2
BAB I
PENDAHULUANVarikokel merupakan dilatasi abnormal pleksus
pampiniformis, terjadi kira-kira 15% pada pria. Beberapa pasien
mengalami nyeri skrotal dan pembengkakan, dan menjadi suatu
penyebab potensial infertilitas pada pria.
Pada varikokel didapatkan kelainan dilatasi vena dalam spermatic
cord dan yang diklasifikasi menjadi klinis dan subklinis. Varikokel
klinis didiagnosis melalui pemeriksaan fisik dan digolongkan
berdasarkan temuan fisik. Varikokel subklinis pada pemeriksaan
fisik tidak teraba dan memerlukan pencitraan radiologi untuk
diagnosis. Selain itu, varikokel terbagi atas varikokel
ekstratestikuler dan varikokel intratestikuler.
Varikokel lebih sering terdeteksi pada populasi pria infertil
dibandingkan dengan pria fertil. Adanya varikokel telah dikaitkan
dengan kegagalan fungsi testis, sering menyebabkan kelainan pada
parameter semen. Varikokel umum dijumpai pada anak remaja dan pria
dewasa, terdiagnosis pada 20-40% pasien infertil. Penegakan
diagnosis cepat dan tepat dari kelainan ini sangat penting karena
pada sebagian besar kasus, penatalaksanaan tepat waktu, biasanya
dilakukan percutaneous sclerotherapy, bisa menghasilkan peningkatan
kualitas semen.Pemeriksaan Utrasonografi merupakan pilihan pertama,
non invasif, relative mudah dan akurat dalam mendeteksi varikokel.
Pemeriksaan ultrasonografi Color Doppler (CDUS) telah menjadi
modalitas yang telah diterima secara luas dan sering digunakan
untuk mengevaluasi varikokel.BAB II
TINJAUAN PUSTAKA2.1 Definisi
Varikokel merupakan suatu dilatasi abnormal dan tortuous dari
vena pada pleksus pampiniformis dengan ukuran diameter melebihi 2
mm. Dilatasi abnormal vena-vena dari spermatic cord biasanya
disebabkan oleh ketidak mampuan katup pada vena spermatik
internal.
Gambar 2.1 dilatasi pleksus pampiniformis
2.2 Anatomi
Pada pria dewasa, masing-masing testis merupakan suatu organ
berbentuk oval yang terletak didalam skrotum. Beratnya
masing-masing kira-kira 10-12 gram, dan menunjukkan ukuran panjang
rata-rata 4 sentimeter (cm), lebar 2 cm, dan ukuran anteroposterior
2,5 cm. Testis memproduksi sperma dan androgen (hormon seks pria).
Tiap testis pada bagian anterior dan lateral diliputi oleh membran
serosa, tunika vaginalis. Membran ini berasal dari peritoneum cavum
abdominal. Pada tunika vaginalis terdapat lapisan parietal (bagian
luar) dan lapisan visceral (bagian dalam) yang dipisahkan oleh
cairan serosa. Kapsul fibrosa yang tebal, keputihan disebut dengan
tunika albuginea yang membungkus testis dan terletak pada sebelah
dalam lapisan visceral dari tunika vaginalis. Pada batas posterior
testis, tunika albuginea menebal dan berlanjut ke dalam organ
sebagai mediastinum testis.Tunika albuginea berlanjut ke dalam
testis dan membentuk septum jaringan konektif halus, yang membagi
kavum internal menjadi 250 lobulus terpisah. Tiap-tiap lobulus
mengandung sampai empat tubulus seminiferus yang sangat rumit,
tipis dan elongasi. Tubulus seminiferus mengandung dua tipe sel:
(1) kelompok nondividing support cells disebut sel-sel
sustentacular dan kelompok dividing germ cells yang terus menerus
memproduksi sperma pada awal pubertas.Cavum yang mengelilingi
tubulus seminiferus disebut kavum intersisial. Dalam cavum
intersisial ini terdapat sel-sel intersisial (sel leydig).
Luteinizing hormone menstimulasi sel-sel intersisial untuk
memproduksi hormon yang disebut androgen. Terdapat beberapa tipe
androgen, yang paling umum ialah testosteron. Meskipun korteks
adrenal mensekresi sejumlah kecil androgen, sebagian besar androgen
dilepaskan melalui sel-sel intersisial di testis, dimulai pada masa
pubertas.Duktus dalam testis; rete testis merupakan suatu jaringan
berkelok-kelok saling terhubung di mediastinum testis yang menerima
sperma dari tubulus seminiferus. Saluran-saluran rete testis
bergabung membentuk ductulus eferen. Kirakira 12-15 ductulus eferen
menghubungkan rete testis dengan epididimis. Epididimis merupakan
suatu struktur berbentuk koma terdiri dari suatu duktus internal
dan duktus eksternal melingkupi jaringan konektif. Head epididimis
terletak pada permukaan superior testis, dimana body dan tail
epididimis pada permukaan posterior testis. Pada bagian dalam
epididimis berisi duktus epididimis panjang, berkelok yang
panjangnya kira kira 4 sampai 5 meter dan dilapisi oleh epitel
berlapis silindris yang memuat stereocilia (microvilli
panjang).Duktus deferens juga disebut vas deferens, saluran ini
meluas dari tail epididimis melewati skrotum, kanalis inguinalis
dan pelvis bergabung dengan duktus dari vesica seminalis membentuk
duktus ejakulatorius pada glandula prostat.Testis diperdarahi oleh
arteri testicular, arteri yang bercabang dari aorta setinggi arteri
renal. Banyak pembuluh vena dari testis pada mediastinum dengan
suatu kompleks pleksus vena disebut pleksus vena pampiniformis,
yang terletak superior. Epididimis dan skrotum diperdarahi oleh
pleksus vena kremaster. Kedua pleksus beranastomose dan berjalan
superior, berjalan dengan vas deverens pada spermatic cord.
Spermatic cord dan epididimis diperdarahi oleh cabang arteri
vesical inferior dan arteri epigastrik inferior (arteri kremaster).
Skrotum diperdarahi cabang dari arteri pudendal internal (arteri
scrotal posterior), arteri pudendal eksternal cabang dari arteri
femoral, dan cabang dari arteri epigastrik inferior (kremaster).
Aliran vena testis melalui pleksus vena pampiniformis, terbentuk
pada bagian atas epididimis dan berlanjut ke vena testikularis
melalui cincin inguinal. Vena testikularis kanan bermuara ke vena
kava inferior dengan suatu acute angle, dimana vena testikularis
sinistra mengalir ke vena renalis sinistra dengan suatu right
angle.
Gambar 2.2 anatomi skrotum
2.3 Epidemiologi
Varikokel terdeteksi lebih sering pada populasi pria infertil
dibanding pada pria fertil. Sebagian besar varikokel terdeteksi
setelah pubertas dan prevalensi pada pria dewasa sekitar 11-15%.
Pada 80-90% kasus, varikokel hanya terdapat pada sebelah kiri;
varikokel bisa bilateral hingga 20% kasus, meskipun dilatasi
sebelah kanan biasanya lebih kecil. Varikokel unilateral sebelah
kanan sangat jarang terjadi.Varikokel pada remaja pria pernah
dilaporkan sekitar 15% kasus. Varikokel biasanya terdiagnosis pada
20-40% pria infertil. Insidensi varikokel yang teraba diperkirakan
15% pada populasi umum pria dan 21-39% pria subfertil. Meskipun
varikokel pernah dilaporkan pada pria sebelum remaja, varikokel
jarang pada kelompok usia ini. Pada suatu penelitian oleh Oster
(1971) pada 1072 anak sekolah laki laki di Denmark, tidak ditemui
adanya varikokel pada 188 anak laki-laki yang berusia antara 6
sampai 9 tahun. Insidensi varikokel pada anak yang lebih tua (usia
10-25 tahun), bervariasi antara 9% sampai 25,8% dengan suatu rerata
16,3%.Varikokel ekstratestikular merupakan kelainan yang diketahui
umum terjadi, dimana terdapat pada 15% sampai 20% pria. Varikokel
intratestikular sebaliknya suatu kelainan yang jarang dan sesuatu
yang relatif baru dimana dilaporkan kurang dari 2% pada pria yang
menjalani sonografi testis dengan gejala.2.4 Etiologi
Terdapat beberapa etiologi varikokel ekstratestikular seperti
refluks renospermatik, insufisiensi katup vena spermatika interna,
refluks ileospermatik, neoplastik, atau penyakit retroperitoneal
lainnya, sindrom malposisi visceral, dan pembedahan sebelumnya pada
regio inguinal dan skrotum. Varikokel intratestikular sering
dihubungkan dengan atrofi testikular ipsilateral terkait kelainan
parenkhimal, tetapi apakah varikokel intratestikular merupakan
suatu penyebab atau akibat dari atrofi testikular tetap belum
jelas. Varikokel intratestikular biasanya, tetapi tak selalu,
terjadi berkaitan dengan suatu varikokel ekstratestikular
ipsilateral.2.5 Patofisiologi
Varikokel terjadi akibat peningkatan tekanan vena dan
ketidakmampuan vena spermatika interna. Aliran retrograde vena
spermatika interna merupakan mekanisme pada perkembangan varikokel.
Varikokel ekstratestikular merupakan suatu kelainan yang umum
terjadi. Sebagian besar kasus asimptomatik atau berhubungan dengan
riwayat orchitis, infertilitas, pembengkakan skrotum dengan nyeri.
Varikokel intratestikular merupakan suatu keadaan yang jarang,
ditandai oleh dilatasi vena intratestikular.Varikokel lebih sering
ditemukan pada sebelah kiri karena beberapa alas an berikut ini:
(a) vena testikular kiri lebih panjang
(b) vena testikular sinistra memasuki vena renal sinistra pada
suatu right angle(c) arteri testikular sinistra pada beberapa pria
melengkung diatas vena renal sinistra, dan menekan vena renal
sinistra
(d) distensi colon descendens karena feses dapat mengkompresi
vena testicular sinistra.2.6 Manifestasi Klinis
Beberapa pasien dengan varikokel dapat mengalami nyeri skrotal
dan pembengkakan, namun yang lebih penting, suatu varikokel
dipertimbangkan menjadi suatu penyebab potensial infertilitas pria.
Hubungan varikokel dengan fertilitas menjadi kontroversi, namun
telah dilaporkan peningkatan fertilitas dan kualitas sperma setelah
terapi, termasuk terapi oklusif pada varikokel.Varikokel pada
remaja biasanya asimptomatik dan untuk itu diagnosis khususnya
diperoleh saat pemeriksaan fisik rutin. Kadang kadang pasien akan
datang karena adanya massa skrotum atau rasa tak nyaman di skrotum,
seperti berat atau rasa nyeri setelah berdiri sepanjang
hari.Varikokel ekstratestikular secara klinis berupa teraba
benjolan asimptomatik, dengan nyeri skrotal atau hanya menyebabkan
infertilitas dengan perjalanan subklinis. Secara klinis varikokel
intratestikular kebanyakan hadir dengan gejala seperti varikokel
ekstratestikuler, meskipun sering varikokel intratestikuler tidak
berhubungan dengan varikokel ekstratestikuler ipsilateral.
Manifestasi klinis paling umum pada varikokel intratestikular
adalah nyeri testikular (30%) dan pembengkakan (26%). Nyeri testis
diperkirakan berhubungan dengan peregangan tunika albuginea.
Manifestasi klinis lain yang telah dilaporkan mencakup infertilitas
(22%) dan epididimorchitis (11%).2.7 Diagnosis
Diagnosis varikokel ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan
fisik, pemeriksaan radiologi dan analisis semen. Pemeriksaan fisik
harus dilakukan dalam posisi berdiri. Refluks vena dapat dievaluasi
dengan cara manuver valsava. Pemeriksaan radiologi yang dapat
digunakan yaitu pemeriksaan ultrasonografi, CT scan, MRI dan
angiografi. Pemeriksaan Utrasonografi merupakan pilihan pertama
dalam mendeteksi varikokel. Pemeriksaan ultrasonografi dan terutama
Color Doppler menjadi metode pemeriksaan paling terpecaya dan
berguna dalam mendiagnosis varikokel subklinis. Gambaran varikokel
pada ultrasonografi tampak sebagai stuktur serpiginosa predominan
echo free dengan ukuran diameter lebih dari 2 mm. Pada CT scan
dapat menunjukkan gambaran vena vena serpiginosa berdilatasi
menyangat. Pada MRI varikokel tampak sebagai suatu massa dari
dilatasi, serpiginosa pembuluh darah, biasanya berdekatan dengan
caput epididimis. Spermatic canal melebar, dan intrascrotal
spermatic cord atau pleksus pampiniformis prominen. Spermatic cord
memiliki intensitas signal heterogen. Spermatic cord memuat
struktur serpiginosa dengan intensitas signal tinggi. Peranan MRI
dalam diagnosis varikokel belum terbukti karena tidak cukupnya
jumlah pasien yang telah diperiksa dengan MRI. Venografi dapat
menunjukkan dilatasi vena testikular, dapat menunjukkan aliran
retrograde bahan kontras ke arah skrotum.Sebagian besar varikokel
digambarkan sebagai primer atau idiopatik dan diperkirakan terjadi
karena kelainan perkembangan katup dan / atau vena. Varikokel
primer jauh lebih mungkin pada sebelah kiri, dimana setidaknya
dijumpai 95%. Sebagian kecil terjadi akibat tidak langsung dari
suatu lesi yang mengkompresi atau mengoklusi vena testikular.
Varikokel sekunder akibat dari peningkatan tekanan pada vena
spermatik yang ditimbulkan oleh proses penyakit seperti
hidronefrosis, sirosis, atau tumor abdominal.Varikokel klinis
didefinisikan sebagai pembesaran pleksus pampiniformis yang dapat
diraba, dimana dapat dibagi menjadi derajat 1, 2, 3 menurut
klasifikasi Dubin and Amelar. Varikokel subklinis didefinisikan
sebagai refluks melalui vena spermatika interna, tanpa distensi
yang dapat teraba dari pleksus pampiniformis.Dubin and Amelar
menemukan suatu sistem penilaian yang berguna untuk varikokel yang
dapat teraba. derajat 1: varikokel dapat diraba hanya pada waktu
manuver valsava; derajat 2: varikokel dapat diraba tanpa manuver
valsava; derajat 3: varikokel tampak pada pemeriksaan sebelum
palpasi.8,22 Kelainan analisis semen berupa oligozoospermia,
asthenozoospermia dapat disebabkan oleh varikokel. Mac Leod (1965)
pertama kali mengemukakan trias oligospermia, penurunan motilitas
sperma, dan peningkatan persentase sel-sel sperma immatur merupakan
karakteristik semen yang khas pada pria infertil dengan varikokel.
Koreksi varikokel sering menghasilkan peningkatan kualitas semen,
beberapa penelitian menghubungkan ukuran dengan efektivitas
tatalaksana pembedahan varikokel.
Gambar 2.2 USG pleksus pampiniformis
Gambar 2.3 USG Pleksus Pampiniformis
Gambar 2.2 venography
Gambar 2.4 Venography
Gambar 2.4 Venography
Gambar 2.5 MRI varicocele kiri
2.8 Diagnosis Banding
Beberapa kelainan yang pada pemeriksaan ultrasonografi
memberikan gambaran mirip dengan gambaran varikokel dan menjadi
diagnosis banding yaitu spermatokel dan ektasia tubular.Spermatokel
merupakan suatu lesi kistik jinak yang berisi sperma. Spermatokel
umunya ditemukan pada kaput epididimis. Spermatokel banyak
ditemukan secara kebetulan pada saat skrining ultrasonografi pada
pasien usia pertengahan sampai usia tua. Ukuran spermatokel dapat
bervariasi dari beberapa millimeter sampai beberapa sentimeter.
Sebagian besar spermatokel tidak menyebabkan gejala, dan pasien
bisa datang dengan teraba massa lunak pada bagian dalam skrotum.
Pada beberapa kasus, dapat juga terdapat rasa tak nyaman karena
efek massa. Etiologi spermatokel masih belum jelas. Sebagian besar
penulis mengarahkan bahwa suatu obstruksi duktus eferen merupakan
asal mula dari kelainan ini.Ektasia tubular juga dikenal sebagai
transformasi kistik rete testis merupakan dilatasi rete testis
sebagai suatu akibat obliterasi parsial atau komplit duktus eferen.
Ektasia tubular sering bilateral dan asimetris, sering berhubungan
dengan spermatokel. Rerata usia pada diagnosis ialah 60 tahun dan
secara umum pasien berusia lebih dari 45 tahun.2.9 Komplikasi
Beberapa komplikasi dari varikokel diantaranya kenaikan
temperatur testis, jumlah sperma rendah dan infertilitas pria.
Hambatan aliran darah, suatu varikokel dapat membuat temperatur
lokal terlalu tinggi, mempengaruhi pembentukan dan motilitas
sperma.27 Terdapat bukti yang baik dimana lamanya varikokel
menyebabkan efek merugikan yang progresif pada testis. Chehval dan
Porcell (1992) melakukan analisis semen pada 13 pria dengan
varikokel dan kemudian mengevaluasi kembali semen pria tersebut 9
sampai 96 bulan kemudian. Hasilnya menunjukkan suatu kemerosotan
pada follow up analisis semen mereka.16 Potensi komplikasi dari
tatalaksana varikokel jarang terjadi dan komplikasi biasanya
ringan. Semua pendekatan pembedahan varikokel berkaitan dengan
suatu resiko kecil seperti infeksi luka, hidrokel, varikokel
berulang dan jarang terjadi yaitu atrofi testis. Potensi komplikasi
dari insisi inguinal karena tatalaksana varikokel mencakup mati
rasa skrotal dan nyeri berkepanjangan.
2.10 Penatalaksanaan
Terdapat beberapa pedoman dimana suatu varikokel sebaiknya
dikoreksi karena: 1) pembedahan berpotensi mengubah suatu keadaan
patologis; 2) pembedahan meningkatkan sebagian besar parameter
semen; 3) pembedahan memungkinkan meningkatnya fertilitas; 4)
resiko terapi kecil. Suatu varikokel sebaiknya dikoreksi ketika: 1)
Varikokel secara klinis teraba; 2) pasangan dengan infertilitas; 3)
istri fertil atau telah dikoreksi infertilitasnya; 4) paling tidak
satu
parameter semen abnormal. Keputusan penatalaksanaan sebaiknya
terutama berdasarkan pada apakah varikokel simptomatik atau
berhubungan dengan subfertilitas, dan pilihan yaitu antara terapi
pembedahan dan terapi radiologi. Dimana tersedia seorang ahli
radiologi terlatih, embolisasi perkutaneus harus menjadi
penatalaksanaan lini pertama, dengan pembedahan dilakukan pada
sebagian kecil pasien yang gagal dengan kateterisasi.Pada
pembedahan terdapat tiga tehnik yang umum dilakukan. Ketiga tehnik
tersebut yaitu ligasi sub-inguinal, ligasi inguinal dan ligasi
retroperitoneal. Ligasi varikokel laparoskopi belum membuktikan
superior terhadap operasi pembedahan dan mungkin berhubungan dengan
komplikasi yang serius. Varikokel intratestikular berhasil diterapi
dengan skleroterapi perkutaneus.Barbalies et al membandingkan
ketiga tehnik pembedahan dengan embolisasi perkutaneus pada suatu
penelitian prospektif, acak. Terdapat angka rekurensi yang sama
dengan semua keempat tehnik. Sebagai tambahan, terdapat peningkatan
signifikan pada motilitas sperma pada semua kelompok, dengan ligasi
inguinal secara garis besar memperoleh hasil paling baik. Setelah
prosedur untuk kembali ke aktivitas normal, bagaimanapun secara
signifikan lebih cepat setelah embolisasi dibandingkan dengan
pembedahan.BAB III
KESIMPULANVarikokel merupakan suatu kelainan dilatasi dan
tortuous dari vena pada pleksus pampiniformis. Varikokel
dipertimbangkan menjadi suatu penyebab potensial infertilitas pria.
Varikokel ekstratestikular merupakan kelainan yang umum terjadi,
sebaliknya varikokel intratestikular merupakan kelainan yang
jarang. Diagnosis varikokel ditegakkan berdasarkan klinis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan
radiologi dan analisis semen. Ultrasonografi dan terutama sekali
Color Doppler tampil menjadi metode paling terpercaya dan praktis
untuk mendiagnosis varikokel. Diagnosis varikokel secara tepat dan
cepat sangat penting, dimana pada sebagian besar kasus dengan
diagnosis dan tatalaksana yang tepat dapat menghasilkan peningkatan
kualitas semen. Gambaran ultrasonografi varikokel terdiri dari
struktur tubular, anekhoik (lingkaran cacing), multipel, turtuos,
ukuran diameter lebih dari 2 mm yang biasanya paling baik tampak
pada superior dan / lateral testis, manuver valsava positif.
Gambaran sonografi varikokel intratestikuler yaitu struktur yang
menyebar dari mediastinum testis ke parenkhim testikuler. Sistem
penilaian CDU pada diagnosis varikokel mencakup diameter vena
maksimum, pleksus / jumlah diameter vena, dan perubahan kecepatan
aliran pada manuver valsava. Sedangkan gambaran ultrasonografi
spermatokel dan ektasia tubular menjadi diagnosis banding gambaran
varikokel. Gambaran yang dapat dibedakan dengan varikokel
diantaranya pada spermatokel berdinding tipis, pada kaput
epididimis, kadang dengan septasi, dapat hiperekhoik dan tampak
solid, USG color doppler tampak tanda turun salju, dan pada ektasia
tubular yaitu struktur avaskular pada mediastinum, sering bilateral
dan asimetris, adanya kista epididimal.
DAFTAR PUSTAKAErochenko, Victor P, Ph.D. Sistem Reproduksi Pria.
Atlas Histologi di Fiore dengan Korelasi Fungsional. Edisi 9.
Jakarta; EGC
Guyton Arthur C,M.D; Hall John E,Ph.D. Fungsi Reproduksi dan
Hormon Pria (dan Kelenjar Pineal). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.
Jakarta: EGC; 2006. h.206
http://www.mdguidelines.com/varicocelehttp://www.medicalera.com/index.php?option=com_kunena&Itemid=355&func=view&catid=39&id=4618Paul
D. Lui. Swelling in the Scrotum. 2008.
http://www.merckmanuals.com/home/mens_health_issues/penile_and_testicular_disorders/swelling_in_the_scrotum.htmlPurnomo.
B, Basuki. Dasar-dasar Urologi. Edisi Kedua. Penerbit Sagung Seto.
Jakarta 2007
Sjamsuhidajat. R, Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta 2005Syaifuddin.2007. Anatomi
Fisiologi. Jakarta:EGC
Varicocele.
2012.http://www.mayoclinic.com/health/Varicocele/DS006181