokter muda untuk lebih memahami masalah depresi pada lansia.
b. Dokter muda memahami penatalaksanaan pasien depresi dengan pendekatan
bio-psiko-sosial.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
1. Lanjut Usia
Lanjut usia (lansia) adalah seseorang yang telah mencapai usia enam puluh
tahun ke atas (UU No. 13 Tahun 1998)
Lanjut usia (lansia) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti diri dan mempertahankan
struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas
(termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Anonim, 2009).
Usia tua, berarti fase dari siklus kehidupan yang dimulai pada usia 65 tahun.
Ahli gerontologi membagi usia tua menjadi dua kelompok :
a. Usia tua yang muda (young-old) berusia 65 – 74 tahun.
b. Usia tua yang tua (old-old) berusia 75 tahun dan lebih.
Di samping itu, populasi termasuk lanjut usia yang sehat (well-old) yang sehat dan
tidak menderita salah satu penyakit, dan lanjut usia yang sakit (sick-old), yang
menderita suatu kelemahan yang mengganggu fungsi dan memerlukan perhatian
medik atau psikiatrik. (Kaplan dan Sadock, 2007).
Menurut WHO, lanjut usia dikelompokkan menjadi :
1. Usia pertengahan (Middle age) : kelompok usia 45-59 tahun
2. Lanjut Usia (Ederly) : antara 60 dan 74 tahun
3. Lanjut usia tua (Old) antara 75 dan 90 tahun
4. Usia sangat tua (Very old) : diatas 90 tahun
Depresi pada lansia adalah perubahan status sosial, bertambahnya penyakit
dan berkurangnya kemandirian sosial serta perubahan-perubahan akibat proses
menua (Rice, 1992).
2. Depresi
Depresi adalah gangguan mental umum yang ditandai dengan mood
depresif, hilangnya minat atau kesenangan, perasaan bersalah atau merasa tidak
berharga, gangguan tidur atau nafsu makan, kelelahan atau hilangnya energi,
4
hilangnya kemampuan untuk berpikir atau memusatkan perhatian. (Kaplan dan
Saddock, 1997)
Depresi secara umum adalah keadaan emosional yang dicirikan dengan
kesedihan, berkecil hati, perasaan bersalah, penurunan harga diri, ketidakberdayaan,
keputusasaan (Anonim, 2009).
Depresi adalah suatu gangguan keadaan tonus perasaan yang secara umum
ditandai oleh rasa sedih, apatis, pesimis, dan kesepian yang mengganggu aktifitas
sosial dalam sehari-hari (Anonim, 2009).
B. KLASIFIKASI
Gangguan depresi pada usia lanjut ditegakkan berpedoman pada PPDGJ III
(Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III) yang merujuk
pada ICD 10 (International Classification of Diseases 10). Gangguan depresi
dibedakan dalam depresi ringan, sedang dan berat sesuai dengan banyak dan beratnya
gejala serta dampaknya terhadap fungsi kehidupan seseorang. Pedoman diagnostik
lainnya adalah DSM IV (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders IV).
(Depkes. 1999).
Klasifikasi Depresi Menurut ICD 10
1. Episode depresi berat, ringan, sedang dan lainnya.
2. Gangguan afektif bipolar.
Terdapat episode berulang, pada waktu tertentu terdapat peningkatan afek disertai
penambahan energi dan aktifitas (mania atau hipomania), dan pada waktu lain
berupa penurunan afek disertai pengurangan energi dan aktifitas (depresi).
3. Gangguan depresi berulang
Terdapat episode berulang dari episode depresi ringan, sedang, berat.
4. Keadaan mood/afektif menetap termasuk distimia.
Siklotimia : ketidakstabilan menetap dari afek (suasana perasaan), meliputi
banyak periode depresi ringan dan hipomania ringan.
Distimia : afek depresif yang berlangsung sangat lama yang tidak pernah
atau jarang sekali cukup parah.
5. Gangguan mood lainnya
5
Klasifikasi Depresi Menurut DSM IV
1. Gangguan depresi: depresi berat, distimia, depresi lain yang tak tergolongkan
2. Gangguan bipolar: gangguan bipolar I (mania biasanya dengan depresi), gangguan
bipolar II (depresi dengan hipomania)
3. Gangguan siklotimik
4. Gangguan bipolar yang tak tergolongkan
5. Gangguan bipolar yang disebabkan oleh kondisi medik umum
6. Gangguan mood lainnya
C. ETIOLOGI
Faktor penyebab timbulnya gangguan depresif pada orang usia lanjut bisa berupa:
1. Faktor Biologis
a. Faktor Genetis
Diduga gen dominan yang berperan pada depresi ini terikat pada
kromosom 11 Gangguan ini diturunkan dalam keluarga. Jika salah seorang dari
orang tua mempunyai riwayat depresi maka 27 % anaknya akan menderita
gangguan tersebut. Sedangkan bila kedua orang tuanya menderita depresi maka
kemungkinanya meningkat menjadi 50 – 75% (Idrus, 2007).
Dari segi aspek faktor genetis, menurut suatu penelitian dinyatakan bahwa
gen-gen yang berhubungan dengan risiko yang meningkatkan untuk lesi
kardiovaskular dapat meningkatkan kerentanan untuk timbulnya gangguan
depresif. Penelitian lain melaporkan bahwa predisposisi genetis untuk gangguan
depresif mayor pada orang usia lanjut dapat dimediasi oleh adanya lesi vaskular
(Bongsoe, 2007).
b. Gangguan pada Otak
Antara lain yang termasuk dalam gangguan pada otak sebagai salah satu
penyebab timbulnya gangguan depresif pada orang usia lanjut adalah penyakit
cerebrovaskular, yang mana gangguan ini dapat sebagai faktor predisposisi,
presipitasi atau mempertahankan gejala-gejala gangguan depresif pada orang
usia lanjut (Bongsoe, 2007).
6
c. Gangguan Neurotransmitter / Biogenik Amin
Istilah biogenik amin umumnya digunakan untuk komponen katekolamin,
norepinefrin, epinefrin, dopamin dan serotonin. Sistem neuron menggunakan
biogenik amin relatif kecil dalam sekelompok sel yang berada di batang otak.
Biogenik amin ini dilepaskan dalam ruang sinaps sebagai neurotransmiter.
Neurotransmiter yang banyak berperan pada depresi adalah norepinefrin dan
indikasi terbatas khususnya episode depresi dari gangguan bipolar. Lithium
25
bermanfaat dalam pengobatan depresi bipolar akut dan beberapa depresi
unipolar. Ia cukup efektif pada bipolar serta untuk mempertahankan remisi dan
begitu pula pada beberapa pasien unipolar. Untuk mencegah kekambuhan
digunakan Litium 0,4-0,8 meq / l (profilaksis).
Kontraindikasi :
1) Penyakit jantung koroner
2) Glaukoma, retensi urin, hipertensi prostat, gangguan fungsi hati, epilepsi
3) Pada penggunaan Litium, kelainan fungsi jantung, ginjal, dan fungsi Tiroid.
Antikonvulsan sama baiknya dengan lithium untuk mengobati kondisi
akut, meskipun kurang efektif untuk pemeliharaan. Antidpresan dan lithium
dapat dimulai secara bersama-sama dan lithium diteruskan setelah remisi.
Psikotik, paranoid atau pasien sangat agitasi membutuhkan antipsikotik, tunggal
atau bersama-sama dengan antidepresan, litium, antipsikotik atipik juga terlihat
efektif.
Indikasi farmakologi :
1) depresi sedang / berat
2) gambaran melankolik / psikotik
3) episode berulang
4) respon positif terhadap medikasi anti depresan pada masa lalu
5) kegagalan pendekatan terapi psikologik
Pengobatan dengan antidepresan dibedakan dalam tiga tahapan, yaitu :
1) Fase akut : 6 sampai 12 minggu
2) Fase lanjutan : 4 sampai 9 bulan
3) Fase rumatan : 1tahun atau lebih
Untuk depresi episode berulang dianjurkan lama pemberian obat 1 tahun atau
lebih.
b. ECT (Terapi Kejang Listrik). Merupakan terapi pilihan bila :
1) Obat tak berhasil
2) Kondisi pasien menuntut remisi segera (misalnya; bunuh diri yang akut).
3) Pada beberapa depresi psikotik.
26
4) Pada pasien yang tak dapat mentoleransi obat (misalnya pasien tua yang
berpenyakit jantung). Lebih dari 90% pasien memberikan respons.
27
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2009, Gambaran Pengetahuan Keluarga tentang Depresi pada Lansia. http://addy1571.wordpress.com/2009/08/25/gambaran-pengetahuan-keluarga-tentang-depresi-pada-lansia/ (9 September 2009)
Baldwin and Wild R, 2004. Management of Depression in Later Life. Advances in Psychiatric Treatment vol. 10. http://apt.rcpsych.org/cgi/reprint/10/2/131.pdf?ck=nck (9 September 2009).
Best Parctice Advocacy Centre, 2009. Depression in Elderly People. http://www.bpac.org.nz/ magazine/2008/february/depression.asp. (13 September 2009).
Bongsoe, Syamsir, 2007. Pengenalan Gangguan Depresi pada Orang Usia Lanjut. Dalam Pidato Pengukuhan Jabatan Guru BesarTetap Universitas Sumatra Utara. http://www.usu.ac.id /id/files/pidato/ppgb/2007/ppgb_2007_syamsir_bs.pdf. (9 September 2009).
Departemen Kesehatan RI, 1999. Masalah Depresi pada Lansia. http://www.depkes.go.id/downloads/keswa_lansia.p df. (13 September 2009).
Hermana, 2006. Depresi Pada Lansia. http://www.depsos.go.id/modules.php?name=News&file=article&sid=208 (9 September 2009).
Idrus, M. Faisal, 2007. Depresi pada Penyakit Parkinson. Cermin Dunia Kedokteran Vol. 34 No.3/156 pp : 130-135. Kalbe Farma : Jakarta. http://www.kalbe.co.id/files/cdk/ files/cdk_156_Depresi.pdf (9 September 2009).
Kaplan HI, Saddock BJ and Grebb, 1997. Sinopsis Psokiatri Edisi Ketujuh. Alih bahasa : Wijaya K. Bina Rupa Aksara : Jakarta.
Maslim R, 2002. Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ III. Jakarta.
Media Aesculapius, 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius FKUI : Jakarta.
Nurmiati A, 2005. Depresi Aspek Neurobiologi Diagnosis dan Tatalaksana. Balai Penerbit FKUI : Jakarta.
Rice FP, 1994. Human development: a life-span approach. http://books.google.co.id/books?id=ogjYAAAAMAAJ&q=rice+philip++1994+depression&dq=rice+philip++1994+depression (9 September 2009)
Segal, Jaffe J, Pat Davies P, and Smith M, 2007. Depression in Older Adults and the Elderly. http://www.helpguide.org/mental/depression_elderly.htm. (11 September 2009).