DAFTAR ISIKata
Pengantar...................................................................................................i
Daftar Isi1Pendahuluan 2Tinjauan Pustaka3
Definisi3
Anatomi3
Etiologi8
Manifestasi Klinis12
Pemeriksaan Diagnostik12
Penatalaksanaan14
Prognosis20Penutup21Daftar Pustaka22PENDAHULUAN
Obstruksi traktus urinarius adalah masalah yang sering ditemukan
oleh dokter spesialis urologi, dokter umum dan dokter emergency.
Obstruksi traktus urinarius dapat terjadi pada daerah di sepanjang
traktus urinarius, dari ginjal sampai meatus urethra. Yang secara
sekunder dapat menjadi calculi, tumor, striktur, dan menyebabkan
anatomi menjadi abnormal. Manifestasi klinisnya dapat berupa nyeri,
infeksi traktus urinarius, penurunan fungsi ginjal, atau, mungkin
sepsis atau meninggal. Sehingga, setiap kasus yang dicurigai dengan
obstruksi traktus urinarius sebaiknya dikonsultasikan dengan dokter
spesialis urologi untuk segera dievaluasi.1,2TINJAUAN PUSTAKAI.
DefinisiObstruksi traktus urinarius merupakan terhambatnya aliran
urin dari ginjal yang bisa disebabkan oleh berbagai macam etiologi.
Obstruksi ini dapat terjadi pada seluruh bagian traktus urinarius,
termasuk pelvis renalis, ureter, buli-buli dan urethra.2II.
AnatomiTraktus urinarius manusia terdiri dari ginjal, ureter,
buli-buli dan urethra.
Gambar 1: Anatomi Traktus Urinarius.Ginjal adalah sepasang organ
saluran kemih yang terletak dirongga retroperitoneal bagian atas.
Bentuknya menyerupai kacang dengan sisi cekungnya menghadap ke
medial. Pada sisi ini terdapat hilus ginjal yaitu tempat
struktur-struktur pembuluh darah, sistem limfatik, sistem saraf,
dan ureter menuju dan meninggalkan ginjal.3,4Besar dan berat ginjal
sangat bervariasi ; hal ini tergantung pada jenis kelamin, umur,
serta ada tidaknya ginjal pada sisi yang lain. Pada autopsi klinis
didapatkan bahwa ukuran ginjal orang dewasa rata-rata adalah 11.5
cm x 6 cm x 3.5 cm. Beratnya bervariasi antara 120-170 gram atau
kurang lebih 0.4% dari berat badan.Ginjal dibungkus oleh jaringan
fibrous tipis dan mengkilat yang disebut kapsula fibrosa (true
kapsul) ginjal dan diuar kapsul ini terdapat jaringan lemak
perirenal. Di sebelah kranial ginjal terdapat kelenjar anak ginjal
atau glandula adrenal / suprarenal yang berwarna kuning. Kelenjar
adrenal bersama-sama ginjal dan jaringan lemak perirenal dibungkus
oleh fasia Gerota. Fasia ini berfungsi sebagai barier yang
menghambat meluasnya perdarahan dari parenkim ginjal serta mencegah
ekstravasasi urine pada saat terjadi trauma ginjal. Selain itu
fasia Gerota dapat pula berfungsi sebagai barier dalam menghambat
penyebaran infeksi atau menghambat metastasis tumor ginjal ke organ
sekitarnya. Di luar fasia Gerota terdapat jarinagan lemak
retroperitoneal atau disebut jaringan lemak pararenal.
Di sebelah posterior, ginjal dilindungi oleh otot-otot punggung
yang tebal serta tulang rusuk ke XI dan XII sedangkan disebelah
anterior dilindungi oleh organ-organ intraperitoneal. Ginjal kanan
dikelilingi oleh hepar, kolon, dan duodenum; sedangkan ginjal kiri
dikelilingi oleh lien, lambung, pankreas, jejunum, dan
kolon.3,4Secara anatomis ginjal terbagi menjadi dua bagian yaitu
korteks dan medulla ginjal. Di dalam korteks terdapat berjuta-juta
nefron sedangkan di dalam medula banyak terdapat duktuli ginjal.
Nefron adalah unit fungsional terkecil dari ginjal yang terdiri
atas, tubulus kontortus proksimal, tubulus kontortus distalis, dan
duktus kolegentes. Nefron berfungsi sebagai regulator air dan zat
terlarut (terutama elektrolit) dalam tubuh dengan cara menyaring
darah, kemudian mereabsorpsi cairan dan molekul yang masih
diperlukan tubuh. Molekul dan sisa cairan lainnya akan dibuang.
Reabsorpsi dan pembuangan dilakukan menggunakan mekanisme
pertukaran lawan arus dan kotranspor. Hasil akhir yang kemudian
diekskresikan disebut urin.
Sebuah nefron terdiri dari sebuah komponen penyaring yang
disebut korpuskula (atau badan Malphigi) yang dilanjutkan oleh
saluran-saluran (tubulus).
Setiap korpuskula mengandung gulungan kapiler darah yang disebut
glomerulus yang berada dalam kapsula Bowman. Setiap glomerulus
mendapat aliran darah dari arteri aferen. Dinding kapiler dari
glomerulus memiliki pori-pori untuk filtrasi atau penyaringan.
Darah dapat disaring melalui dinding epitelium tipis yang berpori
dari glomerulus dan kapsula Bowman karena adanya tekanan dari darah
yang mendorong plasma darah. Filtrat yang dihasilkan akan masuk ke
dalan tubulus ginjal. Darah yang telah tersaring akan meninggalkan
ginjal lewat arteri eferen.3,4,5Tubulus ginjal merupakan lanjutan
dari kapsula Bowman. Bagian yang mengalirkan filtrat glomerular
dari kapsula Bowman disebut tubulus kontortus proksimal. Bagian
selanjutnya adalah lengkung Henle yang bermuara pada tubulus
kontortus distal.
Lengkung Henle menjaga gradien osmotik dalam pertukaran lawan
arus yang digunakan untuk filtrasi. Sel yang melapisi tubulus
memiliki banyak mitokondria yang menghasilkan ATP dan memungkinkan
terjadinya transpor aktif untuk menyerap kembali glukosa, asam
amino, dan berbagai ion mineral. Sebagian besar air (97.7%) dalam
filtrat masuk ke dalam tubulus kontortus dan tubulus kolektivus
melalui osmosis.3,4,5Cairan mengalir dari tubulus kontortus distal
ke dalam sistem pengumpul yang terdiri dari:
tubulus penghubung
duktus kolektivus kortikal
duktus kolektivus medularis
Tempat lengkung Henle bersinggungan dengan arteri aferen disebut
aparatus juxtaglomerular, mengandung macula densa dan sel
juxtaglomerular. Sel juxtaglomerular adalah tempat terjadinya
sintesis dan sekresi renin. Cairan menjadi makin kental di
sepanjang duktus kolektivus yang kemudian dibawa ke kandung kemih
melewati ureter. Urine yang terbentuk di dalam nefron disalurkan
melalui piramida ke sistem pelvikalikes ginjal untuk kemudian
disalurkan ke dalam ureter. Sistem pelvikalikes ginjal terdiri atas
kaliks minor, infundibulum, kaliks mayor, dan pielum/pelvis
renalis. Mukosa sistem pelvikalikes terdiri atas epitel
transisional dan dindingnya terdiri atas otot polos yang mampu
berkontraksi untuk mengalirkan urine sampai ke ureter. Setiap hari
tidak kurang 180 liter cairan tubuh difiltrasi di glomerulus dan
menghasilkan urine 1-2 liter.3,4,5Ginjal mendapatkan aliran darah
dari arteri renalis yang merupakan cabang langsung dari aorta
abdominalis, sedangkan darah vena dialirkan melalui vena sentralis
yang bermuara ke dalam vena kava inferior. Sistem arteri ginjal
adalah end arteri yaitu arteri yang tidak mempunyai anstomosis
dengan cabang-cabang dari arteri lain, sehingga jika terdapat
kerusakan pada salah satu cabang arteri ini, berakibat timbulnya
iskemia/nekrosis pada daerah yang diperdarahinya.Ureter adalah
organ yang berbentuk tabung yang berfungsi mengalirkan urine dari
pielum ginjal ke dalam buli-buli. Pada orang dewasa panjangnya
kurang lebih 20 cm. Dindingnya terdiri atas mukosa yang dilapisi
oleh sel-sel transisional, otot-otot polos sirkuler dan
longitudinal yang dapat melakukan gerakan peristaltik guna
mengeluarkan urine ke buli-buli. Sepanjang perjalanan ureter dari
pielum menuju buli-buli, secara anatomis terdapat beberapa tempat
yang ukuran diameternya relatif lebih sempit daripada ditempat
lain, sehingga batu atau benda-benda lain yang berasal dari ginjal
seringkali tersangkut di tempat itu. Tempat-tempat penyempitan itu
antara lain adalah : pada perbatasan antara pelvis renalis dan
ureter, tempat arteri menyilang arteri iliaka di rongga pelvis, dan
pada saat ureter masuk ke buli-buli (intramural). Keadaan ini dapat
mencegah terjadinya aliran balik urine dari buli-buli ke ureter
pada saat buli-buli berkontraksi. Di samping itu secara radiologis
ureter dibagi dalam tiga bagian, yaitu ureter 1/3 proksimal mulai
dari pelvis renalis sampai batas atas sakrum, ureter 1/3 medial
mulai dari batas atas sakrum sampai pada batas bawah sakrum, dan
ureter 1/3 distal mulai batas bawah sakrum sampai masuk ke
buli-buli.3,4,5
Gambar 2: Anatomi Ureter.
Buli-buli adalah organ berongga yang terdiri atas tiga lapis
otot detrusor yang saling beranyaman. Di sebelah dalam adalah otot
longitudinal, di tengah merupakan otot sirkuler, dan paling luar
merupakan otot longitudinal. Mukosa buli-buli terdiri atas sel-sel
transisional yang sama seperti pada mukosa-mukosa pada pelvis
renalis, ureter, dan urethra posterior. Pada dasar buli-buli kedua
muara ureter dan meatus urethra internum membentuk suatu segitiga
yang trigonum buli-buli.
Secara anatomis bentuk buli-buli terdiri atas 3 permukaan, yaitu
permukaan superior yang berbatasan dengan rongga peritoneum, dua
permukaan inferolateral, dan permukaan posterior. Permukaan
superior merupakan likus minoris dinding buli-buli. Pada saat
kosong, buli-buli terletak di belakang simfisis pubis dan pada saat
penuh berada di atas simfisis sehingga dapat dipalpasi dan
diperkusi. Buli-buli yang terisi lebih dari 1500 cc memberikan
rangsangan pada saraf aferen dan menyebabkan aktivasi pusat miksi
di medula spinalis segmen sakral S2-4. Hal ini akan menyebabkan
kontraksi otot detrusor, terbukanya leher buli-buli, dan relaksasi
sfingter urethra sehingga terjadilah proses miksi.3,4,5Urethra
adalah saluran yang dimulai dari orifisium urethra interna pada
buli-buli sampai orifisium urethra eksterna, dengan panjang yang
bervariasi. Urethra pria dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian
anterior dan bagian posterior. Urethra posterior dibagi menjadi
urethra pars prostatika dan urethra pars membranasea. Urethra
anterior dibagi menjadi meatus urethra, pendulare urethra dan
bulbus urethra. Dalam keadaan normal lumen urethra pria 7,2 mm, dan
wanita 9 mm. Panjang urethra normal pada pria 20 c, sedangkan pada
wanita 3,5 cm. Pria memiliki dua otot sphincter yaitu m.sphincter
interna (otot polos terusan dari m.detrusor dan bersifat
involunter) dan m.sphincter externa (di uretra pars membranosa,
bersifat volunter), sedangkan pada wanita hanya memiliki
m.sphincter externa (distal inferior dari kandun kemih dan bersifat
volunter).Pada pria, uretra dapat dibagi atas pars pre-prostatika,
pars prostatika, pars membranosa dan pars spongiosa.3,4,5 Pars
pre-prostatika (1-1.5 cm), merupakan bagian dari collum vesicae dan
aspek superior kelenjar prostat. Pars pre-prostatika dikelilingi
otot m. sphincter urethrae internal yang berlanjut dengan kapsul
kelenjar prostat. Bagian ini disuplai oleh persarafan simpatis.
Pars prostatika (3-4 cm), merupakan bagian yang
melewati/menembus kelenjar prostat. Bagian ini dapat lebih dapat
berdilatasi/melebar dibanding bagian lainnya.
Pars membranosa (12-19 mm), merupakan bagian yang terpendek dan
tersempit. Bagian ini menghubungkan dari prostat menuju bulbus
penis melintasi diafragma urogenital. Diliputi otot polos dan di
luarnya oleh m.sphincter urethrae eksternal yang berada di bawah
kendali volunter (somatis).
Pars spongiosa (15 cm), merupakan bagian uretra paling panjang,
membentang dari pars membranosa sampai orifisium di ujung kelenjar
penis. Bagian ini dilapisi oleh korpus spongiosum di bagian
luarnya.
Letak uretra wanita berada di bawah simphis pubis dan bermuara
disebelah anterior vagina. Di dalam uretra bermuara kelenjar
periuretra diantara kelenjar skene. Kurang lebih 1/3 medial uretra,
terdapat sfingter uretra eksterna yang terdiri dari otot
lurik.3,4,5III. EtiologiObstruksi dari aliran urin dapat terjadi di
mana saja dari ginjal sampai meatus urethra. Secara anatomis
terdapat beberapa tempat yang ukuran diameternya relatif lebih
sempit daripada ditempat lain, sehingga batu atau benda-benda lain
yang berasal dari ginjal seringkali tersangkut di tempat itu.
Tempat-tempat penyempitan itu antara lain adalah : pada perbatasan
antara pelvis renalis dan ureter (UPJ), tempat arteri menyilang
arteri iliaka di rongga pelvis, dan pada saat ureter masuk ke
buli-buli (UVJ). Pada perempuan, tempat penyempitannya ada pada
ureter distal yang menyilang secara posterior dari pembuluh darah
pelvis dan broad ligament pada pelvis posterior.5 Penyebab
obstruksi traktus urinarius sendiri dapat dibagi menjadi obstruksi
mekanik dan obstruksi fungsional. Obstruksi mekanik terbagi lagi
menjadi obstruksi mekanik kongenital, akuisita intrinsik dan
akuisita ekstrinsik. Keadaan yang termasuk obstruksi mekanik
kongenital antara lain ureterocele (dilatasi kistik yang timbul
pada bagian ureter intravesikal), posterior urethral valve
(terbentuknya membran abnormal pada bagian posterior dari urethra
laki-laki), megaureter (pelebaran ureter dengan diameter > 7
mm), serta penyempitan kongenital dari UPJ dan UVJ. Pemantauan
periode perinatal dengan USG penting dilakukan untuk
mengidentifikasi kelainan anatomis yang menyebabkan terjadinya
obstruksi. Keadaan yang termasuk obstruksi mekanik intrinsik yang
didapat antara lain batu saluran kemih, proses infeksi dan
inflamasi, trauma, sloughed papillae (papilla ginjal yang nekrosis
dan terpisah dari jaringan sekitar yang disebabkan karena iskemia),
tumor (terutama pada ureter, vesica urinaria, dan urethra).Batu
saluran kemih pada umumnya mengandung kalsium oksalat atau kalsium
fosfat, asam urat, magnesium-amonium-fosfat (MAP), xanthyn, sistin,
silikat dan senyawa lainnya. Data mengenai kandungan / komposisi
zat yang terdapat pada batu sangat penting untuk usaha pencegahan
terhadap kemungkinan timbulnya batu residif. Jenis batu berdasarkan
pembentuknya dapat dibagi menjadi:a. Batu KalsiumBatu jenis ini
paling banyak di jumpai, yaitu kurang lebih 70 - 80% dari seluruh
batu saluran kemih. Kandungan batu jenis ini terdiri atas kalsium
oksalat, kalsium fosfat, atau campuran dari kedua unsur itu. Faktor
terjadinya batu kalsium adalah hiperkalsiuri, hiperoksaluri,
hiperurikosuria, dan hipositraturia. Batu kalsium biasanya
radioopak dan dapat terlihat dengan foto polos abdomen.
Gambar : Batu Kalsium Oksalat.
b. Batu StruvitStruvit adalah senyawa ammonium magnesium fosfat.
Batu struvit disebut juga sebagai batu infeksi, karena terbentuknya
batu ini disebabkan oleh adanya infeksi saluran kemih. Kuman
penyebab infeksi ini adalah kuman golongan pemecah urea atau urea
splitter yang dapat menghasilkan enzim urease dan merubah urine
menjadi bersuasana basa melalui hidrolisis urea menjadi amoniak.
Kuman-kuman yang termasuk pemecah urea di antaranya adalah :
Proteus, Klebsiella, Serratia, Enterobakter, Pseudomonas, dan
Stafilokokus. Meskipun E coli banyak menimbulkan infeksi saluran
kemih tetapi kuman ini bukan termasuk pemecah urea.
Gambar : Batu Struvit.c. Batu Asam Urat
Batu asam urat merupakan 5-10% dari seluruh batu saluran kemih.
Di antaranya 75-80% batu asam urat terdiri atas asam murni dan
sisanya merupakan campuran kalsium oksalat. Penyakit batu asam urat
banyak diderita oleh pasien-pasien gout, penyakit
mieloproliferatif, pasien yang mendapatkan terapi antikanker, dan
yang banyak mempergunakan obat urikosurik diantaranya adalah
sulfinpirazone, thiazide, dan salisilat. Kegemukan, peminum
alkohol, dan diet tinggi protein mempunyai peluang yang lebih besar
untuk mendapatkan penyakit ini. Batu asam urat biasanya radiolusen
dan tidak dapat dilihat dengan foto polos abdomen.
Gambar : Batu asam urat.
d.Batu sistin
Batu sistin merupakan 1-2% dari seluruh batu saluran kemih yang
terjadi karena kelainan herediter dalam transport asam amino pada
ginjal. Terjadi penumpukan kristal sistin pada urin penderita
(sistinuria) yang menyebabkan terbentuknya batu. Penderita biasanya
berusia muda dengan keluhan batu saluran kemih yang rekuren.
Gambar : Batu Sistin.Keadaan yang termasuk obstruksi mekanik
ekstrinsik yang didapat antara lain pada perempuan dapat terjadi
bila ureter ditekan dari luar oleh tumor pelvis (myoma uteri,
karsinoma uteri). Obstruksi traktus urinarius pada perempuan yang
lebih tua paling sering terjadi akibat prolapnya struktur pelvis,
seperti uterus dan buli-buli. Kehamilan dapat menyebabkan obstruksi
traktus urinarius pada perempuan yang lebih muda akibat obstruksi
ureter oleh uterus yang gravid. Pada laki-laki, pembesaran prostat
(BPH) dapat menyebabkan obstruksi traktus urinarius dengan cara
mengobstruksi uretra. Selain itu juga dapat diakibatkan oleh
striktur urethra, tumor (misalnya pada kolon atau rectum), fibrosis
retroperitoneal (terjadi fibrosis luas yang menyebabkan obstruksi
terutama pada ureter). 1,2,5
Gambar 3: Pembesaran Prostat pada BPH.Keadaan yang termasuk
obstruksi fungsional adalah buli-buli neurogenik, yaitu keadaan
dimana buli-buli tidak berfungsi dengan normal karena kelainan
neurologis dan dapat disebabkan oleh lesi pada otak, medulla
spinalis, segmen sakralis, dan sistem saraf perifer. Obstruksi
buli-buli umumnya disebabkan oleh lesi pada segmen sakralis dan
sistem saraf perifer. Pasien dapat merasakan buli-bulinya terisi
penuh tetapi terjadi arefleksia yang menyebabkan m.detrusor tidak
berkontraksi sehingga tidak terjadi proses miksi. Buli-buli akan
mengalami overdistensi dan urin akan keluar secara paksa (overflow
incontinence). Riwayat pasien sangat membantu dalam mencari
penyebab dari obstruksi, yaitu riwayat penyakit sekarang, riwayat
penyakit dahulu (diabetes, kalkuli, tumor, radiasi, fibrosis
retroperitoneal, penyakit neurologi), riwayat konsumsi obat-obatan
(antara lain, antikolinergik, narkotik), dan riwayat operasi
sebelumnya (operasi pelvis, radiasi).1,2,5
Gambar 4: Letak Batu Saluran Kemih.
Gambar 5: Striktur Urethra dengan Pemeriksaan Retrograde
Urethrogram.IV. Manifestasi KlinisObstruksi traktus urinarius dapat
menyebabkan bermacam-macam gejala, mulai dari asimptomatis sampai
kolik renal. Hal ini dipengaruhi oleh:5,61. Berapa lama obstruksi
terjadi (akut atau kronis)
2. Letak obstruksi3. Penyebab obstruksi (intrinsik atau
ekstrinsik)
4. Obstruksi total atau parsialBila obstruksi terjadi di traktus
urinarius bagian atas (ginjal, ureter), manifestasinya berupa nyeri
pinggang yang bisa menjalar ke punggung atau testis dan labia
ipsilateral. Mual dan muntah juga sering terjadi, terutama pada
obstruksi akut. Jika terjadi infeksi, pasien dapat mengeluh demam,
menggigil, dysuria dan pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan nyeri
ketok costovertebra angle (CVA) bila terjadi pielonefritis.
Hematuria juga dapat terjadi. Jika obstruksi terjadi bilateral dan
parah, dapat terjadi gagal ginjal yang berakibat pada uremia.
Uremia memiliki gejala yaitu rasa lemas, edema perifer, dan
penurunan kesadaran.5,6Bila obstruksi terjadi traktus urinarius
bagian bawah (buli-buli, urethra), manifestasinya berupa gangguan
miksi, seperti urgensi, frekuensi, nokturia, inkontinensia,
hesitansi, aliran yang berkurang, urin yang menetes (post void
dribbling) dan perasaan kurang tuntas seusai berkemih. Nyeri
suprapubik atau buli-buli yang teraba merupakan tanda retensi
urin.5,6V. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan meliputi pemeriksaan
laboratorium dan radiologis. Bila ditemukan leukositosis pada
pemeriksaan darah menunjukkan adanya infeksi. Anemia dapat terjadi
pada proses akut (kehilangan darah bila terjadi hematuria) dan
kronik (insufisiensi renal kronik, malignansi).2,5,6
Urinalisis dapat berguna untuk menunjukkan adanya infeksi atau
hematuria. Ditemukannya leukosit pada urin menunjukkan proses
inflamasi atau infeksi. Ditemukannya nitrit atau leukosit esterase
pada urin menunjukkan adanya infeksi. Setiap urin yang mengandung
leukosit atau nitrit sebaiknya dikirim untuk analisis kultur dan
sensitivitas antibiotik. Bakteri penghasil nitrit misalnya E. coli,
Kleebsiella, Enterobacter, Pseudomonas. Leukosit esterase
dihasilkan ketika leukosit mengalami lisis. Adanya leukosit
esterase menandakan terjadinya pyuria. Ditemukannya eritrosit pada
urin dapat menunjukkan adanya infeksi, batu maupun tumor. Suatu
sampel dikatakan positif hematuria mikroskopik bila eritrosit >
2 sel/lapang pandang. Bisa diperiksa juga pH urin pada kasus batu
saluran kemih untuk membedakan jenis batu. Batu kalsium oksalat,
kalsium fosfat, struvit dan staghorn akan menmberikan hasil pH yang
lebih alkali sedangkan pada batu asam urat dan sistin akan
memberikan pH yang lebih asam.
Untuk pemeriksaan tambahan atau jika akan dilakukan pemeriksaan
radiologis dengan kontras, dapat dilakukan pemeriksaan fungsi
ginjal (ureum dan kreatinin).
Pemeriksaan radiologis yang dapat dilakukan antara lain
intravenous pyelography (IVP), USG, dan CT scan.2,5,6
IVP dilakukan dengan cara memasukkan kontras ke dalam vena.
Tujuan IVP adalah untuk mendeteksi adanya obstruksi pada pasien
dengan fungsi ginjal yang normal, tidak alergi dengan kontras dan
tidak sedang hamil. IVP dapat menilai anatomi dan fungsi dari organ
traktus urinarius yang mengalami obstruksi.
Pada obtruksi urinarius yang akut maka pada IVP akan
terlihat:5(a). Obstruksi nefrogram
(b). Terlambatnya pengisian kontras pada system urinarius
(c). Dilatasi dari system urinarius, mungkin juga terjadi ginjal
membesar
(d). Dapat juga terjadi ruptur fornix akibat extravasasi traktus
urinarius
Pada kasus obstruksi ureter yang kronis maka biasanya terlihat
dilatasi ureter, berliku-liku, dan contras mengumpul pada daerah
ureter yang mengalami obstruksi. Pada ginjal dapat terlihat
parenkimnya menipis (baik segmental maupun komplet), kaliks nampak
seperti bulan sabit, dan nafrogramnya nampak menggembung.5
USG merupakan alat pemeriksaan yang baik untuk pemeriksaan awal.
Pemeriksaan USG terutama sangat berguna pada pasien yang alergi
terhadap kontras IVP, hamil atau kreatinin meningkat karena USG
tidak menggunakan kontras, radiasi, dan tidak bergantung pada
fungsi ginjal. USG sensitif untuk melihat massa parenkim ginjal,
hidronefrosis, distensi buli-buli, dan batu ginjal.
CT Scan berguna untuk memberikan informasi tentang detail
anatomis mengenai traktus urinarius dan dapat digunakan untuk
mengidentifikasi atau menyingkirkan kemungkinan proses
intraabdominal lain sebagai penyebab gejala yang ada (misal:
appendisitis, kolesistitis, diverticulitis).5
Gambar 5: CT Scan Non Kontras pada Urolithiasis.VI.
PenatalaksanaanPenanganan dari obstruksi tergantung dari penyebab
obstruksi. Beberapa penanganan tersebut adalah:
a. Penanganan obstruksi karena batuPenanganan meliputi manajemen
kolik, termasuk intervensi bedah jika diperlukan, dan terapi
farmakologis. Dalam keadaan emergensi dimana terdapat kemungkinan
terjadi gagal ginjal, fokus penatalaksanaan adalah koreksi
dehidrasi, atasi infeksi bila ada, mencegah scarring, dan
menurunkan risiko gagal ginjal terutama pasien dengan azotemia
(kreatinin > 2 mg/dL), diabetes, atau dehidrasi. Sebaiknya
dipilih pemeriksaan radiologis yang tidak membutuhkan kontras
intravena, misalnya USG, foto polos abdomen dan CT scan non
kontras, untuk meminimalisir risiko nefrotoksisitas.1,2,7
Indikasi dilakukan intervensi bedah untuk mengeluarkan batu
secara aktif antara lain: ukuran batu > 15 mm, adanya obstruksi
saluran kemih persisten, adanya infeksi, nyeri menetap atau
berulang, dan adanya gangguan fungsi ginjal. Intervensi bedah yang
dilakukan antara lain:a. ESWL (Extracorporeal shockwave
lithotripsi)
Merupakan metode yang paling tidak invasif, menggunakan
gelombang kejut untuk menghancurkan batu menjadi fragmen-fragmen
kecil sehingga diharapkan dapat keluar secara spontan. Tindakan ini
dikontraindikasikan pada kehamilan, kelainan pendarahan, obstruksi
ureter anatomis distal dari batu, batu sistin dan pada pasien
dengan obesitas (jarak kulit ke batu > 10 cm).1,2,7
Gambar 6: Prosedur ESWL.
b. Endourologi
Tindakan endourologi adalah tindakan invasif minimal untuk
mengeluarkan batu saluran kemih yang terdiri atas memecah batu, dan
kemudian mengeluarkannya dari saluran kemih melalui alat yang
dimasukkan langsung ke dalam saluran kemih. Alat itu dimasukkan
melalui urethra atau melalui insisi kecil pada kulit (perkutan).
Untuk pasien dengan ukuran batu 1-2 cm, berada di kaliks bagian
bawah, batu sistin, dapat dilakukan prosedur ureterorenoskopi (URS)
yatu memasukkan endoskopi ke dalam ureter. Untuk pasien dengan
ukuran batu > 2 cm, dilakukan prosedur percutaneous
nephrostolitotomy (PCNL) yaitu membuat insisi pada kulit pinggang
tepat di atas ginjal dan memasukkan endoskopi secara
langsung.1,2,7
Gambar 7: Prosedur PCNL.
Gambar 8: Prosedur URS.2. Penanganan obstruksi karena BPH
Tujuan terapi hyperplasia prostat adalah memperbaiki keluhan
miksi, meningkatkan kualitas hidup, mengurangi obstruksi
intravesika, mengembalikan fungsi ginjal jika terjadi gagal ginjal,
mengurangi volume residu urine setelah miksi dan mencegah
progresifitas penyakit. Hal ini dapat dicegah dengan medikamentosa,
pembedahan atau tindakan endourologi.1,2,7Tabel 2: Pilihan Terapi
pada BPH.
ObservasiMedikamentosaOperasiInvasive minimal
Watchful waiting Penghambat adrenergik Prostatektomi terbuka
TUMT
TUBD
Stent uretra
TUNA
Penghambat reduktese Endourologi
Fisioterapi 1. TURP
2. TUIP
3. TULP
Elektovaporasi
Hormonal
Gambar 9: Skor IPSS.
Bagan 1: Algoritma Penatalaksanaan BPH.a. Watchful waiting
Pilihan tanpa terapi ini ditujukan untuk pasien BPH dengan skor
IPSS dibawah 7, yaitu keluhan ringan yang tidak mengganggu
aktivitas sehari-hari. Pasien tidak mendapat terapi namun hanya
diberi penjelasan mengenai sesuatu hal yang mungkin dapat
memperburuk keluhannya, misalnya (1) jangan mengkonsumsi kopi atau
alcohol setelah makan malam, (2) kurangi konsumsi makanan atau
minuman yang mengiritasi buli-buli (kopi/cokelat), (3) batasi
penggunaan obat-obat influenza yang mengandung fenilpropanolamin,
(4) kurangi makanan pedasa dan asin, dan (5) jangan menahan kencing
terlalu lama.
Secara periodik pasien diminta untuk datang kontrol dengan
ditanya keluhannya apakah menjadi lebih baik (sebaiknya memakai
skor yang baku), disamping itu dilakukan pemeriksaan laboratorium,
residu urin, atau uroflometri. Jika keluhan miksi bertambah jelek
daripada sebelumnya, mungkin perlu dipikirkan terapi yang
lain.2,5b. Medikamentosa
Tujuan terapi medikamentosa adalah berusaha untuk : (1)
mengurangi resistansi otot polos prostat sebagai komponen dinamik
penyebab obstruksi infravesika dengan obat-obatan penghambat
adrenergic alfa (adrenergic alfa blocker dan (2) mengurangi volume
prostat sebagai komponen static dengan cara menurunkan kadar
hormone testosterone/dihidrotestosteron (DHT) melalui penghambat
5-reduktase.5c. Transurethral jarum ablasi prostat (TUNA)
melibatkan menggunakan frekuensi tinggi gelombang radio untuk
menghasilkan panas, sehingga proses tersebut menyebabkan cedera
termal untuk prostat. d. Insisi prostat transurethral (TUIP)
dilakukan pada volume prostat kurang dari 30 cm3, tidak terdapat
pembesaran lobus medius, dan tanpa kecurigaan adanya keganasan
prostate. Reseksi prostat transurethral (TURP) merupakan prosedur
yang sering digunakan. Indikasi dilakukan TURP adalah retensi urin
akut, gross hematuria rekuren, infeksi saluran kemih, insufisiensi
renal akibat obstruksi.1,5
Gambar 10: Prosedur TURP.VII.PrognosisPrognosis dari obstruksi
traktus urinarius bergantung pada penyebab, lokasi, derajat dan
durasi obstruksi, dan ada atau tidaknya infeksi. Prognosis akan
lebih baik bila fungsi ginjal tidak mengalami penurunan, tidak
terjadi infeksi, dan obstruksi teratasi.5PENUTUPObstruksi traktus
urinarius merupakan terhambatnya aliran urin dari ginjal yang bisa
disebabkan oleh berbagai macam etiologi. Obstruksi ini dapat
terjadi pada seluruh bagian traktus urinarius, termasuk pelvis
renalis, ureter, buli-buli dan urethra.Secara anatomis terdapat
beberapa tempat yang ukuran diameternya relatif lebih sempit
daripada ditempat lain, sehingga batu atau benda-benda lain yang
berasal dari ginjal seringkali tersangkut di tempat itu.
Tempat-tempat penyempitan itu antara lain adalah : pada perbatasan
antara pelvis renalis dan ureter (UPJ), tempat arteri menyilang
arteri iliaka di rongga pelvis, dan pada saat ureter masuk ke
buli-buli (UVJ).Obstruksi traktus urinarius dapat menyebabkan
bermacam-macam gejala, mulai dari asimptomatis sampai kolik renal.
Hal ini dipengaruhi oleh berapa lama obstruksi terjadi (akut atau
kronis), letak obstruksi, penyebab obstruksi (intrinsik atau
ekstrinsik), dan obstruksi total atau parsial.Penanganan dari
obstruksi tergantung dari penyebab obstruksi. Prognosis dari
obstruksi traktus urinarius tergantung pada penyebab, lokasi,
derajat dan durasi obstruksi, dan ada atau tidaknya infeksi.
DAFTAR PUSTAKA1. Towsend MC. Sabiston textbook of surgery. 19th
ed. Philadelphia: Saunders Elsevier.2012.p.2052-9.2. Brunicardi DC,
Andersen DK. Schwartzs principle of surgery. 10th ed. New York:
McGraw-Hill.2014.p.1176, 1661-2,1665.3. Netter FH. Atlas of human
anatomy. 6th ed. Philadelphia: Saunders Elsevier.2014.p.264.4.
Doherty GM. Current diagnosis and treatment surgery. 13th ed. New
York: McGraw-Hill.2010.p.923-5, 935.5. Blandy J, Kaisary A. Lecture
notes: urology. 6th ed. West Sussex: Blackwell.2009.p.77-89,
174-98.6. Sjamsuhidajat R, Jong WD. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi
ke-2. Jakarta: Penerbit EGC.2004.h.431-3.7. Ellis H, Calne SR,
Watson C. Lecture notes: general surgery. 12th ed. West Sussex:
Blackwell.2011.p.355-8, 368-74.
Terapi minimal invasif
Operasi
Riwayat
Pemeriksaan fisik & DRE
Urinalisa
PSA (meningkat/tidak)
Indeks gejala AUA
Gejala ringan
gejala (IPSS