Top Banner
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Limfoma merupakan penyakit keganasan terbanyak ketiga pada anak setelah leukemia dan keganasan susunan syaraf pusat.Limfoma maligna adalah tumor ganas primer dari kelenjar limfe dan jaringan limfatik diorgan lainnya. Penyakit ini dibagi dalam 2 golongan besar, yaitu penyakit limfoma Hodgkin dan limfoma non Hodgkin (LNH). 1 Limfoma Burkitt (LB) termasuk ke dalam subgroup limfoma non- Hodgkin agresif, mempunyai daya gradasi tinggi dan terbentuk dari sel kecil, tidak membelah (noncleaved), tidak berdiferensiasi, difus dan berasal dari limfosit B. 1 Limfoma Burkitt memiliki peranan penting bagi para ahli dalam memahami tumorigenesis.Limfoma Burkitt merupakan tumor pada manusia pertama yang berkaitan dengan virus, salah satu dari tumor pertama yang terbukti memiliki translokasi kromosom yang mengaktivasi onkogen, dan limfoma pertama yang dilaporkan berkaitan dengan infeksi HIV.Limfoma Burkitt merupakan tumor yang tumbuh tercepat pada manusia dengan waktu penggandaan sel (cell doubling time) 24-48 jam. 2 Limfoma Burkitt jarang ditemukan pada anak, angka kematian pada kasus ini sangat tinggi, biasanya pasien meninggal sangat 1
49

Referat LB - Finish

Jul 31, 2015

Download

Documents

Herlin Pramita
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Referat LB - Finish

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Limfoma merupakan penyakit keganasan terbanyak ketiga pada anak setelah leukemia dan

keganasan susunan syaraf pusat.Limfoma maligna adalah tumor ganas primer dari kelenjar limfe dan

jaringan limfatik diorgan lainnya. Penyakit ini dibagi dalam 2 golongan besar, yaitu penyakit

limfoma Hodgkin dan limfoma non Hodgkin (LNH).1

Limfoma Burkitt (LB) termasuk ke dalam subgroup limfoma non-Hodgkin agresif,

mempunyai daya gradasi tinggi dan terbentuk dari sel kecil, tidak membelah (noncleaved), tidak

berdiferensiasi, difus dan berasal dari limfosit B.1

Limfoma Burkitt memiliki peranan penting bagi para ahli dalam memahami

tumorigenesis.Limfoma Burkitt merupakan tumor pada manusia pertama yang berkaitan dengan

virus, salah satu dari tumor pertama yang terbukti memiliki translokasi kromosom yang

mengaktivasi onkogen, dan limfoma pertama yang dilaporkan berkaitan dengan infeksi

HIV.Limfoma Burkitt merupakan tumor yang tumbuh tercepat pada manusia dengan waktu

penggandaan sel (cell doubling time) 24-48 jam.2

Limfoma Burkitt jarang ditemukan pada anak, angka kematian pada kasus ini sangat

tinggi, biasanya pasien meninggal sangat cepat karena waktu penggandaan sel pada tumor ini

sangat cepat. Prognosis lebih baik jika diagnosis ditegakan pada saat ukuran tumor masih kecil

dan segera diberikan kemoterapi.3

Girls who develop secondary sexual characteristics but fail to achieve menarche by 16 years of

age should be evaluated for primary amenorrhea. In boys, delayed sexual development is defined

as no testicular enlargement by 14 years of age or the passing of five years between the initial

and complete development of the genitalia.I. 2 Batasan Masalah

1

Page 2: Referat LB - Finish

Referat ini membahas mengenai definisi, epidemiologi, etiologi, factor risiko,

pathogenesis, manifestasi klinis, pemeriksaan penunjang, tatalaksana dan prognosis limfoma

burkitt pada anak.

I. 3 Tujuan Penulisan

Referat ini dibuat dengan tujuan untuk mengetahui definisi, epidemiologi, etiologi, factor

risiko, pathogenesis, manifestasi klinis, pemeriksaan penunjang, tatalaksana dan prognosis

limfoma burkitt pada anak.

I. 4 Metode Penulisan

Referat ini ditulis dengan menggunakan metode tinjauan pustaka yang merujuk dari

berbagai literatur.

I. 5 Manfaat Penulisan

Referat ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan mengenai bagaimana

mendiagnosis dan menatalaksana limfoma burkitt pada anak, sehingga limfoma burkitt pada

anak dapat didiagnosis dan ditatalaksana dengan benar.

2

Page 3: Referat LB - Finish

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Limfoma burkitt adalah neoplasma ganas yang terjadi pada sistem hematopoetik. Tumor

ini berasal dari pertumbuhan monoklonal limfosit B yang belum sempurna pembentukannya dan

menyebar kedarah diluar sistem getah bening.1

Awal abad ke 20, Sir Albert Cook, seorang dokter missioner di Uganda, dan staf medis

lain yang bekerja di Afrika mencatat banyaknya insiden tumor rahang dan limfoma pada anak.

Tahun 1958, Denis Burkitt, seorang ahli bedah Irlandia yang bekerja di Uganda, melaporkan

kasus seorang anak yang memiliki tumor rahang atau tumor abdominal yang tumbuh sangat

cepat. Burkitt menduga tumor ini adalah sarcoma sel bundar. Tahun 1960 George O’Connor,

seorang ahli patologi anatomi menyimpulkan bahwa tumor tersebut memiliki karakter limfoma.

Tahun 1964, 3 orang virologist; Michael Anthony Epstein, Yvonne Barr dan Bert Achong

mengidentifikasi partikel viral di dalam jaringan tumor, virus ini kemudian dikenali sebagai

Epstein-Barr virus (EBV). Sementara itu, Burkitt melakukan perjalanan di bagian timur dan

tengah afrika untuk menggambarkan penyebaran tumor dan menemukan data bahwasemua anak

yang terkena limfoma burkitt timggal di daerah endemis malaria. Keterkaitan tumor dengan

malaria dan EBV ini telah menginspirasi penelitian di seluruh dunia.3

3

Page 4: Referat LB - Finish

Gambar 2.1 Sejarah pelaporan Limfoma Burkitt

Klasifikasi Limfoma Burkitt menurut WHO(World Health Organization) dibagi menjadi

tiga klinis yaitu endemis, sporadis (jenis utama yang ditemukan di daerah non malaria, dan

immunodefisiensi related.3ketiga jenis ini serupa dalam morfologi, immunofenotip dan fitur

genetiknya, tetapi berbeda secara epidemiologi dan gambaran klinis.3

Varian endemik hampir ditemukan disemua kasus, yang berhubungan dengan daerah

endemik malaria dan EBV .Jenis sporadis terutama terjadi di Amerika Utara dan Eropa.Jenis

sporadik pada limfoma dewasa terdapat 1-2 % kasus dan anak yang menderita Limfoma non-

Hodgkin terdapat 30-40% kasus.Limfoma burkitt yang terkaitimmunodefisiensi sering terlihat

pada pasien dengan infeksi HIV dan kurang dari 40% kasus di AS dan Eropa terkait dengan

EBV.

2.2. Epidemiologi

Epidemiologi berhubungan dengan faktor iklim seperti lingkungan yang lembab, suhu,

ketinggian dari permukaan laut dan curah hujan, sering di jumpai di daerah Afrika dan Amerika.

Kasus paling banyak terdapat di daerah endemik malaria, daerah ekuator Afrika, Brazil dan

Papua Nugini. Daerah penyebaran Limfoma Burkitt yang disebut juga dengan burkitt lymphoma

belt melintas sepanjang Afrika Tengah di kedua sisi khatulistiwa, dimana iklimnya panas dan

lembab (lebih dari 50 cm curah hujan per tahun).3

Dilaporkan 100 kasus baru per tahun di Amerika Serikat, sedangkan insidens di Afrika

berada di sekitar 100 per satu juta anak.Insiden pada anak laki-laki dibanding perempuan 2-3:1,

4

Page 5: Referat LB - Finish

dan lebih sering pada anak-anak usia 7 tahun untuk kasus di Afrika, sementara di luar Afrika usia

rata-rata penderita berumur 11 tahun.4

Gambar 2.2 Insiden Limfoma Burkitt pada anak usia 0-14 tahun

Data mengenai limfoma Burkitt di Indonesia masih sangat sedikit.Hasil penelusuran

rekam medik periode Januari 2001sampai dengan Desember 2006 di RSUPN Cipto

Mangunkusumo Jakarta didapatkan 7 kasus yang diagnosis dengan Limfoma Burkitt, terdiri dari

6 laki-laki dan 1 perempuan.4

2.1 Etiologi dan Faktor Risiko

2.1.1 EBV (Epstein-Barr virus)

EBV adalah sebuah gamma limfotropik herpes virus yang secara luas terdapat pada

manusia. EBV merupakan virus pertama yang dihubungkan dengan kejadian tumor pada

manusia. Penularannya terjadi pada usia muda dan melalui interaksi dengan saliva manusia.5

Lebih dari 90% manusia di dunia terinfeksi EBV dalam siklus kehidupannya. Walaupun

kebanyakan individu yang terinfeksi tetap sehat, EBV dapat menyebabkan kondisi patologis dan

keganasan.6

5

Page 6: Referat LB - Finish

Mekanisme yang mendasari hubungan EBV terhadap infeksi sel B hingga menjadi

keganasan masih belum diketahui secara pasti.3,5,6,7 Beberapa penelitian menghubungkan adanya

pengaruh langsung EBV terhadap Limfoma Burkitt Endemik. EBV menyebabkan terjadinya

perubahan limfosit B normal menjadi sel yang tidak dapat mati yang terus-menerus membelah

seperti sel Limfoma Burkitt dan sel limfoblastoid-B.6

Penelitian di Uganda mendapati bahwa anak dengan titer antibodi yang tinggi terhadap

antigen EBV memiliki resiko yang tinggi untuk berkembang menjadi Limfoma Burkitt. Titer

antibodi yang tinggi ini terdeteksi selama beberapa tahun sebelum anak didiagnosis Limfoma

Burkitt.5

2.1.2 Malaria

Insiden Limfoma Burkitt, terutama Limfoma Burkitt endemik telah lama dihubungkan

dengan peningkatan angka kejadian endemik malaria plasmodium falciparum pada suatu daerah,

seperti yang terjadi di Afrika tengah dan Papua Nugini. 3,6,7

Di Afrika tengah, infeksi P.falciparum terjadi sepanjang tahun. Infeksi ini pertama kali

terjadi pada tahun pertama kehidupan, mencapai puncaknya pada usia 5 tahun dan berkurang

setelah usia 10 tahun.5

Anak yang tinggal di daerah endemik malaria dan EBV memiliki titer antibodi malaria

dan EBV lebih tinggi dibandingkan anak yang tinggal di daerah dengan Limfoma Burkitt

sporadik. Penelitian di Malawi (daerah endemik malaria dan Limfoma Burkitt) menyatakan

bahwa anak dengan titer antibodi yang tinggi ini memiliki resiko 13 kali lipat untuk berkembang

menjadi Limfoma Burkitt endemik dibandingkan dengan anak dengan titer antibodi yang

rendah.6

Malaria akan menyebabkan hiperstimulasi sel B dan menekan aktivitas sel T sehingga

menyebabkan reaktivasi EBV pada sel B yang telah terinfeksi dan selanjutnya terjadi proliferasi

yang cepat.5

6

Page 7: Referat LB - Finish

2.1.3 Infeksi HIV

Inveksi HIV dapat memperburuk patogenesis Limfoma Burkitt. Di negara barat, lebih

dari 20% kejadian Limfoma Burkitt pada Limfoma non Hodgkin dihubungkan dengan HIV.

Pasien dengan HIV dipercaya memiliki resiko 200-1000 kali lipat berkembang menjadi Limfoma

Burkitt dibandingkan dengan pasien tanpa HIV. Dipercaya bahwa imunodefisiensi pada pasien

terinfeksi HIV bertanggung jawab terhadap reaktivasi sel B laten yang terinfeksi EBV dan

berkembang menjadi Limfoma Burkitt. Penelitian terbaru mengatakan bahwa penurunan

aktivitas sel T CD8+ dapat meningkatkan reaktivasi sel B laten yang terinfeksi EBV. Penurunan

aktivitas sel T CD8+ ini terjadi akibat berkurangnya sel T CD4+ pada pasien HIV.5

2.1.4 Faktor resiko lainnya

a. Faktor sosial ekonomi

Pengaruh sosial ekonomi pada ditribusi dan karakter klinis pada Limfoma Burkitt

masih belum jelas. Diduga kemiskinan dapat menurunkan ambang infeksi EBV.

Kemiskinan dihubungkan dengan respon pertahanan tubuh yang lemah akibat kekurangan

nutrisi dan kebersihan yang kurang. Terinfeksi EBV lebih awal dapat memicu

perkembangan Limfoma Burkitt.5

Hubungan sosioekonomi terhadap penyakit limfoma di Nigeria tidak begitu jelas.

Sedangkan Limfoma Burkitt yang terjadi pada populasi modern dan kaya di negara Ghana

lebih sering mengenai daerah abdomen dibandingkan rahang.5

b. Terpajan tanaman

Getah tanaman (Euphorbia tirucalli) dan spesies Euphorbiaceae lainnya dapat

menjadi faktor lingkungan yang mengaktivasi siklus replikasi virus pada fase sel B laten

yang terinfeksi EBV. Tanaman ini banyak tumbuh sebagai semak berlukar atau pohon yang

kecil di berbagai tempat di Afrika tengah dan banyak digunakan dalam acara-acara adat

seperti acara agama, pernikahan, perayaan bayi kembar, pengobatan (untuk mengobati

muntah, sakit kepala, diare dan luka), racun ikan, dan dalam permainan anak-anak.5

7

Page 8: Referat LB - Finish

Ekstrak Euphorbiaceae mengandung minyak Croton. Minyak Croton menyebabkan

peningkatan transformasi sel limfoma yang telah terinduksi EBV menjadi keganasan.5

Gambar 2.3 Euphorbia tirucalli

2.4 Patogenesis

Patogenesis Limfoma Burkit secara keseluruhan masih belum diketahui secara pasti.

Penjelasan mengenai patogenesis penyakit ini pada beberapa literatur hanya terbatas pada kasus-

kasus Limfoma Burkitt endemik. Hanya sedikit literatur yang memuat tentang patogenesis

penyakit Lmfoma Burkitt pada kasus sporadik dan terkait infeksi HIV.

Limfoma Burkitt berasal dari daerah limfonodus germinativum sentral. Sel yang berperan

adalah sel B. EBV diketahui dapat mengubah sel B normal menjadi sel limfoblastoid laten yang

terinfeksi EBV dan bertransformasi menjadi Limfoma Burkitt ganas atau DLBCL (Diffuse Large

B cell Lymphoma). 3,6

Keadaan infeksi laten sel B oleh EBV dibuktikan dengan terdapatnya protein laten yang

terdiri dari 6 antigen nukleus EBV (EBNA 1, 2, 3A, 3B, 3C dan LP) dan tiga protein membran

laten (LMP 1, 2A dan 2B). Ekspresi EBNA1 selalu terlihat pada tumor Limfoma Burkitt endemik,

sedangkan yang lainnya tidak. EBNA1 ini menyebabkan Limfoma Burkitt menjadi resisten

terhadap apoptosis. 3,6

Menurut literatur terbaru, pada kajian biologi molekuler menunjukkan adanya peran

sentral dari deregulasi c-myc pada pada patogenesis Limfoma Burkitt. Lebih dari 80% kasus

Limfoma Burkitt menunjukkan translokasi gen c-myc di ikatan q24 pada kromosom 8 dengan

8

Page 9: Referat LB - Finish

gen imunoglobulin (Ig) pada kromosom 14. Hanya sedikit translokasi yang terjadi dengan

kromosom 2 atau 22. 5,6,7 Translokasi ini menyebabkan terjadinya perubahan dalam regulasi

siklus sel, diferensiasi sel, apoptosis sel, adhesi seluler, dan metabolisme sel.3,5

Keadaan imunodefisiensi yang disebabkan oleh gangguan genetik, transplantasi organ,

atau penyakit infeksi (contohnya malaria dan HIV) dapat meningkatkan resiko terjadinya

translokasi c-myc dan mutasi lainnya pada sel B laten yang terinfeksi EBV.5 Akibatnya akan

terjadi proliferasi sel yang tidak terkendali (keganasan). Hubungan antara EBV, infeksi malaria

dan perubahan genetik yang menyebabkan perkembangan sel B menjadi Limfoma Burkitt

Endemik diperlihatkan pada gambar 2.4.5,6

Gambar 2.4 Patogenesis Limfoma Burkitt endemik

9

Page 10: Referat LB - Finish

2.5 Manifestasi Klinis

Limfoma Burkitt dapat ditemukan pada hampir semua organ tubuh. Daerah kepala dan

leher merupakan lokasi terbanyak pada Limfoma Burkitt . Data American Burkitt’s Lymphoma

menunjukkan bahwa penyakit ini cenderung muncul pada organ yang sedang mengalami

pertumbuhan, yaitu rahang pada anak, payudara serta ovarium pada wanita di usia awal pubertas.

Limfoma Burkitt sporadik paling banyak mengenai daerah abdomen, yaitu sekitar 60-

80%. Gejala yang timbul berupa nyeri perut (25% pasien menderita gangguan ileosekal akibat

massa pada kuadran kanan bawah maupun nyeri karena intususepsi), distensi, mual dan muntah

dan perdarahan gastrointestinal. Lokasi umum lainnya yaitu kepala dan leher, mencakup

limfadenopati serta keterlibatan rongga hidung, orofaring, tonsil, dan sinus, sedangkan rahang

jarang terkena. Keterlibatan sumsum tulang terjadi pada 20% pasien. Beberapa kasus

diklasifikasikan sebagai leukemia Burkitt dan ditandai dengan infiltrasi sumsum tulang yang luas

(lebih dari 25% sel blast) disertai gejala berupa nyeri tulang. Lokasi yang jarang terlibat limfoma

Burkitt antara lain mediastinum, sistem saraf pusat, kulit, testis, payudara, dan kelenjar tiroid.3

Limfoma Burkitt endemik menunjukkan gejala klinis berupa pembengkakan pada rahang

dan periorbital maupun massa pada abdomen (jaringan retroperitoneal, usus, ovarium, atau

ginjal). Lima belas persen pasien menderita paraplegia yang mendadak serta inkontinensia.

Infiltrasi dari sumsum tulang jarang terjadi. Keterlibatan rahang sering terjadi pada anak (puncak

insiden terjadi pada usia 3-7 tahun). Dalam suatu penelitian terhadap 84 anak Malawi dengan

Limfoma Burkitt, 26 anak (31%) muncul dengan keterlibatan wajah saja, sedangkan 52 anak

(62%) dengan keterlibatan abdomen, dan 58 anak (69%) menderita stadium III atau IV menurut

klasifikasi St Jude. Umumnya, pasien menderita malnutrisi saat diagnosis ditegakkan.3

Sebagian besar Limfoma non-Hodgkin sel B merupakan tumor ekstranodal. Karena

Limfoma sel-B pada anak dan remaja sulit untuk dibedakan berdasarkan lokasi tumornya saja,

maka gejala klinis memiliki peranan penting. Gejala yang paling banyak ditemukan adalah

penyakit intraabdominal, sedangkan nodus limfe perifer relatif jarang terlibat. Enam puluh

persen anak dengan Limfoma Burkitt di Afrika (puncak insiden usia 3-4 tahun) menunjukkan

gejala berupa tumor pada rahang, disertai longgarnya gigi atau erupsi gigi dini. Erupsi ini

10

Page 11: Referat LB - Finish

biasanya terjadi pada gigi molar dan di sekitar tumor yang akan tumbuh. Selain itu juga

ditemukan massa multipel pada beberapa segmen rahang. Tumor pada orbital dapat

menyebabkan kompresi saraf-saraf kranial (III, IV, VI) yang melewati bola mata. Oftalmoplegi

dapat timbul timbul tanpa ada massa yang terlihat di orbital atau intrakanial. Lima belas persen

pasien di Afrika menderita paraplegi yang disebabkan oleh massa ekstradural. Gejala seperti ini

sangat jarang terjadi di Amerika Serikat maupun di Eropa. Massa ekstradural menyebabkan

paraplegi baik karena kompresi medula spinalis, oklusi arteri spinalis, maupun keduanya. Infark

pada medula spinalis dapat menyebabkan paraplegia permanen, akan tetapi banyak pasien dapat

sembuh sebagian atau sembuh sempurna apabila kompresi medula spinalis ditangani lebih awal.8

Gejala lain yang jarang ditemukan antara lain intususepsi pada usus halus. Massa

abdominal juga dapat dicurigai jika muncul gejala lokal pada abdomen maupun gejala akibat

kompresi pada struktur traktus biliaris, ureter, traktus gastrointestinal, vena kava inferior atau

pleksus sakroiliaka. Asites jarang ditemukan pada Limfoma Burkitt. Kelenjar di daerah

mesentrium sering terkena, dan pada wanita saja dapat ditemui massa tumor pada ovarium.8

Tumor primer pada toraks dan mediastinum jarang ditemukan. Gejala yang muncul dapat

berupa gangguan pleura dan efusi serosa, tetapi gangguan pada parenkim paru sangat jarang

ditemukan. Tumor pada otot jantung juga sangat jarang, tetapi dapat ditemukan pada pasien

imunokompeten.8

Tumor pada kepala dan leher pada Limfoma Burkitt di luar Afrika dapat bermanifestasi

sebagai hipertrofi tonsil unilateral, sinus nasal, KGB, kelenjar ludah dan tiroid. Secara klinis,

tumor rahang pada Limfoma Burkitt sporadik berbeda dari Limfoma Burkitt di Afrika. Limfoma

Burkitt sporadik tidak memiliki predileksi pada gigi molar yang sedang tumbuh, tetapi sering

ditemukan tumor sumsum tulang generalisata dan lokasi multipel pada penyakit tulang.

Parasellar atau massa ektradura intrakranial atau paraspinal lainnya dapat ditemukan. Gejala

yang muncul berupa gangguan nervus kranialis, seperti parestesis daerah dagu akibat terkenanya

nervus mentalis. Limfadenopati generalisata sering ditemukan pada diffuse large B-cell

lymphoma dan Burkitt-like Lymphoma.8

11

Page 12: Referat LB - Finish

Lokasi lain yang sering terkena termasuk meningen (tampak dengan pleositosis di LCS ),

testis, payudara, kulit, uterus, empedu, tulang dan otak, meskipun tumor intraserebral jarang

ditemukan pada Limfoma Burkitt tanpa infeksi HIV atau keterlibatan kronis meningen

kraniospinal. Keterlibatan payudara terutama ditemukan pada wanita pubertas, hamil, atau

menyusui.8

2.6 Pemeriksaan Penunjang

2.6.1 Pemeriksaan darah

Beberapa pemeriksaan sebaiknya dilakukan pada pasien yang diduga limfoma

Burkitt, seperti pemeriksaan darah rutin, hitung jenis, laju endap darah, pemeriksaan

elektrolit, fungsi hati, waktu pembekuan (PT, APTT, D-dimer) untuk menilai keterlibatan

atau disfungsi hati dan ginjal, serum lactate dehydrogenase dan pemeriksaan asam urat serta

status EBV.3

2.6.2 Pemeriksaan radiologi

Pemeriksaan radiologi memiliki peranan yang sangat penting dalam menentukan

stadium penyakit dan tatalaksana lebih lanjut karena pemeriksaan klinis dan pemeriksaan

patologi saja tidak dapat menentukan metastasis penyakit ini. Pemeriksaan radiologi

digunakan untuk mengetahui lokasi tumor primer di daerah kepala, leher, dada, abdomen,

atau paling sering adalah ekstremitas.9

Dua faktor yang menjadi pertimbangan dalam menentukan pemeriksaan yang akan

digunakan, yaitu:8

a. Evaluasi komplikasi yang dapat menimbulkan kegawatan atau yang berpotensi

menimbulkan kegawatan, seperti kompresi trakea atau gagal ginjal yang disebabkan oleh

massa atau kompensasi metabolik akibat adanya suatu tumor besar.

b. Menentukan perluasan penyakit.

Pemeriksaan radiologi juga digunakan selama dan setelah terapi untuk menilai respon

terhadap terapi dan mendeteksi progresifitas penyakit.8

12

Page 13: Referat LB - Finish

1) Ultrasonography (USG)

Pemeriksaan USG berguna untuk mendeteksi massa intraabdominal, namun pada

beberapa keadaan, USG tidak efektif yaitu saat daerah abdomen terhalang oleh gas usus.8

2) Computed Tomography (CT) Scan

Mengingat tingginya angka kejadian keterlibatan intraabdomen, American Burkitt’s

lymphoma menganjurkan pemeriksaan CT scan pada setiap pasien yang dicurigai menderita

Limfoma Burkitt. Pemeriksaan radiologi harus dilakukan secepat mungkin karena neoplasma

ini memiliki doubling time yang singkat. Beberapa pemeriksaan pencitraan diperlukan untuk

menilai perluasan penyakit intraabdomen secara keseluruhan. Selain radiografi rutin,

scanning gallium, sonografi, scanning hati dan limpa, scanning tulang dan scanning ginjal

juga sangat berguna. CT memberikan keuntungan karena dapat menggambarkan keadaan

beberapa sistem organ dengan cepat dan langsung memvisualisasikan masa limfoma.8

Secara umum, temuan CT scan sejajar dengan radiografi rutin, namun massa

tumor dan hubungannya dengan organ sekitar lebih baik dinilai dengan CT scan. Schaner

dkk. menemukan bahwa CT scan lebih akurat dalam mengidentifikasi metastasis.

menggambarkan perluasan penyakit daripada pemeriksaan lain. Lee dkk. menyatakan bahwa

CT merupakan pemeriksaan yang informatif dalam mengevaluasi stastus klinis 26 dari 27

pasien. Selain itu, pemeriksaan CT dapat menentukan ukuran dan posisi tumor dengan jelas

dan menentukan keputusan untuk melakukan pembedahan.8

3) Magnetic Resonance Imaging (MRI)

MRI yang digunakan seluruh tubuh menggunakan fast spin-echo (FSE) short time

inversion recovery (STIR). Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan skrining yang lebih

sensitif daripada pencitraan konvensional dalam mengidentifikasi seluruh lokasi tumor,

termasuk keterlibatan tulang dan sumsum tulang.8

4) Scanning Galium

Skrining seluruh tubuh juga dapat menggunakan kedokteran nuklir yang memberikan

keuntungan tambahan dan informasi fungsional. Sebagian besar limfoma sel B akan

13

Page 14: Referat LB - Finish

menangkap Galium-67 yang diangkut secara intraseluler melalui reseptor transferin dan

dipresentasikan pada permukaan sel yang berproliferasi dengan cepat. Beberapa peneliti

menyatakan fungsi skintigrafi Galium pada seluruh tubuh adalah untuk mengidentifikasi

lokasi tumor yang tidak diketahui dan untuk menindaklanjuti pasien.8

2.6.3 Aspirasi Sumsun Tulang (BMP)

Aspirasi sumsum tulang harus dilakukan pada setiap pasien limfoma Burkitt karena

sering keterlibatan sumsum tulang yang tidak terduga memberikan implikasi yang penting

dalam perencanaan pengobatan. Bila terdapat sel limfoma pada aspirat, pemeriksaan flow-

cytometry/imunofenotipe harus dilakukan untuk menggolongkan penyakit ini lebih jauh.

Sumsum tulang terlibat pada 20% kasus sporadik dan 8% kasus limfoma Burkitt endemik.

Sebelumnya, keterlibatan sumsum tulang pada tipe sporadik didiagnosis sebagai mature B-

cell acute lymphoblastic leukemia (ALL) atau ALL tipe L3. Namun, menurut klasifikasi

WHO terbaru ALL tipe L3 dipertimbangkan sebagai gambaran leukemia pada Limfoma

Burkitt.10

Gambar 2.5 Gambaran aspirasi sumsum tulang pada Limfoma Burkitt

2.6.4 Biopsi dan Pemeriksaan Histopatologi

Diagnosis limfoma Burkitt dikonfirmasi melalui pemeriksaan mikroskopis.

Pendekatan yang digunakan yaitu mengangkat dan memeriksa jaringan tumor yang paling

mudah dijangkau. Sampel sebaiknya adalah nodus limfe superfisial atau cairan pleura ganas.

14

Page 15: Referat LB - Finish

Biopsi eksisi nodus limfe lebih dianjurkan daripada aspirasi jarum halus karena jaringan yang

disediakan tidak mencukupi untuk semua pemeriksaan yang dibutuhkan.3

Limfoma Burkitt merupakan limfoma non Hodgkin sel B yang sangat agresif dan

ditandai dengan sel monomorfik berukuran sedang dengan derajat proliferasi yang tinggi. Sel

ini berukuran sedang dengan kromatin kasar dan nukleoli basofilik yang menonjol. Beberapa

plasmacytoid dan jenis atipikal menunjukkan adanya beberapa inti pleomorfik. Pada

potongan jaringan, tampak sel terlihat tercetak dan sitoplasma sangat basofilik dengan tepi

sitoplasma membentuk persegi. Proliferasi dan apoptosis sangat tinggi hingga hampir

mencapai 100%.3

Gambar 2.6 Limfoma Burkitt klasik (pewarnaan hematoxylin dan eosin) dengan gambaran “starry sky” dibawah mikroskop

Pemeriksaan sediaan dibawah mikroskop ditemukan tanda khas limfoma Burkitt

berupa ”starry sky appearance”, yang dibentuk oleh debris sel yang difagosit makrofag dan

sel apoptosis (tingible body macrophages). Sel tersebut merupakan turunan sel B. jumlah sel

T sangat sedikit disekitarnya. Namun, gambaran “starry sky” tidak patognomonik pada

limfoma Burkitt dan dapat diamati pada limfoma proliferatif lain seperti pada precursor B-

lymphoblastic lymphoma.3

2.6.5 Pemeriksaan Molekuler

15

Page 16: Referat LB - Finish

Spesimen sitologi diperoleh menggunakan teknik yang telah distandardisasi. Usapan

difiksasi dengan alkohol untuk Papanicolaou (Pap), diwarnai, dan dikeringkan untuk

pewarnaan Diff-Quik (Richard-Allen Scientific; Kalamazoo, MI) (Gambar 1). Bahan pemblok

sel dipersiapkan dengan proses pemindahan menggunakan media RPMI-1640 yang disentrifus

dengan kecepatan 220 ppm selama 10 menit (pada langkah kedua sentrifus dilakukan fiksasi

dengan menambahkan formalin, jika dibutuhkan), dan memindahkan bahan endapan ke kertas

lensa. Kemudian kertas lensa yang telah dilipat, dipindahkan ke kaca objek dan difiksasi dengan

formalin dan diproses secara rutin. Bahan aspirasi dimasukkan untuk analisis FISH dan/atau

flow-cytometry.11

Gambar 2.7 (A) Limfoma Burkitt dengan pewarnaan Diff-Quik; (B) Limfoma Burkitt dengan pewarnaan Papanicolau; (C) Monomorphic posttransplant lymphoproliferative disorder dengan pewarnaan Diff-Quik; (D) Atypical Burkitt’s Lymphoma dengan pewarnaan Papanicolau

Dengan pemeriksaan Polymerase Chain Reaction (PCR) dan Southern blothing ataupun

Fluorescence in situ Hibridization (FISH) dapat dideteksi adanya proliferasi klonal sel-sel

limfosit B maupun adanya abnormalitas kromosom. Pada 70 – 95% kasus follicular lymphoma

dijumpai abnormalitas sitogenetik pada t(14;18)q(32;21) yang melibatkan rearrangement gen

Bcl-2. Enampuluh persen kasus extranodal marginal zone B cell lymphoma menunjukkan

16

Page 17: Referat LB - Finish

trisomi 3 dan abnormalitas kromosom pada t(11;18) q(21;21) dijumpai pada 25 – 50% kasus.

Namun demikian, pemeriksaan PCR, southern blothing dan FISH memerlukan peralatan dan

biaya yang mahal. Pada laboratorium patologi yang relatif sederhana, pemeriksaan

imunohistokimia dapat berperan sebagai pengganti pemeriksaan sitogenetik dan molekular ini.12

2.6.6 Pemeriksaan Imunohistokimia

Pemeriksaan imunohistokimia yang dapat digunakan untuk membedakan adanya

keganasan dengan proses reaktif pada nodus limfa meliputi pemeriksaan imunohistokimia

dengan antibodi spesifik terhadap rantai ringan immunoglobulin kappa ataupun lambda serta

protein Bcl-2. Secara random dalam sekumpulan sel-sel limfoid B jinak, pada duapertiga dari

seluruh jumlah sel dijumpai rantai ringan immunoglobulin kappa dan sepertiganya merupakan

immunoglobulin dengan rantai ringan lambda. Dengan pemeriksaan imunohistokimia

menggunakan antibodi terhadap rantai ringan immunoglobulin kappa, pada jaringan limfoid

tersebut dijumpai kurang lebih duapertiga dari seluruh sel akan terpulas positif. Sebaliknya,

dengan pemeriksaan imunohistokimia menggunakan antibodi terhadap rantai ringan

immunoglobulin lambda, kurang lebih sepertiga sel akan terpulas positif.12

Sebagai salah satu jenis neoplasma ganas, limfoma non-Hodgkin sel B terdiri dari

sekumpulan sel-sel limfoid yang bersifat monoklonal. Oleh karena itu, pada sel-sel limfoid

tersebut hanya dijumpai satu jenis molekul permukaan immunoglobulin baik berupa rantai

ringan kappa maupun lambda saja. Dengan pulasan imunohistokimia, sel-sel tersebut hanya

menunjukkan positivitas terhadap salah satu jenis rantai ringan immunoglobulin dan tidak

dijumpai campuran antara kappa dengan lambda seperti pada proses reaktif non neoplastik.12

Limfoma Burkitt memiliki imunofenotipe yang terdiri dari ekspresi antigen sel B

CD19, dan CD20, ekspresi CD10, kurangnya Bcl-2 atau Terminal deoxynucleotid Transferase

(TdT), dan fraksi pertumbuhan yang tinggi. Translokasi c-myc juga sangat penting untuk

menentukan diagnosis. Translokasi t(8;14) umumnya melibatkan lokus rantai berat

immunoglobulin (Ig), sedangkan translokasi lainnya yang mencakup t(2;8) atau t(8;22)

melibatkan lokus rantai ringan immunoglobulin.12

Disamping deteksi klonalitas berdasarkan rantai ringan immunoglobulin kappa atau

lambda, pemeriksaan imunohistokimia terhadap protein Bcl-2 dapat digunakan pula untuk

membedakan proses reaktif non neoplastik pada limfonodi dengan follicular lymphoma. Secara

17

Page 18: Referat LB - Finish

histopatologi rutin, follicular lymphoma kadang-kadang sulit dibedakan dengan hiperplasi

folikel limfoid pada proses reaktif non neoplastik. Pada sentrum germinativum folikel limfoid

non neoplastik, tidak dijumpai positivitas protein Bcl-2, sedangkan pada follicular lymphoma,

pemeriksaan imunohistokimia dengan antibodi Bcl-2 menunjukkan hasil positif.12

Secara garis besar, limfoma non Hodgkin sel B dibedakan dalam 2 kelompok besar,

precursor B-lymphoblastic lymphoma dan limfoma sel B matur. Precursor B-lymphoblastic

lymphoma terjadi pada usia muda dan pada pemeriksaan histopatologi menunjukkan sel-sel

berukuran kecil sampai besar yang kadang-kadang memperlihatkan gambaran starry sky.

Gambaran tersebut menyerupai Burkitt Lymphoma, salah satu jenis limfoma sel B matur.

Untuk membedakan precursor sel limfosit dengan limfosit matur dapat digunakan pemeriksaan

imunohistokimia dengan antibodi TdT (terminal deoxynucleotidyl transferase). Dari penelitian,

terdahulu dikemukakan bahwa 80% precursor B-lymphoblastic lymphoma menunjukkan

ekspresi TdT positif. Disamping itu, Burkitt Lymphoma merupakan jenis limfoma dengan

indeks proliferasi tinggi. Pada pemeriksaan imunohistokimia terhadap indeks proliferasi sel

dengan antibodi Ki-67 atau MIB-1. Burkitt Lymphoma menunjukkan nilai 100% dan precursor

B-lymphoblastic lymphoma hanya menunjukkan nilai sekitar 80%.12

Jenis-jenis limfoma dengan tipe sel kecil dijumpai dari kelompok limfoma non

Hodgkin sel B matur, diantaranya meliputi small lymphocytic lymphoma, mantle cell

lymphoma marginal zone B cell lymphoma dan lymphoplasmacytic lymphoma. Dengan

pemeriksaan histopatologi rutin, jenis-jenis limfoma tersebut kadang-kadang sulit dibedakan

karena semuanya terdiri dari sel-sel tumor limfoid berukuran kecil. Walaupun secara umum,

limfoma dengan tipe sel kecil memiliki prognosis lebih baik dibandingkan dengan tipe sel

besar, mantle cell lymphoma diketahui memiliki prognosis lebih buruk dari limfoma tipe sel

kecil lain. Oleh karena itu, diagnosis pasti dan klasifikasi yang sesuai dari jenis-jenis limfoma

tersebut sangat penting pada pengelolaan penderita dan penentuan prognosis. Diagnosis

molekular mantle cell lymphoma meliputi translokasi kromosom t(11;14)q(13;32). Translokasi

tersebut melibatkan penyusunan ulang protoonkogen Bcl-1 dari kromosom 11 pada rantai berat

immunoglobulin kromosom 14, mengakibatkan ekspresi berlebih protein cyclin D1. Ekspresi

cyclin D1 bukan merupakan marker spesifik untuk mantle cell lymphoma. Ekspresi protein

cyclin D1 dapat pula dijumpai pada plasmacytoma/myeloma, beberapa kasus B-cell chronic

18

Page 19: Referat LB - Finish

lymphocytic leukemia dan hairy cell leukemia. Meskipun demikian, kadar kadar ekspresi

protein cyclin D1 jenis-jenis limfoma lain. Selain menyingkirkan diagnosis banding limfoma

tipe sel kecil lain, ekspresi cyclin D1 dapat digunakan untuk membedakan varian blastoid

mentle cell lymphoma dengan B-lymphoblastic lymphoma.12

Dalam kelompok limfoma non Hodgkin sel B matur berdasarkan klasifikasi WHO,

dijumpai pula limfoma tipe sel kecil yang dikenal sebagai Waldenstrom macroglobulinemia

atau lymphoplasmacytic lymphoma. Pada pemeriksaan histopatologi rutin, lymphoplasmacytic

lymphoma kadang-kadang sulit dibedakan dengan small lymphocytic lymphoma. Dengan

pemeriksaan imunohistokimia, rendahnya ekspresi CD5 serta tingginya intensitas ekspresi

immunoglobulin pada sitoplasma sel dapat digunakan untuk membedakan lymphoplasmacytic

lymphoma dengan small lymphocytic lymphoma.12

Selain tipe sel kecil, jenis limfoma sel B matur lain yang lebih sering dijumpai adalah

limfoma dengan tipe sel besar atau diffuse large B cell lymphoma. Diffuse large B cell

lymphoma merupakan tumor ganas jaringan limfoid yang paling sering dijumpai dan meliputi

30 – 40% dari seluruh limfoma non Hodgkin. Sebagian besar diagnosis kasus diffuse large B

cell lymphoma dapat ditegakkan dengan pemeriksaan histopatologi rutin. Walaupun demikian

kadang-kadang jenis limfoma tersebut sulit dibedakan dengan neoplasma ganas epithelial

terutama jenis karsinoma sel skuamosa diferensisasi buruk atau undifferentiated carcinoma.

Untuk menyingkirkan diagnosis karsinoma dapat digunakan pemeriksaan imunohistokimia

LCA (Leucocyte common Antigen). Sebagian besar limfoma dan leukemia menunjukkan

ekspresi LCA positif. Walaupun demikian salah satu jenis limfoma sel B matur, yang dikenal

sebagai plasma cell neoplasms dan sel-sel Reed Stenberg pada Hodgkin Lymphoma biasanya

tidak menunjukkan hasil positif terhadap pemeriksaan imunohistokimia tersebut.12

2.7 Stadium Limfoma Burkitt

Klasifikasi stadium pada limfoma Burkitt digunakan untuk menentukan derajat

keparahan dan untuk menentukan prognosis. Beberapa sistem staging telah dikembangkan

untuk Limfoma non Hodgkin anak, baik limfoma Burkitt Afrika ataupun limfoma Burkitt

pada umumnya. Kedua klasifikasi ini cukup mirip. Klasifikasi Limfoma non Hodgkin

berbeda dalam batasan penyakit, dimana pada limfoma non Hodgkin Afrika biasanya pada

19

Page 20: Referat LB - Finish

daerah muka (tumor rahang atau orbital). Dalam sistem staging Limfoma Burkitt (tabel 2.1),

batasan penyakit dibagi antara tumor tunggal dan tumor multiple di wajah.3

Selanjutnya, sistem staging yang mirip dengan sistem yang digunakan di Afrika telah

dikembangkan di Amerika Serikat yang dikenal dengan klasifikasi Wollner dan St. Jude

(tabel 2.1). Meskipun memiliki beberapa kekurangan, sistem staging ini terus digunakan

hingga sekarang dan diterima secara universal. Sistem ini digunakan untuk seluruh limfoma

non Hodgkin meskipun keterlibatan organ dan jaringan pada setiap subtipe limfoma berbeda.

Masalah lainnya adalah perbedaan dalam penentuan pasien limfoma non Hodgkin

berdasarkan keterlibatan sumsum tulang kurang dari 25% (jika begitu, diagnosis leukemia

pantas ditegakkan). Hal ini membuat subdivisi artifisial antara limfoma limfoblastik dan

leukemia limfoblastik akut. Padahal sebagian besar ahli onkologi anak merujuk limfoma

Burkitt atau Burkitt-like lymphoma dengan keterlibatan melebihi 25% sumsum tulang seperti

pada leukemia sel B akut. Istilah ini tidak dapat dimasukkan dalam klasifikasi WHO.3

Tabel 2.1 Stadium klinis Limfoma Burkitt berdasarkan Ziegler di Uganda

Stadium

Klasifikasi

I Tumor tunggal wajah

II Dua atau lebih massa tumor wajah yang terpisah

III Intrathorak, intraabdomen, paraspinal, atau tumor osseus (selain tulang wajah)

IV SSP (sel ganas pada CSS) atau sumsum tulang

Tabel 2.2 Sistem staging St. Jude untuk Limfoma non Hodgkin anak

Stadium

Klasifikasi

I Tumor tunggal (ekstranodal) atau daerah anatomik tunggal (nodal), selain mediastinum

20

Page 21: Referat LB - Finish

atau abdomen

II

Tumor tunggal (ekstranodal) dengan keterlibatan limfe regional

Salah satu sisi diafragma:

a) Dua atau lebih nodusb) Dua tumor tunggal (ekstranodal)

dengan/tanpa keterlibatan limfe regionalTumor primer pada saluran pencernaan (biasanya ileosekal) dengan/tanpa keterlibatan nodus mesentrikus

III

Kedua sisi diafragma:

a) Dua tumor tunggal (ekstranodal)b) Dua atau lebih daerah nodul

Semua perluasan tumor primer intraabdomen yang tidak bisa direseksiSemua tumor paraspinal/epidural yang tidak berhubungan dengan tempat lain

IVSetiap poin diatas dengan keterlibatan SSP atau sumsum tulang (<25%)

2.8 Diagnosis Diferensial

Diagnosis diferensial Limfoma Burkitt yang utama adalah limfoma sel B high-grade

lainnya, terutama diffuse large B-cell lymphoma (lihat Gambar 4). Gambaran limfoma

Burkitt terdiri dari infiltrat sel limfoid atipikal difus dengan mitosis dan pola starry sky

yang menonjol karena adanya badan makrofag multipel serta imunotipe CD20+, CD10+,

Bcl-6+, Bcl-2-, TdT- dan monotype sIg+, dengan Ki67+ pada hampir semua sel

(proliferasi) dan translokasi yang melibatkan c-myc dan IgH atau IgL, tanpa translokasi

yang melibatkan gen Bcl-2 atau Bcl-6. Ekspresi protein c-myc telah dipikirkan untuk

mendukung limfoma Burkitt dibandingkan dengan diffuse large B-cell lymphoma, tapi

pada penelitian berbeda, diffuse B-cell lymphoma juga mengekspresikan protein c-myc.13

21

Page 22: Referat LB - Finish

Gambar 2.8 Limfoma Burkitt (kiri) dan diffuse large B-cell lymphoma (kanan)

Limfoma pada anak dengan morfologi limfoma Burkitt muncul seragam dengan

imunofenotipe dan sitogenetik yang diharapkan. Pada penelitian diffuse large B-cell

lymphoma dan Limfoma Burkitt yang bersubjek pada panel imunofenotipe, mencakup

petanda germinal center (GC) (CD10,Bcl-6) dan activated B-cell (ABC)(Bcl-2, CD44,

CD138, MUM1), pengelompokkan jenis diferensiasi menghasilkan 2 kelompok besar,

yaitu: satu kelompok dengan GC tinggi/ABC rendah yang cenderung memasukkan

interpretasi limfoma Burkitt secara mofologi, dan kelompok kedua dengan GC

rendah/ABC tinggi yang memasukkan diffuse large B-cell lymphoma. Bagaimanapun

juga terdapat continuum ekspresi petanda GC dan ABC tanpa pemisahan yang berbeda

antara kedua kelompok, mengesankan bahwa terdapat hubungan biologi yang cocok

antara limfoma Burkitt dan diffuse large B-cell lymphoma. Sama halnya, dimana semua

limfoma Burkitt menunjukkan adanya translokasi myc, tetapi terdapat 5 – 15% diffuse

large B-cell lymphoma yang juga menggambarkan adanya penyusunan ulang myc.

Translokasi myc jarang ditemukan pada limfoma folikular, mantle cell lymphoma, dan

plasma-cell myeloma. Translokasi c-myc pada beberapa kasus dipertimbangkan sebagai

proses sekunder. Limfoma Burkitt dilaporkan memiliki frekuensi mutasi area somatik

IgH yang rendah daripada diffuse large B-cell lymphoma, padahal analisis ini tidak

tersedia dalam kecukupan kerangka rapid time untuk membantu diagnosis banding.13

2.9 Penatalaksanaan

2.9.1 Terapi Terdahulu

22

Page 23: Referat LB - Finish

Penelitian mengenai penggunaan kemoterapi untuk Limfoma Burkitt berawal di

Afrika. Penggunaan kemoterapi dilakukan karena tidak tersedianya fasilitas

radioterapi serta sangat sedikit pasien yang memungkinkan untuk dilakukan reseksi

komplit. Kemoterapi yang pertama digunakan adalah Methotreksat dosis tunggal

dilakukan oleh Dr. Burkitt pada 2 pasien anak. Kedua pasien memiliki respon yang

sangat cepat dan nyata setelah diberikan dosis tunggal MTX, meskipun kemudian

anak pertama mengalami relaps dan anak kedua mengalami remisi yang lama. Pada

dasarnya semua pasien yang diterapi sebelum ditemukannya kemoterapi meninggal

dunia (sangat sedikit pengecualian dimana terjadi remisi spontan). Selain MTX,

beberapa obat tercatat menunjukkan hasil pengecilan ukuran tumor yang nyata, remisi

klinis komplit, dan waktu survival yang lebih lama. Obat – obat ini adalah

siklofosfamid (CPA), metrotreksat (MTX) dan vincristine (VCR). 14

Peneliti di Afrika mempercayai bahwa respon imun anti-tumor merupakan elemen

yang sangat penting pada pasien yang sembuh. Selain itu, peneliti ini juga

menghindari durasi terapi yang panjang (contohnya lebih dari satu atau dua dosis

obat) karena mereka khawatir efek kemoterapi yang merusak sel dapat menyebabkan

imunosupresi. Meskipun pemikiran ini berdasarkan informasi yang terbatas dan jika

ditinjau kembali saat ini hal tersebut mungkin tidak benar, terapi jangka lama (lebih

dari beberapa bulan) terbukti tidak menguntungkan. Durasi terapi optimal tergantung

pada perluasan penyakit yang bervariasi antara satu pasien dan lainnya.14

2.9.2 Terapi Modern

Limfoma Burkitt memiliki karakteristik tingkat proliferasi yang tinggi dan

doubling time yang pendek, sehingga biasanya Limfoma Burkitt didiagnosis saat

tumor sudah besar dengan stadium tingkat lanjut. Kemoterapi yang diberikan

haruslah intesif, sesuai dengan tingkatan besar tumor, mengkombinasikan beberapa

obat dan diberikan dalam beberapa siklus. Obat yang paling umum digunakan adalah

siklofosfamid (CPA), methotreksat (MTX) dosis tinggi, dan cytarabine (ARA-C). Obat

lain yang efektif adalah doxorubicin, vincristine, VP16 (etoposide), ifosfamide dan

kortikosteroid. Profilaksis CNS sangatlah penting. Dalam hal ini diberikan injeksi

23

Page 24: Referat LB - Finish

intratekal MTX dan/atau ARA-C dan dengan MTX dosis tinggi ± ARA-C dosis tinggi.

Radioterapi kranial diduga tidak efektif pada Limfoma Burkitt, oleh karena itu terapi

ini tidak perlu dilakukan. Terapi dilakukan dalam durasi singkat, biasanya

berlangsung selama beberapa bulan. Relaps pada Limfoma Burkitt biasanya terjadi

dalam tahun pertama terapi. Sehingga, pada pasien yang bertahan hidup pada remisi

komplit pertama setelah satu tahun dapat dikategorikan sebagai ‘sembuh’. Dengan

protokol LMB yang dikembangkan oleh the Societe dan protokol the Berlin-

Frankfurt-Munster (BFM) di jerman, angka survival mencapai rata-rata 90%. 16

Terdapat perbedaan tatalaksana Limfoma Burkitt pada negara dengan pendapatan

per kapita tinggi dan negara dengan pendapatan per kapita rendah terkait dengan

biaya dan fasilitas pelayanan kesehatan. Pada negara dengan pendapatan per kapita

tinggi, tatalaksana Limfoma Burkitt pada sebagian besar pusat pelayanan kesehatan

berpedoman pada penelitian FAB LMB (penelitian kerjasama antara Children’s

Cancer Group, the Société Française d’Oncologie Pédiatrique, dan the UK

Children’s Cancer Study Group) atau Berlin–Frankfurt–Münster protokol. Protokol

FAB LMB terdiri dari sitoreduksi dengan siklofosfamid, prednisolon, dan vincristin

yang kemudian diikuti dengan kemoterapi yang lebih intensif dengan kombinasi yang

bervariasi. Risiko sindrom lisis tumor sangat tinggi pada beberapa hari pertama

terapi, tetapi penggunaan ureum oksidase dapat menurunkan risiko ini secara

bertahap. Karena efek toksik dari protokol ini, dibutuhkan perawatan suportif yang

memadai. Hal ini tidak tersedia di negara dengan pendapatan per kapita rendah,

seperti di negara berkembang.3

Secara garis besar, terapi Limfoma Burkitt dapat dibagi atas 3 kelompok besar

pasien. Anak dengan penyakit terlokalisir dimana tumor telah diangkat sepenuhnya

dengan tindakan bedah hanya membutuhkan dua siklus kemoterapi intensif dengan

level medium seperti siklofosfamid, vincristine, prednisolone, dan doxorubicin. Anak

dengan gejala residu atau penyakit stadium III membutuhkan setidaknya empat siklus

kemoterapi dosis intensif, seperti dua siklus siklofosfamid, vincristine, prednisolone,

doxorubicin, dan methotreksat dosis tinggi diikuti oleh dua siklus cytarabine dan

methotreksat dosis tinggi dengan pengobatan intratekal. Anak dengan keterlibatan

24

Page 25: Referat LB - Finish

sumsum tulang diberikan tatalaksana yang serupa dengan kelompok kedua, namun

pasien ini menerima tatalaksana dosis intensif hingga 8 siklus. Terapi ini secara

umum meliputi dua siklus siklofosfamid, vincristine, prednisolone, doxorubicin, dan

methotreksat dosis tinggi yang diikuti oleh dua siklus cytarabine dosis tinggi dan

rendah dan etoposide, dan empat siklus maintenance dengan kombinasi yang

bervariasi antara vincristine, prednisolone, methotreksat dosis tinggi, siklofosfamid,

doxorubicin, cytarabine, dan etoposide. Terapi intratekal juga diberikan bersamaan

dengan kemoterapi sistemik.1

Pada negara dengan pendapatan per kapita rendah, Terapi harus dimodifikasi

berdasarkan kondisi setempat untuk menghindari tingkat mortalitas terkait terapi.

Intensitas terapi ditentukan berdasarkan jumlah fasilitas perawatan suportif yang

tersedia, toleransi anak terhadap kemoterapi, dan tingkat komorbiditas. Contohnya di

Malawi, tatalaksana limfoma burkitt untuk semua stadium adalah siklofosfamid

intravena ( 40 mg/kg pada hari pertama dan siklofosfamid oral 60 mg/kg pada hari 8,

18, dan 28). Hidrokortison intratekal (12.5 mg) dan methotreksat (12.5 mg) diberikan

pada setiap siklus kemoterapi. Total biaya dari siklus kemoterapi selama 28 hari ini

adalah kurang dari USD 50. Dilakukannya terapi intensif dengan methotreksat dosis

tinggi mengakibatkan meningkatnya mortalitas terkait-terapi (11 dari 42 partisipan).3

Menurut penelitian prospektif multisentris yang dilakukan oleh French African

Pediatric Oncology Group (GFAOP), untuk tatalaksana dengan biaya yang

terjangkau bagi negara-negara berkembang, monoterapi siklofosfamid

direkomendasikan untuk tatalaksana limfoma burkitt stadium 1 dan 2 karena rasio

cost/benefit yang optimal. 16

Perawatan suportif yang adekuat sangatlah penting meskipun tidak dilakukan

secara intensif seperti pada negara maju. Perawatan suportif ini mencakup langkah-

langkah untuk mencegah dan mentatalaksana sindrom lisis tumor, asupan nutrisi

(malnutrisi sering berkaitan dengan neutropenia terkait kemoterapi), anti emetik,

dukungan transfusi, dan penanggulangan demam. Pada negara berkembang, banyak

pasien tidak sanggup menyelesaikan seluruh siklus terapi akibat kurangnya biaya,

jauhnya tempat pelayanan kesehatan dan rendahnya pengetahuan akan kesehatan. 3

25

Page 26: Referat LB - Finish

Protokol kemoterapi yang digunakan di Indonesia merujuk kepada protokol yang

digunakan Divisi Hemato-Onkologi Departemen IKA FKUI. Protokol ini terdiri dari

prednisolon (60 mg/m2/hari) selama 4 hari, Ara-C 250 mg/m2/hari melalui infus

terus menerus pada hari 7, 8 dan 9. Metotreksat + Ara-C + Deksametason secara

intratekal pada hari 1, 4, 14, 17 dan 28. Siklofosfamid I.V dosis 1000 mg/m2

diberikan pada hari 1, 14 dan 28. Vinkristin 1.4 mg/m2 I.V pada hari 1, 14, 28.

Metotreksat 500 mg/m2 I.V hari 2, 3, 15, 16, 29 dan 30.2

2.9.3 Kemoterapi

1) Siklofosfamid (CPA)

Siklofosfamid adalah agen antineoplastik yang dimetabolisme untuk mengaktivasi

metabolit teralkilasi yang memiliki komponen mirip dengan chlormethine. Siklofosfamid

juga memiliki komponen imunosupresan. Penggunaan CPA sangat luas, sering digunakan

dalam kombinasi dengan agen lain sebagai terapi penyakit keganasan.17

CPA tergolong dalam golongan agen peng-alkil. Kelompok alkil adalah struktur

kimia yang terbentuk ketika hidrokarbon aromatik atau analifatik kehilangan salah satu

atom hidrogennya. Kelompok alkil yang paling sederhana memiliki rumus kimia CH2.

Prinsip kerja dari agen peng-alkil sitotoksik adalah untuk menyerang atom nitrogen pada

posisi N7 dari basa purin dan guanin pada DNA dan RNA. 18

Efek samping

Efek samping CPA yang umum ditemukan adalah toksisitas pada sumsum tulang,

infeksi oportunistik, sistitis hemoragik, infertitilitas sementara, mual, muntah, dan rambut

rontok. Sedangkan, pneumonia, toksisitas pada hati ataupun jantung jarang ditemukan.

Pemberian CPA dapat meningkatkan risiko terjadinya tumor, sindrom mielodiplastik

(MDS) dan toksisitas pada gonad. Penggunaan CPA jangka panjang menunjukkan

peningkatan insidensi malignansi pada buli-buli, sistem hematopoetic dan kulit.19

2) Methotreksat (MTX)

Methotreksat (MTX) adalah agen kemoterapi yang bekerja dengan menghambat

proliferasi sel ganas, terutama dengan menghambat sintesis de novo purin dan

26

Page 27: Referat LB - Finish

pirimidin.21 Mekanisme kerja MTX lainnya adalah supresi reaksi transmetilasi dengan

cara akumulasi poliamino, reduksi proliferasi sel T antigen-dependen, dan peningkatan

pelepasan adenosin dengan supresi inflamasi termediasi adenosin. Kombinasi dari

mekanisme inilah yang menyebabkan efek antiinflamasi pada MTX. 20

Efek Samping

Toksisitas methotreksat berkaitan dengan sifat antagonis folat. Efek samping MTX

antara lain anemia, neutropenia, stomatitis, dan ulkus oral, yang dapat dicegah atau

dikurangi dengan suplementasi folat. Toksisitas MTX yang tidak berkaitan dengan

supresi asam folat termasuk nodulosis, fibrosis hepatik, fibrosis paru, letargi, fatigue, dan

insufisiensi renal.21 Selain itu,MTX memiliki efek neurotoksik, salah satu diantaranya

adalah leukoensefalopati.22

3) Vincristine

Vincristine adalah alkaloid vinca yang digunakan sebagai kombinasi dengan agen

antineoplastik lainnya pada kemoterapi tumor padat, limfoma, dan leukimia. Obat ini

termasuk dalam golongan anti-mikrotubuli sitotoksik. Selama metafase pada mitosis,

kromosom akan tersusun pada gelondong sel sebelum berpisah untuk membentuk dua sel

baru. Gelondong sel ini dibentuk oleh protein tubulin. Obat anti-mikrotubuli sitotoksik

bereaksi dengan tubulin dalam satu dari dua cara : 1) alkaloid vinca mencegah

terbentuknya gelondong atau 2) taxane menstabilisasi, atau membekukan gelondong

tersebut sehingga proses mitosis tidak dapat dilanjutkan, dimana pada akhirnya akan

terjadi kematian sel. 25

Efek Samping

Vincristine dapat mengakibatkan konstipasi, poliuria, disuria, fatigue, neutropenia.

Obat ini juga dapat menyebabkan neuropati kranial seperti kelemahan anggota gerak

bawah, palsi nervus kranial, transient cortical blindness, disfungsi nervus okulomotorius,

nyeri pada rahang, facial palsy tuli sensorineural dan paresis nervus faringeal.25 Rashi

Upmanyu et al menyatakan dalam penelitiannya bahwa vincristine memiliki efek

hepatotoksik. 26

27

Page 28: Referat LB - Finish

4) Cytarabine

Cytarabine, umum dikenal dengan nama Ara-C, adalah agen kemoterapi yang

terutama digunakan dalam terapi kanker hematologi seperti limfoma non hodgkin dan

leukimia mieloid akut. Cytarabine bekerja dengan cara merusak DNA selama fase S

dalam siklus sel, juga menghambat polimerase DNA dan RNA dan enzim nukleotida

reduktase yang dibutuhkan untuk sintesis DNA.

Efek Samping

Beberapa efek toksik dari cytarabine adalah leukopenia, trombositopenia, anemia,

gangguan saluran pencernaan, demam, konjungtivitis dan pneumonitis. 23

2.9.4 Terapi terbaru Limfoma Burkitt

Penggunaan rituximab (anti-CD20) pada Limfoma Burkitt sebagai kemoterapi

masih dalam proses penelitian. Rituximab adalah antibodi monoklonal anti-CD20

yang menyebabkan apoptosis sel B. Rituximab telah ditambahkan pada regimen

hyper-CVAD (siklofosfamid dosis tinggi, doxorubicin, vincristine dan dexamethasone

bergantian dengan methotreksat dan cytarabine, CHOP (siklofosfamid, doxorubicin,

vincristine dan prednisone), dan EPOCH (etoposide, prednisone, vincristine,

siklofosfamid, doxorubicin) dengan hasil uji pendahuluan yang memuaskan. Fayad et

al melaporkan bahwa penambahan rituximab ke dalam protokol Hyper-CVAD

meningkatkan angka bertahan hidup 3 tahun sebesar 89% pada pasien limfoma

burkitt.3

Agen terapeutik lain yang sedang dikembangkan adalah Epratuzumab yang

merupakan antibodi monoklonal anti-CD22 yang secara in vitro menunjukkan

mekanisme yang berbeda tetapi sinergis dalam menyebabkan apoptosis limfoma sel B

(seperti halnya rituximab). Penelitian mengenai rituximab, epratuzumab dan agen

lainnya sedang dilakukan. Hasil yang memuaskan diharapkan dari aksi sinergis antara

imunoterapi dan kemoterapi pada Limfoma Burkitt. Terapi dengan target molekular

saat ini sedang diteliti, termasuk histone deacetylase inhibitors, selective serotonin

28

Page 29: Referat LB - Finish

reuptake inhibitors, antisense oligonucleotides terhadap Myc, proteasome

inhibitors,dan cyclin-dependent kinase inhibitors. Semua agen ini telah digunakan

pada sel burkitt secara in vitro, tetapi belum teruji secara klinis.10

2.9.5 Peran tindakan bedah

Tindakan bedah, baik reseksi komplit maupun inkomplit terutama pada limfoma

intra-abdominal masih menjadi perdebatan. Reseksi komplit dilakukan pada

gangguan saluran cerna ringan (sering pada ileum terminal) untuk menanggulangi

kasus emergency atau pada massa yang besar, misalnya pada tumor ovarium (tanpa

tumor di tempat lain) atau dengan massa tunggal intra abdomen yang tidak menempel

pada struktur jaringan di sekitarnya, terutama di retroperineum. Pasien dengan tumor

berukuran relatif kecil yang telah direseksi seluruhnya diberikan kemoterapi

sederhana dan memiliki prognosis yang lebih baik.8

2.9.6 Peran radioterapi

Saat ini, radioterapi memiliki peran terbatas dalam tatalaksana limfoma sel B pada

anak. Berdasarkan penelitian Glatstein et al, didapatkan bahwa terapi radioterapi saja

merupakan modalitas terapi yang buruk jika dibandingkan dengan kemoterapi.

Meskipun pada beberapa pasien, terutama pada stadium awal yang masih terbatas,

prognosis dapat lebih baik. Kegagalan radioterapi disebabkan oleh kembali

tumbuhnya tumor yang berada di luar lapangan radioterapi, terutama pada sumsum

tulang.

Seperti halnya pada leukemia limfoblastik akut, radioterapi kranial awalnya

digunakan untuk profilaksis CNS pada anak dengan limfoma non Hodgkin, termasuk

limfoma sel B, pada beberapa institusi dan lembaga. Di USA dan Eropa, penggunaan

radioterapi neuraxis untuk pencegahan penyakit CNS masih dilakukan. Penelitian

non-random dari Memorial Sloan Kettering Hospital dan CCSG membuktikan bahwa

radioterapi kranial tidak lebih menguntungkan dibandingkan dengan terapi intratekal

(dengan atau tanpa MTX dosis tinggi dan/atau ARA-C dosis tinggi) sebagai

profilaksis CNS. Sehingga pada saat ini, radioterapi kranial tidak digunakan lagi

29

Page 30: Referat LB - Finish

seiring dengan diperkenalkannya MTX dosis tinggi dan/atau ARA-C dosis tinggi

yang lebih efektif dengan prognosis yang lebih baik.8

2.9.7 Follow up

Follow up dilakukan setiap bulan selama 6 bulan pertama, sekali 2 bulan selama 6

bulan berikutnya, sekali 4 bulan selama setahun berikutnya dan setelahnya dilakukan

sekali setahun, dimana harus diperhatikan efek jangka panjang dari kemoterapi. Pasien

wanita biasanya tetap subur setelah menggunakan CODOX-M/IVAX (cyclophosphamide,

vincristine, doxorubicin, methotrexate/ifosfamide dosis tinggi, etoposide, cytarabine

dosis tinggi) tetapi fertilitas pada pria post-pubertas masih belum diketahui.24

2.10 Prognosis

Faktor-faktor yang mempengaruhi prognosis limfoma burkitt berupa usia, besar massa,

lokasi tumor dan lama kemoterapi. Usia 7-14 tahun prognosisnya bagus jika cepat dilakukan

pemberian kemoterapi. Kemoterapi memiliki banyak pilihan salah satunya terapi agresif.4

Banyak pasien yang dapat mencapai respons sempurna, sebagian diantaranya dengan

limfoma sel besar difus, dapat berada dalam keadaan bebas gejala dalam periode waktu yang

lama dan dapat pula disembuhkan. Pemberian regimen kombinasi kemoterapi agresif berisi

doksorubisin mempunyai respons sempurna yang tinggi berkisar 40-80%.1

Tabel 2.3 Prognosis Limfoma Burkitt berdasarkan stadium

Stadium Penyebaran Penyakit Kemungkinan untuk sembuh (selama 15 tahun tanpa penyakit

lebih lanjut)

I Terbatas ke kelenjar getah bening dari satu bagian tubuh

(misalnya leher bagian kanan)Lebih dari 95%

II Mengenai kelenjar getah bening dari 2 atau lebih daerah pada sisi yang sama dari diafragma, diatas atau dibawahnya (misalnya pembesaran kelenjar getah bening di leher

90%

30

Page 31: Referat LB - Finish

dan ketiak)

III Mengenai kelenjar getah bening diatas & dibawah diafragma(misalnya pembesaran kelenjar getah bening di leher dan selangkangan)

80%

IV Mengenai kelenjar getah bening dan bagian tubuh lainnya (misalnya sumsum tulang, paru-paru atau hati

60-70%

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Limfoma Burkitt adalah neoplasma ganas pada sistem hematopoeitik yang berasal dari

pertumbuhan monoklonal limfosit B dan menyebar di luar sistem getah bening. Menurut

teori, Penyakit ini terjadi akibat infeksi sel B oleh EBV. Infeksi ini menyebabkan sel B

normal berubah menjadi Sel B laten terinfeksi dan pada keadaan imunodefisiensi seperti pada

gangguan genetik, transplantasi organ atau penyakit infeksi (malaria dan HIV) akan

menyebabkan diferensiasi sel menjadi Limfoma Burkitt ganas atau DLBCL (Diffuse Large B

cell Lymphoma). Diduga adanya keterlibatan translokasi c-myc yang terdapat pada 31

Page 32: Referat LB - Finish

kromosom 8 dengan gen imunoglobulin (Ig) pada kromosom 2, 14, 22 sehingga

menyebabkan sel B menjadi resisten terhadap apoptosis. Untuk mendiagnosis Limfoma

Burkitt dapat dilakukan dengan pemeriksaan molekuler, histopatologi dan imunohistokimia,

yang sediaannya dapat diambil dari nodus limfe. Tanda khas Limfoma Burkitt berupa ”starry

sky appearance”. Tatalaksana Limfoma Burkitt terutama kemoterapi. Agen kemoterapi yang

sering digunakan termasuk siklofosfamid, vincristine, cytarabine, dan methotreksat.

Radioterapi tidak digunakan karena tidak efektif sedangkan terapi bedah berupa reseksi

komplit ataupun inkomplit dapat dilakukan pada Limfoma Burkitt jenis tertentu saja.

3.2 Saran

Mengingat sifat penyakit Limfoma Burkitt yang sangat agresif dan angka mortalitas yang

tinggi, diperlukan adanya deteksi dini dan pemeriksaan penunjang yang tepat agar dapat

dilakukan tatalaksana penyakit secara optimal sehingga angka survival rate dapat

ditingkatkan.

32