DAFTAR ISIDAFTAR ISIKATA PENGANTARBAB I. PENDAHULUANBAB II.
ISI2. 1 Definisi2.2 Jenis Zat Stimulan dan Gangguan yang
Diakibatkan2.2.1 Amphetamine2.2.1.1 Metamphetamine2.2.1.2 MDMA2.2.2
Kokain2.2.3 Nikotin2.2.4 Khat2.2.5 Kafein2.3 Penatalaksanaan2.4
PemulihanBAB III. PENUTUP3. 1 KesimpulanDAFTAR PUSTAKA
BAB II. Pendahuluan Ketergantungan dan penyalahgunaan zat bukan
merupakan masalah baru di Indonesia. Lebih dari 300 tahun yang
lalu, salah satu bahan mentah sejenis opioid telah diperdagangkan
atau disalahgunakan oleh berbagai masyarakat di jawa dan Sumatera.
Pada sekitar tahun 1990an, peredaran zat sikoaktif golongan opioid
menanjak tajam terutama dari heroin, diikuti golongan Amphetamine
Type Stimulant (Amphetamin, ecstasy, shabu). Dewasa ini,
diperkirakan di Indonesia terdapat peningkatan jumlah
penyalahgunaan narkotika, psikotropika , dan zat aditf lainnya
(NAPZA) dari tahun ke tahun. Pada tahun 2008 prevalensi penggunaan
NAPZA sebesar 1,99% dari penduduk Indonesia pada kelompok berumur
10-59 tahun (sekitar 3,6 juta jiwa) sedangkan pada tahun 2010
prevalensi tersebut naik menjadi 2,21% tahun 2015 naik menjadi 2,8%
atau setara dengan 5,1-5,6 juta orang (Badan Narkotika Nasional,
2008).NAPZA sebenarnya dekat dengan kehidupan kita yang seringkali
tidak kita sadari digunakan, seperti contohnya adalah kafein yang
biasa ditemukan pada coklat atau kopi. Maka setelah mengkonsumsi
coklat atau kopi, kita seringkali merasa tegang, nervus, ataupun
bersemangat. Kafein merupakan contoh yang ringan. Masih banyak obat
stimulant lain yang lebih kuat, beberapa diantaranya berbahaya dan
illegal.Stimulans adalah zat yang merangsang sistim saraf pusat
sehingga mempercepat proses-proses dalam tubuh, seperti
meningkatnya detak jantung, pernapasan dan tekanan darah. Stimulan
dapat membuat orang lebih siaga dan menyembunyikan kelelahan.
Contoh-contoh zat yang termasuk dalam stimulans adalah
amfetamin,met-amfetamin, kokain, nikotin, kath, kafein dan MDMA.
Menurut United Nations Office on Drug and Crime di seluruh dunia
diperkirakan terdapat 26 juta orang yang menggunakan met-amfetamin
pada tahun 2003-2004, sedangkan yang menggunakan heroin 11 juta dan
kokain 14 juta orang. Berarti penggunaan met-amfetamin 2 kali lebih
besar dari penggunaan heroin atau kokain. Penelitian Badan
Narkotika Nasional tahun 2008 menunjukkan adanya peningkatan
bermakna atas sitaan met-amfetamin dari 48,8 kg pada tahun 2001
menjadi 1241,2 kg pada tahun 2006, atau terjadi peningkatan 25 kali
hanya dalam waktu 5 tahun. Survey yang sama menunjukkan bahwa
met-amfetamin Indonesia menduduki peringkat kedua jenis zat paling
banyak digunakan setelah ganja. 1
Definisi Stimulan Stimulan adalah zat yang merangsang sistim
saraf pusat sehingga mempercepat proses-proses dalam tubuh, seperti
meningkatnya detak jantung, pernapasan dan tekanan darah. Stimulan
dapat membuat orang lebih siaga dan menyembunyikan kelelahan.
Epidemiologi Metamfetamin terus mendominasi pasar ATS di Asia Timur
dan Asia Tenggara, Oceania dan Pasifik. Serangan ATS meningkat
setiap tahun dari sekitar 13 ton pada tahun 2008 sampai hampir 40
ton di tahun 2012. Laju peningkatan serangan ATS beberapa tahun
ini, secara primer diakibatkan oleh peningkatan dari serangan
met-amfetamin yang meningkat 3 kali lipat, yang awalnya dari 12 ton
pada 2008 mencapai 36 ton pada 2012. Dengan peningkatan sebesar 0,1
ton pada tahun 2008 menjadi 2,3 ton pada tahun 2011, serangan
amfetamin mengalami penurunan kurang dari 0,2 ton pada 2012.
2Antara tahun 2008 dan 2011, jumlah keseluruhan pabrik ATS yang
terbongkar telah meningkat hampir 90%, didominasi karena besarnya
peningkatan pembongkaran dari pabrik amfetamin dan met-amfetamin
yang meningkat sekitar 300 pada 2009 dan hampir mencapai 590 pada
2010 dan 560 pada 2011. Angka pembongkaran pabrik ecstasy per tahun
telah menetap sekitar 30 antara tahun 2008 dan 2010, namun
meningkat hingga hampir 140 pada tahun 2011. 2Penggunaan ATS
merupakan masalah pokok pada sebagian besar daerah. Pada 2012,
pengguna ATS memiliki porsi terbesar kedua sekitar 19,1% pada
penerima pengobatan di tanah daratan China, di bawah jumlah
penerima pengobatan pada pengguna opioid dengan persentase 79,7%.
Meski pengguna ATS terhitung sebanyak 35,7% (4.884 orang) dari
total jumlah pengguna yang mendapatkan pengobatan di Indonesia pada
2012, angka ini masih di bawah jumlah pengguna opioid yang terobati
dengan angka 53,1% (7.262 orang). 2Pada survey terbaru tentang
penggunaan zat, ditemukan prevalensi ecstasy berada pada posisi
ketiga substansi yang paling banyak digunakan oleh masyarakat usia
antara 16-64 tahun dengan persentase 2,6% setelah cannabis (14,6%)
dan halusinogen (3,2%).
Di Indonesia, serangan ecstasy telah meningkat secara kontinu
dari 0,1 ton pada 2009 hingga 1,3 ton pada 2012. Hasil survey
penggunaan zat di antara pekerja Indonesia usia antara 15 - 60
tahun pada 2012,ecstasy termasuk dalam urutan ketiga substansi yang
banyak digunakan dengan persentase 2,50% setelah cannabis (7,11%)
dan tranquilizers and sedatives (4,09%). Survey sekolah Indonesia
di antara pelajar usia 15-19 tahun juga mengindikasikan peningkatan
prevalensi ecstasy dengan urutan kedua terbanyak setelah
benzodiazepine (0,34%) dan cannabis (1,3%). 2
II. Jenis Zat Stimulana. Amfetamin dan turunannya Adalah senyawa
kimia yang bersifat stimulansia ( lebih dikenal dengan Amphetamin
Type Stimulants atau ATS). Dulu amfetamin sulfat digolongkan dalam
ilmu kedokteran sebagai obat untuk obesitas, epilepsy, narkolepsi,
dan depresi. Dewasa ini oleh sindikat psikotropik illegal, derivat
amfetamin dipasarkan di Indonesia dalam bentuk: ecstasy (MDMA, 3,4
methilenedioxy-methamphetamine) dan shabu (methamphetamine).
Ecstasy dalam bentuk pin, tablet atau kapsul dan shabu dalam bentuk
bubuk kristal putih (mirip bumbu masak). Namajalanannya adalah
speed, meth crystal, uppers, whizz dan sulphate. Kedua zat ini
digunakan sebagai alasan klasik: for fun, recreational use,
meningkatkan libido dan memperkuat sex performance.
Gambar 1. Shabu (kiri) dan Ecstasy (kanan)
Ada dua jenis amfetamin :1. MDMA
(Methylene-dioxy-methamphetamine), mulai di kenal sekitar tahun
1980 dengan nama Ecstacy atau Ekstasi yang berbentuk pil atau
kapsul. Nama lain : xtc, fantasy pils, inex, cece, cein.2.
Metamfetamin.
Cara penggunaan ATS tergantung pada jenis yang digunakan sebagai
berikut:1. Amfetamin: dapat berupa tablet atau suntikan.2. Ecstasy:
digigit dengan gigi sedikit demi sedikit kemudian ditelan.3. Shabu
: uap yang dipanaskan melalui tabung air kemudian dihisap melalui
bibir (dengan bong plastik).Akibat penyalahgunaan amfetamin
(termasukecstasy dan shabu) adalah :1. Problem Fisik a) Malnutrisi
akibat defisiensi vitamin, kehilangan nafsu makan b) Denyut jantung
meninggi sehingga membahayakan bagi mereka yang pernah mempunyai
riwayat penyakit jantungc) Gangguan ginjal, emboli paru dan
stroked) HIV / AIDS bagi mereka yang menggunakan suntikan
amfetamin2. Problem Psikiatria) Perilaku agresif b) Confusional
state, psikosis paranoid sampai skizofreniac) Kondisi putus zat
menyebabkan: lethargy, fatigue, exhausted, serangan panic, gangguan
tidurd) Depresi berat sampai suicidee) Halusinasi (terutama ecstasy
dan shabu)3. Problem Sosial a) Suicideb) Kecelakaan lalu lintasc)
Aktivitas kriminal 4. Sebab Kematian a) Suicideb) Serangan
jantungc) Tindak kekerasan, kecelakaan lalu lintasd) Dehidrasi,
sindrom keracunan air
Efek Fisik dan PsikologisEfek dari metamfetamin lebih kuat
dibandingkan efek dari amfetamin.Metamfetamin diketahui lebih
bersifat adiktif, dan cenderung mempunyai dampakyang lebih buruk.
Pengguna metamfetamin dilaporkan lebih jelas menunjukkangejala
ansietas, agresif, paranoia dan psikosis dibandingkan pengguna
amfetamin.Efek psikologis yang ditimbulkan mirip seperti pada
pengguna kokain, tapiberlangsung lebih lama. 1
Tabel 1. Efek Fisik Akut dan Psikologis Penggunaan
Amfetamin1Dosis rendahDosis tinggi
Susunan Syaraf Pusat,neurologi, perilaku Peningkatan stimulasi,
insomnia, dizziness, tremor ringan Euphoria/disforia, bicara
berlebihan Meningkatkan rasa percaya diri dan kewaspadaan diri
Cemas, panik Menekan nafsu makan Dilatasi pupil Peningkatan energi,
stamina dan penurunan rasa lelah Stereotipik atau perilaku yang
sukar ditebak Perilaku kasar atau irasional, mood yang
berubah-ubah, termasuk kejam dan agresif Bicara tak jelas Paranoid,
kebingungan dan gangguan persepsi Sakit kepala, pandangan kabur,
dizziness Psikosis (halusinsi, delsi, paranoia)
Dengan penambahan dosis dapat meningkatkan libido Sakit kepal
Gemerutuk gigi Gangguan serebrovaskular Kejang Koma Gemerutuk gigi
Distorsi bentuk tubuh secara keseluruhan
Kardiovskular Takikardia (mungkin juga bradikardia) Hipertensi
Palpitasi, aritmia Stimulasi krdiak (takikardia, angina, MI)
Vasokonstriksi / hipertensi Kolaps kardiovaskuler
Pernapasan Peningkatan frekuensi napas dan kedalaman pernapasan
Kesulitan bernapas / gagal napas
Gastrointestinal Mual dan muntah Konstipasi,diare atau
kramabdominal Mulut kering Mual dan muntah Kram abdominal
Kulit Kulit berkeringat, pucat Hiperpireksia Kemerahan atau
flushing Hiperpireksia, disforesis
Otot Peningkatan refleks tendon
Efek fisik dan psikologis jangka panjang :1. Berat badan
menurun, malnutrisi, penurunan kekebalan2. Gangguan makan,
anpreksia atau defisiensi gizi3. Kemungkinan atrofi otak dan cacat
fungsi neuropsikologis4. Daerah injeksi: bengkak, skar, abses5.
Kerusakan pembuluh darah dan organ akibat sumbatan partikel
amfetamin padapembuluh darah yang kecll.6. Disfungsi seksual7.
Gejala kardiovaskuler8. Delirium, paranoia, ansietas akut,
halusinasi, amphetamines induced psychosisakan berkurang bila
penggunaan napza dihentikan,bersamaan dengan diberikan medikasi
jangka pendek.9. Depresi, gangguan mood yang lain (misal distimia),
atau adanya gangguan makan pada protracted withdrawal.10. Penurunan
fungsi kognitif, terutama daya ingat dan konsentrasi.
Perilaku sehubungan dengan kondisi intoksikasi:1. Agresif /
perkelahian 2. Penggunaan alkohol 3. Berani mengambil resiko4.
Kecelakaan 5. Sex tidak aman 6. Menghindar dari hubungan social
dengan sekitarnya7. Penggunaan obat-obatan lain8. Problem hubungan
dengan orang lainTabel 2 DSM-IV-TR Kriteria Diagnostik Intoksikasi
Amphetamine1
A. Baru-baru ini menggunakan amphetamine atau substansi terkait
(misal: methylphenidate). B. Secara klinis perubahan perilaku atau
psikologis yang signifikan (misal: euphoria atau afektif tumpul;
perubahan dalam kemampuan bersosialisasi; hypervigilance;
sensitivitas interpersonal; kecemasan, ketegangan, atau marah;
stereotip perilaku; gangguan fungsi sosial atau pekerjaan) yang
berkembang selama atau beberapa saat setelah penggunaan amphetamin
atau zat terkait.Dua (atau lebih) dari tanda di bawah ini,
berkembang selama atau beberapa saat setelah penggunaan: 1.
takikardia or bradikardia 2. dilatasi pupil3. peningkatan atau
penurunan tekanan darah4. perspirationatauchills 5. nausea atau
muntah6. bukti adanya penurunan berat badan7. agitasi psikomotor
atau retardasi8. kelemahan muscular, depresi pernapasan, nyeri dada
atau aritmia jantung9. konfusi, kejang, diskinesis, dystonia, atau
komaC. Gejala-gejalatidak disebabkan olehkondisi medis
umumdantidaklebih baikdijelaskan olehgangguan mentallain.Tentukan
jika:Disertai gangguan persepsi
(From American Psychiatric Association. Diagnostic and
Statistical Manual of Mental Disorders. 4th ed. Text rev.
Washington, DC: American Psychiatric Association; copyright 2000,
with
Tabel 3 DSM-IV-TR Kritesia Diagnostik Withdrawal Amphetamin1
A. Penghentian (atau pengurangan) penggunaan amfetamin(atau zat
terkait) yang sudah berat dan berkepanjangan. B. Mood dysphoric dan
dua (atau lebih) dari perubahan fisiologis berikut, berkembang
dalam beberapa jam sampai beberapa hari setelah kriteria A: 1.
Kelelahan2. Mimpi yang jelas, tidak menyenangkan3 Insomnia atau
hipersomnia. 4. Nafsu makan meningkat5. Retardasi psikomotoratau
agitasiC. Gejala pada kriteria B menyebabkan The symptoms in
Criterion B D. menyebabkan distress yang bermakna secara klinisatau
gangguandalam bidang sosial, pekerjaan, ataufungsi penting. E.
Gejalatidak disebabkan olehkondisi medis umum dan tidak lebih baik
dijelaskan oleh gangguan mental lain.
(From American Psychiatric Association. Diagnostic and
Statistical Manual of Mental Disorders. 4th ed. Text rev.
Washington, DC: American Psychiatric Association; copyright 2000,
with permission.)
b. Metamfetamin1 Disebut juga: Chalk, Crystal, Glass, Ice, Met,
Speed, Tina, SS, crank. Metamfetamin memiliki lama kerja lebih
panjang di banding MDMA (Methylenedioxymethamphetamine), yaitu
dapat mencapai 12 jam dan efek halusinasinya lebihkuat.
Gambar 2. MetamfetaminMetamfetamine mempengaruhi otak dan
membuat rasa nikmat, meningkatkan energidan meningkatkan mood.
Kecanduannya begitu cepat, sehingga peningkatan dosisterjadi dalam
jangka pendek. Gangguan kesehatannya meliputi irregularitas detak
jantung, kenaikan tekanan darah, dan berbagai masalah psikososial.
Penggunaan jangka panjang akan membuat seseorang terganggu
mentalnya secara serius, mengalami gangguan memori dan masalah
kesehatan mulut yang berat. Metamfetamin lebih bersifat adiktif dan
cenderung mempunyai dampak yang lebih buruk dibandingkan amfetamin.
Pengguna metamfetamin dilaporkan menunjukkan gejala ansietas,
agresif, paranoia dan psikosis dibandingkan pengguna amfetamin.
Efek psikologis yangditimbulkan mirip seperti pada pengguna kokain,
1api berlangsung lebih lama.Cara penggunaan:1. Dalam bentuk pil
diminum per oral2. Dalam bentuk kristal, dibakar dengan menggunakan
kertas aluminium foil danasapnya diihisap (intra nasal) atau
dibakar dengan menggunakan botol kaca yangdirancang khusus (bong).
Metamphetamine hydrochloride, berbentuk kristal diinhalasi dengan
dibakar, karenanya disebut ice, crystal, glass dan tina.3. Dalam
bentuk kristal yang dilarutkan, dapat juga melalui intravena.
c. Kokain 1Adalah sejenis stimulansia yang di Indonesia saat ini
belum begitu popular. Namun bertambahnya sitaan kokain secara
illegal dan meningkatnya kasus-kasus pengguna kokain akihir-akhir
ini, bukan tidak mungkin epidemic kokain akan merajai pasaran
peredaran NAPZA dalam masa-masa mendatang. Kokain dihasilkan dari
daun tumbuhan yang disebut Erythroxylon coca. Tanaman tersebut
tumbuh subur di sebelah timur pegunungan Andes di Amerika Selatan.
Tanaman ini juga tumbuh di beberapa tempat di Asia Tenggara, Eropa
dan Amerika Serikat.
Bentuk kokain yang diperjualbelikan di Indonesia dalam bentuk
bubuk putih.Ada 3 cara penggunaan kokain untuk memasukkannya ke
dalam tubuh, yaitu:1. Bubuk kokain (dalam bentuk garam kokain
hidrokhlorid) langsung diinhalasi memalui lubang hidung (sering
disebut dengan istilah snorting) dan kemudian diabsorbsi ke dalam
pembuluh darah melalui mukosa lubang hidung2. Free-base cocain,
adalah garam kokain yang dikonversikan dengan larutan yang mudah
menguap. Setelah dipanaskan, uap diinhalasi melalui bibir (seperti
merokok), dengan cepat diabsorbsi melalui membrane alveoli paru3.
Garam kokain yang disuntikkan melalui intravenous
Gambar 3. KokainTabel 4 DSM-IV-TR Kriteria Diagnosti
IntokikasiKokain1
A. Penggunaan kokain baru-baru iniB. Secara klinisperubahan
perilakuatau psikologisyangsignifikan (misal: euforia atau afektif
tumpul; perubahan dalam sosialisasi; hypervigilance; sensitivitas
interpersonal; ansietas; ketegangan, atau marah; stereotip
perilaku; gangguan fungsi sosial atau pekerjaan) yang berkembang
selama atau beberapa saat setelah penggunaan kokain. C. Dua (atau
lebih) dari tanda di bawah ini, berkembang selama atau beberapa
saat setelah penggunaan kokain:1. takikardia or bradikardia 2.
dilatasipupil3. peningkatan atau penurunan tekanan darah4.
perspirationatauchills 5. nausea atau muntah6. bukti adanya
penurunan berat badan7. agitasi psikomotor atau retardasi8.
kelemahan muscular, depresi pernapasan, nyeri dada atau aritmia
jantung9. konfusi, kejang, diskinesis, dystonia, atau komaD.
Gejala-gejalatidak disebabkan olehkondisi medis umumdantidaklebih
baikdijelaskan olehgangguan mentallainTentukan jika:Disertai
gangguan persepsi
(From American Psychiatric Association. Diagnostic and
Statistical Manual of Mental Disorders. 4th ed. Text rev.
Washington, DC: American Psychiatric Association; copyright 2000,
with permission.)
Umumnya pengguna kokain memulai kebiasaannya dengan cara
snorting dan berakhir dengan menyuntik intravenous atau dengan cara
merokok. Akibat penyalahgunaan kokain adalah :1. Problem Fisika)
Dengan menggunakan snorting dapat terjadi komplikasi : pilek terus
menerus, sinusitis, epistaksis, luka-luka pada rongga hidung,
perforasi septum nasi.b) Dengan suntukan dapat menyebabkan: infeksi
lokal pada kulit sampai sistemik (virus, bakteri, parasite, atau
jamur), abses daerh kulit, endocarditis bakteri, hepatitis (B dan
C), HIV/AIDSc) Inhalasi melalui merokok dapat menyebabkan radang
tenggorokan, melanoptysis atau sputum berbercak-bercak darah,
bronchitis kronis sampai pneumonia.d) Cocain baby (retardasi
pertumbuhan intrauterine, bayi lahir lebih kecil sampai prematur
yang diikuti kelainan menta :irritable, gangguan tidur, kesukarn
makan).2. Problem Psikiatri a) Toleransi dan ketergantungan sifat
toleransi tubuh terhadap kokain sanngat cepat, kendati pengguna
tidak menyadari dosis yang digunakan kian meningkat. Akibatnya, ia
tidak mampu mengendalikan diri, dan untuk mencukup kebutuhnnya ia
mengkonsumsi kokain dengan mencampurinya dengan zat adiktif lain
(speedball) untuk mendapatkan efek yang diinginkanb) Gejala fisik
putus zat kurang dikenal. Namun secara mental sangat merugikan
berupa: agitasi, depresi, fatigue, high craving, cemas, marah
meledak-ledak, gangguan tidur, mimpi aneh, makan berlebihan, mudah
tersinggung, mual, otot-otot pegal gingga lethargy.3. Problem
Sosial a) Problem interpersonal: separasi perkawinan sampai
perceraian, pertengkaran dalam rumah tanggab) Problem finansil:
toleransi karena penggunaan kokain menyebabkan besarnya biasa
penyediaan kokain, terbatasnya penghasilan menyebabkan hutang yang
menumpukc) Problem pekerjaan: kehilangan pekerjaan karena rusaknya
produktivitas diri, angka absen yng meningkat, kehilangan
professional licence atau certificate d) Problem legal: ditahan,
dihukum hingga dipidana4. Sebab Kematiana) Umumnya karena overdosis
(lebih dari 1,2 sampai 1,5 gram bubuk kokain asli)b) Penyebab
kematian karena: kelumpuhan alat pernapasan, artimia kordis, kejang
berulang kali, mati lemas karena merasa seperti dicekik, reaksi
alergi, stroke (karena naiknya tekanan darah secara mendadak),
kehamilan (perdarahan antepartum, aborsi)c) Pada bayi dapat terjadi
Sudden Infant Death Syndome
Efek akut pada dosis rendah :1. Anastesi lokal2. Dilatasi
pupil3. Vasokonstriksi4. Peningkatan pernapasan5. Peningkatan
denyutjantung6. Peningkatan tekanan darah7. Peningkatan suhu
tubuh
Efek akut pada dosis tinggi (reaksi toksik):1. Stereotipik,
perilaku repetitif2. Ansietas/ agitasi berat/ panik3. Agresif4.
Kedutan otot/tremor/hilang koordinasi5. Peningkatan refleks6. Gagal
napas7. Peningkatan tekanan darah yang bermakna8. Nyeri
dada/angina9. Edema paru10. Gagal ginjal akut11. Konvulsi12.
Penglihatan kabur13. Stroke akut14. Kebingungan/delirium15.
Halusinasi, lebih sering halusinasi dengar16. Dizziness17. Kekakuan
otot18. Lemah, nadi cepat19. Aritmia jantung20. Iskemi miokardial
dan infark21. Berkeringat/suhu tubuh sangat tinggi (suhu rektal
bisa mencapai 41C)22. Sakit kepala23. Nyeri perut/mual/muntah
Efek pada penggunaan kronis :1. Insomnia2. Depresi3. Agresif
atau liar4. Kehilangan nafsu makan dan penurunan berat badan5.
Kedutan otot6. Ansietas7. Psikosis - waham curiga, halusinasi8.
Hilang libido dan/atau impotensi9. Peningkatan refleks10.
Peningkatan denyut nadi
Gejala putus kokain (terjadi setelah beberapa hari penggunaan
kokain)1. Mood disforia (anhedonia atau kesedihan mirip depresi)
dana) Kelelahanb) Insomnia atau hipersomniac) Agitasi psikomotor
atau retardasid) Cravinge) Peningkatan nafsu makanf) Mimpi buruk2.
Gejala putus alkohol mencapai puncaknya dalam 2-4 hari3. Gejala
disforia bisa berlangsung sampai 10 minggu
d. nikotin2,3\Ketergantungan nikotin atau ketergantungan
tembakau merupakan suatu adiksi terhadap produk tembakau yang
disebabkan oleh nikotin. Nikotin adalah salah satu bahan yang
terdapat dalam rokok yang mebuat perokok menjadi ketergantungan.
Sekitar 70% perokok mengakui bahwa mereka ingin berhenti merokok
tetapi tidak dapat melakukannya. Orang yang berhenti, 90% oleh
keinginan sendiri, tetapi hanya sekitar 3-4% yang berhasil
berhenti.Nikotin menghasilkan efek yang menyenangkan pada otak yang
mempengaruhi mood dan perilaku secara sementara. Efek ini mendorong
seseorang untuk terus mengonsumsi tembakau dan mengakibatkan
ketergantungan pada dirinya. Ketergantungan nikotin disebabkan oleh
senyawa kimia bernama nikotin yang mendorong penggunanya untuk
terus merokok karena sifatnya yang adiktif. Selain itu, nikotin
dapat meningkatkan pelepasan senyawa kimiawi otak yang disebut
neurotransmiter dan berfungsi mengatur mood serta perilaku
seseorang. Salah satunya adalah dopamine yang membuat seseorang
merasakan kenyamanan atau kesenangan yang juga menjadi bagian dari
proses kecanduan. Ketergantungan ini juga diakibatkan oleh perilaku
merokok yang telah menjadi kebiasaan seseorang.Penghentian
pemakaian tembakau juga menyebabkan gejala putus obat, antara lain
kecemasan dan iritabilitas.Gejala- gejala ketergantungan nikotin :
Tidak dapat berhenti merokok. Meskipun telah serius berusaha untuk
berhenti merokok, tetapi tetap tidak berhasil. Mengalami gejala
gejala putus obat ketika mencoba untuk berhenti merokok, misalnya
keinginan yang kuat untuk merokok, kecemasan, irritabilitas,
gelisah, sulit brekonsentrasi, mood depresif, frustasi, marah, rasa
lapar meningkat, sulit tidur, konstipasi atau diare. Tetap merokok
meskipun mengalami gangguan kesehatan, misalnya masalah pada
paru-paru dan jantung. Tidak mengikuti aktivitas sosial atau
rekreasi karena ingin merokok.
e. Khat4,5Katinona,(bahasa Inggris: Cathinone) atau
benzoyletanamina (dipasarkan dengan nama haggigat di Israel) atau
bisa juga disebut Neropedron (bahasa Inggris: Nerophedrone). adalah
zat monoamina alkaloid yang terkandung dalam tumbuhan semak Catha
edulis (khat) dan secara kimiawi mirip dengan efedrina, katin, dan
zat amfetamin lainnya. Zat kationa adalah bentuk alami dari
amfetamin.Katinona menginduksi pelepasan dopamina dari preparasi
striatal yang di pra-labelkan dengan dopamina atau prekursornya.
Katinona kemungkinan merupakan kontributor utama bagi efek stimulan
Catha edulis. Tidak seperti amfetamin lainnya, katinona tergolong
ke dalam kelompok fungsional keton. Zat amfetamin lainnya yang juga
berbagi struktur dengannya adalah antidepresan buprofiona dan
stimulan metkatinona.Gambar. Daun khat Tanaman yang tingginya bisa
mencapai 2 meter itu juga disebut dengan nama khat, gat, qat, atau
teh arab. Khat Catha edulis berasal dari Afrika tengah dan Timur
Tengah terutama Yaman. Khat masuk ke Indonesia, khususnya daerah
Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, melalui para wisatawan dari
Timur Tengah pada 2005. Sejak saat itu, masyarakat di kawasan
wisata Puncak, Kabupaten Bogor, mulai membudidayakan khat.Sedikit
orang mengetahui bahwa pemerintah menetapkan zat katinona sebagai
psikotropika sejak 1997. Kemudian statusnya berubah menjadi
narkotika golongan I pada Undang-Undang No.35 tahun 2009. Asal-usul
penetapan status narkotika bagi katinona merujuk pada ketetapan WHO
pada 1974 yang menetapkan katinona sebagai obat-obatan terlarang
golongan I.Banyak ahli mengaitkan hubungan antara katinona yang
terkandung dalam daun khat dengan zat penenang seperti amfetamin.
Khat juga sering disebutkan sebagai amfetamin alami. Dampak
penggunaan katinona sama dengan golongan zat stimulan pada umumnya.
Efek katinona berpengaruh terhadap psikomotorik seseorang seperti
euforia, hiperaktif, dan insomia. Khat digolongkan menjadi
narkotika, karena menyebabkan ketergantungan.Daun khat mengurangi
jumlah serum kolestrol, tingkat konsentrasi, kolesterol jahat atau
LDL, kadar kolesterol total, dan glukosa. Khat juga dikemukakan
bahwa ekstrak khat dengan dosis tinggi justru menghambat perilaku
seksual. Sebaliknya penggunaan khat berdosis rendah meningkatkan
motivasi seksual atau gairah.Penggunaan katinona yang berlebihan
dapat menyebabkan hilangnya nafsu makan, gelisah, irritabel,
insomnia, halusinasi dan serangan panik. Pengguna kronis beresiko
terkena gangguan kepribadian dan menderita infark miokard.
Mefedrona, yaitu turunan katinona yang tidak terbentuk secara
alami, lebih potensial untuk melepaskan serotonin dibandingkan
dengan katinona atau metkatinona, sehingga efek penggunaannya
setara dengan ekstasi. Orang-orang yang menggunakan obat-obatan ini
bisa diuji serum atau uji urin untuk membuktikan kandungan katinona
dan norepedrina; metabolit utamanya.Menurut Dr. Al Bachri Husein,
SpKj, pengajar di Bagian Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Cathinone merupakan zat stimulan untuk sistem saraf
pusat yang banyak digunakan sebagai club drug atau party drug. Zat
tersebut akan membuat orang senang menjadi lebih senang, karena zat
tersebut meransang ujung ujung saraf. Katinon ini memiliki
kecenderungan menjadi candu karena efek zat ini meransang saraf
pusat. Zat katinon ini memiliki efek yang membuat orang menjadi
bersemangat, tidak mengantuk, euforia (rasa senang yang
berlebihan), lebih percaya diri dan sexual drive-nya meningkat.
Efek ini berlansung selama 4 6 jam. Setelah efek zat katinon ini
hilang, maka si pengguna akan kembali normal, lebih ngantuk, lebih
lemas, dan depresi.Efek merugikan katinon pada pemakaian jangka
panjang, yaitu :1. Meningkatkan tekanan darah sampai stoke2.
Depresi berat sampai bunuh diri3. Anoreksia (tidak nafsu makan)4.
Kesulitan tidur5. Halusinasi halusinasi yang mengerikan esok
paginya6. Gangguan irama jantung7. Gangguan jiwa berat (gangguan
psikotik) Dalam situs National Institute on Drug Abuse, dilaporkan
bahwa efek cathinone mirip amfetamin dan kokain. Zat itu meransang
peningkatan kadar neurotransmitter dopamin yang menyebabkan timbul
rasa gembira dan lebih bertenaga, serta meningkatkan kadar
norepinefrin yang menyebabkan peningkatan detak jantung dan tekanan
darah. Cathinone dapat menimbulkan halusinasi, akibat peningkatan
kadar serotonin. Efek lain yang dapat terjadi yaitu dehidrasi
(kekurangan cairan), kerusakan jaringan otot dan gagal ginjal yang
dapat menimbulkan kematian.Sementara itu, chatinone yang diproduksi
secara sintetis lebih berbahaya dari chatinone alami. Laporan
mengenai keracunan dan bahaya bagi kesehatan akibat penggunaan
cathinone sintetis menyebabkan zat tersebut menjadi isu kesehatan
masyarakat dan keamanan yang serius di Amerika Serikat. Psikiater
Danardi Sosrosumihardjo menyatakan, cathinone sintetis bukan
diekstrak dari daun khat, melainkan disusun dari zat-zat
prekursor.
f. Kafein6,7Kandungan kafein dapat berkisar dari sebanyak 160 mg
di beberapa minuman energi, paling sedikit 4 mg dalam porsi 1 ons
sirup rasa coklat. Kafein juga terdapat dalam obat analgetik,
antipiretik, dan pil diet. Produk-produk ini dapat mengandung
sesedikit 16 mg atau sebanyak 200 mg kafein. Bahkan, kafein adalah
obat analgetik ringan dan meningkatkan efektivitas pereda nyeri
lainnya.Kafein adalah stimulan sistem saraf pusat, dan penggunaan
rutin kafein tidak menyebabkan ketergantungan fisik ringan. Namun
kafein tidak mengancam kesehatan fisik, sosial, atau ekonomi
seperti obat adiktif lainnya. Menurut penelitian dari U.S. Food and
Drug Administration (FDA) dan the American Medical Association
(AMA) mempertimbangkan 300 miligram (sekitar dua cangkir kopi)
batas atas dosis harian untuk mengkonsumsi kafein.Bagi kebanyakan
orang, jumlah kafein dalam dua sampai empat cangkir kopi sehari
tidak berbahaya. Gejala mengkonsumsi kafein yang berlebihan antara
lain gelisah dan gemetar, sulit untuk jatuh tertidur atau tetap
tertidur, sakit kepala atau pusing, jantung berdetak lebih cepat
atau menyebabkan irama jantung abnormal, dehidrasi, intoleransi
kafein. Gejala putus obat kafein antara lain sakit kepala, fatigue,
ansietas, irritable, mood depresi, sulit berkonsentrasi.Tabel 1.
Masalah gangguan kesehatan mental yang paling sering terkait dengan
gangguan penggunaan NAPZAJenis NAPZAGgn. AmnesisGgn.
CemasDeliriumGgn. MoodGgn. PsikotikGgn. Fs. SeksualGgn. Tidur
CNS Stimulant
AmfetaminXXXXXX
KafeinXX
KokainXXXXXX
NikotinXX
III. PENATALAKSANAANKetergantungan kokainTujuan pengobatan.
Tujuan pengobatan farmakologis dari ketergantungan kokain adalah
sama seperti untuk setiap modalitas pengobatan lain. Artinya, untuk
membantu pasien menjauhkan diri dari penggunaan kokain dan pasien
dapat kembali mengendalikan kehidupan mereka. Pada mekanisme
perilaku dimana pengobatan bisa mencapai tujuan terapi itu sangat
sulit untuk di presiksi dan berbeda-beda untuk setiap obat dan
pasien. Secara teori, pengobatan bisa membantu beberapa orang untuk
jauh dari prilaku penggunaan kokain melalui beberapa cara
mekanisme. : (1) dengan mengurangi atau menghilangkan efek
kesenangan dari pemakaian dosis kokain (misalnya, dengan mengurangi
euforia atau tinggi), (2) dengan mengurangi atau menghilangkan
keadaan subyektif (seperti keinginan) yang mempengaruhi untuk
mengambil kokain, (3) dengan mengurangi atau menghilangkan efek
buruk dari pemakaian kokain (seperti dengan mengurangi efek gejala
putus obat), (4) menganggap kokain sebagai musuh, atau (5) dengan
meningkatkan efek positif yang diperoleh dari perilaku tiaak
menggunakan kokain. Saat ini tersedia obat yang dianggap bertindak
dalam satu atau lebih dari tiga mekanisme pertama, dan mekanisme
ini adalah fokus dari penelitian dalam pengembangan obat. Tidak ada
penelitian membahas mekanisme keempat (yang akan menjadi analog
penggunaan disulfiram dalam mengobati ketergantungan alkohol).
Mekanisme kelima sangatlah penting untuk menentukan keberhasilan
perawatan karena memastikan bahwa beberapa perilaku lain memperkuat
untuk menggantikan atau menghentikan penggunaan kokain namun obat
tersebut tidak ada. Dalam prakteknya saat ini, mekanisme ini
bergerak dengan intervensi psikososial yang membahas isu-isu
seperti rehabilitasi kejuruan, jaringan sosial pasien, dan
penggunaan waktu luang.Karena pentingnya mekanisme ini, serta
faktor-faktor lain seperti kepatuhan terhadap pengobatan,
obat-obatan hampir tidak pernah digunakan tanpa beberapa komponen
pengobatan psikososial. Beberapa uji klinis terkontrol secara
eksplisit membandingkan efektivitas penggunaan obat dengan berbagai
(atau tidak) pengobatan psikososial (5,6) sehingga kontribusi
relatif dari pengobatan farmakologis dan psikososial sebagian besar
tidak diketahui. Jenis, intensitas, dan durasi pengobatan
psikososial yang seharusnya menyertai pengobatan farmakologis yaitu
berupa pertanyaan dengan sedikit data untuk dapat memandu dalam
pengambilan keputusan klinis. Minimal, ada satu pengharapam dimana
dengan mengatasi faktor psikologis akan berpengaruh dalam kepatuhan
pengobatan yang juga akan meningkatkan hasil pengobatan.Mekanisme
farmakologis Setidaknya ada empat pendekatan farmakologis yang
berpotensi dalam pengobatan ketergantungan kokain (7). Pendekatan
ini adalah (1) terapi substitusi dengan stimulan cross-toleran
(analog dengan metadon sebagai pengobatan pemeliharaan
ketergantungan opioid). (2) pengobatan dengan obat antagonis yang
menghambat pengikatan kokain di jalan kerjanya (antagonis
farmakologis murni, analog dengan pengobatan naltrexone dari
ketergantungan opioid), (3) pengobatan dengan obat yang fungsinya
sebagai antagonis dari efek kokain (seperti mengurangi efek atau
keinginan untuk menggunakan kokain), dan (4) perubahan
farmakokinetik kokain sehingga pada pemakaian obat yang sedikit
sudah bisa mencapai jalan kerjanya di otak. Saat ini tidak ada obat
yang disetujui oleh Badan Makanan dan Obat pemerintah Amerika
Serikat (FDA) atau otoritas kesehatan nasional lainnya untuk
pengobatan ketergantungan kokain, terutama karena tidak ada
obat-obatan yang telah memenuhi standar ilmiah ketat, keberhasilan
yang signifikan secara statistik dalam replikasi, percobaan klinis
terkontrol. Sebagian besar perhatian klinis dan penelitian saat ini
telah difokuskan pada pendekatan kedua dan ketiga yang disebutkan
di atas: mengurangi atau menghambat cara kerja dari kokain, baik
secara langsung di jalan ikatan saraf (antagonis farmakologis
murni) atau tidak langsung sebaliknya dengan cara mengurangi efek
yang memperkuat. Pendekatan pertama telah dievaluasi dalam sejumlah
kecil atau uji klinis, dengan hasil campuran. Pendekatan keempat
telah menjanjikan dalam studi hewan dan uji klinis fase awal II (8)
Kokain memiliki dua cara kerja neurofarmakologis mayor: blokade
presynaptic pompa neurotransmitter reuptake, sehingga menghasilkan
efek stimulan psikomotor, dan blokade saluran ion natrium dalam
membran saraf, sehingga efek terjadi anestesi lokal. Memperkuat
efek positif dari pemakaian kokain berasal dari blokade pompa
dopamin reuptake, yang menyebabkan presynaptic merilis dopamine
agar tetap dalam sinaps dan meningkatkan neurotransmisi
dopaminergik (9). Efek anestesi local dari pemakaian kokain
diyakini berkontribusi terhadap maraknya penggunaan kokain,
fenomena dimana penggunaan kokain sebelumnya akan mensensitisasi
individu jadi pada pemakaian selanjutnya dengan dosis rendah akan
menghasilkan peningkatan respon.
Pilihan pengobatan
Antidepresan Heterosiklik antidepresan tryciclic dan
antidepresan heterosiklik lainnya adalah golongan yang paling
banyak digunakan dan paling dipelajari untuk pengobatan
ketergantungan kokain.Penggunaan antidepresan ini menduduki
peringkat kedua terbaik untuk mengobati gejala depresi sering
terjadi pada pecandu kokain.Mekanisme farmakologisnya adalah dengan
meningkatkan aktivitas amina biogenik neurotransmitter di
sinaps.Peningkatan tersebut dicapai terutama dengan menghambat
re-uptake pompa presinaptik neurotransmitter.
Desipramine menghambat reuptake norepinefrin, dengan beberapa
tindakan pada re-uptake serotonin, ini merupakan obat pertama yang
ditemukan efektif untuk pasien rawat jalan, double-blind, uji
klinis terkontrol; sebuah temuan yang menerima publisitas luas
bahkan sebelum studi lengkap diterbitkan dalam jurnal atau review.
Sehingga desipramine hasil studi yang terbaik sebagai tricyclic
anti depresan, dengan lebih dari setengah lusin uji klinis
terkontrol dalam literatur yang diterbitkan.Dosis tipikal adalah
150-300 mg/hari (sekitar 2,5 mg/kg), mirip dengan yang digunakan
dalam pengobatan depresi.
Perbedaan karakteristik pasien, pengobatan yang bersamaan, dan
konsentrasi plasma desipramine dapat menjelaskan beberapa
variabilitas dalam keberhasilan dalam penggunaan
desipramine.Misalnya pasien dengan depresi dan tanpa gangguan
kepribadian antisosial mungkin merespon baik pada penggunaan
desipramine. Pasien ketergantungan kokain dan opiat akan merespon
lebih baik pada despiramine, jika terapi ketergantungan opioid
dengan buprenorfin daripada dengan metadon. Ada bukti bahwa pasien
dengan konsentrasi plasma desipramine di atas 200 mg/ml akan
memberikan progonosis buruk, prognosis baik pada konsentrasi
sekitar 125mg/mL.
Penelitian dengan antidepresan heterosiklik lainnya telah
menunjukkan bukti yang sedikit dalam keberhasilan.Reboxetine dan
maproline, yang memblokir re-uptake norepinephrine, hanya efektif
pada beberapa trail.Imipramine, prekursor dari desipramine, yang
memblokir re-uptake serotonin, lebih banyak daripada reuptake
norepinefrin, tidak menunjukkan keberhasilan dalam dua uji klinis
terkontrol.Nefazodone dan venlafaxine, yang memblokir re-uptake
serotonin dan norepinefrin, juga tidak efektif dalam uji klinis
terkontrol.Mircazapine yang meningkatkan aktivitas serotonin dan
norepinefrin otak dengan memblokir autoregulatory 2 adrenergic dan
penerimaan 5-HT2 hanya menunjukkan beberapa manfaat dalam percobaan
kecil.
Tidak ada efek samping yang ditemukan tidak terduga atau efek
samping medis yang serius yang dilaporkan dalam uji klinis dari
penggunaan antidepresan heterosiklik.
Selective Serotonin reuptake inhibitorsAntidepresan yang
selektif memblokir pompa presynaptic re-uptake serotonin telah
menarik minat karena peran serotonin dan reseptornya dalam modulasi
dopaminergik otak dan perilaku dari efek kokain.Beberapa uji klinis
terkontrol belum menemukan keuntungan dari fluoxetine (20,40,atau
60 mg/hari), paroxetine (20 mg/hari), atau sertraline (100 mg/hari)
dibandingkan plasebo.Sebuah uji klinis baru-baru ini menemukan
citalopram (20 mg/hari) secara signifikan lebih baik daripada
plasebo.Penelitian tersebut, tidak seperti studi sebelumnya, yang
digunakan manajemen kontingensi selain terapi kognitif-perilaku,
menunjukkan pengaruh pentingnya pengobatan psikososial pada
keberhasilan pengobatan.
Monoamine Oxidase InhibitorsDasar pemikiran untuk menggunakan
monoamine oxidase (MAO) inhibitor terletak pada efeknya dalam
meningkatkan kadar neurotransmiter otak amina biogenik dengan
menghambat enzim katabolik utama. Penelitian pada phenelzine, pada
dosis antidepresant dari 30-90 mg/hari, menunjukkan bahwa obat ini
dapat mengurangi penggunaan kokain, dan stimulan lain. Namun,
tindakan klinis manfaatnya mungkin dibatasi oleh kebutuhan untuk
makanan dan obat-obatan secara bersamaan, untuk menghindari
terjadinya krisis hipertensi, karena secara teoriditemukan bahwa
efek pecandu kokaindapat kembali relaps/kambuh pada pasien untuk
penggunaan kokain pada saat masih minum menjalani pengobatan.
Penelitian akhir-akhir ini berfokus pada selektif MAO inhibitor
yang hanya berperan pada MAO tipe B, tipe predominan di otak,
sedangkan MAO tipe A, tipe predominan ditractus
gastrointestinal.Ini adalah penghambatan MAO di GIT yang
menghasilkan krisis hipertensi setelah konsumsi makanan yang
mengandung tyramine atau obat catecholaminergic tertentu.
Selegiline, pasar untuk perawatan dari parkinson dan, dalam bentuk
transdermal untuk pengobatan depresi pada cukup selektif untuk
jenis MAO B pada dosis yang dianjurkan (10 mg/hari untuk parkinson,
12 mg/hari untuk depresi) dan sedang dipelajari sebagai pengobatan
ketergantungan kokain. Sebuah uji kontroler terbaru multisite
menggunakan selegiline diberikan melalui patch kulit (transdermal
system selegiline) ditemukan tidak ada bukti dari
keberhasilannya.
Antidepresan lain Bupropion menarik perhatian dari para peneliti
karena merupakan inhibitor lemah monoamine reuptake dan memiliki
beberapa stimulan yang samaseperti efek perilaku pada hewan. Uji
klinis pada metadon-maintained, pasien ketergantung kokain
ditemukan tidak ada efek yang signifikan terhadap penggunaan
kokain, kecuali dalam subjek juga menerima pengobatan manajemen
berkelanjutan.Ritanserin a-5-HT2 antagonis reseptor dikembangkan
sebagai antidepresan, menarik minat karena mengurangi pemberian
kokain di beberapa (tetapi tidak semua) hewan penelitian.Namun, dua
uji klinis terkontrol menemukan ritancerine tidak lebih baik
dibandingkan plasebo dalam mengurangi penggunaan kokain.
Agonis Dopamin (Agen Anti-Parkinson)Variasi dari pengobatan
agonis dopamine langsung dan tidak langsung telah dievaluasi,
berdasarkan hipotesi deplesi dopamine untuk ketergantungan kokain,
walaupun data yang mendukung hipotesis tersebut pada manusia adalah
serupa, agonis dopamine, yang menstimulasi aktivitas sinaps
dopamine, akan memperbaiki efek penurunan aktivitas dopamine yang
diakibatkan dari peningkatan penggunaan kokain. Yang termasuk dari
efek penggunaan kokain adalah antara lain, anhedonia, anergia,
depresi, dan cocaine craving. Pada tikus, reseptor agonis dopamine
seperti bromocriptine dan lisuride mengurangi metabolism kokain,
membalikkan tingkat metabolism dan peningkatan ambang stimulasi
intracranial dalam memproduksi mesokortikolimbik dopaminergic
stelah pemakaian kronik kokain. Bromokriptin, pergolide, dan
amantadine, semua dijual untuk pengobatan Parkinson (atau dalam
keadaan defisiensi dopamine lainnya), adalah pengobatan dopamine
agonis yang paling banyak diteliti.Amantadine adalah agonis
dopamine tidak langsung yang bekerja engan melepaskan dopamine pada
presinaps, obat ini juga merupakan antagonis lemah pada reseptor
N-Methyl D-Aspartate glutamate. Namun, dari enam penelitian tentang
obat ini, hanya satu yang menunjukkan bahwa amantadine (200-400
mg/hari) lebih baik dari placebo dalam pengobatan penyalahgunaan
kokain.Asam aminio L-DOPA, precursor untuk katekolamin sintetik
yang digunakan untuk terapi Parkinson telah digunakan untuk
meningkatkan level dopamine pada otak dalam pengobatan
ketergantungan kokain. Biasa digunakan sebagai monoterapi maupun
terapi kombinasi dengan carbidopa, inhibitor dekarboksilasi asam
amino perifer, yang mencegah perubahan L-DOPA menjadi dopamine di
luar otak. Pada empat penelitian yang dilakukan bahwa pengobatan
tersebut memiliki keunggulan dibandingkan pengobatan dengan
placebo.L-thyrosine, precursor asam amino dari L-DOPA, mengurangi
Cocaine carving pada sekelompok kecil pasien (dua belas banding
lima puluh dua) pada penelitian double blind, dan ditemukan kurang
efektif dalam pengurangan pemakaian kokain.
Disulfiram dapat dikelompokka menjadi agen agonis dopamine
karena cara kerjanya yang memblokir konversi dopamine ke
norepinefrin melalui enzim dopamine-B-Hidroksilase, yang
mengakibatkan peningkatan level dopamine.ketertarikan penggunaan
disulfiram untuk terapi ketergantungan kokain dikarenakan
banayaknya ketergantungan kokain yang berbarengan dengan
ketergantungan alcohol. Pada penelitian, ditemukan bahwa disulfiram
(250 mg/hari) meningkatkan abstinensi penggunaan kokain
dibandingkan dengan placebo. Walapun disulfiram ditemukan efektof
dalam pengobatan ketergantungan kokain, tetapi muncul pertanyaan
tentang keamanan pemakaiannya dalam praktik klinik. Pada penelitian
ditemukan bahwa premedikasi disulfiram (250 mg/ hari selama 3 hari)
secara signifikan akan memperpanjang kadar waktu paruh plasma
kokain, meningkatkan konsentrasi plasma kokain, dan mempotensiasi
efek takikardia dan hipertensipada pemakaian kokain intranasal.
Namun demikian, disulfiram tetap dianggap sebagai terapi baru yang
menjanjikan dalam pengobatan ketergantungan kokain, terlepas dari
adanya efek samping yang mungkin dapat disebabkan oleh obat
ini.Stimulan dari analogi dengan terapi manteinans metadon pada
ketergantungan opiate atau nikotin dalam pengobatan pengganti pada
ketergantungan tembakau, penggunaan zat stimulant sebagai terapi
maintenans pada ketergantungan kokain dapat menjadi salah satu cara
untuk dapat mengatasi penggunaan kokain dan cocaine craving.seperti
metadon, keuntungan dari terapi substitusi stimulant adalah
rendahnya risiko medis karena merupakan terapi oral, penggunaan
medikasi yang murni yang telah diketahui potensinya, dan penggunaan
medikasi yang mempunyai onset lambat dan efek yang panjang.
Beberapa pengobatan psikomotor stimulant sekarang digunakan untuk
pengobatan pada penyakit Attention deficit/hyperactivity disorder
(ADHD), narkolepsi, dan penekan nafsu makan. Dari penelitian
penelitian yang dilakukan, dilaprkan tidak ada efek samping yang
bearti, yang memberikan suatu kemungkinan bahwa terapi substitusi
ini mempunyai tingkat keamanan yang baik dalam pengobatan
ketergantungan kokain. Modafinil, digunakan sebagai terapi
narkolepsi, OSA, serangan kantuk, dan kelainan tidur, dapat
dikelompokkan sebagai stimulant lemah, mekanisme kerjanya belum
jelas, tetapi termasuk dalam blok transporter dopamine presinaps
yang kemudian akan meningkatkan pelepasan glutamate pada otak dan
akan menurunkan kadar pelepasan GABA. Pada penelitian, disebutkan
bahwa penggunaan sebanyak 200 - 400 mg/hari secara teratur dapat
meningkatkan abstinensi pada penggunaan kokain. Modafinil adalah
agen stimulant yang sangat aman dan dapat ditoleransi dengan baik,
tidak pernah dilaporkan penggunaan agen ini dapat mengakibatkan
cocaine craving maupun menyebabkan euphoria. Pada prinsipnya,
kokain sendiri, dalam formulasi onset lambat, dapat digunakan
sebagai terapi agonis maintenans, sama seperti pada nikotin
transdermal onset lambat atau transbukal untuk terapi
ketergantungan nikotin onset cepat (cigarettes). Kapsul garam kokai
oral (100 mg, 4 kali sehari) dapat menjadi terapi pengganti pada
penggunaan kokain intravena (25 mg) dan mengurangi konsumsi rokok
rasa kokain di Peru (dimana kokain oral merupakan barang industry
legal). Antipsikotik antipsikotik generasi pertama, yang dimana
merupakan reseptor antagonis dopamine poten, tidak secara
signifikan merubah penggunaan ataupun cocaine craving, yang pada
pengalaman klinik, pasien skizofrenia yang menyalahgunakan kokain
selama pengobatan kronik antipsikotik. Kegunaan yang lebih besar
diharapkan pada generasi kedua antipsikotik, yang dikarenakan
spectrum mekanisme kerjayang lebih luas dari obat tersebut pada
pengikatan reseptor ( pada dopamine dan serotonin ). Walaupun
demikian, pemakaian obat ini belum dapat dibuktikan melalui
penelitian pada pengguna kokain tanpa disertai adanya gangguan
psikotik. Pada penelitian, olanzapine digunakan pada 18 pasien
ketergantungan opiate dan kokain (yang juga diterapi substitusi
dengan metadon) mengalami penurunan pemakaian kokain sebanyak
53.2%. Kewaspadaan tetap harus diteliti dalam penggunaan
antipsikotik pada pengguna kokain karena potensinya yang dapat
mengakibatkan terjadinya neuroleptic malignant syndrome, yang
didasarkan pada penurunan level dopamine pada pengguna kokain.
Pengguna kokain dan amphetamine juga dapat berada di risiko yang
meningkat dalam terjadinya dyskinesia yang disebabkan oleh
antipsikotik.
AntikonvulsanAntikonvulsan telah dicoba dalam pengobatan
ketergantungan kokain karena antikonvulsan memblokir perkembangan
kokain. Antikonvulsan mampu meningkatkan sensitivitas saraf untuk
obat karena paparan intermiten sebelumnya. Di tingkat
neurotransmitter, antikonvulsan mungkin efektif karena mampu
meningkatkan penghambatan aktivitas GABA dan / atau menurunkan
rangsang aktivitas glutamat di otak, baik yang akan mengurangi
respon terhadap kokain dalam dopaminergik, cortico mesolimbic
otak.Carbamazepine merupakan antikonvulsan yang paling dipelajari.
Empat dari lima pasien penggunaa kokain yang dilakukan trial terapi
rawat jalan dengan carbamazepine ditemukan efeknya tidak
berpengaruh signifikan terhadap penggunaan kokain. Sedangkan, untuk
Gabapentin ditemukan tidak efektif dalam tiga uji klinis
terkontrol, seperti lamotrigin, dan asam valproik dalam uji
tunggal.Beberapa antikonvulsan lain telah menunjukkan hasil yang
lebih baik. Tiagabine, yang meningkatkan aktivitas GABA dengan
menghambat reuptake presynapticnya, secara signifikan mengurangi
penggunaan kokain dalam dua uji klinis terkontrol pada dosis 12
atau 24 mg setiap hari, tetapi tidak memiliki efek dalam uji klinis
ketiga pada 20 mg per hari. Semua tiga percobaan menggunakan
bersamaan terapi kognitif-perilaku. Topiramate, yang menurunkan
aktivitas glutamat dengan memblokir AMPA-jenis reseptor glutamat
dan meningkatkan aktivitas GABA, secara signifikan mengurangi
penggunaan kokain dalam percobaan klinis terkontrol sampai dengan
200 mg sehari, dalam hubungannya dengan terapi
kognitif-perilaku.Vigabatrin (-vinyl-GABA), yang meningkatkan
aktivitas GABA dengan menghambat pemecahan GABA oleh
GABA-transaminase, mengurangi penggunaan kokain. Vigabatrin tidak
dipasarkan di Amerika Serikat karena efek sampingnya pada
penglihatan, tapi tidak ada yang diamati selama studi jangka
pendek. Fenitoin (300 mg sehari) secara signifikan mengurangi
kokain digunakan dalam satu percobaan klinis terkontrol, terutama
pada konsentrasi serum di atas 60 g / ml.Baclofen merupakan
antispasmotic, yang mekanisme kerjanya meningkatkan aktivitas GABA
dengan berperan sebagai agonis pada reseptor GABA. Satu percobaan
klinis terkontrol menemukan bahwa baclofen (60 mg sehari) tidak
secara signifikan mengurangi penggunaan kokain, kecuali pada
kelompok pengguna kokain berat.
Suplemen Gizi dan Produk HerbalSuplemen gizi. Penggunaan
campuran asam amino, baik sendiri atau dengan suplemen gizi lainnya
(vitamin dan mineral), telah dipublikasikan secara luas dalam
bidang pengobatan penyalahgunaan narkoba berdasarkan peraturan yang
diberlakukan pada obat-obatan resep dan keselamatan, suplemen gizi
ini dirasakan dapat digunakan dan kecilnya efek samping. Tirosin
(asam amino prekursor L-DOPA) dan L-triptofan (asam amino prekursor
serotonin, telah ditandai dengan klaim keberhasilan, tetapi dalam
suatu penelitian 28 hari, ditemukan bahwa campuran tirosin dan
triptofan tidak berpengaruh signifikan (1 gram setiap hari) pada
ketergantungan kokain atau gejala witdrawal. Percobaan klinis
terkontrol yang lebih baru ditemukan L-tryptophan, bahkan ketika
digabungkan dengan pengobatan manajemen kontingensi, tidak lebih
baik dibandingkan plasebo dalam mengurangi penggunaan kokain.
L-carnitine (500 mg / hari) ditambah koenzim Q10 (200 mg / hari)
tidak lebih baik dibandingkan plasebo dalam uji klinis 8 minggu.
Sebuah uji klinis terkontrol yang kecil yang menemukan bahwa
magnesium L-aspartat (732 mg setiap hari), bentuk yang mudah
diserap dari magnesium, tidak lebih baik dari plasebo.Produk
herbal. Berbagai produk herbal dan derivat tanaman telah
disebut-sebut sebagai pengobatan untuk penyalahgunaan narkoba,
tetapi hanya sedikit yang dilakukan evaluasi klinis. salah satu
yang telah menerima publisitas substansial, tetapi belum evaluasi
klinis, adalah ibogaine, alkaloid indol yang ditemukan di kulit
akar semak Tabernanthe iboga di Afrika Barat. Senyawa ini telah
diklaim untuk menekan penggunaan terhadap kokain (dan opioid dan
alkohol) untuk beberapa bulan setelah dosis oral tunggal. Ginkgo
Biloba (120 mg / hari selama 8 minggu) tidak lebih baik
dibandingkan plasebo dalam uji klinis terkontrol.Penghambat Kanal
Kalsium/Calsium Channel Blockers. Calsium channel blocker telah
diusulkan sebagai pengobatan untuk ketergantungan kokain karena
pengaruhnya terhadap pelepasan neurotransmiter dan penghambatan
efek psikologis kokain di beberapa orang, tapi tidak semua, pada
studi penelitian. Namun, amlodipine tidak menunjukkan keberhasilan
dalam uji klinis terkontrol.Obat-obatan Lainnya. Berbagai macam
obat lain telah dievaluasi untuk pengobatan ketergantungan kokain,
sering atas dasar laporan kasus atau penelitian pada hewan
menunjukkan bahwa obat-obat tersebut dapat mempengaruhi dalam
memperkuat efek kokain. Ondansentron, antagonis reseptor 5-HT3 yang
digunakan untuk mengurangi mual dan muntah, secara signifikan
mengurangi penggunaan kokain dalam uji klinis skala kecil. Efeknya
signifikan hanya pada dosis tertinggi (4 mg dua kali
sehari).Naltrexone, antagonis reseptor mu-opioid dipasarkan untuk
pengobatan ketergantungan alkohol dan ketergantungan opioid,
menunjukkan beberapa keberhasilan pada 50 mg / hari pada pasien
yang sudah tanpa alkohol atau ketergantungan opioid, tetapi hanya
bila dikombinasikan dengan terapi pencegahan kekambuhan
ketergantungan kokain.Banyak obat telah ditemukan tidak lebih baik
dibandingkan plasebo dalam (biasanya skala kecil) uji klinis
terkontrol. Ini termasuk mecamylamine, antagonis reseptor nicotinic
kolinergik; Donepezil, inhibitor acetylcholinesterase; propranolol,
antagonis reseptor beta-adrenergik; reserpine, yang menguras
neurotransmitter monoamine presynaptic; hydergine, antagonis pada
reseptor dopamin serotonin dan antagonis pada reseptor
alpha-adrenergik yang menstimulasi aliran darah; pentoxifylline,
inhibitor phosphodiesterase; riluzole, penghambat pelepasan
glutamat; celecoxib, obat anti-inflamasi nonsteroid; lithium; dan
dehydroepiandrosterone (DHEA), suatu prekursor steroid endogen
androstenedion, dimana merupakan prekursor hormon androgenik dan
estrogenik. DHEA juga merupakan agonis reseptor sigma-1.
Kombinasi pengobatanPenggunaan bersamaan dua obat yang berbeda
yang dipelajari dengan harapan bahwa kombinasi tersebut akan
meningkatkan kemanjuran sambil meminimalkan efek samping, baik
dengan bertindak pada sistem tunggal neurotransmiter oleh dua
mekanisme yang berbeda atau bertindak atas dua sistem
neurotransmiter yang berbeda. Penggunaan bersamaan agen
dopaminergik, bupropion dan bromocriptine pada pasien
ketergantungan cocain telah ditemukan aman, meski dari hasil
penelitian menunjukkan sedikit keberhasilan. Penggunaan bersamaan
pergolide (antagonis reseptor D1 D2 dopamin) dirancang untuk
menghasilkan aksi agonis D1 relatif murni, juga menemukan sedikit
bukti kemanjuran, begitu juga pada kombinasi penggunaan amantadine
dan propranolol.Penggunaan gabungan phentermine , dopamin release
dan serotonin release, fenfluramine yang masing-masing yang
dipasarkan sebagai penekan nafsu makan, dan menerima publisitas
substansial selama tahun 1990-an yang dikenal dengan phen-fen yang
dipakai pada obesitas dan gangguan adiktif. Kombinasi obat ini
telah mengacaukan hasil pengobatan rawat jalan pada pasien dengan
ketergantungan cocain. Sejak penarikan fenfluramine, kombinasi ini
tidak lagi tersedia dikarenakan adanya hubungan antara hipertensi
pulmonal dan penyakit katup jantung. Kombinasi lain yang
menggantikan fenfluramine dengan inhibitor reuptake serotonin
selektif (SSRI) seperti fluoxetine yang belum dievaluasi secara
sistematis.Kombinasi yang tepat dari flumazenil intravena (
reseptor benzodiazepine antagonis ) dan gabapentin oral dan
hydroxyzine ( histamin antagonis ) secara substansial mengurangi
metamfetamin yang digunakan.Ketergantungan AmphetamineBanyak dari
obat-obatan yang dievaluasi untuk pengobatan ketergantungan kokain
juga telah diteliti untuk pengobatan ketergantungan amfetamin,
sering untuk alasan farmakologis sama. Seperti dengan
ketergantungan kokain, kebanyakan hasil uji klinis tidak
menunjukkan kemanjuran.Pendekatan yang paling menjanjikan yaitu
antara substitusi agonis dengan stimulans dan peningkatan aktivitas
gaba. Dua dari tiga uji klinis terkontrol dengan d-amphetamine
(satu menggunakan formulasi berkelanjutan) ditemukan penurunan yang
signifikan dalam menggunakan amfetamin dibandingkan dengan plasebo.
Ada kejadian buruk tidak signifikan dalam studi apapun. Pelepasan
lambat methylphenidate (54 mg sehari) mengurangi penggunaan
amfetamin secara signifikan lebih daripada plasebo dalam satu uji
klinis terkontrol. Modafanil (200 mg dua kali sehari) berkurangnya
amfetamin yang digunakan dalam laporan kasus dan saat ini mengalami
sebuah uji klinis terkontrol.Vigabatrin, antikonvulsan yang
meningkatkan aktivitas GABA dengan menghambat pemecahan GABA oleh
GABA-transaminase, secara substansial mengurangi pemakaian
methamphetamine dalam dua uji label terbuka. Vigabatrin tidak
dipasarkan lagi di amerika serikat dikarenakan adanya efek samping
ophthalmologik, tetapi tidak pernah diamati selama studi jangka
pendek ini. Baclofen, antispasmotic yang meningkatkan aktivitas
GABA dengan bertindak sebagai agonis di GABAB reseptor, sama sekali
tidak memiliki efek pada pengguna metamfetamin pada sebuah uji
klinis terkontrol tetapi secara signifikan menunjukkan pengurangan
pada penggunaan pada subgrup patuh obat. Gabapentin merupakan
antikonvulsan yang mekanisme aksinya tidak diketahui , ini tidak
berbeda dari plasebo, bahkan di subgrup patuh.Obat lain yang
menjanjikan pada penelitian uji klinis termasuk naltrexone,
bupropion dan risperidone. Bupropion sebagai antidepresan sama
sekali tidak menunjukkan kemanjuran dalam dua uji klinis tetapi
secara signifikan menunjukkan pengurangan pada subgrup pengguna
methamphetamin dengan tingkat penggunaan methamphetamine dosis
rendah. Antipsikotik risperidone, baik pemakaian secara oral atau
disuntikkan, menunjukkan pengurangan pada pengguna methamphetamin
dalam dua uji label terbuka. Generasi kedua antipsikotki yang lain,
aripiprazole (15 mg sehari) menunjukkan tidak berkhasiat pada
sebuah uji klinis yang kecil.Obat-obatan yang tidak menunjukkan
efektivitas dalam pengobatan ketergantungan amfetamin dalam uji
klinis termasuk antidepresan trisiklik (misalnya, imipramine,
despiramine), inhibitor reuptake serotonin selektif
(e.g.,fluoxetine, sertraline, paroxetine), ondansetron (antagonis
reseptor 5-HT3), dan calcium shannel blocker seperti
amlodipine.
A. Terapi kondisi Intoksikasi1. Intoksikasi amfetamin atau zat
yang menyerupaia) Simptomatik tergantung kondisi klinis, untuk
penggunaa oral : merangsang muntah dengan activated charcoal atau
kuras lambung adalah pentingb) Antipsikotik : haloperidol 2-5 mg
per kali pemberian atau chlorpromazine mg/kgBB oral setiap 4-6
jamc) Antihipertensi bila perlu, tekana darah diatas 140/100 mmHgd)
Kontrol termperatur dengan selimut dingin atau chlorpromazine untuk
mencegah temperature tubuh meningkate) Aritmia cordis, lakukan
cardiac monitoring : contoh untuk palpitasi diberikan propanolol
20-80 mg/hari f) Bila ada gejala ansietas berikan ansiolitik
golongan benzodiazepine:diazepam 3x5 mg atau chlordiazeprox de 3x25
mgg) Asamkan urin dengan ammonium chloride 2,75 mEq/kg atau
ascorbic acid 8 mg/hari sampai pH urin < 5 akan mempercepat
ekskresi zat
B. Terapi pada kondisi putus zat1. Putus zat amfetamin dan zat
yang menyerupaia) Observasi 24 jam untuk menilai kondisi fisik dan
psikiatrikb) Rawat inap diperlukan apabila gejala psikotik berat,
gejala depresi berat atau kecenderungan bunuh diri, dan komplikasi
fisik lainc) Terapi : antipsikotik (haloperidol 3 x 1,5-5 mg, atau
risperidon 2 x 1,5-3 mg), antiansietas (alprazolam 2 x 10 mg), atau
diazepam 3x5-10 mg, atau clobazam 2x10 mg) atau antidepresi
golongan SSRI atau trisiklik/tertrasiklik sesuai kondisi
klinisPsikoterapiCognitive Behavioral Therapy (Terapi Kognitif
Perilaku)Terapi Kognitif Perilaku adalah suatu bentuk psikoterapi
yang ditekankan pada apa yang pasien pikirkan dan lakukan. Terapi
kognisi-perilaku (CBT) merupakan suatu proses mengajar, melatih dan
menguatkan perilaku positif. Terapi ini memebantu seorang individu
untuk mengidentifikasi pola kognitif atau pikiran dan emosi yang
berhubungan dengan perilaku. Terapi ini merupakan gabungan antara
terapi kognitif dengan terapi perilaku. Terapi ini menganggap
kesulitan-kesulitan emosional berasal dari pikiran atau keyakinan
yang salah (kognisi) yang menyebabkan perilaku yang tidak
produktif. Kondisi-kondisi psikiatrik tampaknya membaik apabila
cara berpikir pasien menjadi lebih akurat dan jika perilaku
individu lebih tepat. Oleh karena itu, terapis bekerjasama dengan
pasien mengidentifikasi dan mengoreksi salah persepsi dan perilaku
yang salah. Terapi ini sangat berdasar pada realitas dan menekankan
hal yang terjadi di sini dan saat ini (apa yang dipikirkan pasien
saat ini; bagaimana perilaku pasien saat ini).
Prinsip - prinsip Terapi Perilaku- Kognitif Prinsip dasar dari
terapi perilaku kognitif adalah mengajarkan kepada pasien bahwa
kepercayaan dan pemikiran tidak rasional adalah penyebab dari
gangguan emosional dan tingkah laku (Hoffman, 1984). Sebelum proses
terapi dimulai, terapis perlu terlebih dahulu menjelaskan susunan
terapi kepada subjek, yang meliputi penjelasan tentang sudut
pandang teori modifikasi perilaku dan teori terapi kognitif
terhadap perilaku yang tidak adaptif, prinsip yang melandasi
prosedur modifikasi perilaku kognitif, dan tentang langkah-langkah
di dalam terapi. Penjelasan ini penting perannya untuk meningkatkan
motivasi individu dan menjalin kerjasama yang baik. Perlu pula
dijelaskan bahwa fungsi terapis hanyalah sebagai fasilitator
timbulnya perilaku yang dikehendaki, dan individu yang berperan
aktif dalam proses terapi (Ivey, 1993). Oleh karena itu individu
harus benar-benar terampil menggunakan prinsip-prinsip terapi
kognitif dan modifikasi perilaku dengan masalah yang dialaminya,
dan peran terapis penting dalam mengajak individu memahami
perasaannya dan teknik terapi yang efektif untuk terjadinya
perubahan perilaku yang dikehendaki. Terkait dengan perlunya
pemahaman tentang prinsip-prinsip modifikasi perilaku-kognitif,
Meichenbaum (dalam Ivey, 1993) mengemukakan 10 hal yang harus
diperhatikan seorang terapis dalam penggunaan modifikasi
perilaku-kognitif, yaitu:1. Terapis perlu memahami bahwa perilaku
klien ditentukan oleh pikiran, perasaan, proses fisiologis, dan
akibat yang dialaminya. Terapis dapat memasuki sistem interaksi
dengan memfokuskan pada pikiran, perasaan, proses fisiologis, dan
perilaku yang dihasilkan klien.2. Proses kognitif sebenarnya tidak
menyebabkan kesulitan emosional, namun yang menyebabkan kesulitan
emosional adalah karena proses kognitif itu sendiri merupakan
proses interaksi yang kompleks. Bagian penting dari proses kognisi
adalah meta-kognisi yaitu klien berusaha untuk memberi komentar
secara internal pada pola pemikiran dan perilakunya saat itu.
Struktur kognisi yang dibuat individu untuk mengorganisasi
pengalaman adalah personal schema. Terapis perlu memahami personal
schema yang digunakan oleh klien untuk lebih mamahami masalah yang
dialami klien. Perubahan personal skema yang tidak efektif adalah
bagian yang penting dari terapi3. Tugas penting dari seorang
terapis adalah menolong klien untuk memahami cara klien membentuk
dan menafsirkan realitas.4. Modifikasi perilaku-kognitif memahami
persoalan dengan pendekatan psikoterapi yang diambil dari sisi
rasional atau objektif.5. Modifikasi perilaku-kognitif ditekankan
pada penjabaran serta penemuan proses pemahaman pengalaman klien6.
Dimensi yang cukup penting adalah untuk mencegah kekambuhan
kembali.7. Modifikasi perilaku-kognitif melihat bahwa hubungan baik
yang dibangun antara klien dan terapis merupakan sesuatu yang
penting dalam proses perubahan klien.8. Emosi memainkan peran yang
penting dalam terapi, untuk itu klien perlu dibawa ke dalam suasana
terapi yang mengungkap pengalaman emosi.9. Terapis perlu menjalin
kerjasama dengan pihak keluarga ataupun pasangan klien.10.
Modifikasi perilaku-kognitif dapat diperluas sebagai proses
pencegahan timbulnya perilaku maladaptif.
Tujuan Pendekatan Terapi Perilaku Kognitif
Pendekatan terapi perilaku kognitif adalah pendekatan pemberian
bantuan yang bertujuan mengubah suasana hati dan perilaku individu
dengan mempengaruhi pola berfikirnya (Beck, 1985; Burns, 1986).
Pada dasarnya pendekatan terapi perilaku kognitif bertujuan untuk
mengenali kejadian yang memberi tekanan, mengenali dan memantau
gangguan-gangguan kognitif yang muncul dalam menanggapi kejadian
atau peristiwa, dan mengubah cara berfikir dalam
menginterpretasikan dan menilai kejadian dengan cara-cara yang
lebih sehat.Teknik pemantauan dan kontrol diri Pemantauan dan
kontrol diri merupakan langkah awal untuk merubah perilaku target.
Seseorang itu harus mengetahui terlebih dahulu perilaku yang mana
yang menjadi target terapi perilaku kognitif. Kedua teknik tersebut
mengkaji seberapa sering perilaku target itu timbul dan resiko yang
apa yang muncul kalau tidak segera ditangani. Pada tehnik ini,
klien sangat berperan penting (Taylor, 1983). Teknik ini berfungsi
sebagai alat pengumpul data sekaligus berfungsi terapeutik. Dasar
pemikiran teknik ini adalah pemantauan diri terkait dengan evaluasi
diri dan pengukuhan diri (Kanfer, 1975). Subjek memantau dan
mencatat perilakunya sendiri, sehingga lebih menyadari perilakunya
setiap saat. Beberapa langkah dalam teknik pemantauan diri adalah
sebagai berikut: mendiskusikan dengan subjek tentang pentingnya
subjek memantau dan mencatat perilakunya secara teliti, subjek dan
terapis secara bersama-sama menentukan jenis perilaku yang hendak
dipantau, mendiskusikan saat-saat pemantauan dilaksanakan, terapis
menunjukkan pada subjek cara mencatat data perilakunya.. Pemantauan
diri hendaknya dilakukan untuk satu jenis perilaku dan relatif
merupakan respon yang sederhana (Kanfer, 1975). Kontrol diri dapat
diterapkan dalam teknik terapi apapun. Satu-satunya syarat adalah
orang tersebut harus menginplementasikan prosedurnya sendiri
setelah menerima instruksi dari terapis. Ada tiga kriteria yang
terkandung dalam semua konsep kontrol diri yaitu :a. Hanya ada
sedikit kontrol eksternal yang dapat menjelaskan perilaku (tidak
ada pengawasan atau pemaksaan dari luar atau orang lain) b. Kontrol
adalah suatu hal yang cukup sulit sehingga orang yang bersangkutan
harus berupaya cukup keras (melakukan suatu kegiatan yang sangat
tidak diinginkan dan merasa gembira dan bebas setelah kegiatan itu
selesai) c. Perilaku dilakukan dengan pertimbangan dan pilihan
secara sadar Individu secara aktif memutuskan untuk melakukan
kontrol diri baik dengan melakukan suatu tindakan atau dengan
menahan dirinya untuk tidak melakukan sesuatu. Orang yang
bersangkutan tidak melakukan ini secara otomatis dan tidak dipaksa
oleh orang lain untuk melakukan suatu tindakan.
Reinforcement (Penguatan diri)
Penguatan diri adalah teknik yang paling menarik apabila kita
belajar teori terapi perilaku kognitif. Penguatan diri meliputi
pemberian pujian atau hukuman pada diri sendiri untuk meningkatkan
atau meminimalkan beberapa kejadian perilaku target. Pujian itu
terbagi atas dua bagian yaitu pujian positif dan pujian negatif.
Pujian positif yaitu memberikan pujian yang sepantasnya pada diri
sendiri karena telah berhasil merubah atau memodifikasi perilaku
target. Pujian negatif adalah pujian melalui modifikasi faktor
pencetus perilaku target di linkungan klien. Seperti pemberian
pujian pada diri sendiri, hukuman juga dibagi dua bagian yaitu
hukuman yang positif dan hukuman yang negatif. Akan tetapi jarang
digunakan dalam memanajemen atau memodifikasi perilaku (Taylor,
1983). Reinforcement dihubungkan dengan hemodialisa adalah hal yang
sangat tepat untuk mencapai berat badan yang idel untuk pasien, dan
pada umumnya merupakan intervensi yang paling sering diberikan para
medis ke pasiennya (Sagawa, 2001).Distraksi (pengalihan perhatian)
Distraksi mengalihkan perhatian klien ke hal yang lain yang lebih
menyenangkan sehingga klien mampu mengabaikan pemikiran yang tidak
menyenangkan yang sedang dialami. Distraksi bekerja memberi
pengaruh paling baik untuk jangka waktu yang singkat. Perawat dapat
mengkaji aktivitas-aktivitas yang dinikmati klien sehingga dapat
dimanfaatkan sebagai distraksi. Aktivitas tersebut dapat meliputi
kegiatan menyanyi, berdoa, mendengarkan musik, menonton TV,
membaca, bercerita, dan lain-lain. Sebagian besar distraksi dapat
digunakan di rumah sakit, di rumah , atau pada fasilitas perawatan
jangka panjang (Potter, 2005). Distraksi dapat berkisar dari hanya
pencegahan monoton sampai menggunakan aktivitas fisik dan mental
yang sangat kompleks. Ada orang tertentu yang akan mampu
mengalihkan perhatiannya hanya dengan memainkan suatu permainan
yang butuh konsentrasi penuh sperti main catur. Keefektifan
distraksi tergantung pada kemampuan pasien untuk menerima dan
membangkitkan input sensori selain sensori yang sedang dialami (
Smeltzer, 2001). Distraksi visual Melihat pertandingan, menonton
televisi, membaca koran, melihat pemandangan dan gambar termasuk
distraksi visualDistraksi pendengaran Diantaranya mendengarkan
musik yang disukai atau suara burung serta gemercik air, individu
dianjurkan untuk memilih musik yang disukai dan musik tenang
seperti musik klasik, dan diminta untuk berkosentrasi pada lirik
dan irama lagu. Klien juga diperbolehkan untuk menggerakkan tubuh
mengikuti irama lagu seperti bergoyang, mengetukkan jari atau kaki
(Tamsuri, 2007). Musik klasik salah satunya adalah musik Mozart.
Dari sekian banyak karya musik klasik, sebetulnya ciptaan milik
Wolfgang Amadeus Mozart (1756-1791) yang paling dianjurkan.
Beberapa penelitian sudah membuktikan, Mengurangi tingkat
ketegangan emosi atau nyeri fisik. Penelitian itu di antaranya
dilakukan oleh Dr. Alfred Tomatis dan Don Campbell. Mereka
mengistilahkan sebagai Efek Mozart. Dibanding musik klasik lainnya,
melodi dan frekuensi yang tinggi pada karya-karya Mozart mampu
merangsang dan memberdayakan daerah kreatif dan motivatif di otak.
Yang tak kalah penting adalah kemurnian dan kesederhaan musik
Mozart itu sendiri. Namun, tidak berarti karya komposer klasik
lainnya tidak dapat digunakan (Andreana, 2006) Distraksi pernafasan
yaitu bernafas ritmik, anjurkan klien untuk memandang fokus pada
satu objek atau memejamkan mata dan melakukan inhalasi perlahan
melalui hidung dengan hitungan satu sampai empat dan kemudian
menghembuskan nafas melalui mulut secara perlahan dengan menghitung
satu sampai empat (dalam hati). Anjurkan klien untuk berkosentrasi
pada sensasi pernafasan dan terhadap gambar yang memberi
ketenangan, lanjutkan tehnik ini hingga terbentuk pola pernafasan
ritmik. Distraksi intelektual, antara lain dengan mengisi teka-teki
silang, bermain kartu, melakukan kegemaran (di tempat tidur)
seperti mengumpulkan perangko, menulis ceritaTehnik pernafasan,
seperti bermain, menyanyi, menggambar atau sembayang. Imajinasi
terbimbing adalah kegiatan klien dengan membuat suatu bayangan yang
menyenangkan dan mengonsentrasikan diri pada bayangan tersebut
serta berangsur-angsur membebaskan diri dari dari perhatian
terhadap stimulus yang kurang menyenangkan
Proses Pemulihan (Recovery Process)Proses pemulihan adiksi napza
bukan hanya melepaskan si pecandu dari ketergantungan napza, tetapi
juga mencegah mereka kembali menggunakannya. Proses pemulihan
adalah suatu perjalanan panjang yang menyakitkan bagi para pasien
adiksi napza, mulai dari lepasnya napza dari tubuh sampai ke pola
hidup sehat. Dalam proses pemulihan, seorang adiksi harus membuat
perubahan intrapersonal dan interpersonal. Proses pemulihan dari
berhenti menggunakan napza atau abstinensiaCiri-ciri ideal dari
proses pemulihan : Abstinensia Menjauhkan diri dari teman, tempat,
benda dan hal lain yang dapat menimbulkan keinginan menggunakan
napza kembali Berhenti mempersalahkan diri sendiri Belajar
mengendalikan eprasaan Belajar merubah pola pikir adiktif Belajar
mengenali permasalahn diri sendiri, orang lain dan
sekitarnyawww.nacbt.orgwww.rcpsych.ac.uk
Daftar Pustaka1. Kurniadi H. Wreksoatmodjo B. Napza dan Tubuh
Kita. Jakarta : Yayasan Jendela; 2004.2. UNODC
3. Husin AB, Siste K. Gangguan penggunaan zat. Dalam: Buku ajar
psikiatri. Jakarta: FKUI; 2014.h. 143-71.4. Sadock BJ, Sadock VA,
Eds. Comprehensive Textbook of Psychiatry. Edisi X. Philadelphia,
Baltimore, New York: Lippincott Williams &Wilkins, 2007.5.
Caffeine. 2014. Diunduh dari :
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/caffeine.html ( 11 Juni 2014)6.
Chatinone, a natural amphetamine. 2013. Diunduh dari:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/1508843 (13 Juni 2014)7.
Katinon. 2013. Diunduh dari :
http://dedihumas.bnn.go.id/read/section/artikel/2013/08/20/716/mengenal-katinon
(15 Juni 2014)8. Direktorat Jenderal Pelayanan Medik Departemen
Kesehatan RI. Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa III.
Departemen Kesehatan RI, h. 103-2.9. Keputusan Menteri 42010. Preda
A. Stimulants. 2013. Diunduh dari: www.medscape.com/article. (15
Juni 2014).11. Pamusu D, Amir N, Effendi J, Khamelia, Kembaren L,
Aritonang I, et al. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK)
Jiwa/Psikiatri. 2012. h. 18-28 12. Addiction. American Psychiatric
Association. 2014.