CCAM
BAB I
PENDAHULUAN
Congenital cystic adenomatoid malformation (CCAM) adalah
malformasi paru yang paling sering didiagnosis pada masa prenatal,
dan merupakan 30% - 40% dari seluruh kasus merupakan kelainan
kongenital. Kelainan ini terjadi pada 1-4 / 100.000 kelahiran.
Gangguan ini ditandai dengan percabangan abnormal dari bronkiolus
imatur dan kurangnya perkembangan alveolar, sehingga terbentuk
massa yang dapat berisi komponen kistik ataupun solid. CCAM
berhubungan dengan pohon trakeobronkial. CCAM diklasifikasikan
berdasarkan histopatologi dan ukuran kista. Etiologi dan prognosis
prenatal CCAM bergantung pada ukuran malformasi, derajat hipoplasi
pulmoner, dan efek dari massa yang ditunjukkan dengan pergeseran
mediastinum, kompresi jantung, eversi hemidiafragma, dan adanya
fetal hydrops. Pada banyak kasus, malformasi ini pertumbuhan akan
mengalami regresi yang progresif selama gestasi. Walaupun demikian,
pada beberapa kasus, malformasi tersebut terus berkembang dan
menyebabkan efek massa yang cukup berarti dan perkembangan fetal
hydrops. Adanya hydrops bisa menyebabkan efek yang fatal tanpa
intervensi dan merupakan indikasi pembedahan fetus. Pembedahan
fetus berkisar dari reseksi terbuka untuk lesi mikrokistik hingga
pemasangan shunt torakoamniotik untuk lesi makrokistik dengan kista
yang dominant. Kasus prenatal biasanya diidentifikasi sebelum lahir
dengan skrining USG rutin. Sebagian besar kasus postnatal
diidentifikasi pada saat periode baru lahir. CCAM dapat ditemukan
pada anak yang lebih tua dan dewasa sebagai suatu temuan insidental
atau sekunder terhadap infeksi berulang. Perawatan antenatal dengan
penggunaan ultrasonografi rutin selama kehamilan dapat membantu
diagnosis. Diagnosis dengan metode pencitraan sangat membantu
pemilihan teknik pembedahan untuk penatalaksanaan kasus ini. Metode
diagnosis yang palih mudah dan cepat adalah CT Scan. Akan tetapi
penggunaan kontras pada CT Scan dapat menimbulkan radiasi. Metode
yang paling aman selanjutnya adalah MRI. Dengan pemeriksaan MRI,
pada masa prenatal CCAM tampak sebagai massa homogen atau heterogen
yang solid atau kistik dengan darah yang biasanya disuplai oleh
sirkulasi pulmoner.
BAB II
Congenital Cystic Adenomatoid Malformation (CCAM)A.
DefinisiCongenital cystic adenomatoid malformation (CCAM) merupakan
anomali paru berupa massa hamartomatous yang ditandai dengan
berhentinya maturasi bronkiolar normal yang berdampak pada
pertumbuhan kista bronkial terminal.
B. EtiologiLesi kemungkinan berasal dari insult embrionik,
sebelum hari ke-35 gestasi, dengan malformasi dari struktur
bronchiolus terminal. Pemeriksaan histologis menunjukkan sedikit
paru yang normal dengan elemen glanduler yang banyak. Bentuk kista
adalah yang paling sering; kartilago jarang. Adanya kartilago
kemungkinan mengindikasikan insult embrionik yang agak lambat,
mungkin hingga minggu ke 10-24. Walaupun interaksi faktor
pertumbuhan dan mekanisme sinyal telah berimplikasi pada perubahan
morfogenesis percabangan paru, peran yang pasti dalam perkembangan
yang tidak jelas ini masih tetap tidak menunjukkan titik
terang.
C. Patofisiologi
Patofisiologis dari CCAM dapat dibagi ke dalam prenatal dan
postnatal. Lesi yang besar berhubungan dengan perkembangan hidrops
fetalis pada 40% kasus dan merupakan tanda prognosis yang buruk.
Hidrops diduga timbul dari kompresi vena kava inferior, yang
mengakibatkan aliran balik vena dan menyebabkan penurunan cardiac
output dan terjadinya efusi. Kelahiran prematur dilakukan sebagai
usaha untuk menyelamatkan janin yang bisa berakhir ke kematian
janin. Bayi yang lahir prematur akan mengakibatkan pulmonary
hipoplasia yang kemudian menimbulakn distress pernapasan.
Polihidramnion juga dapat dikaitkan dengan CCAM. Hal ini berkembang
sebagai hasil dari tekanan intrathoracic tinggi yang mengarah ke
kompresi esofagus dan ketidakmampuan untuk menelan. CCAM sulit
terdiagnosis sampai ditemukan sebagai temuan gejala klinisi di
kemudian hari, namun keluhan yang biasa terjadi setelah anak lahir
adalah gangguan pernapasan. Hal ini mungkin karena hipoplasia paru,
pergeseran mediastinum, pneumotoraks spontan, dan efusi pleura
sekunder untuk hidrops. D. Epidemiologi
Terdapat 48 kasus dari lima rumah sakit di Kanada dengan
insidens kejadian 1:25.000 sampai 1:35.000 yang didiagnosis dengan
USG selama perawtan sebelum kelahiran.
E. Mortalitas/ MorbiditasAngka mortalitas berkisar antara 25-30%
pada semua bayi baru lahir dengan CCAM, namun angka ini tidak
termasuk anak-anak yang timbul gejala kemudian.
Abortus elektif dapat mengakibatkan kematian perinatal. Angka
kematian CCAM sebelum lahir dilaporkan 9-49%. Faktor risiko yang
mengakibatkan prognosis yang buruk adalah hidrops fetalis dan juga
polihadramnion. Indikator lain dari prognosis buruk termasuk jenis
lesi, yaitu CCAM mikrokistik. Ukuran keseluruhan dari lesi juga
telah dilaporkan sebagai prediktor penting untuk bertahan hidup.
Namun indeks ini dapat menurun selama intrauterine. Sebuah lesi
yang besar mungkin terkait dengan hipoplasia paru. Hal ini dapat
menyebabkan gangguan pernapasan saat lahir. Lesi bilateral
menyebabkan hasil yang buruk, tetapi lesi sebelah kiri dilaporkan
memiliki prognosis yang lebih buruk dibandingakan dengan lesi
sebelah kanan. Potensi untuk bertransformasi menjadi ganas dapat
terjadi dalam semua kasus CCAM. Sekali pun lesi sudah direseksi,
risiko untuk mejadi ganas masih tidak diketahui. Komplikasi lain
yang telah dijelaskan mencakup pengembangan pneumotoraks spontan,
hemopneumothorax, dan hemoptisis terkait.F. Manifestasi Klinis
Pasien muncul dengan respiratory distress pada awal kelahiran
atau early infancy, infeksi respirasi yang berulang, dan
pneumotorak. Lesi dapat membingungkan dengan hernia diafragmatika.
Pasien dengan lesi yang lebih kecil dapat tampak asimtomatik hingga
pertengahan masa kanak-kanak. Suara napas dapat menghilang, dengan
pergeseran mediastinum dari lesi pada pemeriksaan fisik. Radiografi
dada menunjukkan massa kistik, kadang-kadang dengan pergeseran
mediastinum. Pada beberapa kasus, air fluid level menandakan abses
paru.
a. Respiratory Distress
Respiratory distress merupakan gejala yang paling sering terjadi
dan membantu dalam mendiagnosis CCAM. Gejala yang biasa terjadi
mulai dari grunting, takipnea, dan kebutuhan oksigen ringan sampai
kegagalan pernapasan fulminan yang memerlukan dukungan ventilator
agresif atau Extracorporeal Membrane Oxygenation (ECMO). Mekanisme
multipel mempengaruhi timbulnya kesulitan pernapasan. Hipoplasia
pulmonal mungkin timbul sebagai konsekuensi dari CCAM yang besar,
pergeseran mediastinum dapat membahayakan fungsi jantung dan
pernapasan, pneumotoraks spontan dapat terjadi, dan udara terjebak
dalam kista menyebabkan kompresi jaringan paru fungsional.b.
Infeksi berulang: Anak-anak dengan CCAM yang belum direseksi
beresiko mengalami infeksi paru berulang karena kompresi bronkial,
adanya udara yang terjebak, dan ketidakmampuan untuk membersihkan
sekresi. c. Hemoptisis: Hemoptisis kadang-kadang digambarkan
sebagai manifestasi dari CCAM pada anak yang lebih tua. d. Dispnea
dan nyeri dada: Dispnea mungkin berhubungan dengan pneumotoraks,
yang telah digambarkan sebagai CCAM. e. Lainnya: Batuk, demam, dan
gagal tumbuh semuanya telah dilaporkan dalam hubungannya dengan
CCAM. G. Diagnosis Banding
a. Pulmonary sequestrationb. Hernia diafragma kongenital c.
Pneumonia kongenital d. Hemothorax e. Efusi pleura f. Pneumatocele
g. Pneumotoraks H. Penegakan Diagnosis
Penilaian prenatal
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboraorium tidak terlalu membantu dalam
mendiagnosis CCAM. Hasil karyotyping pada cairan amnion yang
dilakukan pada bayi baru lahir dengan CCAM menunjukkan anomali
kromosom, tetapi insiden ini sangat rendah.
USG
Pada pencitraan USG yang harus dievaluasi adalah lokasi, volume,
ukuran/ gambaran (misalnya mikrokistik atau makrokistik) lesi, dan
suplai darah. Berdasarkan ukuran CCAM dan sekuele yang terkait,
pengawasan USG harus dilakukan sekali atau dua kali dalam seminggu
selama pertengahan kehamilan untuk memonitor perubahan volume
CCAM.
Gambar1
Gambar 2
Gambar 1 dan 2: minggu ke-27. Gambar 1 menunjukkan gambaran
aksial melewati daerah CCAM di paru kiri fetus, tipe 1. Lesi besar
di sisi kiri, anechogenic menggeser jantung ke kanan. Gambar 2
menunjukkan gambaran aksial, sagital, dan koronal CCAM di kiri
paru.
Pencitraan Doppler
Doppler berwarna sebaiknya digunakan untuk mengevaluasi asal
suplai darah CCAM untuk mengeksklusi diagnosis BPS.
Gambar 3. gambaran power Doppler; pemindaian transversal dada
menunjukkan CCAM paru kiri fetus dengan dekstroposisi jantung.
Echocardiografi
Echocardiografi fetus dilakukan karena ada kecendrungan
peningkatan insidensi anomali struktur dan fungsi jantung. Selain
itu, disebutkan pula bahwa penilaian awal terhadap fungsi jantung
bermanfaat dalam mengawasi perubahan fisiologis selama masa
kehamilan.
Penilaian volume CCAMPerbandingan volume CCAM (CVR / CCAM Volume
Ratio) adalah perbandingan volume berdasarkan volume elliptical
CCAM [tinggi (cm) x lebar (cm) x kedalaman (cm) x 0,523 = cm3]
dibagi dengan lingkar kepala (cm). Secara spesifik, CVR 1,6
berhubungan dengan survival rate sebesar 94% dan berisiko < 3%
untuk mengalami perkembangan hydrops. Peringatan penting untuk
penggunaan CVR adalah kegunaan prediktifnya paling aplikatif untuk
CCAM yang predominan solid tanpa kista yang dominan. Oleh karena
itu, CVR tampaknya merupakan modalitas yang bermanfaat untuk
memasukkan pasien ke dalam kategori risiko tinggi dan rendah untuk
terjadinya hydrops, tetapi tidak ditujukan untuk memilih secara
spesifik fetus yang harus mendapatkan terapi inutero atau
pembedahan sebelum berkembang menjadi komplikasi seperti
hydrops.
Penilaian Postnatal
Foto torak
Gambar 1. X-ray torak neonatus menunjukkan assa multikistik yang
besar di hemitorak kiri dengan pergeseran mediastinum akibat CCAM
(Dari Williams HJ, Johnson KJ: Imaging of congenital cystic lung
lesions. Paediatr Resp Rev 2002;3:120127.)
Pada pencitraan torak dapat ditemukan pergeseran mediastinum,
pleura dan perikardia efusi, dan pneumotorak. Diagnosis mungkin
tidak jelas hanya dari radiografi dada saja. Radiografi dada dapat
mengungkapkan massa tanpa bukti adanya kista. CT Scan dadaCT scan
dada adalah metode diagnostik yang aman dan cepat dalam
mendiagnosis CCAM pada semua usia. Hasil yang didapat :
a. Penampilan khasnya adalah lesi kistik multilocular dengan
dinding tipis yang dikelilingi oleh parenkim paru normal. Kejadian
infeksi para-paru dapat mempersulit diagnosis. b. Terdapat air
fluid level. Diagnosis dengan High-Resolution Chest Tomogaphy
(HRCT) dapat membedakan antara lesi mikrositik dan makrositik.
Gambar 3. Gambaran CT Scan dada pada pasien laki-laki usia 3
tahun dengan keluhan infeksi dada berulang dan respiratory distress
sejak lahir menunjukkan lesi kistik multilokuler, berdinding tipis,
dengan ukuran yang bervariasi (dari 3 mm 22 mm), dikelilingi oleh
parenkim paru normal. Pencitraan lainnyaUltrasonografi ginjal dan
otak pada semua bayi baru lahir dengan CCAM dapat membedakan
anomali ginjal dan anomali SSP. Ekokardiografi pada semua bayi baru
lahir dengan CCAM untuk menyingkirkan lesi pada jantung.
Selanjutnya pada bayi dengan respiratory distress, ekokardiografi
dapat memberikan bukti hipertensi pulmonal persisten.
Klasifikasi CCAM
CCAM digambarkan sebagai hamartoma, yaitu jaringan abnormal
dengan kelebihan satu atau lebih komponen jaringan. Pada tahun
1977, Stocker mengklasifikasikan menjadi 3 jenis CCAM berdasarkan
ukuran kista. 1. Tipe I meliputi beberapa kista besar (> 2 cm)
atau kista tunggal yang besar dikelilingi oleh kista-kista yang
lebih kecil. Kista dilapisi oleh epitel pseudostratified bersilia.
Dinding kista terdiri dari sel otot polos dan jaringan elastik.
Pada sepertiga kasus didapatkan sel yang menghasilkan mukus. Jarang
ditemukan kartilago pada dinding kista. Tipe I adalah jenis yang
paling umum dan prognosisnya yang sangat baik. 2. Tipe II CCAM
meliputi beberapa kista kecil, biasanya kurang dari 1 cm.
Insidennya lebih dari 40% kasus CCAM. Stocker menyebutkan sebanyak
60% dari tipe II yang berhubungan dengan anomali kongenital lain
yang dapat mempengaruhi prognosis khususnya agenesis ginjal3. Tipe
III CCAM yaitu lesi yang besar dan mencapai kurang dari 5% dari
semua kasus. Lesi terdiri dari lesi mikrokistik multipel, berukuran
kurang dari 0,5 cm. Lesi solid dengan struktur yang mirip
bronkiolus yang dilapisi dengan epitel kuboid bersilia dan
dipisahkan oleh daerah epitel kuboid tidak-bersilia. Lesi ini
memberikan prognosis terburuk dan dapat berakibat fatal.
Walaupun demikian, hubungan antara pengelompokkan berdasarkan
histologis dan ukuran lesi dengan prognosis masih kontroversial.
Pada tahun 1993, Adzick membuat klasifikasi lainnya. Lesi
Microcystic (kista berukuran 5 mm) tidak berhubungan dengan hidrops
dan memiliki prognosis yang lebih baik. I. Tatalaksana
Intervensi antenatal masih kontroversial, tetapi dapat termasuk
eksisi lobus yang terkena pada lesi mikrokistik, aspirasi pada lesi
makrokistik, dan pembedahan open fetal.
Pada masa postnatal, pembedahan diindikasikan untuk seluruh
pasien simtomatik. Walaupun pembedahan dapat tertunda pada infan
asimtomatik karena resolusi postnatal telah dilaporkan, resolusi
yang sebenarnya tampak sangat jarang dengan kelainan yang dapat
dideteksi dengan CT atau MRI. Diferensiasi sarkomatosa dan
karsinomatosa telah digambarkan pada pasien dengan CCAM, sehingga
reseksi pembedahan pada usia 1 tahun direkomendasikan untuk
membatasi potensi malignansi. Laju mortalitas-nya < 10%.
Untuk tatalaksana dengan medikamentosa, tidak ada terapi khusus
yang digunakan untuk CCAM, selain dari antibiotik pada anak CCAM
dengan komplikasi pneumonia. Perawatan suportif lainnya mulai dari
suplemen oksigen untuk ventilasi mekanis.J. Prognosis
a. Risiko kematian pada janin dengan hidrops sangat tinggi. b.
Indikator lain dari prognosis buruk adalah jenis lesi, di mana CCAM
mikrokistik dikaitkan dengan hasil yang jauh lebih buruk. c. Ukuran
keseluruhan dari lesi juga telah dilaporkan sebagai prediktor
penting untuk prognosis. Namun indeks ini dapat berubah karena CCAM
dapat mengalami involusi dan bahkan menghilang dalam rahim. d.
Polihidramnion juga dikaitkan dengan prognosis yang lebih
buruk.
K. Komplikasi
a. Kematian janin yang disebabkan oleh hidrops, operasi janin,
prematur, atau malformasi lainnya
b. Kelahiran prematur karena polihidramnion. c. Respiratory
distress karena hidrops, hipoplasia paru, hipertensi paru,
pneumotorak, atau prematuritas d. Postnatal kematian karena
gangguan pernapasan, hidrops tidak diobati, atau hipertensi
pulmonal e. Pneumonia berulang f. Hemothorax g. Perubahan lesi
menjadi ganas: rhabdomyosarcoma, blastomas paru, karsinoma sel
skuamosa, dan karsinoma bronchioalveolar BAB III
Magnetic Resonance Imaging (MRI) pada Congenital Cystic
Adenomatoid Malformation (CCAM)
MRI (Magnetic Resonance Imaging) merupakan alat yang bermanfaat
untuk pencitraan massa di dada fetus, tidak hanya karena dengan
penggunan MRI dapat membedakan CCAM dari lesi intratorakal lainnya,
termasuk hernia diafragmatika kongenital, tetapi juga dapat
mengindikasi lokasi lobus dan memberi visualisasi yang akurat serta
menentukan adanya kompresi paru normal. Selain itu, MRI juga
membantu dalam menentukan prognosis. Pencitraan dengan MRI dapat
dilakukan pada ibu yang mengalami kontraindikasi penggunaan USG,
seperti obesitas, letak janin yang buruk, dan oligohidramnion.
Gambar 1.A.
GAMBAR1. Tiga kasus berbeda CCAM. Gambar 1.A. menunjukkan fetus
usia 20-minggu dengan lesi hiperintens homogen kecil (tanda panah)
yang terletak di lobus posterior kiri bagian bawah, tanpa kista.
Gambar 1.B. menunjukkan lesi hiperintens (panah kuning) pada fetus
usia 25-minggu dengan kista diskret (panah hitam). Efek massa
ditunjukkan dengan pergeseran inferior dari diafragma posterior,
tetapi tidak ada hydrops. Gambar 1.C menunjukkan lesi kistik besar
pada fetus usia 20-minggu. Massa yang besar menggeser jantung (H)
ke sisi kontralateral. Adanya hydrops ditunjukkan dengan adanya
ascites (panah hitam) dan penebalan kulit (kepala panah hitam).
Polihidramnion, hasil dari kompresi esophagus oleh massa, juga
nampak.
Gambar B.
Gambar C.
PAGE 14