BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Karena kemajuan tehnik diagnosa pada dewasa ini, kasus-kasus intrakranial menjadi lebih sering dilaporkan. Pada umumnya, tumor intrakranial timbul dengan cepat dan progressif, sehingga mendorong penderitanya untuk segera mendapatkan pengobatan ke dokter. Namun tidak demikian hanya dengan kasus-kasus meningioma dimana penderita datang pada keadaan yang sudah lanjut dan tentunya ukuran tumor sudah menjadi sangat besar. Bahkan oleh karena perjalanannya yang sangat lambat sebagian besar kasus tanpa disertai adanya gejala-gejala klinik. Meningioma yang kecil atau dengan gejala yang minimal sering kali ditemukan secara kebetulan. Dari semua otopsi tumor, dilaporkan terdapat 1,44% meningioma intrakranial yang sebagian besar tanpa adanya gejala- gejala klinik. Seperti banyak kasus neoplasma lainnya, masih banyak hal yang belum diketahui dari meningioma. Tumor otak yang tergolong jinak ini secara histopatologis berasal dari sel pembungkus arakhnoid (arakhnoid cap cells) yang mengalami granulasi dan perubahan bentuk. Meningioma intrakranial merupakan tumor kedua yang tersering disamping Glioma, dan merupakan 13-20% dari tumor susunan saraf pusat. Etiologi dari tumor ini diduga berhubungan dengan genetic, terapi radiasi, hormone sex, infeksi virus dan 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Karena kemajuan tehnik diagnosa pada dewasa ini, kasus-kasus intrakranial menjadi lebih
sering dilaporkan. Pada umumnya, tumor intrakranial timbul dengan cepat dan progressif,
sehingga mendorong penderitanya untuk segera mendapatkan pengobatan ke dokter. Namun
tidak demikian hanya dengan kasus-kasus meningioma dimana penderita datang pada keadaan
yang sudah lanjut dan tentunya ukuran tumor sudah menjadi sangat besar. Bahkan oleh karena
perjalanannya yang sangat lambat sebagian besar kasus tanpa disertai adanya gejala-gejala klinik.
Meningioma yang kecil atau dengan gejala yang minimal sering kali ditemukan secara kebetulan.
Dari semua otopsi tumor, dilaporkan terdapat 1,44% meningioma intrakranial yang sebagian
besar tanpa adanya gejala-gejala klinik.
Seperti banyak kasus neoplasma lainnya, masih banyak hal yang belum diketahui dari
meningioma. Tumor otak yang tergolong jinak ini secara histopatologis berasal dari sel
pembungkus arakhnoid (arakhnoid cap cells) yang mengalami granulasi dan perubahan bentuk.
Meningioma intrakranial merupakan tumor kedua yang tersering disamping Glioma, dan
merupakan 13-20% dari tumor susunan saraf pusat. Etiologi dari tumor ini diduga berhubungan
dengan genetic, terapi radiasi, hormone sex, infeksi virus dan riwayat kepala. Patofisiologi
terjadinya meningioma sampai saat ini masih belum jelas.
Meningioma merupakan neoplasma intrakranial nomor 2 dalam urutan frekuensi yaitu
mencapai angka 20%. Ia lebih sering dijumpai pada wanita dari pada pria terutama pada
golongan umur antara 50-60 tahun dan memperlihatkan kecenderungan untuk ditemukan pada
beberapa anggota di satu keluarga. Korelasi dengan trauma kapitis kurang meyakinkan. Pada
umumnya meningioma dianggap sebagai neoplasma yang berasal dari glioblas di sekitar vili
arachnoid. Sel di medulla spinalis yang sebanding dengan sel tersebut ialah sel yang terletak pada
tempat pertemuan antara arachnoid dengan dura mater yang menutupi radiks.
BAB II
1
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 MENINGIOMA
Meningioma adalah tumor pada meningens, yang merupakan selaput pelindung yang
melindungi otak dan medulla spinalis. Meningioma dapat timbul pada tempat manapun di
bagian otak maupun medulla spinalis, tetapi, umumnya lebih sering terjadi di intracranial
dibandingkan intraspinal.Kebanyakan meningioma bersifat jinak (benign), sedangkan
meningioma malignan jarang terjadi.
Tumor ini paling sering menyerang wanita, dengan ratio wanita banding pria adalah
2:1. Korelasinya dengan trauma kapitis masih dalam penelitian karena belum cukup bukti
untuk memastikannya. Meningioma dapat tumbuh di mana saja di sepanjang meningen dan
dapat menimbulkan manifestasi klinis yang sangat bervariasi sesuai dengan bagian otak yang
terganggu dan seringkali berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial. Sekitar 40%
meningioma berlokasi di lobus frontalis dan 20% menimbulkan gejala sindroma lobus
frontalis. Sindroma lobus frontalis sendiri merupakan gejala ketidakmampuan mengatur
perilaku seperti impulsif, apati, disorganisasi, defisit memori dan atensi, disfungsi eksekutif,
dan ketidakmampuan mengatur mood. Gejala yang paling sering timbul meliputi sakit kepala
hebat terutama pada pagi hari, kejang, perubahan kepribadian dan gangguan ingatan, mual
dan muntah, serta penglihatan kabur.
Meskipun pada kebanyakan kasus bersifat jinak, namun meningioma dapat
menimbulkan masalah besar bagi dokter dan pasien terutama dalam hal diagnosis dan
penatalaksanaan. Oleh karena hal tersebut, maka penyusun memilih judul “Meningioma”
sebagai judul referat ini.
2.2 ANATOMI
Meninges merupakan selaput atau membrane yang terdiri dari connective tissue yang
2
melapisi dan melindungi otak, terdiri dari tiga bagian, yaitu : duramater, arachnoid, dan piamater.
1. Duramater
Duramater atau pachymeninx dibentuk dari jaringan ikat fibrous. Secara
konvensional duramater ini terdiri dari dua lapis , yaitu lapisan endosteal dan lapisan
meningeal.Lapisan endosteal merupakan lapisan periosteum yang menutupi permukaan
dalam tulang cranium. Lapisan meningeal merupakan lapisan duramater yang , sering
disebut dengan cranial duramater. Terdiri dari jaringan fibrous yang padat dan kuat yang
membungkus otak dan melanjutkan diri menjadi duramater spinalis setelah melewati
foramen magnum yang berakhir sampai segmen kedua dari os sacrum.
Pada pemisahan dua lapisan duramater ini , diantaranya terdapat sinus duramatris
yang berisi darah vena. Sinus venosus/duramatris ini menerima darah dari drainase vena
pada otak dan mengalir menuju vena jugularis interna. Dinding dari sinus- sinus ini
dibatasi oleh endothelium. Pada lapisan duramater ini terdapat banyak cabang-cabang
pembuluh darah yang berasal dari arteri carotis interna, arteri maxillaris , artery
pharyngeus ascendens , artery occipitalis dan artery vertebralis. Dari sudut klinis , yang
terpenting adalah artery meningea media ( cabang dari artery maxillaris ) karena arteri ini
umumnya sering pecah pada keadaan trauma capitis.
Pada duramater terdapat banyak ujung- ujung saraf sensorik, dan peka terhadap
regangan sehingga jika terjadi stimulasi pada ujung-saraf ini dapat menimbulkan sakit
kepala yang hebat.
2. Arachnoid.
Lapisan ini merupakan suatu membrane yang impermeable halus, yang menutupi
otak dan terletak diantara piamater dan duramater. Membran ini dipisahkan dari
duramater oleh ruang potensial yaitu spatium subdurale, dan dari piamater oleh cavum
subarachnoid yang berisi cerebrospinal fluid. Cavum subarachnoid ( subarachnoid space )
merupakan suatu rongga/ ruangan yang dibatasi oleh arachnoid di bagian luar dan
piamater pada bagian dalam. Dinding subarachnoid space ini ditutupi oleh mesothelial
cell yang pipih. Pada daerah tertentu arachnoid menonjol kedalam sinus venosus
membentuk villi arachnoidales. Agregasi villi arachnoid disebut sebagai granulations
arachnoidales. Villi arachnoidales ini berfungsi sebagai tempat perembesan cerebrospinal
3
fluid kedalam aliran darah. Arachnoid berhubungan dengan piamater melalui untaian
jaringan fibrosa halus yang melintasi cairan dalam cavum subarachnoid.Struktur yang
berjalan dari dan keotak menuju cranium atau foraminanya harus melalui cavum
subarachnoid.
3. Piamater
Lapisan piamater berhubungan erat dengan otak dan sum-sum tulang belakang,
mengikuti tiap sulcus dan gyrus. Piamater ini merupakan lapisan dengan banyak
pembuluh darah dan terdiri dari jaringan penyambung yang halus serta dilalui pembuluh
darah yang memberi nutrisi pada jaringan saraf.
Astrosit susunan saraf pusat mempunyai ujung-ujung yang berakhir sebagai end
feet dalam piamater untuk membentuk selaput pia-glia.Selaput ini berfungsi untuk
mencegah masuknya bahan-bahan yang merugikan kedalam susunan saraf pusat.
Piamater membentuk tela choroidea, atap ventriculus tertius dan quartus, dan menyatu
dengan ependyma membentuk plexus choroideus dalam ventriculus lateralis, tertius dan
quartus.
Gambar 1. Potongan melintang tengkorak dan meninges
2.3 EPIDEMIOLOGI
Meningioma merupakan tumor kedua terbanyak, diperkirakan sekitar 13%-26% dari
tumor intrakranial primer, dengan insidens sekitar 6 / 100 000 populasi per tahun. meningioma
di medulla spinalis sekitar 8% dari seluruh tumor meningioma dan 25% sampai 46% dari seluruh
4
tumor medulla spinalis. Paling sering di daerah thorakal sekitar 55% - 80% dari tumor
meningioma di medulla spinalis, sedangkan di daerah servical sekitar 33% dari semua lesi. 90%
dari tumor ini adalah jinak dan paling sering terjadi antara usia 40 dan 70 tahun. Meningioma
terjadi 2-3 kali lebih sering pada wanita dari pada pria tetapi di medulla spinalis 4:1 wanita lebih
banyak dari pada pria. Meningioma yang kecil atau dengan gejala yang minimal seringkali
diketemukan secara kebetulan. Dilaporkan 1,44% meningioma intrakranial pada semua otopsi
tumor, yang sebagian besar tanpa gejala-gejala klinik.
2.4 ETIOLOGI DAN PATOGENESIS
Penyebab meningioma belum dipahami dengan baik, tetapi dapat mencakup factor genetik
dan lingkungan. Beberapa kondisi yang membuat resiko meningioma meningkat seperti
neurofibromatosis type 2 Kebanyakan kelainan cytogenetic dimana terjadi kehilangan kromosom
22, terjadinya delesi pada long arm (22q) termasuk daerah 22q12 itu berhubungan dengan NF2
gen. Kebanyakan hasil dari mutasi sehingga hilangnya fungsi protein. Kelainan genetik ini
paling sering pada meningioma tipe fibroblastik dan transisional pada gambaran patologi.
Riwayat terapi radiasi sebelumnya dimana penderita pernah tereksposur radiasi di kepala
memiliki resiko yang meningkat untuk timbulnya meningioma, khususnya 10-20 tahun setelah
tereksposur radiasi.
Riwayat trauma kepala, Magnetic Resonance Imaging (MRI) atau Computed Tomography
(CT) yang dilakukan secara frekuen setelah kecelakaan kepala, ini meningkatkan kesempatan
dari penemuan suatu meningioma.
Terdapat pada hormon wanita dan kanker payudara, beberapa tumor meningioma memiliki
reseptor sex hormone dan berkembang cepat pada kehamilan dari penelitian pada wanita yang
menderita meningioma ditemukan reseptor progesterone 88%, reseptor estrogen 40%, reseptor
androgen 38%. Wanita dengan riwayat kanker payudara memiliki insidens meningioma yang
lebih tinggi, dan wanita dengan riwayat meningioma memiliki kemungkinan yang lebih besar
terkena kanker payudara. Meskipun tidak dibuktikan, data-data ini mendukung penyebab pokok
dari meningioma.
Keberadaan dari growth factor ditemukan pada banyak tipe tumor, pada meningioma telah
ditemukan growth factor dan receptornya seperti: Epidermal Growth Factor (EGF),