Page 1
BAB I
PENDAHULUAN
Kolesteatoma telah diakui selama puluhan tahun sebagai lesi destruktif dasar
tengkorak yang bisa mengikis dan menghancurkan struktur penting dalam tulang temporal.
Kolesteatoma berpotensi untuk menyebabkan komplikasi pada sistem saraf pusat (misalnya,
abses otak,meningitis) membuat lesi ini bersifat fatal.1
Kolesteatoma pertama kali dijelaskan pada tahun 1829 oleh Cruveilhier, tetapi
dinamakan pertama kali oleh Muller pada tahun 1858. Sepanjang paruhawal abad ke-
20, kolesteatoma dikelola dengan eksteriorasi. Sel pneumatisasi mastoid dieksenterasi,
dinding posterior kanalis akustikus eksternus dihilangkan, dan membuka saluran telinga
sehingga menghasilkan rongga yang diperbesar untuk menjamin pertukaran udara yang
memadai dan untuk memudahkan melakukan inspeksi visual.1
Kolesteatoma adalah suatu kista epitelial yang berisi deskuamasi epitel
(keratin) yang biasanya terjadi pada telinga tengah, mastoid dan epitimpani. Berdasarkan
terjadinya kolesteatom dapat dibagi dua jenis yaitu kolesteatom kongenital dan kolesteatom
akuisital yang terbentuk setelah anak lahir.2,3
Kolesteatoma dapat menekan dan mendesak organ sekitarnya sehingga mendestuksi
tulang sekitarnya yang dapat menimbulkan komplikasi seperti labirinitis, meningitis dan abses
otak.2
1
Page 2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. ANATOMI TELINGA
Gambar 1. Anatomi Telinga1
2.1.1 Telinga Luar
Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran timpani.
Daun telinga terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran timpani. Daun telinga
terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga berbentuk huruf S, dengan rangka
tulang rawan pada sepertiga bagian luar, sedangkan dua pertiga bagian dalam rangkanya
terdiri dari tulang. Panjangnya kira-kira 2,5 – 3 cm.1
Pada sepertiga bagian luar kulit telinga terdapat banyak kelenjar serumen dan
rambut. Kelenjar keringat terdapat pada seluruh liang telinga.Pada duapertiga bagian dalam
hanya sedikit dijumpai kelenjar serumen.1
2.1.2 Telinga tengah
Telinga tengah berbentuk kubus yang terdiri dari: 1
Membran timpani yaitu membran fibrosa tipis yang berwarna kelabu mutiara.
Berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga dan terlihat oblik terhadap
sumbu liang telinga. Membran timpani dibagi atas 2 bagian yaitu bagian atas disebut pars
flasida (membrane sharpnell) dimana lapisan luar merupakan lanjutan epitel kulit liang telinga
sedangkan lapisan dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, dan pars tensa merupakan bagian 2
Page 3
yang tegang dan memiliki satu lapis lagi ditengah, yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagen
dan sedikit serat elastin.
Tulang pendengaran yang terdiri dari maleus, inkus dan stapes. Tulang
pendengaran ini dalam telinga tengah saling berhubungan.
Tuba eustachius, yang menghubungkan rongga telinga tengah dengan nasofaring.
2.1.3 Telinga dalam
Gambar 2. Anatomi Telinga Dalam 3
Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah lingkaran
dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau puncak koklea
disebut helikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani dengan skala vestibuli.1
Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan membentuk
lingkaran yang tidak lengkap. Pada irisan melintang koklea tampak skala vestibule sebelah
atas, skala timpani sebelah bawah dan skala media (duktus koklearis) diantaranya. Skala
vestibule dan skala timpani berisi perilimfa sedangkan skala media berisi endolimfa. Ion dan
garam yang terdapat di perilimfa berbeda dengan endolimfa. Dimana cairan perilimfe tinggi
akan natrium dan rendah kalum, sedangkan endolimfe tinggi akan kalium dan rendah natrium.
Hal ini penting untuk pendengaran. Dasar skala vestibuli disebut sebagai membran vestibuli
(Reissner’s Membrane) sedangkan skala media adalah membran basalis. Pada membran ini
terletak organ corti yang mengandung organel-organel penting untuk mekanisme saraf perifer
pendengaran. Organ corti terdiri dari satu baris sel rambut dalam (3000) dan tiga baris sel
rambut luar (12000). Sel-sel ini menggantung lewat lubang-lubang lengan horizontal dari
suatu jungkat jangkit yang dibentuk oleh sel-sel penyokong. Ujung saraf aferen dan eferen
menempel pada ujung bawah sel rambut. Pada permukaan sel-sel rambut terdapat stereosilia
yang melekat pada suatu selubung di atasnya yang cenderung datar, bersifat gelatinosa dan 3
Page 4
aselular, dikenal sebagai membrane tektoria. Membran tektoria disekresi dan disokong oleh
suatu panggung yang terletak di medial disebut sebagai limbus.4
Gambar 3. Potongan melintang koklea5
Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang diebut membran
tektoria, dan pada membran basal melekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut dalam, sel
rambut luar dan kanalis Corti, yang membentuk organ Corti.2
2.2 Kolesteatoma
Kolesteatoma adalah suatu kista epitelial yang berisi deskuamasi epitel (keratin).
Deskuamasi terbentuk terus lalu menumpuk sehingga kolesteatoma bertambah besar. Istilah
kolesteatoma mulai diperkenalkan oleh Johannes Muller pada tahun 1838 karena disangka
kolesteatoma merupakan suatu tumor, yang kemudian ternyata bukan. Beberapa istilah lain
yang diperkenalkan oleh para ahli antara lain : keratoma (Schucknecht), squamos eipteliosis
(Birrel, 1958), kolesteatosis (Birrel, 1958), epidermoid kolesteatoma (Friedman, 1959), kista
epidermoid (Ferlito, 1970), epidermosis (Sumarkin, 1988).3
Kolesteatoma terdiri dari epitel skuamosa yang terperangkap di dalam basis cranii.
Epitel skuamosa yang terperangkap di dalam tulang temporal, telinga tengah, atau tulang
mastoid hanya dapat memperluas diri dengan mengorbankan tulang yang mengelilinginya.
Akibatnya, komplikasi yang terkait dengan semakin membesarnya kolesteatoma adalah
termasuk cedera dari struktur-struktur yang terdapat di dalam tulang temporal. Kadang-
kadang, kolesteatomas juga dapat keluar dari batas-batas tulang temporal dan basis cranii.
Komplikasi ekstrarempotal dapat terjadi di leher, sistem saraf pusat, atau keduanya.
Kolesteatomas kadang-kadang menjadi cukup besar untuk mendistorsi otak normal dan
menghasilkan disfungsi otak akibat desakan massa.1
Erosi tulang terjadi oleh dua mekanisme utama. Pertama, efek tekanan yang
4
Page 5
menyebabkan remodelling tulang, seperti yang biasa terjadi di seluruh kerangka apabila
mendapat tekanan (desakan) secara konsisten dari waktu ke waktu. Kedua, aktivitas enzim
pada kolesteatoma dapat meningkatkan proses osteoklastik pada tulang, yang nantinya akan
meningkatkan kecepatan resorpsi tulang. Kerja enzim osteolitik ini tampaknya meningkat
apabila kolesteatoma terinfeksi. 1
2.3 Epidemiologi
Insiden kolesteatoma tidak diketahui, tetapi kolesteatoma merupakan indikasi yang
relatif sering pada pembedahan otologi (kira-kira setiap minggu di praktek otologi tersier).
Kematian akibat komplikasi intrakranial dari kolesteatoma sekarang jarang terjadi, yang
berkaitan dengan diagnosis dini, intervensi bedah tepat waktu, dan terapi antibiotik yang
adekuat. Akan tetapi kolesteatomas tetap menjadi penyebab umum relatif tuli konduktif
sedang pada anak-anak dan orang dewasa.1
2.4 Patogenesis dan Klasifikasi
Banyak teori dikemukakan oleh para ahli tentang patogenesis kolesteatoma, antara
lain adalah : teori invaginasi, teori migrasi, teori metaplasi dan teori implantasi. Teori tersebut
akan lebih mudah dipahami bila diperhatikan definisi kolesteatoma menurut Gray (1964) yang
mengatakan : kolesteatoma adalah epitel kulit yang berada pada tempat yang salah. Epitel
kulit liang telinga merupakan suatu daerah cul-de-sac sehingga apabila terdapat serumen
padat di liang telinga dalam waktu yang lama, maka dari epitel kulit yang berada medial dari
serumen tersebut seakan terperangkap sehingga membentuk kolesteatoma.3
Kolesteatoma dapat dibagi atas dua jenis menurut etiologinya : 1,3
2.4.1 Kolesteatoma kongenital
Kolesteatoma kongenital terbentuk sebagai akibat dari epitel skuamosa terperangkap
di dalam tulang temporal selama embriogenesis, ditemukan pada telinga dengan membran
tympani utuh tanpa ada tanda-tanda infeksi. Lokasi kolesteatoma biasanya di mesotimpanum
anterior, daerah petrosus mastoid atau di cerebellopontin angle. Kolesteatoma di
cerebellopontin angle sering ditemukan secara tidak sengaja oleh ahli bedah saraf. 3
Penderita sering tidak memiliki riwayat otitis media supuratif kronis yang berulang,
riwayat pembedahan otologi sebelumnya, atau perforasi membran timpani. Kolesteatoma
kongenital paling sering diidentifikasi pada anak usia dini (6 bulan – 5 tahun). Saat
5
Page 6
berkembang, kolesteatom dapat menghalangi tuba estachius dan menyebabkan cairan telinga
tengah kronis dan gangguan pendengaran konduktif. Kolesteatom juga dapat meluas ke
posterior hingga meliputi tulang-tulang pendengaran dan, dengan mekanisme ini,
menyebabkan tuli konduktif. 3
2.4.2 Kolesteatoma akuisital
A. Kolesteatoma akuisital primer
Kolesteatoma yang terbentuk tanpa didahului oleh perforasi membrana tymphani.
Kolesteatoma timbul akibat proses invaginasi dari membran tymphani pars flaksida
karena adanya tekanan negatif telinga tengah akibat gangguan tuba (Teori Invaginasi). 4
Kolesteatoma akuisital primer timbul sebagai akibat dari retraksi membran
timpani. Kolesteatoma akuisital primer klasik berawal dari retraksi pars flaksida di bagian
medial membran timpani yang terlalu dalam sehingga mencapai epitimpanum. Saat
proses ini berlanjut, dinding lateral dari epitympanum (disebut juga skutum) secara
perlahan terkikis, menghasilkan defek pada dinding lateral epitympanum yang perlahan
meluas. Membran timpani terus yang mengalami retraksi di bagian medial sampai
melewati pangkal dari tulang-tulang pendengaran hingga ke epitympanum posterior.
Destruksi tulang-tulang pendengaran umum terjadi. Jika kolesteatoma meluas ke
posterior sampai ke aditus ad antrum dan tulang mastoid itu sendiri, erosi tegmen mastoid
dengan eksposur dura dan/atau erosi kanalis semisirkularis lateralis dapat terjadi dan
mengakibatkan ketulian dan vertigo. 4
6Gambar 4. Kolesteatoma pada
daerah atik. Merupakan
kolesteatoma akuisital primer pada
stadium paling awal 3
Gambar 3. Kolesteatoma kongenital.
Tampak massa putih di belakang
membran tympani yang intak 3
Page 7
Kolesteatoma akuisital primer tipe kedua terjadi apabila kuadran posterior dari
membran timpani mengalami retraksi ke bagian posterior telinga tengah. Apabila retraksi
meluas ke medial dan posterior, epitel skuamosa akan menyelubungi bangunan-atas
stapes dan membran tympani terteraik hingga ke dalam sinus timpani. Kolesteatoma
primer yang berasal dari membran timpani posterior cenderung mengakibatkan eksposur
saraf wajah (dan kadang-kadang kelumpuhan) dan kehancuran struktur stapes. 4
B. Kolesteatoma Akuisital Sekunder
Merupakan kolesteatoma yang terbentuk setelah adanya perforasi membran tympani.
Kolesteatom terbentuk sebagai akibat masuknya epitel kulit dari liang telinga atau dari
pinggir perforasi membran tympani ke telinga tengah (Teori Migrasi) atau terjadi akibat
metaplasi mukosa kavum tymphani karena iritasi infeksi yang berlangsung lama ( Teori
Implantasi). 3,4
Kolesteatoma akuisital sekunder terjadi sebagai akibat langsung dari beberapa jenis
cedera pada membran timpani. Cedera ini dapat berupa perforasi yang timbul sebagai
akibat dari otitis media akut atau trauma, atau mungkin karena manipulasi bedah pada
gendang telinga. Suatu prosedur yang sederhana seperti insersi tympanostomy tube dapat
mengimplan epitel skuamosa ke telinga tengah, yang akhirnya menghasilkan
kolesteatoma. Perforasi marginal di bagian posterior adalah yang paling mungkin
menyebabkan pembentukan kolesteatoma. Retraksi yang mendalam dapat menghasilkan
pembentukan kolesteatoma jika retraksi menjadi cukup dalam sehingga menjebak epitel
deskuamasi. 3,4
Kolesteatoma merupakan media yang baik untuk tempat pertumbuhan kuman
(infeksi), yang paling sering adalah Proteus dan Pseudomonas aeruginosa. Sebaliknya
infeksi dapat memicu respons imun lokal yang mengakibatkan produksi berbagai
mediator inflamasi dan berbagai sitokin. Sitokin yang diidentifikasi terdapat pada matriks
kolesteatoma adalah interleukin-1 (IL-1), interleukin-6 (IL-6), tumor necrosis factor-α
(TNF-α), tumor growth factor (TGF). Zat-zat ini dapat menstimulasi sel-sel keratinosit
matriks kolesteatoma bersifat hiperproliferatif, destruktif, dan mampu berangiogenesis. 3,4
7
Page 8
Tabel 1. Distribusi kuman dari kavum tympani pada Otitis Media Supuratif Kronis
dengan Kolesteatoma5
Jenis Kuman Jumlah temuan
Pseudomonas
aeruginosa
9 31,5%
Proteus
mirabilis
17 58,5%
Difteroid 1 3,3%
Streptococcus
β-hemolyticus
1 3,3%
Enterobacter sp. 1 3,3%
Massa kolesteatoma ini akan menekan dan mendesak organ di sekitarnya serta
menimbulkan nekrosis terhadap tulang. Terjadinya proses nekrosis terhadap tulang diperhebat
oleh karena pembentukan reaksi asam oleh pembusukan bakteri. Proses nekrosis tulang ini
mempermudah timbulnya komplikasi seperti labirintitis, meningitis, dan abses otak.
2.4.3 Granuloma Kolesterol
Granuloma kolesterol adalah kista jinak yang terdapat pada ujung pars petrosus, yang
merupakan bagian dari tulang tengkorak dan berdekatan dengan telinga tengah. Granuloma
ini merupakan massa yang berisi cairan, lipid, dan kristal-kristal kolesterol yang dikelilingi
oleh lapisan fibrosa. 9
Didalam tulang tengkorak, terdapat banyak ruang-ruang yang berisi udara yang
disebut juga air cells. Selama ini dipercaya bahwa granuloma kolesterol terbentuk apabila air
cells yang terdapat di pars petrosus mengalami obstruksi. Obstruksi akan membentuk suatu
ruangan yang hampa udara sehingga menyebabkan darah akan mengalir ke dalam air cells
tersebut. Sel-sel darah merah ini akan memecah, sehingga kolesterol yang terkandung di
dalam hemoglobin akan terbebas. Sistem imun tubuh akan bereaksi terhadap kolesterol ini
sebagai benda asing, sehingga menimbulkan reaksi inflamasi. Pembuluh-pembuluh darah
kecil disekitarnya akan mengalami ruptur sebagai akibat dari reaksi inflamasi. Perdarahan
yang berulang akan menyebabkan massa granuloma semakin mudah meluas. 9
Granuloma dapat terbentuk dimana saja di dalam tubuh kita apabila ada reaksi
terhadap benda asing, dan pada sebagian besar kasus biasanya tidak menimbulkan gejala
ataupun efek yang serius. Meskipun begitu, granuloma kolesterol pada pars petrosus
berbahaya karena kedekatannya dengan telinga dan beberapa saraf kranial. Apabila massa ini 8
Page 9
dibiarkan tanpa diterapi dan semakin meluas, tuli permanen dan/atau kerusakan saraf dapat
terjadi, begitu juga destruksi tulang. 9
Faktor Risiko
Granuloma kolesterol timbul sekunder dari kondisi-kondisi yang menyebabkan
obstruksi dari air cells. Beberapa kondisi tersebut termasuk infeksi telinga kronis,
kolesteatoma, atau trauma kepala yang menyebabkan perdarahan pada area apex pars
petrosus. 9
Gejala klinis
Gejala klinis dari granuloma kolesterol antara lain gangguan pendengaran unilateral,
tinnitus, facial twitching, vertigo, dan facial numbness. 9
Diagnosis
Pada pemeriksaan telinga dengan otoskop, ditemukan membran tympani berwarna
kebiruan atau terdapat bayangan kecoklatan di belakangnya. Pemeriksaan pencitraan (MRI ,
CT) dapat membantu membedakan granuloma kolesterol dengan lesi lainnya, khususnya
dengan kolesteatoma. Audiogram digunakan untuk mengevaluasi gangguan pendengaran. 9
2.5 Presentasi Klinis
Gejala khas dari kolesteatoma adalah otorrhea tanpa rasa nyeri, yang terus-menerus
atau sering berulang. Ketika kolesteatoma terinfeksi, kemungkinan besar infeksi tersebut sulit
dihilangkan. Karena kolesteatoma tidak memiliki suplai darah (vaskularisasi), maka antibiotik
sistemik tidak dapat sampai ke pusat infeksi pada kolesteatoma. Antibiotik topikal biasanya
dapat diletakkan mengelilingi kolesteatoma sehingga menekan infeksi dan menembus
beberapa milimeter menuju pusatnya, akan tetapi, pada kolestatoma terinfeksi yang besar
biasanya resisten terhadap semua jenis terapi antimikroba. Akibatnya, otorrhea akan tetap
timbul ataupun berulang meskipun dengan pengobatan antibiotik yang agresif. 1,3
Gangguan pendengaran juga merupakan gejala yang umum pada kolesteatoma.
Kolesteatoma yang besar akan mengisi ruang telinga tengah dengan epitel deskuamasi dengan
atau tanpa sekret mukopurulen sehingga menyebabkan kerusakan osikular yang akhirnya
menyebabkan terjadinya tuli konduktif yang berat. 1,3
Pusing adalah gejala umum relatif pada kolesteatoma, tetapi tidak akan terjadi
apabila tidak ada fistula labirin akibat erosi tulang atau jika kolesteatoma mendesak langsung
9
Page 10
pada stapes footplate. Pusing adalah gejala yang mengkhawatirkan karena merupakan
pertanda dari perkembangan komplikasi yang lebih serius. 1,3
Pada pemeriksaan fisik, tanda yang paling umum dari kolesteatoma adalah drainase
dan jaringan granulasi di liang telinga dan telinga tengah tidak responsif terhadap terapi
antimikroba. Suatu perforasi membran timpani ditemukan pada lebih dari 90% kasus.
Kolesteatoma kongenital merupakan pengecualian, karena seringkali gendang telinga tetap
utuh sampai komponen telinga tengah cukup besar. Kolesteatoma yang berasal dari implantasi
epitel skuamosa kadangkala bermanifestasi sebelum adanya gangguan pada membran
tympani. Akan tetapi, pada kasus-kasus seperti ini, (kolesteatoma kongenital, kolesteatoma
implantasi) pada akhirnya kolesteatoma tetap saja akan menyebabkan perforasi pada
membran tympani. 4,6
Seringkali satu-satunya temuan pada pemeriksaan fisik adalah sebuah kanalis akustikus
eksternus yang penuh terisi pus mukopurulen dan jaringan granulasi. Kadangkala
menghilangkan infeksi dan perbaikan jaringan granulasi baik dengan antibiotik sistemik
maupun tetes antibiotik ototopikal sangat sulit dilakukan. Apabila terapi ototopikal berhasil,
maka akan tampak retraksi pada membran tympani pada pars flaksida atau pada kuadaran
posterior. 4,6
Pada kasus yang amat jarang, kolesteatoma diidentifikasi berdasarkan salah satu
komlikasinya, hal ini kadangkala ditemukan pada anak-anak. Infeksi yang terkait dengan
kolesteatoma dapat menembus korteks mastoid inferior dan bermanifestasi sebagai abses di
leher. Kadangkala, kolesteatoma bermanifestasi pertama kali dengan tanda-tanda dan gejala
komplikasi pada susunan saraf pusat, yaitu : trombosis sinus sigmoid, abses epidural, atau
meningitis. 4,6
Indikasi Pembedahan
Hampir semua kolesteatoma harus dibersihkan. Kadangkala dilakukan pengecualian
apabial keadaan umum pasien sangat buruk sehingga membuat prosedur pembedahan terlalu
berisiko. Beberapa pasien yang memiliki kolesteatoma di satu-satunya telinga yang dapat
mendengar, dengan alasan yang rasional, enggan untuk menjalani operasi. Risiko kehilangan
pendengaran akibat dari operasi pengangkatan umumnya lebih kecil daripada risiko yang
berhubungan dengan membiarkan kolesteatoma in situ. 1
Kontraindikasi Pembedahan
10
Page 11
Gangguan pendengaran di telinga kontralateral adalah kontraindikasi relatif untuk
pembedahan. Seringkali, kolesteatoma menyebabkan risiko lebih besar untuk sisa
pendengaran daripada pembedahan itu sendiri, dan, lebih sering daripada tidak, operasi
pengangkatan adalah pilihan yang baik bahkan ketika kolesteatoma berada di satu-satunya
telinga yang dapat mendengar. 1
2.6 Pemeriksaan Pencitraan
CT scan merupakan modalitas pencitraan pilihan karena CT scan dapat mendeteksi
cacat tulang yang halus sekalipun. Namun, CT scan tidak selalu bisa membedakan antara
jaringan granulasi dan kolesteatoma. Densitas kolesteatoma dengan cairan serebrospinal
hampir sama, yaitu kurang-lebih -2 sampai +10 Hounsfield Unit, sehingga efek dari desakan
massa itu sendirilah yang lebih penting dalam mendiagnosis kolesteatoma.7
Gaurano (2004) telah menunjukkan bahwa perluasan antrum mastoid dapat dilihat
pada 92% dari kolesteatoma telinga tengah dan 92% pulalah hasil CT scan yang membuktikan
erosi halus tulang-tulang pendengaran. Defek yang dapat dideteksi dengan menggunakan CT
scan adalah sebagai berikut: 4
a. Erosi skutum
b. Fistula labirin
c. Cacat di tegmen
d. Keterlibatan tulang-tulang pendengaran
e. Erosi tulang-tulang pendengaran atau diskontinuitas
f. Anomali atau invasi dari saluran tuba
MRI digunakan apabila ada masalah sangat spesifik yang diperkirakan dapat melibatkan
jaringan lunak sekitarnya. Masalah-masalah ini termasuk yang berikut: 4
11
Gambar 5. CT scan yang
menggambarkan erosi tulang
dan kolesteatoma 4
Page 12
a. Keterlibatan atau invasi dural
b. Abses epidural atau subdural
c. Herniasi otak ke rongga mastoid
d. Peradangan pada labirin membran atau saraf fasialis
e. Trombosis sinus sigmoid
2.7 Penatalaksanaan
Terapi Medis
Terapi medis bukanlah pengobatan yang sesuai untuk kolesteatoma. Pasien yang
menolak pembedahan atau karena kondisi medis yang tidak memungkinkan untuk anestesi
umum harus membersihkan telinga mereka secara teratur. Pembersihan secara teratur dapat
membantu mengontrol infeksi dan dapat memperlambat pertumbuhan kolesteatom, tapi tidak
dapat menghentikan ekspansi lebih lanjut dan tidak menghilangkan risiko komplikasi. Terapi
antimikroba yang utama adalah terapi topikal, akan tetapi terapi sistemik juga dapat
membantu sebagai terapi tambahan.4,7
Antibiotik oral bersama pembersihan telinga atau bersama dengan tetes telinga lebih
baik hasilnya daripada masing-masing diberikan tersendiri. Diperlukan antibiotik pada setiap
fase aktif dan dapat disesuaikan dengan kuman penyebab. Antibiotik sistemik pertama dapat
langsung dipilih yang sesuai dengan keadaan klinis, penampilan sekret yang keluar serta
riwayat pengobatan sebelumnya. Sekret hijau kebiruan menandakan Pseudomonas , sekret
kuning pekat seringkali disebabkan oleh Staphylococcus, sekret berbau busuk seringkali
disebabkan oleh golongan anaerob.5
Kotrimokasazol, Siprofloksasin atau ampisilin-sulbaktam dapat dipakai apabila
curiga Pseudomonas sebagai kuman penyebab. Bila ada kecurigaan terhadap kuman anaerob,
dapat dipakai metronidazol, klindamisin, atau kloramfenikol. Bila sukar mentukan kuman
penyebab, dapat dipakai campuran trimetoprim-sulfametoksazol atau amoksisillin-klavulanat.
Antibitotik topikal yang aman dipakai adalah golongan quinolon. Karena efek samping
terhadap pertumbuhan tulang usia anak belum dapat disingkirkan, penggunaan ofloksasin
harus sangat hati-hati pada anak kurang dari 12 tahun.5
Pembersihan liang telinga dapat menggunakan larutan antiseptik seperti Asam Asetat
1-2%, hidrogen peroksisa 3%, povidon-iodine 5%, atau larutan garam fisiologis. Larutan
harus dihangatkan dulu sesuai dengan suhu tubuh agar tidak mengiritasi labirin setelah itu
dikeringkan dengan lidi kapas.5
Terapi Pembedahan
12
Page 13
Terapi pembedahan bertujuan untuk mengeluarkan kolesteatoma. Dalam keadaan
tertentu, ahli bedah dapat membuat keputusan untuk menggunakan teknik canal wall up atau
canal wall down. Jika pasien memiliki beberapa episode kekambuhan dari kolesteatoma dan
keinginan untuk menghindari operasi masa depan, teknik canal wall down adalah yang paling
sesuai. 8
Beberapa pasien tidak dapat menerima tindakan canal-wall down.Pasien tersebut
dapat diobati dengan tertutup (canal wall-up), asalkan mereka memahami bahwa penyakit
lebih mungkin kambuh dan mereka mungkin membutuhkan beberapa serial prosedur
pembedahan.8
Meskipun semua kelebihan dan kekurangan kedua teknik operasi itu menjadi relatif
di tangan ahli bedah yang berpengalaman, tiap ahli bedah telinga mempunyai alasan sendiri
mengapa memilih satu teknik dari teknik yang lain. Hal yang jelas berbeda adalah bahwa
timpanoplasti dinding utuh (canal wall-up) berusaha maksimal mempertahankan bentuk
fisiologis liang telinga dan telinga tengah.5
Mastoidektomi radikal dengan
timpanoplasti dinding runtuh
Mastoidektomi radikal klasik adalah tindakan membuang seluruh sel-sel mastoid di
rongga mastoid, meruntuhkan seluruh dinding kanalis akustikus eksternus posterior,
pembersihan total sel-sel mastoid yang memiliki drainase ke kavum timpani. Inkus dan
malleus dibuang, hanya stapes yang dipertahankan. Begitu pula seluruh mukosa kavum
tympani. 8
13
Gambar 6. Teknik Canal Wall
Up atau Canal Wall Down 8
Page 14
Timpanoplasti dinding runtuh merupakan modifikasi dari mastoidektomi radikal,
bedanya adalah mukosa kavum timpani dan sisa tulang-tulang pendengaran dipertahankan
setelah proses patologis dibersihkan. Tuba eustachius tetap dipertahankan dan dibersihkan
agar terbuka. Kemudian kavitas operasi ditutup dengan fasia m.temporalis baik berupa free
fascia graft maupun berupa jabir fasia m.temporalis, dilakukan juga rekonstruksi tulang-
tulang pendengaran. 8
14
Page 15
Tabel 2. Keunggulan dan kelemahan timpanoplasti dinding utuh dan dinding runtuh5
Teknik Operasi
Timpanoplasti
Dinding Utuh Dinding
Runtuh
Fisiologik Lebih
fisiologik
Kurang
fisiologik
Residivitas Lebih tinggi Lebih rendah
Kesulitan Lebih tinggi Lebih rendah
Komplikasi
(iatrogenik)
Lebih tinggi Lebih rendah
Perbaikan
pendengaran
Lebih tinggi Lebih rendah
Keperluan operasi
kedua
Ya Tidak
Pembersihan
spontan rongga ooperasi
(self cleansing)
Lebih baik Memerlukan
lebih sering control
Hearing aid Lebih mudah Sukar
2.8 Komplikasi
Komplikasi operasi pada mastoidektomi dan timpanoplasti dibagi berdasarkan
komplikasi segera dan komplikasi lambat. Komplikasi segera termasuk parese nervus fasialis,
kerusakan korda timpani, tuli saraf, gangguan keseimbangan, fistel labirin, trauma pada sinus
sigmoid, bulbus jugularis, likuor serebrospinal. Infeksi pasca-operasi juga dapat dimasukkan
sebagai komplikasi segera. 5
Komplikasi lambat termasuk kolesteatoma rekuren, reperforasi, lateralisasi tandur,
stenosis liang telinga luar, displasi atau lepasnya prostesis tulang pendengaran yang dipasang.
Pada kebanyakan, kasus trauma nervus fasialis tidak disadari pada waktu operasi. Trauma
nervus fasialis yang paling sering terjadi adalah pada pars vertikalis waktu melakukan
mastoidektomi, bisa juga terjadi pada pars horizontal waktu manipulasi daerah di dekat stapes
atau mengorek daerah bawah inkus baik dari arah mastoid ataupun dari arah kavum timpani.
Trauma dapat lebih mudah terjadi bila tpografi daerah sekitarnya sudah tidak dikenali dengan
baik, misalnya pada kelainan letak kongenital, jaringan parut karena operasi sebelumnya,
destruksi kanalis fasialis karean kolesteatoma. 5
15
Page 16
Derajat parese harus ditentukan, paling sederhana adalah menurut klasifikasi House-
Bregmann. Sebaiknya dilakukan pemeriksaan EMG untuk melihat derajat kerusakan pada
saraf dan menentukan prognosis penyembuhan spontan. 5
Trauma operasi terhadap labirin sukar diketahui dengan segera, sebab vertigo pasca-
operasi dapat terjadi hanya karena iritasi selam operasi, belum tentu karena cedera operasi.
Trauma terhadap labirin bisa menyebabkan tuli saraf total. Manipulasi di daerah aditus ad
antrum dan sekitarnya pada lapangan operasi yang ditutupi oleh jaringa kolesteatoma dan
matriks koleteatoma dapat menyebabkan fistel labirin. 5
Trauma terhadap tulang pendengaran diperkirakan akan memperbuuk sistem
konduksi telinga tengah sedapat mungkin langsung rekonstruksi. Trauma terhadap dinding
sinus dan duramater sehingga terjadi perdarahan dan bocornya cairan otak, bila tidak luas
dapat ditungggu sebentar dan langsung ditutup dengan tandu komposit sampai kebocoran
berhenti. Trauma pada sinus lateralis, sinus sigmoid, bulbus jugularis, dan vena emissari dapat
menyebabkan perdarahan besar. 5
2.9 Prognosis
Mengeliminasi kolesteatoma hampir selalu berhasil, namun mungkin memerlukan
beberapa kali pembedahan. Karena pada umumnya pembedahan berhasil, komplikasi dari
pertumbuhan tidak terkendali dari kolesteatoma sekarang ini jarang terjadi. 1,4,7
Timpanoplasti dinding runtuh menjanjikan tingkat kekambuhan yang sangat rendah
dari kolesteatoma. Pembedahan ulang pada kolesteatoma terjadi pada 5% kasus, yang cukup
menguntungkan bila dibandingkan tingkat kekambuhan timpanoplasti dinding utuh yang 20-
40%. 1,4,7
Meskipun demikian, karena rantai osikular dan/atau membran tympani tidak selalu
dapat sepenuhnya direstorasi kembali normal, maka kolesteatoma tetaplah menjadi penyebab
umum relatif tuli konduktif permanen. 1,4,7
16
Page 17
BAB III
KESIMPULAN
Dari semua penjabaran mengenai kolesteatom pada bab sebelumnya, maka dapat
ditarik kesimpulan sebagai berikut :
Bahwa meskipun banyak teori yang berusaha menjelaskan mengenai terbentuknya
kolesteatoma, patogenesis dari terbentuknya kolesteatoma sebenarnya masih belum pasti
hingga saat ini.
Sangat penting untuk memiliki pengetahuan dasar yang memadai mengenai karkteristik
anatomi dan fungsional dari telinga tengah untuk mencapai penatalaksanaan yang memuaskan
untuk kolesteatoma
Kunci dari didapatkannya diagnosis dini dan penatalaksanaan segera yang tepat untuk
kolestatoma adalah evaluai yang hati-hati dan menyeluruh mengenai presentasi klinis hingga
ke pencitraannya.
Penatalaksanaan yang paling sesuai adalah pembedahan dengan tujuan untuk
mengeradikasi penyakit dan untuk mencapai kondisi telinga yang kering dan aman dari in-
feksi berulang.
Pendekatan secara bedah harus disesuaikan pada masing-masing pasien sesuai dengan
keadaan umum dan luasnya penyebaran kolesteatoma itu sendiri.
Ahli bedah harus sangat waspada terhadap komplikasi pasca-pembedahan yang mengan-
cam nyawa ataupun menyebabkan kondisi serius terhadap pasien seperti cedera nervus
fasialis.
17
Page 18
DAFTAR PUSTAKA
1. Roland PS. Middle Ear, Cholesteatoma. Emedicine. June 29, 2009 (cited August 25,
2009). Available at http://emedicine.medscape.com/article/860080-overview.
2. Moore K, Agur AMR. Anatomi Klinis Dasar. Edisi Pertama. Jakarta : Penerbit
Hipokrates; 2002
3. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi ke-6. Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 2008
4. Waizel S. Temporal Bone, Aquired Cholesteatoma. Emedicine. May 1, 2007 (cited Au-
gust 27, 2009). Available at http://emedicine.medscape.com/article/384879-overview
5. Helmi. Otitis Media Supuratif Kronis. Edisi Pertama. Jakarta : Balai Penerbit FKUI;
2005
6. Adams GL, Boies LR, Higler PA. BOIES Buku Ajar Penyakit THT. Edisi ke-6. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC; 1997
7. DeSouza CE, Menezes CO, DeSouza RA, Ogale SB, Morris MM, Desai AP. Profile of
congenital cholesteatomas of the petrous apex. J Postgrad Med [serial online] 1989 [cited
2009 Sep 5];35:93. Available from: http://www.jpgmonline.com/text.asp?1989/35/2/93/5702
8. Makishima T, Hauptman G. Cholesteatoma. University of Texas Medical Branch Depart-
ment of Otolaryngology. January 25, 2006 (cited August 25, 2009). Available at
www.utmb.edu/otoref/grnds/Cholest.../Cholest-slides-060125.pdf
9. Cholesterol Granuloma. March 16, 2006 (cited September 7, 2009). Available at
http://www.upmc.com/Services/minc/conditionstreatments/Pages/cholesterol-granuloma.aspx
18