BAB IPENDAHULUAN
Medulla spinalis merupakan satu kumpulan saraf-saraf yang
terhubung ke susunan saraf pusat yang berjalan sepanjang kanalis
spinalis yang dibentuk oleh tulang vertebra. Ketika terjadi
kerusakan pada medulla spinalis, masukan sensoris, gerakan dari
bagian tertentu dari tubuh dan fungsi involunter seperti pernapasan
dapat terganggu atau hilang sama sekali. Ketika gangguan sementara
ataupun permanen terjadi akibat dari kerusakan pada medulla
spinalis, kondisi ini disebut sebagai cedera medulla spinalis.
Trauma medulla spinali adalah cedera pada tulang belakang baik
langsung maupun tidak langsung, yang menyebabkan lesi di medulla
spinalis sehingga menimbulkan gangguan neurologis, dapat
menyebabkan kecacatan menetap atau kematian.1Trauma atau cedera
medulla spinalis merupakan salah satu penyebab gangguan fungsi
saraf yang sering menimbulkan kecacatan permanen pada usia muda.
Kelainan yang lebih banyak dijumpai pada usia produktif ini
seringkali mengakibatkan penderita harus terbaring di tempat tidur
atau duduk di kursi roda karena tetraplegia atau paraplegia.Data
epidemiologik dari berbagai negara menyebutkan bahwa angka kejadian
(insidensi) trauma ini sekitar 11,5 53,4 kasus per 100.000 penduduk
tiap tahunnya. Belum termasuk dalam data tersebut jumlah penderita
yang meninggal pada saat terjadinya cedera akut (Islam, 2006).
Sedangkan 40% trauma spinal ini disebabkan kecelakaan lalu lintas,
20% jatuh, 40% luka tembak, olahraga, kecelakaan kerja. Lokasi
trauma dislokasi cervical paling sering pada C2 diikuti dengan C5
dan C6 terutama pada usia dekade 3 (Japardi, 2002).
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
II.1 Anatomi Medulla Spinalis dan DermatomMedulla Spinalis
merupakan bagian dari Susunan Saraf Pusat. Terbentang dari foramen
magnum sampai dengan L1. Medulla spinalis terletak di canalis
vertebralis, dan dibungkus oleh tiga meningens yaitu duramater,
arakhnoid dan piamater. Saraf Spinal dilindungi oleh tulang
vertebra, ligament, meningen spinal dan juga cairan LCS (liquor
cerebro spinal). LCS mengelilingi medulla spinalis di dalam ruang
subarachnoid. Bagian superior dimulai dari bagian foramen magnum
pada tengkorak, tempat bergabungnya dengan medulla oblongata.
Medulla spinalis berakhir di inferior di region lumbal. Dibawah
medulla spinalis menipis menjadi konus medullaris dari ujungnya
yang merupakan lanjutan piamater, yaitu fillum terminale yang
berjalan kebawah dan melekat dibagian belakang os coccygea. Akar
saraf lumbal dan sakral terkumpul yang disebut denganCauda Equina.
Setiap pasangan saraf keluar melaluiforamen intervertebral. Saraf
Spinal dilindungi oleh tulang vertebra dan ligamen dan juga oleh
meningen spinal dan LCS (liquor cerebrospinal).3-6
Gambar 1. Anatomi Medulla spinalis4Disepanjang medulla spinalis
melekat 31 pasang saraf spinal melalui radix anterior atau radix
motorik dan radix posterior atau radix sensorik. Masing-masing
radix melekat pada medulla spinalis melalui fila radikularia yang
membentang disepanjang segmen-segmen medulla spinalis yang sesuai.
Masing-masing radix saraf memiliki sebuah ganglion radix posterior,
yaitu sel-sel yang membentuk serabut saraf pusat dan tepi. 31
pasang saraf spinal diantaranya yaitu : 3-6a. 8 pasang saraf
servikal,b. 12 pasang saraf torakal,c. 5 pasang saraf lumbal,d. 5
pasang saraf sakral dane. 1 pasang saraf koksigeal. Gambar 1. 31
pasang saraf spinal.4
Struktur medulla spinalis terdiri dari substansi abu abu
(substansia grisea) yang dikelilingi substansia putih (substansia
alba). Pada potongan melintang, substansia grisea terlihat seperti
huruf H dengan kolumna atau kornu anterior atau posterior
substansia grisea yang dihubungkan dengan commisura grisea yang
tipis. Didalamnya terdapat canalis centralis yang kecil. Keluar
dari medulla spinalis merupakan akar ventral dan dorsal dari saraf
spinal. Substansi grisea mengandung badan sel dan dendrit dan
neuron efferen, akson tak bermyelin, saraf sensoris dan motoris dan
akson terminal dari neuron. Bagian Posterior sebagai input atau
afferent, anterior sebagai Output atau efferent, comissura grisea
untuk refleks silang dan substansi alba merupakan kumpulan serat
saraf bermyelin.
Fungsi medulla spinalis:3-6a. Pusat gerakan otot tubuh terbesar
yaitu di kornu motorik atau kornu ventralis.b. Mengurus kegiatan
refleks spinalis dan refleks tungkai, Refleks merupakan respon
bawah sadar terhadap adanya suatu stimulus internal ataupun
eksternal untuk mempertahankan keadaan seimbang dari tubuh. Refleks
yang melibatkan otot rangka disebut dengan refleks somatis dan
refleks yang melibatkan otot polos, otot jantung atau kelenjar
disebut refleks otonom atau visceral.c. Menghantarkan rangsangan
koordinasi otot dan sendi menuju cerebellum.d. Mengadakan
komunikasi antara otak dengan semua bagian tubuh. Fungsi lengkung
refleks: 3-6a. Reseptor: penerima rangsang. b. Aferen: sel saraf
yang mengantarkan impuls dari reseptor ke sistem saraf pusat (ke
pusat refleks). c. Pusat reflex: area di sistem saraf pusat (di
medulla spinalis: substansia grisea), tempat terjadinya sinap
(hubungan antara neuron dengan neuron dimana terjadi pemindahan
atau penerusan impuls).d. Eferen: sel saraf yang membawa impuls
dari pusat refleks ke sel efektor. Bila sel efektornya berupa otot,
maka eferen disebut juga neuron motorik (sel saraf atau
penggerak).e. Efektor: sel tubuh yang memberikan jawaban terakhir
sebagai jawaban refleks. Dapat berupa sel otot (otot jantung, otot
polos atau otot rangka), sel kelenjar.
DERMATOMBerkaitan dengan masukan sensorik, setiap daerah
spesifik di tubuh yang dipersarafi oleh saraf spinal tertentu
disebut area dermatom. Saraf spinal juga membawa serat-serat yang
bercabang untuk mempersarafi organ-organ dalam, dan kadang-kadang
nyeri yang berasal dari salah satu organ tersebut dialihkan ke
dermatom yang dipersarafi oleh saraf spinal yang sama.7 Gambar 3.
Standard Neurological Clasification of Spinal Cord Injury7
II.2 Pengertian Cedera Medulla SpinalisCedera medulla spinalis
adalah suatu kerusakan pada medulla spinalis akibat trauma atau non
trauma yang akan menimbulkan gangguan pada sistem motorik, sistem
sensorik dan vegetatif. Kelainan motorik yang timbul berupa
kelumpuhan atau gangguan gerak dan fungsi otot-otot, gangguan
sensorik berupa hilangnya sensasi pada area tertentu sesuai dengan
area yang dipersarafi oleh level vertebra yang terkena, serta
gangguan sistem vegetatif berupa gangguan pada fungsi bladder,
bowel dan juga adanya gangguan fungsi seksual.3,7,10
Klasifikasi menurut American Spinal Injury Association:7Grade
AHilangnya seluruh fungsi morotik dan sensorik dibawah tingkat
lesi
Grade BHilangnya seluruh fungsi motorik dan sebagian fungsi
sensorik di bawah tingkat lesi.
Grade CFungsi motorik intak tetapi dengan kekuatan di bawah
3.
Grade DFungsi motorik intak dengan kekuatan motorik di atas atau
sama dengan 3.
Grade EFungsi motorik dan sensorik normal.
Penilaian terhadap gangguan motorik dan sensorik dipergunakan
Frankel Score:3,10 Frankel Score Akehilangan fungsi motorik dan
sensorik lengkap (complete loss).
Frankel Score BFungsi motorik hilang, fungsi sensorik utuh.
Frankel Score CFungsi motorik ada tetapi secara praktis tidak
berguna (dapat menggerakkan tungkai tetapi tidak dapat
berjalan).
Frankel Score DFungsi motorik terganggu (dapat berjalan tetapi
tidak dengan normal gait).
Frankel Score ETidak terdapat gangguan neurologik.
Skala kerusakan berdasarkanAmerican spinal injury
association/International medical society of Paraplegia
(IMSOP)GradeTipeGangguan spinalis ASA/IMSOP
AKomplitTidak ada fungsi sensorik dan motorik sampai S4-5
BInkomplitFungsi sensorik masih baik tapi fungsi motorik
terganggu sampai segmen sacral S4-5
CInkomplitFungsi motoik terganggu dibawah level, tapi otot-otot
motorik utama masih punya kekuatan < 3
DInkomplitFungsi motorik terganggu dibawah level, otot-otot
motorik utamanya punya kekuatan > 3
ENormalFungsi sensorik dan motorik normal
Sedangkan lesi pada medulla spinalis menurut ASIA resived 2000,
terbagi atas:7a. Paraplegi: Suatu gangguan atau hilangnya fungsi
motorik atau dan sensorik karena kerusakan pada segment
thoraco-lumbo-sacral.b. Quadriplegi: Suatu gangguan atau hilangnya
fungsi motorik atau dan sensorik karena kerusakan pada segment
cervikal.Spesifik Level71. C1 C2: Quadriplegia, kemampuan bernafas
(-).2. C3 C4: Quadriplegia, fungsi N. Phrenicus (-), kemampuan
bernafas hilang.3. C5 C6: Quadriplegia, hanya ada gerak kasar
lengan.4. C6 C7: Quadriplegia, gerak biceps (+), gerak triceps
(-).5. C7 C8: Quadriplegia, gerak triceps (+), gerak intrinsic
lengan (-).6. Th1 L1-2: Paraplegia, fungsi lengan (+), gerak
intercostalis tertentu (-), fungsi tungkai (-), fungsi seksual
(-).7. Di bawah L2: Termasuk LMN, fungsi sensorik (-), bladder
& bowel (-), fungsi seksual tergantung radiks yang rusak.
Sindrom cedera medulla spinalis menurut ASIA, yaitu:3,7,9,10Nama
SindromaPola dari lesi sarafKerusakan
Central cord syndromeCedera pada posisi sentral dan sebagian
pada daerah lateral.Dapat sering terjadi pada daerah
servikalMenyebar ke daerah sacral. Kelemahan otot ekstremitas atas
dan ekstremitas bawah
Brown- Sequard SyndromeAnterior dan posterior hemisection dari
medulla spinalis atau cedera akan menghasilkan medulla spinalis
unilateralKehilangan ipsilateral proprioseptif dan kehilangan
fungsi motorik.
Anterior cord syndromeKerusakan pada anterior dari substantia
alba dan substantia grisea medulla spinalisKehilangan fungsi
motorik dan sensorik secara komplit.
Posterior cord syndromeKerusakan pada posterior dari substantia
alba dan substantia grisea medulla spinalisKerusakan proprioseptif
diskriminasi dan getaran. Fungsi motorik juga terganggu
Cauda equine syndromeKerusakan pada saraf lumbal atau sacral
sampai ujung medulla spinalisKerusakan sensori dan lumpuh flaccid
pada ekstremitas bawah dan kontrol berkemih dan defekasi.
II.3 Etiologi Cedera medulla spinalis dapat dibagi menjadi dua
jenis: A. Cedera medulla spinalis traumatik, terjadi ketika
benturan fisik eksternal seperti yang diakibatkan oleh kecelakaan
kendaraan bermotor, jatuh atau kekerasan merusak medulla spinalis.
Sebagai lesi traumatik pada medulla spinalis dengan beragam defisit
motorik dan sensorik atau paralisis. Sesuai dengan American Board
of Physical Medicine and Rehabilitation Examination Outline for
Spinal Cord Injury Medicine, cedera medulla spinalis traumatik
mencakup fraktur, dislokasi dan kontusio dari kolum vertebra.
3,7,9,10B. Cedera medulla spinalis non traumatik, terjadi ketika
kondisi kesehatan seperti penyakit, infeksi atau tumor
mengakibatkan kerusakan pada medulla spinalis, atau kerusakan yang
terjadi pada medulla spinalis yang bukan disebabkan oleh gaya fisik
eksternal. Faktor penyebab dari cedera medulla spinalis mencakup
penyakit motor neuron, myelopati spondilotik, penyakit infeksius
dan inflamatori, penyakit neoplastik, penyakit vaskuler, kondisi
toksik dan metabolik dan gangguan kongenital dan perkembangan.
3,7,9,10
II.4 Faktor RisikoA. Laki-laki lebih banyak dari pada perempuan:
Berdasarkan penelitian di Amerika Serikat, hanya sekitar 20 persen
perempuan yang menderita trauma cedera tulang belakang.3,7,9,10B.
Usia dewasa muda: Banyak terjadi cedera tulang belakang traumatis
pada usia dewasa muda. Kecelakaan kendaraan bermotor merupakan
penyebab utama cedera tulang belakang untuk orang di bawah 65,
sementara jatuh penyebab paling cedera pada orang dewasa yang lebih
tua. 3,7,9,10C. Terlibat dalam perilaku berisiko: Menyelam ke dalam
air terlalu dangkal atau bermain olahraga tanpa mengenakan
peralatan keselamatan yang tepat atau mengambil tindakan pencegahan
yang tepat dapat menyebabkan cedera tulang belakang. 3,7,9,10D.
Memiliki kelainan tulang atau sendi: Sebuah cedera yang relatif
kecil dapat menyebabkan cedera tulang belakang jika Anda memiliki
gangguan lain yang mempengaruhi tulang atau sendi, seperti
arthritis atau osteoporosis. 3,7,9,10II.5 Gejala KlinikJika medulla
spinalis mengalami cedera, maka saraf-saraf yang berada pada daerah
yang mengalami cedera dan yang di bawahnya akan mengalami gangguan
fungsi, yang menyebabkan hilangnya kontrol otot dan juga hilangnya
sensasi.Hilangnya kontrol otot atau sensasi dapat bersifat
sementara atau menetap, sebagian atau menyeluruh, tergantung dari
beratnya cedera yang terjadi. Cedera yang menyebabkan putusnya
medulla spinalis atau merusak jalur jalannya saraf di medulla
spinalis menyebabkan hilangnya fungsi yang menetap, tetapi trauma
tumpul yang mengguncang medulla spinalis dapat menyebabkan
hilangnya fungsi sementara, yaitu bisa sampai beberapa hari,
beberapa minggu, atau beberapa bulan. Hilangnya kontrol otot
sebagian menyebabkan timbulnya kelemahan pada otot. Sedangkan
kontrol otot yang hilang seluruhnya menyebabkan kelumpuhan. Ketika
otot mengalami kelumpuhan, maka otot tersebut seringkali kehilangan
tonus ototnya sehingga menjadi lemas (flaccid). Beberapa minggu
kemudian, kelumpuhan dapat berkembang menjadi spasme otot yang
involunter (tidak disadari) dan lama (paralysis spastik).
3,7,9,10Kerusakan hebat dari medulla spinalis di pertengahan
punggung bisa menyebabkan kelumpuhan pada tungkai, tetapi lengan
masih tetap berfungsi secara normal.Gerakan refleks tertentu yang
tidak dikendalikan oleh otak akan tetap utuh atau bahkan
meningkat.Contohnya, refleks lutut tetap ada atau bahkan meningkat.
Meningkatnya refleks ini dapat menyebabkan spasme pada
tungkai.Refleks yang tetap dipertahankan menyebabkan otot yang
terkena menjadi memendek, sehingga dapat terjadi kelumpuhan
jenisspastik. Otot yang spastik teraba kencang dan keras dan sering
mengalami kedutan. 3,7,9,10Kompresi yang terjadi secara langsung
pada bagian-bagian saraf oleh fragmen-fragmen tulang, ataupun
rusaknya ligamen-ligamen pada sistem saraf pusat dan perifer.
Pembuluh darah rusak dan dapat menyebabkan iskemik.Ruptur axon dan
sel membran neuron bisa juga terjadi. Mikrohemoragik terjadi dalam
beberapa menit di substansia grisea dan meluas beberapa jam
kemudian sehingga perdarahan masif dapat terjadi dalam beberapa
menit kemudian. 3,7,9,10
Sesaat setelah trauma, fungsi motorik dibawah tingkat lesi
hilang, otot flaksid, reflex hilang, paralisis atonik vesika
urinaria dan kolon, atonia gaster dan hipestesia. Juga dibawah
tingkat lesi dijumpai hilangnya tonus vasomotor, keringat dan
piloereksi serta fungsi seksual. Kulit menjadi kering dan pucat
serta ulkus dapat timbul pada daerah yang mendapat penekanan
tulang. Spingter vesika urinaria dan anus dalam keadaan kontraksi
(disebabkan oleh hilangnya inhibisi dari pusat sistem saraf pusat
yang lebih tinggi.3,7,9,10 Apabila medulla spinalis cedera secara
komplit dengan tiba-tiba, maka tiga fungsi yang terganggu antara
lain seluruh gerak, seluruh sensasi dan seluruh refleks pada bagian
tubuh di bawah lesi. Keadaan yang seluruh refleks hilang baik
refleks tendon, refleks autonomic disebut spinal shock. Kondisi
spinal shock ini terjadi 2-3 minggu setelah cedera medulla
spinalis. Fase selanjutnya setelah spinal shock adalah keadaan
dimana aktifitas refleks yang meningkat dan tidak terkontrol. Pada
lesi yang menyebabkan cedera medulla spinalis tidak komplit, spinal
shock dapat juga terjadi dalam keadaan yang lebih ringan atau
bahkan tidak melalui shock sama sekali. Selain itu gangguan yang
timbul pada cidera medulla spinalis sesuai dengan letak lesinya,
dimana pada UMN lesi akan timbul gangguan berupa spastisitas,
hyperefleksia, dan disertai hypertonus, biasanya lesi ini terjadi
jika cidera mengenai C1 hingga L1. Dan pada LMN lesi akan timbul
gangguan berupa flaccid, hyporefleksia, yang disertai hipotonus dan
biasanya lesi ini terjadi jika cidera mengenai L3 sampai cauda
equina, di samping itu juga masih ada gangguan lain seperti
gangguan bladder dan bowel, gangguan fungsi seksual, dan gangguan
fungsi pernapasan. 3,7,9,10Dapat durumuskan gejala-gejala yang
terjadi pada cedera medulla spinalis yaitu : 3,7,9,101. Gangguan
sensasi menyangkut adanya anastesia, hiperestesia, parastesia.2.
Gangguan motorik menyangkut adanya kelemahan dari fungsi otot-otot
dan reflek tendon myotome.3. Gangguan fungsi vegetatif dan otonom
menyangkut adanya flaccid dan sapstic blader dan bowel.4. Gangguan
fungsi ADL yaitu makan, toileting, berpakaian, kebersihan diri.5.
Gangguan mobilisasi yaitu Miring kanan dan kiri, Transfer dari
tidur ke duduk, Duduk, Transfer dari bed ke kursi roda, dan dari
kursi roda ke bed.6. Penurunan Vital sign yaitu penurunan ekspansi
thorax, kapasitas paru dan hipotensi.7. Skin problem menyangkut
adanya decubitus.Cedera medulla spinalis juga mempengaruhi fungsi
organ vital yaitu diantaranya disfungsi respirasi terbesar yaitu
cedera setinggi C1-C4. Cedera pada C1-C2 akan mempengaruhi
ventilasi spontan tidak efektif. Lesi setinggi C5-8 akan
mempengaruhi m. intercostalis, parasternalis, scalenus, otot-otot
abdominal, otot-otot abdominal. Selain itu mempengaruhi intaknya
diafragma, trafezius dan sebagian m. pectoralis mayor. Lesi
setinggi thoracal mempengaruhi otot-otot intercostalis dan
abdominal, dampak umumnya yaitu efektivitas kinerja otot pernafasan
menurun. 3,7,9,10 Selain itu mengganggu fungsi sistem
kardiovaskular dimana terjadi karena gangguan jalur otonom, terjadi
pada lesi setinggi cervical dan thoracal. Akibat disfungsi simpatis
yang mempengaruhi fungsi jantung dan dinding vascular, hilangnya
control simpatis supraspinal mengakibatkan aktivitas simpatis
menurun. Lesi setinggi cervical dan thoracal mengakibatkan tonus
vasomotor menurun sehingga mengakibatkan hipotensi. 3,7,9,10Fungsi
sistem urinaria terganggu dimana bila terjadi lesi setinggi S2 dan
S4. Dimana bila terjadi lesi setinggi S2 akan mengakibatkan otot
detrusor vesika urinaria mengalami kelemahan tipe LMN sehingga otot
detrusor melemah sedangkan S4 mengatur spinkter urinaria eksterna
berkontraksi karena bersifat spastic, akan mengakibatkan retensi
urin. Sedangkan bila lesi setinggi S4 akan mengakibatkan SUE
melemah (membuka) sedangkan fungsi dari otot VU normal maka akan
mengakibatkan inkontinensia urin. 3,7,9,10Lesi pada badan sel
parasimpatis di conus medullaris, axon parasimpatis di cauda equine
dan axon somatic pudendus setinggi T10, fungsi pembentukan fese
terganggu, karena mempengaruhi dinding usus, pada lesi tersebut
diatas akan mengakibatkan tipe LMN, dimana feces lebih kering dan
bundar, resiko tinggi inkontinensia akibat rendahnya tonus spinkter
ani. Lesi setinggi diatas conus medullaris akan mengakibatkan lesi
tipe UMN, dimana terjadi overaktivitas peristaltic usus, retensi
fecal akibat spastic spinkter ani. 3,7,9,10
II.6 PatofisiologiDefisit neurologis yang berkaitan dengan
cedera medulla spinalis terjadi akibat dari proses cedera primer
dan sekunder. Sejalan dengan kaskade cedera berlanjut, kemungkinan
penyembuhan fungsional semakin menurun. Karena itu, intervensi
terapeutik sebaiknya tidak ditunda, pada kebanyakan kasus, window
period untuk intervensi terapeutik dipercaya berkisar antara 6
sampai 24 jam setelah cedera. Mekanisme utama yaitu cedera inisial
dan mencakup transfer energi ke korda spinal, deformasi korda
spinal dan kompresi korda paska trauma yang persisten. Mekanisme
ini, yang terjadi dalam hitungan detik dan menit setelah cedera,
menyebabkan kematian sel yang segera, disrupsi aksonal dan
perubahan metabolik dan vaskuler yang mempunyai efek yang
berkelanjutan. Proses cedera sekunder yang bermula dalam hitungan
menit dari cedera dan berlangsung selama berminggu-minggu hingga
berbulan-bulan, melibatkan kaskade yang kompleks dari interaksi
biokimia, reaksi seluler dan gangguan serat traktus. Sangat jelas
bahwa peningkatan produksi radikal bebas dan opioid endogen,
pelepasan yang berlebihan dari neurotransmitter eksitatori dan
reaksi inflamasi sangat berperan penting. Lebih jauh lagi, profil
mRNA (messenger Ribonucleic Acid) menunjukkan beberapa perubahan
ekspresi gen setelah cedera medulla spinalis dan perubahan ini
ditujukan sebagai target terapeutik. 3,7,9,10 Beberapa teori telah
diusulkan untuk menjelaskan patofisiologi dari cedera sekunder.
Teori radikal bebas menjelaskan bahwa, akibat dari penurunan kadar
anti-oksidan yang cepat, oksigen radikal bebas berakumulasi di
jaringan sistem saraf pusat yang cedera dan menyerang membrane
lipid, protein dan asam nukleat. Hal ini berakibat pada
dihasilkannya lipid peroxidase yang menyebabkan rusaknya membran
sel. Teori kalsium menjelaskan bahwa terjadinya cedera sekunder
bergantung pada influks dari kalsium ekstraseluler ke dalam sel
saraf. Ion kalsium mengaktivasi phospholipase, protease, dan
phosphatase. Aktivasi dari enzim-enzim ini mengakibatkan interupsi
dari aktivitas mitokondria dan kerusakan membran sel. Teori opiate
receptor mengusulkan bahwa opioid endogen mungkin terlibat dalam
proses terjadinya cedera medulla spinalis dan bahwa antagonis
opiate (contohnya naloxone) mungkin bisa memperbaiki penyembuhan
neurologis. Teori inflamasi berdasarkan pada hipotesis bahwa
zat-zat inflamasi (seperti prostaglandin, leukotrien,
platelet-activating factor, serotonin) berakumulasi pada jaringan
medulla spinalis yang cedera dan merupakan mediator dari kerusakan
jaringan sekunder. Bila bagian cervical 1-4 yang terkena
mengakibatkan pola nafas menjadi efektif dan kelumpuhan total dan
kemungkinan untuk bertahan hidup sangat kecil. 3,7,9,10 Tulang
belakang yang mengalami gangguan trauma (kecelakaan mobil, jatuh
dari ketinggian, cedera olahraga) atau penyakit (Transverse
Myelitis, Polio, Spina Bifida, Friedreich dari ataxia) dapat
menyebabkan kerusakan pada medulla spinalis, tetapi lesi traumatic
pada medulla spinalis tidak selalu terjadi karena fraktur dan
dislokasi. Efek trauma yang tidak langsung bersangkutan tetapi
dapat menimbulkan lesi pada medulla spinalis disebut whiplash atau
trauma indirek. Whiplash adalah gerakan dorsapleksi dan
anterofleksi berlebihan dari tulang belakang secara cepat dan
mendadak. Trauma whiplash terjadi pada tulang belakang bagian
cervikalis bawah maupun thorakalis bawah misalnya pada waktu duduk
dikendaraan yang sedang berjalan cepat kemudian berhenti secara
mendadak, atau pada waktu terjun dari jarak tinggi, menyelam yang
dapat mengakibatkan paraplegia.Trauma tidak langsung dari tulang
belakang berupa hiperekstensi, hiperfleksi, tekanan vertical
(terutama pada T.12sampai L.2), rotasi. Kerusakan yang dialami
medulla spinalis dapat bersifat sementara atau menetap.akibat
trauma terhadap tulang belakang, medulla spinalis dapat tidak
berfungsi untuk sementara (komosio medulla spinalis), tetapi dapat
sembuh kembali dalam beberapa hari. Gejala yang ditimbulkan adalah
berupa oedema, perdarahan peri vaskuler dan infark disekitar
pembuluh darah. Pada kerusakan medulla spinalis yang menetap,
secara makroskopis kelainannya dapat terlihat dan terjadi lesi,
contusion, laseratio dan pembengkakan daerah tertentu di medulla
spinalis. Laserasi medulla spinalis merupakan lesi berat akibat
trauma tulang belakang secara langsung karena tertutup atau peluru
yang dapat mematahkan atau mengeserkan ruas tulang belakang
(fraktur dan dislokasi) lesi transversa medulla spinalis tergantung
pada segmen yang terkena (segmen transversa, hemitransversa,
kuadran transversa). Trauma ini bersifat whiplash yaitu jatuh dari
jarak tinggi dengan sifat badan berdiri, jatuh terduduk, terdampar
eksplosi atau fraktur dislokasio.kompresi medulla spinalis terjadi
karena dislokasi, medulla spinalis dapat terjepit oleh penyempitan
kanalis vertebralis.3,7,9,10Suatu segmen medulla spinalis dapat
tertekan oleh hematoma ekstra meduler traumatic dan dapat juga
tertekan oleh kepingan tulang yang patah yang terselip diantara
duramater dan kolumna vertebralis.gejala yang didapat sama dengan
sindroma kompresi medulla spinalis akibat tumor, kista dan abses
didalam kanalis vertebralis.Akibat hiperekstensi dislokasio,
fraktur dan whislap radiks saraf spinalis dapat tertarik dan
mengalami jejas. pada trauma whislap, radiks colmna 5-7 dapat
mengalami hal demikian, dan gejala yang terjadi adalah nyeri
radikuler spontan yang bersifat hiperpatia, gambaran tersbut
disebut hematorasis atau neuralgia radikularis traumatik yang
reversible.jika radiks terputus akibat trauma tulang belakang, maka
gejala defisit sensorik dan motorik yang terlihat adalah radikuler
dengan terputusnya arteri radikuler terutama radiks T.8 atau T.9
yang akan menimbulkan defisit sensorik motorik pada dermatoma dan
miotoma yang bersangkutan dan sindroma sistema aaanastomosis
anterial anterior spinal.3,7,9,10
Medulla spinalis dan radiks dapat rusak melalui 4 mekanisme
berikut: 3,7,9,101. Kompresi oleh tulang, ligamentum, herniasi
diskus intervertebralis dan hematom. Yang paling berat adalah
kerusakan akibat kompresi tulang dan kompresi oleh korpus vertebra
yang mengalami dislokasi tulang dan kompresi oleh korpus vertebra
yang mengalami dislokasi ke posterior dan trauma hiperekstensi.2.
Regangan jaringan yang berlebihan akan menyebabkan gangguan pada
jaringan, hal ini biasanya terjadi pada hiperfleksi. Toleransi
medulla spinalis terhadap regangan akan menurun dengan bertambahnya
usia.3. Edema medulla spinalis yang timbul segera setelah trauma
menyebabkan gangguan aliran darah kapiler dan vena.4. Gangguan
sirkulasi akibat kompresi tulang atau sistem arteri spinalis
anterior dan posterior.
II.7 Komplikasia. Ulkus dekubitus: Merupakan komplikasi paling
utama pada cedera medulla spinalis. Terjadi karena tekanan yang
pada umumnya terjadi pada daerah pinggul (ischial tuberositas dan
trochanter pada femur). Pada cedera medulla spinalis tidak hanya
terjadi perubahan dari tonus otot dan sensasi saja, tapi juga
peredaran darah ke kulit dan jaringan subkutan berkurang.
3,7,9,10b. Osteoporosis dan fraktur : Kebanyakkan pasien dengan
cedera medulla spinalis akan mengalami komplikasi osteoporosis.
Pada orang normal, tulang akan tetap sehat dan kokoh karena
aktifitas tulang dan otot yang menumpu. Ketika aktifitas otot
berkurang atau hilang dan tungkai tidak melakukan aktifitas menumpu
berat badan, maka mulai terjadi penurunan kalsium, phospor sehingga
kepadatan tulang berkurang. 3,7,9,10c. Pneumonia, atelektasis,
aspirasi : Pasien dengan cedera medulla spinalis di bawah Th4, akan
beresiko tinggi untuk berkembangnya restriksi fungsi paru. Terjadi
pada 10 tahun dalam cedera medulla spinalis dan dapat progresif
sesuai keadaan. 3,7,9,10d. Deep Vein Trombosis (DVT) : Merupakan
komplikasi terberat dalam cedera medulla spinalis, yaitu terdapat
perubahan dari kontrol neurologi yang normal daripada pembuluh
darah.e. Cardiovasculer disease : Komplikasi dari sistem
kardiorespirasi merupakan resiko jangkapanjang pada cedera medulla
spinalis.f. Syringomyelia : Berpengaruh pada spasme, phantom
sensation, perubahan refleks dan autonom visceral.g. Neuropatic
pain : Merupakan masalah yang penting dalam cedera medulla
spinalis. Berbagai macam nyeri hadir dalam cedera medulla spinalis.
Kerusakan pada daerah tulang belakang dan jaringan lunak di
sekitarnya dapat berakibat rasa nyeri pada daerah cedera. Biasanya
pasien akan merasakan terdapat phantom limb pain atau nyeri yang
menjalar pada level lesi ke inervasinya. 3,7,9,10h. Perubahan Tonus
Otot : Akibat yang paling terlihat pada SCI adalah paralysis dari
otot-otot yang dipersarafi oleh segmen yang terkena. Kerusakan
dapat mengenai traktus descending motorik, AHC, dan saraf spinalis,
atau kombinasi dari semuanya. Saat mengenai traktus descending,
akan terjadi flaccid dan hilangnya refleks. Kemudian kondisi
tersebut akan diikuti dengan gejala autonom seperti berkeringat dan
inkontinensia dari bladder dan bowel. Dalam beberapa minggu akan
terjadi peningkatan tonus otot saat istirahat, dan timbulnya
refleks. 3,7,9,10i. Komplikasi Sistem respirasi : Bila lesi berada
di atas level C4 akan menimbulkan paralysis otot inspirasi sehingga
biasanya penderita membutuhkan alat bantu pernafasan, hal tersebut
disebabkan gangguan pada n. intercostalis. Komplikasi pulmonal yang
terjadi pada lesi disegmen C5 Th 12, timbul karena adanya gangguan
pada otot ekspirasi yang mendapat persarafan dari level tersebut,
seperti m. adbominalis dan m. intercostalis. Paralysis pada m.
obliques eksternalis juga menghambat kemampuan penderita untuk
batuk dan mengeluarkan sekret. 3,7,9,10j. Kontrol Bladder dan Bowel
: Pusat urinaris pada spinal adalah pada conus medullaris. Kontrol
refleks yang utama berasal dari segmen secral. Selama fase spinal
shock, bladder urinary menjadi flaccid. Semua tonus otot dan
refleks pada bledder hilang. Lesi di atas conus medullaris akan
menimbulkan refleks neurogenic bladder berupa adanya spastisitas,
kesulitan menahan BAK, hipertrophy otot detrusor, dan refluks
urethral. Lesi pada conus medullaris menyebabkan tidak adanya
refleks bladder, akbiat dari flaccid dan menurunnya tonus otot
perineal dan sphincter utethra. Gangguan pada bowel sama seperti
pada bladder ditambah dengan adanya lesi pada cauda equina.
3,7,9,10k. Respon Seksual : Respon seksual berhubungan langsung
dengan level dan complete atau incompletenya trauma. Terdapat dua
macam respon, reflekogenic atau respon untuk stimulasi eksternal
yang terlihat pada penderita dengan lesi UMN, dan pshycogenic,
dimana timbul melalui aktifitas kognisi seperti fantasi, yang
berhubungan dengan lesi pada LMN. Pria dengan level lesi yang
tinggi dapat mencapai reflexive erection, tapi bukan ejakulasi.
Pada lesi yang lebih ke bawah ia dapat lebih cepat untuk ejakulasi,
tetapi kemampuan ereksinya sulit. Lesi pada cauda equina tidak
memungkinkan terjadinya ejakulasi ataupun ereksi. 3,7,9,10l.
Menstruasi biasanya terhambat 3 bulan, fertilasi dan kehamilan
tidak terhambat, tapi kehamilan harus segera diakhiri, terutama
pada trisemester terakhir. Persalinan akan terjadi tanpa
sepengetahuan ibu hamil akibat dari hilangnya sensasi, dan
persalinan diawali dengan dysrefleksia autonomik. 3,7,9,10
II.8 Anamnesis1. Keluhan utama : Keluhan yang membawa pasien
untuk berobat. Kebanyakan kasus cedera medulla spinal datang dengan
keluhan kelemahan pada ektremitas. Tanyakan keluhan sudah berapa
lama dirasakan.8,9,102. RPS : a. Kaji keluhan kelemahan : Lokasi
kelemahan (bagian esktremitas mana saja) paraplegia tau
quadriplegi, kelmahan timbulnya tiba-tiba atau perlahan-lahan,
gejala semakin parah atau tidak, timbul setelah makan atau tidak,
obat-obatan yang digunakan utnuk mengurangi gejala, hasil
pengobatan. 8,9,10b. Kaji keluhan tambahan : Nyeri (lokasi, terus
menerus atau hilang timbul, nyeri menjalar atau tidak, kapan nyeri
bertambah, kapan nyeri berkurang. Kesemutan, sesak, nyeri pada
perut, keluhan BAK (inkontinensia atau retensi urin), BAB
(konstipasi). Hilangnya sensasi rasa. Gangguan fungsi seksual.
8,9,10c. Tanya sebelumnya apakah pernah alami gejala yang sama,
kegiatan sehari-hari (angkat yang berat-berat). Pola BAK dan BAB
sebelum sakit. 8,9,103. RPD : Riwayat trauma sebelumnya, riwayat
kelainan tulang belakang, riwayat DM, HT, Alergi, Low back pain,
osteoporosis, osteoarthritis, riwayat TBC. 8,9,104. RPK : Riwayat
kelainan tulang belakang, osteoporosis, TBC. 8,9,10
II.9 PemeriksaanA. Pemeriksaan FisikPemeriksaan awal dimulai
dengan penilaian kondisi jalan nafas, pernafasan dan sirkulasi
darah. Pada kasus cedera, sangat penting diperiksa keadaan jalan
nafas dan pernafasannya karena pada trauma C1-C4. 8,9,101. Inspeksi
: Inspeksi adalah pemeriksaan secara visual tentang kondisi serta
kemampuan gerak dan fungsinya. Apakah ada oedem pada anggota gerak,
pengecilan otot ( atropi ), warna, dan kondisi kulit sekitarnya,
kemampuan beraktifitas, alat bantu yang digunakan untuk
beraktifitas, posisi pasien, dll. 8,9,102. Palpasi : Palpasi adalah
pemeriksaan terhadap anggota gerak dengan menggunakan tangan dan
membedakan antara kedua anggota gerak yang kanan dan kiri. Palpasi
dilakukan terutama pada kulit dan subcutaneus untuk mengetahui
temperatur, oedem, spasme, dan lain sebagainya. 8,9,103.
Pemeriksaan Fungsi Gerak : Dalam hal ini meliputi fungsi gerak
aktif, gerak pasif, dan gerak isometrik. Pada pemeriksaan ini
umumnya pada pasien ditemukan adanya rasa nyeri, keterbatasan
gerak, kelemahan otot, dan sebagainya. 8,9,104. Pemeriksaan
Fungsional : Dalam pemeriksaan fungsional meliputi kemampuan pasien
dalam beraktifitas baik itu posisioning miring kanan-kiri ( setiap
2 jam ), transfer dari tidur ke duduk, dari tempat tidur ke kursi
roda, dan sebaliknya. 8,9,105. Pemeriksaan Khusus1) Kekuatan Otot :
Pengukuran ini digunakan untuk melihat kekuatan otot dari keempat
anggota gerak tubuh. Dan dilakukan dengan menggunakan metode manual
muscle testing ( MMT ). 8,9,102) ROM ( Lingkup Gerak Sendi ) :
Pemeriksaan ROM dilakukan dengan menggunakan goniometer dan
dituliskan dengan menggunakan metode ISOM (International Standar Of
Measurement ). 8,9,103) Pemeriksaan Nyeri dengan VAS ( Visual
Analog Scale ) : VAS merupakan salah satu metode pengukuran nyeri
yang dapat digunakan untuk menilai tingkat nyeri yang dirasakan
oleh pasien. Pasien diminta untuk menunjukan letak nyeri yang
dirasakan pada garis yang berukuran 10 cm, dimana pada ujung
sebelah kiri (nilai 0) tidak ada nyeri, dan pada ujung sebelah
kanan ( nilai 10 ) nyeri sekali. 8,9,105) Pemeriksaan Sensoris :
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menentukan sensori level. Sensori
level adalah batas paling kaudal dari segment medulla spinalis yang
fungsi sensorisnya normal. Tes ini terdiri dari 28 tes area
dermatom yang diperiksa dengan menggunakan tes tajam tumpul dan
sentuhan sinar, dengan kriteria penilaiannya sebagai berikut :
8,9,10Nilai 0 : tidak ada dapat merasakan (absent ).Nilai 1 :
merasakan sebagian ( impaired ) dan hiperaestesia.Nilai 2 : dapat
merasakan secara normal. NT ( not testable ) : diberikan pada
pasien yang tidak dapat merasakan karena tidak sadarkan diri.6)
Pemeriksaan Motorik : Pemeriksaan ini dilakukan untuk menentukan
motorik levelnya. Motorik level adalah batas paling kaudal dari
segment medulla spinalis yang fungsi motoriknya normal.
Identifikasi kerusakan motorik lebih sulit, karena menyangkut
innervasi dari beberapa otot. Tidak adanya innervasi, berarti pada
otot tersebut terjadi kelemahan atau kelumpuhan. Pemeriksaan
kekuatan otot tersebut bisa menggunakan pemeriksaan dengan Manual
Muscle Test (MMT), dengan skala penilaian sebagai berikut : Nilai
Huruf Skala Definisi : 8,9,100 (Zero) : Tidak ditemukan kontraksi
dengan palpasi.1 ( Tr ) Trace : Ada kontraksi tetapi tidak ada
gerakan2 ( P) Poor : Gerakan dengan ROM penuh, tidak dapat melawan
gravitasi.3 (F) Fair : Gerakan penuh melawan gravitasi4 (G) Good :
Gerakan ROM penuh dan dapat melawan tahanan.5 (N) Normal : Gerakan
ROM penuh dan dapat melawan tahanan maksimal.Pada pemeriksaan
motorik dengan menggunakan manual muscle testing ini biasanya
dilakukan pada daerah myotom, antara lain : 8,9,10C 5 : Fleksi siku
( m. biceps, m. brachialis )C 6 : Ekstensi pergelangan tangan ( m.
ekstensor carpi radialis longus dan brevis )C 7 : Ekstensi siku (
m. triceps )C8 : Fleksi digitorum profundus jari tengah (m. fleksor
digitorum profundus)Th 1 : Abduksi digiti minimi (m. abduktor
digiti minimi )L 2 : Fleksi hip ( m. iliopsoas )L 3 : Ekstensi knee
( m. Quadriceps )L 4 : Dorso fleksi ankle (m. tibialis anterior )L
5 : Ekstensi ibu jari kaki (m. ekstensor hallucis longus )S 1 :
Plantar fleksi ankle (m. gastrocnemius, m. soleus )B. Pemeriksaan
Penunjang1. Laboratorium : a. Osteocalsin : Suatu protein tulang
yang disekresi oleh osteoblast.b. B-cross lap : parameter untuk
proses rosorpsi (penyerapan tulang) untuk mengetahui fungsi
osteoklas.c. Elektrolit : kalsium total.d. Darah lengkap : Hb, HT,
Leukosit, trombosit.e. Kimia darah : Gula darah 2 jam pp, gula
darah puasa. e. Vit Df. Kalsitonin.2. Foto Polos Vertebra.
Merupakan langkah awal untuk mendeteksi kelainan-kelainan yang
melibatkan medulla spinalis, kolumna vertebralis dan jaringan di
sekitarnya. Pada trauma servikal digunakan foto AP, lateral, dan
odontoid. Pada cedera torakal dan lumbal, digunakan foto AP dan
Lateral. Foto polos posisi antero-posterior dan lateral pada daerah
yang diperkirakan mengalami trauma akan memperlihatkan adanya
fraktur dan mungkin disertai dengan dislokasi. Pada trauma daerah
servikal foto dengan posisi mulut terbuka dapat membantu dalam
memeriksa adanya kemungkinan fraktur vertebra C1-C2. 8,9,103.
CT-scan Vertebra : Dapat melihat struktur tulang, dan kanalis
spinalis dalam potongan aksial. CT-Scan merupakan pilihan utama
untuk mendeteksi cedera fraktur pada tulang belakang. 8,9,104. MRI
Vertebra : MRI dapat memperlihatkan seluruh struktur internal
medulla spinalis dalam sekali pemeriksaan serta untuk melihat
jaringan lunak.5. Pungsi Lumbal : Berguna pada fase akut trauma
medulla spinalis. Sedikit peningkatan tekanan likuor
serebrospinalis dan adanya blokade pada tindakan Queckenstedt
menggambarkan beratnya derajat edema medulla spinalis, tetapi perlu
diingat tindakan pungsi lumbal ini harus dilakukan dengan
hati-hati, karena posisi fleksi tulang belakang dapat memperberat
dislokasi yang telah terjadi. Dan antefleksi pada vertebra servikal
harus dihindari bila diperkirakan terjadi trauma pada daerah
vertebra servikalis tersebut. 8,9,106. Mielografi : Mielografi
dianjurkan pada penderita yang telah sembuh dari trauma pada daerah
lumbal, sebab sering terjadi herniasi diskus intervertebralis.
8,9,10
II.10 DiagnosisA. Cedera medulla spinalisDalam menegakkan
diagnosis pada Cedera medulla spinalis, dilakukan anamnesis yang
lengkap, dimana keluhan dan riwayat adanya trauma atau kelainan
tulang belakang ataupun adanya osteoporosis merupakan resiko
terjadinya cedera medulla spinalis. Selain itu dilakukan
pemeriksaan fisik yang lengkap, dan penunjang yang sesuai untuk
menegaggakan diagnosis. Dengan menggunakan panduan American Spinal
Scale Neurologi dapat menegakkan diagnosis, dan dapat menegakkan
diagnose sementara bila hasil pemeriksaan penunjang belum keluar.
8,9,10Apabila medulla spinalis tiba-tiba mengalami cedera, maka aka
nada 3 kelainan yang muncul yaitu : 8,9,101. Semua pergerakan
volunteer dibawah lesi hilang secara mendadak dan bersifat
permanen, sedangkan reflex fisiologis bisa menghilang atau
meningkat.2. Sensasi sensorik reflex fisiologis bisa menghilang
atau meningkat.3. Terjadi gangguan fungsi otonom.Cedera medulla
spinalis dapat menghasilkan satu atau lebih tanda-tanda klinis
dibawah ini yaitu : 8,9,101. Nyeri menjalar2. Kelumpuhan atau
hilangnya pergerakan atau adanya kelemahan3. Hilangnya sensasi
rasa4. Hilangnya kemampuan peristaltic usus.5. Spasme otot atau
bangkitan reflex yang meningkat6. Perubahan fungsi seksual.
B. Diagnosis Banding1. Sindrom Guillain barreSuatu kelainan
sistem saraf akut dan difus yang mengenai radiks spinal dan saraf
perifer, dan juga kadang-kadang saraf kranialis yang biasa timbul
setelah suatu infeksi. Gejala utama kelumpuhan yang simetris tipe
LMN dari otot-otot ekstremitas, badan dan kadang-kadang muka.
Biasanya karena infeksi virus maka dalam anamnesis tanyakan apakah
sebelumnya pernah batu pilek, diare. Terdapat infiltrasi sel
mononuclear, limfosit berukuran kecil. serabut saraf mengalami
degenerasi segmental dan aksonal sehingga lesi ini bisa terbatas
pada segmen proksimal radiks spinal tersebar disepanjang saraf
perifer. Tipe penjalaran kelemahan pada ektremitas berjalan dari
distal ke proksimal dan sembuh perlahan-lahan dari proksimal ke
distal. Gejala makin bertambah, menyebar secara assenden kebadan,
anggota gerak atas dan cranial, kelemahan simetris dan diikuti oleh
hiporefleks atau arefleks. Disamping itu terdapat gangguan
sensibilitas parastesi. Sensibilitasnya ekstroseptif > dari
sensibilitas propioseptik, nyeri otot seperti nyeri setelah
aktivitas fisik. Saraf cranial yang terkena yaitu > yang kenan
N.III, IV, VI, VII, XII.11Pemeriksaan yang dilakukan yaitu dengan
lumbal fungsi terdapatnya peningkatan protein, dan 80% diagnose
dapat ditegakkan dengan pemeriksaan EMG dimana terdapat kelainan
poliradiluloneuropati. Selain itu kelumpuhan dapat juga terjadi di
otot-otot penggerak bola mata sehingga penderita melihat satu objek
menjadi dua yang dapat disertai gangguan koordinasi anggota
gerak.112. Paralisis flaksid Paralisis flaksid yaitu kelainan yang
ditandai dengan kadar kalium yang rendah < 3,5 mmol/L dengan
gejala kelemahan atau kelumpuhan skeletal. Pada saat serangan
terjadi pergerakan kalium dari cairan ekstraseluler masuk ke dalam
sel. Diluar serangan kalium darah menjadi normal. Biasanya terjadi
pada otot kaki atau tangan. Biasanya gejala timbul setelah makan
kekenyangan. Ditandai dengan serangan episodic berupa kelemahan
otot atau paralisis flaksid akibat perpindahan kalium ke ruang
intraselular otot rangka. Serangan muncul setelah tidur atau
istirahat, tetapi dapat dicetuskan oleh, latihan fisik. Diagnosis
ditegakkan apabila timbul kelemahan otot disertai kadar kalium
plasma yang rendah (