Top Banner
REFERAT PIELONEFRITIS KRONIK Di Susun Oleh : NAMA : Riana Suwarni NIM : I 11108049 Pembimbing : dr. Bambang Sri Nugroho, Sp.PD SMF PENYAKIT DALAM RSUD DR.SOEDARSO FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TANJUNGPURA PONTIANAK 2014
19

Referat Pielonefritis Kronik

Dec 27, 2015

Download

Documents

Riana Suwarni

Pielonefritis, Pielonefritis kronik, Chronic Pyelonephritis, Chronic nephritis interstitial, obstruktif uropathy, vesicoureteral reflux, refluks vesikoureter,
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Referat Pielonefritis Kronik

REFERAT

PIELONEFRITIS KRONIK

Di Susun Oleh :

NAMA : Riana Suwarni

NIM : I 11108049

Pembimbing :

dr. Bambang Sri Nugroho, Sp.PD

SMF PENYAKIT DALAM RSUD DR.SOEDARSOFAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS TANJUNGPURA PONTIANAK2014

Page 2: Referat Pielonefritis Kronik

LEMBAR PENGESAHAN

Sebagai salah satu syarat menyelesaiknan Kepaniteraan Klinik Madya

di SMF Penyakit Dalam RSUD dr.Soedarso

Pembimbing

dr. Bambang Sri Nugroho, Sp.PD

Mahasiswa

Riana Suwarni

NIM. I11108049

Page 3: Referat Pielonefritis Kronik

1

BAB I

PENDAHULUAN

Pielonefritis kronik merupakan penyakit infeksi kronik pada ginjal yang

disebabkan oleh infeksi berulang pada ginjal yang memicu terjadinya perubahan

struktur ginjal berupa fibrosis (pembentukan jaringan parut) pada korteks dan

perubahan bentuk kaliks ginjal dan atrofi ginjal (Fuller, 2009; Suzanne, et al., 2010;

McCance, 2014).

Pielonefritis kronik lebih sering terjadi pada wanita. Faktor resiko pielonefritis

meningkat pada pasien dengan kelainan anatomi seperti refluks vesika urinaria,

obstruksi traktus urinarius, infeksi saluran kemih berulang, penyakit ginjal, trauma

ginjal, kehamilan, gangguan metabolisme seperti diabetes mellitus. Resiko

penyakit meningkat pada pasien dengan penggunaan kateter (Dillon, 1998).

Pielonefritis kronik merupakan penyebab terjadinya gagal ginjal kronik yang

mungkin membutuhkan terapi pengganti ginjal seperti transplantasi atau dialisis.

Sebanyak 25% kasus gagal ginjal kronik disebabkan oleh pielonefritis kronik

(Fuller, 2009; Suzanne, et al., 2010; McCance, 2014).

Page 4: Referat Pielonefritis Kronik

2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi

Ginjal adalah sepasang organ saluran kemih yang terletak di rongga

retroperitoneal bagian atas. Bentuknya menyerupai kacang dengan sisi cekungnya

menghadap ke medial. Pada sisi ini terdapat hilus ginjal yaitu tempat struktur-

struktur pembuluh darah, sistem limfatik, sistem saraf dan ureter menuju dan

meninggalkan ginjal. Ginjal terletak di antara vertebra thoracica terakhir hingga

vertebra lumbal ke-3, dan dilindungi oleh tulang iga ke-11 dan ke-12. Ginjal

sebelah kanan lebih rendah dibandingkan ginjal sebelah kiri (Purnomo, 2009;

Tortora, 2009).

Ginjal dibungkus oleh jaringan fibrosa tipis yang disebut kapsula fibrosa. Di

bagian luar kapsul ini terdapat jaringan lemak perirenal. Di sebelah kranial ginjal

terdapat kelenjar anak ginjal atau glandula adrenal/ suprarenal yang berwarna

kuning. Kelenjar adrenal bersama-sama dengan ginjal dan jaringan lemak perirenal

dibungkus oleh fasia Gerota. Diluar fasia gerota terdapat jaringan lemak

retroperitoneal yang disebut sebagai lemak pararenal (Purnomo, 2009).

Gambar 1. Rongga perirenal dan pararenal yang membatasi ginjal

Page 5: Referat Pielonefritis Kronik

3

Secara anatomis, ginjal terbagi menjadi 2 bagian yaitu korteks dan medulla

ginjal. Medula renalis terdiri atas piramid yang dasarnya menghadap ke korteks dan

bagian apeks (papilla renalis) menghadap ke kaliks ginjal. Sementara korteks ginjal

membentang dari kapsula ginjal menuju ke basis piramid dan masuk di antara

piramid di medula ginjal (renal column). Korteks ginjal dan medula ginjal disebut

sebagai parenkim ginjal (Tortora, 2009).

Di dalam parenkim ginjal terdapat nefron yang merupakan unit fungsional

terkecil dari ginjal yang terdiri atas glomerulus, tubulus kontortus proksimalis,

tubulus kontortus distalis, dan duktus kolegentes. Darah yang membawa sisa-sisa

hasil metabolisme tubuh difiltrasi (disaring) di dalam glomeruli kemudian di tubuli

ginjal, beberapa zat yang masih diperlukan tubuh mengalami reabsorbsi dan zat-

zat hasil sisa metabolisme mengalami sekresi bersama air membentuk urine. Urine

yang terbentuk di dalam nefron disalurkan melalui piramida ke sistem pelvikalises

ginjal untuk kemudian disalurkan ke dalam ureter. Sistem pelvikalises ginjal terdiri

atas kaliks minor, infundibulum, kaliks major, dan pielum/pelvis renalis. Mukosa

sistem pelvikalises terdiri atas epitel transisional dan dindingnya terdiri atas otot

polos yang mampu berkontraksi untuk mengalirkan urine sampai ke ureter

(Purnomo, 2009).

Page 6: Referat Pielonefritis Kronik

4

Gambar 2. Penampang ginjal dan nefron

B. Pielonefritis

Pielonefritis merupakan infeksi bakterial yang menyebabkan peradangan di

pelvis, tubulus dan jaringan interstitial dari satu atau dua ginjal. Pielonefritis hampir

selalu berkaitan dengan infeksi saluran kemih bawah (Kumar, 2007; Suzanne, et

al., 2010).

Pielonefritis dibedakan menjadi dua, yakni pielonefritis akut dan pielonefritis

kronik. Pielonefritis akut merupakan suatu infeksi bakterial akut yang terjadi pada

kaliks, pelvis, dan korteks ginjal (Abraham, 2013).

Pielonefritis kronik merupakan penyakit infeksi kronik pada ginjal yang

disebabkan oleh infeksi berulang pada ginjal yang memicu terjadinya perubahan

struktur ginjal berupa fibrosis (pembentukan jaringan parut) pada korteks,

perubahan bentuk kaliks ginjal dan atrofi ginjal. Pielonefritis kronik merupakan

penyebab terjadinya gagal ginjal kronik yang mungkin membutuhkan terapi

pengganti ginjal seperti transplantasi atau dialisis. Sebanyak 25% kasus gagal ginjal

kronik disebabkan oleh pielonefritis kronik (Fuller, 2009; Suzanne, et al., 2010;

McCance, 2014).

Page 7: Referat Pielonefritis Kronik

5

C. Faktor Resiko

Pielonefritis kronik dapat terjadi pada orang dewasa maupun anak-anak,

namun lebih sering terjadi pada anak-anak. Lebih sering mengenai orang berkulit

putih dibandingkan kulit hitam dan lebih sering mengenai wanita daripada pria.

Faktor resiko pielonefritis meningkat pada pasien dengan kelainan anatomi seperti

refluks vesika urinaria, obstruksi traktus urinarius, infeksi saluran kemih berulang,

penyakit ginjal, trauma ginjal, kehamilan, gangguan metabolisme seperti diabetes

mellitus, juga pada pasien yang menggunakan kateter, terutama pada wanita tua

(Dillon, 1998).

D. Rute Infeksi

Organisme utama penyebab pielonefritis adalah batang gram-negatif enterik.

Escherichia coli merupakan organisme tersering. Organisme penting lainnya

adalah spesies Proteus, Klebsiella, Enterobacter, dan Pseudomonas. Kuman ini

biasanya menyebabkan infeksi rekuren, terutama pada pasien yang menjalani

manipulasi saluran kemih atau mengidap anomali saluran kemih bawah kongenital

atau didapat (Kumar, 2007).

Terdapat dua rute yang dapat ditempuh bakteri untuk mencapai ginjal: melalui

aliran darah dari arteri renalis (hematogen) dan dari saluran kemih bawah

(asendens). Infeksi asendens dari saluran kemih bawah merupakan rute tersering

dan terpenting bagi bakteri untuk mencapai ginjal (Kumar, 2007).

Infeksi asendens bakteri pada traktus urinarius diawali dengan aliran retrograd

dari feses melalui perineum ke uretra. Terjadi perlekatan bakteri ke permukaan

mukosa, diikuti oleh kolonisasi bakteri di uretra bagian distal. Dari sini organisme

memperoleh akses ke kandung kemih dengan pertumbuhan ekspansif koloni.

Instrumentasi uretra, termasuk kateterisasi dan sistoskopi, juga menjadi salah satu

akses bakteri ke kandung kemih. Tanpa instrumentasi, UTI paling sering mengenai

perempuan, karena letak uretra yang dekat dengan rektum, bakteri enterik mudah

melakukan kolonisasi. Selain itu, uretra yang pendek, dan trauma uretra saat

hubungan kelamin, mempermudah masuknya bakteri ke dalam kandung kemih

(Smith, 2007; Kumar, 2007; Suzanne, et al., 2010).

Page 8: Referat Pielonefritis Kronik

6

Gambar 3. Rute infeksi bakteri pada ginjal

E. Etiologi Pielonefritis Kronik

Mekanisme tersering penyebab pielonefritis kronik adalah akibat pielonefritis

akut berulang, obstruktif kronik dan refluks kronik (Kumar, 2007; Kathryn, 2009).

Obstruksi kronik. Biasanya urine kandung kemih steril, karena sifat

antimikroba mukosa kandung kemih dan karena efek pembilasan yang ditimbulkan

oleh proses berkemih secara periodik. Pada obstruksi aliran keluar atau disfungsi

kandung kemih, mekanisme pertahanan alami kandung kemih terganggu sehingga

ISK mudah terjadi. Obstruksi setinggi kandung kemih menyebabkan pengosongan

yang inkomplit dan peningkatan volume urine sisa sehingga terjadi stasis urine.

Stasis urine menyebabkan bakteri yang masuk ke dalam kandung kemih dapat

berkembang biak tanpa gangguan, tanpa mengalami pembilasan atau dihancurkan

oleh dinding kandung kemih. Dari urine kandung kemih yang tercermar, bakteri

naik di sepanjang ureter untuk menginfeksi pelvis dan parenkim ginjal. Dari duktus

Page 9: Referat Pielonefritis Kronik

7

koligentes, bakteri memperoleh akses ke jaringan interstitial dan tubulus lainnya di

ginjal. Oleh karena itu, pielonefritis sering terjadi pada pasien dengan obstruksi

saluran kemih, seperti akibat hipertrofi prostat jinak dan prolaps uterus (Kumar,

2007). Tumor vesika urinaria, striktur, hiperplasia prostat jinak (BPH), dan batu

traktus uriaria merupakan faktor yang berpotensial menyebabkan obstruksi yang

akhirnya menyebabkan infeksi (Suzanne, et al., 2010).

Refluks kronik. Bakteri pada vesika urinaria umumnya tidak memiliki akses

ke ginjal. Insersi normal ureter ke dalam kandung kemih merupakan suatu katup

kompeten satu-arah dengan sudut insersi yang tajam yang mencegah aliran urine

retrograd, terutama saat berkemih dimana tekanan intravesika meningkat. Pada

beberapa individu, insersi ureter dengan vesika urinaria memiliki sudut yang lebih

tegak lurus, sehingga pada saat miksi dimana tekanan intravesika meningkat, urine

terdorong ke ginjal melalui orifisium ureter yang tidak tertutup (refluks

vesikoureter (vesicoureteral reflux), VUR) (Kumar, 2007).

Vesicoureteral reflux terdapat pada 35% sampai 45% anak dengan ISK.

Vesicoureteral reflux biasanya merupakan cacat kongenital yang menyebabkan

inkompetensi katup ureterovesika. Vesicoureteral reflux juga dapat merupakan

kelainan didapat pada pasien dengan kandung kemih yang kendur akibat cedera

medula spinalis. Efek VUR serupa dengan efek suatu obstruksi yaitu bahwa setelah

berkemih akan terdapat sisa urine dalam saluran kemih yang memudahkan

pertumbuhan bakteri. Selain itu, VUR menjadi mekanisme yang mendorong urine

dari kandung kemih yang terinfeksi ke atas menuju pelvis ginjal lalu ke parenkim

ginjal melalui duktus yang terbuka di ujung papila (refluks intrarenal) (Kumar,

2007; Rubin, 2009).

Papila pada kaliks renal normal berbentuk cembung sehingga mencegah

terjadinya refluks urine intrarenal. Pada obstruksi, terjadi peningkatan tekanan oleh

urine yang berkepanjangan, papila kaliks renal akan berubah menjadi cekung yang

menyebabkan terjadinya refluks intrarenal.

Page 10: Referat Pielonefritis Kronik

8

Gambar 4. Insersi ureter-vesika urinaria normal (kiri) dan inkompeten (kanan)

Gambar 5. Papila renal normal (simpel papila) berbentuk cembung (kiri) dan papila renal akibat

obstruksi (compound papila) berbentuk cekung (kanan) yang memudahkan terjadinya refluks

intrarenal

Page 11: Referat Pielonefritis Kronik

9

F. Patogenesis

Setelah terjadi inokulasi di parenkim ginjal, akan terjadi respon hebat yang

memicu terjadinya kerusakan jaringan akibat iskemia fokal dan efek langsung

akibat toksin yang dilepaskan. Respon inflamasi akan merangsang migrasi sel

granulosit ke area infeksi. Kumpulan sel-sel ini selanjutnya menyebabkan obstruksi

pada arteriole dan kapiler peritubuler. Edema interstitial yang menyertai proses

inflamasi akan menyebabkan kompresi pada kapiler peritubular, glomerulus dan

arteriole medula, yang berkontribusi terhadap iskemia fokal dan cedera tubular

(Smith, 2007).

Mekanisme kedua, cedera tubular disebabkan oleh produksi superoksida

selama proses reperfusi jaringan dan dengan dilepaskannya lisozim setelah

granulosit memfagosit bakteri yang menginvasi. Radikal bebas oksigen

menghasilkan peroksida dan enzim toksik yang dilepaskan oleh granulosit

merupakan substansi dekstruktif yang tidak hanya membunuh bakteri namun juga

merusak epitel tubulus. Sel tubular yang mati akan menyebabkan proses inflamasi

ke dalam jaringan interstitial yang akan memperburuk kerusakan yang sedang

terjadi. Hasil ini pada akhirnya dapat menyababkan cedera parenkim yang bersifat

permanen atau pembentukan jaringan parut disertai atrofi tubulus dan fibrosis

interstitial (Smith, 2007).

G. Patologi

Pielonefritis kronik dapat melibatkan satu atau dua ginjal. Apabila terjadi

secara bilateral, kedua ginjal tidak sama parahnya terkena sehingga tidak

mengalami kontraksi yang setara. Ukuran ginjal yang mengalami pielonefritis

biasanya mengecil, permukaan ginjal tak beraturan akibat jaringan parut yang

terbentuk. Jaringan parut tampak seperti depresi berbentuk huruf U. Terdapat

dilatasi pelvis dan kaliks yang tumpul (Mohan, 2007; Kumar, 2007).

Page 12: Referat Pielonefritis Kronik

10

Gambar 6. Gross anatomi ginjal dengan pielonefrtis kronik (A) Permukaan korteks mengandung

jaringan parut yang ireguler; (B) Terdapat dilatasi kaliks akibat inflamasi destruksi pada papila

dengan atrofi dan jaringan parut pada korteks di atasnya

Pada pieloneftiris kronik akibat obstruksi kronik, semua kaliks dan pelvis

renalis mengalami dilatasi, dan parenkim mengalami penipisan yang seragam

akibat pembentukan jaringan parut. Sementara pada pielonefritis akibat VUR,

dilatasi lebih sering terjadi pada kaliks renalis bagian kutub atas maupun bawah

ginjal disertai dengan pembentukan jaringan parut pada parenkim yang berada di

atas kaliks tersebut (Rubin, 2009).

Gambar 6. Pielonefritis kronik; (Kiri) Pielonefritis akibat refluks kronik menyebabkan

pembentukan jaringan parut pada kutub ginjal; (Kanan) Pielonefritis akibat obstruksi kronik

menyebabkan aliran balik dengan tekanan tinggi dan infeksi pada semua papila menyebabkan

pembentukan jaringan parut dan penipisan korteks secara difus

Page 13: Referat Pielonefritis Kronik

11

Kelainan mikroskopik berupa:

1. Fibrosis interstitium yang tidak merata dan sebukan limfosit, sel plasma, dan

kadang-kadang neutrofil,

2. Dilatasi dan kontraksi tubulus, disertai atrofi epitel yang melapisinya. Banyak

tubulus yang melebar berisi silinder positif-PAS seperti kaca berwarna merah

muda sampai biru yang dikenal sebagai silinder koloid. Gambaran ini mirip

dengan kelenjar tiroid sehingga muncul nama deskriptif tiroidisasi. Di dalam

tubulus sering ditemukan neutrofil.

3. Dilatasi pada pelvis dan kaliks renalis. Terdapat peradangan kronis dan fibrosis

yang mengenai dinding dan mukosa kaliks.

4. Walaupun glomerulus mungkin normal, pada sebagian besar kasus ditemukan

glomerulosklerosis di bagian yang parenkim ginjalnya relatif baik.

Gambar 7. Histopatologi ginjal dengan pielonefritis kronik; Terdapat atrofi tubulus, dilatasi

tubulus dengan cast colloid di dalamnya, tubulus dikelilingi oleh jaringan fibrosa dan reaksi

inflamasi kronik, dinding pembuluh darah mengalami penebalan dan terdapat fibrosis

periglomerular

Page 14: Referat Pielonefritis Kronik

12

H. Gejala dan Tanda Pielonefritis Kronik

Gejala awal pielonefritis kronik sering tidak jelas. Pasien dengan pielonefritis

kronik sering didiagnosis ketika pasien mengalami gangguan fungsi ginjal akibat

kerusakan ginjal. Gejala yang terjadi pada tahap ini sama dengan gejala gagal ginjal

kronik berupa hilangnya nafsu makan, penurunan berat badan, hipertensi dan

anemia. Terdapat ganggguan kemampuan konversi sodium, hiperkalemia, asidosis

metabolik akibat gangguan fungsi tubulus. Resiko dehidrasi harus dipertimbangkan

apabila terdapat gangguan konsentrasi urine (Kathryn, 2009; Dunphy, LN, 2011;

Abraham, 2013).

Jika pielonefritis kronik pada pasien dianggap sebagai hasil dari episode

pielonefritis akut yang berulang, akan didapatkan riwayat demam intermiten, nyeri

panggul, dan disuria. Gejala lainnya meliputi gejala frekuensi, nokturia, poliuria.

Bakteriuria dan piuria, tanda infeksi saluran urinarius, tidak dapat dijadikan tolak

ukur infeksi ginjal. Pasien dengan infeksi pada ginjal dapat memiliki urine yang

steril jika ureter mengalami obstruksi atau jika infeksi berada di luar traktus

urinarius. Pemeriksaan fisik pada pasien dengan pielonefritis kronik memiliki

gejala yang minimal atau gejala yang mirip dengan gejala pielonefritis akut

(Gillenwaters et al., 2002; Kathryn, 2009; Dunphy, 2011).

I. Pemeriksaan penunjang

Laboratorium. Pada pemerisaan laboratorium mungkin ditemukan gejaa

gagal ginjal kronik dengan peningkatan Blood Urea Nitrogen (BUN) dan kreatinin.

Dapat juga dijumpai hiponatremia, hiperkalemia, dan asidosis (Dillon, 1998).

Urinalisis. Jika dicurigai adanya infeksi pada ginjal, perlu dilakukan kultur

sampel urin tengah (midstream) untuk menentukan jumlah dan spesies bakteri pada

urin. Lakukan uji sensitivitas antibiotik terhadap bakteri tersebut. Sampel urin juga

diperiksa apakah terdapat sel darah merah atau pus (hematuria atau piuria). Dapat

juga ditemukan adanya protein dalam urin (proteinuria, albuminuria) (Dillon,

1998).

Intravena Pielografi. Gambaran pielografi berupa bentuk ginjal yang asimetri

dan irregular, kaliks ginjal yang berdilatasi dengan tepi yang tumpul dan jaringan

Page 15: Referat Pielonefritis Kronik

13

parut pada korteks ginjal yang terletak di atas papila. Biasanya lesi ini unilateral,

namun dapat juga ditemukan lesi bilateral. Ketebalan parenkim berkurang, terdapat

hipertrofi fokal pada daerah yang tidak mengalami fibrosis sebagai akibat

kompensasi (Gillenwaters et al., 2002).

Ultrasonografi. Menunjukkan kaliks ginjal yang bundar dan terdilatasi dengan

korteks yang mengalami fibrosis atau atrofi. Jika pielonefritis bersifat unilateral,

maka hipertrofi kompensatorik dapat dilihat pada ginjal kontralateral (Gillenwaters

et al., 2002).

CT-Scan. Terlihat jaringan parut parenkim fokal yang menutupi kaliks ginjal

yang mengalami dilatasi (Gillenwaters et al., 2002).

Gambar 8. Intravena Pielografi; Ginjal kanan yang kecil yang disertai penumpulan kaliks pada

pielonefritis kronis

Gambar 9. CT-Scan; Scarring pada tepi ginjal kiri dengan kalsifikasi.

Page 16: Referat Pielonefritis Kronik

14

J. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pieloneritis kronik dilakukan dengan mengatasi infeksi yang

sedang terjadi dan mengoreksi faktor yang mendasari penyakit. Penatalaksanaan

infeksi yang sedang terjadi harus berdasarkan uji kerentanan antimikroba dan

memilih obat yang dapat mencapai konsentrasi bakterisidal di dalam urine dan tidak

bersifat nefrotoksik. Durasi terapi antimikrobial diperpanjang hingga jangka waktu

maksimal. Terapi antibiotik jangka panjang sebagai profilaksis dapat membatasi

rekurensi penyakit dan fibrosis ginjal (Gillenwaters et al., 2002).

Obat-obatan yang dapat digunakan adalah TMP-SMX (Bactrim), doxycycline

(Vibramycin) dan kuinolon. TMP-SMX diberikan 2 kali sehari selama 4 – 6

minggu. Doksisiklin 2 x 200 mg selama 3 hari, kemudian 2 x 100 mg selama 4 – 6

minggu. Golongan kuinolon yang dapat digunakan adalah ciprofloxacin XR (per

oral/ PO) 1 x 1000 mg, atau ciprofloxacin 2 x 400 mg intravena (IV), atau

levofloxacin 2 x 500 mg IV. Kuinolon PO atau IV + PO diberikan selama 2 – 4

minggu. Pada pemberian intravena, apabila pasien sudah bisa menerima terapi

secara oral, maka terapi intravena harus segera diganti dengan terapi oral

(biasanya<72 jam). Kultur urin sebagai evaluasi perlu dilakukan 1 minggu setelah

pengobatan selesai (Dillon, 1998; Suzanne, et al., 2010; Kellerman, 2011).

Jika memungkinkan, kelainan struktural perlu di koreksi. Operasi mungkin

dibutuhkan untuk menghilangkan obstruksi atau memperbaiki striktur. Berbagai

prosedur operasi dapat dilakukan tergantung pada kelainan yang mendasari. Pada

refluks vesikoureter dapat dilakukan operasi reimplantasi ureter (Dillon, 1998).

Seperti bentuk cedera lain pada ginjal, sekali terjadi atrofi tubulus dan fibrosis

interstitial berkembang, hanya sedikit yang dapat dilakukan agar perjalan penyakit

tidak berkembang menjadi insufisiensi ginjal kronik dan penyakit gagal ginjal

kronik. Apabila terdapat hipertensi dapat diberikan antihipertensi. Jika terdapat

gagal ginjal kronik, maka terapi diberikan sesuai dengan terapi gagal ginjal kronik.

(Dillon, 1998; Abraham, 2013).

Page 17: Referat Pielonefritis Kronik

15

K. Komplikasi

Komplikasi dari pielonefritis kronik adalah kerusakan ginjal progresif

menyebabkan gagal ginjal kronik (akibat hilangnya nefron secara progresif

sekunder terhadap inflamasi dan fibrosis), infeksi rekuren akibat resistensi bakteri,

dan hipertensi (Suzanne, et al., 2010)

Page 18: Referat Pielonefritis Kronik

16

BAB III

KESIMPULAN

1. Pielonefritis merupakan infeksi bakterial yang menyebabkan peradangan di

pelvis, tubulus dan jaringan interstitial dari satu atau dua ginjal.

2. Pielonefritis dibedakan menjadi dua, yakni pielonefritis akut dan pielonefritis

kronik.

3. Pielonefritis kronik merupakan penyakit infeksi kronik pada ginjal yang

disebabkan oleh infeksi berulang pada ginjal yang memicu terjadinya

perubahan struktur ginjal berupa fibrosis (pembentukan jaringan parut) pada

korteks dan perubahan bentuk kaliks ginjal dan atrofi ginjal.

4. Rute infeksi pada pielonefritis dapat terjadi secara hematogen atau melalui

infeksi asending

5. Bakteri tersering penyebab pielonefritis adalah Escherechia coli

6. Faktor penyebab tersering pielonefritis kronik adalah obstruksi kronik dan

refluks vesikoureter.

7. Gejala pielonefritik kronik sering asimptomatik hingga terjadi gagal ginjal

kronik. Apabila pielonefritik kronik disebabkan oleh pielonefritik akut

berulang, maka akan didapatkan riwayat demam intermiten, nyeri panggul,

dan disuria.

8. Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan dengan urinalisis, laboratorium,

intravena pielografi, CT-scan, dan USG.

9. Penatalaksanaan dilakukan dengan pemberian antibiotik yang sensitif

terhadap bakteri yang dikultur dan mengatasi faktor yang mendasari seperti

obstruksi dan refluks vesikoureter. Apabila telah terjadi gagal ginjal kronik,

maka terapi disesuaikan dengan terapi gagal ginjal kronik

10. Komplikasi pielonefritis berupa gagal ginjal kronik dan hipertensi.

Page 19: Referat Pielonefritis Kronik

17

DAFTAR PUSTAKA

Abraham, N. A., Donna JL, 2013, Practical Renal Pathology : A DiagnosticApproach, United States of America : Saunders Elsevier.

Dillon, M. J., and C. D. Goonasekera. 1998. "Reflux Nephropathy." ClinicalJournal of the American Society and Nephrology 9 : 2377-2383; tersedia dihttps://www.mdguidelines.com/pyelonephritis-chronic

Dunphy, L. N., 2011, Primary Care: The Art and Science of Advanced PracticeNursing, United Stated of America : Davids Company.

Fuller, K., Catherine C. G., 2009, Pathology: Implication For The PhysicalTherapist, United Stated of America : Saunders Elsevier

Gillenwaters et al., 2002, Adult and Pediatric Urology, Volume 1, Edisi ke IV,Philadelphia : Lippincott Williams and Wilkins.

Kathryn, L., 2009, Pathophysiology : The Biologic Basis for Disease in Childrenand Adult, United Stated of America: Elsevier.

Kellerman, Rakel dan Rope, 2011, Conn’s Current Therapy 2011, United States ofAmerica: Saunders Elsevier.

Kumar,V., Ramzi S. C., Stanley L. B., 2007, Robbins Buku Ajar Patologi Edisi 7,Jakarta: EGC

McCance, K. L. and Sue E. H., 2014, Pathophysiology: The Biologic Basis forDisease in Children and Adult, Seventh Edition, Canada: Elsevier.

Purnomo, B.B., 2009, Dasar-Dasar Urologi, Edisi Kedua, Jakarta: CV Sagung Seto

Mohan, H, 2007, Essential Pathology for Dental Students, India: Jitendar P Vij

Rubin, 2009, Rubin’s Pathology, 5th Edition, United Stated of America: LippincottWilliams and Wilkins

Smith, 2007, Pyelonephritis, Renal Scarring, and Reflux Nephropathy: A PediatricUrologist’s Prespective, Atlanta: Springer.

Suzanne, et al., 2010, Brunnerand Suddarth’s Textbooks of Medical Nursing, USA:Lippincott Williams and Wilkins.

Tortora, G. J. Dan Bryan D., 2009, Principles of Anatomy and Physiology, USA:John Wiley Ana Son’s Inc