1 I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Hepatitis fulminan banyak dikenal sebagai gagal hati fulminan atau gagal hati akut. Hepatitis fulminan didefinisikan sebagai akibat nekrosis hepatosit masif atau gangguan fungsional hepatosit berat pada penderita yang sebelumnya tidak menderita penyakit hati (Suchy, 2000; Liu dkk, 2001; Sass, 2005). Perjalanan fulminan yang ditandai oleh kegagalan hati akut yang terkait dengan nekrosis masif dan submasif sel hati, terjadi pada kira-kira 1% kasus hepatitis B dan hepatitis C, dan lebih terjadi jarang pada hepatitis A. Penderita koinfeksi hepatitis B dan virus delta mempunyai insidensi yang lebih besar dibanding yang dengan hepatitis B saja. Angka kematian jenis ini tinggi. Pasien yang bertahan hidup mengalami regenerasi hati normal dan tidak menderita penyakit hati kronik (Chandrasoma, 2006). Data epidemiologi secara internasional didapatkan hepatitis fulminan yang terjadi pada kasus hepatitis A antara 0,1%-0,4%, hepatitis B 25%- 75%, hepatitis D 50%-70%, hepatitis C dan E jarang sekali terjadi (Suchy, 2000; Whitington, 2001).
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Hepatitis fulminan banyak dikenal sebagai gagal hati fulminan atau
gagal hati akut. Hepatitis fulminan didefinisikan sebagai akibat nekrosis
hepatosit masif atau gangguan fungsional hepatosit berat pada penderita yang
sebelumnya tidak menderita penyakit hati (Suchy, 2000; Liu dkk, 2001; Sass,
2005). Perjalanan fulminan yang ditandai oleh kegagalan hati akut yang
terkait dengan nekrosis masif dan submasif sel hati, terjadi pada kira-kira 1%
kasus hepatitis B dan hepatitis C, dan lebih terjadi jarang pada hepatitis A.
Penderita koinfeksi hepatitis B dan virus delta mempunyai insidensi yang
lebih besar dibanding yang dengan hepatitis B saja. Angka kematian jenis ini
tinggi. Pasien yang bertahan hidup mengalami regenerasi hati normal dan
tidak menderita penyakit hati kronik (Chandrasoma, 2006).
Data epidemiologi secara internasional didapatkan hepatitis fulminan
yang terjadi pada kasus hepatitis A antara 0,1%-0,4%, hepatitis B 25%-75%,
hepatitis D 50%-70%, hepatitis C dan E jarang sekali terjadi (Suchy, 2000;
Whitington, 2001). Diagnosis hepatitis fulminan dapat ditegakkan
berdasarkan catatan riwayat penderita hepatitis virus, gejala klinis dan
pemeriksaan klinis (Suchy, 2000). Angka kematian hepatitis fulminan masih
sangat tinggi yaitu 60-90%. Pengidap terbanyak yaitu neonatus yaitu 95%,
sedangkan pada anak dan dewasa masing-masing 10% (Markum, 1991).
Dengan data seperti ini, dapat disimpulkan bahwa hepatitis fulminan
merupakan perjalanan fulminan yang ditandai oleh kegagalan hati akut yang
terkait dengan nekrosis masif dan submasif sel hati. Kondisi ini jika tidak
ditindaklanjuti dapat memperburuk kualitas hidup seseorang. Tindakan yang
tepat dapat dilakukan jika para praktisi medis mengenal dengan baik faktor-
faktor risiko, etiologi, patogenesis, serta tanda dan gejala klinis dari hepatitis
fulminan. Oleh karena itu, penulis mengangkat hepatitis fulminan sebagai
tema prensentasi agar mampu mengenal lebih dalam mengenai penyakit ini
2
sehingga mampu menerapkan penatalaksanaan dan terapi yang rasional
terhadap pasien.
B. TUJUAN
Referat ini bertujuan memberikan pengetahuan dan pemahaman mengenai :
1. Definisi Hepatitis Fulminan
2. Anatomi Hepar
3. Fisiologi Hepar
4. Etiologi Hepatitis Fulminan
5. Manifestasi Klinis Hepatitis Fulminan
6. Patologi Hepatitis Fulminan
7. Patogenesis Hepatitis Fulminan
8. Patofisiologi Hepatitis Fulminan
9. Diagnosis Hepatitis Fulminan
10. Penatalaksanaan Hepatitis Fulminan
11. Komplikasi Hepatitis Fulminan
12. Prognosis Hepatitis Fulminan
3
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI HEPATITIS FULMINAN
Hepatitis fulminan yaitu perjalanan fulminan yang ditandai oleh
kegagalan hati akut yang terkait dengan nekrosis masif dan submasif sel hati
(Chandrasoma, 2006). Hepatitis fulminan didefinisikan secara ketat sebagai
sindrom klinik akibat nekrosis hepatosit masif atau gangguan fungsional
hepatosit berat pada penderita yang sebelumnya tidak menderita penyakit
hati. Gangguan ini biasanya berkembang setelah masa kurang dari 8 minggu.
Fungsi sintesis, ekskretori, dan detoksikasi hati seluruhnya terganggu berat,
dengan ensefalopati hepatik suatu kriteria diagnostik yang sangat penting
(Suchy, 2000).
B. ANATOMI HEPAR
Hepar terbagi dalam dua belahan utama, yaitu sinistra dan dextra.
Permukaan atas berbentuk cembung dan terletak di bawah diafragma;
permukaan bawah tidak rata dan memperlihatkan lekukan, fisura transfersus.
Permukaannya dilintasi oleh berbagai pembuluh darah yang masuk-keluar
hepar. Fisura longitudinal memisahkan sinistra dan dextra di permukaan
bawah, sedangkan ligamen falciformis melakukan hal yang sama di
permukaan atas hepar. Selanjutnya hepar dibagi kembali menjadi 4 belahan
(dextra, sinistra, kaudata, kwadrata) dan setiap belahan atau lobus terdiri dari
lobulus. Lobulus ini berbentuk polihedral dan terdiri dari sel hepatosit
berbentuk kubus, dan cabang-cabang pembuluh darah diikat bersama oleh
jaringan hepar. Hepar mempunyai 2 jenis persediaan darah yaitu yang datang
melalui arteri hepatica dan yang melalui vena porta (Pearce, 2006).
4
Gambar 1. Hepar dilihat dari atas
Gambar 2. Permukaan belakang hepar
5
Gambar 3. Diagram pembuluh darah yang masuk dan keluar hepar
Arteri hepatica yang keluar dari aorta dan memberikan seperlima
darahnya kepada hepar; darah ini mempunyai kejenuhan oksigen 95-100%.
Vena porta yang terbentuk dari vena lienalis dan vena mesenterica superior,
mengantarkan empat perlima darahnya ke hepar; darah ini mempunyai
kejenuhan oksigen hanya 70% sebab beberapa oksigen telah diambil oleh
limpa dan usus. Darah vena porta membawa zat makanan ke hepar yang telah
diabsorbsi oleh mukosa usus halus. Vena hepatica mengembalikan darah dari
hati ke vena cava inferior. Di dalam vena hepatica tidak terdapat katup.
Saluran empedu terbentuk dari penyatuan kapiler-kapiler empedu yang
mengumpulkan empedu yang mengumpulkan empedu dari sel hepatosit.
Maka terdapat 4 pembuluh darah utama yang menjelajahi seluruh hepar, 2
6
yang masuk ke hepar yaitu arteri hepatica dan vena porta, dan 2 yang keluar
dari hepar yaitu vena hepatica dan saluran empedu (Pearce, 2006).
C. FISIOLOGI HEPAR
Fungsi hepar bersangkutan dengan metabolisme tubuh khususnya
mengenai pengaruhnya atas makanan dan darah. Hepar merupakan pabrik
kimia terbesar dalam tubuh karena menjadi perantara metabolisme artinya
mengubah zat makanan yang diabsorbsi dari usus dan yang disimpan di suatu
tempat di dalam tubuh, guna dibuat sesuai untuk pemakaiannya di dalam
jaringan. Hepar juga mengubah zat buangan dan bahan racun untuk dibuat
mudah untuk ekskresi ke saluran empedu dan urin. Hepar juga mempunyai
fungsi glikogenik karena dirangsang oleh kerja suatu enzim maka sel hepatosit
menghasilkan glikogen dari konsentrasi glukosa yang diambil dari makanan
hidrat karbon. Zat ini disimpan sementara oleh sel hepatosit dan diubah
kembali menjadi glukosa oleh kerja enzim bila diperlukan oleh jaringan tubuh.
Karena fungsi ini maka hepar membantu supaya kadar gula yang normal
dalam darah yaitu 80-100 mg glukosa setiap 100 cc darah dapat
dipertahankan. Akan tetapi fungsi ini dikendalikan oleh sekresi dari pankreas,
yaitu insulin. Hepar juga dapat mengubah asa amino menjadi glukosa (Pearce,
2006).
Beberapa dari unsur susunan empedu, misalnya garam empedu, dibuat
dalam hepar; unsur lain misalnya pigmen empedu dibentuk di dalam sistem
retikulo-endotelium dan dialirkan ke dalam empedu oleh hati. Hepar
menerima asam amino yang diabsorbsi oleh darah. Di dalam hati terjadi
deaminasi oleh sel, artinya nitrogen dipisahkan dari bagian asam amino, dan
amonia diubah menjadi ureum. Ureum dapat dikeluarkan dari daerah oleh
ginjal dan diekskresikan ke dalam urin (Pearce, 2006).
Hepar menyiapkan lemak untuk pemecahannya terakhir menjadi hasil
akhir asam karbonat dan air. Garam empedu yang dihasilkan oleh hati adalah
penting untuk pencernaan dan absorbsi lemak. Kekurangan garam empedu
mengurangi absorbsi lemak dan karena itu dapat berjalan tanpa perubahan
7
masuk feses seperti yang terjadi pada beberapa gangguan pencernaan pada
anak, pada penyakit coeliac, seriawa tropik dan gangguan tertentu pada
pankreas (Pearce, 2006).
Hepar juga bersangkutan dengan isi normal darah :
a) Hepar membentuk sel darah merah pada masa hidup janin
b) Hepar berperan dalam penghancuran sel darah merah
c) Menyimpan hematin yang diperlukan untuk penyempurnaan sel darah
merah baru
d) Membuat sebagian besar dari protein plasma
e) Membersihkan bilirubin dari darah
f) Berkenaan dengan penghasilan protrombin dan fibrinogen yang perlu
untuk penggumpalan darah
Penyimpanan dan penyebaran berbagai bahan, termasuk glikogen,
lemak, vitamin dan besi. Vitamin A dan D yang dapat larut lemak disimpan di
dalam hepar, maka itulah mengapa minyak hati merupakan sumber vitamin ini
yang begitu baik. Hepar membantu mempertahankan suhu tubuh sebab
luasnya organ dan banyaknya kegiatan metabolik yang berlangsung
mengakibatkan darah yang mengalir melalui organ itu naik suhunya. Hepar
juga memiliki fungsi detoksikasi. Beberapa obat tidur dan dan alkohol dapat
dimusnahkan sama sekali oleh hepar; tetapi dalam dosis besar obat bius dapat
merusak sel hepar (Pearce, 2006).
D. ETIOLOGI HEPATITIS FULMINAN
Hepatitis fulminan paling sering merupakan komplikasi hepatitis virus
(A, B, D, E , mungkin C, dan lain-lain). Risiko tinggi hepatitis fulminan yang
tidak biasa terjadi pada orang muda yang menderita infeksi campuran dengan
hepatitis virus B (HBV) dan hepatitis D. Mutasi pada daerah piranti (precore)
DNA hepatitis virus B (HBV) dihubungkan dengan hepatitis berat dan
fulminan. Hepatitis B juga menyebabkan beberapa kasus hepatitis fulminan
yang tanpa petanda serologis infeksi HBV tetapi dengan DNA HBV yang
ditemukan dalam hati. Hepatitis virus C dan E jarang menyebabkan hepatitis
8
fulminan di Amerika Serikat. Suatu tambahan, virus yang tidak dikenali
menyebabkan sebagian besar dari apa yang di masa lalu dikenal sebagai
hepatitis fulminan non-A, non-B. Bentuk ini mungkin merupakan penyebab
yang paling sering dari hepatitis fulminan pada anak. Penyakit ini terjadi
secara sporadis dan biasanya tanpa faktor risiko parenteral hepatitis B atau C.
Kombinasi hipotensi, vasodilatasi perifer, dan asidosis metabolik
merupakan gejala terminal (Arief, 2005).
e. Komplikasi sistem pernafasan
Sering terjadi gangguan ventilasi dan respon minimal terhadap
pemberian obat-obatan. Pada stadium II-III ensefalopati terjadi
18
hiperventilasi menyebabkan alkalosis respiratorik. Pada stadium IV terjadi
hipoventilasi, hipoksia, dan hiperkapnea. Kadang terjadi edema paru
karena vasodilatasi dan penurunan integritas vaskuler. Komplikasi lain
adalah aspirasi pneumoni, efusi pleural. Perdarahan paru terjadi pada
stadium akhir (Arief, 2005).
L. PROGNOSIS HEPATITIS FULMINAN
Anak-anak dengan hepatitis fulminan bisa menjadi lebih baik daripada
orang dewasa, tetapi angka kematian keseluruhan di atas 70%. Prognosis
sangat bervariasi tergantung pada penyebab dan derajat ensefalopati
hepatikanya. Dengan dukungan medis yang intensif angka ketahanan hidup
50-60% terjadi pada gagal hati yang mengkomplikasi kelebihan dosis
asetaminofen dan pada infeksi virus hepatitis A dan B fulminan. Sebaliknya,
penyembuhan dapat diharapkan hanya pada 10-20% penderita dengan gagal
hati yang disebabkan oleh hepatitis non-A, non-B, non-C atau penyakit
Wilson yang mulai akut. Pada penderita yang keadaannya lebih buruk menjadi
koma stadium IV prognosisnya sangat jelek. Komplikasi utama seperti sepsis,
perdarahan berat, atau gagal ginjal meningkatkan mortalitas. Penelitian
menunjukkan bahwa ikterus lebih dari 7 hari sebelum mulai ensefalopati,
waktu protrombin lebih dari 50 detik, dan bilirubin serum lebih dari 17,5
mg/dL (300 µmol/L) menunjukkan prognosis jelek tidak tergantung dari
stadium awal koma hepatikum. Ketahanan hidup 50-70% bisa dicapai pada
penderita dengan prognosis yang paling jelek pasca transplantasi hati
orthotopik. Penderita yang membaik pada hepatitis fulminan dengan hanya
perawatan pendukung (suportif) biasanya tidak mengalami sirosis atau
penyakit hati kronis. Anemia aplastik adalah komplikasi yang lazim dan
biasanya mematikan pada hepatitis fulminan akibat dari hepatitis non-A, non-
B, non-C sporadis (Suchy, 2000).
19
III. KESIMPULAN
1. Hepatitis fulminan yaitu perjalanan fulminan yang ditandai oleh kegagalan
hati akut yang terkait dengan nekrosis masif dan submasif sel hati .
2. Hepatitis fulminan paling sering merupakan komplikasi hepatitis virus (A,
B, D, E , mungkin C, dan lain-lain). Terjadi pada kira-kira 1% kasus
hepatitis B dan hepatitis C, dan lebih terjadi jarang pada hepatitis A.
Penderita koinfeksi hepatitis B dan virus delta mempunyai insidensi yang
lebih besar dibanding yang dengan hepatitis B saja.
20
3. Gejala hepatitis fulminan yaitu ikterus progresif, bau (fetor) hepatikus,
demam, nafsu makan menurun, muntah, nyeri abdomen, penurunan cepat
ukuran hati, diatesis hemoragis, asites bisa timbul. Iritabilitas, makan sulit,
dan perubahan pada irama tidur mungkin merupakan satu-satunya temuan
pada bayi; asteriksis mungkin bisa ditunjukkan pada anak yang lebih
besar. Penderita sering somnolen atau bingung atau bangun mendadak dan
akhirnya bisa menjadi berespon hanya pada rangsangan nyeri. Penderita
dapat dengan cepat dalam kondisi buruk pada stadium koma yang lebih
dalam dimana respon ekstensor dan postur deserebrasi serta dekortikasi
muncul. Respirasi biasanya meningkat pada awalnya, tetapi gagal respirasi
bisa terjadi pada koma stadium IV.
4. Mekanisme yang menyebabkan hepatitis fulminan masih kurang
dimengerti. Belum diketahui mengapa hanya sekitar 1-2% penderita
hepatitis virus mengalami gagal hati. Destruksi masif hepatosit bisa
menggambarkan efek sitotoksik virus langsung dan respon imun terhadap
antigen virus.
5. Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala klinis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang jika diperlukan.
6. Manajemen hepatitis fulminan hanya suportif, tidak ada terapi yang
diketahui mengembalikan jejas hepatosit atau meningkatkan regenerasi
hepar.
7. Komplikasi yang dapat terjadi yaitu ensefalopati hepatis, edema otak,
perdarahan, komplikasi kardiovaskular, komplikasi sistem pernafasan.
8. Prognosis sangat bervariasi tergantung pada penyebab gagal hati dan
derajat ensefalopati hepatikanya. Dengan dukungan medis yang intensif
angka ketahanan hidup 50-60% terjadi pada gagal hati yang
mengkomplikasi kelebihan dosis asetaminofen dan pada infeksi virus
hepatitis A dan B fulminan. Sebaliknya, penyembuhan dapat diharapkan
hanya pada 10-20% penderita dengan gagal hati yang disebabkan oleh
hepatitis non-A, non-B, non-C atau penyakit Wilson yang mulai akut.
21
Pada penderita yang keadaannya lebih buruk menjadi koma stadium IV
prognosisnya sangat jelek.
DAFTAR PUSTAKA
Arief, Sjamsul. 2005. Tatalaksana Gagal Hati Akut. Surabaya.
Chandrasoma, Parakrama, Taylor, Clive R. 2006. Ringkasan Patologi Anatomi
Edisi 2. Jakarta. EGC.
Kelly, DA. 1993. Fulminant hepatitis and acute liver failure. Management of
Digestive and Liver Disorders in Infants and Children. Eds, JP Buts and
EM Sokal. Elsevier Science. pp 577-593
22
Latif, N., Mehmood, K. 2010. Risk Factor for Fulminant Hepatic Failure And Their Relation With Outcome In Children. Original Article. J Pak Med Assoc. pp 175-178.
Liu, M., et all. 2001. Fulminant Viral Hepatitis : Molecular And Cellular Basis, and Clinical Implication. Expert Reviews. Cambridge University Press. pp 1-19.
Markum, A. H, dkk. 1991. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Penerbit FK UI : Jakarta.
Pearce, Evelyn. 2006. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta. PT
Gramedia Pustaka Utama.
Sadikin, Darmawan. 1973. Patologi. Jakarta. Penerbit Bagian Patologi Anatomik
FK UI.
Sass, David A., Shakil, A. O. 2005. Fulminant Hepatic Failure. Article. CAQ
Corner. Volume 11. pp 594-605.
Sibernagl, S., Lang, F. 2007. Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi. Jakarta : EGC.
Suchy, Frederick J. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Jilid 2. Jakarta. EGC.
Whitington, P. F.; Alonso, E. M. 2001. Fulminant Hepatitis in Children: Evidence
for an Unidentified Hepatitis Virus. Invited Review. Journal of Pediatric