BAB I PENDAHULUAN 1.1. Sejarah Kanker Payudara Kanker payudara merupakan salah satu bentuk keganasan tertua yang diketahui oleh manusia. Deskripsi tertua kanker ini ditemukan di Mesir sekitar 1600 SM. Selama berabad-abad, dokter tidak menemukan terapi untuk kasus ini. Sampai akhirnya pada abad ke-17 mereka dapat menemukan hubungan antara kanker payudara dan kelenjar getah bening di ketiak. Ahli bedah Perancis Jean Louis Petit (1674–1750) dan kemudian dokter bedah Skotlandia Benjamin Bell (1749–1806) adalah dokter pertama yang mengangkat kelenjar getah bening, jaringan payudara, dan otot dada. Pekerjaan mereka berhasil diikuti oleh William Stewart Halsted yang mulai melakukan mastectomy pada tahun 1882. Radikal mastectomies tetap standar hingga tahun 1970- an. 1.2. Definisi Tumor Payudara Tumor atau dalam istilah medis disebut sebagai neoplasma, secara harfiah berarti pertumbuhan baru. Neoplasma merupakan massa abnormal jaringan yang pertumbuhannya berlebihan dan tidak terkoordinasi dengan pertumbuhan jaringan normal serta terus demikian, walaupun rangsangan yang memicu perubahan 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Sejarah Kanker Payudara
Kanker payudara merupakan salah satu bentuk keganasan tertua yang
diketahui oleh manusia. Deskripsi tertua kanker ini ditemukan di Mesir sekitar
1600 SM. Selama berabad-abad, dokter tidak menemukan terapi untuk kasus ini.
Sampai akhirnya pada abad ke-17 mereka dapat menemukan hubungan antara
kanker payudara dan kelenjar getah bening di ketiak. Ahli bedah Perancis Jean
Louis Petit (1674–1750) dan kemudian dokter bedah Skotlandia Benjamin Bell
(1749–1806) adalah dokter pertama yang mengangkat kelenjar getah bening,
jaringan payudara, dan otot dada. Pekerjaan mereka berhasil diikuti oleh William
Stewart Halsted yang mulai melakukan mastectomy pada tahun 1882. Radikal
mastectomies tetap standar hingga tahun 1970-an.
1.2. Definisi Tumor Payudara
Tumor atau dalam istilah medis disebut sebagai neoplasma, secara harfiah
berarti pertumbuhan baru. Neoplasma merupakan massa abnormal jaringan yang
pertumbuhannya berlebihan dan tidak terkoordinasi dengan pertumbuhan jaringan
normal serta terus demikian, walaupun rangsangan yang memicu perubahan
tersebut telah berhenti. Hal mendasar tentang asal neoplasma adalah hilangnya
responsivitas terhadap faktor pengendali pertumbuhan yang normal (Kumar et al,
2007).
Tumor dapat dibedakan menjadi tumor jinak dan tumor ganas atau lebih
sering dikenal dengan sebutan kanker. Suatu tumor dikatakan jinak apabila masih
berdiferensiasi baik (secara morfologis dan fungsional masih mirip dengan sel
asal), tumbuh perlahan, tidak menginfiltrasi jaringan sekitar serta tidak
bermetastasis ke organ lain. Dan hal yang berlawanan terdapat pada tumor ganas
atau kanker. Kanker cenderung lebih anaplastik, laju pertumbuhan lebih cepat
serta tumbuh dengan cara infiltrasi, invasi, destruksi, sampai metastasis ke
jaringan sekitar dan cukup potensial untuk menimbulkan kematian (Kumar et al,
2007).
1
1.3. Epidemiologi Kanker Payudara
Di dunia, kanker merupakan penyebab kematian nomor 2 setelah penyakit
kardiovaskular. Menurut laporan Badan Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2003,
setiap tahun timbul lebih dari 10 juta kasus penderita baru kanker dengan prediksi
peningkatan setiap tahun kurang lebih 20%. Diperkirakan pada tahun 2020 jumlah
penderita baru penyakit kanker meningkat hampir 20 juta penderita, 84 juta orang
diantaranya akan meninggal pada sepuluh tahun ke depan bila tidak dilakukan
intervensi yang memadai (Depkes 2009). Berdasarkan data WHO Global Burden
of Disease 2004, di dunia kanker yang paling umum terjadi pada wanita adalah
kanker payudara, 16% dari semua kejadian kanker pada wanita. Diperkirakan
519.000 perempuan meninggal akibat kanker payudara pada tahun 2004.
Meskipun kanker payudara dianggap sebagai penyakit di negara maju, namun
mayoritas (69%) dari semua kematian kanker payudara terjadi di negara
berkembang (WHO 2011).
Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001
penyakit kanker merupakan penyebab kematian nomor 5 di Indonesia setelah
penyakit kardiovaskular, infeksi, pernafasan, dan pencernaan (Depkes 2010).
Berdasarkan data Globocan (Estimasi International Agenct Cancer
Registry/IACR) 2002, kanker payudara menempati urutan pertama dari seluruh
kanker pada perempuan. IACR mengestimasi insidens kanker payudara di
Indonesia sebesar 26 per 100.000 perempuan. Data dari Sistem Informasi Rumah
Sakit (SIRS) di Indonesia tahun 2004 menunjukkan bahwa kanker payudara
menempati urutan pertama pasien rawat inap (15.40%) dan pasien rawat jalan
(15.78%) (Depkes 2007), pada tahun 2007 terjadi peningkatan pasien rawat inap
kanker payudara menjadi 16.85% (Depkes 2010).
1.4. Anatomi Payudara
Payudara normal mengandung jaringan kelenjar, duktus, jaringan otot
penyokong lemak, pembuluh darah, saraf dan pembuluh limfe. Pada bagian lateral
atas kelenjar mammae, jaringan kelenjar ini keluar dari bulatannya ke arah aksila,
disebut penonjolan Spence atau ekor mammae. Setiap mammae terdiri atas 15-20
lobulus kelenjar yang masing-masing mempunyai saluran ke papilla mamae, yang
2
disebut duktus lactiferous. Di antara kelenjar susu dan fasia pectoralis, juga di
antara kulit dan kelenjar tersebut mungkin terdapat jaringan lemak. Di antara
lobules tersebut ada jaringan ikat yang disebut ligamentum Cooper yang memberi
rangka untuk mammae (Brunicardi et al, 2006).
Bagan 1 Anatomi Payudara
Blood Supply
3
Perdarahan mammae terutama berasal dari cabang a.perforantes anterior
dari a.mamaria interna, a.torakalis lateralis yang bercabang dari a.aksilaris, dan
beberapa a.interkostalis.
Persarafan kulit mammae diurus oleh cabang pleksus servikalis dan n.
interkostalis. Jaringan kelenjar mammae sediri diurus oleh saraf simpatik. Ada
beberapa saraf lagi yang perlu diingat sehubungan dengan penyulit paralisis dan
mati rasa pasca bedah, yakni n.interkostobrakialis dan n.kutaneus brakius medialis
yang mengurus sensibilitas daerah aksila dan bagian medial lengan atas. Pada
diseksi aksila, saraf ini sedapat mungkin disingkirkan sehingga tidak terjadi mati
rasa di daerah tersebut. (Brunicardi et al, 2006).
Nervus Otot yang dipersarafi Kelainan jika terjadi traumaLong thoracic nervus
m.serratus anterior Skapula terangkat
n.thoracodorsal m.latissimus dorsi Tidak dapat mengangkat badan dari posisi duduk
n. pectoralis medial dan lateral
m.pectoralis mayor dan minor
Kelemahan otot pectoralis
n.intercostobrachial
Melewati axilla menuju lengan
Baal pada area persarafan
Bagan 2 Aliran Lymphe Kelenjar Mammae
Aliran limfe dari mammae kurang lebih 75% ke aksila, sebagian lagi ke
kelenjar parasternal, terutama dari bagian yang sentral dan medial dan ada pula
penyaliran yang ke kelenjar interpektoralis. Pada aksila terdapat rata-rata 50
4
(berkisar dari 10-90) buah kelenjar getah bening yang berada di sepanjang arteri
dan vena brakialis (Brunicardi et al, 2006).
Ada enam kelompok kelenjar getah bening axillary yang diakui oleh para
ahli bedah. Yaitu axillary lateral lymphe nodes, mammaria eksterna lymphe nodes
(anterior dan pectoral), scapular lymphe nodes (posterior dan subscapular), central
lymphe nodes, subclavicular lymphe nodes, dan interpectoral lymphe nodes
(Rotter’s group) Kelompok kelenjar getah bening ditugaskan sesuai dengan
tingkat hubungan mereka terhadap musculus pectoralis minor. Kelenjar getah
bening yang terletak lateral atau di bawah otot pectoralis minor yang disebut
sebagai lymphe nodes level I, yang meliputi vena aksilaris, mammaria eksterna,
dan scapula lymphe nodes. Kelenjar getah bening yang terletak superficial
terhadap otot pectoralis minor disebut sebagai lymphe nodes level II, yang
meliputi central dan interpectoral lymphe nodes. Kelenjar getah bening yang
terletak medial dengan atau di atas batas otot pectoralis minor yang disebut
sebagai lymphe nodes level III, yang terdiri dari subclavicula lymphe nodes
(Brunicardi et al, 2006).
1.5. Fisiologi Payudara
Perkembangan dan fungsi payudara tergantung dari beberapa rangsang
hormonal termasuk estrogen, progresteron, prolactin, hormon tiroid, kortisol dan
growth hormon. Estrogen, progresteron dan prolaktin memiliki efek yang sangat
penting untuk perkembangan dan fungsi mammae. Estrogen mengawali
perkembangan duktus sementara progresteron bertanggung jawab terhadap
diferensiasi epitel dan perkembangan lobus mammae. Prolactin adalah hormon
utama yang dapat merangsang lactogenesis pada kehamilan tua dan masa
menyusui. Hormon tersebut juga memperbaharui regulasi reseptor-reseptor
hormon dan merangsang perkembangan epitel mammae. (Brunicardi et al, 2010)
Mammae berkembang selama pubertas karena peran mammotrophic
hormon, ada lima fase perkembangan payudara menurut Tanner. Fase I (8-10
tahun) adalah penonjolan puting susu tanpa disertai perkembangan kelenjar susu.
Fase II (10-12 tahun) pembentukan gundukan kelenjar susu atau pembentukan
kelenjar subaerolar. Fase III (11-13 tahun) penambahan jumlah kelenjar dan
5
peningkatan pigmentasi daerah aerola. Fase IV (12-14 tahun) peningkatan
pigmentasi dan penambahan luas aerola. Fase V ( 13-17 tahun) merupakan fase
akhir dimana perkembangan dan pembentukan payudara menjadi sempurna.
(Pass, Helen 2001)
Peningkatan drastis estrogen dan progresteron pada siklus ovarium dan
placenta terjadi selama masa kehamilan, yang mengawali perubahan mencolok
dari bentuk dan substansi mammae. Mammae membesar seiring dengan
proliferasi epitel, penggelapan areola dan tubulus Montgomery menjadi menonjol.
Pada masa awal kehamilan, duktus bercabang dan berkembang, selama trimester
tiga, lemak terakumulasi disekitar epitel dan colostrum mengisi sinus dan ductus
yang kosong. Pada akhir kehamilan, prolaktin merangsang pengeluaran lemak
susu dan protein. (Brunicardi et al, 2010)
Pada masa menopause terjadi penurunan sekresi estrogen dan progresteron
oleh ovarium dan involusi ductus pada mammae. Jaringan ikat sekitar meningkat
dan jaringan mammae (kelenjar mammae) digantikan oleh jaringan lemak.
Duktus – duktus akan berakhir pada duktus terminal yang disebut acini.
Pada acini terdapat kelenjar pembuat air susu yang bersama-sama dengan duktus-
duktus kecil lainnya yang disebut lobulus. Acini terbentuk dari jaringan ikat
longgar yang terdiri dari pembuluh darah, limfosit dan mononuklear sel.
1.6. Etiologi dan Patogenesis
Dasar patogenesis dari tumor adalah suatu proses yang dinamakan
karsinogenesis (Mitchel, 2007). Karsinogenesis terkait dalam proses-proses yang
meliputi :
a. Menghasilkan sendiri sinyal pertumbuhan
b. Insensivitas terhadap sinyal penghambat pertumbuhan
c. Menghindari apoptosis
d. Potensi replikasi tanpa batas
e. Angiogenesis berkelanjutan
f. Kemampuan menginvasi dan beranak sebar
Suatu pertumbuhan yang tak terkontrol dari organ mammae dipengaruhi
oleh faktor genetik dan hormonal. Berbagai faktor yang dapat mencetuskan
6
suatu pertumbuhan yang berlebihan bahkan yang ganas dari organ mammae
adalah:
Herediter
Ditemukan 13% tumor mammae terjadi secara herediter pada
garis pertama keturunan, hanya sekitar 1 % yang diakibatkan oleh
multifaktor dan mutasi germline.
Sekitar 23 % kanker mammae terjadi secara familial (atau 3%
dari seluruh kanker mammae) hal ini diakibatkan dengan BRCA1 dan
BRCA2 probabilitas terjadinya kanker yang berhubungan dengan
mutasi gen ini meningkat jika terjadi pada garis pertama keturunan.
Secara herediter, penyebab terjadinya mutasi multifaktorial dan pada
umumnya antara faktor ini saling mempengaruhi. Perubahan terjadi
pada salah satu dari gen dan sekian banyak gen yang dapat
mencetuskan suatu transformasi maligna didukung oleh faktor lain.
Pada kanker mammae ditemukan dua gen yang bertanggung
jawab pada dua pertiga kasus kanker mammae familial atau 5 %
secara keseluruhan, yaitu gen BRCA1 yang berlokasi pada kromosom
17 (17q21) dan gen BRCA2 yang berlokasi pada kromosom 13q-12-
13. Adanya mutasi dan delesi BRCA1 yang bersifat herediter pada 85
% menyebabkan terjadinya peningkatan resiko untuk terkena
mammae 10 % secara nonherediter dan kanker ovarium. Mutasi dari
BRCA1 menunjukkan perubahan ke arah karsinoma tipe medular,
cenderung ‘high grade’, mitotik sangat aktif, pola pertumbuhan dan
mempunyai prognosis yang buruk. Gen BRCA2 yang berlokasi pada
kromosom 13q melibatkan 70 % untuk terjadinya kanker mammae
secara herediter dan bukan merupakan mutasi sekunder dari BRCA1.
Seperti halnya BRCA1, BRCA2 juga dapat menyebabkan terjadinya
kanker ovarium dan pada pria dapat meningkat resiko terjadinya pada
kanker mammae (Tapia, 2007).
Mutasi Sporadik
Secara mayoritas keadaan mutasi sporadik berhubungan dengan
paparan hormon, jenis kelamin, usia menarche dan menopause, usia
7
reproduktif, riwayat menyusui dan estrogen eksogen. Keadaan kanker
seperti yang dijumpai pada wanita postmenopause dan overekspresi
estrogen reseptor. Estrogen sendiri mempunyai dua kemampuan untuk
berkembang menjadi kanker mammae. Metabolit estrogen pada
penyebab mutasi atau menyebabkan perusakan DNA-radikal bebas.
Melalui aktivitas hormonal, estrogen dapat menyebabkan proliferasi
lesi premaligna menjadi suatu maligna. Sifat bergantung hormon ini
berkaitan dengan adanya estrogen, progesterone dan reseptor hormon
steroid lain ini di sel mammae. Pada neoplasma yang memiliki
reseptor ini terapi hormon (antiestrogen) dapat memperlambat
pertumbuhannya dan menyebabkan regresi tumor.
Mutasi Germline
Faktor genetik ditunjukkan dengan kecendrungan familial yang
kuat. Tidak adanya pola pewarisan menunjukkan bahwa insiden
familial dapat disebabkan oleh kerja banyak gen atau oleh faktor
lingkungan serupa yang bekerja pada anggota keluarga yang sama.
Pada penderita sindroma Li-Fraumeni terjadi mutasi dari tumor
suppressor gen p53. Keadaan ini dapat menyebabkan keganasan pada
otak dan kelenjer adrenal pada anak-anak dan kanker mammae pada
orang dewasa. Ditemukan sekitar 1 % mutasi p53 pada penderita
kanker mammae yang dideteksi pada usia sebelum 40 tahun.
HER2/neu
HER2/neu (c-erbB-2) merupakan suatu onkogen yang meng-
encode glikoprotein transmembran melalui aktivitas tirosin kinase,
yaitu p185. Overekspresi HER2/neu dapat dideteksi melalui
pemeriksaaan imunohistokimia, FISH (‘Fluorencence In Situ
Hybridization’) dan CISH (‘Chromogenic In Situ Hybridization’).
Suatu kromosom penanda (1q+) telah dilaporkan dan peningkatan
ekspresi onkogen HER2/neu telah dideteksi pada beberapa kasus.
Adanya onkogen HER2/neu yang mengalami amplikasi pada sel-sel
mammae berhubungan dengan prognosis yang buruk (Moriki, 2006).
8
Virus
Diduga menyebabkan kanker mammae. Faktor susu Bittner
adalah suatu virus yang menyebabkan kanker mammae pada tikus
yang ditularkan melalui air susu. Antigen yang serupa dengan yang
terdapat pada virus tumor mammae tikus telah ditemukan pada
beberapa kasus kanker mammae pada manusia tetapi maknanya tidak
jelas (Rubin, 2003).
1.7. Klasifikasi Tumor Payudara
Berdasarkan gambaran histologisnya, WHO tahun 2003 membagi tumor
pada mammae menjadi:
9
1.8. Prosedur Diagnostik
A. Pemeriksaan Klinis
1. Anamnesis :
a. Keluhan di payudara atau ketiak dan riwayat penyakitnya.