Bab I Pendahuluan Banyak fenomena dalam dunia kesehatan yang tidak bisa dijelaskan dengan pengetahuan ilmu kedokteran saja. Bagaimana seseorang yang mengalami penyakit lambung akut dapat berangsur membaik ketika menjalani puasa Ramadhan; mengapa seorang penderita HIV/AIDS dapat bertahan hidup lebih lama dari vonis dokter bila tidak diasingkan, mendapat reaksi yang normal dan tetap berhubungan dengan keluarga mereka. Mengapa dalam lingkungan fisik yang serba sama kelompok anak ayam dengan induk secara rata-rata tumbuh lebih baik daripada kelompok lain yang tidak mempunyai induk atau mengapa toxisitas amfetamin yang disuntikkan pada tikus menjadi 10x lipat bila tikus itu dikurung bersepuluh daripada bila dikurung sendirian. 1 Hal-hal dan faktor-faktor psikologis serta sosial ini dapat mengganggu manusia dengan cara yang sama seperti faktor-faktor yang dapat dilihat dengan secara kasat mata. Faktor-faktor ini hanya dapat dimengerti oleh penderita dilihat sebagai manusia yang memiliki rumah dan keluarga, yang mengalami kesukaran dan kecemasan, yang menghadapi kesulitan ekonomi, yang mempunyai masa lalu dan masa yang akan datang, pekerjaan yang akan dipertahankan atau akan 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Bab I
Pendahuluan
Banyak fenomena dalam dunia kesehatan yang tidak bisa dijelaskan dengan
pengetahuan ilmu kedokteran saja. Bagaimana seseorang yang mengalami penyakit
lambung akut dapat berangsur membaik ketika menjalani puasa Ramadhan; mengapa
seorang penderita HIV/AIDS dapat bertahan hidup lebih lama dari vonis dokter bila tidak
diasingkan, mendapat reaksi yang normal dan tetap berhubungan dengan keluarga mereka.
Mengapa dalam lingkungan fisik yang serba sama kelompok anak ayam dengan induk
secara rata-rata tumbuh lebih baik daripada kelompok lain yang tidak mempunyai induk
atau mengapa toxisitas amfetamin yang disuntikkan pada tikus menjadi 10x lipat bila tikus
itu dikurung bersepuluh daripada bila dikurung sendirian.1
Hal-hal dan faktor-faktor psikologis serta sosial ini dapat mengganggu manusia
dengan cara yang sama seperti faktor-faktor yang dapat dilihat dengan secara kasat mata.
Faktor-faktor ini hanya dapat dimengerti oleh penderita dilihat sebagai manusia yang
memiliki rumah dan keluarga, yang mengalami kesukaran dan kecemasan, yang
menghadapi kesulitan ekonomi, yang mempunyai masa lalu dan masa yang akan datang,
pekerjaan yang akan dipertahankan atau akan ditinggalkan. Cara orang tersebut
menyelesaikan konfliknya, cara menyesuaikan diri tergantung pada emosi, inteligensi dan
kepribadiannya.1
Kegagalan dalam melakukan penyesuaian terhadap berbagai persoalan bukan hanya
menimbulkan gangguan psikis atau mental saja. Gejala gagal dalam melakukan
penyesuaian bisa muncul dalam bentuk gangguan-gangguan yang bersifat ketubuhan/fisik
karena pada dasarnya antara badan dan jiwa merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan,
sehingga gangguan terhadap salah satu di antananya menimbulkan gangguan pada lainnya.
Inilah yang kemudian sering disebut sebagai gangguan psikosomatik.1
Penyakit-penyakit psikosomatik merupakan gangguan kesehatan yang bukan saja
1
umum dijumpai dalam populasi, tapi sering menimbulkan kesalahpahaman di bidang
medis. Medikasi sering memberi kesembuhan secara cepat, namun bukan berarti
persoalannya menjadi beres karena sering kali penyakit tersebut kambuh kembali berulang-
ulang. Ini berkaitan karena sumbernya bukan pada tubuh yang sakit, melainkan pada
persoalan mental yang belum terselesaikan. Penemuan-penemuan terbaru berkaitan dengan
kerja otak semakin menambah keyakinan akan hubungari yang erat antara fisik dan mental.
OIeh karena itu penyembuhan penyakit-penyakit psikosomatik perlu melibatkan interaksi
fisik mental.1
2
Bab II
Landasan Teori
Kedokteran psikosomatik menekankan kesatuan pikiran dan tubuh serta interaksi
antara keduanya. Kedokteran psikomatik menganggap faktor psikologis penting di dalam
timbulnya semua penyakit; meskipun demikian, peranannya di dalam predisposisi,
mulainya, perkembangan, atau perburukan suatu penyakit atau reaksi terhadap penyakit
masih menjadi perdebatan dan bervariasi antar gangguan.2
Revisi teks edisi keempat Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders
(DSM-IV-TR) tidak menggunakan istilah psikosomatik DSM-IV-TR menggambarkan
faktor psikologis yang memengaruhi keadaan medis sebagai "satu atau lebih masalah
psikologis atau perilaku yang memiliki pengaruh dengan cara menghambat dan bermakna
terhadap perjalanan dan hasil keadaan medis umum, atau yang meningkatkan risiko
seseorang secara signifikan untuk memperoleh hasil yang merugikan.” Meskipun
demikian, sejumlah kecil orang tidak setuju kalau faktor perilaku atau psikologis
memainkan peranan pada hampir semua keadaan medis.2
2.1 Klasifikasi
Kriteria diagnostik DSM-IV-TR untuk faktor psikologis yang memengaruhi
keadaan medis ditunjukkan di dalam Tabel 1. Yang tidak termasuk adalah: (1) gangguan
jiwa klasik yang memiliki gejala fisik sebagai bagian dari gangguan (cth., gangguan
konversi, yaitu gejala fisik ditimbulkan oleh konflik psikologis); (2) gangguan somatisasi,
yaitu gejala fisik tidak didasari oleh patologi organik; (3) hipokondriasis, yaitu pasien
memiliki kepedulian yang berlebihan dengan kesehatan mereka; (4) keluhan fisik yang
sering dikaitkan dengan gangguan jiwa (cth., gangguan distimik yang biasanya memiliki
penyerta somatik, seperti kelemahan otot, astenia, lelah, dan keletihan); serta (5) keluhan
fisik yang dikaitkan dengan gangguan terkait-zat (cth., batuk dikaitkan dengan
ketergantungan nikotin).2
3
Tabel 1
Kriteria Diagnostik DSM-IV-TR untuk Faktor Psikologis yang Memengaruhi
Keadaan Medis Umum2
A. Terdapat keadaan medis umum (diberi kode pada Aksis III).
B. Faktor psikologis memengaruhi keadaan medis secara berlawanan dalam satu atau
lebih cara
1. faktor memengaruhi perjalanan keadaan medis umum, seperti yang ditunjukkan
oleh hubungan waktu yang erat antara faktor psikologis dan timbulnya atau
memburuknya, atau tertundanya pemulihan, keadaan medis umum
2. faktor mengganggu terapi keadaan medis umum
3. faktor merupakan risiko kesehatan tambahan untuk individu
4. respons fisiologis terkait-stres mencetuskan atau rnemperburuk gejala
keadaan medis umum
Pilih nama berdasarkan sifat faktor psikologis (jika ada lebih dar satu faktor, tunjukkan
yang paling menonjol):
Gangguan mental yang memengaruhi ...[tunjukkan keadaan medis umum]
(cth., gangguan Aksis I seperti gangguan depresif berat menunda pemulihan dari
infark miokardium
Gejala psikologis yang memengaruhi ...[tunjukkan keadaan medis umum]
(cth., gejala depresif rnenunda pemulihan setelah pembedahan; asma yang
diperburuk ansietas)
Ciri kepribadian atau gaya koping yang memengaruhi ...[tunjukkan
keadaan medis umum] (cth., penyangkalan patologis kebutuhan operasi pada
pasien kanker; perilaku tertekan dan bermusuhan yang turut menyebabkan
penyakit kardiovaskular)
Perilaku kesehatan maladaptif yang memengaruhi ...[tunjukkan keadian medis
umum] (cth., makan berlebihan; tidak ada olah raga; seks yang tidak aman)
4
Respons fisiologis Terkait-Stres yang memengaruhi ...[tunjukkan keadaan
medis umum] (cth., perburukan ulkus karena stres, hipertensi, aritmia, atau
tension headache)
Faktor psikologis lain atau tidak terinci yang memengaruhi ...[tunjukkan
keadaan medis umum] (cth., faktor interpersonal, budaya, atau religius)
Dari American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorder. 4th ed. Text rev. Washington, DC: American Psychiatric Association; copyright
2000, dengan izin.
Tabel 2
Kriteria Diagnostik ICD-10 untuk Faktor Psikologis dan Perilaku Terkait dengan
Gangguan atau Penyakit Diklasifikasikan di Tempat Lain3
Kategori ini harus digunakan untuk adanya faktor psikologis atau perilaku yang
diperkirakan telah bermanifestasi, atau mempengaruhi, gangguan fisik yang
diklasifikasikan pada bab-bab lain dari ICD-10. Setiap gangguan mental yang dihasilkan
biasanya ringan dan sering berkepanjangan (seperti khawatir, konflik emosional, ketakutan)
dan tidak dengan sendirinya menggunakan salah satu kategori yang dijelaskan dalam
bagian akhir buku ini. Sebuah kode tambahan harus digunakan untuk mengidentifikasi
gangguan fisik. (Dalam kasus yang jarang terjadi di mana gangguan jiwa terbuka
diperkirakan telah menyebabkan gangguan fisik, kode tambahan kedua harus digunakan
untuk mencatat gangguan kejiwaan).
(Dicetak ulang dengan izin dari Organisasi Kesehatan Dunia Klasifikasi Internasional
Gangguan Mental dan Perilaku: Kriteria Diagnostik, Organisasi Kesehatan Dunia, Jenewa,
1993).
Di Indonesia yang menggunakan pedoman diagnostik PPDGJ, gangguan
psikosomatik dapat diklasifikasi dalam 305. Gangguan fisik yang diduga asalnya
psikologik (PPDGJ I) yang kemudian dikonversi menjadi 306. Faktor psikologik yang
mempengaruhi malfungsi fisiologis (PPDGJ II), dan dikonversi kembali di PPDGJ III pada
F45.3. yaitu Disfungsi otonomik somatoform. Kriteria diagnostik dijabarkan sebagai
5
berikut:
1. adanya gejala-gejala bangkitan otonomik, seperti palpitasi, berkeringat, tremor,
muka panas/“flushing”, yang menetap dan mengganggu;
2. gejala subjektif tambahan mengacu pada sistem atau organ tertentu (gejala tidak
khas);
3. preokupasi dengan dan penderitaan (distress) mengenai kemungkinan adanya
gangguan yang serius (sering tidak begitu khas) dari sistem atau organ tertentu,
yang tidak terpengaruh oleh hasil pemeriksaanpemeriksaan berulang, maupun
penjelasan-penjelasan dari para dokter;
4. tidak terbukti adanya gangguan yang cukup berarti pada struktur/fungsi dari sistem
atau organ yang dimaksud.
Pada karakter kelima yaitu F45.30 = jantung dan sistem kardiovaskular
F45.31 = saluran pencernaan bagian atas
F45.32 = saluran pencernaan bagian bawah
F45.33 = sistem pernapasan
F45.34 = sistem genito-urinaria
F45.38 = sistem atau organ lainnya
2.2 Teori Stres
Pada tahun 1920, Walter Cannon melakukan studi sistematik
pertama mengenai hubungan stres dengan penyakit. Ia menunjukkan bahwa perangsangan
sistem saraf otonom memudahkan organisme untuk respons ``fight or flight" yang ditandai
dengan hipertensi, takikardia, dan meningkatnya curah jantung. Hal ini berguna pada
hewan yang dapat melawan atau lari, tetapi pada orang yang tidak dapat melakukannya
karena beradab, stres berikutnya menimbulkan penyakit (cth., hipertensi yang dihasilkan).2
Pada tahun 1950-an, Harold Wolff (1898-1962) mengamati bahwa fisiologi saluran
gastrointestinal tampak berhubungan dengan keadaan emosional yang khusus. Hiperfungsi
terkait dengan permusuhan, dan hipofungsi dengan kesedihan. Wolff menganggap reaksi
tersebut tidak spesifik, mengingat bahwa reaksi pasien ditentukan oleh situasi kehidupan
umum dan penilaian persepsi terhadap peristiwa yang menimbulkan stres. Lebih dini lagi,
6
William Beaumont (1785-1853), ahli bedah militer Amerika, memiliki pasien yang
bernama Alexis St.Martin, yang menjadi terkenal karena luka akibat tembakan senjata yang
menyebabkan fistula lambung yang permanen. Beaumont mencatat bahwa selama keadaan
emosional yang sangat hebat, mukosa dapat menjadi hiperemik atau memucat,
menunjukkan bahwa aliran darah ke lambung dipengaruhi oleh emosi.2
Hans Seyle (1907-1982) mengembangkan suatu model stres yang disebut sindrom
adaptasi umum. Model ini terdiri atas tiga fase: (1) reaksi alarm; (2) tahap resistensi,
idealnya adaptasi dicapai; dan (3) tahap kelelahan, adaptasi atau resistensi yang didapat
bisa hilang. Ia menganggap stres sebagai respons tubuh yang tidak spesifik terhadap
tuntutan apapun yang disebabkan baik oleh keadaan menyenangkan atau tidak
menyenangkan. Seyle yakin bahwa stres, menurut definisi, tidak harus selalu tidak
menyenangkan. Ia menyebut stres yang tidak menyenangkan sebagai "penderitaan". Untuk
menerima kedua jenis stres—menyenangkan atau tidak menyenangkan—membutuhkan
adaptasi.2
2.3 Respon Neurotransmiter terhadap Stres
Stresor mengaktifkan sistem noreadrenergik di otak (paling jelas di locus ceruleus)
dan menyebabkan pelepasan katekolamin dari sistem saraf otonom. Stresor juga
mengaktifkan sistem serotonergik di otak, seperti yang dibuktikan dengan meningkatnya
pergantian serotonin. Bukti terkini mengesankan bahwa meskipun glukokortikoid
cenderung meningkatkan fungsi serotonin secara keseluruhan, mungkin terdapat perbedaan
pengaturan glukokortikoid dengan subtipe reseptor serotonin, yang dapat memiliki kaitan
untuk fungsi serotonergik pada depresi dan penyakit-penyakit terkait. Contohnya,
glukokortikoid dapat meningkatkan kerja serotonin yang diperantarai oleh 5-HT2, sehingga
turut menyebabkan penguatan kerja tipe reseptor ini, yang telah dikaitkan di dalam
patofisiologi gangguan depresif berat. Stres juga meningkatkan neurotransmisi
dopaminergik pada jaras mesoprefrontal.2
Neurotransmiter asam amino dan peptidergik juga terlibat di dalam respons stres.
Sejumlah studi menunjukkan bahwa corticotropin-releasing factor (CRF) (sebagai
neurotransmiter, bukan sebagai pengatur hormonal fungsi aksis hipotalamus-hipofisis-
7
adrenal), glutamat (melalui reseptor N metil-D-aspartat [NMDA]) dan y-aminobutiric acid
(GABA) semuanya memainkan peranan penting di dalam menimbulkan respons stres atau
mengatur sistem yang berespons terhadap stres lainnya seperti sirkuit otak dopaminergik
dan noradrenergik.2
2.4 Respon Endokrin Terhadap Stres
Sebagai respons terhadap stres, CRF disekresikan dari hipotalamus ke sistem
hipofisial-hipofisis-portal. CRF bekerja di hipofisis anterior untuk memicu pelepasan
hormon adrenokortikotropin (ACTH). Setelah dilepaskan, ACTH bekerja di korteks adrenal
untuk merangsang sintesis dan pelepasan glukokortikoid. Glukokortikoid sendiri memiliki
jutaan efek di dalam tubuh, tetapi kerjanya dapat dirangkum dalam istilah singkat sebagai
meningkatkan penggunaan energi, meningkatkan aktivitas kardiovaskular dalam respons
"fight or flight", dan menghambat fungsi seperti pertumbuhan, reproduksi, dan imunitas.2
Aksis hipotalamus-hipofisis-adrenal merupakan pelaku pengendali umpan balik
negatif yang ketat melalui produk akhirnya sendiri (yaitu, ACTH dan kortisol) di berbagai
tingkat, termasuk hipofisis anterior, hipotalamus, dan regio otak suprahipotalamik seperti
hipokampus. Di samping CRF, berbagai secretagogue (yaitu zat yang merangsang
pelepasan ACTH) dikeluarkan dan dapat memintas pelepasan CRF serta bekerja langsung
untuk memutar kaskade glukokortikoid. Contoh secretagogue termasuk katekolamin,
vasopresin, dan oksitosin. Yang menarik, stresor berbeda (cth., stres dingin lawan
hipotensi) memicu pola pelepasan secretagogue yang berbeda, juga menunjukkan bahwa
gagasan respons stres yang sama terhadap stresor umum adalah terlalu disederhanakan.2
2.5 Respon Imun Terhadap Stres
Bagian dari respons stres terdiri atas inhibisi fungsi imun oleh glukokortikoid.
Inhibisi dapat mencerminkan kerja kompensasi aksis hipotalamus-hipofisis-adrenal untuk
mengurangi efek fisiologis stres lainnya. Sebaliknya, stres juga dapat menyebabkan aktivasi
imun melalui berbagai jalur. CRF sendiri dapat merangsang pelepasan norepinefrin melalui
reseptor CRF yang terletak di locus ceruleus, yang mengaktifkan sistem saraf simpatis, baik
8
sentral maupun perifer, serta meningkatkan pelepasan epinefrin dari medula adrenal. Di
samping itu, terdapat hubungan langsung neuron norepinefrin yang bersinaps pada set
target imun. Dengan demikian, di dalam menghadapi stresor, juga terdapat aktivasi imun
yang dalam termasuk pelepasan faktor imun humoral (sitokin) seperti interleukin-1 (IL-1)
dan IL-6. Sitokin ini dapat menyebabkan pelepasan CRF lebih lanjut, yang di dalam teori
berfungsi untuk meningkatkan efek glukokortikoid sehingga membatasi sendiri aktivasi
imun.2
2.6 Perubahan Kehidupan
Peristiwa atau situasi kehidupan, menyenangkan atau tidak menyenangkan
(penderitaan menurut Selye), sering terjadi tanpa disengaja, menimbulkan tantangan yang
harus ditanggapi dengan adekuat. Thomas Holmes dan Richard Rahe membangun skala
penilaian penyesuaian sosial setelah menanyakan ratusan orang dari berbagai latar belakang
untuk mengurutkan derajat relatif penyesuaian yang diperoleh dengan perubahan peristiwa
kehidupan. Helmes dan Rahe mendaftarkan 43 peristiwa kehidupan yang menyebabkan
berbagai gangguan dan stres pada kehidupan rata-rata orang; contohnya, kematian
pasangan, 100 unit perubahan kehidupan; perceraian, 73 unit; perpisahan perkawinan, 65
unit; dan kematian anggota keluarga dekat, 63 unit (Tabel 25-2). Akumulasi 200 atau lebih
unit perubahan kehidupan dalam satu tahun meningkatkan risiko timbulnya gangguan
psikosomatik pada tahun itu. Yang menarik, orang yang menghadapi stres umum dengan
optimis, bukannya pesimis, lebih kecil kemungkinannya untuk mengalami gangguan
psikosomatik; jika mengalami, mereka lebih mudah pulih.2
Bab III
Gangguan Psikosomatis
9
3.1 Definisi
Psikosomatis berasal dari dua kata yaitu psiko yang artinya psikis, dan somatis yang
artinya tubuh. Dalam Diagnostic And Statistic Manual Of Mental Disorders edisi ke empat
(DSM IV) istilah psikosomatis telah digantikan dengan kategori diagnostik faktor
psikologis yang mempengaruhi kondisi medis.2,3
Menurut Wittkower psikosomatis secara luas didefinisikan sebagai usaha untuk
mempelajari interaksi aspek-aspek psikologis dan aspek-aspek fisis semua faal jasmani
dalam keadaan normal maupun abnormal. Ilmu ini mencoba mempelajari, menemukan
interelasi dan interaksi antara fenomena kehidupan psikis (jiwa) dan somatis (raga) dalam
keadaan sehat maupun sakit.3
3.2 Etiologi
Setiap fungsi organis/somatis yang terganggu oleh emosi-emosi yang kuat (yaitu
oleh konflik-konflik dan kecemasan hebat) bisa menjadi basis bagi timbulnya bermacam-
macam gangguan psikosomatis.1 Ada beberapa penyebab dari gangguan psikosomatis:
1. Stres Umum
Stres ini dapat berupa suatu peristiwa atau situasi kehidupan dimana individu tidak
dapat berespon secara adekuat. Menurut Thomas Holmes dan Richard Rahe, di dalam skala
urutan penyesuaian kembali sosial (social read justment rating scale) menuliskan 43
peristiwa kehidupan yang disertai oleh jumlah gangguan dan stres pada kehidupan orang
rata-rata, sebagai contohnya kematian pasangan 100 unit perubahan kehidupan, perceraian
73 unit, perpisahan perkawinan 65 unit, dan kematian anggota keluarga dekat 63 unit. Skala
dirancang setelah menanyakan pada ratusan orang dengan berbagai latar belakang untuk
menyusun derajat relatif penyesuaian yang diperlukan oleh perubahan lingkungan
kehidupan. Penelitian terakhir telah menemukan bahwa orang yang menghadapi stres
umum secara optimis bukan secara pesimis adalah tidak cenderung mengalami gangguan
psikosomatis, jika mereka mengalaminya mereka mudah pulih dari gangguan.4
2. Stres Spesifik Lawan Non Spesifik
Stres psikis spesifik dan non spesifik dapat didefinisikan sebagai kepribadian
10
spesifik atau konflik bawah sadar yang menyebabkan ketidakseimbangan homeostatis yang
berperan dalam perkembangan gangguan psikosomatis. Tipe kepribadian tertentu yang
pertama kali diidentifikasi berhubungan dengan kepribadian koroner (orang yang memiliki
kemauan keras dan agresif yang cenderung mengalami oklusi miokardium).4
3. Variabel Fisiologis
Faktor hormonal dapat menjadi mediator antara stres dan penyakit, dan variabel
lainnya adalah kerja monosit sistem kekebalan. Mediator antara stres yang didasari secara
kognitif dan penyakit mungkin hormonal, seperti pada sindroma adaptasi umum Hans
Selye, dimana hidrokortison adalah mediatornya, mediator mungkin mengubah fungsi
sumbu hipofisis anterior hipotalamus adrenal dan penciutan limfoit. Dalam rantai
hormonal, hormon dilepaskan dari hipotalamus dan menuju hipofisis anterior, dimana
hormon tropik berinteraksi secara langsung atau melepaskan hormon dari kelenjar
endokrin lain. Variabel penyebab lainnya mungkin adalah kerja monosit sistem kekebalan.
Monosit berinteraksi dengan neuropeptida otak, yang berperan sebagai pembawa pesan
(messager) antara sel-sel otak. Jadi, imunitas dapat mempengaruhi keadaan psikis dan
mood.4
3.3 Gangguan Spesifik
Ada beberapa gangguan spesifik yang dapat disebabkan oleh gangguan psikis:
3.3.1. Sistem Kardiovaskuler
Mekanisme yang terjadi pada psikosomatis dapat melalui rasa takut atau
kecemasan yang akan mempercepat denyutan jantung, meninggikan daya pompa jantung
dan tekanan darah, menimbulkan kelainan pada ritme dan EKG. Kehilangan semangat dan
putus asa mengurangi frekuensi, daya pompa jantung dan tekanan darah.1
Gejala-gejala yang sering didapati antara lain: takikardia, palpitasi, aritmia, nyeri
perikardial, napas pendek, lelah, merasa seperti akan pingsan, sukar tidur. Gejala- gejala
seperti ini sebagian besar merupakan manifestasi gangguan kecemasan.1
a. Penyakit arteri koroner
11
Penyakit arteri koroner menyebabkan penurunan aliran darah ke jantung yang
ditandai oleh rasa tidak nyaman, tekanan pada dada dan jantung episodik. Keadaan ini
biasanya ditimbulkan oleh penggunaan tenaga dan stres dan dihilangkan oleh istirahat atau
nitrogliserin sublingual.4
Flanders Dunbar menggambarkan pasien dengan penyakit jantung koroner sebagai
kepribadian agresif-kompulsif dengan kecenderungan bekerja dengan waktu yang panjang
dan untuk meningkatkan kekuasaan. Meyer Fiedman dan Ray Rosenman mendefinisikan
kepribadian tipe A dengan tipe B. Kepribadian tipe A adalah berhubungan erat dengan
perkembangan penyakit jantung koroner. Mereka adalah orang yang berorientasi tindakan
berjuang keras untuk mencapai tujuan yang kurang jelas dengan cara permusuhan
kompetitif. Mereka sering agresif, tidak sabar, banyak bergerak dan berjuang dan marah
jika dihalangi. Kepribadian tipe B adalah kebalikannya. Mereka cenderung santai, kurang
agresif, kurang aktif berjuang mencapai tujuannya.4
b. Hipertensi esensial
Orang dengan hipertensi tampak dari luar menyenangkan, dan patuh walaupun
kemarahan mereka tidak diekspresikan secara terbuka, mereka memiliki kekerasan yang
terhalangi, yang ditangani secara buruk. Mereka tampak memiliki presdiposisi untuk
hipertensi, yaitu bila terjadi stres kronis pada kepribadian kompulsif yang terpresdiposisi
secara genetik yang telah merepresi dan menekan kekerasan, dapat terjadi hipertensi.
Keadaan ini cenderung terjadi pada kepribadian tipe A.2
c. Gagal jantung kongestif
Faktor psikologis seperti stres, dan konflik emosional non spesifik, sering kali
bermakna dalam memulai atau eksaserbasi gangguan.2
d. Sinkop vasomotor (vasodepressor)
Sinkop vasomotor ditandai oleh kehilangan kesadaran secara tiba-tiba yang
disebabkan oleh serangan vasovagal. Rasa khawatir atau takut akut menghambat impuls
untuk berkelahi atau melarikan diri, dengan demikian menampung darah di anggota gerak
bawah, dari vasodilatasi pembuluh darah didalam tungkai. Reaksi tersebut menyebabkan
12
penurunan pasokan darah ke otak, sehingga terjadi hipoksia otak dan kehilangan
kesadaran.2
e. Aritmia jantung
Aritmia yang potensial membahayakan hidup kadang-kadang terjadi dengan luapan
emosional dan trauma emosional.2
f. Fenomena Raynaud
Fenomena Raynaud seringkali disebabkan oleh stres eksternal. Fenomena Raynaud
ditandai dengan penyempitan abnormal pembuluh darah lokal. Fenomena Raynaud sering
juga dikaitkan dengan penyakit autoimun (reumatoid arthritis, sistemik lupus eritematosus
dan skleroderma), perubahan hormonal (hipotiroid) dan trauma (frostbite).2
g. Jantung Psikogenik
Beberapa pasien adalah bebas dari penyakit jantung tetapi masih mengeluh gejala
yang mengarah ke jantung. Mereka seringkali menunjukkan keprihatinan morbid tentang
jantung mereka dan rasa takut akan penyakit jantung yang meningkat. Rasa takut mereka
dapat terentang dari masalah kecemasan yang dimanifestasikan oleh fobia atau
hipokondriasis parah, sampai pada keyakinan waham bahwa mereka menderita penyakit
jantung.2
3.3.2. Sistem Pernafasan
a. Asma Bronkialis
Faktor genetik, alergik, infeksi, stres akut dan kronis semuanya berperan dalam
menimbulkan penyakit. Stimuli emosi bersama dengan alergi penderita menimbulkan
konstriksi bronkioli bila sistem saraf vegetatif juga tidak stabil dan mudah terangsang.
Walaupun pasien asma karateristiknya memiliki kebutuhan akan ketergantungan yang
berlebihan, tidak ada tipe kepribadian yang spesifik yang telah diindentifikasi.2,3
b. Sindroma Hiperventilasi
Sindroma hiperventilasi disebut juga dispneu nervous (freud), pseudo-asma,