Top Banner
“PANDANGAN REFORMER TERHADAP SAKRAMEN” Diajukan Sebagai Tugas Terstruktur Mata Kuliah PPKM Jurusan Perbandingan Agama Semester VI Disusun oleh: Aldi Nugraha Muh. Fadzil Zainudin Siti Maftuhah JURUSAN PERBANDINGAN AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG 2013
32

Reformasi Kristen

Jan 29, 2023

Download

Documents

Luthfi Abdullah
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Reformasi Kristen

“PANDANGAN REFORMER TERHADAP SAKRAMEN”

Diajukan Sebagai Tugas Terstruktur Mata Kuliah PPKM Jurusan

Perbandingan Agama Semester VI

Disusun oleh:

Aldi Nugraha

Muh. Fadzil Zainudin

Siti Maftuhah

JURUSAN PERBANDINGAN AGAMA

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG

2013

Page 2: Reformasi Kristen

KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmanirrohim.

Teriring salam dan doa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa

yang telah memberikan kami kesehatan sehingga masih bisa

menikmati segarnya udara sampai saat ini. Begitupun pada

kekasihNya yang senantiasa membagikan ilmunya pada kami

semua sampai kita bisa sampai pada abad peradaban ini,

Muhamad SAW.

Kepada kedua orang tua kami juga yang senantiasa

memberkati kami dengan doa-doa ijabahnya, sehingga kami

masih bisa menjadi salah satu generasi penerus

kesuksesan. Dan kepada bapak dosen mata kuliah yang

senantiasa memberikan ilmunya untuk menambah khazanah

keilmuan kami. Dan tidak lupa untuk semua sahabat –

sahabat yang selalu medukung kami dan senantiasa berbagi

ilmu bersama untuk menjadi insan cendikia yang bijaksana.

Terimakasih.

Tak ada sesuatu pun yang sempurna di dunia ini. Karena

itulah pasti masih banyak kekhilafan yang kami lakukan

dalam penulisan makalah ini. Kritik dan saran selalu kami

nantikan agar menjadi pembaikan bagi kami dalam setiap

pembelajaran hidup yang kami jalani.

i

Page 3: Reformasi Kristen

Alhamdulillah.

Bandung, 2013

Penyusun

ii

Page 4: Reformasi Kristen

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................iDAFTAR ISI.............................................iiBAB 1 PENDAHULUAN.......................................11.1 Latar Belakang....................................11.2 Rumusan Masalah...................................21.3 Tujuan Penulisan..................................2

BAB 2 PEMBAHASAN........................................32.1 Pengertian........................................32.2 Pandangan Reformer Terhadap Sakramen..............4

2.2.1 Marthin Luther....................................42.2.2 Ulrich Zwingli.....................................62.2.3 Yohanes Calvin...................................11

BAB 3 PENUTUP..........................................163.1 Analisis.........................................163.2 Kesimpulan.......................................16

DAFTAR SUMBER..........................................18

iii

Page 5: Reformasi Kristen

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Istilah reformasi dalam perkembangan ajaran Kristen

ini lebih ditujukan pada pemikiran Luther yang saat itu

mencoba untuk mengkritik gereja dengan menempelkan 95

hasil tesisnya di pintu utama gereja, dan dibaca oleh

para umat yang akan beibadat saat itu. Ini terjadi di

Witternbeg, Jerman. Sejak itulah, aksi reformasi mulai

mendapat perhatian dan respon serius dari pihak gereja,

walaupun pada masa-masa sebelumnya juga aksi reformasi

seperti ini telah dilakukan oleh beberapa pihak namun

tidak mendapatkan respon dari gereja. Karena itulah,

istilah reformasi ini lebih dikenal para ilmuan ini

dengan “Reformasi Jerman”, atau “Reformasi Lutherian”.

Sedangkan untuk gerakan reformer sebelum Luther lebih

dikenal dengan istilah anachronism.

Setelah muncul gerakan reformasi, istilah khatolik

menjadi berubah, yang tadinya umum ditujukan untuk semua

gereja, menjadi hanya untuk gereja Kristen yang

tradisional. Sedangkan untuk aliran Kristen yang

merupakan hasil dari reformasia, berubah menjadi Kristen

protestan. Istilah protestan in diambil dari sikap keenam

pangeran dari 14 kota di Jerman yang melakukan aksi

1

Page 6: Reformasi Kristen

protes terhadap gereja karena telah melampaui batas-batas

wilayah pribadi kehidupan mereka, sehingga mereka tidak

kerasan dan meminta untuk melepaskan diri dari belenggu

gereja. Sejak saa itulah (1529) mereka dinamai sebagai

golongan protestan.

Berlanjut dari gerakan reformasi yang dibawa oleh

Luther, kemudian dilanjutkan oleh Zwinglli yang merupakan

salah satu pelopor reformasi di Swiss, hingga kemudian

dilanjutkan oleh Calvin, seorang sarjana dari Geneva.

Dari merekalah aksi reformasi Kristen semakin berkembang

dan memperoleh nilainya dalam kehidupan manusia yang

semakin berkembang. Sampai pada pergerakan selanjutnya,

dengan semangat pembaharuan yang dibawa oeh para

reformer, aliran-aliran protestan ini semakin berkembang

biak menjadi banyak gereja pecahan yang tersebar

disekitar daerah Amerika Serikat, Amerika Utara, dan

Inggris. Ini merupakan cita-cita utama para reformer,

yakni mengembalikan fungsi gereja pada ajaran-ajaran yang

asli (Al Kitab), seperti yang diucapkan Calvin dalam

semboyannya “Eclesia Reformata, simper reformanda”, Eclesia Reformata,

simper reformanda”, yang artinya adalah gereja-gereja

reformasi harus terus membangun kembali.1 Sejak saat itu,

maka aliran-aliran dalam Kristen mengalami banyak

1 HM. Arifin. Menguak Misteri Ajaran Agama-Agama Besar. Jakarta: Golden Terayon Press. Hal: 158.

2

Page 7: Reformasi Kristen

perkembangan yang pesat, dan juga banyak pembaharuan

dalam hal sakramen dan ibadat di dalamnya pula.

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang permasalahan yang telah dijabarkan

di atas, maka dapat dirumuskan beberapa masalah yang akan

dibahas dalam penulisan makalah ini, antara lain:

a. Bagaimana konsep ajaran reformasi para reformer?

b. Apa saja sakramen yang mendapat reformasi dari

ajaran Reformer?

c. Bagaimana perkembangan ajaran reformasi para

reformer?

1.3 Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah yang telah disebutkan di

atas, maka tujuan dari penulisa makalah ini adalah

sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui bagaimana konsep ajaran reformasi

para reformer?

b. Untuk mengetahui apa saja sakramen yang mendapat

reformasi dari ajaran Reformer?

c. Untuk mengetahui bagaimana perkembangan ajaran

reformasi para reformer?

3

Page 8: Reformasi Kristen

BAB 2 PEMBAHASAN

2.1 Pengertian

Sakramen adalah ritus agama Kristen yang menjadi

perantara menyalurkan rahmat ilahi. Kata sakramen berasal

dari bahasa Latin Sacramentum yang secara harfiah berarti

menunjukan suci. Salah satu contoh penggunaan kata

sakramen adalah sebagai sebutan untuk sumpah bakti yang

diikrarkan para prajurit Romawi. Istilah ini kemudian

digunakan oleh gereja dalam pengertian harfiahnya bukan

dalam pengertian sumpah tadi. Dalam tradisi kekristenan

barat, sakramen kerap diartikan sebagai tanda yang

terlihat, yakni kulit luar yang membungkus isinya, yaitu

rahmat rohaniah (walaupun tidak semua sakramen diterima

gereja sebagai sebagai sakramen).

Terdapat beberapa sakramen yang diakui dalam Kristen

khatolik, yakni pembatisan, ekaristi, imamat, rekonsiliasi, pengurapan

orang sakit, dan pernikahan. Kebanyakan dari sakramen-sakramen

ini digunakan sejak masa apostolic dalam gereja, tetapi

perkawinan misalnya baru diakui sebagai sakramen sejak

abad sekarang. Beberapa gereja tidak menganggap beberapa

dari sakramen itu sebagai sakramen. Seperti halnya

gereja-gereja reformasi yang hanya menerima sakramen

baptisan dan ekaristi saja sebagai sakramen yang

4

Page 9: Reformasi Kristen

diperintahkan yang mendasar dan yang utama, yang

dianugerahkan bagi keselamatan kita. Sehingga dalam

perkembangan keyakinan khatolik , sakramen ini terbagi

menjadi tiga kelompok, yakni:

a. Sakramen inisiasi, yakni sakramen yang merupakan dasar

kehidupan kristen, yang terdiri dari baptis, krisma,

dan ekaristi.

b. Sakramen penyembuhan, yakni terdiri dari pengakuan

dosa (rekonsiliasi) dan pengurapan orang sakit.

c. Sakramen panggilan, yakni terdiri dari imamat dan

perkawinan.

Banyak orang protestan mengatakan dan percaya bahwa

baptisan hanyalah sebuah symbol. Berbeda dengan gereja

katholik yang memaknai baptisan tidak hanya sebagai

symbol saja, namun sebagai sebuah sakramen. Baptisan

menurut gereja khatolik berarti membuat kita terlahir

menjadi baru. Beberapa dalil tentang dasar pemikiran ini

antara lain adalah Yohanes 3:5, Kisah para Rasul 2: 38,

Titus 3: 5, Kisah para Rasul 22: 16.

2.2 Pandangan Reformer Terhadap Sakramen

2.2.1 Marthin Luther

Gereja Lutheran mengakui dua sakramen: Pembaptisan dan

Perjamuan Kudus. Katekismus Lutheran mengajarkan bahwa

5

Page 10: Reformasi Kristen

pembaptisan adalah karya Allah, berlandaskan perkataan

dan janji Kristus; sehingga dilayankan baik bagi bayi

maupun orang dewasa. Gereja Lutheran percaya bahwa roti

dan anggur dalam perjamuan kudus adalah sungguh-sungguh

tubuh dan darah Kristus yang dianugerahkan kepada umat

Kristiani untuk dimakan dan diminum, yang diperintahkan

oleh Kristus sendiri.

Banyak Kaum Lutheran yang melestarikan pendekatan

liturgis terhadap Ekaristi. Komuni Kudus (atau Perjamuan

Tuhan) dipandang sebagai tindakan sentral dari pemujaan

Kristiani. Gereja Lutheran percaya bahwa roti dan anggur

dalam perjamuan kudus hadir bersama dengan tubuh dan

darah Yesus, bukannya menggantikan atau melambangkan

tubuh dan darah-Nya belaka. Mereka mengaku dalam Apologi

dari Pengakuan Augsburg:

“…kami tidak menghapuskan Misa namun secara rohaniahmempertahankan dan membelanya. Di kalangan kami Misadirayakan setiap Hari Tuhan dan pada hari-hari rayalainnya, bilamana Sakramen itu disediakan bagi orang-orang yang hendak mengambil bagian darinya, setelahmereka diperiksa dan diampuni. Kami jugamempertahankan bentuk-bentuk liturgis tradisional,seperti urut-urutan dalam pembacaan Alkitab, doa-doa,busana liturgi, dan hal-hal serupa lainnya." (Apologidari Pengakuan Augsburg, Artikel XXIV.1)”

6

Page 11: Reformasi Kristen

Dalam tulisannya yang kedua, "The Babylonian Captivity

of the Church", Luther memfokuskan perhatiannya pada

masalah-masalah lain dengan kekristenan Abad Pertengahan.

Jika tulisan pertamanya menyerang struktur hierarki

gereja, maka yang kedua adalah untuk menentang penempatan

sakramen gereja di bawah kendali total para rohaniwan.

Dengan melakukan hal ini, gereja berada di bawah tawanan

hierarki tersebut, sama seperti orang-orang Babel menawan

orang-orang Yahudi pada abad keenam SM. Luther

berpendapat bahwa Kristus hanya melembagakan dua sakramen

selama pelayanannya di bumi, yaitu Baptisan dan Perjamuan

Kudus.

Namun, para pemimpin gereja pada Abad Pertengahan,

tanpa dukungan alkitabiah, telah menambahkannya sampai

tujuh. Di samping itu, para teolog Abad Pertengahan

menempatkan hierarki pejabat gereja untuk memegang

kendali atas sakramen-sakramen. Lagipula, para rohaniwan

telah menyalahgunakan otoritas ini dengan menegaskan

bahwa jasa yang menyelamatkan orang-orang dari dosa-dosa

mereka diberikan hanya melalui sakramen-sakramen

tersebut.

Luther juga menolak posisi Abad Pertengahan bahwa

nilai satu-satunya dari suatu sakramen terletak dalam

hubungannya dengan jasa-jasa yang terkumpul yang

7

Page 12: Reformasi Kristen

disalurkan melalui para rohaniwan yang melakukan

sakramen. Sebaliknya, Luther menegaskan, nilai dari

sakramen-sakramen terletak pada janji Allah. Dengan

demikian, Allah sendiri, bukan kaum rohaniwan, yang

memberikan anugerah-Nya, bukan menurut perbuatan yang

berjasa, tetapi menurut iman orang percaya tersebut

kepada janji firman Allah. Karena itu, Luther setuju

bahwa sakramen penting karena mengomunikasikan anugerah

Allah kepada orang-orang yang ambil bagian dalam

sakramen. Tetapi pengakuan dosa dan hidup saleh lebih

penting dari partisipasi ritualistis dalam sakramen-

sakramen. Jadi, Luther secara tajam menyingkirkan

pandangan Abad Pertengahan tentang kehidupan Kristen yang

bertumpu terutama pada partisipasi dalam kehidupan

sakramen gereja institusional. Allah menetapkan sarana-

sarana anugerah yang lain di samping sakramen-sakramen

yang harus dipelihara oleh semua orang percaya dalam

hubungan dengan Allah, seperti doa dan pembacaan Alkitab.

Tulisan Luther yang ketiga, "Freedom of the Christian

Man", barangkali adalah yang terbaik dalam meringkaskan

teologinya. Tulisan ini adalah suatu pernyataan klasik

Reformasi tentang natur kehidupan Kristen, khususnya

tentang hubungan antara hukum dan iman dalam pengalaman

Kristen. Orang-orang Kristen bebas dalam pengertian bahwa

mereka tidak lagi terikat untuk menaati Perjanjian Lama

8

Page 13: Reformasi Kristen

untuk menegakkan suatu hubungan yang benar dengan Allah.

Sebaliknya, orang-orang Kristen dibenarkan melalui iman

kepada Kristus, yang diberi oleh Allah sebagai suatu

karunia yang cuma-cuma. Perbuatan seseorang sama sekali

tidak ada nilainya untuk memperoleh keselamatan.

Manusia ditebus bukan karena perbuatan baik mereka

sendiri, tetapi karena kematian Kristus bagi mereka di

atas salib. Orang-orang yang mengakui bahwa Kristus

menanggung dosa mereka dan menerima Kristus sebagai Tuhan

dan Juru Selamat mereka memunyai kebenaran Kristus yang

diimputasikan kepada mereka. Pada saat yang sama, setiap

orang Kristen terikat pada sesamanya oleh hukum kasih.

Perbuatan baik tidak membenarkan seseorang dalam

pemandangan Allah. Namun, perbuatan baik adalah hasil

dari pembenaran, yang dilakukan orang-orang Kristen dari

keinginan spontan untuk menaati kehendak Allah. Jadi,

Luther menyajikan suatu pandangan Reformed tentang

hubungan antara Taurat dan Injil, yang secara tajam

berbeda dengan pandangan dominan yang diekspresikan dalam

penjualan surat indulgensi dan iman kepada perbendaharaan

jasa.

2.2.2 Ulrich Zwingli

Ia adalah seorang doctor biblicus (pakar Alkitab) yang

independen dari Luther. Dia juga adalah seorang pemimpin

9

Page 14: Reformasi Kristen

Reformasi Swiss sekaligus pendiri Gereja Reformasi Swiss

pada tahun 1523. Sumbangsihnya terhadap pemikiran

reformasi ini kurang popular, karena memang masa kejayaan

pemikiranya ini berbarengan dengan masa popularitas

Luther di Jerman, sehingga public lebih terpaku pada

pemikiran reformasi Luther yang pada saat itu memang

tidak terlalu bertentangan dengan gereja khatolik, karena

lebih menekankan pada cara berpikir para bapa gereja dan

juga umat Kristen. Berbeda dengan dirinya yang lebih

memfokuskan gerakan reformasinya terhadap perilaku dalam

gereja, termasuk menghilangkan beberapa sakramen yang

sudah menjadi legalitas khatolik dalam menjalani

kehidupan beragamanya, juga mengganti system pembaptisan

yang diberikan pada setiap bayi yang ada dalam komunitas

Kristen. Terdapat dua pandangan reformasi Zwingli ini

dalam memperbaharui kehidupan gereja, antara lain:

2.2.2.1 Pandangan Zwingli tentang Kehadiran Nyata Kristus dalam

Ekaristi

Pemikiran reformasi Zwingli terhadap sakramen ini

dimulai dari sejak ia menerima sebuah surat yang berasal

dari Zurich (1523), yakni tentang kritikan radikal

Cornelius Hoen terhadap tulisan seorang tokoh humanis

penting, yakni Wessel Gansfort (1420-1489) yang membahas

tentang sakramen ekaristi (perjamuan kudus) dan juga

10

Page 15: Reformasi Kristen

penolakanya terhadap ajaran transubtansiasi juga ide tentang

persekutuan spiritual antara kristus dan orang percaya.2

Dalam perjuangan reformasi Zwingli, ia menekankan

bahwasanya kepercayaan akan perwujudan kehadiran Yesus

dalam perjamuan kudus itu, bukanlah dalam wujud yang

sebenarnya, namun itu hanyalah sebuah simbolisasi belaka

karena sesungguhnya Yesus telah berada di sisi kanan

Allah dan tidak mungkin untuk hadir bersama umat dalam

perjamuan itu. Menurutnya Perjamuan Malam adalah

“perjamuan peringatan” yang gembira dan pengucapan syukur

umum atas segala pemberian yang Kristus berikan kepada

kita.3

Pemikiranya tentang hal ini, seperti tercantum dalam

sebuah istilah dalam al kitab yang merupakan kata-kata

terakhir Yesus dalam perjamuan terakhirnya “hoc est corpus

meum”, yang artinya “inilah tubuhku”. Menurut pandangan

Zwingli kata-kata ini tidak bisa dimaknai secara harfiah,

namun harus secara meteforis, yakni yang berarti

“menandakan” bukan “adalah”. Bahwasanya dalam pemaknaan

kehadiran Yesus dalam perjamuan kudus itu bukanlah berupa

kehadiran secara fisik, yakni bahwa dimanapun Yesus

berada sekarang, Ia tidak hadir dalam ekaristi.

2 Alister E. Mc Grath. Sejarah Pemikiran Reformasi. Jakarta: Gunung Mulia. Hal: 224.3 Abineno, J. L. Ch. Ulrich Zwingli: Hidup, Pekerjaan, dan Ajarannya. Jakarta: BPK Gunung Mulia. 1993. Hal: 57.

11

Page 16: Reformasi Kristen

Sedangkan untuk ritual anggur dan roti yang

digambarkan sebagai darah dan tubuh Yesus itu, menandakan

bahwa pada dasarnya itu adalah symbol dari diri Yesus,

bukan berarti kita memakan dan meminum daging dan darah

Yesus seperti yang ia katakan saat perjamuan terakhirnya

dulu, namun hanya sebuah contoh atau symbol akan

pengenangan terhadap dirinya agar menjadi teladan bagi

umatnya. Berbeda dengan Luther yang memaknai kehadiran

Yesus dengan makna bahwa saat umat memakan roti atau

meminum anggur, itu berarti bahwa mereka menerima Yesus

dalam diri mereka.4

Dalam pelaksanaan reformasi Zwingli ini, ia

menghilangkan ritual Misa dalam tradisi Kristen khatolik.

Menurutnya kebiasaan Misa yang dilaksanakan setiap minggu

itu adalah sebuah ajaran dari perjanjian lama, begitu

juga dengan music-musik yang menjadi latar pelaksanaan

Misa di gereja-gereja khatolik. Oleh Zwingli system itu

dihapuskan dan diganti dengan pelaksaan komuni sederhana

yang hanya dilakukan sebanyak tiga atau empat kali dalam

setahun, dan dalam pelaksanaanya tidak ada unsure music,

juga perabot-perabot yang digunakan pun dari bahan-bahan

sederhana, seperti cawan, piring, dan gelas yang terbuat

dari kayu. Menurutnya ini lebih bermakna kesederhanaan

4 Op. Cit. hal: 223-227.

12

Page 17: Reformasi Kristen

seperti yang dicontohkan Yesus, tanpa harus membedakan

derajat pendeta dengan umat.5

2.2.2.2 Pandangan Zwingli Tentang Baptisan Anak

Baptisan anak merupakan sebuah rangkaian sakramen yang

dilaksanakan oleh para umat khatolik. Dalam pemaknaanya,

baptisan anak ini memiliki makna dan tujuan seperti

halnya sunat dalam perjanjian lama yangmerupakan bukti

dan tanda perjanjian Tuhan Allah dengan umatNya.

Sedangkan untuk perjanjian baru, perjanjian itu

digantikan dengan ritual baptis. Baptisan di sini juga

bermakna sebagai upaya penebusan dosa manusia, yang

padahal bayi di sini belum memiliki dosa yang

dilakukanya, selain daripada dosa turunan yang dibawa

Adam. Apakah di sini anak seorang yang percaya juga

termasuk pada orang yang percaya, sehingga harus

dibaptis?6

Terdapat pertentangan dalam pelaksanaan ritual

sakramen ini, bahwasanya ajaran tentang baptisan anak ini

tidak disebutkan dalam perjanjian baru. Dalam perjanjian

baru hanya disebutkan bahwa mereka yang dibaptis adalah

seorang manusia yang percaya saja, tidak ada

pengklasifikasian bahwa seorang anak itu termasuk pada

5 Loc. Cit.6 Dr. Harun Hadiwidjono. 1995. Iman Kristen. Jakarta: Gunung Mulia. Hal: 450.

13

Page 18: Reformasi Kristen

orang percaya. Cukuplah saja kiranya jika orang beriman

itu hanya menyerahkan anaknya kepada Kristus dengan

melakukan beberapa upacara penyerahan dengan melayankan

berkat serta janji-janji Tuhan Allah yang berhubungan

dengan hidup kekristenan.7

Inilah yang menjadi salah satu hal yang sangat genting

dalam perjuangan reformasi Zwingli. Di sini bahwasanya

baptisan yang merupakan penghapus dosa asal atau bawaan

bagi anak-anak, tetap saja tidak akan mampu untuk

mendemontrasikan iman dalam diri mereka. Dari praktek

ini, pemikiran reformasi Zwingli mendapatkan sebuah ide

tentang baptisan anak, jika dihubungkan dengan praktik

sunat dalam tradisi Israel di Perjanjian Lama.

Bahwasanya dalam Perjanjian Lama ini, praktik sunat

pada anak-anak itu ditujukan sebagai tanda untuk

keanggotaan mereka dalam umat Israel. Sunat ini bermakna

bahwa anak yang telah di sunat itu telah terhisab ke

dalam persekutuan perjanjian. Anak itu telah dilahirkan

kembali ke dalam satu komunitas yang kini memilikinya.

Menurut Zwingli, dalam gereja Kristen baptisan ini juga

bisa disepadankan dengan praktek sunat itu yang merupakan

bentuk keanggotaan baru seorang umat. Namun praktek

baptisan ini menurutnya lebih lembut daripada sunat yang

dilakukan oleh umat Israel, karena dalam baptisan tidak7Ibid. 451.

14

Page 19: Reformasi Kristen

menimbulkan rasa sakit ataupun pertumpahan darah, selain

itu juga lebih bersifat inklusif karena dalam pembaptisan

ini tidak hanya diperuntukan bagi bayi laki-laki saja,

namun juga bisa dilakukan pada bayi perempuan, sehingga

lebih bersifat adil dan menyeluruh, sesuai dengan

karakter Zwingli yang humanis dan rasional.

Hubunganya dengan pendemontrasian iman dalam sakramen,

praktek baptisan terhadap bayi ini dalam gereja Kristen

juga bisa bisa dimaknai sepadan, dengan adanya baptisan

ini menurut Luther juga merupakan sebuah bentuk

pendemontrasian iman seorang bayi dari orang percaya

kepada khalayak umum akan keterhisabanya untuk menjadi

anggota komunitas itu.

Konsep pemikiran Zwingli tentang penyatuan antara

gereja dengan Negara ini juga bisa dihubungkan dengan

praktek sakramen ini. Bahwasanya ungkapan “sebuah kota

Kristen juga merupakan sebuah gereja Kristen”, bermakna

bahwa bentuk pelaksanaan sakramen yang merupakan bentuk

kesetiaan, tidak hanya pada gereja saja namun juga kepada

masyarakat kota yang dalam hal ini Zurich yang merupakan

tempat berkembangnya pemikiran Zwingli. Baptisan baginya

juga merupakan sesuatu yang penting karena dalam baptisan

itu terkandung sebuah criteria kesetiaan seseorang

terhadap gereja, begitu pun dengan Negara, bahwa manusia

15

Page 20: Reformasi Kristen

yang melarang anakanya untuk dibaptis berarti mereka

menolak untuk setia pada Negara. Dari pendapatnya ini

pemikiran reformasi Zwingli ini lebih dikenal dengan

istilah “Reformasi Magisteral” yang menunjukan adanya

hubungan yang erat antara pemerintah dan gerakan

reformasi ini.8

2.2.2.3 Perbedaan Pemikiran Zwingli dengan Luther

Terdapat beberapa perbedaan yang sangat mendasar dalam

cara pandang pemikiran reformasi antara Luther dan

Zwingli, antara lain:

- Keduanya menolak tentang skema sacramental abad

pertengahan yang mengidetifikasikan ada tujuh

sacrament dalam ritual Kristen. Para reformer ini

sepakat bahwa hanya dua sakramen saja yang sah

dilakukan oleh gereja, yakni ekaristi dan baptisan.

- Luther menganggap bahwa firman Allah dan sakramen-

sakramen memiliki hubungan yang sangat erat dan

tidak bisa terpisahkan karena keduanya member

kesaksian tentang Yesus kristus dan menyampaikan

kekuasaan dan kehadiranNya, sehingga mampu untuk

menciptakan iman. Sedangkan Zwingli berpendapat

bahwa firman dan sakramen sama sekali berbeda, bahwa

firman itulah yang mendatangkan keimanan, sedangkan

8 Alister E. Mc Grath. Sejarah Pemikiran Reformasi. Jakarta: Gunung Mulia. Hal: 229-231.

16

Page 21: Reformasi Kristen

sakramen hanya mendemontrasikan iman ke khalayak

umum.

- Bagi Luther, baptisan terhadap anak dapat

menghasilkan dalam diri seorang bayi. Sedangkan

menurut Zwingli karena sakramen itu adalah suatu

bentuk demontrasi kesetiaan terhadap komunitas, maka

baptisan terhadap bayi menunjukan bahwa seorang bayi

itu terhisab ke dalam suatu komunitas.

- Luther tetap mempertahankan tradisi “Misa”, asalkan

tidak disalahpahami dengan menjadikanya suatu kurban

dan membenarkan untuk dirayakan secara mingguan.

Namun Zwingli berbeda, ia menghapuskan “Misa” dari

daftar sakramen, dan menggantinya dengan perjamuan

kudus yang hanya dilaksanakan empat kali dalam

setahun.

- Keduanya sama-sama menolak tentang ajaran

transubtansiansi abad pertengahan. Namun

perbedaanya, bahwa Luther lebih condong pada

landasan-landasan Aristotelianya dan bersedia

menerima ide-ide dasar yang melandasinya, yakni

bahwa kehadiran kristus nyata dalam ekaristi.

Sedangkan Zwingli menolak keduanya yakni ide dan

istilahnya, bahwa kristus diperingati

ketidakhadiranNya dalam ekaristi.9

9 Ibid. Hal: 232-233.

17

Page 22: Reformasi Kristen

2.2.3 Yohanes Calvin

Calvin mengawali penjelasannya tentang sakramen dengan

memberikan definisi apa artinya sakramen. Baginya,

sakramen adalah “tanda yang bisa kita lihat, dan melalui

tanda ini Tuhan menyatakan kepada kita kebaikan-Nya agar

iman kita yang lemah dikuatkan”. Atau dengan kata lain,

sakramen berarti “kesaksian dari anugerah Allah yang

disampaikan kepada kita melalui tanda yang bisa kita

lihat”. Calvin melihat bahwa janji anugerah Allah itu

dimeteraikan melalui sakramen, sehingga anugerah itu

menjadi terbukti dalam hidup orang percaya.Sakramen ini

diberikan kepada kita, karena pada dasarnya Tuhan tahu

bahwa iman kita sangat lemah dan membutuhkan

kekuatan.Sakramen diberikan bukan karena Tuhan tidak

setia sehingga perlu ada bukti untuk menuntut Tuhan,

tetapi justru sebaliknya. Sakramen adalah meterai seperti

layaknya meterai pada sebuah surat resmi dari pemerintah

yang mengesahkan surat itu. Tetapi, yang penting adalah

tulisan dan isi dari surat tersebut. Meterai hanyalah

tanda pengesahan.Sebuah kertas kosong yang bermeterai

tidak memiliki kekuatan apa-apa. Akan tetapi, surat yang

telah lengkap isinya menjadi berlaku karena adanya

meterai itu.

Tujuan dari adanya sakramen itu, menurut Calvin adalah

untuk menjadikan kita semakin pasti tentang kebenaran

18

Page 23: Reformasi Kristen

firman Tuhan. Sakramen diberikan dalam wujud jasmaniah

yang bisa kita lihat, karena manusia bersifat jasmaniah.

Sehingga, melalui tanda yang bisa dilihat oleh mata itu

kita bisa mendapatkan pengajaran sebagaimana seorang

murid memperoleh pengajaran dari gurunya. Di sini Calvin

mengikuti pemikiran Agustinus yang menyebut sakramen

sebagai “Firman yang bisa dilihat” (Visible Word). Ia

memberikan komentar mengenai perkataan Agustinus ini

demikian: “[sakramen] mewakili janji-janji Tuhan,

sebagaimana lukisan bisa kita lihat mewakili pemandangan

yang sesungguhnya di depan mata kita.” Ia juga menyebut

sakramen sebagai cermin yang dapat kita pakai untuk

merenungkan segala kekayaan anugerah Allah yang

dilimpahkan-Nya kepada kita. Melalui sakramen Allah

menyatakan diri kepada kita yang sebenarnya sangat bodoh,

dan memberikan segala kasih karunia-Nya bagi kita.10

Dalam segala berkat yang diberikan Tuhan kepada orang

percaya, Calvin melihat ada tiga langkah penting.Yang

pertama, Tuhan mengajar kita melalui firman-Nya. Kedua,

Tuhan meneguhkan firman-Nya melalui sakramen. Ketiga,

Tuhan membukakan pikiran kita melalui cahaya dari Roh

Kudus, sehingga kemudian hati kita terbuka bagi firman

Tuhan dan sakramen bisa masuk ke dalam hati kita. Jika

tidak ada pekerjaan Roh Kudus, berita firman Tuhan hanya

10Alister E.McGrath, Sejarah Pemikiran Reformasi, PT BPK Gunung Mulia, Jakarta, 2006, hlm. 235-239

19

Page 24: Reformasi Kristen

sampai di telinga kita dan sakramen hanya berhenti di

depan mata kita tanpa bisa bekerja di dalam hati kita.

Sakramen memiliki kaitan yang sangat erat dengan iman

kita. Secara rohani sakramen memelihara iman kita

sebagaimana makanan jasmani memelihara tubuh kita. Dari

sini Calvin menjelaskan bahwa sakramen memiliki dua

tujuan. Tujuan yang pertama adalah untuk melayani iman

kita di hadapan Tuhan, dan tujuan kedua adalah untuk

menyaksikan iman kita di depan orang lain.

Calvin mengemukakan pandangannya mengapa pernikahan

bukan sakramen. Ia sadar bahwa pernikahan adalah sebuah

lembaga yang ditetapkan oleh Tuhan sendiri, dan ini

dijelaskan dalam firman Tuhan, misalnya dalam Kejadian

2:21-24; Matius 19:4 dan sebagainya. Ajaran bahwa

pernikahan dikategorikan sebagai sakramen tidak ada dalam

sejarah gereja mula-mula. Ia juga menjelaskan bahwa

kebiasaan ini baru dimulai pada zaman Gregory VII menjadi

Paus (1073-1085). Calvin jelas mengakui bahwa pernikahan

adalah sesuatu yang indah dan kudus sesuai dengan

perintah dari Tuhan. Akan tetapi, ia menambahkan, bukan

semua hal yang indah dan kudus dan sesuai dengan kehendak

Tuhan harus disebut sebagai sakramen. Bertani, bekerja

membangun rumah, membuat sepatu, memangkas rambut, semua

adalah pekerjaan yang baik dan sesuai dengan perintah

Tuhan, tetapi pekerjaan-pekerjaan itu tidak pernah

20

Page 25: Reformasi Kristen

dikategorikan sebagai sakramen. Sekali lagi ia menegaskan

bahwa sesuatu bisa disebut sebagai sakramen, apabila hal

itu merupakan tata cara yang ditetapkan oleh Tuhan, yang

bisa dilihat oleh manusia, dan ditujukan untuk meneguhkan

janji Tuhan kepada manusia. Kemudian, dengan nada

bergurau ia menambahkan bahwa anak-anak kecil pun tahu,

bahwa pernikahan tidak memenuhi kriteria tersebut.

Gereja Roma Katolik berpendapat bahwa pernikahan

adalah tanda dari sesuatu yang sakral, yaitu tanda bagi

persatuan rohani antara Kristus dan jemaat-Nya. Calvin

membantah pendapat ini, sebab menurutnya, jika kata

“tanda” di sini dimaksudkan oleh gereja di Roma sebagai

simbol yang ditetapkan oleh Tuhan bagi kita untuk

meneguhkan kepastian iman kita, mereka salah besar. Kalau

kata “tanda” ini dimaksudkan mereka sebagai “sesuatu yang

dimengerti berdasarkan perbandingan,” penjelasan ini

lebih tidak masuk akal. Ia menunjukkan bahwa di dalam

Alkitab, perumpamaan-perumpamaan Tuhan Yesus sering

memakai bentuk perbandingan, misalnya tentang Kerajaan

Surga seperti biji sesawi, atau Kerajaan Surga seperti

ragi. Juga dalam kitab Yesaya dikatakan bahwa Tuhan akan

memelihara kawanan domba-Nya seperti seorang gembala.

Kalau semua perbandingan itu dimengerti sebagai “tanda”

dari sakramen, maka kita akan memiliki sakramen sebanyak

perumpamaan-perumpamaan yang ada di dalam Alkitab.

21

Page 26: Reformasi Kristen

Bahkan, pencurian juga bisa disebut sakramen, sebab

Alkitab mengatakan bahwa Hari Tuhan itu datangnya seperti

pencuri.

Lebih jauh lagi, gereja di Roma memakai perkataan

Paulus dalam Efesus 5:28-31 tentang pernikahan untuk

membela pendapat mereka bahwa pernikahan adalah sakramen.

Dalam perikop ini Paulus mengutip kitab Kejadian dengan

mengatakan bahwa seorang laki-laki akan meninggalkan

ayahnya dan ibunya, dan bersatu dengan isterinya sehingga

keduanya menjadi satu daging. Selanjutnya, Paulus

mengatakan bahwa ini adalah sebuah rahasia atau misteri

yang sangat besar (Ef. 5: 32). Dalam Vulgate, kata

“rahasia besar” ini diterjemahkan sebagai sacramentum.

Berdasarkan terjemahan ini gereja dan kepausan di Roma

berkata bahwa Paulus mengajarkan bahwa pernikahan adalah

sakramen.

Calvin tidak setuju dengan cara gereja Roma

menerjemahkan ayat tersebut. Menurut Calvin, kesimpulan

yang mereka ambil sudah keluar dari konteks ajaran yang

Paulus tekankan. Dalam perikop ini Paulus sedang

menunjukkan kepada pembacanya bahwa ikatan kasih antara

suami dan istri dalam pernikahan melambangkan kasih

Kristus kepada jemaat-Nya. Sebagaimana Kristus telah

melimpahkan seluruh kasih-Nya kepada gereja-Nya, maka

Paulus berharap agar suami juga melimpahkan seluruh

22

Page 27: Reformasi Kristen

cintanya kepada istrinya. Kemudian, untuk menunjukkan

bahwa Kristus telah menyatukan diri-Nya sendiri dengan

jemaat-Nya, Paulus mengambil kesaksian dari kitab

Kejadian, di mana Adam dipersatukan dengan Hawa. Paulus

ingin menjelaskan bahwa persatuan ini digenapi secara

rohani di dalam Kristus dan gereja, sebab gereja adalah

tubuh Kristus, daging Kristus, tulang Kristus, sama

seperti Adam yang memanggil Hawa tulang dari tulangku,

dan daging dari dagingku. Kesimpulan Paulus ialah, semua

ini merupakan satu misteri besar. Jadi, kata Calvin, di

sini Paulus sama sekali tidak mengatakan bahwa pernikahan

antara suami istri ini yang merupakan misteri besar, atau

sakramen dalam terjemahan bahasa Latin. Yang merupakan

misteri besar adalah bagaimana manusia bisa dipersatukan

dengan Kristus sebagai tubuh-Nya.

Calvin sangat menyayangkan bahwa penerjemahan kata

musterion (bah.Yunani) pada ayat ini menjadi sacramentum

(Latin) telah membuat gereja di Roma memaksakan ajarannya

kepada jemaat selama berabad-abad, bahwa pernikahan

adalah sakramen. Kalau para penerjemah Alkitab itu kurang

memiliki kemampuan bahasa, biarlah kesalahan itu menjadi

milik mereka. Tetapi, kalau mereka memaksakan ajaran

salah tersebut kepada jemaat, ini merupakan satu

penyesalan yang amat mendalam.

23

Page 28: Reformasi Kristen

Kesalahan lain yang dilakukan oleh gereja di Roma

adalah pengajaran mereka yang tidak konsisten. Di satu

pihak mereka meninggikan pernikahan sebagai sakramen, di

pihak lain mereka menganggap hubungan seksual suami istri

adalah sesuatu yang kotor dan cemar. Mereka melarang para

imam gereja mereka untuk menikah karena alasan ini.

Menurut Calvin, inti persoalan ajaran gereja di Roma

mengenai pernikahan sebagai sakramen ini, adalah karena

mereka telah membuat bagi mereka sendiri segala macam

hukum dan peraturan guna memperkuat cengkeraman

pengajaran mereka. Hukum ini sebagian sangat bertentangan

dengan firman Tuhan, dan sebagian lagi tidak adil

terhadap sesama manusia. Sebagai contoh, hukum mereka

mengatakan bahwa pernikahan anak-anak di bawah umur

walaupun tanpa persetujuan orang tua harus tetap dianggap

valid, sebab pernikahan adalah sakramen. Ajaran lain yang

dikritik oleh Calvin adalah larangan atas pernikahan

antara orang bersaudara, walaupun sudah terpisah sejauh

tujuh turunan; larangan untuk menikah lagi bagi orang

yang bercerai walaupun perceraian itu diesebabkan oleh

pasangan mereka yang berzinah; larangan menikah pada

hari-hari besar para orang kudus; dan masih ada sejumlah

larangan lain.11

11http://www.seabs.ac.id/journal/oktober2001/Reformasi,%20Teologi

%20dan%20Kehidupan%20Sehari-hari.pdf

24

Page 29: Reformasi Kristen

BAB 3 PENUTUP

3.1 Analisis

Dalam praktik sakramen yang masih diterima oleh para

reformer, mereka memilih sakramen-sakramen yang hanya

termaktub dalam perjanjian baru dan menolak apa yang

telah ada dalam perjanjian lama. Mereka seolah-olah tidak

mau untuk meniru atau bahkan mengikuti apa yang menjadi

tradisi bangsa Israel. Meungkin memang itulah sikap jiwa

muda sebenarnya yang ada dalam diri para reformer yang

mencoba untuk selalu mengupgrade eksistensialisme diri

mereka di hadapan public dengan pendapat-pendapat barunya

dalam perlawanan terhadap pemikiran lama yang

tradisional. Karena sikap itulah, akhirnya membuat

gerakan reformasi in juga terpecah belah menjadi beberapa

sekte lagi yang bahkan semakin menunjukan kemunduran

dunia Kristen.

3.2 Kesimpulan

Sakramen dalam pemikiran reformasi ini dimaknai

sebagai bentuk pendemontrasian iman seorang percaya pada

kristus sehingga bisa tergabung dalam sebuah komunitas.

Bahwasanya sakramen ini dianggap sebagai sebagai tanda

yang terlihat, yakni kulit luar yang membungkus isinya,

yaitu rahmat rohaniah.

25

Page 30: Reformasi Kristen

Bahwasanya ada pengkrucutan praktik-prkatik sakramen

dalam gerakan para reformer, yakni hanya menerima dua

sakramen saja yang menjadi dasar ajaran Kristen bagi

mereka, Ekaristi dan Pembaptisan. Terdapat beberapa

perbedaan pemaknaan dalam kedua sakramen menurut versi

para reformer itu masing-masing, yakni:

a. Kehadiran Yesus dalam Ekaristi

- Luther, menurutnya bahwa kehadiran Yesus dalam

Ekaristi benar-benar ada, karena saat umat memakan

roti dan meminum anggur, itu bermakna seolah-olah

mereka sedang memakan daging dan meminum darah

Yesus.

- Zwingli, bahwa menurutnya kehadiran Yesus dalam

perjamuan malam itu tidak ada secara fisik, karena

sebenarnya Yesus tetap berada di sebelah kanan Tuhan

Allah. Keberadaanya yang disimbolkan dengan Roti dan

Anggur itu hanya bentuk pengenangan terhadap diriNya

saja.

b. Pembaptisan Anak

- Luther, ia tidak terlalu memfokuskan pemikiran

reformasinya terhadap sikap-sikap atau praktik-

praktik dalam gereja. Namun ia tetap mengemukakan

pendapatnya mengenai praktek sakramen pembaptisan,

yakni bahwa menurutnya orang-orang Kristen

26

Page 31: Reformasi Kristen

dibenarkan melalui iman kepada Kristus, yang diberi

oleh Allah sebagai suatu karunia yang cuma-cuma.

- Zwingli, bahwa upaya pembaptisan terhadap ini sama

halnya dengan praktik sunat dalam kebiasaan bangsa

Israel. Namun Zwingli lebih memaknakan baptisan ini

sebagai bentuk kesetiaan seseorang terhadap gereja,

karena saat seseorang -walaupun itu bayi- dibaptis,

maka ia akan terhisab ke dalam komunitas untuk

menjadi anggota.

Khsusus bagi Calvin, ia lebih menekankan kritikanya

terhadap sakramen pada hal pernikahan, yakni bahwa

pernikahan yang dianggap suci sebagai sakramen bukan

malah dilaksanakan sendiri oleh para Paus, namun mereka

malah menyalahkan pasangan yang bercerai dan menolak

pernikahan bagi diri mereka sendiri, dan membenarkan

hubungan tidak sah –seksual- antara perempuan dan laki-

laki yang tidak menikah, yang padahal oleh diri mereka

itu telah diharamkan sendiri.

27

Page 32: Reformasi Kristen

DAFTAR SUMBER

HM. Arifin. Menguak Misteri Ajaran Agama-Agama Besar. Jakarta:

Golden Terayon PressAlister E. Mc Grath. 2006. Sejarah

Pemikiran Reformasi. Jakarta: Gunung Mulia.

Abineno, J. L. 1993. Ch. Ulrich Zwingli: Hidup, Pekerjaan, dan

Ajarannya. Jakarta: BPK Gunung Mulia.

Dr. Harun Hadiwidjono. 1995. Iman Kristen. Jakarta: Gunung

Mulia.

http://id.wikipedia.org/wiki/Ulrich_Zwingliv. diakses

pada Selasa, 30 April 2013, pukul 11. 24 WIB.

http://bkputrawan.blogspot.com/2008/01/ulrich-

zwingli_4591.html. diakses pada Selasa, 30 April 2013,

pukul 11. 20 WIB.

http://www.seabs.ac.id/journal/oktober2001/Reformasi,

%20Teologi%20dan%20Kehidupan%20Sehari-hari.pdf.

http://m.reformed.sabda.org/node/213?device=mobile

http://id.wikipedia.org/wiki/Gereja_Lutheran

28