BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Demam rematik merupakan suatu penyakit inflamasi sistemik non
supuratif yang digolongkan pada kelainan vaskular kolagen atau
kelainan jaringan ikat. Proses rematik ini merupakan reaksi
peradangan yang dapat mengenai banyak organ tubuh terutama jantung,
sendi dan sistem saraf pusat. Demam rematik akut adalah sinonim
dari demam rematik dengan penekanan akut, sedangkan yang dimasuk
demam rematik inaktif adalah pasien-pasien dengan demam rematik
tanpa tanda-tanda radang. 1,2,3,4
Penyakit demam rematik dan gejala sisanya, yaitu penyakit
jantung rematik, merupakan jenis penyakit jantung didapat yang
paling banyak dijumpai pada populasi anak-anak dan dewasa muda.
Puncak insiden demam rematik terdapat pada kelompok 5-15 tahun;
penyakit ini jarang dijumpai pada anak dibawah usia 4 tahun dan
penduduk di atas 50 tahun. Prevalensi demam rematik atau penyakit
jantung rematik yang diperoleh dan penelitian WHO mulai tahun 1984
di 16 negara sedang berkembang di Afrika, Amerika Latin, Timur
Jauh, Asia Tenggara dan Pasifik Barat berkisar 0,1 sampai 12,6 per
1.000 anak sekolah, dengan prevalensi rata-rata sebesar 2,2 per
1.000 anak sekolah.4
Dalam laporan WHO Expert Consultation Geneva, 29 Oktober1
November 2001 yang diterbitkan tahun 2004 angka mortalitas untuk
PJR 0,5 per 100.000 penduduk di Negara maju hingga 8,2 per 100.000
penduduk di negara berkembang di daerah Asia Tenggara diperkirakan
7,6 per 100.000 penduduk. Diperkirakan sekitar 2.000-332.000
penduduk yang meninggal diseluruh dunia akibat penyakit
tersebut.5
Prevalensi demam rematik di Indonesia belum diketahui secara
pasti, meskipun beberapa penelitian yang pernah dilakukan
menunjukkan bahwa prevalensi penyakit jantung rematik berkisar
antara 0,3 sampai 0,8 per 1.000 anak sekolah. Dengan demikian,
secara kasar dapat diperkirakan bahwa prevalensi demam rematik di
Indonesia pasti lebih tinggi dari angka tersebut, mengingat
penyakit jantung rematik merupakan akibat dari demam rematik.6
Penyakit jantung reumatik ( PJR ) adalah komplikasi yang paling
serius dari demam rematik. Demam rematik akut terjadi pada 0,3%
kasus faringitis oleh Streptococcus Beta Hemolitikus Grup A (SGA)
pada anak. Sebanyak 39% dari pasien dengan demam rematik akut akan
berkembang menjadi pankarditis dengan berbagai derajat disertai
insufisiensi katup, gagal jantung, perikarditis, dan bahkan
kematian. Pada penyakit jantung rematik kronik, pasien dapat
mengalami stenosis katup dengan berbagai berbagai derajat
regurgitasi, dilatasi atrium, aritmia, dan disfungsi
ventrikel.1
Pengenalan sedini mungkin terhadap keterlibatan jantung menjadi
bagian penting dalam mencegah terjadinya kerusakan jantung lebih
lanjut. Oleh karena itu dalam makalah ini akan dibahas mengenai
kriteria diagnosis terbaru serta pencegahan terhadap terjadinya
masalah lebih lanjut.
1.2. Tujuan
a. Tujuan Umum
Untuk melengkapi persyaratan tugas kepanitraan klinik stase Ilmu
Penyakit Dalam RS Rumkit Kesdam TK II BB Putri Hijau Medan
b. Tujuan Khusus
Memberikan penjelasan tentang Penyakit Jantung Rematik
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Defenisi Penyakit Jantung Rematik
Penyakit jantung reumatik (Reumatic Heart Disease) merupakan
penyakit jantung didapat yang sering ditemukan pada anak. Penyakit
jantung reumatik merupakan kelainan katup jantung yang menetap
akibat demam reumatik akut sebelumnya, terutama mengenai katup
mitral (75%), aorta (25%), jarang mengenai katup trikuspid, dan
tidak pernah menyerang katup pulmonal. Penyakit jantung reumatik
dapat menimbulkan stenosis atau insufisiensi atau keduanya. 5,8
Terkenanya katup dan endokardium adalah manifestasi paling
penting dari demam rematik. Lesi pada katup berawal dari verrucae
kecil yang terdiri dari fibrin dan sel-sel darah di sepanjang
perbatasan dari satu atau lebih katup jantung. Katup mitral paling
sering terkena, selanjutnya diikuti oleh katup aorta; manifestasi
ke jantung-kanan jarang ditemukan. Sejalan dengan berkurangnya
peradangan, verrucae akan menghilang dan meninggalkan jaringan
parut. Dengan serangan berulang dari demam rematik, verrucae baru
terbentuk di bekas tempat tumbuhnya verrucae sebelumnya dan
endokardium mural dan korda tendinea menjadi terkena.8
2.2. Etiologi Penyakit Jantung Rematik
Streptococcus merupakan bakteri gram-positif berbentuk bulat,
yang mempunyai karakteristik dapat membentuk pasang atau rantai
selama pertumbuhannya. Streptococcus termasuk kelompok bakteri yang
heterogen dan tidak ada satu sistimpun yang mampu untuk
mengklasifikasikannya.
Morfologi dan indentifikasi
Coccus tunggal mempunyai bentuk seperti bola atau bulat dan
tersusun seperti rantai. Pada umur biakan tertentu dan bila bakteri
mati, mereka kehilangan sifat gram-positifnya dan berubah menjadi
gram-negatif, hal ini dapat terjadi setelah inkubasi selama
semalam.
Beberapa memiliki kapsul polisakarida yang dapat dibedakan
dengan pneumococcus. Sebagian besar dari grup A,B, dan C memiliki
kapsul yang terdiri dari asam hialuronat, yang menghalangi
fagositosis. Dinding sel terdiri dari protein (antigen M, T, dan
R), karbohidrat (kelompok spesifik), dan peptidoglikan. Pili
terdapat pada grup A, yang berisi sebagian dari protein M dan
dilindungi oleh asam lipoteichoic, merupakan komponen penting untuk
perlekatan streptococcus pada sel epithelial.
Struktur antigenik dapat ditemukan dalam beberapa substansi
antigen dalam kelompok antigen dinding sel spesifik, karbohidrat
yang terdapat dalam dinding sel streptococcus dan dipakai sebagai
dasar pengelompokan serologi
1. Protein M, Merupakan faktor utama S.pyogenes grup A, yang
menjadikan bakteri virulen dan akan menolak fagositosis oleh PMN.
Terdapat lebih dari 80 jenis protein M, sehingga menyebabkan
seseorang dapat terinfeksi berkali-kali. Memiliki molekul berbentuk
seperti batang yang menggulung yang memisahkan fungsi utamanya.
Struktur seperti ini memungkinkan terjadinya perubahan urutan yang
bessar ketika mempertahankan fungsinya, dengan 2 kelas struktur
utama pada protein M yaitu kelas I dan kelas II. Tampaknya protein
M dan antigen dinding sel bakteri streptococcus yang lain memiliki
peranan penting dalam patogenesis pada demam rematik. Komponen
dinding sel pada jenis M tertentu yang dapat mengakibatkan antibodi
bereaksi denga jaringan otot jantung. 2
2. Substansi T : tidak memiliki kaitan dengan virulensi dari
bakteri streptococcus
3. Nukleoprotein : substansi P yang memiliki nilai serologi yang
kecil
Struktur permukaan sel Streptococcus pyogenes dan sekresi produk
yang berperan dalam virulensi.4
Toksin dan Enzim3
Lebih dari 20 produk ekstraselular yang antigenik termasuk dala
grup A diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Streptokinase ( Fibrinolisin ) dihasilkan oleh banyak strain
pada bakteri streptococcu beta hemolitik grup A, mengakibatkan
perubahan bentuk plasminogen pada plasma menjadi plasmin yang
merupakan enzim proteolitik yang mengurai fibrin dan protein
lain.
b. Streptodornase : dapat melakukan depolimerisasi DNA.
c. Hyaluronidase : dapat memecah asam hialuronat yang merupakan
substansi dasar pada jaringan ikat, dengan tujuan menyebarkan
mikroorganisme penyebab infeksi. Hyaluronidase bersifat antigenik
dan spesifik untuk setiap bakteri atau sumber jaringan.
d. Eksositosin piogenik : dihasilkan oleh bakteri streptococcus
grup A. Terdapat tiga jenis antigen berbeda dari streptococal
pyogenic exotoxin : A,B, dan C. Eksotoksin A dihasilkan dari
streptococcus grup A yang membawa fase lisogenik dan merupakan
supra antigen.
e. Disphosphopyridine nucleotidase : kemampuan untuk mematikan
leukosit.
f. Hemolisin : proses heolisi sel darah merah secara in vitro
padap berbagia tingkatan. Kerusakan sempurna pada eritrosit
disertain dengan terlepasnya hemoglin disebut dengan beta
hemolisis. Sedang lisis eritrosit yang tidak lengkap dengan susunan
pigmen hijau disebut alfa hemolisis S.pyogenes hemolitik grup A
menghasilkan dua hemolisin ( streptolisin), yaitu :
Streptolisin O : merupakan suatu protein dengan BM 60.000 yang
dapat menghemolisis secara aktif dalam keadaan tereduksi, namun
secara cepat tidak aktif bila terdapat oksigen. Streptolisin O
berkombinasi secara kuantitatif dengan antistreptolisin O yaitu
suatu antibodi yang muncul dalam infeksi berkelanjutan pada tubuh
manusia dnegan beberapa streptococcus yang memproduksi streptolisin
O.
Streptolisin S : suatu bahan yang kurang bertanggung jawab untuk
timbulnya daerah hemolitik disekelining koloni bakteri streptococus
yang tumbuh pad apermukaan media lempeng agar darah. Tidak bersifat
antigenik.
2.3. Epidemiologi Penyakit Jantung Rematik
Baik pada negara maju dan negara berkembang, faringitis dan
infeksi kulit (impetigo) adalah infeksi yang paling sering
disebabkan oleh grup A streptococci, yang merupakan bakteri yang
paling sering menyebabkan faringitis, dengan insidens puncak pada
anak usia 5-15 tahun. Faringitis streptokokal jarang terjadi pada 3
tahun pertama kehidupan dan diantara orang tua. Diperkirakan
sebagian besar anak-anak mengalami 1 episode faringitis per tahun,
dimana 15-20% disebabkan oleh grup A streptococcus dan hampir 80%
oleh virus patogen. 5
Pada tahun 1994 diperikirakan 12 juta individu menderita demam
rematik dan penyakit jantung rematik di seluruh dunia, dengan
sekurangnya 3 jula menderita gagal jantung dan memerlukan perawatan
di rumah sakit berulang. Sebagian besar individu dengan gagal
jantung memerlukan bedah katup jantung dalam 5-10 tahun. Angka
kematian PJR bervariasi dari 0,5 per 100,000 populasi di Denmark,
sampai 8,2 per 100,000 populasi di Cina, dan perkiraan angka anual
kematian PJR untuk tahun 2000 adalah 332000 seluruh dunia.
Mortality rate pada 100,000 populasi bervariasi dari 1,8 di regio
WHO Amerika sampai 7,6 di WHO Asia Tenggara. Dan untuk DALYs (
Disability-adjusted life years ) kehilangan diperkirakan 2,47 per
100,000 poupulasi di WHO Amerika Serikat sampai 173,4 per 100,000
populasi pada WHO Regio Asia Tenggara.5
Demam rematik jarang terjadi sebelum usia 5 tahun dan setelah
usia 25 tahun, paling banyak ditemukan pada anak-anak dan dewasa
muda. Insidens tertinggi terdapat pada anak usia 5-15 tahun dan di
negara tidak berkembang atau sedang berkembang dimana antibiotik
tidak secara rutin digunakan untuk pengobatan faringitis.1
Di Fiji insidens demam rematik akut pada usia 5-15 tahun adalah
15,2 kasus dalam 100.000 populasi sedangkan di New Zealand 3.4
kasus dalam 100.000 populasi, dan kurang dari 1 kasus di Amerika
Serikat. 1
Penyakit jantung rematik (PJR), adalah penyebab terutama mitral
stenosis dengan 60% mitral stenosis murni dengan riwayat demam
rematik akut. Dengan insidens terjadi lebih sering pada perempuan
dibandingkan laki-laki (2:1). Pada negara berkembang, penyakit ini
memiliki periode laten 20-40 tahun sampai beberapa dekade untuk
gejala penyakit ini memerlukan intervensi bedah. Pada gejala yang
terbatas 0-15% survival rate tanpa terapi. Diperkirakan seperlima
dari pasien dengan penyakit jatung postreumatik memiliki
insufisensi murni, 45% memiliki stenosis dengan insufisiensi, 34%
murni stenosis, dan 20% murni insufisiensi.
2.4. Patofisiologi Penyakit Jantung Rematik
Demam reumatik merupakan kelanjutan dari infeksi faring yang
disebabkan Streptokokus beta hemolitik grup A. Reaksi autoimun
terhadap infeksi Streptokokus secara hipotetif akan menyebabkan
kerusakan jaringan atau manifestasi demam reumatik, sebagai
berikut
1. Streptokokus grup A akan menyebabkan infeksi pada faring
2. Antigen Streptokokus akan menyebabkan pembentukan antibodi
pada hospes yang hiperimun
3. Antibodi akan bereaksi dengan antigen Streptokokus, dan
dengan jaringan hospes yang secara antigenik sama seperti
Streptokokus ( dengan kata lain antibodi tidak dapat membedakan
antara antigen Streptokokus dengan antigen jaringan jantung)
4. Autoantibodi tesebut bereaksi dengan jaringan hospes sehingga
mengakibatkan kerusakan jaringan. 5
Gambar 2.3 Patofisiologi penyakit jantung rematik
Adapun kerusakan jaringan ini akan menyebabkan peradangan pada
lapisan jantung khususnya mengenai endotel katup, yang
mengakibatkan pembengkakan daun katup dan erosi pinggir daun katup.
Hal ini mengakibatkan tidak sempurnanya daun katup mitral menutup
pada saat sistolik sehingga mengakibatkan penurunan suplai darah ke
aorta dan aliran darah balik dari ventrikel kiri ke atrium kiri,
hal ini mengakibatkan penurunan curah sekuncup ventrikel sehingga
jantung berkompensasi dengan dilatasi ventrikel kiri, peningkatan
kontraksi miokardium, hipertrofi dinding ventrikel dan dinding
atrium sehingga terjadi penurunan kemampuan atrium kiri untuk
memompa darah hal ini mengakibatkan kongesti vena pulmonalis dan
darah kembali ke paru-paru mengakibatkan terjadi edema intertisial
paru, hipertensi arteri pulmonalis, hipertensi ventrikel kanan
sehingga dapat mengakibatkan gagal jantung kanan.5,7
2.5. Manifestasi Klinis Penyakit Jantung Rematik
A. Manifestasi Jantung dari demam rematik akut6,7
Pankarditis adalah komplikasi yang paling serius dan komplikasi
kedua tersering dari demam rematik akut ( 50% ). Dalam kasus yang
berat, pasin mengeluhkan kesulitan bernafas (dispnea), nyeri dada
ringan sampai sedang, nyeri dada pleuritik, edema, batuk, atau
ortopnea.
Pada pemeriksaan fisik, kardiris terutama dideteksi dengan
adanya murmur baru dan takikardia diluar proporsi demam. Murmur
baru atau berubah harus disadari untuk diagnostik valvulitis
rematik
Beberapa kardiologis menganjurkan pemeriksaan echo-Doppler untuk
pembuktian insufisiensi mitral, bersamaan dengan aorta
insufisiensi, mungkin cukup untuk diagnosis karditis ( walaupun
tanpa adanya penemuaan pada auskultasi )
Manifestasi lain dari jantung dapat meliputi gagal jantung dan
perikarditis
Murmur baru atau berubah
Murmur pada demam rematik akut secara tipikal dikarenakan
insufisiensi katup. Murmur berikut ini adalah yang paling sering
ditemukan selam demam rematik akut :
Murmur pansistolik apikal : bernada tinggi, murmur dengan
blowing quality dari mitral regurgitasi yang beradiasi ke aksila
kiri. Tidak dipengaruhi oleh respirasi dan posisi dengan intensitas
bervariasi tetapi grade 2/6 atau lebih besar. Mitral insufisiensi
berhubungan dengan disfungsi katup, korda dan muskulus
papilaris
Murmur diastolik apikal ( Carey-Coombs murmur ) : didengar pada
karditis aktif dan mitra insufisiensi yang berat. Mekanisme murmur
ini ada mitral stenosis ketika volume yang banya dari aliran
regurgitasi melewati katup mitral selama pengisian ventrikel.
Terdengar paling baik dengan stetoskop bell, dengan posisi pasien
lateral kiri dan menahan nafas selama ekspirasi
Murmur diastolik basal : diastolik awal (early diastolic) murmur
dari regurgitasi aorta, bernada tinggi, blowing, decrescendo dan
terdengan paling baik sepanjang kanan atas dan kiri tengan garis
sternal setelah ekspirasi dalam dengan pasien duduk badan maju ke
depan.
Gagal Jantung Kongestif
Gagal jantung kongestif dapat terjadi sekunder akibat
insufisiensi katup yang berat atau miokarditis. Pada pemeriksaan
fisik yang berkaitan dengan gagal jantung meliputi takipnea,
ortopnea, distensi vena jugularis, rales, hepatomegali, ritme
galop, edema dan pembengkakan ekstremitas.
Perikarditis
Pada pemeriksaan fisik adanya adanya perikardial friction rub
mengindikasinya adanya perikarditis. Perkusi menjadi semakin redup
pada jantung dan suara jantung yang bergumam, konsisten dengan
edusi perikardial
B. Manfestasi Jantung dari Penyakit Jantung Rematik Kronik
Deformitas katup, tromboembolisme, anemia hemolitik jantung, dan
aritmia artium adalah manifestasi yang paling sering dari PJR
kronik.
Mitral insufisiensi
Gejala fisik bergantung kepada derajat keparahn, pada penyakit
ringan, tanda gagal jantung tidak terlihat, prekordium tenang dan
pada auskultasi terdapat holosistolik murmur yang menjalar ke
aksila6 . Pada mitral insufisiensi berat, tanda dari gagal jatung
dapat terlihat, jatung membesar, dengan impuls ventrikel kiri
apikal yang berat tidak jarang terdapat thrill sistolik apikal.
Suara jantung ke-2 mungkin mengeras pada hipertensi pulmonal, bunyi
jantung ketiga biasanya menonjol. Terdengar holosistolik murmur,
serta murmur pendek mid-diastolik yang bergemuruh.
Mitral stetonis
Pasien dengan lesi minimal tidak memiliki gejala. Derajat yang
lebih berat dari obstruksi, berhubungan dengan intolerasi kegiatan
dan dispnea. Pada lesi kritis dapat terjadi ortopnea, PND , edema
pulmonal dan aritmia atrial. Ketika hipertensi pulmonal telah
terbentuk, terjadi dilatasi ventrikel kanan yang menghasilkan
insufisiensi triskupid fungsional, hepatomegali, ascites, dan
edema. Dapa terjadi hemoptysis sebagai penyebab dari rupturnya vena
bronkial atau pleurohilar. Dapat terjadi peningkatan JVP ( Jugular
Vena Pressure ), penyakit katup trikuspid atau hipertensi pulmonal
berat pada penyakit yang berat.
Pada penyakit yang ringan, ukuran hati norma.,walaupun demkinan
kardiomegali sedang adalah biasa pada mitral stenosis berat.
Pembesaran jantung dapat menjadi masif ketika fibrilasi atrial dan
gagal jantung terjadi tidak terduga.
Pada palpasi dapat teraba pengangkatan ventrikel kanan pada
garis parasternal kanan ketika tekanan pulmonal meningkat. Prinsip
penemuan auskultasi : bunyi jantung 1 yang keras tetapi dpat
berkurang sejalan dengan penebalan katup , dan pembukaan katup
(opening snap) dari katup mitral dan mumur diastolik mitral yang
panjang, bernada rendah dan rumbling pada presistolik meningkat
pada apeks. Murmur diastolik mitral dapat absen pada pasien dengan
gagal jantung. Holosistolik murmur dari insufisiensi trikuspid
dapat terdengar. Dengan adanya hipertensi pulmonal, komponen
pulmonal dari bunyi jantung ke-2 mengeras. Terjadi pada 25% pasien
dengan PJR kronik dan berasosiasi dengan mitral insufisiensi pada
40% lainnya. Fibrosis progresif ( penebalan dan kalsifikasi dari
katup ) terjadi dari waktu ke waktu menyebabkan pembesaran atrium
kiri dan pembentukan trombi mural pada ruang ini.
Stetonis aorta7
Stenosis aorta dari PJR kronik secara tipikal berhubungan dengan
aorta insufisiensi. Komisura katup dan cusps menjadi melekat dan
bersatu, lubang katup menjadi kecil dengan bentuk bulat atau
segitiga. Pada auskultasi S2 terdengar sendiri karena daun katup
aorta yang imobile dan tidak memproduksi suara penutupan aorta.
Murmur sistolik dan diastolik dari stenosis aorta dan insufisiensi
terdengar paling baik pada bagian bawah jantung.
Insufisiensi Aorta6
Pada PJR kronik aorta insufisiensi, sklerosis dari katup aorta
hasil dari distorsi dan retraksi dari cusps. Kombinasi dengan
mitral insufisiensi lebih sering terjadi daripada keterlibatan
aorta sendiri. Gejala biasanya tidak terjadi kecuali berat. Volume
sekuncup yang besar dan kontraksi ventrikel kiri yang kuat dapat
menghasilkan palpitasi, terjadi intoleransi panas dan keringat
berlebih berelasi dengan vasodilatasi. Dispnea dapat berkembang
menjadi ortopnea, edema pulmonal. Angina dapa di cetuskan oleh
aktivitas yang berat. Serangan malam dengan keringat, takikardia,
nyeri dada dan hipertensi dapat terjadi.
Pada pemeriksaan fisik, pulse pressure lebar, tekanan darah
sistolik meninggi dan diastolik merendah. Pada insufisensi aorta
berat terjadi pembesaran ventrikel kiri. Thril diastolik mungkin
ada. Murmur tipikal mulai segera dengan suara jantung ke-2 dan
berlanjut sampai akhir diastol yang terdengar pada garis sternal
atas dan kiritengah menjalar ke apeks dan daerah aorta. Murmurnya
bernada tinggi, blowing, dan mudah didengar pada ekspirasi penuh
dengan posisi pasien condong ke depan. Murmur ejeksi sistolik
sering terjadi karena peningkatan stroke volume. Murmur presistolik
apikal (Austin Flint murmur) menandakan mitral stenosis terkadang
terdengan sebagai hasil dari regurgitasi besar dari aliran aorta
yang menghalangi mitral membuka sepenuhnya. 6
Tromboembolisme terjadi sebagai komplikasi mitral stenosis yang
lebih sering terjadi ketika atirum kiri berdilatasi, penurunan
curah jantung, dan pasien mengalami fibrilasi atrial.7
Anemia hemotilik jantung terjadi berkaitan dengan gangguan
eritrosit oleh katup yang berubah bentuk, meningkatkan destruk dan
pergantian oleh trombosit mungkin terjadi.7
2.6. Diagnosis Penyakit Jantung Rematik
Penegakan diagnosis dahulu berdasarkan kriterian Jones, tetapi
saat ini telah ada kriteia yang diperbaharui oleh AHA dan WHO tahun
2002-2003. Dimana melalui kriteria yang terlah diperbaharui ini
dapat dilakukan diagnosis :5
1. Episode pertama demam rematik
2. Serangan berulang demam rematik pada pasien tanpa PJR
3. Serangan berulang demam rematik pada pasien dengan PJR
4. Reumatik Chorea
5. Onset awal Karditis Rematik
6. PJR Kronik
Adapun reumatik karditis memiliki tanda dan gejala sebagai
berikut :
Adapun dibawah ini adalah kriteria penyakit jantung rematik
menurut World Heard Federation 2012 9
2.7. Pemeriksaan Penunjang Penyakit Jantung Rematik
Pemeriksaan Laboratorium
Kultur tenggorok7,8
Penemuan SGA pada kultur tenggorok biasanya negatif pada saat
gejala demam rematik atau PJR terlihat.organisme harus di isolasi
sebelum terapi antibiotik inisiasi.
Tes deteksi cepat antigen
Tes ini memungkinkan deteksicepat antigen SGA dan memungkinkan
diagnosis faringitis streptokokal dan inisiasi terapi antibiotik
ketika pasien masih berada di ruang periksa. Karena spesifitasnya
lebih dari 95% tetapi sensitivitasnya hanya 60-90%, kultur
tenggorok harus dilakukan menambahkan hasil tes ini.
Antibodi Antistreptococcal
Gejala klinis demam rematik dimulai saat antibodi berada pada
tingkat puncaknya, oleh karena itu, tes antibodi antistreptococcal
berguna untuk mengkonfirmasi infeksi SGA sebelumnya. Peningkatan
antibodi sangat berguna terutama untuk pasien dengan gejala klinis
yang ada hanya chorea. Titer antibbodi harus di cek interval 2
minggu untuk mendeteksi kenaikan.
Tes antibodi terhadap ekstraselular antistreptococcal yang
paling sering adalah antistreptolisin O ( ASO ),
antideoxyribonuklease (DNAse) B, antihyaluronidase,
antistreptokinase, antistreptococcal esterase dan anti-DNA. Tes
antibodi untu komponen selular antigen SGA meliputi
antistreptococcal polisaccharida, antiteichoic acid antibodi, dan
anti M-protein antibodi.
Secara umum, rasio antibodi terhadap antigen ekstraselular
streptococcal meningkat selama bulan pertama setelah terinfeksi dan
setelah itu menurun dalam 3-6 bulan sebelum kembali ke kadar normal
setelah 6-12 tahun. ASO memiliki titer puncak 2-3 minggu setelah
onset demam rematik dengan sensitivitas tes ini 80-85%. Anti DNAse
B sedikit lebih sensitif (90%) untuk mendeteksi demam rematik atau
glomerulonefritis akut.
Antihyaluronidase biasanya abnormal pada pasien demam rematik
dengan titer ASO normal dan meningkat lebih awal dan bertahan lebih
lama dari peningkatan titer ASO selama demam rematik.
Reaktan Fase Akut
C-reactive protein (CRP) dan laju endap darah meningkat pada
demam rematik dikarenakan inflamasi yang merupakan natur dari
penyakit. Memiliki sensitivitas yang tinggi tetapi spesifsitas yang
rendah.
Heart reactive antibodies
Tropomiosin meningkat selama demam rematik akut.
Pemeriksaan Pencitraan7,8
Rontgen Thoraks6
Pada insufisiensi mitral, foto thoraks dapat dilihat pembesaran
atrium kiri dan ventrikel kiri, kongesti pembuluh darah perihilar
yang adalah tanda dari hipertensi vena pulmonalis dapat juga
terlihat. Kalsifikasi mitral jarang terjadi pada anak kecil.
Pada mitral stenosis, lesi sedang atau berat, pada foto thoraks
didapatkan pembesaran atirum kiri dan pembesaran arteri pulmonalis
dan ruang jantung kanan, perfusi pada bagian apikal paru-paru yang
lebih banyak. Pada insufisiensi aorta, didapatkan pembesaran
ventrikel kiri dan aorta.
Elektrokardiografi (EKG)
Pada mitral insufisuensi berat terlihat gel P bifasik prominen,
disertai tanta hipertrofi ventrikel kiri dan berhubungan dengan
hipertrofi ventrikel kanan. Pada mitral stenosis seiring dengan
berat penyakit, terdapat gel P notched dan hipertrofi ventrikel
kanan menjadi terlihat. Pada EKG insufisiensi aorta mungkin normal,
tetapi pada kasus lanjutan terdapat hipertrofi ventrikel kiri dan
gelombang P prominen. Atrioventrikular (AV) blok derajat satu,
yaitu dengan adanya perpanjangan PR interval harus diperhatikan
pada beberapa pasien dengan PJR. Abnormalitas ini mungkin
berhubungan dengan inflamasi miokardial lokal yang meliputi nodus
AV atau vaskulitis yang meliputi arteri di nodus AV. Hal ini
bukalah penemuan spesifik dan tidak digunakan dalam kriteri
diagnostik PJR. Bila demam rematik akut berhubungan dengan
perikarditis, dapat terjadi ST elevasi yang biasa terlihat pada
lead II, III, aVF, and V4 -V6. Pasien dengan PJR mungkin mengalami
atrial flutter, mutltifokal atrial takikardia atau atrial fibrilasi
dari penyakit katup mitral kronik dan dilatasi atrium. 8
Doppler-echocardiogram
Pada PJR akur, Doppler-echocardiography mengidentifikasi dan
menghitung insufisiensi katup dan disfungsi ventrikel. Studi di
Kamboja dan Mozambique memperlihatkan peningkatan 10 kali
prevalensi PJR ketika ekokardiografi digunakan untuk screening
klinis dibandingkan dengan penemuan klinis saja.8
Pada karditis ringan, Doppler membuktikan adanya mitral
regurgitasi yang ada selama fase akut penyakit yang menghilang
dalam minggu sampai bulan. Tetapi pasien dengan karditis sedang
hingga berat memiliki mitral dan atau aorta regurgitasi
persisten
Penemuan penting pada ekokardiografi dari mitral regurgitasi
dari valvulitis akut reumatik adalah dilatasi anula, elongasi dari
korda tendinae menuju daun katup anterior dan mitral regurgitasi
jet mengarah posteriorlateral
Selama demam rematik akut, ventrikel kiri menjadi sering
dilatasi dengan ejeksi fraksi yang normal atau memendek. Oleh
karena itu, beberapa kardiologis mempercayai insufisiensi katup
dari endokarditis adalah penyebab dominan dari gagal jantung pada
demam rematik akut daripada disfungsi miokardium, yang disebabkan
miokarditis.
Pada PJR kronik, ekokardiografi digunakan untuk melihat
perkembangan progresivitas dari stenosis katup dan membantu
penentuan waktu intervensi bedah. Daun katup yang terkena menjadi
tebal secara difus, dengan fusi komisura dan korda tendinae.
Terjadinya peningkatan densitas echo dari katup mitral menandakan
kalsifikasi.
Gambar dibawah ini memperlihatkan jet insufisiensi sistolik
mitral tipikal dilihat pada PJR
Gambar III.3 Insufisiensi Mitral LV=left ventricle; LA=left
atrium; Ao=aorta; RV=right ventricle8
Dilihat dari parasternal long-axis, memperlihatkan jet
insufisiensi sistolik mitral pada PJR, jet biru memanjang dari
ventrikel kiri menuju atrium kiri. Jet ini secara tipikal mengarah
ke dinding lateral dan posterior.
Gambar dibawah ini memperlihatkan jet insufisiensi diastolik
aorta tipikal dilihat pada PJR.
Gambar III.4 Insufisiensi Aorta LV=left ventricle; LA=left
atrium; Ao=aorta; RV=right ventricle8
Dilihat dari parasternal long-axis, memperlihatkan jet
insufisiensi diastolik aorta pada PJR, jet merah memanjang dari
aorta menuju ventrikel kiri. World Heart Federation telah
mempublikasikan guideline untuk mengidentifikasi individual dengan
PJR tanpa riwayat yang jelas dari demam rematik akut. Berdasarkan
pencitraan 2 dimesi dan pulsed-color Doppler, pasien dikategorikan
kedalam PJR definit, PJR borderline, dan normal. Untuk pasien anak
(didefinisikan usia