Aplikasi Analytical Spectral Device (ASD) pada Pemetaan Ubahan Projek Seruyung, Kalimantan Timur, Indonesia REFERAT Oleh: Extivonus Kiki Fransiskus 12012060 Makalah ini adalah makalah referat yang bertujuan untuk latihan presentasi yang bersumber dari Atmasari Rura, Priyo Widekso, Arif Purnomo, Jesse Umbal, 2011, Application of an Analytical Spectral Device (ASD) in Alteration Mapping of the Seruyung Project, East Kalimantan, Indonesia, Majalah Geologi Indonesia, v.26, no.3 (Desember 2011), pp. 155-171 sehingga buah pikiran yang dituangkan dalam makalah ini hampir seluruhnya adalah buah pikiran dari sumber PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2014
23
Embed
[REFERAT] Karakteristik Daerah Ubahan Projek Seruyung, Kalimantan Utara, Indonesia
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Aplikasi Analytical Spectral Device (ASD) pada Pemetaan
Ubahan Projek Seruyung, Kalimantan Timur, Indonesia
REFERAT
Oleh:
Extivonus Kiki Fransiskus
12012060
Makalah ini adalah makalah referat yang bertujuan untuk latihan presentasi yang bersumber
dari
Atmasari Rura, Priyo Widekso, Arif Purnomo, Jesse Umbal, 2011, Application of an
Analytical Spectral Device (ASD) in Alteration Mapping of the Seruyung Project, East
Kalimantan, Indonesia, Majalah Geologi Indonesia, v.26, no.3 (Desember 2011), pp. 155-171
sehingga buah pikiran yang dituangkan dalam makalah ini hampir seluruhnya adalah buah
pikiran dari sumber
PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2014
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kebutuhan akan sumber daya mineral terus mengalami peningkatan dari tahun ke
tahun. Selain memenuhi kebutuhan energi dalam negeri, mineral merupakan komoditi
penunjang pendapatan negara yang cukup besar. Eksplorasi sumber daya mineral terus
berkembang dan menuntut setiap pelaku usaha pertambangan bersaing untuk mendapatkan
cadangan yang sesuai dengan perkiraan ekonomi. Setiap pelaku usaha akan
memperhitungkan setiap tahap dalam penambangan agar menghasilkan profit, termasuk di
dalamnya adalah tahap eksplorasi.
Eksplorasi memegang peranan penting dalam cikal bakal pemanfaatan sumber daya
mineral. Dari tahap inilah kita mampu mengetahui daerah mana yang akan menjadi daerah
produksi. Maka dari itu, tingkat akurasi data menjadi kunci penentu dalam suatu usaha
pertambangan. Data geologi yang didapat akan digunakan untuk mengetahui karakteristik
dari daerah prospek yang akan dimanfaatkan kedepannya. Selain itu data geologi sangat
penting untuk menentukan metode penambangan apa yang cocok dan sesuai dengan
kondisi geologi daerah prospek. Maka dari itu, perlunya suatu kuantifikasi data geologi
sehingga dapat diketahui dimana batas-batas daerah prospek dan kandungan mineral yang
terkandung dalamnya. Pemetaan geologi tentunya menjadi semakin akurat bila dilengkapi
dengan data-data penunjang lainnya sehingga tingkat kesalahan terhadap data geologi
dapat ditekan.
Dewasa ini, pemetaan dan studi karakteristik daerah ubahan telah berkembang pada
tahap yang selangkah lebih maju. Penggunaan peralatan dan pemanfaatan perangkat lunak
menjadi alat pendukung untuk mengetahui sifat, jenis, dan letak daerah prospek. Oleh
karena itu, penulis akan membahas karakteristik daerah ubahan pada Projek Seruyung
dengan salah satu metode pemetaan daerah ubahan menggunakan Analytical Spectral
Device (ASD TerraSpec).
2
2.1 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya, muncul
persoalan yaitu,
1. Apakah karakteristik daerah ubahan Projek Seruyung?
2. Bagaimana penggunaan Analytical Spectral Device (ASD) pada pemetaan
daerah ubahan Projek Seruyung?
3.1 Ruang Lingkup Kajian
Kajian yang akan dibahas untuk menjawab rumusan masalah pada makalah ini
melingkupi penjelasan mengenai geologi regional daerah Serayung, prinsip kerja
Analytical Spectral Device (ASD), prosedur pengukuran dan pengolahan data, dan
karakteristik endapan mineral pada daerah penelitian.
4.1 Tujuan
Tujuan yang hendak dicapai melalui penulisan makalah ini antara lain :
1. Mengetahui karakteristik daerah ubahan pada Projek Seruyung.
2. Memahami penggunaan Analytical Spectral Device (ASD) pada pemetaan
daerah ubahan Projek Seruyung?
5.1 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan untuk menyusun makalah ini adalah
metode studi literatur, yaitu pengumpulan data yang diperoleh dari berbagai sumber
tertulis. Literatur utama yang digunakan dalam pembuatan makalah ini adalah makalah
yang berjudul Application of an Analytical Spectral Device (ASD) in Alteration Mapping
of the Serayung Project, Kalimantan Timur, Indonesia yang disusun oleh Atmasari Rura,
Priyo WIdekso, dan Jesse Umbal pada tahun 2011. Makalah Atmasari Rura, Priyo
WIdekso, dan Jesse Umbal tersebut diambil dari jurnal Majalah Geologi Indonesia V6
No3. Selain itu, penyusunan makalah ini juga dilengkapi dengan data dan literatur yang
diperoleh dari internet, jurnal geologi, dan buku-buku geologi yang saling menunjang satu
sama lainnya.
3
6.1 Sistematika Penulisan
Penulisan makalah ini terbagi menjadi lima bab dengan pembahasan seperti berikut :
BAB I Bab ini menguraikan tentang latar belakang, rumusan masalah, ruang lingkup
kajian, tujuan, metode pengumpulan data, dan sistematika pembahasan.
BAB II Bab ini memaparkan fisiografi daerah penelitian, tatanan tektonik daerah
penelitian, dan tatanan stratigrafi daerah penelitian
BAB III Bab ini menjelaskan proses ubahan hidrotermal dan aplikasi Analytical Spectral
Device (ASD TerraSpec)
BAB IV Bab ini merupakan analisis dan pembahasan terhadap data- data dan hasil
penelitian.
BAB V Bab ini berisi kesimpulan terhadap hasil penelitian.
4
BAB II
GEOLOGI REGIONAL
2.1 Fisiografi Daerah Penelitian
Projek Seruyung terletak di Kabupaten Malinau, Provinsi Kalimantan Utara
(dahulu bagian dari Provinsi Kalimantan Timur). Secara geografis daerah Seruyung
terletak pada 114°-116° BT dan 1° 21’ - 4° 10’ LU. Bagian barat Kabupaten Malinau
berbatasan langsung dengan negara Malaysia. Bagian selatan berbatasan dengan
Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kabupaten Kutai Barat. Sedangkan bagian timur dan
utara bernatasan dengan Kabupaten Berau dan Kabupaten Nunukan.
Gambar 2.1 Fisiografi Pulau Kalimantan dan Lokasi Daerah Seruyung (Bakhtiar, 2006).
Secara fisiografi daerah penelitian terletak di Cekungan Tarakan yang terletak di
bagian timurlaut dari Pulau Kalimantan. Cekungan Tarakan dibatasi oleh Tinggian
Sekatak-Berau, Tinggian Semporna pada bagian utara cekungan, dan Selat Makasar yang
membatasi bagian timur dan tenggara dari. Karakteristik dari cekungan ini adalah dominasi
dari batuan sedimen klastik yang memiliki ukuran halus hingga kasar.
Letak Daerah Seruyung
5
2.2 Tatanan Tektonik Daerah Penelitian
Daerah Serayung yang merupakan bagian dari Cekungan Tarakan, terpisahkan dari
Cekungan Kutai oleh Tinggian Mangkalihat. Pada bagian barat dibatasi oleh Tinggian
Sekatak-Berau, dan pada batas bagian utara dibatasi oleh Tinggian Semporna.
Sejarah tektonik Cekungan Tarakan dimulai dari terjadinya pemekaran Selat
Makasar yang memisahkan Sulawesi dari Kalimantan pada Eosen Tengah (Lentini dan
Darman, 1996, dalam Satyana, 1998). Daerah penelitian terletak di bagian baratdaya dari
busur vulkanik Tawau di Malaysia hingga Tawi-tawi-Sulu di Filipina. Busur vulkanik ini
berkaitan dengan subduksi pada lempeng Filipina pada Miosen.
Gambar 2.2 Kerangka tektonik Kalimantan dan daerah sekitarnya (Satyana, 1998)
Aktivitas magmatik pada bagian timurlaut Pulau Kalimantan terlihat jelas pada
Neogen. Subduksi lempeng Proto China yang berarah selatan pada kala Miosen Tengah
hingga Miosen Akhir menghasilkan magmatisme pada daerah Semporna dan Semenanjung
Dent. Subduksi pada awalnya didahului oleh terjadinya kolisi sekitar Miosen Akhir yang
menghasilkan batuan granit pada Gunung Kinabalu (Setijadji, Basuki N.I, 2010). Batuan
tertua Daerah Seruyung adalah sekuen batuan sedimen berumur Pra-Tersier hingga
Paleogen yang mengalami intrusi pada masa Kenozoikum, seumur dengan hampir
Tinggian di Kalimantan Tengah. Fasa termuda dari aktivitas magmatic di Kalimantan
adalah aliran lava basaltic yang terjadi pada kala Plio-Pleistosen yang nampak pada
Cekungan Tarakan yaitu Kunak basalt pada Semporna dan Semenanjung Dent.
Letak Daerah Seruyung
6
2.2 Tatanan Stratigrafi Daerah Penelitian
Cekungan Tarakan terendapkan di atas basement berumur Pra-Tersier. Cekungan
Tarakan terbagi atas beberapa sub-cekungan antara lain Sub-cekungan Tidung, Sub-
cekungan Berau, Sub-cekungan Tarakan, dan Sub-cekungan Muara. Batas-batas antar sub-
cekungan tidak nampak jelas , beberapa diantaranya dibatasi oleh sumbu lipatan atau zona
sesar.
Gambar 2.3 Letak sub-cekungan yang ada di Cekungan Tarakan (Satyana, 1998)
Stratigrafi Cekungan Tarakan terdiri dari :
1. Formasi Benggara
Formasi Benggara tersusun dari perselingan batulempung, batulanau, serpih
dan sisipan tuf. Batuan pada formasi ini berumur Pra-Tersier dan memiliki
banyak gores-garis dan urat kuarsa. Formasi ini ditemukan di Sub-cekungan
Tidung.
Letak Daerah Seruyung
7
2. Formasi Sembakung
Adanya proses transgresi pada umur Eosen Tengah menyebabkan formasi
Sembakung terendapkan diatas Formasi Danau. Formasi yang berumur
Eosen ini tersusun atas perselingan batupasir, batugamping, batulempung,
batulanau, serpih dan batugamping foraminifera.
3. Formasi Jelai
Formasi Jelai berumur Oligosen Akhir-Miosen Awal dapat ditemukan di
bagian barat dari Sub-cekungan Tidung. Lithologi penyusun dari formasi
ini adalah breksi vulkanik. Breksi ini terdiri dari fragmen batuan beku
bersifat basa dengan batulanau tufan sebagai matriksnya.
4. Formasi Naintupo
Formasi yang terletak di Sub-Cekungan Muara memiliki litologi serpih
akibat adanya kontak antara Formasi Tabalar dan Formasi Birang (yang
hampir sama dengan Formasi Naintupo). Selain itu kehadiran serpih juga
diakibatkan adanya siklus regresi-transgresi pada Miosen Tengah-
Pleistosen.
5. Formasi Meliat
Formasi ini diendapkan pada awal Miosen tengah dengan litologi penyusun
adalah dominasi batupasir berukuran halus hingga kasar dengan fragmen
kuarsa.
6. Formasi Tabul
Formasi ini tersusun atas perselingan antara lumpur, batugamping,
batulempung, batubara, dan batupasir. Seluruh potensi hidrokarbon pada
Cekungan Tarakan tersebar di formasi Meliat dan Formasi Tabul.
Hidokarbon dihasilkan dari serpih yang mengandung karbon dan batubara
(Satyana, 1998).
7. Formasi Sinjin
Formasi Sinjin terdiri dari perselingan tuf, breksi tuf, aglomertat, dan lava
piroksen
8. Formasi Sajau
Formasi Sajau disebut juga Formasi Tarakan berumur Miosen Akhir hingga
Pliosen, terdiri dari batupasir, serpih, dan lapisan batubara dan terendapkan
pada lingkungan pengendapan delta
8
Gambar 2.4 Kolom Stratigrafi daerah Tarakan dan Sebatik (Hidayat S, 1995)
9
Gambar 2.5 Litostratigrafi Cekungan Tarakan (Courtney, 1991, dalam Bachtiar, 2006)
+ + + + + + + + + +
EBarito
Warukin
Dahor
Berai
Tanjung
W
+ + + + + + + + +
Handil Dua
Kutai EAttaka
Kampung Baru
Sepinggan Lst
Bali
kp
ap
an
Grou
p
Meruat
Pulau Balang
Bebulu
Kli
nja
u
Pamaluan
Marah
Atan Beds
Boh Beds
Keham Halo
?
?
?
?
Lithostratigraphy
3.50
W
Chrono-Stratigraphy
M.Yrs System Series
1.65
5.20
10.20
16.20
20.00
25.20
30.00
36.00
39.40
49.00
54.00
109.50
PRE-TERTIARY
Quarternary Pleistocene
T E
R
T
I A
R
Y
P A
L E
O G
E N
EN
E O
G E
N E
Mio
cene
Plio
-cene
Oligocene
Eocene
Pale
o-
cene
Late
Early
Mid
dle
Late
Late
Early
Mid
dle
Late
Early
LE
10.20
20.00
30.00
39.40
49.00
109.5
TA
2T
A 3
TA
4T
B 1
TB
2T
B 3
P 3
P 4
P 5
P 6
P 7
P 8
P 9
P 10
P 11
P 12
N 4
+ + + + + + + + + +
TarakanW EBunyu
Sembakung
? ? ?
Sulau
Seilor
Mesaloi
Tubalor
Naintupo
Latih
Meliat Ss
Meliat
Tabul
Domaring
Tarakan
PL
AN
KT
ON
IK
FO
RA
M-Z
ON
E
Global Relative Change of
Coastal Onlap
(Vail et al., 1977)
N 5
N 6
N 7
N 8
N 9
N 11
N 10
N 13
N 12
N 14
N 15
N 16
N 18
N 17
N 20
N 19
N 21
N 23
N 22
P 13
P 14
Landward Basinward
P 15
P 16
P 17
P 18
P 20
P 19
P 21
P 22
30.0
33.0
36.0
37.0
38.0
39.4
42.5
44.0
48.5
28.4
26.5
25.5
22.0
21.0
16.5
15.5
13.8
12.5
10.2
5.5
4.2
3.01.65
0.8
10
BAB III
LANDASAN TEORI
3.1 Proses Ubahan Hidrotermal
Proses ubahan hidrotermal merupakan suatu proses yang kompleks yang
mengakibatkan perubahan mineralogy, tektur, maupun kandungan kimia dari batuan
akibat reaksi dari larutan sisa magma, air meteoric, dan gas pada batuan samping yang
berada pada kondisi padat. Larutan hidrotermal adalah cairan panas yang umumya
berasosiasi dengan proses magmatic, namun dapat pula berasal dari air meteoric, air
connate, atau air yang mengandung mineral kemudian terpanaskan dalam perut bumi.
Proses naiknya larutan hidrotermal nantinya akan berpengaruh besar terrhadap terjadinya
ubahan pada batuan samping.
Banyak factor yang mempengaruhi pembentukan mineral ubahan namun
temperature dan sifat kimia larutan hidrotermal dianggap sebagai dua factor yang paling
penting dalam proses ini.
Gambar 3.1 Skema sebuah sistem hidrotermal ( sumber : blog.ub.ac.id)
Sistem endapan hidrotermal dapat dibedakan berdasarkan kedalaman terbentuknya
yaitu epitermal, mesotermal dan hipotermal. Epitermal adalah endapan yang terbentuk
dekat dengan permukaan dan temperaturnya mencapai 20°C-200°C dan terletak pada
11
kedalaman 1 hingga 2 Km (White dan Hedenquist, 1990). Mesotermal terbentuk pada
tekanan dan temperature menengah , kedalaman mencapai 1,3 hingga 3,6 Km. Sedangkan
untuk hipotermal terbentuk pada temperature 500°C - 600°C dan tekanan yang tinggi serta
kedalaman yang lebih dalam.
Sistem endapan epitermal terbagi menjadi dua jenis (White dan Hedenquist, 1990)
yaitu eptermal sulfide tinggi (high sulphidation) dan epitermal sulfide rendah (low
sulphidation). Kedua jenis ini terbentuk akibat perbedaan larutan kimia yang sangat
terlihat dan pengaruh air meteoric. Sistem epitermal sulfida rendah dicirikan oleh larutan
hidrotermal yang bersifat netral dan mengisi celah-celah batuan. Asosiasi mineral adalah
kuarsa adularia, karbonat, dan serisit.
Gambar 3.2 Sistem epitermal sulfida tinggi dan epitermal sulfida rendah (sumber:
http://valentinomalau31.blogspot.com/)
Sistem epitermal sulfide tinggi terbentuk dari reaksi antara batuan induk dengan
magma asam panas dan fluida bergerak secara vertical. Bergeraknya fluida ini dipengaruhi
oleh adanya zona sesar atau rekahan, fluida mengalir dengan cepat dan bercampur dengan
air meteorik, sehingga dihasilkan larutan dalam kondisi asam.
12
Tabel 3.1 Perbedaan Epitermal Sulfida Tinggi dan Epitermal Sulfida Rendah (White dan Hedenquist, 1990)
Daerah yang menunjukkan kesamaan penyebaran himpunan mineral ubahan disebut
dengan zona ubahan. Zona ubahan hidrotermal dapat dikelompokkan menjadi beberapa zona,
antara lain:
1. Argilik, merupakan suatu zona yang ditandai dengan pembentukan mineral
lempung yang bertemperatur rendah seperti kalolinit, mornmorilonit, dan illit.
Temperatur pembentukan relative rendah (<200°C-250°C) dengan pH 4-5.
2. Argilik Lanjut (Advance Argilic), merupakan zona alterasi yang terbentuk pada
fluida asam pH <4. Mineral penciri adalah silika dan kelompok mineral alunit.
3. Potasik, merupakan zona alterasi yang berada dekat dengan intrusi dengan
temperature fluida hidrotermal lebih dari 300° dengan salinitas yag tinggi.
13
Dicirikan dengan kehadiran biotit, K-Feldspar, Magnetit, Aktinolit, dan
klinopiroksen.
Gambar 3.3 Zona mineral ubahan dalam sistem hidrotermal
4. Skarn, merupakan zona yang berada didekat kontak antara intrusi larutan
hidroterma dengan litologi gampingan. Terbentuk pada temperature 300°C-
700°C. Mineral penciri adalah garnet, magnesit, wollastonit, scapolite, epidot,
amfibol, dan kalsit.
5. Filik, merupakan zona ubahan yang ditandai dengan kehadiran mineral ubahan
seperti serisit, kuarsa, pirit, dan anhidrit. Terbentuk pada pH yang sama dengan
Zona Argilik namun dengan temperature yang sedikit lebih tinggi (>200°C-
250°C). Biasanya terbentuk pada daerah permeable dan dekat dengan jalur urat.
6. Propilitik, merupakan zona ubahan yang terbentuk pada pH netral hingga alkali
dengan temperature (<200°C- 250°C). Mineral penciri adalah epidot dan klorit.
Mineral penyerta lain adalah kuarsa, adularia, serisit dan anhidrit.