BAB I PENDAHULUAN Hiperbilirubinemia adalah kadar bilirubin serum total >5 mg/dL. 1 Hiperbilirubinemia merupakan salah satu keadaan klinis yang paling sering ditemukan pada bayi baru lahir. 2 Hiperbilirubinemia ditemukan 60% di Amerika Serikat, sedangkan insiden hiperbilirubinemia pada neonatus di negara-negara berkembang belum tersedia karena mayoritas persalinan dilakukan di rumah. Insiden hiperbilirubinemia di Indonesia di beberapa RS pendidikan antara lain RSCM, RS Dr Sardjito, RS Dr Soetomo, RS Dr Kariadi bervariasi dari 13,7% hingga 85%. Hiperbilirubinemia bisa disebabkan proses fisiologis dan patologis. Hiperbilirubinemia fisiologis merupakan masalah yang sering terjadi pada neonatus cukup maupun kurang bulan selama minggu pertama kehidupan yang insidennya berturut-turut adalah 50-60% dan 80%. Insidens hiperbilirubinemia patologis sekitar 9,8% pada tahun 2002 dan 15,66% pada tahun 2007 di RS Dr Soetomo. Insiden hiperbilirubinemia patologis berdasarkan penyebab didapatkan inkompatibilitas ABO 35%, infeksi 18%, prematuritas 11%, defisiensi enzim glucose-6-phospate dehydrogenase (G6PD)5%, inkompatibiltas rhesus 3,5% dan idopatik 9%. Setiap neonatus yang mengalami kuning harus dibedakan apakah hiperbilirubinemia yang terjadi merupakan keadaan yang fisiologis atau patologis serta dimonitor apakah mempunyai kecenderungan untuk berkembang menjadi hiperbilirubinemia berat.
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
Hiperbilirubinemia adalah kadar bilirubin serum total >5 mg/dL.1 Hiperbilirubinemia
merupakan salah satu keadaan klinis yang paling sering ditemukan pada bayi baru lahir.2
Hiperbilirubinemia ditemukan 60% di Amerika Serikat, sedangkan insiden
hiperbilirubinemia pada neonatus di negara-negara berkembang belum tersedia karena
mayoritas persalinan dilakukan di rumah. Insiden hiperbilirubinemia di Indonesia di
beberapa RS pendidikan antara lain RSCM, RS Dr Sardjito, RS Dr Soetomo, RS Dr Kariadi
bervariasi dari 13,7% hingga 85%.
Hiperbilirubinemia bisa disebabkan proses fisiologis dan patologis.
Hiperbilirubinemia fisiologis merupakan masalah yang sering terjadi pada neonatus cukup
maupun kurang bulan selama minggu pertama kehidupan yang insidennya berturut-turut
adalah 50-60% dan 80%. Insidens hiperbilirubinemia patologis sekitar 9,8% pada tahun 2002
dan 15,66% pada tahun 2007 di RS Dr Soetomo. Insiden hiperbilirubinemia patologis
berdasarkan penyebab didapatkan inkompatibilitas ABO 35%, infeksi 18%, prematuritas
(UDGPA) oleh hasil metabolisme progesteron, yaitu pregnane-3-alpha2-beta-
diol yang ada di dalam ASI sebagian ibu.
P emeriksaan fisik
Ikterus terjadi akibat akumulasi bilirubin dalam darah sehingga kulit, mukosa dan atau
sklera bayi tampak kekuningan. Hiperbilirubinemia merupakan istilah yang dipakai untuk
ikterus neonatorum setelah ada hasil laboratorium yang menunjukkan peningkatan kadar
bilirubin. Ikterus akan tampak secara visual jika kadar bilirubin lebih dari 5 mg/dl.
Secara klinis ikterus pada neonatus dapat dilihat segera setelah lahir atau beberapa
hari kemudian. Amati ikterus pada siang hari dengan lampu sinar yang cukup. Ikterus akan
terlihat lebih jelas dengan sinar lampu dan bisa tidak terlihat dengan penerangan yang kurang,
terutama pada neonatus yang kulitnya gelap. Penilaian ikterus akan lebih sulit lagi apabila
penderita sedang mendapatkan terapi sinar. Tekan kulit secara ringan memakai jari tangan 10
untuk memastikan warna kulit dan jaringan subkutan. Waktu timbulnya ikterus mempunyai
arti penting pula dalam diagnosis dan penatalaksanaan penderita karena saat timbulnya
ikterus mempunyai kaitan erat dengan kemungkinan penyebab ikterus tersebut.
Caranya dengan jari telunjuk ditekankan pada tempat-tempat yang tulangnya menonjol
seperti tulang hidung, dada, lutut dan lain-lain. Tempat yang ditekan akan tampak pucat atau
kuning. Penilaian kadar bilirubin pada masing-masing tempat tersebut disesuaikan dengan
tabel yang telah diperkirakan kadar bilirubinnya.
Tabel 1. Derajat ikterus pada neonatus menurut Kramer
Hal-hal yang harus dicari pada pemeriksaan fisik:
- Prematuritas
- Kecil masa kehamilan, kemungkinan berhubungan dengan polisitemia.
- Tanda infeksi intrauterin, misalnya mikrosefali, kecil masa kehamilan
- Perdarahan ekstravaskular, misalnya memar, sefalhematom
- Pucat, berhubungan dengan anemia hemolitik atau kehilangan darah ekstravaskular
- Petekie, berkaitan dengan infeksi kongenital, sepsis, atau eritroblastosis
- Hepatosplenomegali, berkaitan dengan anemia hemolitik, infeksi kongenital, atau
penyakit hati
- Omfalitis
- Korioretinitis, berhubungan dengan infeksi kongenital
- Tanda hipotiroid
Pemeriksaan penunjang
11
Zona Bagian tubuh yang
kuningRata-rata serum bilirubin
indirek ( mol/l)Bilirubin
serum total
1. Kepala dan leher 100 5 mg/dL;
2. Pusat-leher 150 10 mg/dL
3. Pusat-paha 200 12 mg/dL
4. Lengan + tungkai 250 13-15mg/dL
5. Tangan + kaki > 250 >15 mg/dL
Tabel 2. Evaluasi Laboratorium Hiperbilirubinemia NeonatalIndication AssessmentsJaundice in the first 24 hours TSB or TcB levelJaundice excessive for infant's age TSB or TcB levelReceiving phototherapy or TSB level increasing rapidly
Blood type and Coombs' testCBC and peripheral blood smearConjugated bilirubin levelConsider reticulocyte count; G6PD and end-tide carbon monoxide (corrected) levelsRepeat TSB measurement in four to 24 hours
TSB level approaching exchange transfusion threshold or not responding to phototherapy
Reticulocyte count; G6PD, albumin, and end-tide carbon monoxide (corrected) levels
Sumber: Adapted with permission from American Academy of Pediatrics Subcommittee on Hyperbilirubinemia. Management of hyperbilirubinemia in the newborn infant 35 or more weeks of gestation [published correction appears in Pediatrics. 2004;114(4):1138]. Pediatrics. 2004;114(1):30030
- Bilirubin serum total. Bilirubin serum direk dianjurkan untuk diperiksa bila ikterus
menetap sampai usia >2 minggu atau dicurigai adanya kolestasis.
- Darah perifer lengkap dan gambaran apusan darah tepi untuk melihat morfologi
eritrosit dan ada tidaknya hemolisis. Bila fasilitas tersedia, lengkapi dengan hitung
retikulosit.
- Golongan darah, Rhesus, dan direct Coombs’ test dari ibu dan bayi untuk mencari
penyakit hemolitik. Bayi dari ibu dengan Rhesus negatif harus menjalani
pemeriksaan golongan darah, Rhesus, dan direct Coombs’ test segera setelah lahir.
- Kadar enzim G6PD pada eritrosit.
- Pada ikterus yang berkepanjangan, lakukan uji fungsi hati, pemeriksaan urin untuk
mencari infeksi saluran kemih, serta pemeriksaan untuk mencari infeksi kongenital,
sepsis, defek metabolik, atau hipotiroid.
1.9 PENATALAKSANAAN
12
Pencegahan :
American Academy of Pediatric mengeluarkan strategi praktis dalam pencegahan dan
penanganan hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir (<35 minggu atau lebih) dengan tujuan
menurunkan insidensi dari neonatal hiperbilirubinemia berat dan ensefalopati bilirubin serat
meminimalkan risiko yang tidak menguntungkan seperti kecemasan ibu, berkurangnya breast
feeding atau terapi yang diperlukan. Pencegahan dititik beratkan pada pemberian minum
sesegera mungkin, sering menyusui untuk menurunkan shunt enterohepatik, menunjang
kestabilan bakteri flora normal dan merangsang aktifitas usus halus.
Strategi Pencegahan hiperbilirubinemia9
1. Pencegahan primer
- Menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya paling sedikit 8-12 kali perhari
untuk beberapa hari pertama.
- Tidak memberikan cairan tambahan rutin seperti dekstrose atau air pada bayi
yang mendapat ASI dan tidak mengalami dehidrasi.
2. Pencegahan sekunder
- Harus melakukan penilaian sistematis terhadap resiko kemungkinan terjadinya
hiperbilirubinemia berat, selama periode neonatal.
- Tentang golongan darah: Semua wanita hamil harus diperiksa golongan darah
ABO dan rhesus serta penyaringan serum antibodi isoimun yang tidak biasa
- Bila golongan darah ibu tidak diketahui atau Rh negatif dilakukan
pemeriksaan antibodi direk (tes coombs), golongan darah dan tipe Rh (D)
darah tali pusat bayi.
- Bila golongan darah ibu O,Rh positif terdapat pilihan untuk dilakukan tes
golongan darah dan tes Coombs pada darah tali pusat bayi, tetapi hal itu tidak
diperlukan jika dilakukan pengawasan, penilaian terhadap resiko sebelum
keluar rumah sakit (RS) dan tidak lanjut yang memadai.
- Tentang penilaian klinis : Harus memastikan bahwa semua bayi secara rutin
dimonitor terhadap timbulnya ikterus dan menetapkan protokol terhadap
penilaian ikterus yang harus dinilai saat memeriksa tanda vital, terapi tidak
kurang dari setiap 8-12 jam.
13
- Protokol untuk penilaian ikterus harus melibatkan seluruh staf perawatan yang
dituntut untuk dapat memeriksa tingkat bilirubin secara transkutan atau
memeriksakan bilirubin serum total.
Evaluasi Laboratorium
Pengukuran bilirubin transkutaneus dan atau bilirubin serum total harus dilakukan
pada setiap bayi yang mengalami ikterus dalam 24 jam pertama setelah lahir. Penentuan
waktu dan perlunya pengukuran ulang bilirubin transkutaneus atau bilirubin serum total
tergantung pada daerah mana kadar bilirubin terletak, umur bayi, dan evolusi
hiperbilirubinemia.
Pengukuran bilirubin transkutaneus atau dan bilirubin serum total harus dilakukan bila
tampak ikterus yang berlebihan. Jika derajat ikterus meragukan, pemeriksaan bilirubin serum
harus dilakukan, terutama pada kulit hitam, oleh karena pemeriksaan derajat ikterus secara
visual seringkali salah. Semua kadar bilirubin harus diinterpretasikan sesuai umur bayi dalam
jam.
Penyebab kuning
Memikirkan kemungkinan penyebab ikterus pada bayi yang menerima foto terapi atau
bilirubin total serum meningkat cepat dan tidak dapat dijelaskan berdasarkan anamnesa dan
pemriksaan fisik.
Bayi yang mengalami peningkatan bilirubin direk atau konjungasi harus dilakukan
analisis dan kultur urin. Pemeriksaan laboratorium tambahan untuk mengevaluasi sepsis
harus dilakukan bila terdapat indikasi berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik.
Bayi sakit dan ikterus pada bayi sakit atau umur lebih 3 minggu harus dilakukan
pemeriksaan bilirubin total dan direk atau bilirubin kongasi untuk mengidentifikasi adanya
kolestasis, juga dilakukan penyaringan terhadap tiroid dan galaktosemia.
Bila kadar bilirubin direk atau bilirubin kongasi meningkat, dilakukan evaluasi
tambahan untuk mencari penyeba kolestasis. Pemeriksaan terhadap kadar Glukose- 6-
Phospat Dehindrogenase (G6PD) direkomendasikan untuk bayi ikterus yang mendapat
fototerapi dan dengan riwaya=t keluarga atau etnis atau asal geografis yang menunjukkan
kecendrungan defisiensi G6PD atau pada bayi yang respon buruk terhadap fototerapi
Penilaian resiko sebelum bayi dipulangkan
14
Sebelum pulang dari rumah sakit, setiap bayi harus dinilai terhadap resiko
berkembangnya hiperbilirubinemia berat, dan semua perawatan harus menetapkan protokol
untuk menilai resiko ini. Penilaian ini sangat penting untuk bayi yang pulang sebelum 72 jam.
Kebijakan dan prosedur RS
Harus memberikan informasi tertulis dan lisan kepada orangtua saat keluar dari RS,
termasuk penjelasan tentang kuning, perlunya monitoring terhadap kuning, dan anjuran
bagaimana monitoring dilakukan.
Tindak lanjut : Semua bayi harus diperiksa oleh petugas kesehatan profesional yang
berkualitas beberapa hari setelah keluar RS untuk menilai keadaan bayi dan ada tidaknya
kuning. Waktu dan tempat untuk melakukan penilaian ditentukan berdasarkan lama
perawatan, ada atau tidaknya faktor resiko untuk hiperbilirubinemia dan risiko masalah
neonatal lainnya.
Saat tindak lanjut : Berdasarkan tabel dibawah :
Bayi Keluar RS Harus Dilihat Saat Umur
Sebelum umur 24 jam 72 jam
Antara umur 24 dan 47,9 jam 96 jam
Antara umur 48 dan 72 jam 120 m
Untuk beberapa bayi yang dipulangkan sebelum 48 jam, di perlukan 2 kunjungan
tindak lanjut yaitu kunjungan pertama antar 24- 72 jam dan kedua antara 72-120 jam.
Penilaian klinis harus dikgunakan dalam tindak lanjut. Pada bayi yang mempunyai faktor
resiko terhadap hiperbilirubinemia harus dilakukan tindak lanjut yang lebih awal atau lebih
sering. Sedangkan bayi yang resiko kecil dan tidak beresiko, waktu pemeriksaan kembali
dapat lebih lama.
Menunda pulang dari RS: Bila tindak lanjut yang memadai tidak dapat dilakukan
terhadap adanya peningkatan resiko timbulnya hiperbilirubinemia berat, mungkin diperlukan
penundaan kepulangan dari RS sampai tindak lanjut memadai dapat dipastikan atau periode
resiko terbesar telah terlewati (72-96 jam)
Penilaian tindak lanjut harus termasuk berat badan bayi dan perubahan persentasi
berat lahir, asupan yang adekuat, pola BAB dan BAK, serta ada tidaknya kuning. Penilaian
klinis harus digunakan untuk dilakukan perlunya pemeriksaan bilirubin. Jika penilaian visual
15
meragukan, kadar bilirubin transkutaneus dan bilirubin total serum harus diperksa. Perkiraan
kadar bilirubin visusal dapat keliru, terutama pada bayi dengan kulit hitam.
Pengelolaan bayi dengan ikterus
1. Pengelolaan bayi ikterus yang mendapat ASI
Berikut ini adalah elemen-elemen kunci yang harus diperhatikan pada pengelolaan
early jaundice pada bayi yang mendapat ASI.
Pengelolaan ikterus dini (early jaudice) pada bayi yang mendapat ASI
1. Observasi semua feses awal bayi. Pertimbangkan untuk merangsang
pengeluaran jika feses tidak keluar dalam waktu 24 jam
2. Segera mulai menyusui dan beri sesering mungkin.
3. Tidak dianjurkan pemberian air, dektrosa atau formula pengganti
4. Observasi berat badan, bak dan bab yang berhubungan dengan pola
menyusui
5. Ketika kadar bilirubin mencapai 15mg/dl, tingkatkan pemberian minum,
rangsang pengeluaran/ produksi ASI dengan cara memompa dan
menggunakan protokol penggunaan fototerapi yang dikeluarkan AAP
6. Tidak terdapat bukti bahwa early jaundice berhubungan dengan
abnormalitas ASI, sehingga penghentian menyusui sebagai suatu upaya
hanya diindikasikan jika ikterus menetap lebih dari 6 hari atau meningkat
diatas 20mg/dl atau ibu memiliki riwayat bayi sebelumnya terkena kuning
2. Penggunaan Farmakoterapi :
Farmakoterapi telah digunakan untuk mengelola hiperbilirubinemia dengan
merangsang induksi enzim- enzim hati dan protein pembawa, guna mempengaruhi
penghancuran heme, atau untuk mengikat bilirubin dalam usus halus sehingga
reabsorpsi enterohepatik menurun. Antara lain :
1. Imunoglobulin intravena telah digunakan pada bayi- bayi dengan Rh yang berat
dan imunokompabilitas ABO untuk menekan hemolisis isoimun dan menurunkan
tindakan tranfusi. IVIG dapat digunakan dengan dosis 0,5 g- 1g/kgbb (single
dose)
16
2. Fenobarbital telah memperlihatkan hasil lebih efektif, merangsang aktifitas, dan
konsentrasi UDPGT dan ligandin serta dapat meningkatkan jumlah tempat ikatan
bilirubin. Terjadi peningkatan uptake hepar, konjugasi dan eksresi bilirubin.
Penggunaan fenobarbital setelah lahir masih kontroversial dan secara umum
tidak direkomendasikan. Diperlukan waktu beberapa hari sebelum terlihat
perubahan bermakna, hal ini membuat pengguaan fototerapi nampak jauh lebih
muda. Fenobarbital telah digunakan pertama kali pada inkompabilitas Rh untuk
mengurangi jumlah tindakan tranfusi ganti. Penggunaan fenobarbital profilaksis
untuk mengurangi pemakaian fototerapi atau transfusi ganti pada bayi dengan
defisiensi G6PD ternyata tidak membuahkan hasil.
3. Pencegahan hiperbilirubinemia dengan menggunakan metalloprotoporpirin juga
telah diteliti. Zat ini adalah analoq sintesis heme. Protoporpirin telah terbukti
efektif sebagai inhibitor kompetitif sari heme oksigenase, enzim ini deperlukan
untuk katabolisme heme menjadi biliverdin, dengan zat ini heme dicegah dari
katabolisme dan diekskresikan secara utuh didalam empedu.
4. Pada penelitian terhadap bayi kurang dan cukup bulan, bayi dengan datau tanpa
penyakit hemolitik, tin-protoporpirin (Sn-PP) dan tin- mesoporpirin (Sn-MP)
dapat menurunkan kadar bilirubin serum. Penggunaan fototerapi setelah
pemberian Sn-PP berhubungan dnegan timbulnya eritema foto toksik. Sn- MP
kurang bersifat toksik, khususnya jika digunakan bersamaan dengan fototerapi.
Pada penelitian terbaru dnegan penggunaan Sn-MP maka fototerapi pada bayi
cukup bulan tidak diperlukan lagi, sedangkan pada bayi kurang penggunaannya
telah banyak berkurang. Pemakaian obat ini masih dalam percobaan dan keluaran
jangka panjang belum diketahui, sehingga pemakaian obat ini sebaiknya hanya
digunakan untuk bayi yang mempunyai resiko tinggi tehadap kejadian
hiperbilirubinemia ynag berkembang menjadi disfungsi neurologi dan juga
sebagai klinikal trial.
5. Baru- baru ini dilaporkan bahwa pemberian inhibitor B Glukoronidase pada bayi
sehat cukup bulan yang mendapat ASI, seperti asam L-Aspartik dan casein
hoidrolisat dalam jumlah kecil (5ml / dosis – 6x perhari ) dapat meningkatkan
pengeluaran bilirubin feses dan ikterus menjadi berkurang dibandingkan dengan
bayi kontrol. Kelompok bayi yang mendapat campuran whey atau kasein (bukan
inhibitor B glukuronidase) Kuningnya juga tampak menurun dibandingkan
17
dengan kelompok kontrol, hal ini mungkin disebabkan oleh peningkatan ikatan
bilirubin konjugasi yang berakibat pada penurunan jalur enterohepatik.
Jika kadar bilirubin total serum tidak menurun atau meningkat walaupun telah
mendapat fototerapi intensif, kemungkinan telah terjadi hemolisis dan direkomendasikan
untuk menghentikan foto terapi.
Dalam penggunaan petunjuk fototerapi dan transfusi tukar, kadar bilirubin direk atau
konjugasi tidak harus dikurangkan dari bilirubin total. Dalam kondisi dimana kadar bilirubin
direk 50% atau lebih dari bilirubin total , tidak tersedia data yang baik untuk petunjuk terapi
dan direkomendasikan untuk berkonsultasi kepada ahlinya.
Jika kadar bilirubin total serum berada pada angka untuk rekomendasi dilakukan
transfusi ganti atau jika kadar bilirubin total sebesar 25 mg/dl atau lebih tinggi pada setiap
waktu, hal ini merupakan keadaan emergensi dan bayi harus segera masuk dan mendapatkan
perawatan fototerapi intensif. Bayi-bayi ini tidak harus dirujuk melalui bagian emergensi
karena hal ini dapat menunda terapi.
Transfusi ganti harus dilakukan hanya oleh personal yang terlatih diruangan NICU
dengan observasi ketat dan mampu melakukan resusitasi.
Penyakit isoimun hemolitik, pemberian gama- globulin (0,5-1 gr/Kgbb selama 2 jam)
direkomendasikan jika kadar bilirubin total serum meningkat walaupun telah mendapat
fototerapi intensif atau kadar bilirubin total serum berkisar 2-3 mg/dl dari kadar transfusi
ganti. Jika diperlukan dosis ini dapat diulang dalam 12 jam.
Rasio albumin serum dan rasio bilirubin/ albumin
Merupakan suatu pilihan untuk mengukur kadar serum albumin dan
mempertimbangkan kadar albumin kurang dari 3 gr/dl sebagai satu faktor resiko untuk
menurunkan ambang batas penggunaan fototerapi.
Jika dipertimbangkan transfusi ganti, kadar albumin serum harus diukur dan
digunakan rasio bilirubin / albumin yang berkaitan dengan kadar bilirubin total serum dan
faktor- faktor lainnya yang menentukan dilakukannya transfusi ganti.
Bilirubin ensefalopati akut
18
Direkomendasikan untuk segera melakukan transfusi ganti untuk setipa bayi ikterus
dan tampak manifestasi fase menengah sampai lanjut dari ensefalopati bilirubin akut
(hipertonia, arching, tetrocollis, opistotonus, demam, menangis melengking) meskipun kadar
bilirubintotal serum telah turun. 9 Semua fasilitas perawatan dan pelayanan bayi harus
memilki peralatan untuk fototerapi intensif.
Manajemen bayi ikterus pada rawat jalan
Pada bayi yang menyusu yang memerlukan fototerapi, AAP merekomendasikan bahwa, jika
memungkinkan, menyusui harus diteruskan. Juga terdapat pilihan untuk menghentikan
sementara dan menggantinya dengan formula. Hal ini dapat mengurangi kadar bilirubin dan
atau meningkatkan efektifitas fototerapi. Pada bayi menyusui yang mendapat fototerapi,
suplementasi dengan pemberian ASI yang dipompa atau formula adalah cukup jika asupan
bayi tidak adekuat, berat badan turun berlebihan, atau bayi tampak dehidrasi.