Page 1
I
DI SUSUN OLEH :
KETUA : HELNI RAHMA YULA (1110070110014)SEKRETARIS : MEGA RAHMAWATI (1110070110016)MODERATOR : MEGA AFRIYANI (1110070110018)PENYAJI : HIRZI ATSARI RAMAFEBRI (1110070110084)
UNIVERSITAS BAITURRAHMAHFAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
TAHUN AKADEMIK 2014/2015
Page 2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Pelaku di sector pelayanan kesehatan perlu memahami kebijakan kesehatan dan
reformasi pembangunan kesehatan untuk memperbaiki system tata kelola pelayanan
kesehatan. Pada tahun 2011, kementrian kesehatan menggulirkan 7 reformasi
pembangunan kesehatan.
Tombol pengendalian adalah tombol-tombol yang dapat dipakai untuk
mempengaruhi hasil penerapan pada perangkat sector kesehatan dapat perangkat ini bisa
diubah/ di modifikasi melalui kebijakan public, mengubah stelan pada tombol akan
berpengaruh pada kinerja sector kesehatan.
Di tahun 2001 Thailand menjadi negara berkembang pertama yang memperkenalkan
sistem Cakupan jaminan kesehatan semestasetelah melakukan berbagai percobaan sejak tahun
1971 saat negara ini mulai menginvestasikan dana untuk infrastruktur dan sumber daya
pelayanan kesehatan. Di tahun 2002, Thailand telah berhasil memberikan cakupan jaminan
kesehatan semesta untuk seluruh populasi penduduknya melalui suatu Skema Asuransi
Kesehatan yang dibiayai oleh pendapatan pajak umum. Artikel ini ditulis untuk mengetahui
pelajaran apa yang dapat diambil oleh India dari pengalaman di Thailand. Penulis memulai
dengan membahas konteks reformasi kesehatan dan penerapan Cakupan jaminan kesehatan
semesta di Thailand, desain dan karakteristik paket Cakupan jaminan kesehatan semesta,
pencapaian dan pengaruhnya, termasuk pada pelayanan Kesehatan Seksual dan Reproduksi,
serta terakhir akan membahas pelajaran apa yang dapat diambil oleh India dari pengalaman
Page 3
Thailand.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana reformasi sector kesehatan ?
2. Apa saja pendekatan tombol dalam dalam perubahan kebijakan kesehatan ?
3. Bagaimana reformasi sector kesehatan di Thailand ?
1.3 TUJUAN
1. Mengetahui reformasi sector kesehatan
2. Mengetahui pendekatan tombol dalam dalam perubahan kebijakan kesehatan
3. Bagaimana bentuk reformasi sector kesehatan di Thailand
Page 4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 REFORMASI SEKTOR KESEHATAN
Pelaku di sector pelayanan kesehatan perlu memahami kebijakan kesehatan dan
reformasi pembangunan kesehatan untuk memperbaiki system tata kelola pelayanan
kesehatan. Pada tahun 2011, kementrian kesehatan menggulirkan 7 reformasi pembangunan
kesehatan yaitu :
1. revitalisasi pelayanan kesehatan
2. ketersediaan, distribusi, retensi dan mutu sumber daya manusia
3. mengupayakan ketersediaan, distribusi, keamanan, mutu, efektifitas,
keterjangkauan obat, vaksin dan alat kesehatan
4. jaminan kesehatan
5. keberpihakan kepala daerah tertinggal perbatasan dan kepulauan, dan daerah
bermasalah kesehatan
6. reformasi birokrasi
7. world class health care
dalam pelaksanaan reformasi khussusnya pada sector kesehatan, pelaksanaan reformasi
pelayanan kesehatan perlu di monitor dengan pendekatan pelaku dalam :
1. penyusunan kebijakan dan pemegang fungsi regulasi dalam system kesehatan
2. pemberian pelayanan kesehatan yang berupa RS pemerintah dan swasta, serta
lembaga-lembaga pelayanan kesehatan lainnya
3. pemberi pendanaan untuk sector kesehatan
Page 5
4. LSM dan ikatan profesi di sector kesehatan
Reformasi sector kesehatan merupakan upaya yang mempunyai tujuan untuk mengubah
system kesehatan guna meningkatkan kinerja. Adapun siklus reformasi kesehatan antaralain :
2.2PENDEKATAN TOMBOL DALAM DALAM PERUBAHAN KEBIJAKAN
KESEHATAN
Tombol pengendalian adalah tombol-tombol yang dapat dipakai untuk mempengaruhi
hasil penerapan pada perangkat sector kesehatan dapat perangkat ini bisa diubah/ di
modifikasi melalui kebijakan public, mengubah stelan pada tombol akan berpengaruh pada
kinerja sector kesehatan. Tombol pengendali terdiri atas tombol-tombol :
1. Pembiayaan (financing)
2. Pembayaran (payment)
3. Organisasi (organization)
4. Regulasi (regulation)
Etik politik
Definisi masalah
diagnosa
Pengembangan kebijakan
Keputusan politik
pelaksanaan
evaluasi
Page 6
5. Persuasi dan perubahan perilaku (persuasion and behavior change)
Tombol pengendalian diatas dipengaruhi oleh akses, kualitas dan efisiensi serta cost.
Akses, kualitas dan efisiensi yang mempengaruhi tombol pengendalian bertujuan untuk
perbaikan status kesehatan dan kepuasan public. Sedangkan cost juga mempengaruhi
kepuasan public serta perlindungan risiko. Tombol-tombol pengendalian tersebut bertujuan
untuk perlindungan risiko. Dalam pelaksanaan kebijakan lintas sektoral bertujuan untuk
perbaikan status kesehatan masyarakat.
Tombol pengendalian dapat di sesuaikan untuk memperbaiki kinerja jika sasaran kinerja
adalah outcome. Reformasi mencakup perubahan setting dari beberapa tombol pengendalian
tersebut. Perubahan hendaknya saling mendukung dan menguatkan. Misalnya memberikan
insentif dan meningkatkan kapasitas pusat pelayanan kesehatan.
2.3 REFORMASI SEKTOR KESEHATAN DI THAILAND
Di tahun 2001 Thailand menjadi negara berkembang pertama yang memperkenalkan
sistem Cakupan jaminan kesehatan semestasetelah melakukan berbagai percobaan sejak tahun
1971 saat negara ini mulai menginvestasikan dana untuk infrastruktur dan sumber daya
pelayanan kesehatan. Di tahun 2002, Thailand telah berhasil memberikan cakupan jaminan
kesehatan semesta untuk seluruh populasi penduduknya melalui suatu Skema Asuransi
Kesehatan yang dibiayai oleh pendapatan pajak umum. Artikel ini ditulis untuk mengetahui
pelajaran apa yang dapat diambil oleh India dari pengalaman di Thailand. Penulis memulai
dengan membahas konteks reformasi kesehatan dan penerapan Cakupan jaminan kesehatan
semesta di Thailand, desain dan karakteristik paket Cakupan jaminan kesehatan semesta,
pencapaian dan pengaruhnya, termasuk pada pelayanan Kesehatan Seksual dan Reproduksi,
Page 7
serta terakhir akan membahas pelajaran apa yang dapat diambil oleh India dari pengalaman
Thailand.
Kondisi Sebelum Diberlakukannya Pembiayaan Universal
Kondisi sebelum diberlakukannya jaminan kesehatan semestaditandai dengan adanya
fragmentasi, duplikasi dan kesenjangan. Di tahun 1991,lebih dari dua pertiga populasi
penduduk belum memiliki asuransi. Sejak tahun 1975,diberlakukan Skema Kartu Pendapatan
Rendah (juga disebut sebagai Skema Kesejahteraan Publik) untuk warga yang miskin dan
kekurangan serta warga berusia lebih dari 60 tahun, biksu dan anak berusia kurang dari 12
tahun. Skema ini dibiayai dari pendapatan pajak umum. Skema ini mengalami kekurangan
dana dan menghasilkan tingkat kepuasan pasien/pengguna yang sangat rendah. Karena adanya
dukungan politik yang kuat, Pemegang Kartu Sukarela meningkat dari 1.4% di tahun 1991
menjadi 20.8 % di tahun 2001 dimana pemerintah memberikan subsidi untuk 50% premi yang
dibayarkan (Tangcharoensathien dkk., 2007). Namun, seperti pada penggunaan kartu BPL
(Below Poverty Line – Di bawah Garis Kemiskinan). Di tahun 1983, terdapat suatu skema
Kartu Kesehatan Sukarela untuk rumah tangga berpendapatan rendah di luar kategori miskin
yang dianggap tidak memenuhi syarat untuk menerima LIC. Karena bersifat ‘sukarela’,sistem
ini memiliki risiko pemilihan – warga yang sakit akan bergabung sementara warga yang sehat
akan meninggalkan skema ini sehingga skema akan menjadi unviablesecara finansial. Juga
terdapat suatu Skema Asuransi Kesehatan untuk Pegawai Negeri – Civil Servants Medical
Benefit Scheme (CSMBS), seperti Skema Kesehatan Pemerintah Pusat (Central Government
Health Scheme)atau CGHS yang kita gunakan. Ini adalah skema yang paling generous namun
juga sangat mahal dan menunjukkan peningkatan biaya dengan sangat cepat. Skema ini
covers15.3% populasi penduduk di tahun 1991. Pada tahun 2001, saat dilakukan pengurangan
Page 8
jumlah pegawai di sektor swasta, penyusutan ini mengurangi tingkat coverage sampai 8.5%
(Tangcharoensathien dkk., 2007).
Juga terdapat Jaring Pengaman Sosial untuk mantan pegawai sektor swasta. Ini
merupakan skema kontribusi pembayaran pajak dari pihak ke tiga dan wajib diberikan. Sistem
ini diterapkan mulai dari firma besar dengan jumlah pegawai sebanyak 20 orang atau lebih di
tahun 1990 sampai ke firma yang hanya memiliki satu orang pegawai saja di tahun 2002.
Penelitian di tahun 1996 menunjukkan bahwa orang yang tidak memiliki asuransi
adalah warga yang paling miskin dan memiliki tingkat pendidikan paling rendah
(Tangcharoensathien dkk., 2002).
Faktor yang Mempengaruhi Proses Reformasi
Values yang Menjadi Pedoman
Thailand merupakan sebuah negara monarki dan mayoritas beragama Budha. Keinginan
Raja untuk menghasilkan suatu ‘Kecukupan Ekonomi’ – jalur perkembangan yang seimbang
dan berkelanjutan, menjadi dasar bagi pemerintah untuk membuat berbagai kebijakan
nasional.
‘Ekonomi yang berkecukupan menempatkan manusia pada pusatnya, difokuskan pada
kesejahteraan dan bukan kekayaan, dimana kondisi yang berkecukupan dijadikan sebagai
pusat proses pemikiran, memahami kebutuhan untuk adanya keamanan bagi manusia dan
lebih mementingkan pembangunan kemampuan dibandingkan dengan potensi penduduk. Hal
ini menambahkan suatu dimensi spiritual pada proses perkembangan manusia.’ (Laporan
Perkembangan Sumber Daya Manusia Thailand tahun 2007)
Page 9
Laporan Perkembangan Sumber Daya Manusia tahun 1997 menyatakan bahwa negara
harus ‘menghindari pertumbuhan yang mindless’, yaitu pertumbuhan yang ‘tidak menjamin
kesempatan kerja, kejam, tidak memberikan kebebasan berpendapat, tidak menjamin tempat
tinggal, dan tidak menjamin masa depan.’
Definisi Kesehatan dan Sistem Kesehatan: Undang-Undang Jaminan Kesehatan
Nasional tahun 2002 memberikan definisi baru untuk Kesehatan dengan
i. Menghilangkan ‘tidak adanya penyakit’, dan
ii. Menambahkan Kesehatan Spiritual pada dua tingkat – di tingkat individual
dengan memasukkan ‘komitmen yang kuat untuk kehidupan yang sehat’, dan di tingkat sosial
dengan mempromosikan ‘harapan masyarakat untuk menapai kesetaraan’.
‘Sistem Kesehatan’, didefinisikan kembali sebagai ‘semua sistem yang saling
berhubungan secara holistik dan dapat mempengaruhi kesehatan masyarakat’.
Konteks Politik
Thailand mengalami proses demokratisasi yang berat dan berhasil membuat Undang-
Undang yang baru di tahun 1997 saat para pemain baru mulai memasuki arena pembuatan
kebijakan. Partai Thai Rak Thai (TRT) menggunakan slogan ‘30 Baht untuk mengobati semua
penyakit’ sebagai kampanye utamanya. Partai ini memanfaatkan krisis ekonomi yang sedang
terjadi sebagai suatu kesempatan untuk melakukan kapitalisasi pada masalah pelayanan
kesehatan yang memang sedang memerlukan suatu perbaikan. Setelah memenangkan
pemilihan umum, partai TRT memenuhi janjinya untuk menjadikan jaminan kesehatan
semestasebagai salah satu prioritas utamanya. Berbagai kelompok masyarakat sipil juga turut
berkontribusi. Di tahun 2001,sebelas kelompok jaringan LSM mengumpulkan 50.000 tanda
Page 10
tangan dan memberikan rancangan Undang-Undang Jaminan kesehatan semestapada
parlemen. Juga terdapat dukungan yang kuat dari Kementrian Kesehatan Umum dan para
peneliti kebijakan. Generasi aktivis mahasiswa dari tahun 70an dan 80an sekarang sudah
menjadi peneliti, pimpinan di pemerintahan baru, pembuat kebijakan, dan pimpinan gerakan
civic yang kuat. Terdapat hubungan yang erat antara para reformis dan politisi, serta antara
para reformis dengan peneliti. Sehingga reformis dapat memainkan peranan sebagai
penengah. Oleh karena itu, terdapat tiga bahan penting – kapasitas teknis, keinginan politik
yang kuat dan dukungan publik yang sangat besar – yang memungkinkan diterapkannya
sistem Cakupan jaminan kesehatan semesta. Hubungan ini juga menjadi slogan lain –
‘segitiga yang dapat menggeser gunung.’
Undang-Undang yang baru mendefinisikan kesehatan sebagai hak seseorang untuk
dilindungi oleh negara. Undang-Undang ini memaparkan bahwa penduduk usia lanjut, orang
cacat, anak terlantar dan berbagai kelompok vulnerable lain memiliki hak yang setara untuk
memperoleh pelayanan kesehatan serta mengharuskan adanya perlindungan konsumen dan
lingkungan demi menjaga kesehatan. Peranan penting dari negara adalah ‘untuk memberikan
pelayanan kesehatan umum pada semua orang dengan standar yang sama’, ‘.... mengatasi
penyakit tanpa biaya’, pelayanan kesehatan yang diatur oleh Undang-Undang ditandai dengan
adanya ‘kesetaraan, efisiensi, kuantitas, transparansi dan akuntabilitas publik’.
Reformasi politik di tahun 1997 mengharuskan dilakukannya peninjauan kembali
mengenai peranan dan pendekatan yang diambil pada sektor kesehatan. Sektor kesehatan
diharuskan untuk menentukan kembali arah visi dan misinya untuk memenuhi tugas yang
dibebankan oleh Undang-Undang.
Page 11
Konteks Sektor Kesehatan
Beberapa periode pemerintahan telah melakukan investasi pada infrastruktur pelayanan
kesehatan selama dua dekade. Kebijakan yang mendukung warga miskin dan warga pedesaan
tidak hanya bersifat retoris. Antara tahun 1982 sampai 1987, dana untuk membuat rumah sakit
provinsial di perkotaan dibekukan dan dialihkan untuk mengembangkan rumah sakit daerah
dengan tingkat yang lebih rendah dan puskesmas di pedesaan. Meskipun Thailand sempat
mengalami periode perkembangan ekonomi yang rendah akibat krisis minyak, dapat
dilakukan re-alokasi di dalam sektor kesehatan. Hasilnya adalah peningkatan penggunaan
pusat kesehatan masyarakat di pedesaan serta meningkatnya cakupan geografis ke tingkat
yang paling perifer. Thailand juga mengikuti rencana produksi sumber daya manusia jangka
panjang, dimana dilakukan pelatihan pada para bidan. Semua kategori petugas pelayanan
kesehatan yang dilatih di institusi yang dibiayai oleh pemerintah diwajibkan melakukan
pelayanan pedesaan di rumah sakit daerah sejak tahun 1972. Antara tahun 1994 sampai 2004,
rasio sumber daya manusia dibandingkan dengan populasi umum telah mengalami perubahan
seperti yang dapat dipaparkan di bawah ini.
Namun kesenjangan perkotaan-pedesaan terus menjadi masalah bagi sistem kesehatan
Thailand.
Tidak ada program vertikal, integrasi usaha pencegahan, pengendalian penyakit dan
promosi kesehatan adalah aturan yang harus dijalankan dan bukan merupakan pengecualian.
(was the rule and not an exception)
Pertumbuhan ekonomi nampak terjadi dengan sangat cepat selama dekade 90an.
Adanya keamanan dan stabilitas internal memungkinkan negara untuk memberikan 12% dari
Page 12
total anggaran nasional pada sektor sosial. Anggaran untuk Kementrian Kesehatan Umum
meningkat dari 4% di tahun 1980an menjadi 10% di tahun 2001 (Tangcharoensathien dkk.,
2007).
Negara ini memiliki kapasitas institusional untuk menghasilkan bukti dan mengelola
pengetahuan. Terdapat hubungan yang efektif antara para peneliti dengan pembuat kebijakan
dalam mengembangkan kebijakan berbasis bukti. Beberapa pihak nampak bekerjasama untuk
pembangunan kapasitas sistem kesehatan serta penelitian kebijakan. USAID memiliki
Program Pembiayaan Pelayanan Kesehatan, Yayasan Pew yang mendukung Program
Kebijakan kesehatan Internasional (IHPP), Institusi Penelitian Sistem kesehatan dan dana
untuk penelitian di Thailand (Thai Research Fund).Terdapat kerjasama institusional antara
Kementrian Kesehatan Umum, IHPP dan Fakultas Ilmu Kedokteran Tropis dari London
School.
Analisis dari berbagai faktor yang mempengaruhi kebijakan kesehatan menunjukkan
adanya lima masalah penting:
i. Biaya pelayanan kesehatan yang lebih mahal
ii. Perkembangan ekonomi yang tidak seimbang
iii. Perkembangan teknologi yang sangat cepat
iv. Reformasi politik dan sosial
v. Reformasi sektor pemerintahan
Biaya pelayanan kesehatan yang lebih mahal.Walaupun terdapat infrastruktur
kesehatan dan program penanganan penyakit yang cukup baik, sistem pelayanan kesehatan
nampak mengalami suatu krisis. Karena ekspansi sektor pelayanan kesehatan negara dan
Page 13
swasta, penduduk Thailand mulai lebih banyak menggunakan pelayanan di fasilitas
kesehatan. Antara tahun 1980 sampai 1998, anggaran kesehatan nasional mengalami
peningkatan sampai 11 kali lipat dan anggaran kesehatan per kapita mengalami peningkatan
sampai 9 kali lipat, lebih tinggi dari rata-rata pertumbuhan DGP per kapita sebesar 7%.
Jumlah GDP yang digunakan untuk pelayanan kesehatan mengalami peningkatan sampai dua
kali lipat mulai dari 3.82% di tahun 1980 menjadi 6-21% di tahun 1998. Akses dan kualitas
pelayanan kesehatan masih belum cukup baik, dan petugas pelayanan kesehatan memiliki
beban kerja yang terlalu tinggi. (Badan Komisi Kesehatan Nasional, Thailand, 2008)
Perkembangan ekonomi yang tidak seimbang.Kemiskinan mengalami penurunan dari
33% di tahun 1988 menjadi 11% di tahun 1996 (Badan Komisi Kesehatan Nasional, Thailand,
2008). Namun perkembangan nampak tidak seimbang dengan adanya semakin banyak
kesenjangan pada populasi marginal. Kebijakan ekonomi bergeser ke eksport jasa dan
manufacturing. Terjadi peningkatan polusi lingkungan dan berkurangnya sumber daya alam.
Migrasi dari desa ke kota menyebabkan terjadinya penurunan pertumbuhan agrikultura.
Thailand menghadapi gangguan pada struktur serta hubungan sosial dan mengalami
pengikisan sumber daya (capital) sosial dan budaya. Penurunan kondisi ekologi sosial
menyebabkan peningkatan infeksi HIV dan AIDS, kecelakaan lalu lintas, stress, dan kanker.
Perkembangan teknologi yang sangat cepat.Penelitian teknologi kesehatan di negara
industri banyak diimport ke negara berkembang dengan biaya yang sangat mahal. Terdapat
kesenjangan yang semakin luas dalam hal ketidak-setaraan – akses obat-obatan, misalnya,
untuk HIV dan AIDS, hanya tersedia untuk orang yang memiliki banyak uang. Serupa dengan
itu, untuk kanker, radioterapi dan peralatan medis lain hanya dapat digunakan oleh orang yang
memiliki banyak uang. Pemerintah menyadari bahwa ‘Pelayanan kesehatan universal tidak
Page 14
akan pernah bisa tercapai dengan mengandalkan import teknologi kesehatan yang sangat
mahal.’ Investasi pemerintah di bidang penelitian kesehatan mengalami peningkatan dari
0.2% anggaran kesehatan masyarakat di tahun 1992-96 menjadi 0.52% di tahun 1999,
walaupun dibandingkan penelitian di bidang lain, penelitian kesehatan bukanlah prioritas
yang utama (Badan Komisi Kesehatan Nasional, Thailand, 2008).
Reformasi politik dan sosial.Gerakan masyarakat sipil nampak semakin kuat di tahun
90an. Gerakan ini memainkan peranan penting dalam membentuk agenda reformasi
berdasarkan pada hak asasi manusia, demokrasi dan partisipasi.
Reformasi sektor pemerintahan.Undang-Undang menekankan pentingnya akuntabilitas
dan transparansi dari sektor pemerintahan. Pemerintah kemudian membuat suatu Komisi
Pemberantasan Korupsi Nasional dan membuat Undang-Undang Informasi Official. Pada
tahun 1999, telah diluncurkan suatu Program Reformasi Sektor Pemerintahan selama tiga
tahun yang menekankan pada proses desentralisasi, pengelolaan pengeluaran, pengelolaan
pendapatan, serta pengelolaan sumber daya manusia. Pengelolaan sumber daya manusia
dilakukan untuk menghasilkan tingkat efisiensi, kualitas dan integritas yang paling tinggi.
Sektor Kesehatan Swasta
Sektor swasta umumnya kurang berkembang di daerah pedesaan. Hanya tersedia
sejumlah kecil dokter praktek umum dan mereka tidak dapat memberikan pelayanan yang
komprehensif. Namun, ‘internal brain drain’ merupakan fenomena yang banyak disebut-
sebut di Thailand. Kebijakan Thailand untuk mempromosikan negara ini sebagai medical hub
di Asia menyebabkan para dokter terlatih dari fasilitas kehesatan umum di pedesaan memilih
untuk bergabung dengan rumah sakit swasta di perkotaan.
Page 15
Isi dari Reformasi Sektor Kesehatan
Reformasi Sektor Kesehatan memiliki empat tujuan:
i. Meningkatkan efisiensi sektor kesehatan – penggunaan fasilitas pelayanan
kesehatan secara mulai dari pelayanan tingkat pertama, pelayanan rujukan di tingkat kedua
dan ketiga, serta penggunaan Daftar Obat Esensial dan Model Kontrak Kapitasi untuk
membatasi biaya yang dikeluarkan.
ii. Mempromosikan kesetaraan – standardisasi paket asuransi (benefit) pada semua
skema, memastikan adanya akses yang setara pada pelayanan kesehatan, serta konvergensi
dan standardisasi dari tingkat penggunaan sumber daya.
iii. Memastikan adanya governance yang baik – dengan meminimalkan konflik
kepentingan melalui pembagian fungsi Penyedia-Pembeli, dimana BadanJaminan Kesehatan
Nasional berperan sebagai pembeli dan Kementrian Kesehatan Umum serta sektor swasta
berperan sebagai penyedia dan kontraktor.
iv. Memastikan kualitas pelayanan melalui suatu sistem akreditasi dan penilaian
penggunaan pelayanan.
Jaminan kesehatan semesta
Perlindungan kesehatan sosial yang diimplementasikan di Thailand sejak April 2002
dapat dibagi menjadi tiga kelompok – skema untuk pegawai pemerintahan, skema untuk
pegawai swasta dan skema untuk populasi masyarakat Thailand lain, yaitu mereka yang
berada pada sektor informal. Skema Jaminan kesehatan semestaberusaha memperbaiki
kualitas dari desain Asuransi Kesehatan Sosial di awal tahun 1990an. Tabel 3 menunjukkan
perbandingan antara Skema Jaminan kesehatan semestadengan Asuransi Kesehatan Sosial.
Page 16
Sebagaimana yang dapat dilihat dari tabel 4,jumlah populasi maksimal – 47 juta atau
76% populasi berada dalam naungan Skema Jaminan kesehatan semestayang disebut sebagai
Skema Kesejahteraan Sosial. Sistem ini terdiri atas suatu paket komprehensif termasuk
pelayanan rawat jalan, pelayanan pasien rawat inap, perawatan dengan biaya mahal,
penanganan kecelakaan dan kegawatan, pelayanan persalinan, dan pemeriksaan fisik tahunan,
serta pelayanan kesehatan pencegahan dan promotif yang diberikan berdasarkan pada sistem
kedokteran yang dibuat sendiri oleh Thailand. Obat-obatan diberikan sesuai Daftar Obat
Esensial Nasional. Tempat tidur pribadi, perawat khusus dan kaca mata tidak ditanggung.
Perawatan dengan biaya mahal serta kecelakaan dan kegawatan akan ditanggung
menggunakan sistem fee for service. Skema Jaminan kesehatan semestadibiayai melalui
pendapatan pajak umum. Tidak ada pembiayaan lain. Fasilitas kesehatan harus mendaftar
untuk bergabung dalam skema ini. Pihak yang ditanggung tidak dapat langsung
memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan tingkat kedua atau ketiga tanpa rujukan dari petugas
kesehatan tingkat pertama, kecuali pada kondisi kegawatan dan kecelakaan.
Apakah Karakteristik Utama dari Skema Jaminan kesehatan semesta?
Pelayanan kesehatan tingkat pertama merupakan mekanisme utama untuk
memberikan pelayanan pada kebijakan Jaminan kesehatan semestakarena dua alasan.
Pertama, pelayanan tingkat pertama dianggap sebagai posisi yang paling baik untuk
memberikan perawatan yang berkualitas berdasarkan pendekatan holistik. Lokasinya dekat
dengan masyarakat sehingga perawatan dapat lebih diterima dan dianggap sesuai secara sosio-
kultural. Kedua, sistem dengan pelayanan tingkat pertama sebagai penjaga gerbang dapat
menurunkan jumlah pengeluaran total untuk pelayanan kesehatan.
Sehingga, fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama adalah kontraktor dan unit
Page 17
utama untuk pencatatan keluarga. Fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama adalah
pemegang dana. Rujukan harus dilakukan oleh kontraktor pelayanan tingkat pertama serta
dibayar oleh kontraktor. Akses langsung pada fasilitas kesehatan tingkat kedua dan ketiga
harus dibayar sendiri oleh pasien, kecuali pada kondisi darurat seperti yang telah disebutkan
sebelumnya.
Di daerah pedesaan, Sistem Pelayanan Kesehatan Daerah adalah Kontraktor atau
Penyedia layanan kesehatan. Di daerah perkotaan, rumah sakit swasta dapat menjadi
Kontraktor. Terdapat sekitar 900 fasilitas kontraktor yang memberikan pelayanan berdasarkan
skema Jaminan kesehatan semesta. Kontraktor yang terdaftar akan memberikan pelayanan
gratis. Sebelumnya ada biaya tambahan sebesar 30 Baht yang harus dibayarkan pada
kunjungan pasien di klinik rawat jalan atau saat pasien akan dirawat inap. Pemerintah
menghapus kebijakan ini pada tahun 2006.
Hanya ada sedikit syarat eksklusi – bedah kosmetik, masalah kesehatan jiwa
(karena sudah ada Program Kesehatan Jiwa Nasional) dan Terapi Pengganti Ginjal. (Terapi
Pengganti Ginjal, Dialisis, dll. Mulai dimasukkan pada akhir tahun 2007.) Awalnya terapi
ARV tidak dimasukkan, namun mulai tahun 2003 sudah tersedia ART Universal untuk semua
orang yang hidup dengan HIV AIDS.
Pembayaran untuk penyedia layanan
Kapitasi untuk pelayanan pasien rawat jalan
Diberikan kapitasi ditambah biaya untuk pelayanan pencegahan dan promotif, misalnya,
untuk pap smear.
Jadwal pembayaran untuk biaya penanganan Kecelakaan dan Kegawatan akan
ditentukan oleh Badan Jaminan Kesehatan Nasional (NHSO)
Page 18
Anggaran Global ditambah Rumus Kapitasi untuk rawat inap yang disesuaikan dengan
kelompok diagnosis serta usia akan ditentukan di tingkat provinsi. Pengeluaran lain pada
skema Jaminan kesehatan semestaadalah biaya penggantian modal dan tanggung jawab yang
tidak didasarkan pada unsur kesalahan (no fault liability)seperti uang kompensasi yang
dibayar oleh NHSO untuk menyelesaikan klaim pasien yang berhubungan dengan masalah
pada praktek kedokteran.
Jumlah kapitasi ditentukan berdasarkan pada based perkiraan aktuaria, yang sudah
diperiksa ulang oleh para rekanan serta diperiksa secara eksternal oleh ILO.
Di tahun 2007 pemerintah menghabiskan sampai sebanyak 1988 Baht per kapita
menggunakan pendapatan pajak umum. Untuk Skema Jaminan kesehatan semesta, dihabiskan
sebanyak 1202 Baht per kapita.
Pencapaian dari Skema Jaminan kesehatan semesta
Menurut sebuah survei yang dilakukan oleh Badan Statistika Nasional di tahun
2003, 34% penerima Skema Universal berada pada quintil termiskin (Q1) dan 26% berada di
Q2. Sebaliknya, 39% dan 43% dari SSS dan CSMBS berada pada quintil terkaya (Q5),
sementara hanya 7% anggota Skema Jaminan kesehatan semestayang berada di Q5.
Terjadi peningkatan penggunaan pelayanan rawat jalan (OP) maupun rawat (IP).
Penggunaan pelayanan telah bergeser dari rumah sakit provinsi tingkat ketiga ke unit
pelayanan tingkat pertama dan rumah sakit daerah. Pelayanan kesehatan tingkat pertama
mulai digunakan secara efisien. Lihat Tabel 5. Tingkat penggunaan ini mengalami
peningkatan baik untuk pasien rawat jalan (OP) maupun rawat inap (IP).
Survei sosial-ekonomi yang dilakukan oleh Badan Statistika Nasional melaporkan
adanya penurunan insidensi pengeluaran kesehatan akibat bencana (dari 5.4% pada masa
Page 19
sebelum diberlakukannya Pembiayaan Universal menjadi 208% di tahun 2004) dan
kemiskinan akibat mahalnya tagihan biaya pelayanan kesehatan (dari 2.1% menjadi 0.5%).
Kesenjangan antara jumlah kapitasi yang diajukan dan disetujui juga semakin
berkurang.
Indeks Konsentrasi (CI) kontribusi finansial merupakan suatu indeks distribusi
pembayaran. Indeks berkisar dari -1 sampai +1. Nilai positif menunjukkan bahwa penduduk
yang kaya memiliki andil yang lebih besar dibandingkan penduduk miskin, nilai nol
menunjukkan bahwa semua penduduk membayar dalam jumlah yang sama tanpa melihat
kemampuan mereka untuk membayar. Bukti empiris menunjukkan bahwa total pembiayaan
kesehatan di Thailand nampak cukup progresif dengan CI sebesar 0.5929. Pajak langsung
adalah sumber yang paling progresif untuk pembiayaan pelayanan kesehatan dengan CI
sebesar 0.9057,sementara pajak tak langsung dan kontribusi asuransi sosial menunjukkan
progresi yang paling rendah dengan CI sebesar 0.57. CI untuk pajak umum (langsung dan tak
langsung sebesar 0.6996, yang dianggap memuaskan (Tangcharoensathien dkk, 2007)
Kesehatan Reproduksi dan Seksual terkait Cakupan jaminan kesehatan semesta
Sebelum Reformasi
Pelayanan Kesehatan Reproduksi telah diintegrasikan ke dalam sistem kesehatan
nasional di Thailand. Serangkaian pelayanan kesehatan reproduksi ini umumnya disediakan
oleh pusat kesehatan kecamatan, kabupaten, rumah sakit provinsi, serta penyedia layanan
kesehatan swasta. Kebijakan pengendalian penduduk di Thailand sudah diterapkan sejak
tahun 1970 dan negara ini telah mencapai angka kesuburan di bawah tingkat penggantian.
Kebijakan populasi yang diterapkan saat ini lebih difokuskan untuk memenuhi kebutuhan
kesehatan reproduksi dasar dan kesejahteraan individu. Thailand juga memiliki Kebijakan
Page 20
Kesehatan Reproduksi (1997) yang menyatakan bahwa semua warga negara Thailand, dari
semua usia, harus memiliki kesehatan reproduksi yang baik selama masa hidupnya. Hal ini
dapat dicapai dengan ‘memperbaiki akses, kesetaraan, hak untuk menentukan pilihan pada
pelayanan kesehatan reproduksi.’ (Tangcharoesathien dkk. 2002)
Pelayanan kesehatan seksual dan reproduksi dibagi menjadi dua kategori: preventif dan
kuratif. Pelayanan preventif dan promotof meliputi: pendidikan seksual dan perawatan
kesehatan reproduksi remaja, keluarga berencana. Pelayanan kuratif meliputi pelayanan
obstetri darurat, terapi infeksi saluran reproduksi dan kanker, membatasi jumlah aborsi yang
diijinkan menurut undang-undang, komplikasi dari aborsi yang tidak aman, infertilitas, dan
perawatan untuk menopause. Promosi kesehatan reproduksi dan pendidikan seksual untuk
remaja diterapkan melalui fasilitas kesehatan, sekolah, dan tempat kerja menggunakan media
massa. Thailand telah menunjukkan hasil yang sangat baik dalam memberikan edukasi HIV-
AIDS, kampanye hubungan seksual yang aman dan promosi penggunana kondom. Program
keluarga berencana juga berhasil dilaksanakan dengan Angka Prevalensi Kontrasepsi
meningkat sampai 79.2% di tahun 2000 (Tangcharoesathien dkk. 2002) dan Angka Kesuburan
Total menurun sampai 1.9. Perawat dan bidan di pusat kesehatan kecamatan dan rumah sakit
daerah adalah tulang punggung pelayanan kesehatan maternal. Di tahun 2001, angka
mortalitas maternal di Thailand adalah sebesar 28 per 100.000 kelahiran hidup, standar empat
kali kunjungan perawatan ante natal untuk semua wanita hamil dapat tercapai pada 92.9%
wanita dan 97.9% dari semua persalinan dilakukan oleh petugas kesehatan terlatih
(Tangcharoesathien 2002).Penanganan infertilitas tidak menjadi prioritas bagi sistem
pelayanan kesehatan masyarakat karena keyakinan para penentu kebijakan bahwa infertilitas
merupakan masalah dari orang kaya dan perlu dibiayai sendiri serta diserahkan sepenuhnya
Page 21
pada pasar swasta. Perawatan untuk menopause yang dibiayai oleh pemerintah, seperti terapi
sulih hormon – dibatasi hanya di daerah perkotaan saja. Cakupan skrining kanker payudara
adalah sebesar 20%. Walaupun pedoman nasional sudah menyarankan dilakukannya skrining
Pap Smear sekali setahun selama tiga tahun berturut-turut untuk semua wanita berusia lebih
dari 35 tahun, dilanjutkan tiap tiga tahun sekali bila semua hasil pemeriksaan nampak normal,
cakupan skrining ini masih kurang dari 40%.
Sebelum adanya Cakupan jaminan kesehatan semesta, skema PWS dan skema VHC
tidak membatasi jumlah persalinan yang dapat ditanggung. Namun, setelah diberlakukannya
Jaminan kesehatan semesta, hanya dua kali persalinan saja yang akan ditanggung. Wanita
yang melahirkan lebih dari dua anak tidak dapat memperoleh perawatan obstetri gratis.
Wanita miskin mungkin akan perlu membayar sendiri biaya pelayanan untuk persalinan
ketiga atau lebih.
Penulis berpendapat bahwa kesadaran akan hak dan manfaat dari jaminan kesehatan
nampak memainkan peranan penting dalam penggunaan pelayanan kesehatan. Pelayanan
preventif seperti skrining kanker, pendidikan seksual dan konseling sebelum pernikahan
masih memerlukan lebih banyak usaha edukasi.
Pasien tidak menunjukkan adanya permintaan atau menggunakan pelayanan secara
adekuat. Pelayanan ini mecakup, misalnya, skrining untuk kanker serviks dan payudara;
pendidikan seksual; promosi kondom; keluarga berencana dan pencegahan kehamilan yang
tidak terencana; konseling sebelum pernikahan dan pemeriksaan HIV sukarela. Berbagai
pelayanan ini memiliki manfaat sosial yang positif untuk pengendalian penyakit, namun hal
ini tidak disadari dan diharapkan secara efektif oleh pasien. Intervensi seperti ini cenderung
Page 22
jarang digunakan, bahkan saat biayanya murah serta memiliki manfaat yang positif. Pembuat
kebijakan perlu memicu konsumsi dari jenis pelayanan semacam ini dengan memberikan
informasi serta edukasi, serta memberikan insentif untuk petugas kesehatan. Biaya yang
dibayarkan untuk tiap pelayanan yang dilakukan umumnya dapat memberikan sinyal yang
lebih kuat bagi petugas kesehatan dibandingkan dengan kapitasi. Gaji tambahan saat dokter
dapat memenuhi target jumlah skrining kanker serviks, misalnya, dapat menjadi salah satu
pilihan pembayaran yang menarik.
Petugas kesehatan yang terikat kontrak jangka panjang dengan sistem kapitasi
sebaiknya melakukan pelayanan preventif karena nantinya hal ini dapat mengurangi biaya
pengobatan pasien dalam jangka panjang. Kompetisi dapat meningkatkan kualitas pemberian
pelayanan yang diberikan. Pengawasan dari konsumen juga dapat mempertahankan standar
kualitas pelayanan. Sehingga, regulasi dianggap sangat penting. Sistem untuk menyelesaikan
masalah dan keluhan dari pengguna harus dikembangkan dengan baik dan dipaparkan secara
jelas pada kontrak. Tabel 7 memaparkan berbagai pendapat tersebut.
Berbagai mekanisme ini akan mendukung konsumen untuk memilih petugas kesehatan
yang mereka inginkan dan meningkatkan respon petugas kesehatan terhadap harapan dari
konsumen, sehingga akan merubah posisi kekuatan dalam hubungan antara pengguna dan
penyedia jasa.
Teerawattananon dan Tangcharoensathien berpendapat bahwa pelayanan SRH
yangtidak ditawarkan pada paket awal (seperti terapi infeksi HIV, pelayaan aborsi) perlu
dipertimbangkan dan kita perlu menyediakan sumber daya tambahan yang diperlukan. Penulis
mengutip data yang menyatakan bahwa aborsi merupakan penyumbang terbesar (36%) dari
Page 23
beban maternal.
Sebagian besar masalah disebabkan oleh infertilitas yang terjadi setelah menjalani
abortus septik yang tidak aman. Berdasarkan pada Survei Pemeriksaan Kesehatan Nasional
tahun 1999, Kelompok Kerja memperkirakan bahwa dilakukan total 0.3 juta aborsi per tahun.
74% induksi aborsi dilakukan di luar rumah sakit, dan 71% diantaranya tidak dilakukan
petugas kesehatan, sering kali dengan memberikan larutan garam hipotonik atau hipertonik.
Hal ini disebabkan karena fakta bahwa aborsi, kecuali pada kasus perkosaan dan saat
kehamilan dianggap membahayakan kesehatan ibu, masih dianggap ilegal.
Terdapat sejumlah kebutuhan untuk pelayanan kesehatan tertentu, namun hal ini tidak
diungkapkan oleh konsumen, karena alasan pribadi, dan tidak ditawarkan pada paket.
Pelayanan pada kelompok ini meliputi program pencegahan kekerasan seksual dan
kekerasan terkait jenis kelamin dengan meningkatkan kewaspadaan konsumen untuk
mengajukan permintaan.
Tidak ada perubahan yang bermakna pada paket UC, terutama, pada paket SRH.
Cakupan paket SRH ditentukan berdasarkan pada skema sebelumnya tanpa adanya
perubahan, namun alokasi dana per kapita untuk UC nampak jauh lebih tinggi dari skema
kesejahteraan masyarakat sebelumnya