5/16/2018 ReferatRabies-slidepdf.com http://slidepdf.com/reader/full/referat-rabies 1/16 REFERAT “RABIES” BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Rabies merupakan bentuk enchephalitis hebat dengan gejala klinis unik yang selalu menghasilkan kematian. Beberapa kasus menunjukkan gejala paralisis, khususnya pada saat postexposure prophylaxis. Virus yang menjadi penyebabnya adalah virus neurotropik, yang hanya dapat berkembang biak di dalam jaringan saraf. Virus ini tahan terhadap kekeringan, akan tetapi mudah dimatikan dengan menggunakan antiseptic, sinar matahari langsung, pemanasan, dan radiasi dengan menggunakan sinar ultraviolet. Masa Inkubasi pada hewan sekitar 3-6 minggu setelah gigitan hewan rabies, sedangkan pada manusia tergantung dari parah tidaknya luka gigitan, jauh tidaknya luka dengan susunan saraf pusat, banyaknya saraf pada luka, jumlah virus yang masuk, serta jumlah luka gigitan 1 . Secara umum, penularan rabies terjadi diakibatkan infeksi karena gigitan binatang. Namun rabies juga dapat menular melalui beberapa cara antara lain melalui cakaran hewan, , virus yang masuk melalui rongga pernapasan, dan transplantasi kornea. Virus rabies menyerang jaringan saraf, dan menyebar hingga sistem saraf pusat, dan dapat menyebabkan encephalomyelitis. 2 Tidak ada terapi untuk penderita yang sudah menunjukkan gejala rabies; penanganan hanya berupa tindakan suportif dalam penanganan gagal jantung dan gagal nafas. Berbagai penelitian dari tahun 1986 hingga 2000 yang melibatkan lebih dari 800 kasus gigitan anjing pengidap rabies di negara endemis yang segera mendapat perawatan luka, pemberian VAR dan SAR, mendapatkan angka survival 100%. 4 [Type text] Page 3
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Rabies merupakan penyakit virus akut dari sistem saraf pusat yang mengenai semua
mamalia dan ditularkan oleh sekresi yang terinfeksi biasanya saliva. Sebagian besar pemajanan
terhadap rabies melalui gigitan binatang yang terinfeksi, tapi kadang transplantasi jaringan yang
terinfeksi dapat memulai proses penyakit.1
Nama lain untuk rabies, la rage (Perancis), la rabbia (Italia), la rabia (Spanyol), die
tollwut (Jerman) atau di Indonesia terkenal dengan nama penyakit Anjing Gila.4
2.2 SEJARAH
Istilah rabies dikenal sejak zaman Babylonia kira-kira abad ke 23 Sebelum Masehi (SM)
dan Democritus menulis secara jelas binatang menderita rabies pada tahun 500 SM. Tulisan
adanya infeksi rabies pada manusia dengan gejala hydrophobia dilaporkan pada abad pertama
oleh Celsus dan gejala klinis rabies baru ditulis pada abad ke-16 oleh Fracastoro, seorang dokter
Italia. Pada tahun 1880 Louis Pasteur mendemostrasikan adanya infeksi pada susunan saraf
pusat. Pengobatan dilakukan dengan cara kauterisasi sampai ditemukannya vaksin oleh Louis
Pasteur pada tahun 1885. Pertumbuhan virus rabies pada jaringan ditemukan pada tahun 1930
dan baru dapat diperlihatkan dengan mikroskop elektron pada tahun 1960.4
2.3 ETIOLOGI
Virus rabies merupakan virus asam ribonuklet beruntai tunggal, beramplop, berbentuk
peluru dengan diameter 75 sampai 80nm termasuk anggota kelompok rhabdovirus. Glikoprotein
virus terikat pada reseptor asetilkolin, menambah neurovirulensi virus rabies, membangkitkanantibody neutralisasi dan antibody penghambat hemaglutinasi, dan merangsang imunitas sel T. 1
Masa inkubasi rabies 95% antara 3-4 bulan, masa inkubasi bisa bervariasi antara 7 hari
hingga 7 tahun, hanya 1% kasus dengan inkubasi 1-7 tahun. Karena lamanya inkubasi kadang-
kadang pasien tidak dapat mengingat kapan terjadinya gigitan. Pada anak-anak masa inkubasi
biasanya lebih pendek daripada orang dewasa. Lamanya masa inkubasi dipengaruhi oleh dalam
dan besarnya luka gigitan, lokasi luka gigitan (jauh dekatnya ke sistem saraf pusat), derajat
patogenitas virus dan persarafan daerah luka gigitan. Luka pada kepala inkubasi 25-48 hari, dan
pada ekstremitas 46-78 hari.4
Manifestasi klinis rabies dapat dibagi menjadi 4 stadium: (1) prodromal non spesifik, (2)
ensefalitis akut yang mirip dengan ensefalitis virus lain. (3) disfungsi pusat batang otak yang
mendalam yang menimbulkan gambaran klasik ensefalitis rabies, dan (4) koma rabies yang
mendalam.1
Periode prodromal biasanya menetap selama 1 sampai 4 hari dan ditandai dengan
demam, sakit kepala, malaise, mialgia, mudah terserang lelah (fatigue), anoreksia, nausea, danvomitus, nyeri tenggorokan dan batuk yang tidak produktif.
Ensefalitis post vaksinasi rabies terjadi 1 :200 – 1:1600 pada vaksinasi nerve tissue rabies
vaccine, dibedakan dengan mulai timbulnya gejala cepat, dalam 2 minggu setelah dosis
pertama. Pemeriksaan neurologik yang teliti dan pemeriksaan laboratorium berupa isolasi virus
akan membantu diagnosis.4
Diagnosa banding dalam kasus pasien suspek rabies meliputi banyak penyebab dari
ensephalitis, yang pada umumnya karena infeksi dari virus seperti herpesvirus, enterovirus, dan
arbovirus. Virus yang sangat penting untuk dijadikan diagnosa banding adalah herpes simpleks
tipe 1, varicella-zooster. Faktor epidemilogik seperti cuaca, lokasi geografi, umur pasien,
riwayat perjalanan, dan pajanan yang mungkin untuk tergigit binatang dapat membantu
menolong penegakan diagnosa.1
2.12 PENATALAKSANAAN RABIES
Tidak ada terapi untuk penderita yang sudah menunjukkan gejala rabies; penanganan
hanya berupa tindakan suportif dalam penanganan gagal jantung dan gagal nafas. Walaupun
tindakan perawatan intensif umumnya dilakukan, hasilnya tidak menggembirakan. perawatan
intensif hanyalah metode untuk memperpanjang dan bila mungkin menyelamatkan hidup pasien
dengan mencegah komplikasi respirasi dan kardiovaskuler yang sering terjadi. Isolasi penderita
penting segera setelah diagnosa ditegakkan untuk menghindari rangsangan-rangsangan yang
dapat menimbulkan spasme otot dan mencegah penularan. Staf rumah sakit perlu
menghindarkan diri terhadap penularan virus dari air liur, urin, air mata, cairan lain dan yang
paling berbahaya adalah kontak dengan mukosa atau kulit yang terluka khususnya akibat
gigitan dengan universal precaution (memakai sarung tangan dan sebagainya). Virus tidak
menular melalui darah dan tinja. Yang penting dalam pengawasan penderita rabies adalah
terjadinya hipoksia, aritmia, gangguan elektrolit, hipotensi dan edema serebri.4
Penderita rabies dapat diberikan obat-obat sedatif dan analgesik secara adekuat untuk memulihkan ketakutan dan nyeri yang terjadi. Penggunaan obat-obat anti serum, anti virus,
interferon, kortikosteroid dan imunosupresif lainnya tidak terbukti efektif.4
Kategori Pajanan Terhadap Binatang
Kelinci Dengan Rabies
Tindakan Pasca Pajanan
Kategori I – Menyentuh atau memberi makan
hewan, menjilat pada kulit utuh (tidak ada
paparan)
Tak perlu tindakan
Kategori II – Gigitan pada kulit, goresankecil atau lecet tanpa pendarahan
Segera lakukan tindakan vaksinasi danpengobatan lokal terhadap luka
Tabel : Fitur Profilaksis Pasca Pajatan Untuk Infeksi Rabies Oleh WHO
2.13 PENCEGAHAN
Pada setiap keadaan, keputusan harus dilakukan kapan memulai profilaksis rabies pasca
pemajanan. Ketika memutuskan kapan harus memberikan profilaksis rabies, digunakan
pertimbangan berikut: (1) apakah individu mengalami kontak fisis dengan saliva atau bahan lain
yang mungkin mengandung virus rabies, (2) apakah rabies diketahui atau diduga pada spesiesdan area yang dihubungkan dengan pemajanan (misalnya, semua individu dalam kepulauan
Amerika yang digigit kelelawar yang membawa virus, sebaiknya menerima profilaksis pasca-
pemajanan), (3) keadaan sekitar pemajanan, dan (4) pengobatan alternatif dan komplikasi. 1
Jika rabies diketahui ada atau diduga ada pada spesies binatang yang terlibat pemajanan
pada manusia, binatang itu ditangkap jika mungkin. Binatang buas atau yang sakit, binatang
rumah yang tidak divaksinasi, atau yang berkeliaran yang dapat terlibat dalam pemajanan
rabies, menunjukkan tingkah laku abnormal, atau diduga gila, sebaiknya dibunuh secara penuh perikemanusiaan, dan kepalanya segera dikirim ke laboratorium yang sesuai untuk pemeriksaan
fluororescent antibody rabies. Jika pemeriksaan otak dengan teknik fluororescent antibody
negatif untuk rabies, dapat disimpulkan bahwa saliva tidak mengandung virus, dan orang yang
terkena tidak perlu diobati.1
Jika anjing atau kucing yang sehat menggigit orang, maka binatang itu ditangkap,
diisolasi dan diobservasi selama 10 hari. Jika timbul penyakit atau tingkah laku yang abnormal
pada binatang itu selama periode observasi, binatang itu dibunuh untuk pemeriksaan
fluororescent antibody. Bukti percobaan dan epidemiologik menunjukkan bahwa binatang yang
tetap sehat selama 10 hari setelah gigitan tidak akan menularkan virus rabies rabies pada waktu
menggigit.
Penanganan luka
Pengobatan lokal luka gigitan adalah faktor penting dalam pencegahan rabies. Luka
gigitan harus segera dicuci dengan sabun, dilakukan debridemen dan diberikan desinfektan
seperti alkohol 40-70%, atau larutan ephiran 0.1%. Luka akibat gigitan binatang penular rabies
tidak dibenarkan untuk dijahit kecuali bila keadaan memaksa dapat dilakukan jahitan sementara
(bila terjadi pendarahan hebat). Profilaksis tetanus dapat diberikan dan infeksi bakterial yang
berhubungan dengan luka gigitan perlu diberikan antibiotik.4
Profilaksis pasca – paparan
Dasar vaksinasi post-exposure (pasca paparan) adalah dengan neutralizing antibody
terhadap virus rabies agar antibodi terhadap rabies dapat segera terbentuk dalam serum setelah
masuknya virus kedalam tubuh dan antibodi sebaiknya terdapat dalam titer yang cukup tinggi
selama setahun sehubungan dengan panjangnya inkubasi penyakit. neutralizing antibody
tersebut dapat berasal dari imunisasi pasif dengan serum antirabies atau secara aktif diproduksi
oleh tubuh oleh karena imunisasi aktif.1
Secara garis besar ada 2 tipe vaksin anti rabies (VAR) yaitu a). Nerve Tissue Vaccine
(NTV); b). Non Nerve Tissue Vaccine (Duck Embryo Vaccine = DEV) dan vaksin yang berasal
dari biakan jaringan seperti Human Diploid Cell Vaccine (HDCV) dan Purified Vero Cell
Rabies Vaccine (PVRV).4
Pada luka gigitan yang ringan pemberian vaksin saja sudah cukup tetapi pada semua
kasus gigitan yang parah dan semua gigitan binatang liar yang biasanya menjadi vektor rabies,
kombinasi vaksin dan serum anti rabies (SAR) adalah yang paling ideal dan memberikan
proteksi yang jauh lebih baik dibandingkan dengan vaksin saja.4
Cara vaksinasi pasca paparan yang dilakukan pada paparan yang ringan berupa
pemberian VAR secara intramuskuler pada otot deltoid atau anterolateral paha dengan dosis 0.5
mL pada hari 0, 3, 7, 14, 28 (regimen Essen/rekomendasi WHO), atau pemberian VAR 0.5 mL
pada hari 0, 7, 21 (regimen Zagreb/rekomendasi Depkes RI). Pada orang yang sudah mendapat
vaksin rabies dalam waktu 5 tahun terakhir, bila digigit binatang tersangka rabies, vaksin cukup
diberikan 2 dosis pada hari 0 dan 3, namun bila gigitan dikategorikan berat, vaksin diberikanlengkap. Pada luka gigitan yang parah, gigitan leher ke atas, pada jari tangan dan genitalia
diberikan SAR 20 IU per kilogram berat badan dosis tunggal. Cara pemberian SAR adalah
setengah dosis infiltrasi pada daerah luka dan setengah dosis intramuskuler pada tempat yang
berlainan dengan suntikan SAR, diberikan pada hari yang sama dengan dosis pertama SAR.4
Profilaksis pra-pemajanan
Individu dengan resiko kontak dengan virus rabies tinggi seperti dokter hewan,
penyelidik gua (arkeolog), pekerja laboratorium dan pelatih binatang, sebaiknya mendapat
profilaksis pra-pemajanan dengan vaksin rabies. Wisatawan yang akan berkunjung ke daerah-
daerah endemis seperti Meksiko, Thailand, Filipina, India, Sri Lanka dianjurkan mendapatkan
pencegahan pre-exposure. Vaksin anti rabies diberikan dengan dosis 1 mL secara intramuskuler
pada hari ke 0, 7, dan 28 lalu booster setelah 1 tahun dan tiap 5 tahun.4
Efek samping/komplikasi vaksinasi
Vaksin anti rabies di samping memberikan perlindungan terhadap rabies juga dapat
memberikan macam-macam reaksi negatif pada tubuh manusia yaitu reaksi lokal, berupa udem,
gatal-gatal, eritema dan rasa sakit pada tempat suntikan serta reaksi umum berupa panas,
malaise, mual muntah, diare dan mialgia. Keadaan ini dapat diatasi dengan pemberian kompres
lokal pada tempat suntikan, anti histamin dan antipiretik.4
Komplikasi neurologi yang cukup berbahaya adalah ensephalomielitis dengan gejala
sakit kepala mendadak, panas, muntah, paresis, paralisis, parestesia, kaku kuduk, ataksia dan
kejang. Komplikasi ini biasanya terjadi pada vaksinasi dengan NTV yang berkaitan dengan
protein myelin yang bersifat ensefalitogenik dan terjadi hipersensitivitas terhadap jaringan
saraf. Pada vaksin generasi baru (PRCV) tidak pernah dilaporkan lagi komplikasi
ensefalomielitis.4
SAR dapat memberikan efek samping berupa reaksi anafilaksis dan serum sickness.
Reaksi anafilaksis ditangani dengan pemberian adrenalin dan serum sickness diatasi dengan
pemberian kortikosteroid dan antihistamin.4
Dosis booster HDCV disertai demam, sakit kepala, nyeri otot dan sendi pada sekitar
20% resipien. Reaksi-reaksi ini akan sembuh dengan sendirinya.1
2.14 PROGNOSIS
Kematian karena infeksi virus rabies boleh dikatakan 100% bila virus sudah mencapaisistem saraf pusat. Dari tahun 1857 sampai tahun 1972 dari kepustakaan dilaporkan 10 pasien
yang sembuh dari rabies namun sejak tahun 1972 hingga sekarang belum ada pasien rabies yang
dilaporkan hidup. Prognosis seringkali fatal karena sekali gejala rabies telah tampak hampir
selalu kematian terjadi 2-3 hari sesudahnya sebagai akibat gagal nafas/henti jantung ataupun
paralisis generalisata.
Berbagai penelitian dari tahun 1986 hingga 2000 yang melibatkan lebih dari 800 kasus
gigitan anjing pengidap rabies di negara endemis yang segera mendapat perawatan luka,
pemberian VAR dan SAR, mendapatkan angka survival 100%.4