-
Referat
PSORIASIS VULGARIS
OLEH:
TRI SANDIARTI RISKIYANA205.12.1.0002
RINA ANGGRAINI205.12.1.0019
PEMBIMBING: Dr. Boedhy Setyanto, Sp.KK
KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM MALANG
RSUD KANJURUHAN KEPANJENMALANG
2010
-
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah S.W.T, karena atas
rahmat dan hidayah-
Nya panulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul Psoriasis
vulgaris. Ucapan
terimakasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Boedhy setyanto
Sp.KK atas bimbingan
dalam penulisan referat ini. Tujuan penulisan referat ini adalah
dalam rangka memenuhi
salah satu syarat kelulusan pada Kepaniteraan Klinik (KKS) di
bagian Ilmu penyakit kulit
dan kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Islam Malang-RSUD
Kanjuruhan Kepanjen
Malang.
Penulis menyadari referat ini masih memiliki kekurangan, untuk
itu kritik dan saran
penulis harapkan dalam rangka penyempurnaan penulisan referat
ini. Semoga referat ini
bermanfaat bagi penulis dan pembaca.
Malang, 15 Juni 2010
Penulis
-
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Pendahuluan
Psoriasis adalah penyakit yang penyebabnya autoimun, bersifat
kronik dan residif,
ditandai dengan adanya bercak-bercak eritema berbatas tegas
dengan skuama yang kasar,
berlapis-lapis dan transparan; disertai fenomena tetesan lilin,
Auspitz, dan Kobner (Adhi
Djuanda, 2002).
Dewasa ini kasus psoriasis makin sering dijumpai. Meskipun
penyakit ini tidak
berbahaya tetapi menyebabkan gangguan kosmetik, mengingat bahwa
perjalanannya
menahun dan residif. Insidens pada orang kulit putih lebih
tinggi daripada penduduk kulit
berwarna. Di Eropa dilaporkan sebanyak 3-7%, di Amerika Serikat
1-2%, sedangkan di
Jepang 0,6%. Pada bangsa berkulit hitam, misalnya di Afrika,
jarang dilaporkan, demikian
pula bangsa Indian di Amerika. Insidens pada pria agak lebih
banyak daripada wanita,
psoriasis terdapat pada semua usia tetapi umumnya pada orang
dewasa (Adhi Djuanda,
2002).
Penyebab psoriasis masih belum diketahui, namun terdapat
beberapa faktor resiko
timbulnya psoriasis seperti faktor genetik dan faktor imunologi.
Berbagai faktor pencetus
pada psoriasis diantaranya stress psikis, infeksi fokal, trauma
(fenomena Kobner), endokrin,
gangguan metabolik, obat, alkohol dan merokok. Stress psikis
merupakan faktor pencetus
yang utama (Adhi Djuanda, 2002).
-
1.2 Batasan Masalah
Referat ini membahas tentang definisi, etiologi, fisiologi,
epidemiologi, patogenesis,
patofisiologi, manifestasi klinis dan penatalaksanaan penyakit
psoriasis vulgaris
1.3 Tujuan Penulisan
Penulisan referat ini bertujua untuk:
1. Memahami definisi, etiologi, patogenesis, manifestasi klinis,
diagnosis,
penatalaksanaan dan prognosis penyakit psoriasis vulgaris.
2. Meningkatkan kemampuan dalam penulisan ilmiah di bidang
kedokteran.
3. Memenuhi salah satu persayaratan kelulusan Kepaniteraan
Klinik di Bagian Ilmu
Penyakit Kulit dan kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Islam
Malang RSUD
Kanjuruhan Kepanjen Malang.
1.4 Metode Penulisan
Referat ini menggunakan metode tinjauan kepustakaan dengan
mengacu kepada
beberapa literatur.
-
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Psoriasis ialah penyakit yang penyebabnya autoimun, bersifat
kronik dan
residif, ditandai dengan adanya bercak-bercak eritema berbatas
tegas dengan skuama
yang kasar, berlapis-lapis dan transparan, disertai juga
fenomena tetesan lilin, Auspitz
signs dan Koebner. Psoriasis merupakan jenis penyakit kulit yang
penderitanya
mengalami proses pergantian kulit yang terlalu cepat. Kemunculan
penyakit ini
terkadang untuk jangka waktu lama atau hilang timbul, penyakit
ini secara klinis
sifatnya tidak mengancam jiwa, tidak menular tetapi karena
timbulnya dapat terjadi
pada bagian tubuh mana saja sehingga dapat menurunkan kualitas
hidup serta
menggangu kekuatkan mental seseorang bila tidak dirawat dengan
baik.
Berbeda dengan pergantian kulit pada manusia normal yang
biasanya
berlangsung selama tiga sampai empat minggu, proses pergantian
kulit pada penderita
psoriasis berlangsung secara cepat yaitu sekitar 24 hari,
(bahkan bisa terjadi lebih
cepat) pada psoriasis juga terjadi pergantian sel kulit yang
banyak dan menebal.
2.2 EPIDEMIOLOGI
Psoriasis bisa terjadi pada semua individu, tidak ada hubungan
dengan jenis
kelamin, etnik, warna kulit atau bangsa. Penyakit ini bisa
timbul kapan saja, dari bayi
(jarang) sampai orang lanjut usia. Namun puncak umur rata rata
adalah antara 15 dan
-
25 tahun. Kulit gelap lebih jarang kena psoriasis daripada kulit
pucat atau putih.
Secara statistik diperkirakan sekitar 2 % pendudk dunia bisa
terjangkit psoriasis.
2.3 ETIOLOGI
Faktor genetik diduga ikut berperan, bila orangtuanya tidak
menderita
psoriasis resiko mendapat psoriasis 12%, sedangkan jika salah
satu orangtuanya
menderita psoriasis resikonya mencapai 34-39%. Berdasarkan
awitan penyakit
dikenal dua tipe yaitu psoriasis tipe I dengan awitan dini
bersifat familial, psoriasis
tipe II dengan awitan lambat bersifat non familial. Hal lain
yang mendukung adanya
faktor genetik adalah bahwa psoriasis berkaitan dengan HLA.
Psoriasis tipe I
berhubungan dengan HLA-B13, B17,Bw57, dan Cw6. Psoriasis tipe II
berkaitan
dengan HLA-BR7 dan Cw2, sedangkan psoriasis pustulosa
berkorelasi dengan HLA-
B27.
Faktor imunologik juga berperan, defek genetik pada psoriasis
dapat
diekspresikan pada salah satu dari tiga jenis sel, yakni
limfosit T, sel penyaji antigen
(dermal), atau keratinosit. Keratinosit psoriasis membutuhkan
stimuli untuk
aktivasinya. Lesi psoriasis matang umumnya penuh dengan sebukan
limfosit T pada
dermis yang terutama terdiri atas limfosit T CD4 dengan sedikit
sebukan limfosit
dalam epidermis. Sedangkan pada lesi baru umumnya lebih banyak
didominasi oleh
limfosit T CD8. Pada lesi psoriasis terdapat sekitar 17 sitokin
yang produksinya
bertambah. Sel langerhans juga berperan pada imunopatogenesis
psoriasis. Terjadinya
proliferasi epidermis diawali dengan adanya pergerakan antigen,
baik eksogen
maupun endogen oleh sel langerhans. Pada psoriasis pembentukan
epidermis (turn
-
over time) lebih cepat hanya 3-4 hari, sedangkan pada kulit
normal lamanya 27 hari.
Nickoloff (1998) berkesimpulan bahwa psoriasis merupakan
penyakit autoimun.
Lebih 90% kasus dapat mengalami remisi setelah diobati dengan
imunosupresif.
Berbagai faktor pencetus pada psoriasis antara lain stress
psikis, infeksi local, trauma
(fenomena Kobner), endokrin, gangguan metabolik, obat, alcohol
dan merokok.
Stress psikis merupakan faktor pencetus utama. Infeksi fokal
mempunyai hubungan
erat dengan salah satu bentuk psoriasis yaitu psoriasis gutata,
sedangkan hubunganya
dengan psoriasis vulgaris tidak jelas. Puncak insiden psoriasis
pada waktu pubertas
dan menapouse. Pada waktu kehamilan umumnya membaik, sedangkan
pada masa
pasca partus memburuk. Gangguan metabolisme contohnya
hipokalsemi dan dialisis
telah dilaporkan sebagai faktor pencetus.
2.4 PATOGENESIS
Kulit didesain dengan spesifikasi klinis sedemikian rupa
sehingga mampu
melindungi manusia dari luka atau infeksi, serta beberapa faktor
imunologik, di
antaranya sitokin TNF- , sebuah sinyal bahaya yang dikeluarkan
oleh jaringan-
-
jaringan yang sedang mengalami luka kepada sistem imunologi.
Pelepasan TNF-
dari sel-sel yang terdestruksi pada luka nantinya akan memanggil
sitokin-sitokin dan
kemokin lainnya sehingga memodifikasi permukaan endotel pada
venula-venula
pascakapiler. Proses ini merupakan mekanisme alamiah yang
memfasilitasi
ekstravasasi leukosit ke jaringan yang sedang luka.
Leukosit yang keluar dari pembuluh darah nantinya akan
merembes
memasuki dermis melalui beberapa proses yang melibatkan beberapa
molekul, di
antaranya LFA-1 (terkandung dalam contoh obat di atas,
efalizumab). Leukosit yang
memasuki dermis melalui gradien kemotaktik akan mulai memediasi
fungsi efektor,
misalnya untuk membunuh bakteri atau jamur. Selama perjalanannya
leukosit yang
menuju jaringan luka ini juga akan mengeluarkan TNF- ke
sirkulasi. Dengan
demikian semakin lama akan semakin banyak leukosit yang
terpanggil ke tempat
luka. Inilah proses imunosurveilans yang melibatkan jaringan
luka dan sel-sel
imunitas.
Dalam kenyataannya, proses imunitas merupakan rangkaian
adaptasi
fisiologis yang senantiasa berubah demi mempertahankan hidup.
Adaptasi imunitas
ini dilakukan oleh sel-sel T yang populer dengan sebutan
imunitas spesifik dan
nonspesifik, meskipun dalam kerjanya dibantu oleh sel-sel dan
molekul-molekul
lainnya. Setiap sel T memiliki keunikan yang spesifik untuk
antigen tertentu. Inilah
target utama penyembuhan yang dilakukan oleh sistem imun alami.
Yang penting
ialah bagaimana menempatkan sel-sel T tersebut pada tempat dan
waktu yang tepat.
-
Penempatan sel T diatur oleh pajanan jutaan antigen yang masuk
ke tubuh
manusia. Awalnya semua sel T merupakan sel T naif (null) yang
berkelana di dalam
pembuluh darah serta sebagian tersimpan di kelenjar getah bening
(KGB) proses ini
sangat.tergantung dengan LFA-1-. Ketika berada di KGB, sel-sel T
akan 'dijemput'
oleh sel-sel dendritik di jaringan terdekat KGB tersebut untuk
diundang ke jaringan
tadi. Ketika terdapat luka di jaringan, sel dendritik akan
menjadi matur serta
bermigrasi ke KGB karena dirangsang oleh sinyal berbahaya
(misalnya TNF- )
kemudian 'memberi tahu' (dengan mekanisme MHC kelas III) antigen
apa yang
sedang menyerang jaringan tersebut.
Sebagaimana dipahami, MHC ( majorhistocompatibility complex)
merupakan
cara pengenalan antigen dari sel-sel yang terpajan antigen
melalui ligan reseptor
kepada sel T yang naif. Sel T naif ini terdiri dari sel-sel
dengan reseptor yang khas.
Sel T dengan reseptor CD28 akan berikatan dengan MHC dengan
reseptor CD80 dan
CD86 (kostimulasi), sedangkan sel T dengan reseptor LFA-1 akan
berikatan dengan
ICAM-1 ( intercellular adhesion molecules 1) pada sel
dendritik.
Sel T Menyerang :
Setelah proses permulaan tadi, sel-sel T naif yang telah
berikatan dengan
reseptornya yang cocok akan bereplikasi dan multiplikasi,
kemudian
mengekspresikan molekul baru pada permukaannya. Sebagian menjadi
sel T memori,
sebagian lagi memulai kerjanya menuju lokasi anatomi yang sedang
mengalami
kerusakan. Sel-sel T dari KGB yang telah 'dididik' oleh MHC,
dalam hal ini sel
-
dendritik, akan menuju ke lokasi kejadian perkara. Sedangkan sel
T dari organ serupa
KGB, yakni Patch Peyer di usus, akan menuju ke lamina propria
usus.
Sel T yang menuju ke kulit akan mengekspresikan Cutaneous
Lymphocyte
Antigen (CLA), reseptor chemokine CC 4 dan 10, serta LFA-1.
Nantinya ekspresi
CLA dan kawan-kawannya akan berinteraksi dengan pembuluh darah
untuk
menghasilkan E-selectin dan P-selectin, ligan chemokine CC
(misalnya CCL17),
serta ICAM-1. Reaksi inilah yang membantu sel T untuk melawan
antigen-antigen
yang masuk ke kulit. Jika memang tidak ada antigen yang masuk ke
kulit, maka
perlahan-lahan sel-sel T ini akan masuk ke pembuluh limf dan
berjalan menuju KGB
terdekat. Konsep sel T memori dengan CLA, LFA-1, dan reseptor CC
inilah yang
menjawab pertanyaan mengapa reaksi antigen di kulit berlangsung
sangat cepat.
Pasalnya, pelepasan TNF- dan sitokin-sitokin lainnya akan
merangsang
pembentukan ICAM-1,chemokine, dan E-selectin dalam jumlah yang
besar.
Pada intinya, selain TNF- , banyak mediator yang membuat sel T
lebih cepat
masuk ke kulit. Perlindungan ekstra ketat ini memang istimewa
dimiliki oleh kulit
guna melakukan adaptasi imunosurveilans yang cepat serta melawan
kemungkinan
infeksi patogen yang sangat mudah untuk masuk ke kulit. Sistem
elegan inilah yang
menjadi dasar kelainan pada penderita psoriasis. Para penderita
psoriasis memiliki
autoantigen psoriasis yang diproduksi di tubuh dan spesifik
dilawan oleh sel-sel T
memori yang berada di sekitar kulit. Ketika ada autoantigen
psoriasis datang, sel-sel T
otomatis akan menyerang dan otomatis pula menghasilkan
mediator-mediator di atas,
termasuk TNF- dan LFA-1. Selain itu, di samping sel-sel T
jaringan yang telah luka
-
akibat reaksi antigen dengan sel T juga akan memproduksi TNF-
yang akhirnya
akan memperburuk keadaan psoriasis.
Keadaan ini ditandai dengan respon perproliferasi epidermis
serta gejala
umum psoriasis. Inilah proses reversibel dari psoriasis dan
hanya bisa dihentikan
dengan cara memblok aktivasi sel-sel T pada lesi tersebut.
Proses Perlawanan :
Dari contoh di atas, misalnya etanercept, TNF- yang larut maupun
tak larut
akan diikat bersama IgG yang berikatan dengan reseptor p75 TNF-
. Konsep ini
sangat bermanfaat mengingat TNF- sebenarnya dibuat oleh leukosit
(termasuk sel T)
dan.sel-sel yang bukan turunan dari sumsum tulang (termasuk
kulit) yang
bersemayam di sekitar kulit.
Etanercept ini kabarnya telah terbukti ampuh mengobati
rheumatoid arthritis,
inflammatory bowel disease (IBD), dan psoriasis arthritis. Studi
terbaru (namun
belum diaplikasikan secara luas) obat semacam etanercept ini
juga mampu mengatasi
keluhan pada psoriasis biasa/psoriasis vulgaris. Sedangkan obat
seperti efalizumab,
yang memiliki target CD11a atau L terbukti ampuh memblok
interaksi LFA-1.
Antibodi monoklonal ini mampu menghalangi interaksi ICAM-1 dan
ICAM-2.
Bedanya dengan jenis etanercept, efalizumab terfokus melawan
LFA-1 yang notabene
hanya dihasilkan oleh leukosit, tidak seperti TNF- yang bisa
juga dihasilkan oleh
sel-sel lainnya. Sel T sangat bergantung pada LFA untuk
melakukan perlawanan,
terutama ketika ekstravasasi ke tempat yang rusak.
-
2.5 GEJALA KLINIS
Keadaan umum tidak dipengaruhi, kecuali pada psoriasis yang
menjadi
eritroderma. Sebagian penderita mengeluh gatal ringan. Tempat
predileksi pada scalp,
perbatasan daerah tersebut dengan muka, ekstremitas bagian
ekstensor terutama siku
serta lutut, dan daerah lumbosakral.
Kelainan kulit terdiri atas bercak-bercak eritema yang meninggi
(plak) dengan
skuama diatasnya. Eritema sirkumskrip dan merata, tetapi pada
stadium
penyembuhan sering eritem yang di tengah menghilang dan hanya
terdapat di pinggir.
Skuama berlapis-lapis, kasar, dan berwarna putih seperti mika,
serta transparan. Besar
kelainan bervariasi : lentikuler, numuler atau plakat, dapat
berkonfluensi. Jika
seluruhnya atau sebagian besar lentikuler disebut psoriasis
gutata, biasanya pada
anak-anak dan dewasa muda dan terjadi setelah infeksi akut oleh
Streptococcus. Pada
psoriasis terdapat fenomena tetesan lilin, Auspitz dan Kobner
(isomorfik). Kedua
fenomena yang disebut lebih dahulu dianggap khas, sedangkan yang
terakhir tak
khas, hanya kira-kira 47% yang positif dan didapati pula pada
penyakit lain, misalnya
liken planus dan veruka plana juvenilis. Fenomena tetesan lilin
ialah skuama yang
berubah warnanya menjadi putih pada goresan, seperti lilin yang
digores, disebabkan
oleh berubahnya indeks bias. Cara menggores dapat dengan pinggir
gelas alas. Pada
fenomena Auspitz tampak serum atau darah berbintik-bintik yang
disebabkan oleh
papilomatosis, caranya skuama yang berlapis-lapis itu dikerok,
setelah skuamanya
habis maka pengerokan harus dilakukan perlahan-lahan, jika
terlalu dalam tidak akan
tampak perdarahan yang berbintik-bintik melainkan perdarahan
yang merata. Trauma
-
pada kulit penderita psoriasis, misalnya garukan dapat
menyebabkan kelainan yang
sama dengan kelainan psoriasis dan disebut fenomena kobner yang
timbul kira-kira
setelah 3 minggu. Psoriasis juga dapat menyebabkan kelainan
kuku, yakni sebanyak
kira-kira 50%, yang agak khas ialah yang disebut pitting nail
atau nail pit berupa
lekukan-lekukan miliar. Kelainan yang tak khas adalah kuku yang
keruh, tebal,
bagian distalnya terangkat karena terdapat lapisan tanduk
dibawahnya (hyperkeratosis
subungual) dan onikolisis.
-
EXAMPLES OF PSORIASISGambar A-J menampilkan bentuk-bentuk lesi
psoriasis di kulit. Lesi bisa muncul di seluruh bagian tubuh.
Gambar D adalah contoh psoriasis yang minimal. K-M merupakan
contoh-contoh psoriasis yang ada di kuku. Pada penderita athlete's
foot, bentuk kuku jari-jarinya juga bisa sangat mirip dengan
psoriasis pada kuku. Jadi tidak salah jika diagnosis psoriasis
sering dilihat dari penampilan kuku jarinya. Gambar K dan L
menampilkan lubang-lubang di kuku, dan gambar M menunjukkan
karakteristik warna kekuningan atau coklat yang dikenal sebagai
"oil spot."
-
2.6 BENTUK KLINIS
Pada psoriasis terdapat berbagai bentuk klinis antara lain :
1. psoriasis vulgaris
bentuk ini adalah yang lazim terdapat karena itu disebut
vulgaris, dinamakan
pula tipe plak karena lesi-lesinya umumnya berbentuk plak.
-
2. psoriasis gutata
diameter kelainan biasanya tidak melebihi 1 cm. Timbulnya
mendadak dan
diseminata, umumnya setelah infeksi streptococcus di saluran
napas bagian
atas sehabis influenza atau morbili, terutama pada anak dan
dewasa muda.
Selain itu juga dapat timbul setelah infeksi yang lain, baik
bakterial maupun
viral.
3. psoriasis inversa
Psoriasis tersebut mempunyai tempat predileksi pada daerah
fleksor
sesuai dengan namanya. Inverse psoriasis ditemukan pada ketiak,
pangkal
paha, dibawah payudara, dan di lipatan-lipatan kulit di sekitar
kemaluan dan
panggul Tipe psoriasis ini pertama kali tampak sebagai bercak
(lesions) yang
sangat merah dan biasanya lack the scale associated dengan
psoriasis plak.
Bercak itu bisa tampak licin dan bersinar.
-
Psoriasis Inverse sangat (particularly irritating) menganggu
karena
iritasi yang disebabkan gosokan/garukan dan keringat karena
lokasinya di
lipatan-lipatan kulit dan daerah sensitif (tender). terutama
sangat mengganggu
bagi penderita yang gemuk dan yang mempunyai lipatan kulit yang
dalam.
Pengobatan bisa sukar, karena kulit peka pada daerah
lipatan-lipatan. Krem
steroid dan salep diyakini sangat efektif, tetapi tidak boleh di
tutup dengan
plastic. Penggunaan berlebihan atau kesalahan pemakaian steroid,
terutama
pada lipatan-lipatan kulit, dapat menimbul efek samping,
terutama penipisan
pada kulit dan meninggalkan tanda. Karena pada daerah ini
cenderung timbul
infeksi disebabkan yeast dan jamur, dokter akan menguji untuk
infeksi dan
mungkin akan menggunakan krem cair oles steroid di gabungkan
dengan
obat-obatan lain, seperti, 1% atau 2% hydrocortisone dengan
anti-yeast atau
anti-jamur. Krem/salep lain, seperti Dovonex(daivonex), coal tar
atau
anthralin, bisa juga efektif untuk pengobatan psoriasis pada
lipatan kulit,
tetapi bisa menyebabkan iritasi. Obat-obatan ini harus
dipergunakan secara
hati-hati dan dibawah pengawasan dokter. Penderita psoriasis
inverse yang
telah parah mungkin sewaktu-waktu memerlukan obat telan/minum
seperti
methotrexate (MTX), untuk mengontrol penyakit mereka. Desember
2000
yang lalu, badan POM Amerika mensahkan (approved) obat yang
disebut
Protopic (dikenal juga dengan nama generik tacrolimus) untuk
eksim. banyak
dokter kulit menemukan bahwa obat ini bekerja dengan baik pada
bercak-
bercak psoriasis pada lipatan kulit. Elidel (dikenal juga dengan
nama generik
pimecrolimus) dapat juga dipergunakan untuk penderita psoriasis
inverse.
-
Pada umumnya Elidel tidak se-efektif Protopic, tapi lebih tidak
berminyak.
Kadang-kadang sebuah obat yang diberikan pakai resep oleh
seorang dokter,
pembuatannya dicampur oleh seorang apoteker, atau dibawa keluar
negeri
dengan nama brand Castederm) digunakan untuk pengobatan
psoriasis
inverse. Obat berbentuk cairan dapat dioleskan pada bercak kulit
dan dapat
membantu mengeringkan bercak-bercak psoriasis pada lipatan
kulit, seperti
penggunaan macam-macam bedak kulit. Sebagian orang akan
menggunakan
krem pada malam hari dan bedak pada pagi hari, Zeasorb dan
Zeasorb AF
adalah bedak yang efekfif untuk digunakan untuk psoriasis
inverse.
Pengobatan dengan penyuntikan pertama kali dipelajari dan diakui
untuk
penderita psoriasis plak, obat tersebut efektif juga
dipergunakan untuk
mengobati psoriasis inverse.
4. psoriasis eksudativa
bentuk tersebut sangat jarang. Biasanya kelainan psoriasis
kering, tetapi pada
bentuk ini kelainannya eksudatif seperti dermatitis akut.
-
5. psoriasis seboroik
gambaran klinis psoriasis seboroik merupakan gabungan antara
psoriasis dan
dermatitis seboroik, skuama yang biasanya kering menjadi agak
berminyak
dan agak lunak. Selain berlokasi pada tempat yang lazim, juga
terdapat pada
tempat seboroik.
6. psoriasis pustulosa
terdapat dua bentuk psoriasis pustulosa, bentuk lokalisata, dan
generalisata.
Bentuk lokalisata, contohnya psoriasis pustulosa palmo-plantar
(barber).
Sedangkan bentuk generalisata, contohnya psoriasis pustulosa
generalisata
akut.
7. Eritroderma psoriatic
eritroderma psoriatik dapat disebabkan oleh pengobatan topical
yang terlalu
kuat atau oleh penyakit sendiri yang meluas. Biasanya lesi yang
khas untuk
psoriasis tidak tampak lagi karena terdapat eritema dan skuama
yang tebal
-
universal. Ada kalanya lesi psoriasis masih tampak samar-samar
yakni lebih
eritematosa dan kulitnya lebih meninggi.
2.7 PEMERIKSAAN HISTOPATOLOGI
Psoriasis memberi gambaran histopatologik yang khas, yakni:
parakeratosis, hiperkeratosis, akantosis. Pada stratum spinosum
terdapat
kelompok leukosit yang disebut abses munro. Selain itu terdapat
pula
papilomatosis dan vasodilatasi di subepidermis.
-
2.8 DIAGNOSA BANDING
1. Dermatofitosis
Pada stadium penyembuhan dermatofitosis , eritema dapat terjadi
hanya
dipinggir sehingga menyerupai dermatofitosis.
2. Sifilis psoriasiformis
Sifilis stadium II dapat menyerupai sifilis psoriasiformis
3. Dermatitis seboroik
Skuama dermatitis seboroik berminyak dan kekuning-kuningan dan
bertempat
predileksi pada tempat yang seboroik.
2.9 PENGOBATAN
2.9.1 PENGOBATAN SISTEMIK
1. kortikosteroid
kortikosteroid dapat mengontrol psoriasis, dosisnya kira-kira
ekivalen dengan
prednisone 30 mg per hari. Setelah membaik, dosis diturunkan
perlahan-lahan,
kemudian diberi dosis pemeliharaan. Penghentian obat secara
mendadak akan
menyebabkan kekambuhan dan dapat terjadi psoriasis pustulosis
generalisata
2. obat sitostatik
obat sitostatik yang biasanya digunakan adalah metotreksat.
Indikasinya ialah
untuk psoriasis, psoriasis pustulosa, psoriasis artritis dengan
lesi kulit, dan
eritroderma karena psoriasis, yang sukar terkontrol dengan obat
standar.
Kontraindikasinya adalah kelainan hepar, ginjal, sistem
hematopoetik,
-
kehamilan penyakit infeksi aktif, (misalnya tuberkulosis), ulkus
peptikum,
kolitis ulserosa dan psikosis. Setiap 2 minggu diperiksa : Hb,
jumlah lekosit,
hitung jenis, jumlah trombosit, dan urin lengkap. Efek
sampingnya
diantaranya ialah nyeri kepala, alopesia, juga terhadap saluran
cerna, sumsum
tulang belakang, hepar dan lien. Pada saluran cerna berupa
nausea, nyeri
lambung, stomatitis ulserasi, dan diare
3. Levodopa
levodopa sebenarnya dipakai untuk penyakit Parkinson. Diantara
penderita
Parkinson yang sekaligus juga menderita psoriasis, ada yang
membaik
psoriasisnya dengan pengobata levodopa.
4. DDS
DDS (diaminodifenilsulfon) dipakai sebagai pengobatan psoriasis
pustulosa
tipe barber dengan dosis 2 x 100 mg sehari. Efek sampingnya
adalah anemia
hemolitik, methemoglobinemia, dan agranulositosis
5. Etretinat
merupakan retinoid aromatic digunakan bagi psoriasis yang
sukar
disembuhkan dengan obat-obat lain mengingat efek sampingnya.
Dapat pula
digunakan untuk eritroderma psoriatika. Pada psoriasis obat
tersebut
mengurangi proliferasi sel epidermal pada lesi psoriasis dan
kulit normal
6. Siklosporin
efeknya adalah imunosupresif. Dosisnya 6 mg/kgBB sehari.
Bersifat
nefrotoksis dan hepatotoksik. Hasil pengobatan untuk psoriasis
baik, hanya
setelah obat dihentikan dapat terjadi kekambuhan.
-
2.9.2 PENGOBATAN TOPIKAL
1. preparat ter
2. kortikosteroid
3. ditranol (antralin)
4. pengobatan dengan penyinaran
5. calcipotriol
6. tazaroten
7. emolien
2.9.3 FOTOTERAPI
1. PUVA
Karena psoralen bersifat fotoaktif, maka dengan UVA akan terjadi
efek yang
sinergik. Mula-mula 10-20 mg psoralen diberikan per os, 2 jam
kemudian
dilakukan penyinaran. Terdapat bermacam-macam bagan, diantaranya
4 x
seminggu. Penyembuhan mencapai 93% setelah pengobatan 3-4
minggu,
setelah itu dilakukan terapi pemeliharaan (maintenance) seminggu
sekali atau
dijarangkan untuk mencegah rekuren. PUVA juga dapat digunakan
untuk
eritroderma psoriatik dan psoriasis pustulosa.
2. UV B (290-320 nm)
-
2.9.4 TERAPI BIOLOGIK
Yaitu terapi yang menggunakan protein (agen biologic) dalam
bentuk
antibody monoclonal, protein fusi, sitokin rekombinan yang
bekerja selektif pada
elemen spesifik system imun.
4 strategi pengobatan menggunakan agen biologik:
1. Menghilangkan sel T yang patogen. Orang dengan psoriasis
memiliki sel T yang
sangat aktif dan patogenik, yaitu set T tidak normal dan
bersifat menimbulkan
penyakit. Sel T ini berjumlah banyak dan mengeluarkan bahan yang
membuat kulit
memerah, tebal, dan merangsang sel cepat membelah diri.
2. Menghambat aktivasi sel T.
3. Mengubah keseimbangan sitokin.
4. Menghambat sitokin.
Keunggulan pengobatan menggunakan agen biologik, yaitu tidak
mempengaruhi
sel-sel normal. Hanya mempengaruhi sel-sel patogen, contohnya
yaitu etarnecept
(anti TNF alfa). Dalam penggunaan terapi biologik, remisi
(kesembuhan sementara)
dapat bertahan panjang. Setelah beberapa bulan, obat digunakan
kembali. Dengan
pengobatan, khususnya pengobatan biologik, risiko keparahan
penyakit semakin
berkurang, dan menekan gejala penyakit sehingga tidak mengganggu
kualitas hidup
penderita.
-
2.10 PROGNOSIS
Meskipun psoriasis tidak menyebabkan kematian, tetapi bersifat
kronis dan
residif.
-
BAB III
KESIMPULAN
Psoriasis ialah penyakit yang penyebabnya autoimun, bersifat
kronik dan
residif, ditandai dengan adanya bercak-bercak eritema berbatas
tegas dengan skuama
yang kasar, berlapis-lapis dan transparan, disertai juga
fenomena tetesan lilin, Auspitz
signs dan Koebner. Psoriasis merupakan jenis penyakit kulit yang
penderitanya
mengalami proses pergantian kulit yang terlalu cepat. Kemunculan
penyakit ini
terkadang untuk jangka waktu lama atau hilang timbul, penyakit
ini secara klinis
sifatnya tidak mengancam jiwa, tidak menular tetapi karena
timbulnya dapat terjadi
pada bagian tubuh mana saja sehingga dapat menurunkan kualitas
hidup serta
menggangu kekuatkan mental seseorang bila tidak dirawat dengan
baik.
Berbeda dengan pergantian kulit pada manusia normal yang
biasanya
berlangsung selama tiga sampai empat minggu, proses pergantian
kulit pada penderita
psoriasis berlangsung secara cepat yaitu sekitar 24 hari,
(bahkan bisa terjadi lebih
cepat) pada psoriasis juga terjadi pergantian sel kulit yang
banyak dan menebal.
Gejala klinis :
Gatal
efloresensi : Plak eritema, batas jelas, tertutup skuama tebal,
transparan,
berlapis2, lepas dibagian tepi, lekat dibagian tengah
Auspitz sign
Koebner phen
Fenomena tetesan lilin
-
Bentuk klinis :
Psoriasis vulgaris
Psoriasis gutata
Psoriasis inversa
Psoriasis pustulosa
Psoriasis seboroik
Psoriasis eritroderma
Terapi :
Pengobatan topical:
preparat ter
kortikosteroid
ditranol (antralin)
pengobatan dengan penyinaran
calcipotriol
tazaroten
emolien
Fototerapi:
UV B (290-320 nm)
Psoralen + UVA (PUVA)
Terapi biologik
Yaitu terapi yang menggunakan protein (agen biologic) dalam
bentuk
antibody monoclonal, protein fusi, sitokin rekombinan yang
bekerja selektif
pada elemen spesifik system imun.
-
DAFTAR PUSTAKA
Barakbah et al. 2007. Atlas penyakit kulit dan kelamin. FK
UNAIR. Surabaya hal
131-136
Djuanda A. 2001. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. FKUI, Jakarta.
hal 189-194.
Kapita Selekta Kedokteran. 2005. FK UI, Jakarta
Sel T Menyerang :Proses Perlawanan :