BAB I PENDAHULUAN Penyakit kanker pada anak umumnya jarang dibandingkan angka kejadian kanker pada orang dewasa. Pada anak angka kejadian kanker 2-4 %, sangat kecil dibandingkan angka kejadian penyakit lainnya seperti infeksi dan allergi. Namun, dari data statistik menunjukkan kejadian penyakit kanker pada anak saat ini memperlihatkan kecenderungan meningkat, dibandingkan dua dasa warsa yang lalu. Leukemia adalah kanker anak yang paling sering, mencapai lebih kurang 33% dari kegasanasan pediatrik. Leukemia limfoblastik akut (LLA) berjumlah kira-kira 75% dari semua kasus, dengan insidensi tertinggi pada umur 4 (empat) tahun. Leukemia mieloblastik d akut (LMA) berjumlah kira-kira 20% dari leukemia, dengan insidensi yang tetap dari lahir sampai usia 10 tahun, meningkat sedikit pada masa remaja. Leukemia sisanya ialah bentuk kronis; leukemia limfositik kronis (LLK) jarang ditemukan pada anak. Insidensi tahunan dari keseluruhan leukemia adalah 42,1 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit kanker pada anak umumnya jarang dibandingkan angka kejadian kanker pada
orang dewasa. Pada anak angka kejadian kanker 2-4 %, sangat kecil dibandingkan angka
kejadian penyakit lainnya seperti infeksi dan allergi. Namun, dari data statistik menunjukkan
kejadian penyakit kanker pada anak saat ini memperlihatkan kecenderungan meningkat,
dibandingkan dua dasa warsa yang lalu.
Leukemia adalah kanker anak yang paling sering, mencapai lebih kurang 33% dari
kegasanasan pediatrik. Leukemia limfoblastik akut (LLA) berjumlah kira-kira 75% dari semua
kasus, dengan insidensi tertinggi pada umur 4 (empat) tahun. Leukemia mieloblastik d akut
(LMA) berjumlah kira-kira 20% dari leukemia, dengan insidensi yang tetap dari lahir sampai
usia 10 tahun, meningkat sedikit pada masa remaja. Leukemia sisanya ialah bentuk kronis;
leukemia limfositik kronis (LLK) jarang ditemukan pada anak. Insidensi tahunan dari
keseluruhan leukemia adalah 42,1 tiap juta anak kulit putih dan 24,3 tiap juta anak kulit hitam.
Perbedaan itu terutama disebabkan oleh rendahnya kejadian kejadian LLA pada orang kulit
hitam. Gambaran klinis yang umum dari leukemia adalah serupa karena semuanya melibatkan
kerusakan hebat fungsi sum-sum tulang. Tetapi, gambaran klinis dan laboratorium spesifik
berbeda dan ada perbedaan dalam respon terhadap terapi dan perbedaan dalam prognosis.
I.1 DEFINISI
Leukemia atau kanker darah adalah sekelompok penyakit neoplastik yang beragam,
ditandai oleh perbanyakan secara tak normal atau transformasi maligna dari sel-sel pembentuk
darah di sumsum tulang dan jaringan limfoid. Sel-sel normal di dalam sumsum tulang digantikan
1
oleh sel tak normal atau abnormal. Sel abnormal ini keluar dari sumsum dan dapat ditemukan di
dalam darah perifer atau darah tepi. Sel leukemia mempengaruhi hematopoiesis atau proses
pembentukan sel darah normal dan imunitas tubuh penderita.
Kata leukemia berarti darah putih, karena pada penderita ditemukan banyak sel darah
putih sebelum diberi terapi. Sel darah putih berasal dari sel stem di sumsum tulang.
Leukemia terjadi jika proses pematangan dari stem sel menjadi sel darah putih mengalami
gangguan dan menghasilkan perubahan ke arah keganasan. Sel darah putih yang tampak banyak
merupakan sel yang muda, misalnya promielosit. Jumlah yang semakin meninggi ini dapat
mengganggu fungsi normal dari sel lainnya.
2.2 ETIOLOGI
Penyebab leukemia belum diketahui secara pasti, namun diketahui beberapa faktor yang
dapat mempengaruhi frekuensi leukemia, seperti :
1. Radiasi
Radiasi dapat meningkatkan frekuensi LMA dan LMA. Tidak ada laporan mengenai
hubungan antara radiasi dengan LLK. Beberapa laporan yang mendukung :
Para pegawai radiologi lebih sering menderita leukemia
Penderita dengan radioterapi lebih sering menderita leukemia
Leukemia ditemukan pada korban hidup kejadian Hiroshima dan Nagasaki.
2. Leukemogenik
Pewarna tekstil (rhodamin) digunakan mewarnai jelly dan minuman agar menarik minat
anak-anak untuk dikonsumsi. Sayuran dan buah-buahan sudah tercemar bahan kimia, akibat
pemupukan dan insektisida, sebelum sampai ketangan konsumen.
2
Hampir semua makanan saat ini menggunakan MSG, monosodium glutamat, perasa
yang berbahan kimia.
Obat untuk kemoterapi
Bahan bakar bensin
3. Genetic
Orang yang memiliki kelainan genetk tertentu (misalnya sindroma
Down dan sindroma Fanconi), juga lebih peka terhadap leukemia.
4. Virus
Virus HTLV-I (human T-cell lymphotropic virus type I), yang menyerupai virus
penyebab AIDS, diduga merupakan penyebab jenis leukemia yang jarang terjadi pada
manusia, yaitu leukemia sel-T dewasa.
1.3 KLASIFIKASI
Leukemia dapat diklasifikasikan berdasarkan :
1. Perjalanan alamiah penyakit: akut dan kronis
Leukemia akut ditandai dengan suatu perjalanan penyakit yang sangat cepat,
mematikan, dan memburuk. Apabila tidak diobati segera, maka penderita dapat
meninggal dalam hitungan minggu hingga hari.
Leukemia kronis memiliki perjalanan penyakit yang tidak begitu cepat sehingga
memiliki harapan hidup yang lebih lama, hingga lebih dari 1 tahun bahkan ada yang
mencapai 5 tahun.
3
2. Tipe sel predominan yang terlibat: limfoid dan myeloid
Kemudian, penyakit diklasifikasikan dengan jenis sel yang ditemukan pada sediaan darah
tepi.
Ketika leukemia mempengaruhi limfosit atau sel limfoid, maka disebut leukemia
limfositik.
Ketika leukemia mempengaruhi sel mieloid seperti neutrofil, basofil,
dan eosinofil, maka disebut leukemia mielositik.
3. Jumlah leukosit dalam darah
Prevalensi empat tipe utama
Leukemia leukemik, bila jumlah leukosit di dalam darah lebih dari normal,
terdapat sel-sel abnormal
Leukemia subleukemik, bila jumlah leukosit di dalam darah kurang dari normal,
terdapat sel-sel abnormal
Leukemia aleukemik, bila jumlah leukosit di dalam darah kurang dari normal,
tidak terdapat sel-sel abnormal
Dengan mengkombinasikan dua klasifikasi pertama, maka leukemia dapat dibagi menjadi:
1. Leukemia limfoblastik akut (LLA) merupakan tipe leukemia paling sering terjadi pada anak-
anak. Penyakit ini juga terdapat pada dewasa yang terutama telah berumur 65 tahun atau
lebih
2. Leukemia mieloblastik akut (LMA) lebih sering terjadi pada dewasa daripada anak-
anak.Tipe ini dahulunya disebut leukemia nonlimfositik akut.
4
3. Leukemia limfositik kronis (LLK) sering diderita oleh orang dewasa yang berumur lebih dari
55 tahun. Kadang-kadang juga diderita oleh dewasa muda, dan hampir tidak ada pada anak-
anak
4. Leukemia mielositik kronis (LMK) sering terjadi pada orang dewasa. Dapat juga terjadi pada
anak-anak, namun sangat sedikit
Tipe yang sering diderita orang dewasa adalah LMA dan LLK, sedangkan LLA sering terjadi
pada anak-anak.
5
BAB II
LEUKIMIA MIELOBLASTIK AKUT
II.1. DEFINISI
Leukemia mieloblastik akut (LMA) adalah suatu penyakit yang ditandai dengan
transformasi neoplastik dan gangguan diferensiasi sel-sel progenitor dari sel myeloid. Bila tidak
diobati,penyakit ini akan mengakibatkan kematian secara cepat dalam waktu beberapa minggu
sampai bulan sesudah diagnosis. Di Negara maju seperti Amerika Serikat, LMA merupakan 32%
dariseluruh kasus leukemia. Penyakit ini lebih sering ditemukan pada dewasa (85%) dari pada
anak(15%). Insidens LMA umumnya tidak berbeda dari masa anak-anak hingga masa dewasa
muda.Sesudah usia 30 tahun, insidensi LMA meningkat secara eksponensial sejalan dengan
meningkatnya usia. LMA pada orang yang berusia 30 tahun adalah 0,8%, pada orang
yangberusia 50 tahun 2,7%, sedang pada orang yang berusia di atas 65 tahun adalah sebesar
13,7%.Secara tidak umum tidak didapatkan adanya variasi antar etnik tentang insidensi LMA,
meskipunpernah dilaporkan adanya insidens LMA tipa M3 yang 2,9 hingga 5,8 kali besar pada
ras Hispanik yang tinggal di Amerika Serikat dibandingkan dengan ras Kaukasia
II.2. ETIOLOGI
Etiologi LMA tidak diketahui. Meskipun demikian, ada beberapa faktor yang diketahui
dapat menyebabkan atau setidaknya menjadi faktor predisposisi LMA pada populasi tertentu.
Benzene merupakan zat leukomogenik untuk LMA. Selain itu, radiasi ionik juga diketahui
dapatmenyebabkan LMA. Terdapat penelitian pada orang-orang yang selamat dari serangan bom
6
atom Hiroshima dan Nagasaki pada tahun 1945. Efek leukomogenik dari paparan ion radiasi
tersebut mulai tampak sejak 1.5tahun sesudah pengeboman dan mencapai puncak 6 atau 7 tahun
sesudah pengeboman. Faktor lain yang merupakan predisposisi untuk LMA adalah trisomi
kromosom 21 yang dijumpai pada penyakit herediter sindrom Down. Pasien sindrom Down
mempunyai risiko10 hingga 18 kali lebih tinggi untuk menderita leukemia, khususnya LMA tipe
M7. Selain itupasien beberapa sindrom genetik seperti sindrom Bloom dan anemia Fanconi juga
diketahuimempunyai risiko yang jauh lebih tinggi dibandingkan populasi normal untuk
menderita LMA.Faktor lain yang memicu terjadinya LMA adalah pengobatan dengan
kempterapi sitotoksik pada pasien tumor padat. LMA akibat terapi adalah komplikasi jangka
panjang yang serius daripengobatan limfoma, mieloma multipel, kanker payudara, kanker
ovarium dan kanker testis. Jenis kemoterapi yang paling sering memicu timbulnya LMA adalah
golongan alkalyting agent dan topoisomerase II inhobitor. LMA akibat terapi mempunyai
prognosis yang lebih buruk dibandingkan LMA de novo sehingga di dalam klasifikasi leukemia
versi WHO dikelompokkan tersendiri.
II.3. PATOGENESIS
Patogenesis utama LMA adalah adanya blokade maturitas yang menyebabkan proses
diferensiasisel-sel seri mieloid terhenti pada sel-sel muda (blast) dengan akibat terjadi akumulasi
blast disumsum tulang. Akumulasi blast di dalam sumsum tulang akan menyebabkan gangguan
hematopoesis normal dan pada gilirannya akan mengakibatkan sindrom kegagalan sumsum
tulang (bone marrow failure syndrome) yang ditandai dengan adanya sitopenia
(anemia,leukopenia dan trombositopenia). Adanya anemia akan menyebabkan pasien mudah
lelah dan pada kasus yang lebih berat sesak nafas, adanya trombositopenia akan menyebabkan
7
tanda-tanda perdarahan, sedang adanya leukopenia akan menyebabkan pasien rentan terhadap
infeksi,termasuk infeksi oportunistis dari flora bakteri normal yang ada di dalam tubuh manusia.
Selain itu, sel-sel blast yang terbentuk juga punya kemampuan untuk migrasi keluar sumsum
tulang dan berinfiltrasi ke organ-organ lain seperti kulit, tulang, jaringan lunak dan sistem syaraf
pusat dan merusak organ-organ tersebut dengan segala akibatnya.
II.4. TANDA DAN GEJALA
Tidak selalu dijumpai leukositosis. Leukositosis terjadi pada sekitar 50% kasus LMA,
sedang15% pasien mempunyai angka leukosit yang normal dan sekitar 35% pasien mengalami
netropenia. Meskipun demikian, sel-sel blast dalam jumlah yang signifikan di darah tepi akan
ditemukan pada 85% kasus LMA. Oleh karena itu sangat penting untuk memeriksa rincian jenis
sel-sel leukosit di darah tepi sebagai pemeriksaan awal, untuk menghindari kesalahan diagnosis
pada orang yang diduga menderita LMA.
Tanda dan gejala utama LMA adalah adanya rasa lelah, perdarahan dan infeksi yang disebabkan
oleh sindrom kegagalan sumsum tulang sebagaimana disebutkan di atas. Perdarahan biasanya
terjadi adalam bentuk purpura atau petekia yang sering dijumpai di ekstremitas bawah atau
berupa epistaksis, perdarahan gusi dan retina. Perdarahan yang lebih berat jarang terjadi
kecualipada kasus yang disertai dengan DIC. Kasus DIC ini paling sering dijumpai di
tenggorokan,paru-paru, kulit dan daerah perirektal, sehingga organ-organ tersebut harus
diperiksa secara teliti pada pasien LMA dengan demam.
Pada pasien dengan angka leukosit yang sangat tinggi (>100 ribu/mm3), sering terjadi
leukostasis, yaitu terjadinya gumpalan leukosit yang menyumbat aliran pembuluh darah vena
maupun arteri. Gejala leukostasis, yaitu terjadinya gumpalan leukosit yang menyumbat aliran
8
pembuluh darah vena maupun arteri. Gejala leukostasis sangat bervariasi, tergantung lokasi
sumbatannya. Gejala yang sering dijumpai adalah gangguan kesadaran, sesak nafas, nyeri dada
dan priapismus. Angka leukosit yang sangat tinggi juga sering menimbulkan gangguan
metabolisme berupa hiperurisemia dan hipoglikemia. Hiperurisemia terjadi akibat sel-sel leukosit
yang berproliferasi secara cepat dalam jumlah yang besar. Hipoglikemia terjadi karena
konsumsigula in vitro dari sampel darah yang akan diperiksa, sehingga akan dijumpai
hipoglikemia yang asimptomatik karena hipoglikemia tersebut hanya terjadiin vitro tetapi
tidak in vivo pada tubuh pasien.
Infiltrasi sel-sel blast akan menyebabkan tanda/gejala yang bervariasi tergantung organ yang
diinfiltrasi. Infiltrasi sel-sel blast di kulit akan menyebabkan leukemia kutis yaitu berupa
benjolan yang tidak berpigmen dan tanpa rasa sakit, sedang infiltrasi sel-sel blast di jaringan
lunak akan menyebabkan nodul di bawah kulit (lkoroma). Infiltrasi sel-sel blast ke dalam gusi.
Meskipun jarang, pada LMA juga dapat dijumpai infiltrasi sel-sel blast ke daerah menings dan
untuk penegakan diagnosis diperlukan pemeriksaan sitologi dari cairan serebro spinal yang
diambil melalui prosedur pungsi lumbal.
II.5. DIAGNOSIS
LMA khas menunjukkan tanda dan gejala yang berkaitan dengan kegagalan sumsum tulang.
LMA harus dipertimbangkan dalam evaluasi setiap penderita dengan pucat, demam, infeksi, atau
perdarahan. Hepatosplenomegali sering, limfadenopati mungkin ada. Hipertrofi gingiva atau
pembengkakan kelenjar parotis jarang tetapi merupakan temuan yang sugestif. Massa lokal dari
sel leukemia (kloroma), mungkin timbul di tempat manapun, tetapi daerah retro orbital dan
epidural paling sering. Kloroma dapat mendahului infiltrasi sel leukemia sumsum tulang. Hitung
9
darah biasanya abnormal. Anemia dan trombositopenia sering mencolok. Hitung leukosit
mungkin tinggi, rendah, atau normal. Blas leukemia mungkin nyata pada preparat apus darah.
LMA mungkin timbul pada anak yang mula-mula hanya menunjukkan anemia, leokopenia atau
trombositopenia saja. Keadaan ini, yang lebih sering terjadi pada dewasa, khas disebut sindrom
mielodisplasia. Sindrom mielodisplasia mempunyai beberapa kesamaan dengan LMA, tetapi
sumsum tulang mengandung persentase sel blas yang lebih rendah dan mempunyai gambaran
displasia yang khas, termasuk megaloblastosis. Penderita mungkin tidak tampak sakit pada
waktu diperiksa dan hanya anemia dan leukopenia yang mendorong mereka untuk memeriksakan
diri ke dokter. Gambaran khasnya meliputi kelainan morfologi sel darah dan sumsum tulang.
Perjalanan alamiah sindrom mielodisplasia pada anak tidak begitu jelas, tetapi dapat timbul pada
anak yang mendapat terapi keganasan sebelumnya.
Secara klasik diagnosis LMA ditegakkan berdasarkan pemeriksaan fisik, morfologi sel dan
pewarnaan sitokimia. Sejak sekitar dua dekade tahun yang lalu berkembang 2 teknik
pemeriksaan terbaru: immunoserotyping dan analisis sitogenetik. Berdasarkan pemeriksaan
morfologi sel dan pengecatan sitokimia, klasifikasi LMA terdiri dari 8 subtipe (M0 sampai
M7).Klasifikasi ini dikenal dengan nama klasifikasi FAB (French American British). Klasifikasi
FAB saat ini masih menjadi dasar LMA. Pengecatan sitokimia yang penting untuk pasien LMA
adalah Sudan Black B (SBB) dan mieloperoksidase (MPO). Kedua pengecatan sitokimia tersebut
akan memberikan hasil positif pada pasien LMA tipe M1, M2, M3, M4 dan M6.