BAB I PENDAHULUAN Kolesteatom (kadang disebut keratoma) adalah suatu massa amorf, konsistensi seperti mentega, berwarna putih, terdiri dari lapisan epitel bertatah yang telah mengalami nekrotik. (1,2) Kolesteatoma pertama kali dijelaskan pada tahun 1829 oleh Cruveilhier, tetapi dinamakan pertama kali oleh Muller pada tahun 1858. Sepanjang pertengahan awal abad ke-20, kolesteatoma dikelola dengan eksteriorasi. Sel pneumatisasi mastoid dieksenterasi, dinding posterior kanalis akustikus eksternus dihilangkan, dan membuka saluran telinga sehingga menghasilkan rongga yang diperbesar untuk menjamin pertukaran udara yang memadai dan untuk memudahkan melakukan inspeksi visual. (2) Kolesteatom merupakan media yang baik untuk pertumbuhan kuman, yang paling sering adalah proteus dan pseudomonas. Hal ini akan memicu respon imun local sehingga akan mencetuskan pelepasan mediator inflamasi dan sitokin. Sitokin yang dapat ditemui dalam matrik kolesteatom adalah interleukin-1,interleukin-6, tumor necrosis factor- a,dan transforming growth factor. (1,2) Insiden kolesteatom sampai saat ini belum diketahui namun, data restrospektif menunjukkan insiden tahunan rata – rata 9,2 kasus per 100.000 orang dari segala usia (kisaran 3,7 – 13,9). Biasanya puncak kejadian terjadi pada rentang usia 5-15 tahun, 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
Kolesteatom (kadang disebut keratoma) adalah suatu massa amorf, konsistensi seperti
mentega, berwarna putih, terdiri dari lapisan epitel bertatah yang telah mengalami nekrotik.(1,2)
Kolesteatoma pertama kali dijelaskan pada tahun 1829 oleh Cruveilhier, tetapi
dinamakan pertama kali oleh Muller pada tahun 1858. Sepanjang pertengahan awal abad ke-20,
kolesteatoma dikelola dengan eksteriorasi. Sel pneumatisasi mastoid dieksenterasi, dinding
posterior kanalis akustikus eksternus dihilangkan, dan membuka saluran telinga sehingga
menghasilkan rongga yang diperbesar untuk menjamin pertukaran udara yang memadai dan
untuk memudahkan melakukan inspeksi visual.(2)
Kolesteatom merupakan media yang baik untuk pertumbuhan kuman, yang paling sering
adalah proteus dan pseudomonas. Hal ini akan memicu respon imun local sehingga akan
mencetuskan pelepasan mediator inflamasi dan sitokin. Sitokin yang dapat ditemui dalam matrik
kolesteatom adalah interleukin-1,interleukin-6, tumor necrosis factor-a,dan transforming growth
factor.(1,2)
Insiden kolesteatom sampai saat ini belum diketahui namun, data restrospektif
menunjukkan insiden tahunan rata – rata 9,2 kasus per 100.000 orang dari segala usia (kisaran
3,7 – 13,9). Biasanya puncak kejadian terjadi pada rentang usia 5-15 tahun, tetapi kolesteatom
dapat muncul dalam setiap kelompok usia serta insiden ini dilaporkan lebih tinggi pada kulit
putih daripada populasi kulit hitam.(2)
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ANATOMI TELINGA
Anatomi dan fisiologi telinga adalah modal untuk memahami fungsi, dan tentunya
patologi dan pengobatan telinga. Telinga mengandung bagian vestibulum dari keseimbangan,
namun orientasi kita terhadap lingkungan juga ditentukan oleh kedua mata kita dan alat perasa
pada tendon dalam. Jadi telinga adalah organ pendengaran dan keseimbangan.(3)
Secara anatomi, telinga dibagi menjadi tiga bagian, yaitu telinga luar, telinga tengah, dan,
dalam.(4)
Gambar 1. Anatomi Telinga(2)
2.1.1 Telinga Luar
Telinga luar atau pinna (aurikula = daun telinga) merupakan gabungan dari rawan yang
diliputi kulit. Bentuk rawan ini unik dan dalam merawat trauma telinga luar harus diusahakan
untuk mempertahankan bangunan ini. Kulit dapat terlepas dari rawan di bawahnya oleh hematom
atau pus, dan rawan yang nekrosis dapat menimbulkan deformitas kosmetik pada pinna (telinga
kembang kol).(4)
Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran timpani. Daun
telinga terdiri tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga berbentuk huruf S, dengan rangka
2
tulang rawan pada sepertiga bagian luar, sedangkan dua pertiga bagian dalam rangkanya terdiri
dari tulang serta memiliki panjang kira-kira 2 ½ - 3 cm. Pada sepertiga bagian luar kulit liang
telinga terdapat banyak serumen (kelenjar keringat) dan rambut dimana kelenjar keringat
terdapat pada seluruh kulit liang telinga dan pada duapertiga bagian dalam hanya sedikit
dijumpai kelenjar serumen. Seringkali ada penyempitan liang telinga pada perbatasan tulang dan
rawan ini. Sendi temporomandibularis dan kelenjar parotis terletak di depan terhadap liang
telinga sementara prosesus mastoideus terletak di belakangnya. Saraf fasialis meninggalkan
foramen stilomastoideus dan berjalan ke lateral menuju foramen stiloideus di posteroinferor
liang telinga, dan kemudian berjalan di bawah liang telinga untuk memasuki kelenjar parotis.
Rawan liang telinga merupakan salah satu patokan pembedahan yang digunakan untuk mencari
saraf fasialis; patokan lainnya adalah sutura timpanomastoideus.(4,5)
2.1.2 Telinga Tengah
Telinga tengah yang berisi udara dapat dibayangkan sebagai suatu kotak dengan enam
sisi. Dinding posteriornya lebih luas daripada dinding anterior sehingga kotak tersebut berbentuk
baji. Promontorium pada dinding medial meluas ke lateral ke arah umbo dari membrana timpani
sehingga kotak tersebut lebih sempit pada bagian tengah.(3,5)
Dinding superior telinga tengah berbatasan dengan lantai fosa kranii media. Pada bagian
atas dinding posterior terdapat aditus ad antrum tulang mastoid dan di bawahnya adalah saraf
fasialis. Otot stapedius timbul pada daerah saraf fasialis dan tendonnya menembus melalui suatu
piramid tulang menuju ke leher stapes. Saraf korda timpani timbul dari saraf fasialis di bawah
stapedius dan berjalan ke lateral depan menuju inkus teapi di medial maleus, untuk keluar dari
telinga tengah lewat sutura petrotimpanika. Korda timpani kemudian bergabung dengan saraf
lingualis dan menghantarkan serabut-serabut sekretomotorik ke ganglion submandibularis dan
serabut-serabut pengecap dari dua pertiga anterior lidah.(4)
Dasar telinga tengah adalah atap bulbus jugularis yang di sebelah superolateral menjadi
sinus sigmoideus dan lebih ke tengah menjadi sinus transversus. Keduanya adalah aliran vena
utama rongga tengkorak. Cabang aurikularis saraf vagus masuk ke telinga tengah dari dasarnya.
Bagian bawah dinding anterior adalah kanalis karotikus. Di atas kanalis ini, muara tuba eustakius
dan otot tensor timpani yang menempati daerah superior tuba kemudian membalik, melingkari
prosesus kokleariformis dan berinsersi pada leher maleus.(4,5)
3
Dinding lateral dari telinga tengah adalah dinding tulang epitimpanum di bagian atas,
membran timpani, dan dinding tulang hipotimpanum di bagian bawah.(5)
Bangunan yang paling menonjol pada dinding medial adalah promontorium yang
menutup lingkaran koklea yang pertama. Saraf timpanikus berjalan melintas prmontorium ini.
fenestra rotundum terletak di posteroinferior dari promontorium, sedangkan kaki stapes terletak
pada fenestra ovale pada batas posterosuperior promontorium. Kanalis falopii bertulang yang
dilalui saraf fasialis terletak di atas fenestra ovalis mulai dari prosesus kokleariformis di anterior
hingga piramid stapedius di posterior.(3,5)
Rongga mastoid berbentuk seperti piramid bersisi tiga dengan puncak mengarah ke
kaudal. Atap mastoid adalah fossa kranii media, dinding medial adalah dinding lateral fossa
kranii posterior. Sinus sigmoideus terletak di bawah duramater pada daerah ini. Pada dinding
anterior mastoid terdapat aditus ad antrum. Tonjolan kanalis semisirkularis menonjol ke dalam
antrum. Di bawah ke dua patokan ini berjalan saraf fasialis dalam kanalis tulangnya untuk keluar
dari tulang temporal melalui foramen stilomastoideus di ujung anterior krista yang dibentuk oleh
insersio otot digastrikus. Dinding lateral mastoid adalah tulang subkutan yang dengan mudah
dapat dipalpasi di posterior aurikula.(3,5)
Membran timpani atau gendang telinga adalah suatu bangunan berbentuk kerucut dengan
puncaknya, umbo, mengarah ke medial. Membran timpani umumnya bulat. Penting untuk
disadari bahwa bagian dari rongga telinga tengah yaitu epitimpanum yang mengandung korpus
maleus dan unkus, meluas melampaui batas atas membran timpani, dan bawah ada
hipotimpanum yang meluas melampaui batas bawah membran timpani. Membran timpani
tersusun oleh suatu lapisan epidermis di bagian luar, lapisan fibrosa di bagian tengah di mana
tangkai maleus dilekatkan, dan lapisan mukosa bagian dalam. Lapisan fibrosa tidak terdapat di
atas prosesus lateralis maleus dan ini menyebabkan bagian membrana timpani yang disebut
membrana Shrapnell menjadi lemas (flaksid).(3)
Gambar 2. Membran Timpani(3)
2.1.3 Tuba Eustakius
4
Tuba eustakius menghubungkan rongga telinga tengah dengan nasofaring. Bagian lateral
tuba eustakius adalah yang bertulang sementara duapertiga bagian medial bersifat kartilaginosa.
Origo otot tensor timpani terletak di sebelah atas bagian bertulang sementara kanalis karotikus
terletak di bagian bawahnya. Bagian bertulang rawan berjalan melintasi dasar tengkorak untuk
masuk ke faring di atas otot konstriktor superior. Bagian ini biasanya tertutup tapi dapat dibuka
melalui otot levator palatinum dan tensor palatinum yang masing-masing disarafi pleksus
faringealis dan saraf mandibularis. Tuba eustakius berfungsi untuk menyeimbangkan tekanan
udara pada kedua sisi membran timpani.(4,5)
2.1.4 Telinga Dalam
Bentuk telinga dalam sedemikian kompleksnya sehingga disebut sebagai labirin. Derivat
vesikel otika membentuk suatu rongga tertutup, yaitu labirin membran yang terisi endolimfe,
satu-satunya cairan ekstraseluler dalam tubuh yang tinggi kalium dan rendah natrium. Labirin
membran dikelilingi oleh cairan perilimfe (tinggi natrium, rendah kalium) yang terdapat dalam
kapsula otika bertulang. Labirin tulang dan membran memiliki bagian vestibular dan bagian
koklear. Bagian vestibularis (pars superior) berhubungan dengan keseimbangan, sementara
bagian koklearis (pars inferior) merupakan organ pendengaran kita.(3,5)
Koklea melingkar seperti rumah siput dengan dua setengah putaran dan vestibularis yang
terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularisi. Aksis dari spiral tersebut dikenal sebagai modiulus,
berisi berkas saraf dan suplai arteri dari arteri vertebralis. Serabut saraf kemudian berjalan
menerobos suatu lamina tulang, yaitu lamina spiralis oseus untuk mencapai sel-sel sensorik
organ Corti. Rongga koklea bertulang dibagi menjadi tiga bagian oleh duktus koklearis yang
panjangnya 35 mm dan berisi endolimfe. Bagian atas adalah skala vestibuli, berisi perilimfe dan
dipisahkan dari duktus koklearis oleh membrana Reissner yang tipis. Bagian bawah adalah skala
timpani juga mengandung perilimfe dan dipisahkan dari duktus koklearis oleh lamina spiralis
oseus dan membrana basalis. Perilimfe pada kedua skala berhubungan pada apeks koklea spiralis
tepat setelah ujung buntu duktus koklearis melalui suatu celah yang dikenal sebagai helikotrema.(4,5)
Terletak di atas membrana basilaris dari basis ke apeks adalah organ Corti, yang
mengandung organel-organel penting untuk mekanisme saraf perifer pendengaran. Organ Corti
terdiri dari satu baris sel rambut dalam (3000) dan tiga baris sel rambut luar (12000). Sel-sel ini
menggantung lewat lubang-lubang lengan horizontal dari suatu jungkat-jungkit yang dibentuk
5
oleh sel-sel penyokong. Ujung saraf aferen dan eferen menempel pada ujung bawah sel rambut.
Pada permukaan sel-sel rambut terdapat stereosilia yang melekat pada suatu selubung di atasnya
yang cenderung datar, bersifat gelatinosa dan aseluler, dikenal sebagai membrana tektoria.
membrana tektoria disekresi dan disokong oleh suatu punggung yang terletak di medial disebut
sebagai limbus.(5)
Bagian vestibulum telinga dalam bentuk dibentuk oleh sakulus, utrikulus dan kanalis
semisirkularis. Utrikulus dan sakulus mengandung makula yang ditutup oleh sel-sel rambut,
yang menutupi sel-sel rambut ini adalah suatu lapisan gelatinosa yang ditembus oleh silia, dan
pada lapisan ini terdapat pula otolit yang mengandung kalsium dan dengan berat jenis yang lebih
besar daripada endolimfe. Karena pengaruh gravitasi, maka gaya dari otolit akan membengkokan
silia sel-sel rambut dan menimbulkan rangsangan pada reseptor.(3)
Gambar 3. Anatomi Telinga Dalam(3)
Sakulus berhubungan dengan utrikulus melalui suatu duktus sempit yang juga merupakan
suatu saluran menuju sakus endolimfatikus. Makula utrikulus terletak pada bidang yang tegak
lurus terhadap makula sakulus. Ketiga kanalis semisirkularis bermuara pada utrikulus. Masing-
masing kanalis mempunyai suatu ujung yang melebar membentuk ampula dan mengandung sel-
sel rambut krista. Sel-sel rambut menonjol pada suatu kupula gelatinosa. Gerakan endolimfe
dalam kanalis semisirkularis akan menggerakan kupula yang selanjutnya akan membengkokkan
silia sel-sel rambut krista dan merangsang sel reseptor.(4)
6
Gambar 4. Koklea(5)
2.2 Fisiologi Telinga
2.2.1 Fungsi Telinga
Telinga luar berfungsi mengumpulkan suara dan mengubahnya menjadi energi getaran
sampai ke gendang telinga. Telinga tengah menghubungkan gendang telinga sampai ke
kanalis semisirkularis yang berisi cairan. Di telinga tengah ini, gelombang getaran yang
dihasilkan tadi diteruskan melewati tulang-tulang pendengaran sampai ke cairan di kanalis
semisirkularis; adanya ligamen antar tulang mengamplifikasi getaran yang dihasilkan dari
gendang telinga.(2-4)
Telinga dalam merupakan tempat ujung-ujung saraf pendengaran yang akan
menghantarkan rangsangan suara tersebut ke pusat pendengaran di otak manusia.(2-4)
a. Konduksi Tulang
Konduksi tulang adalah konduksi energi akustik oleh tulang-tulang tengkorak ke
dalam telinga tengah, sehingga getaran yang terjadi di tulang tengkorak dapat dikenali
oleh telinga manusia sebagai suatu gelombang suara. Jadi segala sesuatu yang
menggetarkan tubuh dan tulang-tulang tengkorak dapat menimbulkan konduksi tulang
ini. Secara umum tekanan suara di udara harus mencapai lebih dari 60 dB untuk
menimbulkan efek konduksi tulang ini. Hal ini perlu diketahui, karena pemakaian sumbat
telinga tidak menghilangkan sumber suara yang berasal dari jalur ini.(4)
7
b. Respon auditorik
Jangkauan tekanan dan frekuensi suara yang dapat diterima oleh telinga manusia
sebagai suatu informasi yang berguna, sangat luas. Suara yang nyaman diterima oleh
telinga kita bervariasi tekanannya sesuai dengan frekuensi suara yang digunakan, namun
suara yang tidak menyenangkan atau yang bahkan menimbulkan nyeri adalah suara-suara
dengan tekanan tinggi, biasanya di atas 120 dB. Ambang pendengaran untuk suara
tertentu adalah tekanan suara minimum yang masih dapat membangkitkan sensasi
auditorik. Nilai ambang tersebut tergantung pada karakteristik suara (dalam hal ini
frekuensi), cara yang digunakan untuk mendengar suara tersebut (melalui earphone,
pengeras suara, dsb), dan pada titik mana suara itu diukur (saat mau masuk ke liang
telinga, di udara terbuka, dsb). Ambang pendengaran minimum (APM) merupakan nilai
ambang tekanan suara yang masih dapat didengar oleh seorang yang masih muda dan
memiliki pendengaran normal, diukur di udara terbuka setinggi kepala pendengar tanpa
adanya pendengar. Nilai ini penting dalam pengukuran di lapangan, karena bising akan
mempengaruhi banyak orang dengan banyak variasi. Pendengaran dengan kedua telinga
lebih rendah 2 sampai 3 dB. Jika seseorang terpajan pada suara di atas nilai kritis tertentu
kemudian dipindahkan dari sumber suara tersebut, maka nilai ambang pendengaran orang
tersebut akan meningkat; dengan kata lain, pendengaran orang tersebut berkurang. Jika
pendengaran kembali normal dalam waktu singkat, maka pergeseran nilai ambang ini
terjadi sementara. Fenomena ini dinamakan kelelahan auditorik.(2,5)
c. Kekuatan suara
Kekuatan suara adalah suatu perasaan subjektif yang dirasakan seseorang sehingga
dia dapat mengatakan kuat atau lemahnya suara yang didengar. Kekuatan suara sangat
dipengaruhi oleh tingkat tekanan suara yang keluar dari stimulus suara, dan juga sedikit
dipengaruhi oleh frekuensi dan bentuk gelombang suara. Pengukuran kekuatan suara
secara umum dapat dilakukan dengan cara : 1) pengukuran subyektif dengan menanyakan
suara yang didengar oleh sekelompok orang yang memiliki pendengaran normal dan
yang dijadikan patokan adalah suara dengan frekuensi murni 1000 Hz, 2). Dengan
menghitung menggunakan pita suara 2 atau 3 band, 3). Mengukur dengan alat yang dapat
menggambarkan respon telinga terhadap suara yang didengar.(2,5)
8
d. Masking
Karakteristik lain yang cukup penting dalam menilai intensitas suara adalah masking.
Masking adalah suatu proses di mana ambang pendengaran seseorang meningkat dengan
adanya suara lain. Suatu suara masking dapat didengar bila nilai ambang suara utama
melampaui juga nilai ambang untuk suara masking tersebut.(2,5)
e. Sensitivitas pendengaran
Kemampuan telinga untuk mengolah informasi akustik sangat tergantung pada
kemampuan untuk mengenali perbedaan yang terjadi pada stimulus akustik. Pemahaman
percakapan dan identifikasi suara-suara tertentu, atau suatu alunan musik tertentu
merupakan suatu proses harmonis di dalam otak manusia yang mengolah informasi
auditorik berdasarkan frekuensi, amplitudo, dan waktu yang didengar untuk masing-
masing rangsangan auditorik tersebut. Perbedaan kecil tekanan suara akan didengar oleh
telinga sebagai kuat atau lemahnya suara. Makin tinggi tekanan udara, makin kecil
perbedaan yang dapat dideteksi oleh telinga manusia. Perbedaan minimum yang dapat
dibedakan pada frekuensi suara yang sama tergantung pada frekuensi suara tersebut, nilai
ambang di atasnya dan durasi.(2,5)
f. Lokalisasi Sumber Bunyi
Telinga mampu melokalisasi sumber suara/bunyi. Kemampuan ini merupakan kerja
sama kedua telinga karena didasarkan atas perbedaan tekanan suara yang diterima oleh
masing-masing telinga, serta perbedaan saat diterimanya gelombang suara di kedua
telinga. Kemampuan telinga untuk membedakan sumber suara yang berjalan horizontal
lebih baik daripada kemampuannya untuk membedakan sumber suara yang vertikal.
Kemampuan ini penting untuk memilih suara yang ingin didengarkan dengan
mengacuhkan suara yang tidak ingin didengarkan.(2,5)
2.2.2 Fisiologi Pendengaran
9
Gambar 5. Fisiologi Pendengaran(5)
Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga dalam
bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea. Getaran tersebut
menggetarkan membran timpani diteruskan ketelinga tengah melalui rangkaian tulang
pendengaran yang akan mengimplikasi getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran dan
perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap lonjong. Energi getar yang telah
diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang menggerakkan tingkap lonjong sehingga
perilimfa pada skala vestibule bergerak. Getaran diteruskan melalui membrane Reissner yang
mendorong endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relative antara membran basilaris dan
membran tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya
defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi penglepasan ion
bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut,
sehingga melepaskan neurotransmiter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi
pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nucleus auditorius sampai ke korteks pendengaran (area
39-40) di lobus temporalis. (2,4)
2.2.3 Fisiologi Keseimbangan
Aparatus vestibularis terdiri dari dua set struktur yang terletak di dalam tulang temporalis
dekat koklea yaitu kanalis semisirkularis dan organ otolit (sakulus dan utrikulus). Fungsi dari
apparatus vestibularis adalah untuk memberikan informasi yang penting untuk sensasi
keseimbangan dan untuk koordinasi gerakan – gerakan kepala dengan gerakan mata dan postur
tubuh.(6,7)
10
Akselerasi atau deselerasi selama rotasi kepala ke segala arah menyebabkan pergerakan
endolimfe sehingga kupula ikut bergerak. Selain itu, adanya akselerasi atau deselerasi juga akan
menimbulkan endolimfe mengalami kelembaman dan tertinggal bergerak ketika kepala mulai
berotasi sehingga endolimfe yang sebidang dengan gerakan kepala akan bergeser ke arah
berlawanan dengan arah gerakan kepala (contoh seperti efek membelok dalam mobil). Hal ini
juga menyebabkan kupula menjadi condong ke arah berlawanan dengan arah gerakan kepala dan
sel – sel rambut di dalam kupula ikut bergerak bersamaan dengan kupula. Apabila gerakan
kepala berlanjut dalam arah dan kecepatan yang sama maka endolimfe yang awalnya diam tidak
ikut bergerak (lembam) akan menyusul gerakan kepala dan sel rambut-rambut akan kembali ke
posisi tegak. Ketika kepala melambat dan berhenti akan terjadi hal sebaliknya.(6,7)
Sel rambut pada aparatus vestibularis terdiri dari satu kinosilium dan streosilia. Pada saat
streosilia bergerak searah dengan kinosilium akan meregangkan tip link, yang menghubungkan
streosilia dengan kinosilium. Tip link yang teregang akan membuka saluran-saluran ion gerbang
mekanis di sel – sel rambut sehingga akan menyebabkan Ca2+ dan K+ masuk ke dalam sel
sehingga terjadi depolarisasi sedangkan pada saat streosilia bergerak berlawanan arah dengan
kinosilium tidak teregang dan saluran-saluran ion gerbang mekanis di sel-sel rambut akan
tertutup sehingga akan menyebabkan Ca2+ dan K+ tidak dapat masuk ke dalam sel sehingga
terjadi hiperpolarisasi. Sel rambut akan bersinaps pada ujung saraf aferen dan akan masuk ke
dalam saraf vestibular. Saraf ini akan bersatu dengan saraf koklearis menjadi saraf
vestibulokoklearis dan akan dibawa ke nukleus vestibularis di batang otak. Dari nukleus
vestibularis akan ke serebellum untuk pengolahan koordinasi, ke neuron motorik otot – otot
ekstremitas dan badan untuk pemeliharaan keseimbangan dan postur yang diinginkan, ke neuron
motorik otot – otot mata untuk control gerakan mata, dan ke SSP untuk persepsi gerakan dan
orientasi.(4)
Pada sakulus dan utrikulus, sel – sel rambut di organ otolit ini juga menonjol ke dalam satu
lembar gelatinosa diatasnya, yang gerakannya menyebabkan perubahan posisi rambut serta
menimbulkan perubahan potensial di sel tersebut. Proses ini sama pada kanalis semisirkularis
hanya saja pada sakulus dan utrikulus terdapat otolith yang mengakibatkan gerakan akan menjadi
lebih lembam. Utrikulus berfungsi dalam posisi vertikal dan horizontal sedangkan sakulus
berfungsi dalam kemiringan kepala menjauhi posisi horizontal.(4)
11
2.3 KOLESTEATOMA
2.3.1 Definisi
Kolesteatoma telah diakui selama beberapa dekade sebagai lesi destruktif dasar
tengkorak yang dapat mengikis dan menghancurkan struktur penting pada tulang
temporal. Potensinya dalam menyebabkan komplikasi sistem saraf (misalnya abses otak,
meningitis) membuatnya menjadi lesi yang berpotensi fatal.(2)
Kolesteatoma terdiri dari epitel skuamosa yang terperangkap di dalam basis
cranii. Epitel skuamosa yang terperangkap di dalam tulang temporal, telinga tengah, atau
tulang mastoid hanya dapat memperluas diri dengan mengorbankan tulang yang
mengelilinginya. Akibatnya, komplikasi yang terkait dengan semakin membesarnya
kolesteatoma adalah termasuk cedera dari struktur-struktur yang terdapat di dalam tulang
temporal. Kadang-kadang, kolesteatomas juga dapat keluar dari batas-batas tulang
temporal dan basis cranii. Komplikasi ekstrarempotal dapat terjadi di leher, sistem saraf
pusat, atau keduanya. Kolesteatomas kadang-kadang menjadi cukup besar untuk
mendistorsi otak normal dan menghasilkan disfungsi otak akibat desakan massa.(4)
Pada dasarnya, kolesteatoma terdiri dari dua bagian, (i) matriks, yang terdiri dari
epitel skuamosa berkeratin yang bertumpu pada stroma jaringan ikat dan (ii) central
white mass, yang terdiri dari debris keratin yang dihasilkan oleh matriks. Maka,
kolesteatoma juga disebut sebagai epidermosis atau keratoma.(8)
2.3.2 Epidemiologi
Insiden kolesteatoma tidak diketahui, tetapi kolesteatoma merupakan indikasi
yang relatif sering pada pembedahan otologi (kira-kira setiap minggu di praktek otologi
tersier). Kematian akibat komplikasi intrakranial dari kolesteatoma sekarang jarang
terjadi, yang berkaitan dengan diagnosis dini, intervensi bedah tepat waktu, dan terapi
antibiotik yang adekuat. Akan tetapi kolesteatomas tetap menjadi penyebab umum relatif
tuli konduktif sedang pada anak-anak dan orang dewasa.(2)
Baik laki-laki ataupun perempuan dapat mengalami kolesteatoma, dengan
perbandingan laki-laki berbanding wanita sebesar 3:2. Insidens tertinggi kolesteatoma
pada telinga tengah dijumpai pada usia kurang dari 50 tahun, dan insidens kolesteatom
pada telinga luar umumnya dijumpai pada usia 40-70 tahun. Prefalensi tertinggi dijumpai
12
pada ras kulit putih dan jarang ditemukan pada ras Asia, Indian Amerika, dan populasi
Eskimo di Alaska.(9)
Kolesteatoma yang terjadi pada anak-anak ditemukan akan lebih sering
berdampak pada tuba eustachius, anterior mesotympanum, sel retrolabirin dan prosesus
mastoid jika dibandingkan dengan orang dewasa. Berdasarkan bukti klinis dan
pemeriksaan histologi diketahui bahwa kolesteatoma yang terjadi pada anak pada
umumnya bersifat lebih agresif. (9)
2.3.3 Etiologi
Penyebab kolesteatom didapat primer masih diperdebatkan sejak akhir abad 19.
Banyak teori yang diajukan tetapi sampai sekarang belum ada yang bisa menunjukkan
penyebab yang sebenarnya. Teori-teori itu, antara lain(7)
1. Tekanan negatif di dalam atik, menyebabkan invaginasi pars flasida dan pembentukan