Referat terapi sulih pada pneumonia
Referat terapi sulih pada pneumonia
BAB IPENDAHULUAN
Infeksi saluran napas bawah akut (ISNBA) atau penyakit saluran
napas telah menjadi penyebab angka kematian dan kecacatan yang
tinggi di seluruh dunia. Sekitar 80% dari seluruh kasus baru
praktek umum berhubungan dengan infeksi saluran napas yang terjadi
di masyarakat atau di dalam rumah sakit/pusat perawatan .Pneumonia
yang merupakan bentuk infeksi saluran napas bawah akut di parenkim
paru yang serius dijumpai sekitar 15-20%. Pneumonia dapat terjadi
pada orang normal tanpa kelainan imunitas yang jelas. Namun pada
kebanyakan pasien dewasa yang menderita pneumonia didapati adanya
satu atau lebih penyakit dasar yang mengganggu daya tahan
tubuh.(3)Pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan akut
parenkim paru yang disebabkan oleh mikroorganism ( bakteri, viru,
jamur, dan parasit). Pneumonia disebabkan oleh Mycobacterium
Tuberculosis tidak termasuk. Peradangan yang disebabkan oleh non
micro organisme disebut pneumonitis.(1)Berdasarkan klinis dan
epidemiologis, pneumonia dibedakan atas pneumonia komunitas
(Community-Acquired Pneumonia = CAP), pneumonia yang di dapat di
rumah sakit (Hospital- Acquired Pneumonia = HAP) , health care
associated pneumonia (HCAP) dan pneumonia akibat pamakaian
ventilator (Ventilator Associated Pneumonia= VAP). (1)Tentang
pengobatan, untuk pemberian antibiotik empiris disesuaikan dengan
guideline dari Perhimpunan Respirologi Indonesia.(20)Penelitian
yang dilakukan oleh beberapa negara mengungkapkan bahwa penggunaan
antibiotik di rumah sakit di Inggris telah menghabiskan biaya 2,7
juta dollar dari analisis terhadap 100 pasien VAP yang dirawat.
Biaya untuk 10 hari perawatan pasien menghabiskan 800 dollar dengan
probabilitas keberhasilan 65% dan kegagalan 35% dikaitkan dengan
biaya yang harus dikeluarkan. Sedangkan di Amerika Serikat , CAP
bertanggung jawab terhadap penurunan aktivitas kerja, biaya tahunan
yang dikeluarkan mencapai 23 milyar dollar. Sedangkan untuk
perawatan di rumah sakit mencapai 6-8 milyar dollar. Dengan
demikian, berkembanglah metode terapi sulih pada pneumonia yang
bertujuan mempersingkat masa perawatan dirumah sakit dengan
perubahan obat suntik ke oral dilanjutkan dengan berobat jalan,
serta untuk mengurangi biaya perawatan dan mencegah infeksi
nosokomial.(20)BAB II
PEMBAHASAN
II.1Definisi PneumoniaPneumonia adalah peradangan yang mengenai
parenkim paru, bagian distal dari bronkiolus terminalis yang
mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta menimbulkan
konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat yang
disebabkan oleh mikroorganisme.(3)
Pneumonia merupakan peradangan akut parenkim paru yang biasanya
berasal dari suatu infeksi. Sebagian besar pneumonia disebabkan
oleh bakteri, yang timbul secara primer atau sekunder setelah
infeksi virus.(4)
Pneumonia yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak
termasuk. Sedangkan peradangan paru yang disebabkan oleh
nonmikroorganisme (bahan kimia, radiasi, aspirasi bahan toksik,
obat-obatan dan lain-lain) disebut pneumonitis.(1)
II.2Epidemiologi PneumoniaDi Indonesia infeksi saluran
pernafasan akut (ISPA) masih mendapat perhatian cukup besar. Antara
40-60% kunjungan di puskesmas adalah karena ISPA. ISPA dibagi
menjadi pneumonia dan nonpneumonia. Penyakit ISPA yang menjadi
fokus program kesehatan adalah pneumonia karena merupakan salah
satu penyebab utama kematian anak.(5) Menurut WHO (2006), pneumonia
merupakan penyebab utama kematian pada anak usia di bawah 5 tahun
(balita), yaitu sekitar 19% atau sekitar 1,8 juta balita tiap
tahunnya meninggal karena pneumonia. Angka ini melebihi jumlah
akumulasi kematian akibat malaria, AIDS, dan campak. Diperkirakan
lebih dari 150 juta kasus pneumonia terjadi setiap tahunnya pada
balita di negara berkembang, yaitu sekitar 95% dari semua kasus
baru pneumonia di dunia (UNICEF/WHO, 2006). Kejadian pneumonia di
negara maju jauh lebih kecil (0,026 episode/anak/tahun dibandingkan
negara berkembang 0,28 episode/anak/tahun). Hal ini diperkirakan
karena peran antibiotik, vaksinasi, dan asuransi kesehatan anak
yang berkembang di negara maju.
II.3 Etiologi Pneumonia
Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme
yaitu bakteri, virus, jamur, protozoa, yang sebagian besar
disebabkan oleh bakteri. Penyebab tersering pneumonia adalah
bakteri gram positif, Streptococcus pneumonia. Kuman penyebab
pneumonia biasanya berbeda sesuai dengan distribusi umur pasien,
dan keadaan klinis terjadinya infeksi.(6)
Secara umum bakteri yang berperan penting dalam pneumonia adalah
Streptococcus pneumonia, Haemophillus influenza, Staphylococcus
aureus, Streptococcus group B, serta kuman atipik klamidia dan
mikoplasma. Virus penyebab tersering pneumonia adalah respiratory
syncytial virus (RSV), parainfluenza virus, influenza virus dan
adenovirus..(6)Pada neonatus Streptococcus group B dan Listeriae
monocytogenes merupakan penyebab pneumonia paling banyak. Virus
adalah penyebab terbanyak pneumonia pada usia prasekolah dan
berkurang dengan bertambahnya usia. Selain itu Streptococcus
pneumoniae merupakan penyebab paling utama pada pneumonia
bakterial. Mycoplasma pneumoniae dan Chlamydia pneumoniae merupakan
penyebab yang sering didapatkan pada anak diatas 5 tahun.
Communityy-acquired acute pneumonia sering disebabkan oleh
streptokokkus pneumonia atau pneumokokkus, sedangkan pada
Community-acquired atypical pneumonia penyebab umumnya adalah
Mycopalsma pneumonia. Staphylokokkus aureus dan batang gram negatif
seperti Enterobacteriaceae dan Pseudomonas, adalah isolat yang
tersering ditemukan pada Hospital-acquired pneumonia.(6) Cara
terjadinya penularan berkaitan pula dengan jenis kuman, misalnya
infeksi melalui droplet sering disebabkan Streptococcus pneumonia,
melalui selang infus oleh Staphylococcus aureus, sedangkan infeksi
pada pemakaian ventilator oleh P. aeruginosa dan Enterobacter. Pada
masa kini terjadi perubahan pola mikroorganisme penyebab ISNBA
akibat adanya perubahan keadaan pasien seperti gangguan kekebalan
dan penyakit kronik, populasi lingkungan, dan penggunaan antibiotik
yang tidak tepat hingga menimbulkan perubahan karakteristik kuman.
Terjadilah peningkatan pathogenesis atau jenis kuman terutama
S.aureus, B. catarrhalis, H. influenza dan Enterobacteriacae oleh
adanya berbagai mekanisme. Juga dijumpai pada berbagai bakteri
enteric gram negatif. (3) Table 1 Mikroorganisme penyebab pneumonia
menurut keadaan klinis terjadinya infeksi. (3) Community-acquired
acute pneumonia
Streptococcus pneumonia
Haemophilus influenzae
Moraxella catarrhalis
Staphylococcus aureus
Legionella pneumophila
Enterobacteriaceae
Klebsiella pneumoniaeand
Pseudomonas spp.
Community-acquired atypical pneumonia
Mycoplasma pneumonia
Chlamydia spp. (C. pneumoniae, C. psittaci, C. trachomatis)
Coxiella burnetii (Q fever)
Viruses: respiratory syncytial virus, parainfluenza virus
(children); influenza A and B (adults); adenovirus(military
recruits);
SARS virus
Hospital-acquired pneumonia
Gram-negative rods, Enterobacteriaceae (Klebsiella spp.,
Serratia marcescens, Escherichia coli) and Pseudomonas spp.
Staphylococcus aureus (usually penicillin resistant)
Pneumonia kronis
Nocardia
Actinomyces
Granulomatous: Mycobacterium tuberculosis and atypical
mycobacteria, Histoplasma capsulatum, Coccidioides immitis,
Blastomyces dermatitidis
II.4 Klasifikasi Pneumonia1. Berdasarkan klinis dan epideologis
(7)a. Pneumonia yang didapat dari komunitas (community acquired
pneumonia,CAP): pneumonia yang didapatkan di masyarakat yaitu
terjadinya infeksi diluar lingkungan rumah sakit. Infeksi LRT
(lower respiratory tract) yang terjadi dalam 48 jam setelah dirawat
di rumah sakit pada pasien yang belum pernah dirawat di rumah sakit
selama >14 hari
b. Pneumonia yang didapat dari rumah sakit (nosokomial):
pneumonia yangterjadi selama atau lebih dari 48 jam setelah masuk
rumah sakit. jenis inididapat selama penderita dirawat di rumah
sakit
c. Pneumonia aspirasi/anaerob: infeksi oleh bakteroid dan
organisme anaerob lainsetelah aspirasi orofaringeal dan cairan
lambung. Pneumonia jenis ini biasadidapat pada pasien dengan status
mental terdepresi, maupun pasien dengangangguan refleks menelan
d. Pneumonia oportunistik: pasien dengan penekanan sistem imun
(misalnyasteroid, kemoterapi, HIV) mudah mengalami infeksi oleh
virus, jamur, danmikobakteri, selain organisme bakteria lain 2.
Berdasarkan bakteri penyebab: (3)
a. Pneumonia bakterial / tipikal. Dapat terjadi pada semua usia.
Beberapa bakteri mempunyai tendensi menyerang sesorang yang peka,
misalnya Klebsiella pada penderita alkoholik,Staphyllococcus pada
penderita pasca infeksi influenza.
b. Pneumonia atipikal, disebabkan Mycoplasma, Legionella dan
Chlamydia
c. Pneumonia virus, disebabkan oleh virus RSV, Influenza
virus
d. Pneumonia jamur sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi
terutama pada penderita dengan daya tahan lemah
(immunocompromised).
3.Berdasarkan predileksi infeksi (3)a. Pneumonia lobaris
Pneumonia focal yang melibatkan satu / beberapa lobus paru.
Bronkus besar umumnya tetap berisi udara sehingga memberikan
gambaran airbronchogram. Konsolidasi yang timbul merupakan hasil
dari cairan edema yang menyebar melalui pori-pori Kohn. Penyebab
terbanyak pneumonia lobaris adalah Streptococcus pneumoniae. Jarang
pada bayi dan orang tua. Pneumonia yang terjadi pada satu lobus
atau segmen. Kemungkinan sekunder disebabkan oleh adanya obstruksi
bronkus seperti aspirasi benda asing, atau adanya proses
keganasan.b. Bronko pneumonia (Pneumonia lobularis)
Inflamasi paru-paru biasanya dimulai di bronkiolus terminalis.
Bronkiolus terminalis menjadi tersumbat dengan eksudat mukopurulen
membentuk bercak-bercak konsolidasi di lobulus yang bersebelahan.
Ditandai dengan adanya bercak-bercak infiltrate multifocal pada
lapangan paru. Dapat disebabkan oleh bakteri maupun virus. Sering
pada bayi dan orang tua. Jarang dihubungkan dengan obstruksi
bronkus.c. Pneumonia interstisial
Terutama pada jaringan penyangga, yaitu interstitial dinding
bronkus dan peribronkial. Peradangan dapat ditemumkan pada infeksi
virus dan mycoplasma. Terjadi edema dinding bronkioli dan juga
edema jaringan interstisial prebronkial. Radiologis berupa bayangan
udara pada alveolus masih terlihat, diliputi perselubungan yang
tidak merata.II.5 Mekanisme Pertahanan Paru (8)Mekanisme pertahanan
paru sangat penting dalam menjelaskan terjadinya infeksi saluran
napas. Paru mempunyai mekanisme pertahanan untuk mencegah bakteri
agar tidak masuk ke dalam paru. Mekanisme pembersihan tersebut
adalah:1. Mekanisme pembersihan di saluran napas atas meliputi
:
Reepitelisasi saluran napas
Aliran lendir pada permukaan epitel
Bakteri alamiah atau epithelial cell binding site analog
Faktor humoral local (IgG dan IgA)
Kompetisi mikroba setempat
Sistem transport mukosilier
Refleks bersin dan batuk
Pada nasofaring dan orofaring, terdapat bentuk yang
berkelok-kelok (barier anatomi)2. Mekanisme pembersihan di
Respiratory Exchange Airway atau alveolus, meliputi
Cairan yang melapisi alveolar termasuk surfaktan dan anti
bakteri non spesifik. Surfaktan adalah glikoprotein yang kaya lemak
yang berfungsi fagositosis, sedangkan aktivitas anti bakteri non
spesifik seperti FFA dan Lisozim juga membantu melawan benda asing
yang masuk. Sistem kekebalan humoral (IgG)
Makrofag alveolar yang berperan sebagai mekanisme pertahanan
pertama.II.6 Patogenesis (8)Dalam keadaan sehat, tidak terjadi
pertumbuhan mikroorganisme di paru. Keadaan ini disebabkan oleh
mekanisme pertahanan paru. Apabila terjadi ketidakseimbangan antara
daya tahan tubuh, mikroorganisme dan lingkungan, maka
mikroorganisme dapat berkembang biak dan menimbulkan
penyakit.Risiko infeksi di paru sangat tergantung pada kemampuan
mikroorganisme untuk sampai dan merusak permukaan epitel saluran
napas. Ada beberapa cara mikroorganisme mencapai permukaan saluran
napas:
1. Inokulasi langsung
2. Penyebaran melalui pembuluh darah
3. Inhalasi bahan aerosol
4. Kolonisasi di permukaan mukosa
Pada pneumonia, mikroorganisme biasanya masuk secara inhalasi
atau aspirasi. Umumnya mikroorganisme yang terdapat di saluran
napas bagian atas sama dengan di saluran napas bagian bawah, akan
tetapi pada beberapa penelitian tidak ditemukan jenis
mikroorganisme yang sama. Secara inhalasi terjadi pada infeksi
virus, mikroorganisme atipikal, mikobakteria atau jamur. Kebanyakan
bakteri dengan ukuran 0,5-2,0 melalui udara dapat mencapai bronkus
terminal atau alveol dan selanjutnya terjadi proses infeksi.
Bila terjadi kolonisasi pada saluran napas atas (hidung,
orofaring) kemudian terjadi aspirasi ke saluran napas bawah dan
terjadi inokulasi mikroorganisme, hal ini merupakan permulaan
infeksi dari sebagian besar infeksi paru. Aspirasi dari sebagian
kecil sekret orofaring terjadi pada orang normal waktu tidur (50%)
juga pada keadaan penurunan kesadaran, peminum alkohol dan pemakai
obat (drug abuse). Sekret orofaring mengandung konsentrasi bakteri
yang tinggi 108-10/ml, sehingga aspirasi dari sebagian kecil secret
(0,001-1,1 ml) dapat memberikan titer inokulum bakteri yang tinggi
dan terjadi pneumonia.
II.7 Patologi (8)Pada orang yang sehat tidak akan terjadi
pertumbuhan mikroorganisme yang bersifat patogen di paru. Keadaan
inidisebabkan oleh mekanisme pertahanan saluran napas. Apabila
terjadi ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme
dan lingkungan, akan menimbulkanpenyakit. Terjadinya pneumonia
berhubungan dengan banyaknya jumlah bakteri yang teraspirasi,
penurunan daya tahan tubuh dan virulensi koloni bakteri di
orofaring. Mekanisme organisme mencapai saluran napas melalui :
inokulasi langsung, penyebaran melalui pembuluh darah, inhalasi,
dan kolonisasi di permukaan mukosa.
Turunnya daya tahan tubuh juga dihubungkan dengan imunitas
humoral dan imunitas seluler, malnutrisi, perokok beratdan penyakit
sistemik. Faktor predisposisi pneumonia adalah penggunaan pipa
endotrakeal,pemakaian nebuhaler, adanya superinfeksi dan
malnutrisi. Mikroorganisme menyerang sel untukbereproduksi.
Biasanya, mikroorganisme akan mencapai paru ketika udara yang
dihirup melalui mulut dan hidung. Setelah diparu, mikroorganisme
ini menyerang sel-sel yang melapisi saluran udara dan alveoli. Hal
ini sering menyebabkan kematian sel, baik ketika mikroorganisme
langsung membunuh sel, atau melalui jenis apoptosis sel yang
disebut penghancuran diri. Ketika sistem kekebalan tubuh merespon
infeksi, kerusakan paru bahkan lebih meluas. Sel darah putih,
terutama limfosit, mengaktifkan sitokin kimia tertentu yang
memungkinkan cairan bocor ke dalam alveoli. Hal ini menyebabkan
demam,menggigil, dan kelelahan. Kombinasi dari kerusakan sel dan
alveoli berisi cairan mengganggu transportasi normal oksigen ke
dalamaliran darah.
Proses peradangan pneumonia dapat dibagi atas 4 stadium yaitu
Stadium kongesti dimana kapiler melebar dan kongesti serta di dalam
alveolus terdapat eksudat jernih, bakteri dalam jumlah banyak,
beberapa netrofil dan makrofag. Stadium hepatisasi merah: lobus dan
lobulus yang terkena menjadi padat dan tidakmengandung udara, serta
warna menjadi merah. Dalam alveolus didapatkan fibrin, leukosit,
netrofil, eksudat dan banyak sekali eritrosit dan kuman. Stadium
hepatisasi kelabu: lobus masih tetap padat dan warna merah menjadi
pucat kelabu. Permukaan pleura tampak kabur karena diliputi fibrin.
Alveolus terisi fibrin dan leukosit. Kapiler tidak lagi kongestif.
Stadium resolusi: Eksudat berkurang, dalam alveolus makrofag
bertambah dan leukosit mengalami nekrosis dan degenerasi lemak,
fibrin diresorpsi dan menghilang.
Basil yang masuk bersama sekret bronkus ke dalam alveoli
menyebabkan reaksi radang berupa edema seluruh alveoli disusul
dengan infiltrasi sel-sel polimorfonukelar (PMN) dan diapedesis
eritrosit sehingga terjadi permulaan fagositosis sebelum terbentuk
antibodi, sel-sel PMN mendesak bakteri ke permukaan alveoli dan
dengan bantuan leukosit yang lain melalui pseudopodosis sitoplasmik
mengelilingi bakteri tersebut kemudian dimakan. Pada waktu terjadi
peperangan antara host dan bakteri maka akan tampak 4 zona pada
daerah parasitik tersebut yaitu:
1. Zona luar: alveoli yang terisi dengan bakteri dan cairan
edema
2. Zona permulaan konsolidasi: terdiri dari PMN dan beberapa
eksudasi sel darah merah
3. Zona konsolidasi yang luas: daerah tempat terjadi fagositosis
yang aktif dengan jumlah PMN yang banyak
4. Zona resolusi: daerah tempat terjadi resolusi dengan banyak
bakteri yang mati, leukosit, dan alveolar makrofag.
Red hepatization ialah daerah perifer yang terdapat edema dan
perdarahan. Gray hepatization ialah daerah konsolidasi yang
luas.II.8 Diagnosis II.8.1 Anamnesis, Gambaran Klinis dan
Pemeriksaan FisikAnamnesis :
Ditujukan untuk mengetahui kemungkinan kuman penyebab yang
berhubungan dengan faktor infeksi.(9) Evaluasi faktor
pasien/predisposisi, missal PPOK (Heamophilus influenza), penurun
imunitas (kuman gram negative), kejang/tidak sadar (aspirasi gram
negative)
Bedakan lokasi infeksi, misal missal pneumonia komunitas
(streptococcus pneumonia,Haemophilus influenza,Mycoplasma
pneumonia)
Usia pasien, missal bayi (virus), muda (mycoplasma pneumonia),
dewasa (streptococcus pneumonia)
Onset time, missal cepat akut dengan rusty coloured sputum
(streptococcus pneumonia), perlahan dengan batuk dahak sedikit
(Mycoplasma pneumonia)Gejala klinis :Gejala-gejala pneumonia serupa
untuk semua jenis pneumonia. Gejala-gejala meliputi (10,11) Demam
dan menggigil akibat proses peradangan
Batuk yang sering produktif dan purulen walaupun dapat juga non
produktif
Sputum dapat berwarna merah karat atau kehijauan dengan bau
khas
Sesak, berkeringat, nyeri dada
Rasa lelah akibat reaksi peradangan dan hipoksia apabila
infeksinya serius
Gambaran klinis biasanya didahului oleh infeksi saluran napas
akut bagian atas selama beberapa hari, kemudian diikuti dengan
demam, menggigil, suhu tubuh kadang-kadang melebihi 40oC, sakit
tenggorokan, nyeri otot dan sendi. Juga disertai batuk, dengan
sputum mukoid atau purulen, kadang-kadang berdarah (10,11)
Pemeriksaan fisis:
Temuan pemeriksaan fisis dada tergantung dari luas lesi di paru.
Pada inspeksi dapat terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu
bernapas, pada palpasi fremitus dapat mengeras, pada perkusi redup,
pada auskultasi terdengar suara napas bronkovesikuler sampai
bronkial yang mungkin disertai ronki basah halus, yang kemudian
menjadi ronki basah kasar pada stadium resolusi.(8)Berikut beberapa
gejala klinis yang mengarah pada tipe kuman penyebab/patogenitas
kuman dan tingkat berat penyakit (9,10,11,12) Gejala yang tiba-tiba
muncul dan langsung berat (Streptococcuspneumoniae , Haemophilus
influenzae , Staphylococcus aureus ,Yersiniapestis)
Gejala yang timbul lambat (pneuomonia atipikal,
Klebsiellapneumonia, Pseudomonas aeruginosa ,Enterobactericiae)
Gejala yang dialami pasien, misalnya nyeri pleuritik difus
(Mycoplasma pneumonia),nyeri pleuritik tusuk
(Streptococcuspneumoniae), coryza (virus), red currentjelly seperti
batu bata (Klebsiellapneumonia), sputum berbau busuk (pneumonia
aspirasi, infeksi anaerob)
Gejala interstinal, mual, muntah, diare nyeri abdomen
(Legionella pneumonia)
Tampak bagian dada yang sakit tertinggal sewaktu bernafas dengan
suara napas bronchial kadang-kadang melemah.
Di dapatkan ronkhi halus, yang kemudian menjadi ronkhi basah
kasar pada stadium resolusi
II.8.2 Pemeriksaan penunjangPemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah
leukosit, biasanya >10.000/ul kadang-kadang mencapai 30.000/ul,
dan pada hitungan jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta
terjadi peningkatan LED. Untuk menentukan diagnosis etiologi
diperlukan pemeriksaan dahak, kultur darah dan serologi. Kultur
darah dapat positif pada 20-25% penderita yang tidak diobati.
Anlalisa gas darah menunjukkan hipoksemia dan hiperkarbia, pada
stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik.(8)Pemeriksaan
bakteriologis Bahan berasal dari sputum, darah, aspirasi
nasotrakeal/transtrakeal, torakosintesis, bronkoskopi, atau biopsi.
Kuman yang predominan pada sputum disertai PMN yang kemungkinan
penyebab infeksi. (3)Pengambilan dahak dilakukan pagi hari. Pasien
mula-mula kumur-kumur dengan akuades biasa, setelah itu pasien
diminta inspirasi dalam kemudian membatukkan dahaknya. Dahak
ditampung dalam botol steril dan ditutup rapat. Dahak segera
dikirim ke labolatorium (tidak boleh lebih dari 4 jam). Jika
terjadi kesulitan mengeluarkan dahak, dapat dibantu nebulisasi
dengan NaCl 3%. Kriteria dahak yang memenuhi syarat untuk
pemeriksaan apusan langsung dan biarkan yaitu bila ditemukan sel
PMN > 25/lpk dan sel epitel < 10/lpk. (8) Selain dari sputum
dapat dilakukan pemeriksaan dari specimen aspirat trakeostomi dan
pipa endo trakeal dan pangambilan specimen dari bronchoalveolar
lavage ( BAL) (8)
Pemeriksaan RadiologiAmerican Thoracic Society merekomendasikan
posisi PA (posteroanterior) dan lateral (jika dibutuhkan) sebagai
modalitas utama yang di gunakan untuk melihat adanya pneumonia.
Gambaran pneumonia pada foto thorax sebenarnya sama seperti
gambaran konsolidasi radang. Prinsipnya jika udara dalam alveoli
digantikan oleh eksudat radang, maka bagian paru tersebut akan
tampak lebih opaq pada foto Roentgen. Jika kelainan ini melibatkan
sebagian atau seluruh lobus disebut lobarispneumonia , sedangkan
jika berupa bercak yang mengikutsertakan alveoli secaratersebar
maka disebut bronchopneumoniae.(13,14)Adapun gambaran radiologis
foto thorax pada pneumonia secara umum antara lain: (13,14)
Perselubungan padat homogeny atau inhomogen Batas tidak tegas,
kecuali jika mengenai 1 segmen lobus Volume paru tidak berubah,
tetapi seperti atelektasis dimana paru mengecil. Tidak tampak
deviasi trachea/septum/fissure/seperti pada atelektasis. Air
bronchogram sign adalah bayangan udara yang terdapat di dalam
percabangan percabangan bronkus yang dikelilingi oleh bayangan opaq
rongga udara yang akan tampak jelas jika udara tersebut tergantikan
oleh cairan/eksudat akibat proses inflamasi. Pada saat kondisi
seperti itulah, maka dikatakan airbronchogram sign positif (+)
(14,15) Gambar 1. Dikutip dari kepustakaan 16 Sillhoute sign adalah
suatu tanda adanya dua bayangan benda (objek) yangberada dalam satu
bidang seakan tumpang tindih. Tanda ini bermanfaat untukmenentukan
letak lesi paru ; jika batas lesi dengan jantung hilang, berarti
lesitersebut berdampingan dengan jantung atau di lobus medius
kanan. Maka akandisebut sebagai sillhoute sign (+) (15,17) Gambar
2. dikutip dari kepustakaan 15
A. Pneumonia Lobaris
berikut ilustrasi progresifitas konsilidasi pada pneumonia
lobaris : Gambar 3. dikutip dari kepustakaan 14
Pada gambar (A) memperlihatkan bahwa konsolidasi awalnya
cenderung terjadi didaerah paru dekat dengan pleura visceral dan
lama kelamaan akan menyebar secara sentripetal menuju ke pori-pori
kohn (pore of kohn) yang selanjutnya akan membentuk konsolidasi
pada satu segmen (B), lalu daerah yang mengalami konsolidasi
tersebut sampai mengisi 1 lobus parenkim paru sehingga pada derah
bronkus yang terkena akan tampak dengan jelas air bronchogram sign
(+). (14) Gambar 4. dikutip dari kepustakaan 14
Pada posisi PA dan lateral tersebut tampak perselubungan
homogeny pada lobus paru kanan tengah dengan tepi yang tegas.
Lapangan paru lainnya masih tampak normal. Cor, sinus, diafragma
tidak tampak kelainan. Pneumonia lobaris ini paling sering di
sebabkan oleh Strep. Pneumonia. (14,18)
B. Pneumonia lobularis (bronkopneumonia)
bentuk ilustrasi progresifitas konsolidasi pada bronkopneumonia
: Gambar 5. dikutip dari kepustakaan 14Pada gambar (A) di bawah ini
memperlihatkan bahwa mikroorganisme awalnya menyerang bronkiolus
yang lebih besar sehingga mengakibatkan nodul sentrilobuler dan
gambaran cabang bronkus yang berdensitas opaq
(tree-in-budpattern).Lalu proses konsolidasi yang terjadi akan
mengenai daerah peribronkhial dan akan berkembang menjadi lobular,
subsegmental, atau segmental (B). Selanjutnya proses konsolidasi
tersebut bisa terjadi multifocal, tepi tidak rata, corakan
bronkovaskular kasar akibat dinding cabang bronkus menjadi lebih
tebal, namun perselubungan yang terjadi biasanya tidak melebihi
batas segmen (C) (14)Gambaran radiologi bronkopneumonia bercak
berawan, batas tidak tegas,konsolidasi dapat berupa lobular,
subsegmental, atau segmental. Khas biasanya menyerang beberapa
lobus, hal ini yang membedakan dengan pneumonia lobaris.Lokasi
predileksi bronkopneumonia biasanya hanya terjadi di lapangan paru
tengah dan bawah. (14,18) Gambar 6. dikutip dari kepustakaan 14Pada
foto thorax posisi PA tersebut tampak perselubungan inhomogen pada
lobus medius di kedua lapangan paru. Bronchopneumonia ini sering
disebabkan oleh Staphylococcus aureus, Escherichia coli,Pseudomonas
aeruginosa. (14)C. Pneumonia interstitial
Umumnya jenis pneumonia intersisial ini disebabkan oleh virus.
Infeksi dari virus berawal dari permukaan dengan terjadinya
kerusakan silia sel goblet dan kelenjar mukus bronkioli, sehingga
dinding bronkioli menjadi edematous. Juga terjadi edema di jaringan
interstisial peribronkial. Kadang-kadang alveolus terisi cairan
edema. Pneumonia interstisial dapat juga dikatakan sebagai
pneumonia fokal/difus, di mana terjadi infiltrasi edema dan sel-sel
radang terhadap jaringan interstisial paru. Septum alveolus berisi
infiltrat limfosit, histiosit, sel plasma dan neutrofil. Dapat
timbul pleuritis apabila peradangan mengenai pleura visceral (19)
Gambar 7. dikutip dari kepustakaan 14Pada fase akut tampak gambaran
bronchial cuffing, yaitu penebalan dan edema dinding bronkiolus.
Corakan bronkovaskular meningkat, hiperaerasi, bercak-bercak
inifiltrat dan efusi pleura juga dapat ditemukan. (19)
II.8.3 Kriteria Diagnostik
Diagnosis Pneumonia Komunitas(1)Diagnosis pasti pneumonia
komunitas ditegakkan jika pada foto toraks terdapat infiltrate/ air
bronchogram ditambah dengan beberapa gejala di bawah ini:
Batuk
Perubahan karakteristik sputum/purulen
Suhu tubuh 38oC (aksila)/ riwayat demam
Nyeri dada
Sesak
Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan tanda-tanda konsolidasi,
suara napas bronchial dan ronki
Leukosit >10.000 atau 8( confusion (score 0
Setelah di dapat score untuk confusion maka kemudian dinilai
score lainnya yaitu urea, frekuensi nafas, tekanan darah, dan umur.
Mengingat keterbatasan pemeriksaan BUN (Blood Urea Nitrogen) maka
digunakan pemeriksaan ureum tetapi dengan mengkonversikan nilai
ureum dengan membagi 2,14. Bila nilai urea yang dihitung > 19
mg/dL maka di beri skor 1 dan nilai urea 19mg/dL diberi skor 0.
Total skor yang di dapat digunakan untuk menentukan apakah pasien
dapat berobat jalan atau rawat inap, dirawat di ruangan biasa atau
intensif.
Tabel 3. Skor CURB-65
Consusion
Uji Mental nilai 8 ( skor 1
Uji Mental > nilai 8 ( skor 0
Urea
Urea > 19 mg/dL skor 1
Urea 19 mg/dL skor 0
Respiratory rate (RR)
RR < 30x/menit skor 1
RR 30x/menit skor 0
Blood Pressure(BP)
BP < 90/60 mmHg skor 1
BP 90/60 mmHg skor 0
Umur
Umur 65 tahun skor 1
Umur < 65 tahun skor 0
Penilaian berat pneumonia dengan menggunakan system skor
CURB-65adalah sebagai berikut:
Skor 0-1: resiko kematian rendah, pasien dapat berobat jalan
Skor 2
:resiko kematian sedang, dapat dipertimbangkan untuk di rawat
Skor 3: resiko kematian tinggi dan dirawat harus ditatalaksana
sebagai
pneumonia berat
Skor 4 atau 5: harus dipertimbangkan perawatan intensifPneumonia
Severity Indeks (PSI) (1)
Penilaian beratnya pneumonia menggunakan PSI dapat dilihat pada
tabel 4 Tabel 4. Pneumonia Severity Indeks (PSI)
Karakteristik pasienPoin skor
Faktor Demografik
Umur :
laki-lakiUmur (tahun)
perempuanUmur (tahun) -10
Penghuni panti weda+10
Penyakit komorbid
Keganasan +30
Penyakit hati+20
Gagal jantung kongestif+10
Penyakit serebrovaskuler+10
Penyakit ginjal+10
Pemeriksaan fisis
Gangguan kesadaran+20
Frekuensi pernapasan > 30 x per menit+20
Tekanan darah sistolik 125 x/menit +10
Hasil laboratorium
pH 10,7 mmol/L+20
Natrium 13,9 mmol/L+10
Hematokrit 130BeratV29,2%Rawat inap
Menurut IDSA/ATS 2007 kriteria pneumonia berat bila dijumpai
'salah satu atau lebih' kriteria di bawah ini (1)a. Kriteria
minor:
Frekuensi napas > 30 x/menit
Pa02/FiO2 kurang dari 250 mmHg
Foto thoraks menunjukan infiltrat multilobus
Kesadaran menurun
Uremia ( BUN > 20mg/dl)
Trombositopenia (trombosit < 100.000 sel/mm3) Hipotermia
(suhu 10mg/hari
Pengobatan antibiotik spectrum luas > 7 hari pada sebulan
terakhir
gizi kurangII.11.2 Tatalaksana Pneumonia Komunitas
Penatalaksanaan pneumonia komuniti dibagi menjadi (1)a. Penderita
rawat jalan
Pengobatan suportif / simptomatik
- Istirahat di tempat tidur
- Minum secukupnya untuk mengatasi dehidrasi
- Bila panas tinggi perlu dikompres atau minum obat penurun
panas
- Bila perlu dapat diberikan mukolitik dan ekspektoran
Pemberian antibiotik harus diberikan (sesuai bagan) kurang dari
8 jam
b. Penderita rawat inap di ruang rawat biasa
Pengobatan suportif / simptomatik
- Pemberian terapi oksigen
- Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan
elektrolit
- Pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik,
mukolitik
Pengobatan antibiotik harus diberikan (sesuai bagan) kurang dari
8 jam
c. Penderita rawat inap di Ruang Rawat Intensif
Pengobatan suportif / simptomatik
- Pemberian terapi oksigen
- Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan
elektrolit - Pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik,
mukolitik
Pengobatan antibiotik diberikan sesegera mungkin
Bila ada indikasi pasien dipasang ventilasi mekanisPemberian
antibiotik dievaluasi secara klinis dalam 72 jam pertama.
Jika didapatkan perbaikan klinis terapi dapat dilanjutkan,
jika perburukan makan antibiotik harus diganti sesuai hasil
biakan atau pedoman empiris.Penderita pneumonia berat yang datang
ke UGD diobservasi tingkat kegawatannya, bila dapat distabilkan
maka penderita dirawat inap di ruang rawat biasa; bila terjadi
respiratory distress maka penderita dirawat di Ruang Rawat
Intensif. (23)Tabel 6. Petunjuk terapi empiris menurut PDPI
(23)
Bila dengan pengobatan secara empiris tidak ada perbaikan /
memburuk maka pengobatan disesuaikan dengan bakteri penyebab dan
uji sensitiviti.(23)Gambar8 . Alur tatalaksana pneumonia
komuniti(23)
Pengobatan pneumonia atipik: (1)Antibiotik masih tetap merupakan
pengobatan utama pada pneumonia termasuk atipik. Antibiotik
terpilih pada pneumonia atipik yang disebabkan oleh M.pneumoniae,
C.pneumoniae dan Legionella adalah golongan :
Makrolid baru (azitromisin, klaritromisin, roksitromisin)
Fluorokuinolon respirasi ( Levofloksasin, moksifloksasin)
Pengobatan Pneumonia Virus (1)Untuk pasien terinfeksi virus
influenza (H5N1, H1N1, H7N9, H3N2) antiviral diberikan secepat
mungkin (48 jam pertama) :
Dewasa atau anak 13 tahun oseltamivir 2x75 mg per hari selama 5
hari.
Anak 1 tahun dosis oseltamivir 2mg/kg BB, 2 kali sehari selama 5
hari.
Dosis oseltamivir dapat diberikan sesuai dengan berat badan
dapat dilihat pada tabel 7Tabel 7. Dosis oseltamivir (1)Berat
BadanDosis
> 40 Kg75 mg 2x/hari
> 23 40 Kg60 mg 2x/hari
> 15 23 Kg45 mg 2x/hari
15 Kg30 mg 2x/hari
II.11.3 Terapi Sulih (switch therapy)Masa perawatan di rumah
sakit sebaiknya dipersingkat dengan perubahan obat suntik ke oral
dilanjutkan dengan berobat jalan, hal ini untuk mengurangi biaya
perawatan dan mencegah infeksi nosokomial. Perubahan obat suntik ke
oral harus memperhatikan ketersediaan antibiotik yang diberikan
secara iv dan antibiotik oral yang efektivitinya mampu mengimbangi
efektiviti antibiotik iv yang telah digunakan. Perubahan ini dapat
diberikan secara sequential (obat sama, potensi sama), switch over
(obat berbeda, potensi sama) dan step down (obat sama atau berbeda,
potensi lebih rendah).(23) Contoh terapi sekuensial: levofioksasin,
moksifloksasin, gatifloksasin
Contoh switch over : seftasidin iv ke siprofloksasin oral
Contoh step down amoksisilin, sefuroksim, sefotaksim iv ke
cefiksim oral.
Obat suntik dapat diberikan 2-3 hari, paling aman 3 hari,
kemudian pada hari ke 4 diganti obat oral dan penderita dapat
berobat jalan(23).Kriteria untuk perubahan obat suntik ke oral pada
pneumonia komuniti : (23) Tidak ada indikasi untuk pemberian
suntikan lagi
Tidak ada kelainan pada penyerapan saluran cerna
Penderita sudah tidak panas 8 jam
Gejala klinik membaik (mis : frekuensi pernapasan, batuk)
Leukosit menuju normal/normal
Pasien dapat beralih dari terapi intravena ke terapi oral
apabila didapatkan kondisi hemodinamiknya stabil, terdapat
perbaikan secara klinis, dan pasien dipastikan dapat menelan
obat-obatan serta sistem saluran pencernaannya berfungsi normal.
Pasien harus segera dipulangkan setelah secara klinis stabil, tidak
memiliki masalah medis lainnya yang aktif, dan memiliki lingkungan
yang aman untuk perawatan lanjutan. (21)Kriteria untuk Pneumonia
terkait stabilitas klinis adalah : (21)1. Temp 37,8 C, Kesadaran
baik
2. Denyut jantung 100 denyut / menit,
3. Respirasi rate 24 napas / menit
4. Tekanan darah sistolik 90 mmHg
5. Saturasi O2 arteri 90% atau pO2 60 mmHg pada ruang udara,
6. Kemampuan untuk mengambil asupan oral.
7. status mental yang normal
Tabel 8. Keuntungan Terapi Sulih(22)Keuntungan bagi pasien
Lebih cocok atau sesuai
Berkurangnya resiko efek samping lokal dari pengelolaan
intravena berupa phlebitis
Resiko lebih rendah untuk terjadinya thrombosis
Mengurangi waktu menetap di rumah sakit sehingga menurunkan
resiko untuk terkena infeksi nosokomial
Kelebihan dalam farmakoekonomik
berkurangnya kebutuhan peralatan infus, kanul dan botol
infuse
berkurangnya limbah/ sampah rumah sakit
antibacterial oral lebih murah dibandingkan antibacterial
parenteral
berkurangnya petugas rumah sakit yang dibutuhkan
menurunkan lamanya waktu untuk rawat inap
Tabel 9. Pemilihan antibiotik untuk alih terapi pada pneumonia
komuniti (23)
Gambar 9. Rekomendasi ATS dan BTS untuk perubahan obat suntikan
ke oral pada pneumonia komuniti ( 21)
Keterangan :DTHT:DundeeTeaching Hospitals TrustATS: American
Thoracic SocietyBTS: British Thoracic SocietyGolongan
fluoroquinolone, contohnya levofloksasin, mempunyai aktivitas yang
sangat tinggi melawan kuman gram positif, gram negatif, dan kuman
atipik. Levofloksasin 750 mg direkomendasikan untuk pasien rawat
jalan dengan komorbid atau pasien yang sebelumnya telah menggunakan
antibiotik selama 3 bulan. Hal ini senada dengan rekomedasi IDSA/
ATS 2007. Selain itu, Levofloksasin 750 mg juga direkomendasikan
untuk pasien rawat inap non-ICU serta menjadi bagian dari kombinasi
obat pada pasien CAP yang memerlukan perawatan ICU. Untuk pasien
dengan perhatian khusus, antibiotik ini juga direkomendasikan jika
pseudomonas menjadi pertimbangan. (20)The role of quinolone in CAP:
how do we do high dose short course therapy (HDSC) and switch
therapy. Perkembangan terkini dalam penggunaan Levofloksasin adalah
penggunaan dosis tinggi dengan durasi pemberian obat yang singkat
namun efektif sehingga sangat menghemat biaya perawatan
(cost-effective). Dosis tinggi yang dimaksud yaitu 750 mg. Dosis
tersebut meningkatkan parameter farmakodinamik, yaitu peningkatan
MIC (Minimum Inhibitory Concentration)dan AUC (area under the
curve) sehingga dapat digunakan untuk mengatasi kuman yang biasanya
sulit diobati. (20)Pengobatan dosis tinggi dapat membunuh kuman
secara cepat dan menurunkan kejadian resistensi sehingga perbaikan
klinis menjadi lebih cepat. Namun, pemberian dosis tinggi
direkomendasikan untuk kondisi klinis tertentu. Levofloksasin 750
mg selama 5 hari sama efektifnya dengan levofloksasin 500 mg selama
10 hari. (20)Terapi sulih terbukti berhasil dilakukan pada
pemakaian levofloksasinkarena Levofloksasin mempunyai bioequivalen
yang sama antara sediaan iv maupun sediaan oral. Hal ini
memungkinkan untuk dilakukan terapi sulih dengan obat dan dosis
yang sama. Keberhasilan klinis dilaporkan mencapai 94,1%.(20)
II.11.4 Evaluasi Pengobatan
Sebagian besar pasien pneumonia komunitas menunjukkan perbaikan
klinis dalam 72 jam pertama setelah pemberian antibiotik awal.
Meskipun demikian diperkirakan 6-15% pasien pneumonia komunitas
yang dirawat tidak menunjukkan respons dalam jangka waktu tersebut,
dan tingkat kegagalam mencapai 40% pada pasien yang langsung
dirawat di ICU. Jika setelah diberikan pengobatan secara empiris
selama 24 72 jam tidak ada perbaikan, harus ditinjau kembali
diagnosisnya, faktor faktor pasien, obat obat yang telah diberikan
dan bakteri penyebabnya, seperti dapat dilihat pada gambar
10.(1)
Gambar 10.Penderita yang tidak respon dengan pengobatan empiris
yang telah diberikan.(1)
Pasien yang tidak respons dengan pengobatan empiris yang telah
diberikan dapat disebabkan: (1)1. Salah Diagnosis ( bukan infeksi
atau tidak ada komponen infeksi pada penyakit dasarnya) misalnya
gagal jantung, emboli, keganasan, sarkoidosis, pneumonitis radiasi
reaksi obat pada paru, vaskulitis, ARDS, perdarahan pulmonal,
penyakit paru inflamasi
2. Diagnosis sudah benar, tetapi pasien tidak respons pada
pengobatan, hal ini dapat disebabkan :
Faktor Pasien
Lesi loka misal obstruksi lokal akibat benda asing atau
keganasan. Empiema jarang terjadi tetapi sangat sebagai penyebab
tidak responsnya pengobatan. Penyebab lainnya yaitu pemberian
cairan yang berlebihan, superinfeksi pulmonal atau sepsis akibat
pemakaian alat-alat intravena atau komplikasi medis pasien akibat
perawatan.
Faktor Obat
Jika penyebab yang tepat sudah ditemukan tetapi pasien tidak
respons terhadap pengobatan, maka klinisi harus mempertimbangkan
kemungkinan kesalahan pada faktor obat; letidaktepatan regimen,
dosis, malabsorbsi, interaksi obat yang menurunkan level antibiotik
atau faktor-faktor yang memungkinkan perubahan transpor antibiotik
ke tempat infeksi. Demam akibat obat atau efek samping lain yang
mungkin akan mengaburkan respons kesukseasan terapi.
Faktor Patogen
Kuman penyebab mungkin dapat diidentifikasi dengan tepat tetapi
terdapat kemungkinan resisten terhadap antibiotika yang diberikan.
Contohnya pneumokokus resisten penisilin, MRSA, Gram negatif
multiresisten. Banyaknya variasi dari kuman patogen (M. TB, jamur,
virus, dan lain-lain) mungkin tidak dapat diidentifikasi dan tidak
memberikan respons terhadap penggunaan paduan antibiotik empirik
yang direkomendasikan. Pada beberapa kasus patogen ini atau kuman
lain mungkin merupakan patogen penyerta.
Dua kelompok penyebab pasien pneumonia komunitas yang tidak
respons : (1) Pneumonia progresif atau mengalami perburukan klinis
yang membutuhkan ventilasi mekanis dan atau syok syeptik yang
terjadi dalam 72 jam pertama. Perburukan setelah 72 jam pertama
sering disebabkan oleh komplikasi, progresif dari penyakit dasar
atau superinfeksi dengan infeksi nosokomial. Banyak pasien yang
akhirnya membutuhkan perawatan di ICU setelah perburukan di ruang
rawat non ICU.
Pneumonia persisten adalah bila tidak terdapat perbaikan klinis
atau keterlambatan perbaikan klinis dalam 72 jam pertama setalah
pemberian antibiotik.
Penyebab tersering kegagalan pengobatan adalah faktor pemicu,
bukan ketidaktepatan pemilihan antibiotik. Faktor pasien ini
meliputi beratnya penyakit, keganasan, pneumonia aspirasi dan
penyakit saraf, sementara kurang respons terhadap antibiotik awal
mungkin disebabkan oleh kuman yang resisten, kuman yang jarang
ditemukan ( legionela, virus, jamur termasuk Pneumocystis jeroveci,
M. tuberkulosis) atau komplikasi pneumonia seperti obstruksi pasca
pneumonia, abses, empiema atau superinfeksi nosokomial. Berbagai
keadaan spesifik yang mungkin menyebabkan tidak responnya pasien
terhadap pengobatan dapat dilihat pada tabel 7 dibawah ini.
Klasifikasi ini dapat membantu klinisi untuk mendiagnosis secara
sistematis penyebab pasien pneumonia komunitas yang tidak respon
terhadap pengobatan. (1)Tabel 10. Pola dan tipe penyebab pneumonia
komunitas yang tidak respons (1)Gagal untuk terjadi perbaikan
Pada keadaan dini ( 72 jam setalah diobati)* Respons normal
Keterlambatan * Kuman resisten
- kuman yang tidak terjangkau oleh antibiotik
- tidak sesuai dengan hasil uji sensitivitas
* Efusi parapneumoni / empiema
* Superinfeksi nosokomial
- Pneumonia nosokomial
- Ekstra paru
* Bukan infeksi
- Komplikasi pneumonia ( bronchiolitis obliterans organizing
pneumonia = BOOP)
- Salah diagnosis ( edema paru, gagal jantung, vaskulitis)
- Panas akibat obat
Perburukan atau progresif
Pada keadaan dini ( 72 jam setelah diobati)* Berat penyakit saat
datang
* Kuman Resisten
- Kuman yang tidak terjangkau oleh antibiotik
- Tidak sesuai dengan hasil uji sensitivitas
* Penyebaran infeksi
- Empiema / parapneumoni
- Endokarditis, meningitis, artritis
* Diagnosis tidak akurat
- Emboli paru aspirasi, ARDS
- Vaskulitis (systemic lupus eriythematosis)
Keterlambatan
* Superinfeksi nosokomial
- Pneumonia nosokomial
- Ekstra paru
* Eksaserbasi dari penyakit komorbid
* Terjadi penyakit non infeksi
- Emboli Paru
- Infark miokard
- Gagal ginjal
Penatalaksanaan pasien pneumonia komunitas yang tidak
respon(1)Beberapa hal yang harus dilakukan pada pasien yang tidak
respon :
Pindahkan pasien ke pelayanan rujukan yang lebih tinggi
Lakukan pemeriksaan ulang untuk diagnosis, bila perlu dilakukan
prosedur invasif
Berikan eskalasi antibiotik
Beberapa tindakan yang dapat dilakukan selain pemeriksaan ulang
mikrobiologi adalah CT scan, bronkoskopi dan pungsi pleura atau
pemasangan selang dada.II.12 Komplikasi Pneumonia (23)1. Efusi
pleura dan empiema. Terjadi pada sekitar 45% kasus, terutama pada
infeksi bakterial akut berupa efusi parapneumonik gram negative
sebesar 60%, Staphylococcus aureus 50%. S. pneumoniae 40-60%, kuman
anaerob 35%. Sedangkan pada Mycoplasmapneumoniae sebesar 20%.
Cairannya transudat dan steril. Terkadang pada infeksi bakterial
terjadi empiema dengan cairan eksudat.2. Komplikasi sistemik. Dapat
terjadi akibat invasi kuman atau bakteriemia berupa meningitis.
Dapat juga terjadi dehidrasi dan hiponatremia, anemia pada infeksi
kronik, peningguan ureum dan enzim hati. Kadang-kadang terjadi
peninggian fostase alkali dan bilirubin akibat adanya kolestasis
intrahepatik.3. Hipoksemia akibat gangguan difusi.4. Abses Paru
terbentuk akibat eksudat di alveolus paru sehingga terjadi infeksi
oleh kuman anaerob dan bakteri gram negative.
5. Pneumonia kronik yang dapat terjadi bila pneumonia
berlangsung lebih dari 4-6 minggu akibat kuman anaerob S. aureus,
dan kuman Gram (-) seperti Pseudomonas aeruginosa.6. Bronkiektasis.
Biasanya terjadi karena pneunomia pada masa anak-anak tetapi dapat
juga oleh infeksi berulang di lokasi bronkus distal pada cystic
fibrosis atau hipogamaglobulinemia, tuberkulosis, atau pneumonia
nekrotikans. II.13 Prognosis Pneumonia (23)Angka morbiditas dan
mortalitas pneumonia menurun sejak ditemukannya antibiotik. Faktor
yang berperan adalah patogenitas kuman, usia, penyakit dasar dan
kondisi pasien. Secara umum angka kematian pneumonia pneumokokus
adalah sebesar 5%, namun dapat meningkat menjadi 60% pada orang tua
dengan kondisi yang buruk misalnya gangguan imunologis, sirosis
hepatis, penyakit paru obstruktif kronik, atau kanker. Adanya
leukopenia, ikterus, terkenanya 3 atau lebih lobus dan komplikasi
ekstraparu merupakan petanda prognosis yang buruk. Kuman gram
negatif menimbulkan prognosis yang lebih jelek.Prognosis pada orang
tua dan anak kurang baik, karena itu perlu perawatan di RS kecuali
bila penyakitnya ringan. Orang dewasa ( 60 tahun.
b. Dijumpai adanya gejala pada saat masuk perawatan RS:
frekuensi napas
>30 x/m, tekanan diastolik < 60 mmHg , leukosit abnormal
(30.000)
II.14. Pencegahan (1)Beberapa langkah pencegahan yang dapat
dilakukan pada pneumonia komunitas adalah sebagai berikut :
a. Vaksinasi ( vaksin pneumokok dan vaksin influenza ) walaupun
masih perlu penelitian lebih lanjut tentang efektivitasnya.
b. Berhenti merokok
c. Menjaga kebersihan tangan, penggunaan masker, menerapkan
etika batuk
d. Menerapkan kewaspadaan standar dan isolasi pada kasus
khusus
Rekomendasi jadwal imunisasi pada orang dewasa untuk pencegahan
pneumonia dapat dilihat pada tabel 11 di bawah ini :
Tabel 11. Rekomendasi jadwal imunisasi dewasa(1)Umur
Vaksin19 -44th 45-49th50-64th 65+ th
InfluenzaTahunan, bagi yang beresiko/ menginginkan
imunitasSetiap Tahun
Pneumokok1- 2 dosis pada individu beresiko1- 2 dosis
1. Vaksinasi Influenza(1) Vaksinasi influenza dilakukan setiap
tahun bagi orang dewasa dengan umur > 50 tahun; penghuni rumah
jompo dan penghuni fasilitas- fasilitas lain dalam waktu lama (
misalnya biara, asrama, dsb); penyakit paru kronik, orang muda
dengan penyakit jantung, penyakit metabolisme ( termasuk diabetes),
disfungsi ginjal, hemoglobinopati atau immunosupresi, HIV, untuk
anggota rumah tangga, perawat, dan petugas-petugas kesehatan.
Vaksin ini dianjurkan untuk calon jemaah haji karena risiko paparan
tinggi.
Efektivitas : 88-89%, Penelitian oleh Ikhsan M dkk menunjukkan
bahwa kelompok pekerja yang tidak divaksinasi mengalami kejadian
ILI 2,2 kali lebih besar daripada yang mendapat vaksinasi, walaupun
hal ini tidak berbeda bermakna.
Cara pemberian : suntikan intramuskular (IM)2. Vaksinasi
Pneumokok(1)Menurut WHO indikasi utama penggunaan vaksin pneumokok
polisakarida adalah :
Perlindungan terhadap orang tua sehat khususnya yang tinggal di
rumah jompo
Pasien gagal organ kronik
Imunodefisiensi
Pencegahan infeksi berulang pada pasien yang pernah terinfeksi
pneumokok
Anak anak kelompok resiko tinggi misalnya yang dilakukan
splenektomi dan anemia sickle cell
Cara pemberian : suntikan IM atau subkutan (SC)BAB
3KESIMPULAN
Pneumonia adalah salah satu penyakit akibat infeksi parenkim
paru yang dapat menyerang segala usia. Pneumonia paling banyak
disebabkan oleh infeksi bakteri Streptococcus pneumonia dengan
gejala yang muncul seperti demam, batuk berdahak, sesak napas, dan
terkadang disertai nyeri dada.
Pemeriksaan radiologi, dalam hal ini foto thorax konvensional
dan CT Scan menjadi pemeriksaan yang sangat penting pada pneumonia.
Gambaran khas pada pneumonia adalah adanya konsolidasi dengan
adanya gambaran air bronchogram. Namun tidak semua pneumonia
memberikan gambaran khas tersebut. Untuk menentukan etiologi
pneumonia tidak dapat hanya semata-mata menggunakan foto thorax,
melainkan harus dilihat dari riwayat penyakit, dan juga pemeriksaan
laboratorium.
Penatalaksanaan medis pada pneumonia adalah pemberian antibiotik
yang sesuai dengan kuman penyebab pneumonia disamping terapi
supportif lainnya. Prognosis pneumonia secara umum baik jika
mendapat terapi antibiotik yang adekuat, faktor predisposisi pasien
dan ada tidaknya komplikasi yang menyertai.
Dengan adanya terapi sulih, dapat mempersingkat masa perawatan
di rumah sakit, mengurangi biaya perawatan dan mencegah infeksi
nosokomial. Perubahan ini dapat diberikan secara sequential (obat
sama, potensi sama), switch over ( obat berbeda, potensi sama), dan
step down ( obat sama atau berbeda, potensi lebih rendah). Terapi
sulih biasa dimulai pada hari ke 4.
Kriteria untuk perubahan obat suntik ke oral pada pneumonia
komuniti : Tidak ada indikasi untuk pemberian suntikan lagi Tidak
ada kelainan pada penyerapan saluran cerna
Penderita sudah tidak panas 8 jam
Gejala klinik membaik (mis : frekuensi pernapasan, batuk)
Leukosit menuju normal/normalterapi sulih pada pneumonia komuniti
yakni pasien harus stabil secara klinis, criteria stabilitas
meliputi : 1. Temp 37,8 C, Kesadaran baik
2. Denyut jantung 100 denyut / menit,
3. Respirasi rate 24 napas / menit
4. Tekanan darah sistolik 90 mmHg
5. Saturasi O2 arteri 90% atau pO2 60 mmHg pada ruang udara,
6. Kemampuan untuk mengambil asupan oral.
7. status mental yang normalTerapi sulih dapat dilakukan dengan
berbagai antibiotik oral. Berbagai antibiotik dapat dilakukan sulih
dari iv ke oral.Terapi sulih terbukti berhasil dilakukan pada
pemakaian levofloksasin, karena Levofloksasin mempunyai
bioequivalen yang sama antara sediaan iv maupun sediaan oral. Hal
ini memungkinkan untuk dilakukan terapi sulih dengan obat dan dosis
yang sama. Keberhasilan klinis dilaporkan mencapai 94,1%.Dapat
disimpulkan bahwa levofloksasin 750 mg memiliki rasio AUC:MIC yang
lebih tinggi dibanding Levofloksasin 500 mg sehingga memiliki efek
bakterisidal yang lebih tinggi. Penggunaan dosis 750 mg merupakan
pilihan terapi pada kasus CAP dan terbukti memberikan hasil yang
baik sertamampu mengurangi lama terapi. Levofloksasin dosis tinggi
ini (750 mg) memiliki profil keamanan yang sama dengan dosis 500
mg.
KEPANITERAAN ILMU PENYAKIT DALAM RSPI PROF DR SULIANTI
SAROSOFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
PERIODE 18 Mei -25 Juni 2015Page 41