KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadrat Tuhan Yang Maha Esa
sehingga penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul Penyakit
Membran Hialin ini. Referat ini dibuat untuk memenuhi salah satu
syarat dalam menjalankan kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak di Rumah
Sakit Mardi Waluyo periode 20 Januari 29 Maret 2014.
Hyaline membrane disease penyebab tersering dari gagal nafas
pada bayi prematur yang merupakan salah satu penyebab kematian pada
bayi baru lahir. Karena itu, penulis menyadari betapa pentingnya
mempelajari penyakit ini sehingga nantinya kita dapat mendiagnosa
serta mengetahui penatalaksanaan dari penyakit ini.
Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima
kasih kepada dr. Christie Imelda Moningkey, Sp.A yang telah
membantu penulis dalam menyelesaikan referat ini, serta teman-teman
yang telah memberikan dorongan semangat baik moral dan spiritual
dalam pembuatan referat ini.
Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna,
oleh karena itu penulis mengharapkan berbagai kritik dan saran yang
bersifat membangun. Akhir kata semoga referat ini bermanfaat bagi
pihak-pihak yang membutuhkan.Lampung, 10 Maret 2014
DAFTAR ISI
Halaman
Kata Pengantar...1Daftar Isi2Bab I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang...31.2Tujuan Penulisan...31.3Manfaat
Penulisan.3Bab II Pembahasan
2.1Definisi..42.2Epidemiologi.42.3Etiologi..42.4Patofisiologi..52.5Diagnosis..72.6Diagnosis
Banding..142.7Penatalaksanaan...172.8
Komplikasi..232.10Prognosis23Bab III Penutup
3.1Kesimpulan..25Daftar Pustaka.26BAB IPENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit membran hialin (HMD) dikenal juga sebagai respiratory
distress syndrome (RDS) yang terjadi hampir sebagian besar pada
bayi kurang bulan khususnya yang lahir pada usia kehamilan 32
minggu. Ia mempunyai kaitan yang sangat erat dengan faktor
perkembangan paru. Angka kejadian penyakit tersebut akan meningkat
terutama apabila bayi tersebut lahir dari ibu yang menderita
gangguan perfusi darah uterus selama kehamilan.1Penyakit membran
hialin merupakan salah satu penyebab kematian pada bayi baru lahir.
Kurang lebih 30% dari semua kematian pada neonatus disebabkan oleh
HMD atau komplikasinya. Pengenalan riwayat kehamilan, riwayat
persalinan, serta intervensi dini dalam pencegahan, diagnostik, dan
penatalaksaan penderita dapat membantu menurunkan angka kematian
penyakit.1HMD ditandai dengan adanya kesukaran bernafas (pernafasan
cuping hidung, tipe pernapasan dyspnea/takipnea, retraksi dada, dan
sianosis) yang menetap atau menjadi progresif dalam 48-96 jam
pertama kehidupan dan pada pemeriksaan radiologis ditemukan pola
retikulogranuler yang uniform dan air bronchogram. Pengenalan
surfaktan eksogen sebagai pencegahan dan terapi telah merubah
keadaan klinik dari penyakit dan menurunkan morbiditas dan
mortalitas dari penyakit. Surfaktan biasanya didapatkan pada paru
yang matur. Fungsi surfaktan untuk menjaga agar kantong alveoli
tetap berkembang dan berisi udara, sehingga pada bayi prematur
dimana surfaktan masih belum berkembang menyebabkan daya
berkembang.1.2Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan referat ini adalah menambah pengetahuan tentang
definisi, epidemiologi, patofisiologi, gejala klinis, pemeriksaan
penunjang, diagnosis, dan penatalaksanaan HMD.
1.3Manfaat Penulisan
Referat ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam mendiagnosis
dan pengelolaan HMD.
BAB IIPEMBAHASAN
2.1Definisi
Penyakit membran hialin atau hyaline membrane disease (HMD) juga
dikenali sebagai respiratory distress syndrome (RDS) adalah
gangguan respirasi yang ditemukan terutama pada bayi prematur
akibat kurangnya surfaktan sehingga mengakibatkan kolapsnya
alveoli.22.2EpidemiologiHMD merupakan penyebab kematian utama pada
bayi prematur, di Amerika Serikat sekitar 12% bayi lahir prematur,
sekitar 10% bayi prematur menderita HMD setiap tahunnya. Insiden
meningkat pada negara berkembang.Insiden HMD tertinggi terjadi pada
bayi prematur, ras caucasian, laki-laki, riwayat saudara sebelumnya
yang menderita HMD, lahir melalui sectio sesaria, asfiksia dan ibu
diabetes melitus. Pada tahun 2003, di Amerika Serikat terdapat 4
juta kelahiran setiap tahunnya, dan 6% kelahiran berkembang menjadi
HMD. Pada tahun 2005 terjadi peningkatan kasus HMD dari 11,6%
menjadi 12,7%, mayoritas disebabkan karena kelahiran kurang
bulan.3,4 Berdasarkan penelitian di Rumah sakit Hasan Sadikin
Bandung pada tahun 2001, dari 41 bayi yang lahir preterm, 14 bayi
mengalami sindrom gawat nafas, dan 7 bayi didiagnosa HMD. Semuanya
lahir dari kehamilan kurang dari 32 minggu. Hal itu menunjukan
prevalensi HMD pada bayi preterm sebesar 17%.52.3EtiologiDefisiensi
surfaktan (penurunan produksi dan sekresi) adalah penyebab utama
dari HMD. Konstituen utama surfaktan adalah dipalmitoyl
fosfatidilkolin (lesitin), fosfatidilgliserol, apoprotein (protein
surfaktan SP-A, -B, -C, -D), dan kolesterol. Dengan pertambahan
usia kehamilan, jumlah fosfolipid yang disintesis meningkat dan
disimpan dalam sel alveolar tipe II. Bahan aktif permukaan ini akan
dilepaskan ke dalam alveoli, di mana mereka akan mengurangi
tegangan permukaan dan membantu mempertahankan stabilitas alveolus
dengan mencegah runtuhnya ruang udara kecil pada akhir ekspirasi.
Jumlah yang dihasilkan atau dilepaskan mungkin tidak cukup untuk
memenuhi kebutuhan pasca kelahiran karena immaturitas. Surfaktan
yang hadir dalam konsentrasi tinggi pada paru janin mengalami
homogenasi pada usia kehamilan 20 minggu, tetapi tidak mencapai
permukaan paru-paru sampai nanti. Ia muncul dalam cairan amnion
pada waktu di antara 28 dan 32 minggu. Tingkat maturitas dari
surfaktan paru biasanya terjadi setelah 35 minggu.6Meskipun jarang,
kelainan genetik dapat berkontribusi dalam terjadinya gangguan
pernapasan. Kelainan pada gen protein surfaktan B dan C serta
sebuah gen bertanggungjawab untuk mengangkut surfaktan melintasi
membran (ABC transporter 3 [ABCA3]) berhubungan dengan penyakit
pernapasan berat dan sering mematikan yang diturunkan.Sebagian
sintesis surfaktan bergantung pada pH normal, suhu, dan perfusi.
Asfiksia, hipoksemia, dan iskemia paru, khususnya terkait dengan
hipovolemia, hipotensi, dan stres dingin, dapat menekan sintesis
surfaktan. Lapisan epitel paru-paru juga dapat terluka oleh
konsentrasi oksigen yang tinggi dan efek dari manajemen respirator,
sehingga mengakibatkan pengurangan surfaktan yang lebih
lanjut.6,72.4PatofisiologiPeranan surfaktan ialah untuk merendahkan
tegangan permukaan alveolus sehingga tidak terjadi kolaps dan mampu
untuk menahan sisa udara fungsionil pada akhir ekspirasi.
Defisiensi substansi surfaktan yang ditemukan pada penyakit
membrane hialin menyebabkan kemampuan paru untuk mempertahankan
stabilitasnya terganggu. Alveolus akan kembali kolaps setiap akhir
ekspirasi, sehingga untuk pernafasan berikutnya dibutuhkan tekanan
negatif intratoraks yang lebih besar yang disertai usaha inspirasi
yang lebih kuat. Kolaps paru ini akan menyebabkan terganggunya
ventilasi sehingga terjadi hipoksia, retensi CO2 dan asidosis.
Hipoksia akan menimbulkan: (1) oksigenasi jaringan menurun
sehingga akan terjadi metabolisme anaerob dengan penimbunan asam
laktat dan asam organik lainnya yang menyebabkan terjadinya
asidosis metabolik pada bayi, (2) kerusakan endotel kapiler dan
epitel duktus alveolaris yang akan menyebabkan terjadinya
transudasi ke dalam alveoli dan terbentuknya fibrin dan selanjutnya
fibrin bersama-sama dengan jaringan epitel yang nekrotik membentuk
suatu lapisan yang disebut membran hialin. Asidosis dan atelektasis
juga menyebabkan terganggunya sirkulasi darah dari dan ke jantung.
Demikian pula aliran darah paru akan menurun dan hal ini akan
mengakibatkan berkurangnya pembentukan substansi surfaktan.8
Penyebab utama HMD adalah defisiensi surfaktan di paru yang
belum matang. Paru-paru yang secara struktural belum matang dan
defisiensi surfaktan memiliki compliance yang rendah dan
kecenderungan untuk atelektasis; faktor lain pada bayi prematur
yang meningkatkan risiko atelektasis adalah penurunan radius
alveolar dan dinding dada yang lemah. Dengan atelektasis, bagian
paru dengan perfusi baik tetapi ventilasi yang buruk mengarah ke
ketidaksesuaian V/Q (dengan shunting intrapulmonal) dan
hipoventilasi alveolar dengan akibat hipoksemia dan hiperkarbia.
Hipoksemia berat dan hipoperfusi sistemik menyebabkan penurunan
transportasi O2, metabolisme anaerob dan menyusulnya asidosis
laktat. Hipoksemia dan asidosis lebih lanjut dapat memperburuk
oksigenasi melalui vasokonstriksi paru sehingga menyebabkan
right-to-left shunt pada foramen ovale dan duktus arteriosus.
Faktor lain seperti barotrauma atau volutrauma dan FiO2 tinggi
mungkin mengawali pelepasan sitokin dan kemokin inflamasi yang
menyebabkan lebih banyak kecederaan sel endotel dan epitel.
Kecederaan ini mengurangkan sintesis dan fungsi surfaktan serta
peningkatan permeabilitas endotel yang mengarah ke edema pulmonal.
Kebocoran protein ke dalam ruang alveolar memperburuk lebih lanjut
defisiensi surfaktan dengan mengakibatkan inaktivasi surfaktan.
Secara makroskopis, paru terlihat padat dan atelektasis. Secara
mikroskopis, dapat dilihat atelektasis alveolar difus dan edema
pulmonal.9
Gambar 1. Patofisiologi penyakit membran hialin
2.5Diagnosis
2.5.1Gejala Klinis
Penyakit membran hialin sering terjadi pada bayi prematur dengan
berat badan 1000-2000 gram atau masa gestasi 30-36 minggu. Jarang
ditemukan pada bayi dengan berat badan lebih dari 2500 gram. Sering
disertai dengan riwayat asfiksia pada waktu lahir atau tanda gawat
bayi pada akhir kehamilan. Tanda gangguan pernafasan mulai tampak
6-8 jam pertama setelah kelahiran dan gejala yang karakteristik
mulai terlihat pada umur 24-72 jam. Bila keadaan membaik, gejala
akan menghilang pada akhir minggu pertama.3,8Gangguan pernafasan
pada bayi terutama disebabkan oleh atelektasis dan perfusi paru
yang menurun. Keadaan ini akan memperlihatkan gambaran klinis
seperti dispnea atau hiperpnea, sianosis karena saturasi O2 yang
menurun, retraksi suprasternal, retraksi interkostal dan expiratory
grunting. Selain tanda gangguan pernafasan, ditemukan gejala lain
misalnya bradikardia (sering ditemukan pada penderita HMD berat),
hipotensi, kardiomegali, pitting edema terutama di daerah dorsal
tangan atau kaki, hipotermia, tonus otot yang menurun, gejala
sentral dapat terlihat bila terjadi komplikasi. Scoring system yang
sering digunakan pada bayi preterm dengan HMD adalah
Silverman-Anderson score atau skor Downes.
Gambar 2. Silverman-Anderson scoring systemSkor 10= Severe
respiratory distress
Skor 7= Impending respiratory failure
Skor 0
= No respiratory distressTabel 1. Skor Downes.Score012
Frekuensi nafas (x/menit)80
SianosisNoneIn room airIn 40% oxigen
RetraksiNoneMildModerate-severe
MerintihNoneAudible with stethoscopeAudible without
stethoscope
Air entryClearDelayed / decreaseBarely audible
Skor : 6 = Inpending respiratory failure
2.5.2 Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan gas darah
Hasil analisis gas darah menunjukkan asidosis respiratorik dan
asidosis metabolik dengan hipoksia. Asidosis respiratorik terjadi
karena atelektasis dari alveoli dan atau overdistensi dari
bronkiolus (terminal airways). Asidosis metabolik yang terjadi pada
HMD dawali dengan asidosis laktat sebagai akibat dari menurunnya
perfusi ke jaringan sehingga tubuh menggunakan jalur anaerob untuk
metabolisme. Hipoksia pada HMD ini terjadi dari right-to-left
shunting melalui pembuluh dari pulmonal, patent ductus artreriosus
(PDA), dan atau foramen ovale tidak menutup.7Pulse Oximetry
Pulse oximetry adalah tindakan non-invansif yang digunakan untuk
memantau saturasi oksigen dalam darah, dimana saturasi
dipertahankan pada nilai 90-95%. Akan tetapi alat ini tidak dapat
mendeteksi terjadinya hiperoksia. Pada metode konvensional
digunakan metode monitoring in-line arterial PaO2 dan monitoring
transkutaneus. Monitoring transkutaneus CO2 seharusnya dgunakan
pada infant dengan HMD untuk memonitor ventilasi yang berhubungan
dengan PaCO2.7Gambaran radiologis
Diagnosis yang tepat dengan pemeriksaan foto rontgen toraks.
Pemeriksaan ini juga sangat penting untuk menyingkirkan kemungkinan
penyakit lain yang diobati dan mempunyai gejala yang mirip penyakit
membran hialin, misalnya pneumotoraks, hernia diafragmatika, dan
lain-lain.
a. Foto toraks posisi AP dan lateral (bila diperlukan
serial)Gambaran radiologis memberi gambaran penyakit membran
hialin. Gambaran yang khas berupa pola retikulogranular, yang
disebut dengan ground glass appearance, disertai dengan gambaran
bronkus di bagian perifer paru (air bronchogram).10Terdapat 4
stadium:
Stadium 1: pola retikulogranular (ground glass appearance)
Stadium 2: stadium 1 + air bronchogram
Stadium 3: stadium 2 + batas jantung - paru kabur
Stadium 4: stadium 3 + white lung appearanceGambar 3. HMD dengan
granular appearance pada kedua paru
Gambar 4. HMD dengan granular appearance dan air broncogram
Gambar 5. HMD dengan gambaran batas jantung-paru kabur
(kiri)
Gambar 6. white lung appearance (kanan)
Gambar 7. HMD pada bayi prematur
Gambar 8. HMD pada bayi yang sudah mendapat terapi surfaktan.
Tampak gambaran gelembung udara pada lobus atas11Selama perawatan,
diperlukan foto toraks serial dengan interval sesuai indikasi. Pada
pasien dapat ditemukan pneumotoraks sekunder karena pemakaian
ventilator, atau terjadi bronchopulmonary dysplasia (BPD) setelah
pemakaian ventilator jangka lama.
Uji Kematangan Paru
Tes yang dipercaya saat ini untuk menilai kematangan paru janin
adalah tes kematangan paru yang biasanya dilakukan pada bayi
prematur yang mengancam jiwa untuk mencegah terjadinya Neonatal
Respiratory Distress Syndrome (RDS).
Tes biokimia (Rasio lecithin-sphingomyelin)Paru-paru janin
berhubungan dengan cairan amnion, maka jumlah fosfolipid dalam
cairan amnion dapat untuk menilai produksi surfaktan, sebagai tolok
ukur kematangan paru, dengan cara menghitung rasio lesitin
dibandingkan sfingomielin dari cairan amnion.
Tes ini merupakan salah satu tes yang sering digunakan dan
sebagai standarisasi tes dibandingkan dengan tes yang lain.
Sfingomyelin merupakan suatu membran lipid yang secara relatif
merupakan komponen non spesifik dari cairan amnion. Gluck menemukan
bahwa L/S untuk kehamilan normal adalah 2.12 Dengan rasio 1.5-1.9,
ada kemungkinan bahwa 50% bayi dapat berlanjut ke HMD. Pada rasio
60x/menit) dan terjadinya hiperinflasi, tetapi jarang disertai
dengan grunting. TTN merupakan diagnosis eksklusi, dimana diagnosis
sindrom gawat nafas, sepsis dan gagal jantung sudah
disingkirkan.13
Gambar 11. Transient tachypnoea of the newborn dengan gambaran
cairan pada fisura transversalis dan hiperekspansi paru.
2. Meconium aspiration syndrome
Aspirasi mekonium jarang terjadi pada bayi kurang bulan. Sindrom
aspirasi mekonium terjadi apabila janin mengeluarkan mekonium ke
dalam cairan amnion ketika masih berada dalam kandungan, dan cairan
amnion yang terkontaminasi mekonium teraspirasi oleh bayi. Aspirasi
mekonium menyebakan obstruksi mekanis pada paru sehingga
menyebabkan terperangkapnya udara dan mengakibatkan atelektasis dan
ketidakseimbangan perfusi-ventilasi. Secara klinis, bayi tampak
berwarna kuning kehijauan atau lebih dikenali sebagai
meconium-stained skin. Penegakkan diagnosis aspirasi mekoneum dapat
dilakukan dengan kombinasi foto rontgen dengan gambaran
bercak-bercak konsolidasi atau atelektasis, infiltrat kasar di
kedua lapangan paru, dan hiperinflasi karena terperangkapnya
udara.
Gambar 12. Foto thoraks sindrom aspirasi mekonium
3. Pneumotoraks
Kekurangan surfaktan yang relatif pada bayi yang lahir dengan
usia gestasi 32-34 minggu menghasilkan paru-paru yang kurang
compliance sehingga meningkatkan risiko terjadinya pneumotoraks dan
pneumomediastinum. Pneumotoraks kecil umumnya dapat sembuh secara
spontan. Selama ini, oksigen 100% digunakan sebagai penanganan
pneumotoraks kecil, akan tetapi efektivitasnya belum terbukti dan
dengan risiko terjadinya toksisitas oksigen, maka penanganan ini
sudah tidak lagi dilakukan. Penanganan yang sedang berkembang ialah
penggunaan kateterisasi pigtail yang dimasukan dengan teknik
Seldinger. Keuntungan tindakan ini ialah tindakannya yang cepat dan
mudah, serta sedikitnya skar yang ditimbulkan dibandingkan dengan
traditional chest tubes.
Gambar 13. Pneumotoraks pada paru sisi kanan
Gambar 14. Penggunaan kateter pigtail132.7 Penatalaksanaan2.7.1
Perawatan Antenatal
Intervensi untuk mencegah terjadinya HMD harus dimulai sebelum
kelahiran dan melibatkan bagian anak dan kebidanan. Secara umum
sekresi surfaktan meningkat selama proses persalinan, oleh karena
itu operasi sectio caesaria elektif tidak dianjurkan. Bayi preterm
yang berisiko untuk terjadinya HMD seharusnya dilahirkan di tempat
yang memiliki tenaga ahli dan fasilitas yang dilengkapi dengan
Continuous Positive Airway Pressure (CPAP) dan ventilator mekanik.
Untuk bayi yang usia gestasi kurang dari 27 minggu, kemungkinan
untuk meninggal pada tahun pertama kehidupan berkurang bila
dilahirkan di rumah sakit yang memiliki Neonatal Intensif Care Unit
(NICU). Pemanfaan obat tokolitik dapat digunakan untuk menunda
persalinan sementara agar ibu dapat dirujuk ke rumah sakit dengan
fasilitas NICU.14,152.7.2Pemberian Kortikosteroid pada Ibu
Steroid antenatal diberikan pada ibu untuk menurunkan risiko
kematian pada neonatal. Keberhasilan pemberian steroid hanya
terlihat pada bayi preterm yang ibunya menerima dosis pertama
steroid 1-7 hari sebelum persalinan. Betamethason dan dexamethason
digunakan untuk meningkatkan pematangan paru janin. Pemberian
steroid antenatal direkomendasikan pada semua kehamilan yang
berisiko terjadinya persalinan preterm. Dosis tunggal pemberian
betamethason adalah 12 mg. Interval optimal untuk memulai terapi
berdasarkan taksiran persalinan adalah >24 jam dan 85% setelah
usia 10 menit.
Pemberian rutin ventilasi tekanan positif (bagging) tidak sesuai
bagi preterm yang belum nafas spontan. Jika ventilasi tekanan
positif diperlukan untuk menstabilkan bayi, hindari volume tidal
yang berlebihan dengan menggunakan alat resusitasi yang bisa
mengukur atau melimitasi peak inspiratory pressure (PIP) dan waktu
yang sama dapat mempertahankan positive end-expiratory pressure
(PEEP) semasa ekspirasi. Contoh alatnya adalah Neopuff.Hanya
sebagian kecil bayi memerlukan intubasi di kamar bersalin.
Bayi-bayi ini adalah yang menerima surfaktan dan yang tidak
menunjukkan respon pada pemberian CPAP. Jika intubasi diperlukan,
posisi benar tuba endotraakeal diketahui dengan menggunakan alat
yang mendeteksi CO2 kolorimetrik, sebelum pemberian surfaktan dan
penggunaan ventilator.152.7.4 Penatalaksanaan Umum
Dasar tindakan ialah mempertahankan bayi dalam suasana
fisiologis agar bayi mampu melanjutkan perkembangan paru dan organ
lain sehingga dapat mengadakan adaptasi sendiri terhadap
sekitarnya.8 Tindakan yang perlu dikerjakan ialah:
1. Memberikan lingkungan yang optimal
Suhu tubuh bayi harus selalu diusahakan agar tetap dalam batas
normal (36,5-37C) dengan meletakkan bayi di dalam inkubator.
Humiditas ruangan juga harus adekuat (70-80%). Semua usaha
meresusitasi bayi haruslah dengan langkah mencegah terjadinya
hipotermia untuk meningkatkan angka kehiudpan. Selain radiant
warmer, menyelubungi bayi dengan plastik polietilen dapat
menurunkan insiden hipotermia, terutama pada bayi preterm.
2. Pemberian cairan dan nutrisiPada fase akut, harus diberikan
melalui intravena. Cairan yang diberikan harus cukup untuk
menghindarkan dehidrasi dan mempertahankan homeostasis tubuh yang
adekuat. Pada hari-hari pertama diberikan glukosa 5-10% dengan
jumlah yang disesuaikan dengan umur dan berat badan (60-125
ml/kgbb/hari). Asidosis metabolik pada penderita, harus segera
diperbaiki dengan pemberian NaHCO3 secara intravena. Pemeriksaan
keseimbangan asam-basa tubuh harus diperiksa secara teratur agar
pemberian NaHCO3 dapat disesuaikan dengan mempergunakan rumus:
kebutuhan NaHCO3 (mEq) = deficit basa x 0,3 x berat badan bayi.
Pada pemberian NaHCO3 ini bertujuan untuk mempertahankan pH darah
antara 7,35-7,45. Pada asidosis yang berat, penilaian klinis yang
teliti harus dikerjakan untuk menilai apakah basa yang diberikan
sudah cukup adekuat.4,8Bila bayi sudah tidak lagi sesak, minimal
enteral feeding dengan air susu dapat diinisiasikan sesegera
mungkin, dengan jumlah