PENDAHULUAN Luka bakar merupakan cedera yang cukup sering dihadapi para dokter. Luas luka bakar menyebabkan morbiditas dan derajat cacat yang relatif tinggi dibandingkan dengan cedera oleh sebab lain. Di Amerika Serikat, kurang lebih 250.000 orang mengalami luka bakar setiap tahunnya. Dari angka tersebut, 112.000 penderita luka bakar membutuhkan tindakan emergency, dan sekitar 210 penderita luka bakar meninggal dunia. Di Indonesia, belum ada angka pasti mengenai luka bakar, tetapi dengan bertambahnya jumlah penduduk serta industri, angka luka bakar tersebut makin meningkat (buku bedah). Luka bakar menyebabkan hilangnya integritas kulit dan juga menimbulkan efek sistemik yang sangat kompleks. Luka bakar biasanya dinyatakan dengan derajat yang ditentukan oleh kedalaman luka bakar. Beratnya luka bergantung pada dalam, luas, dan letak luka. Selain beratnya luka bakar, umur dan keadaan kesehatan penderita sebelumnya merupakan faktor yang sangat mempengaruhi prognosis. Hal yang penting dalam penanganan luka bakar adalah resusitasi cairan pada 48 jam pertama, terutama pada pasien dengan luka bakar yang luas. Pemantauan ketat perlu dilakukan pada pasien ini apalagi bila
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PENDAHULUAN
Luka bakar merupakan cedera yang cukup sering dihadapi para dokter. Luas luka bakar
menyebabkan morbiditas dan derajat cacat yang relatif tinggi dibandingkan dengan cedera
oleh sebab lain. Di Amerika Serikat, kurang lebih 250.000 orang mengalami luka bakar
setiap tahunnya. Dari angka tersebut, 112.000 penderita luka bakar membutuhkan tindakan
emergency, dan sekitar 210 penderita luka bakar meninggal dunia. Di Indonesia, belum ada
angka pasti mengenai luka bakar, tetapi dengan bertambahnya jumlah penduduk serta
industri, angka luka bakar tersebut makin meningkat (buku bedah).
Luka bakar menyebabkan hilangnya integritas kulit dan juga menimbulkan efek sistemik
yang sangat kompleks. Luka bakar biasanya dinyatakan dengan derajat yang ditentukan oleh
kedalaman luka bakar. Beratnya luka bergantung pada dalam, luas, dan letak luka. Selain
beratnya luka bakar, umur dan keadaan kesehatan penderita sebelumnya merupakan faktor
yang sangat mempengaruhi prognosis. Hal yang penting dalam penanganan luka bakar adalah
resusitasi cairan pada 48 jam pertama, terutama pada pasien dengan luka bakar yang luas.
Pemantauan ketat perlu dilakukan pada pasien ini apalagi bila hal ini terjadi pada pasien
lansia atau anak-anak. Pemberian resusitasi cairan mempunyai tujuan untuk menormalkan
kembali curah jantung. Dimana pemberian resusitasi cairan ini tidak boleh dilakukan dengan
sembarangan, agar efek samping resusitasi cairan tidak terjadi diantaranya oedema pulmo
(buku bedah).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi dan Fisiologi Kulit (kulit)
Kulit adalah suatu organ pembungkus seluruh permukaan luar tubuh dan
merupakan organ terberat dan terbesar dari tubuh. Seluruh kulit beratnya sekitar 16%
berat tubuh, pada orang dewasa sekitar 2,7 – 3,6kg. Luasnya sekitar 1,5 – 1,9 m2, dan
tebalnya kulit bervariasi mulai 0,5 -6 mm tergantung dari letak, umur dan jenis
kelamin.
Secara embriologis kulit berasal dari dua lapis yang berbeda :
Lapisan luar adalah epidermis yang merupakan lapisan epital berasal dari ectoderm
Lapisan dalam yang berasal dari mesoderm adalah dermis atau korium yang
merupakan suatu lapisan jaringan ikat.
1. EPIDERMIS (KULIT ARI)
Epidermis adalah lapisan luar kulit yang tipis dan avaskuler. Terdiri dari epitel
berlapis gepeng bertanduk, mengandung sel melanosit, Langerhans dan merkel.
Tebal epidermis berbeda-beda pada berbagai tempat di tubuh, paling tebal pada
telapak tangan dan kaki. Ketebalan epidermis hanya sekitar 5% dari seluruh
ketebalan kulit. Terjadi regenerasi setiap 4-6 minggu. Epidermis terdiri atas lima
lapisan (dari lapisan yang paling atas sampai yang terdalam) :
1. Stratum Korneum
Merupakan lapisan epidermis paling atas. Lapisan ini terdiri atas beberapa
lapis sel pipih, tidak memiliki inti, tidak mengalami proses metabolisme, tidak
berwarna dan sangat sedikit mengandung air. Terdiri dari sel keratinosit yang bisa
mengelupas dan berganti.
2. Stratum Lusidum
Disebut juga lapisan barrier terletak dibawah lapisan tanduk dengan lapisan
berbutir. Lapisan initerdiri dari protoplasma sel-sel jernih yg kecil-kecil, tipis, dan
bersifat translusen sehingga dapat dilewati sinar (tembus cahaya). Lapisan ini
sangat tampak jelas pada telapak tangan dan telapak kaki.
3. Stratum Granulosum (lapisan berbutir)
Tersusun oleh sel-sel keratonosit berbentuk kumparan yang mengandung
butir- butir di dalam protoplsmanya berbutir kasar dan berinti mengkerut. Lapisan
ini tampak paling jelas pada kulit telapak tangan dan telapak kaki.
4. Stratum Spinosum
Disebut juga badan malphigi. Terdiri atas sel-sel yang saling berhubungan
dengan perantaraan jembatan-jembatan protoplasma berbentuk kubus. Jika sel-sel
lapisan saling berlepasan, maka seakan-akan selnya bertaju. Setiap sel berisi
filamen-filamen kecil yang terdiri atas serabut protein. Sel-sel pada lapisan ini
normal, tersusun menjadi beberapa baris.
5. Stratum Basale /Stratum Germinativum
Merupakan lapisan terbawah epidermis, dibentuk oleh satu baris sel torak
(silinder) dengan kedudukan tegak lurus terhadap permukaan dermis. Alas sel-sel
torak ini bergerigi dan bersatu dengan lamina basalis di bawahnya. Lamina
basalis yaitu struktur halus yang membatasi epidermis dengan dermis.
Terdapat aktifitas mitosis yang hebat dan bertanggung jawab dalam pembaharuan
sel epidermis secara konstan.
Epidermis diperbaharui setiap 28 hari untuk migrasi kepermukaan, hal ini
tergantung letak, usia dan faktor lain. Merupakan satu lapis sel yg mengandung
melanosit. Fungsi Epidermis ialah Proteksi barier, organisasi sel, sintesis vitamin D
dan sitokin, pembelahan dan mobilisasi sel, pigmentasi (melanosit) dan pengenalan
alergen (sel Langerhans).
2. DERMIS
Merupakan bagian yang paling penting di kulit yang sering dianggap sebagai
“True Skin” karena 95% dermis membentuk ketebalan kulit. Terdiri atas jaringan
ikat yang menyokong epidermis dan menghubungkannya dengan jaringan subkutis.
Tebalnya bervariasi, yang paling tebal pada telapak kaki sekitar 3 mm.
Dermis menjadi tempat ujung saraf perasa, tempat keberadaan kandung
rambut, kelenjar keringat, kelenjar-kelenjar palit atau kelenjar minyak, pembuluh-
pembuluh darah dan getah bening, dan otot penegak rambut (muskulus arektor
pili).
Lapisan Dermis terdiri dua lapisan :
Stratum papiler; tipis mengandung jaringan ikat jarang.
Stratum retikuler; tebal terdiri dari jaringan ikat padat
3. SUBKUTIS
Merupakan lapisan di bawah dermis atau hipodermis yang terdiri dari
lapisan lemak. Lapisan ini terdapat jaringan ikat yang menghubungkan kulit secara
longgar dengan jaringan di bawahnya. Jumlah dan ukurannya berbeda-beda
menurut daerah di tubuh dan keadaan nutrisi individu. Berfungsi menunjang suplai
darah ke dermis untuk regenerasi.
Fungsi lapisan subkutis ialah melekat ke struktur dasar, isolasi panas,
cadangan kalori, kontrol bentuk tubuh dan mechanical shock absorber.
FISIOLOGI KULIT
Kulit merupakan organ yang berfungsi sangat penting bagi tubuh diantaranya:
Fungsi proteksi
Fungsi absorbsi
Fungsi Ekskresi
Fungsi Persepsi
Fungsi pengaturan suhu tubuh
Fungsi pembentukan pigmen
Fungsi keratinasi
Fungsi pembentukan vitamin D
Nb : keterangan fungsi2nya tolong ditambahin yaa. Ada dibuku kukel, ak ga sempat
nambahin nihh. Dapus untuk anatomi fisio kulit pake buku kukel aja, halaman depan
potokopian kukel ku hilang, jadi ga bisa nulis dapusnya.
B. Definisi dan Etiologi Luka Bakar
Luka bakar merupakan suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang
disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia yang
bersifat asam atau basa kuat, listrik, petir, radiasi dan akibat suhu yang sangat rendah
(frost bite) sehingga dapat menyebabkan kematian, atau akibat lain yang berkaitan
dengan problem fungsi maupun estetik (Moenadja Y).
Penyebab luka bakar tersering adalah terbakar api langsung yang dapat dipicu
atau diperparah dengan adanya cairan yang mudah terbakar seperti bensin, gas
kompor rumah tangga dan lainnya yang akan menyebabkan luka bakar pada seluruh
atau sebagian tebal kulit. Pada anak, kurang lebih 60% luka bkaar disebabkan oleh air
panas yang terjadi pada kecelakaan rumah tangga dan umumnya merupakan luka
bakar superficial, tetapi dapat juga mengenai seluruh ketebalan kulit (buku bedah).
Penyebab lainnya adalah pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik, maupun
bahan kimia. Bahan kimia ini dapat berupa asam atau basa kuat. Asam kuat
menyebabkan nekrosis koagulasi, denaturasi protein, dan rasa nyeri yang hebat.
Sedangkan luka bakar yang disebabkan oleh basa kuat akan menyebabkan jaringan
mengalami nekrosis yang mencair (liquefactive necrosis). Kemampuan alkali
menembus jaringan lebih dalam dan lebih kuat dibanding asam, kerusakan jaringan
lebih berat karena sel mengalami dehidrasi dan terjadi denaturasi protein dan kolagen.
Rasa sakit baru timbul belakangan sehingga penderita sering terlambat datang untuk
berobat dan kerusakan jaringan sudah meluas (buku bedah).
C. Patofisiologi Luka Bakar
Kulit adalah organ terluar tubuh manusia dengan luas 0,025 m2 pada anak baru
lahir sampai 1 m2 pada orang dewasa. Apabila kulit terbakar atau terpajan suhu
tinggi, pembuluh kapiler dibawahnya, area sekitarnya dan area yang jauh sekalipun
akan rusak dan menyebabkan permeabilitasnya meningkat. Terjadilah kebocoran
cairan intrakapiler ke interstisial sehingga terjadi udem dan bula yang mengandung
banyak elektrolit. Rusaknya kulit akibat luka bakar akan mengakibatkan hilangnya
fungsi kulit sebagai barier dan penahan penguapan (buku bedah).
Kedua penyebab tersebut dengan cepat menyebabkan berkurangnya cairan
intravaskular. Pada luka bakar yang luasnya kurang dari 20%, mekanisme kompensasi
tubuh masih bisa mengatasinya. Bila kulit yang terbakar luas (lebih dari 20%), dapat
terjadi syok hipovolemik disertai dengan gejala yang khas, seperti gelisah, pucat,
dingin, berkeringat, nadi kecil dan cepat, tekanan darah menurun, dan produksi urin
berkurang. Pembengkakan terjadi perlahan, maksimal terjadi setelah delapan jam
(buku bedah).
Pembuluh kapiler yang terpajan suhu tinggi rusak dan permeabilitas
meningkat. Sel darah yang ada di dalamnya ikut rusak sehingga dapat terjadi anemia
perubahan bentuk sel-sel endotel kapiler (epitel tunika intima) akibat perubahan
tekanan hidrostatik dan onkotik di ruang intravaskuler. Terjadi ekspansi cairan
intravaskuler, plasma (protein) elektrolit ke ruang interstisial. Terjadi penimbunan
cairan di jaringan interstisial sehingga keseimbangan tekanan hidrostatik dan onkotik
terganggu dan juga menyebabkan gangguan perfusi metabolisme seluler (syok
jaringan) (buku bedah - Moenadja Y - Oliver).
Pada kebakaran dalam ruang tertutup atau bila luka terdapat di wajah, dapat
terjadi kerusakan mukosa jalan napas karena gas, asap, atau uap panas yang terhirup.
Cedera inhalasi menjelaskan perubahan mukosa saluran napas akibat adanya paparan
berupa iritan dan menimbulkan manifestasi klinik dengan gejala distress pernapasan.
Reaksi yang timbul berupa inflamasi akut dengan edema dan hipersekresi mukosa
saluran napas. Edema mukosa masif di saluran napas bagian atas menyebabkan
obstruksi lumen sehingga menyebabkan sumbatan total saluran napas. Mekanisme
obstruksi yang lain disebabkan oleh percampuran epitel mukosa yang nekrosis dengan
sekret kental yang mengadung banyak fibrin.Inflamasi pada saluran napas bagian
bawah berhubungan dengan peranan sitokin dan radikal bebas. Inflamasi yang terjadi
menyebabkan lokalisasi netrofil dan leukosit PMN. Fibrin yang menumpuk pada
mukosa alveoli membentuk membran hialin yang mengakibatkan gangguan difusi dan
perfusi oksigen sehingga menyebabkan ARDS. Gejala yang ditimbulkan dapat berupa
sesak napas, takipnea, stridor, suara parau, dan dahak berwarna gelap akibat jelaga
(buku bedah - Moenadja Y).
Dapat juga terjadi keracunan gas CO atau gas beracun lainnya.
Karbonmonoksida sangat kuat terikat dengan hemoglobin sehingga tidak mampu lagi
mengikat oksigen. Tanda keracunan ringan yaitu lemas, bingung, pusing, mual dan
muntah. Pada keracunan yang berat terjadi koma. Bila lebih dari 60% hemoglobin
terikat CO, penderita dapat meninggal (buku bedah).
Setelah 12-24 jam, permeabilitas kapiler mulai membaik dan terjadi mobilisasi
serta penyerapan kembali cairan dari ruang interstisial ke pembuluh darah yang
ditandai dengan meningkatnya diuresis (buku bedah).
Luka bakar umumnya tidak steril. Kontaminasi pada kulit mati yang
meruoakan medium yang baik untuk pertumbuhan kuman, akan mempermudah
infeksi. Infeksi ini sulit diatasi karena daerahnya tidak tercapai oleh pembuluh kapiler
yang mengalami trombosis. Padahal pembuluh ini memawa sistem pertahanan tubuh
atau antibiotik. Kuman penyebab infeksi pada luka bakar selain berasal dari kulit
penderita sendiri, juga dari kontaminasi kuman saluran napas atas dan kontaminasi
kuman di lingkungan rumah sakit (buku bedah).
Fase permulaan luka bakar merupakan fase katabolisme sehingga
keseimbangan protein menjadi negatif. Protein tubuh banyak hilang karena eksudasi,
metabolisme tinggi, dan mudah terjadi infeksi. Penguapan yang berlebihan dari kulit
yang rusak juga memerlukan kalori tambahan. Tenaga yang diperlukan oleh tubuh
pada fase ini terutama didapat dari pembakaran protein dari otot skelet. Oleh karena
itu, penderita menjadi sangat kurus, otot mengecil, dan berat badan menurun (buku
bedah).
D. Luas, Derajat, dan Beratnya Luka Bakar
1. Luas luka bakar
Luas luka bakar dinyatakan dalam persen terhadap luas seluruh tubuh. Pada orang
dewasa digunakan “rumus 9”. Metode ini sangat baik, dan umumnnya dipakai
dalam memperkirakan persentase luas permukaan luka bakar (total body surface
area - TBSA). Cara perkiraan sangat cepat untuk perkiraan luka bakar sedang
sampai berat pada orang dewasa. Wallace membagi tubuh atas bagian-bagian 9%
atau kelipatan dari 9 yang dikenal dengan rule of nine atau rule of Wallace. Luas
kepala dan leher, dada, punggung, pinggang dan bokong, ekstremitas atas kanan,
ekstremitas atas kiri, paha kanan, paha kiri, tungkai dan kaki kanan, serta tungkai
dan kaki kiri masing-masing 9%. Sisanya 1% adalah daerah genitalia (buku bedah
- Hettiaratchy).
Pada anak dan bayi digunakan rumus lain karena luas relatif permukaan kepala
anak lebih besar. Karena perbandingan luas permukaan bagian tubuh anak kecil
berbeda, dikenal rumus 10 untuk bayi dan rumus 10-15-20 untuk anak (buku
bedah).
Untuk anak, kepala dan leher 15%, badan depan dan belakang masing-masing
20%, ekstremitas atas kanan dan kiri masing-masing 10%, ekstremitas bawah
kanan dan kiri masing-masing 15%.
Luas luka bakar, A. Rumus 10 untuk bayi; B. Rumus 10-15-20 untuk anak; C.
Rumus 9 untuk orang dewasa
2. Derajat luka bakar
Kedalaman kerusakan jaringan akibat luka bakar ditentukan oleh tingginya suhu,
penyebab, dan lamanya kontak dengan tubuh penderita. Pembagiannya terdiri
atas 3 tingkat atau derajat, yakni (Rab-buku bedah- Hettiaratchy- Wood ) :
1. Luka bakar derajat I
Kerusakan terbatas pada lapisan epidermis (superficial), kulit hiperemik berupa
eritem, tidak dijumpai bula, dan terasa nyeri dengan intensitas ringan – sedang
karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi. Penyembuhan terjadi secara spontan
dalam waktu singkat (5-7 hari) tanpa pengobatan khusus, misalnya luka bakar
karena tersengat matahari.
2. Luka bakar derajat II
Kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis, berupa reaksi inflamasi
disertai proses eksudasi dan terdapat bula. Luka ini menimbulkan nyeri sedang –
berat karena terangsangnya nosiseptor dan tereksposnya ujung saraf bebas akibat
kerusakan jaringan dermis yang berguna sebagai pelindung. Luka ini dibedakan
atas dua bagian, yaitu:
Derajat II dangkal/superficial (IIA) : Kerusakan mengenai bagian epidermis
dan lapisan atas dari dermis. Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar
keringat, dan kelenjar sebasea masih banyak. Penyembuhan terjadi secara spontan
dalam waktu 10-14 hari tanpa terbentuk sikatriks.
Derajat II dalam/deep (IIB) : Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian
dermis dan sisa-sisa jaringan epitel tinggal sedikit. Organ-organ kulit seperti
folikel rambut, kelenjar keringat, dan kelenjar sebasea tinggal sedikit.
Penyembuhan terjadi lebih lama dan disertai parut hipertrofi. Biasanya
penyembuhan terjadi dalam waktu lebih dari satu bulan.
3. Luka bakar derajat III
Kerusakan meliputi seluruh tebal kulit dan lapisan yang lebih dalam sampai
mencapai jaringan subkutan, otot, dan tulang. Organ kulit mengalami kerusakan
dan tidak ada lagi sisa elemen epitel. Tidak dijumpai bula. Kulit yang terbakar
berwarna abu-abu sampai berwarna hitam kering. Terjadi koagulasi protein pada
epidermis dan dermis yang dikenal sebagai eskar. Sensasi hilang dan tidak
dijumpai rasa nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik rusak.
Namun umumnya luka bakar derajat III merupakan bagian sentral dengan area
luka bakar derajat II di sekitarnya yang sangat nyeri. Penyembuhan terjadi lama
karena tidak terjadi epitelisasi spontan.
3. Berat luka bakat
Luka bakar biasanya dinyatakan dengan derajat yang ditentukan oleh kedalaman
luka bakar. Walaupun demikian, beratnya luka bergantung pada dalam, luas, dan
letak luka. Umur dan keadaan kesehatan penderita sebelumnya akan sangat
mempengaruhi prognosis.
Kriteria berat ringannya luka bakar menurut American Burn Association ialah:
1. Luka bakar ringan
a. Luka bakar derajat II < 15% pada orang dewasa
b. Luka bakar derajat II < 10% pada anak-anak
c. Luka bakar derajat III < 2%
2. Luka bakar sedang
a. Luka bakar derajat II 15% – 25% pada orang dewasa
b. Luka bakar derajat II 10% – 20% pada anak-anak
c. Luka bakar derajat III < 10%
3. Luka bakar berat (mayor burn) 2, 13
a. Luka bakar derajat II 25% atau lebih pada orang dewasa
b. Luka bakar derajat II 20% atau lebih pada anak-anak
c. Luka bakar derajat III 10% atau lebih
d. Luka bakar mengenai wajah, telinga, mata, dan genitalia/perineum
e. Luka bakar dengan cedera inhalasi, listrik, disertai trauma lain
E. Terapi cairan pada luka bakar
Pasien luka bakar memerlukan resusitasi volume cairan yang besar segera
setelah trauma. Resusitasi cairan yang tertunda atau yang tidak adekuat merupakan
faktor resiko yang independent terhadap tingkat kematian pada pasien dengan luka
bakar yang berat. Tujuan dari resusitasi pasien luka bakar adalah untuk tetap menjaga
perfusi jaringan dan meminimalkan edema interstitial. Idealnya sedikit cairan
dibutuhkan untuk menjaga perfusi jaringan perlu diberikan. Pemberian volume cairan
seharusnya secara terus menerus di titrasi untuk menghindari terjadinnya resusitasi
yang kurang atau yang berlebihan. Ketika resusitasi cairan pada pasien luka bakar
ditingkatkan, volume cairan yang besar ditunjukkan untuk menjaga perfusi jaringan.
Akan tetapi resusitasi cairan yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinnya edema
dan terjadinya sindroma kompartement pada daerah abdomen dan ekstremitas (Arif).
Sampai saat ini, belum ada kesepakatan tentang jenis cairan yang harus
digunakan untuk resusitasi luka bakar. Pada kenyataannya setiap jenis cairan
mempunyai keuntungan dan kerugian masing masing pada berbagai macam kondisi.
Akan tetapi yang paling penting adalah apaun jenis cairan yang diberikan, volume
cairan dan garam yang adekuat harus diberikan untuk menjada perfusi jaringan dan
memperbaiki homeostatis (Arif).
a. Kristaloid
Resusitasi cairan isotonik kristaloid di gunakan pada sebagian pusat
penanganan luka bakar dan umumnnya merupakan hasil resusitasi yang adekuat.
Buffer cairan kristaloid seperti ringer laktat merupakan cairan yang paling popular
untuk resusitasi sampai saat ini. Formula resusitasi yang klasik di modifikasi oleh
Brooke dan Parkland. Formula modifikasi dari Brooke di kembangkan dari formula
Evans dan Brooke yang menyarankan pemberian 2 ml/ kg / % dari total tubuh yang
terkena luka bakar selama 24 jam pertama dan merupakan jenis formula pertama yang
berdasarkan persentase total permukaan tubuh yang terkena luka bakar. Formula
Brooke merupakan modifikasi dari formula Evans yang mengandung persentase
kristaloid yang relatif lebih besar di bandingkan koloid pada formula Evans.
Modifikasi formula Brooke murni menggunakan cairan kristaloid. Konsep terbaru
yang dikembangkan oleh Baxter dan Shires menghasilkan perkembangan 4 ml /kg / %
luas permukaan tubuh yang terkena luka bakar. Setengah dari volume cairan resusitasi
diberikan pada 8 jam pertama dan setengahnya lagi di berikan pada 16 jam
berikutnnya setelah trauma. Akan tetapi perlu diperhatikan bahwa formula ini
merupakan suatu penuntun yang sederhana untuk terapi cairan di mana pasien harus
di monitor secara ketat untuk mengoptimalisasi resusitasi syok akibat luka bakar.
Beberapa peneliti memperlihatkan bahwa kebutuhan cairan terutama untuk pasien
dengan area luka bakar yang luas sering di prediksi dengan menggunakan rumus
Parkland (Arif).
Kristaloid merupakan cairan yang paling sering digukan untuk resusitasi syok
akibat luka bakar. Sampai saat ini tidak ada studi prosfektif yang dapat
memperlihatkan bahwa koloid atau salin hipertonik memiliki mamfaat yang lebih
dibandingkan kristaloid isotonik dalam hal resusitasi pasien pasien luka bakar. Selain
itu kriataloid isotonik lebih murah dibandingkan koloid, meskipun kerugian
penggunaan kristaloid memerlukan volume yang realtif lebih besar untuk resusitasi
syok akibat luka bakar dan berpotensi menyebabkan terjadinnya edema jaringan. Ada
kemungkinan hal ini terjadi akibat resusitasi yang berlebihan jika pasien tidak
dimonitor ketat. Penumpukan cairan ini terjadi terutama pada ruang interstitial.
Kebanyakan studi tidak memperlihatkan insiden edema paru pada pasien yang
menerima resusitasi dengan kristaloid. Kolm dkk, baru-baru ini mengkomfirmasi
bahwa kebanyakan pasien-pasien luka bakar tidak memperlihatkan peningkatan
permeabilitas pembuluh darah paru setelah luka bakar dan edema paru jarang terjadi
selama tekanan pengisian intravaskuler dipertahankan dalam batas normal.
Komplikasi potensial yang lain akibat resusitasi kristaloid yang berlebihan adalah
hipoalbuminemia dan ketidak seimbangan elektrolit. Perubahan ini belum
memperlihatkan hubungan secara signifikan dengan tingkat morbiditas dan mortalitas
(Arif).
b. Koloid
Secara teoritis koloid memberikan keuntungan yang lebih dalam menjaga
volume intravaskular dengan volume yang lebih sedikit dengan waktu yang lebih
pendek dibandingkan kristaloid. Pada pasien dengan endotel yang intak koloid lebih
bertahan lama dibandingkan kristaloid dalam kompartemen intravaskular. Protein
plasma memegang peranan yang penting dalam dalam mempertahankan volume
vaskular dengan memberikan tekanan koloidosmotik yang berlawanan dengan
tekanan hidrostatik intravascular (Arif).
Meskipun demikian pada pasien luka bakar memperlihatkan penigkatan
permeabilitas vaskular terhadap cairan elektrolit dan kolid sehingga penggunaan
koloid pada 8-24 jam pertama setelah luka bakar masih dipertanyakan. Akibat
peningkatan permeabilitas vaskular yang diobservasi pada luka bakar, koloid mungkin
saja tidak bertahan lebih lama dalam sirkulasi di bandingkan dengan kristaloid. Selain
itu dikhawatirkan bahwa aliran koloid ke interstitial dapat memperburuk edema
(Arif).
c. Cairan hipertonik
Penggunaan salin hipertonik baik sendiri maupun bersama sama dengan
koloid telah dianjurkan oleh beberapa praktisi untuk resusitasi awal pada pasien luka
bakar. Salah satu keuntungan dari cairan hipertonik adalah mengurangi kebutuhan
volume untuk mencapai tingkat yang sama dengan cairan isotonik. Secara teoritis
pengurangan volume dari koloid yang dibutuhkan ini akan mengurangi resiko
terjadinya resiko edema paru dan edema jaringan yang dapat mengurangi insiden
intubasi trakeal. Cairan salin hipertonik telah memperlihatkan ekspansi volume
intravaskular dengan jalan memindahkan cairan dari intra selular dan kompartemen
interstisial. Bagaimanapun ekspansi intravaskular ini bersifat sementara. Beberapa
peneliti telah memperlihatkan besarnya total cairan yang dibutuhkan untuk resusitasi
tidak akan berkurang bila digunakan cairan hipertonik pada awal luka bakar (Arif).
Walupun semua keuntungan cairan hipertonik yang digunakan untuk resusitasi
luka bakar perlu dipertimbangkan, cairan hipertonik mungkin berguna pada suatu
keadaan tertentu. Keadaan tertentu termasuk keadan dimana sulit untuk menggunakan
volume cairan yang besar dan pada pasien dengan penyakit penyerta yang mempunyai
resiko untuk terjadinnya gagal jantung. Bagaimanapun tidak ada kesepakatan yang
menyatakan cairan hipertonik mana yang paling menguntungkan. Beberapa penelitian
telah mempelajari cairan hipertonik salin dan hipertonik laktat salin. Terdapat suatu
studi yang memperlihatkan tingkat mortalitas yang lebih tinggi pada pasien yang
menerima laktat salin hipertonik di bandingkan pasien yang menerima cairan isotonik.
Pada beberapa kasus, koloid telah dikombinasi dengan cairan hipertonik pada
resusitasi luka bakar. Griswold dkk, melaporkan penambahan volume pada pasien
yang menerima albumin dan fresh frozen plasma yang digabungkan dengan cairan
salin hipertonik, dan Jelenko dkk melaporkan berkurangnya insiden eskriotomi,
pengurangan hari penggunaan vetilator, dan berkurangnya volume cairan yang di
butuhkan pada pasien yang menerima kombinasi albumin dan salin hipertonik di
bandingkan pasien yang hanya menerima cairan kristaloid isotonik. Akan tetapi Gun
dkk, tidak memperhatikan volume cairan saat memberikan fresh frozen plasma yang
digabungkan dengan cairan salin hipertonik (Arif).
Kekhawatiran utama dalam penambahan cairan salin hipertonik adalah
berkembangnya hipernatremia. Konsentrasi natrium serum lebih dari 160 mEq/L telah
dilaporkan terjadinnya pada 40% - 50 % pasien yang menerima saline hiper tonik
untuk resusitasi luka bakar. Huang dkk, melaporkan beberapa kasus kematian yang
berhubungan dengan teknik resusitasi ini. Karena berpotensinnya terjadi gangguan
elektrolit yang berat dan sedikitnnya bukti yang menunjukkan bahwa resusitasi
dengan hipertonik akan meningkatkan tingkat mortalitas, cairan garam isotonik
digunakan pada sebagian besar pusat resusitasi luka bakar. Secara keseluruhan cairan
hipertonik hanya digunakan oleh para ahli yang mempunyai pengalaman
menggunakannya, karena adanya beberapa resiko dan komplikasi (Arif). .
Tabel 1. Formula untuk perkiraan resusitasi luka bakar pada orang dewasa.
Formula Kristaloid Koloid
Formula Kristaloid
Modifikasi
Brooke RL 2 ml/kg/% luka bakar
Parkland RL 4 ml/kg/% luka bakar
Formula kristaloid + koloid
Evans NaCl 1 ml/kg/% luka bakar
1 ml/kg/% luka
bakar
Brooke
RL 1,5 ml/kg/% luka bakar 0,5 ml/kg
Slater
RL 2 ltr / 24 jam
FFP 75ml/kg/24
jam
Demling
Dektran dalam saline 2
ml/kg/jam
FFP 0,5-1ml/kg/%
luka bakar
Formula hipertonik
Monafo (salin hipertonik) 250 mEq sodium / ltr
(1-2 ml/kg/% luka bakar)
Warden (Modifikasi hipertonik) RL + 50 mEq NaHCO3
(4 ml/kg/% luka bakar/8 jam
pertama)
RL (jaga urin output/ 8 jam
kedua)
RL + Albumin (jaga urin
autput/ 8 jam ketiga)
Kristaloid saat ini merupakan cairan yang terpilih dan paling sering digunakan
untuk resusitasi cairan awal pada penderita luka bakar (level IB). Sebagian besar studi
tidak memperlihatkan peningkatan insiden edema paru pada pasien yang
mendapatkan cairan kristaloid. Holm dkk, dalam penelitiannya mengemukakan bahwa
sebagian besar pasien luka bakar tidak memperlihatkan peningkatan permeabilitas
kapiler paru setelah trauma dan insiden edema paru jarang terjadi sepanjang tekanan
pengisian intravaskular dipertahankan dalam batas normal (Arif).
Cairan koloid dan atau cairan hipertonik sebaiknya dihindari dalam 24 jam
pertama setelah trauma luka bakar (level II B). Koloid tidak memperlihatkan
keuntungan dibanding kristaloid pada awal resusitasi cairan pada penderita luka bakar
dan bahkan memperburuk edema formation pada awal-awal terjadinnya luka bakar.
Hal ini oleh karena selama 8-24 jam setelah luka bakar terjadi peningkatan
permeabilitas kapiler, sehingga koloid mengalami influks masuk kedalam interstitium
sehingga memperburuk edema. Studi meta-analisis terakhir memperlihatkan mortalitas
lebih tinggi pada pasien yang mendapatkan albumin sebagai bagian resusitasi awal
dengan 2,4 kali resiko relatif mortalitas di banding yang mendapatkan kristaloid
(Arif).
Cairan koloid dan atau cairan hipertonik (salin) mengurangi kebutuhan cairan
total dan memperbaiki performa jantung pada luka bakar (level I B). Cairan
hipertonik memperlihatkan daya ekspansi volume intravaskular dengan memobilisasi
cairan dari kompartemen intraseluler dan interstitial serta mengurangi disfungsi
kontraksi jantung yang berkaitan dengan luka bakar (Arif).
Formula Resusitasi
A. Formula Parkland/Baxter
Kebanyakan unit luka bakar umumnnya menggunakan formua Parkland atau yang
mirip dengannya. Parkland berpendapat, bahwa syok yang terjadi pada kasus luka bakar
adalah jenis hipovolemia, yang hanya membutuhkan penggantian cairan (yaitu
kristaloid). Penurunan efektifitas hemoglobin yang terjadi disebabkan perlekatan
eritrosit, trombosit, lekosit dan komponen sel lainnya pada dinding pembuluh darah
(endotel). Sementara dijumpai gangguan permeabilitas kapilar dan terjadi kebocoran
plasma, pemberian koloid ini sudah barang tentu tidak akan efektif bahkan menyebabkan
penarikan cairan ke jaringan interstisiel, menyebabkan akumulasi cairan yang akan
sangat sulit ditarik kembali ke rongga intravaskular. Hal tersebut akan me¬nambah
beban jaringan dan 'menyuburkan' reaksi inflamasi di jaringan, serta menambah beban
organ seperti jantung, paru dan ginjal (Anonim - Moenadja Y- Oliver).
Berdasarkan alasan tersebut, maka Parkland hanya memberi¬kan larutan Ringer's
Lactate (RL) yang diperkaya dengan elektrolit. Sedangkan koloid/plasma, bila
diperlukan, diberikan setelah sirkulasi mengalami pemulihan (>24-36jam). Menurut
Baxter dan Parkland, pada kondisi syok hipovolemia yang dibutuhkan adalah mengganti
cairan; dalam hal ini cairan vang diperlukan adalah larutan fisiologik (mengandung
elektrolit). Oleh karenanya mereka hanya mengandalkan larutan (RL) untuk resusitasi.
Dan ternyata pemberian cairan RL ini sudah men¬cukupi, bahkan mengurangi kebutuhan
akan transfusi (Anonim - Moenadja Y- Oliver).
Formula Parkland yang menggunakan larutan kristaloid Ringer, perhitungannya
ialah (Gallagher)
Luas luka (%) x BB (Kg) x 4 ml RL
Setengah nya diberikan dalam 8 jam pertama dan sisanya diberikan dalam 16 jam
kemudian. Hari pertama terutama diberikan kristaloid yaitu larutan Ringer Laktat. Hari
kedua diberikan setengah cairan hari pertama. Formula Ini merupakan pedoman untuk
resusitasi langsung dari jumlah cairan yang diperlukan untuk mempertahankan perfusi
yang memadai. Selain dari jumlah cairan diatas, pada anak -
anak menerima cairan pemeliharaan dengan pertitungan perjam nya (Gallagher - buku
bedah):
4 ml / kg untuk 10 kg pertama dari berat badan, ditambah.
2 ml / kg untuk 10 kg kedua dari berat badan, ditambah.
1 ml / kg untuk berat badan > 20 kg.
Adapun target resusitasi (End poits) pada formula ini adalah (Gallagher) :
Urine output 0,5-1,0 ml / kg / jam pada orang dewasa
Urine output dari 1,0-1,5 ml / kg / jam pada anak-anak
Pemberian cairan dapat ditambah (jika perlu), misalnya jika penderita dalam
keadaan syok, atau jika diuresis kurang. Untuk itu pemantauan yang ketat sangat penting,
karena fluktuasi perubahan keadaan sangat cepat pada fase awal luka bakar (Buku
bedah).
B. Formula Evans
Evans memberikan larutan fisiologik, koloid dan glukosa dalam resusitasi. Ketiga jenis
cairan ini diberikan dalam waktu dua puluh empat jam pertama. Dasar pemikirannya
adalah, bahwa pada luka bakar, dijumpai inefiktifitas hemoglobin dalam
menyelenggarakan proses oksigenasi. Disamping itu terjadi kehilangan energi yang
mempengaruhi proses penyembuhan. Untuk itu diperlukan darah yang efektif dan asupan
energi dalam bentuk glukosa (Anonim - Moenadja Y- Oliver).
Cara Evans-Brooke adalah sebagai berikut (Buku Bedah) :
1. Luas luka (%) x BB (kg)/ ml NaCl/24 jam
2. Luas luka (%) x BB (kg)/ml plasma/24 jam
3. Sebagai pengganti cairan yang hilang akibat penguapan, diberikan 2.000 cc glukosa
5% per 24 jam.
1 dan 2 merupakan pengganti cairan yang hilang akibat edem. Plasma diperlukan
untuk mengganti plasma yang keluar dari pembuluh dan meninggikan tekanan osmosis
sehingga mengurangi perembesankeluar dan menarik kembali cairan yang telah keluar
(Buku Bedah).
Separuh jumlah 1+2+3 diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya dibeikan dalam 16
jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah jumlah cairan hari pertama. Pada
hari ketiga diberikan setengah jumlah cairan hari kedua. Penderita mula-mula dipuasakan
karena peristaltik usus terhambat pada keadaan prasyok, dan mulai diberikan minum
segera setelah fungsi usus normal kembali. Jika diuresis pada hari ketiga memuaskan dan
penderita dapat minum tanpa kesulitan, infus dapat dikurangi bahkan dihentikan (Buku
Bedah).
MONITORING RESUSITASI
Setiap pasien luka bakar mempunyai reaksi yang berbeda-beda dan juga
memerlukan dukungan cairan dalam jumlah yang juga bervariasi. Berbagai faktor dapat
tmempengaruhi respon pasien pada saat resusitasi seperti usia, kedalaman luka bakar, trauma
inhalasi yang bersamaan, dan penyakit penyerta. Jika klinisi menggunakan sebuah endpoint
dari resusitasi yang handal dan akurat dalam mengukur kecukupan perfusi seluler, maka
mereka akan tahu kapan harus''menghentikan'' terapi cairan yang agresif serta dapat
menghindari masalah over-resusitasi (Tricklebank).
1. Tradisional endpoints.
Marker tradisional keberhasilan resusitasi seperti tekanan darah dan nadi dapat
normal karena merupakan bagian kompensasi syok serta tidak dapat mendeteksi hipoperfusi
selular yang tersembunyi. Pengukuran noninvasif dari tekanan darah mungkin sulit di nilai
karena adanya edema jaringan.Takikardi mungkin juga akibat dari nyeri dan kecemasan,
yang umum terjadi pada pasien luka bakar dan oleh karena itu merupakan marker yang
kurang dapat dipercaya akibat dari hipovolemia. Secara tradisional, urine output telah
digunakan sebagai pemandu resusitasi. Urine output mencerminkan keadaan perfusi ginjal,
yang sensitif terhadap penurunan cardiac output dan hipovolemik. The American Burn
Association menyarankankan bahwa kecapatan cairan infus harus dititrasi untuk
mendapatkan urin output 0,5-1,0 ml / kg / jam pada orang dewasa. Dengan munculnya
kompartemen sindrom, beberapa klinisi luka bakar yang berpengalaman mulai dapat
menerima urin output yang lebih lebih rendah sebagai endpoint resusitasi. Namun, ada
beberapa penelitian yang telah menunjukkan nilai output urin per jam dapat menggambarkan
perfusi yang cukup memadai. Tetapi, terdapat pula banyak studi yang menyoroti kegagalan