BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Batuk merupakan reflek pertahanan yang timbul akibat iritasi percabangan trakeobronkial. Kemampuan untuk batuk merupakan mekanisme yang penting untuk membersihkan saluran napas bagian bawah. Batuk juga merupakan gejala tersering penyakit pernapasan. Rangsangan yang biasanya menimbulkan batuk adalah rangsangan mekanik, kimia dan peradangan. Batuk dapat bersifat produktif, pendek dan tidak produktif, keras dan parau, sering, jarang, atau paroksismal. 1 Batuk darah (hemoptisis) adalah darah atau dahak bercampur darah yang dibatukkan yang berasal dari saluran pernafasan bagian bawah (mulai glotis ke arah distal). Batuk darah adalah suatu keadaan yang dapat menyebabkan beban mental bagi penderita dan keluarga penderita sehingga menyebabkan takut untuk berobat ke dokter. Biasanya penderita menahan batuk karena takut kehilangan darah yang lebih banyak sehingga menyebabkan penyumbatan karena bekuan darah. Batuk darah pada dasarnya akan berhenti sendiri asal tidak ada robekan pembuluh darah, berhenti sedikit-sedikit pada pengobatan penyakit dasar. Batuk darah merupakan suatu gejala atau tanda suatu penyakit infeksi. Volume darah yang dibatukkan bervariasi dan dahak bercampur darah dalam jumlah minimal hingga masif, tergantung laju perdarahan dan lokasi
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB 1
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Batuk merupakan reflek pertahanan yang timbul akibat iritasi percabangan
trakeobronkial. Kemampuan untuk batuk merupakan mekanisme yang penting untuk
membersihkan saluran napas bagian bawah. Batuk juga merupakan gejala tersering
penyakit pernapasan. Rangsangan yang biasanya menimbulkan batuk adalah rangsangan
mekanik, kimia dan peradangan. Batuk dapat bersifat produktif, pendek dan tidak
produktif, keras dan parau, sering, jarang, atau paroksismal.1
Batuk darah (hemoptisis) adalah darah atau dahak bercampur darah yang
dibatukkan yang berasal dari saluran pernafasan bagian bawah (mulai glotis ke arah
distal). Batuk darah adalah suatu keadaan yang dapat menyebabkan beban mental bagi
penderita dan keluarga penderita sehingga menyebabkan takut untuk berobat ke dokter.
Biasanya penderita menahan batuk karena takut kehilangan darah yang lebih banyak
sehingga menyebabkan penyumbatan karena bekuan darah. Batuk darah pada dasarnya
akan berhenti sendiri asal tidak ada robekan pembuluh darah, berhenti sedikit-sedikit
pada pengobatan penyakit dasar. Batuk darah merupakan suatu gejala atau tanda suatu
penyakit infeksi. Volume darah yang dibatukkan bervariasi dan dahak bercampur darah
dalam jumlah minimal hingga masif, tergantung laju perdarahan dan lokasi perdarahan.2
Batuk darah atau hemoptisis adalah ekspektorasi darah akibat perdarahan pada
saluran napas di bawah laring, atau perdarahan yang keluar melalui saluran napas bawah
laring. Batuk darah lebih sering merupakan tanda atau gejala penyakit dasar sehingga
etiologi harus dicari melalui pemeriksaan yang lebih teliti. Batuk darah masif dapat
diklasifikasikan berdasarkan volume darah yang dikeluarkan pada periode tertentu. Batuk
darah masif memerlukan penanganan segera karena dapat mengganggu pertukaran gas di
paru dan dapat mengganggu kestabilan hemodinamik penderita sehingga bila tidak
ditangani dengan baik dapat mengancam jiwa.2
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Batuk darah adalah ekspektorasi darah atau dahak yang berdarah, berasal dari
saluran nafas di bawah pita suara. Sinonim batuk darah ialah haemoptoe atau
haemoptisis.3
Batuk darah lebih sering merupakan tanda atau gejala dari penyakit yang
mendasari sehingga etiologinya harus dicari melalui pemeriksaan yang seksama.4
Hemoptisis merupakan salah satu bentuk kegawatan paru yang paling sering terjadi
diantara bentuk-bentuk klinis lainnya. Hemoptisis dinyatakan sebagai nyata atau jelas
(gross/frank) bila lebih dari sekedar garis disputum namun kurang dari kriteria massif.
Hemoptisis juga bisa berupa bekuan darah hitam bila darah sudah terdapat dalam saluran
nafas berhari-hari sebelum dapat didahakkan.14
Pseudohemoptysis adalah membatukkan darah yang bukan berasal dari saluran
napas bagian bawah. Hemoptisis palsu seperti ini dapat berasal dari rongga mulut,
hidung, farings, lidah atau bahkan hematemesis (perdarahan saluran cerna bagian atas)
yang masuk ke tenggorokan dan memancing reflex batuk. Pseudohemoptysis juga bisa
timbul pada pasien yang mengalami kolonisasi kuman Serratia marcesens yang berwarna
merah. Kolonisasi ini sering timbul pada pasien yang dirawat serta menerima antibiotik
berspektrum luas dan ventilator mekanik. Tidak pula boleh dilupakan, hemoptisis palsu
juga dapat berasal dari kelebihan dosis rifampisin dan juga kejadian malingering atau
pasien yang melukai diri sendiri sehingga tampak sebagai batuk darah.14
2.2 Perbedaan hemoptoe dengan hematemesis
Untuk membedakan antara muntah darah (hematemesis) dan batuk darah
(hemoptoe) bila dokter tidak hadir pada waktu pasien batuk darah, maka pada batuk
darah (hemoptoe) akan didapatkan tanda-tanda sebagai berikut :9, 10
Tanda-tanda batuk darah:
1. Didahului batuk keras yang tidak tertahankan
2. Terdengar adanya gelembung-gelembung udara bercampur darah di dalam saluran
napas
3. Terasa asin / darah dan gatal di tenggorokan
4. Warna darah yang dibatukkan merah segar bercampur buih, beberapa hari kemudian
warna menjadi lebih tua atau kehitaman
5. pH alkalis
6. Bisa berlangsung beberapa hari
7. Penyebabnya : kelainan paru
Tanda-tanda muntah darah :
1. Tanpa batuk, tetapi keluar darah waktu muntah
2. Suara napas tidak ada gangguan
3. Didahului rasa mual / tidak enak di epigastrium
4. Darah berwarna merah kehitaman, bergumpal-gumpal bercampur sisa makanan
5. pH asam
6. Frekuensi muntah darah tidak sekerap hemoptoe
7. Penyebabnya : sirosis hati, gastritis
2.2 Etiologi
Etiologi hemoptisis adalah sebagai berikut :3,6,7
1. Batuk darah idiopatik
Batuk darah idiopatik adalah batuk darah yang tidak diketahui
penyebabnya, dengan insiden 0,5 sampai 58% , dimana perbandingan antara pria
dan wanita adalah 2:1. Biasanya terjadi pada umur 30-50 tahun kebanyakan 40-60
tahun dan berhenti spontan dengan suportif terapi sehingga prognosis baik. Angka
kejadian batuk darah idiopatik sekitar 15% tergantung fasilitas penegakan
diagnosis. Dan pada batuk darah idiopatik umumnya menyebabkan hemoptisis
tidak massif, walaupun pada hemoptisis massif <5% adalah idiopatik.
Teori perdarahan ini adalah sebagai berikut :
a. Adanya ulserasi mukosa yang tidak dapat dicapai oleh bronkoskopi.
b. Bronkiektasis yang tidak dapat ditemukan.
Hemoptisis atau hemoptoe terjadi kira-kira pada 50% kasus bronkiektasis.
Kelainan ini terjadi akibat nekrosis atau destruksi mukosa bronkus mengenai
pembuluh darah (pecah) dan timbul perdarahan. Perdarahan yang terjadi
bervariasi, mulai yang paling ringan (streaks of blood) sampai perdarahan yang
cukup banyak (massif) yaitu apabila nekrosis yang mengenai mukosa amat hebat
atau terjadi nekrosis yang mengenai cabang arteri bronkialis (daerah berasal dari
peredarah darah sistemik)
Pada dry bronchiectasis (bronkiektasis kering), hemoptisis justru
merupakan gejala satu-satunya, karena bronkiektasis jenis ini letaknya di lobus
atas paru, drainasenya baik, sputum tidak pernah menumpuk dan kurang
menimbulkan refleks batuk. Pasien tanpa batuk atau batuknya minimal. Dapat
diambil pelajaran, bahwa apabila ditemukan kasus hemoptisis hebat tanpa adanya
kelainan fisis yang jelas hendaknya diingat dry bronchiectasis ini. Hemoptisis
pada bronkiektasis walaupun kadang-kadang hebat jarang fatal. Pada tuberculosis
paru, bronkiektasis (sekunder) ini merupakan penyebab utama komplikasi
hemoptisis.14
c. Infark paru yang minimal.
d. Menstruasi vikariensis.
e. Hipertensi pulmonal.
2. Batuk darah sekunder
Batuk darah sekunder adalah batuk darah yang diketahui penyebabnya.
Pada prinsipnya berasal dari :
a. Saluran napas
Yang sering ialah tuberkulosis, bronkiektasis, tumor paru, pneumonia dan abses
paru. Menurut Bannet, 82 – 86% batuk darah disebabkan oleh tuberkulosis paru,
karsinoma paru dan bronkiektasis. Yang jarang dijumpai adalah penyakit jamur
(aspergilosis, terjadinya fibrosis kistik serta berbagai penyakit parenkimal paru
difus ), silikosis, penyakit oleh karena cacing.
b. Sistem kardiovaskuler
Yang sering adalah stenosis mitral, hipertensi. Yang jarang adalah kegagalan
jantung, infark paru, aneurisma aorta.
Stenosis mitral dapat menyebabkan hemoptisis mnurut Wood dapat terjadi
karena:14
- Apopleksi pulmonal akibat rupturnya vena bronchial yang melebar
- Sputum dengan bercak darah pada saat serangan paroksismal nocturnal dispnea
- Sputum seperti karat (pink frothy) oleh karena edema paru yang jelas
- Infark paru
- Bronkitis kronis oleh karena edema mukosa bronkus
c. Lain-lain
Disebabkan oleh benda asing, penyakit darah seperti hemofilia, hemosiderosis,
sindrom Goodpasture, eritematosus lupus sistemik, diatesis hemoragik dan
pengobatan dengan obat-obat antikoagulan.
Berdasarkan etiologi yang diketahui:
Oleh karena peradangan, ditandai vaskularisasi arteri bronkiale > 4% (normal1%)
1. TB: batuk sedikit-sedikit, masif perdarahannya dan bergumpal.
2. Bronkiektasis : bercampur purulen.
3. Abses paru : bercampur purulen.
4. Pneumonia : warna merah bata encer berbuih.
5. Bronkitis : sedikit-sedikit campur darah atau lendir.
6. Neoplasma
7. Karsinoma paru.
8. Adenoma.
9. Trombo emboli paru – infark paru.
10. Mitral stenosis.
11. Kelainan kongenital aliran darah paru meningkat.
ASD
VSD
12. Trauma dada.
13. Kelainan imunologi dapat menyebabkan perdarahan intrapulmonary difus
14. Fistula trakeal sebagai komplikasi dari trakeostomi
15. Rupture arteri pulmonalis pada saat kateterisasi
Penyebab batuk darah menurut penyelidikan Osler A. Abbott:
PenyakitPresentase Pasien
HemoptisisPenyakit
Presentase Pasien
Hemoptisis
Karsinoma
bronkogenik56,0 Empiema 24,5
Abses paru 49,2Metastasis
Karsinoma24,0
Infark pulmonal 44,0
Bronkiektasis 43,5Tumor
Mediastinum20,0
Tuberkulosis 36,5 17,5
Krista kongenital 25,8 Obstruksi Esofagus 9,0
2.3 Patogenesis
Arteri-arteri bronkialis adalah sumber darah utama bagi saluran nafas (dari
bronkus utama hingga bronkiolus terminalis), pleura, jaringan limfoid intrapulmonary,
serta persarafan di daerah hilus. Arteri pulmonalis yang pada dasarnya adalah membawa
darah dari vena sistemik, memperdarahi jaringan parenkim paru, termasuk bronkiolus
respiratorius. Anatosmosis arteri dan vena bronkopulmonar, yang merupakan hubungan
antara ke-2 sumber perdarahan di atas, terjadi di dekat persambungan antara bronkiolus
respiratorius dan terminalis. Anastomosis ini memungkinkan ke-2 sumber darah untuk
saling mengimbangi. Apabila aliran darah dari salah satu system meningkat maka pada
system yang lain akan menurun. Studi arteriografi menunjukkan bahwa 92% hemoptisis
berasal dari arteri-arteri bronkialis.14
Patogenesis hemoptisis bergantung dari tipe dan lokasi dari kelainan. Secara
umum bila perdarahan berasal dari lesi endobronkial, maka perdarahan adalah dari
sirkulasi bronkialis, sedang bila lesi diparenkim maka perdarahan adalah dari sirkulasi
pulmoner. Pada keadaan kronik dimana terjadi perdarahan berulang maka perdarahan
sering kali berhubungan dengan peningkatan vaskularitas di lokasi yang terlibat.14
Setiap proses yang terjadi pada paru akan mengakibatkan hipervaskularisasi dari
cabang-cabang arteri bronkialis yang berperanan untuk memberikan nutrisi pada jaringan
paru, juga bila terjadi kegagalan arteri pulmonalis dalam melaksanakan fungsinya untuk
pertukaran gas.5
Terdapatnya aneurisma Rasmussen pada kaverna tuberkulosis yang merupakan
asal dari perdarahan pada hemoptisis masih diragukan. Teori terjadinya perdarahan akibat
pecahnya aneurisma dari Ramussen ini telah lama dianut, akan tetapi beberapa laporan
autopsi membuktikan bahwa terdapatnya hipervaskularisasi bronkus yang merupakan
percabangan dari arteri bronkialis lebih banyak merupakan asal dari perdarahan pada
hemoptisis.5
Sebagaimana telah diuraikan di atas bahwa kematian yang disebabkan oleh
hemoptisis dapat dibagi atas:
1. Asfiksia
Walaupun persentase kematian akibat asfiksia belum diketahui dengan pasti,
namun kematian yang disebabkan oleh asfiksia cukup tinggi dan dapat dibagi dalam
empat hal:
a. Pengaruh perdarahan yang terjadi
b. Pengaruh susunan saraf pusat
c. Pengaruh pada respirasi
d. Perubahan pada tekanan darah
Terjadinya asfiksia oleh karena terdapatnya bekuan darah di dalam saluran
pernapasan. Terjadinya asfiksia ini tidak tergantung pada jumlah perdarahan yang terjadi,
akan tetapi ditentukan oleh reflek batuk yang berkurang atau terjadinya efek psikis
dimana pasien takut dengan perdarahan yang terjadi.
2. Aspirasi
Aspirasi adalah suatu keadaan dimana masuknya bekuan darah maupun sisa-sisa
darah ke dalam jaringan paru bersamaan dengan inspirasi, dimana mempunyai sifat-sifat
sebagai berikut:
a. Meliputi bagian yang luas dari paru
b. Terjadi pada bagian percabangan bronkus yang lebih halus
c. Selain darah dapat pula disebabkan oleh masuknya cairan lambung ke
dalam paru oleh karena penutupan epiglotis yang tidak sempurna
d. Dapat diikuti dengan infeksi sekunder yaitu suatu infeksi yang terjadi
beberapa jam atau beberapa hari setelah perdarahan. Keadaan ini
merupakan keadaan yang gawat, oleh karena baik bagian jalan napas
maupun bagian fungsionil paru tidak dapat berfungsi sebagaimana
mestinya akibat terjadinya obstruksi total.5
3. Renjatan Hipovolemik
Renjatan hipovolemik adalah salah satu bentuk daripada renjatan hemoragik yang
disebabkan oleh perubahan metabolisme sebagai berikut:
a. Asidosis metabolik, dimana kadar asam laktat meningkat lebih dari nilai
normal.
b. Terjadinya penurunan kecepatan filtrasi glomerulus yang disebabkan oleh
kontraksi dari vasa aferen dan vasa eferen, dimana ditandai dengan retensi
natrium dan tingginya ureum darah.
c. Terdapatnya vasokontriksi sebagai usaha untuk memobilisasi darah.
d. Pada jangka panjang dapat terjadi reaksi kompensasi.
Jumlah darah yang dikeluarkan selama terjadinya hemoptisis dapat menimbulkan
renjatan hipovolemik (hypovolemic shock).
Mekanisma terjadinya batuk darah adalah sebagai berikut :6,7
1. Radang mukosa
Pada trakeobronkitis akut atau kronis, mukosa yang kaya pembuluh darah
menjadi rapuh, sehingga trauma yang ringan sekalipun sudah cukup untuk
menimbulkan batuk darah.
2. Infark paru
Biasanya disebabkan oleh emboli paru atau invasi mikroorganisme pada
pembuluh darah, seperti infeksi coccus, virus dan infeksi oleh jamur. Bisa
juga perdarahan akibat aliran darah berlebihan pada anastomosis
bronkopulmonar pada sebelah distal dari tempat sumbatan.14
3. Pecahnya pembuluh darah vena atau kapiler
Distensi pembuluh darah akibat kenaikan tekanan darah intraluminar
seperti pada dekompensasi cordis kiri akut dan mitral stenosis.
4. Kelainan membran alveolokapiler
Akibat adanya reaksi antibodi terhadap membran, seperti pada
Goodpasture’s syndrome.
5. Perdarahan kavitas tuberkulosa
Pada lesi parenkim akut pada tuberculosis hemoptisis dapat juga
disebabkan oleh nekrosis percabangan arteri/vena. Pada lesi parenkim
kronis hemoptisis tuberculosis dapat dikarenakan pecahnya pembuluh
darah dinding kavitas tuberkulosis yang dikenal dengan aneurisma
Rasmussen (lesi fibroulseratif parenkim paru dengan kavitas); pemekaran
pembuluh darah ini berasal dari cabang pembuluh darah bronkial. Pada
tuberculosis endobronkial hemoptisis disebabkan oleh userasi granulasi
dari mukosa bronkus. Perdarahan pada bronkiektasis disebabkan
pemekaran pembuluh darah cabang bronkial. Diduga hal ini terjadi
disebabkan adanya anastomosis pembuluh darah bronkial dan pulmonal.
Pecahnya pembuluh darah pulmonal dapat menimbulkan hemoptisis
masif. Namun pada bronkiektasis dapat juga disebabkan akibat iritasi oleh
infeksi dari jaringan granulasi yang menggantikan dinding bronkus yang
normal.14
6. Invasi tumor ganas
Pada Carsinoma bronkogenik, perdarahan berasal dari nekrosis tumor
serta tarjadinya hipervaskularsasi pada tumor, atau juga bisa berhubungan
dengan invasi tumor ke pembuluh darah besar.14
7. Stenosis mitral dan gagal jantung
Hemoptisis berasal dari pecahnya varises dari vena bronkialis di sub-
mukosa bronkus besar akibat dari hipertensi vena pulmonalis. Hal ini
tampak dari pelebaran pembuluh-pembuluh darah yang beranastomosis
antara arteri bronkialis dan pulmonalis.
8. Trakeostomi
Hemoptisis berasal dari fistula trakeoarteri terutama dari arteri inominata
9. Perdarahan difus intrapulmonal
Pecahnya kapiler bisa terjadi pada berbagai penyakit autoimun
10. Cedera dada
Akibat benturan dinding dada, maka jaringan paru akan mengalami
transudasi ke dalam alveoli dan keadaan ini akan memacu terjadinya batuk
darah.
2.4 Klasifikasi
Klasifikasi menurut Pusel :11
+batuk dengan perdarahan yang hanya
dalam bentuk garis-garis dalam sputum
++ batuk dengan perdarahan 1 – 30 ml
+++ batuk dengan perdarahan 30 – 150 ml
++++ batuk dengan perdarahan > 150 ml
Positif satu dan dua dikatakan masih ringan, positif tiga hemoptisis sedang, positif
empat termasuk di dalam kriteria hemoptisis masif.
Klasifikasi didasarkan pada perkiraan jumlah darah yang dibatukkan.7
1. Bercak (Streaking) : <15-20 ml/24 jam
Yang sering terjadi darah bercampur dengan sutum. Umumnya pada bronkitis.
2. Hemoptisis: 20-600 ml/24 jam
Hal ini berarti perdarahan pada pembuluh darah yang lebih besar. Biasanya pada
kanker paru, pneumonia, TB, atau emboli paru.
3. Hemoptisis masif : >600 ml/24 jam
Biasanya pada kanker paru, kavitas pada TB, atau bronkiektasis.
4. Pseudohemoptisis
Merupakan batuk darah dari struktur saluran napas bagian atas (di atas laring)
atau dari saluran cerna atas atau hal ini dapat berupa perdarahan buatan
(factitious).
Kriteria yang paling banyak dipakai untuk hemoptisis masif:8
1. Apabila pasien mengalami batuk darah lebih dari 600 cc / 24 jam dan dalam
pengamatannya perdarahan tidak berhenti.
2. Apabila pasien mengalami batuk darah kurang dari 600 cc / 24 jam dan tetapi
lebih dari 250 cc / 24 jam jam dengan kadar Hb kurang dari 10 g%, sedangkan
batuk darahnya masih terus berlangsung.
3. Apabila pasien mengalami batuk darah kurang dari 600 cc / 24 jam dan tetapi
lebih dari 250 cc / 24 jam dengan kadar Hb kurang dari 10 g%, tetapi selama
pengamatan 48 jam yang disertai dengan perawatan konservatif batuk darah
tersebut tidak berhenti.
Kesulitan dalam menegakkan diagnosis ini adalah karena pada hemoptisis selain
terjadi vasokontriksi perifer, juga terjadi mobilisasi dari depot darah, sehingga kadar Hb
tidak selalu memberikan gambaran besarnya perdarahan yang terjadi. Kriteria dari jumlah
darah yang dikeluarkan selama hemoptisis juga mempunyai kelemahan oleh karena:
a. Jumlah darah yang dikeluarkan bercampur dengan sputum dan kadang-kadang
dengan cairan lambung, sehingga sukar untuk menentukan jumlah darah yang
hilang sesungguhnya.
b. Sebagian dari darah tertelan dan dikeluarkan, bersama-sama dengan tinja,
sehingga tidak ikut terhitung.
c. Sebagian dari darah masuk ke dalam paru-paru akibat aspirasi.
Bila terjadi hemoptisis, maka harus dilakukan penilaian terhadap:
a. Warna darah untuk membedakannya dengan hematemesis
b. Lamanya perdarahan
c. Terjadinya mengi (wheezing) untuk menilai besarnya obstruksi
d. Keadaan umum pasien, tekanan darah, nadi dan kesadaran.
2.5 Manifestasi Klinis
Untuk mengetahui penyebab batuk darah kita harus memastikan bahwa
perdarahan tersebut berasal dari saluran pernafasan bawah, dan bukan berasal dari
nasofaring atau gastrointestinal. Dengan perkataan lain bahwa penderita tersebut benar-
benar batuk darahdan bukan muntah darah.3
Hal tersebut akan dijelaskan pada tabel 1 di bawah ini. Tabel 1. Perbedaan Batuk Darah Dengan Muntah Darah8
No Keadaan Batuk Darah Muntah Darah
1 ProdromalDarah dibatukkan dengan
rasa panas di tenggorokan
Darah dimuntahkan dengan rasa
mual (Stomach Distress)
2 OnsetDarah dibatukkan, dapat
disertai dengan muntah
Darah dimuntahkan, dapat disertai
dengan batuk
3 Tampilan Darah berbuih Darah tidak berbuih
4 Warna Merah segar Merah tua
5 IsiLekosit, mikroorganisme,
hemosiderin, makrofag
Sisa makanan
6 Ph Alkalis Asam
7
Riwayat
penyakit
dahulu
(RPD)
Penyakit paruPeminum alkohol, ulcus pepticum,
kelainan hepar
8 Anemis Kadang tidak dijumpai Sering disertai anemis
9 TinjaBlood test (-) /
Benzidine Test (-)
Blood Test (+) /
Benzidine Test (+)
2.6 Diagnosis14
Diagnosis biasanya ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
gambaran radiologis. Untuk menegakkan diagnosis, seperti halnya pada penyakit lain
perlu dilakukan urutan-urutan dari anamnesis yang teliti hingga pemeriksaan fisik
maupun penunjang sehingga penanganannya dapat disesuaikan.6,7
Evaluasi hemoptisis melibatkan evaluasi rutin dan evaluasi khusus. Evaluasi rutin
pada kasus hemoptisis dimulai dari anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk
mengkategorikan berbagai penyebab hemoptisis. Sebagian besar hemoptisis di Indonesia
disebabkan oleh tuberculosis. Apabila foto dada tidak menunjukkan gambaran spesifik
untuk tuberculosis, frekuensi, lama dan waktu perdarahan dapat dipakai untuk
memperkirakan kemungkinan lain penyakit dasar penyebab hemoptisis. Misalnya,
perdarahan sedikit-sedikit setiap hari selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan
perlu dipikirkan kemungkinan karsinoma terutama bronkogenik. Sementara itu
perdarahan berulang selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun perlu dipikirkan adanya
bronkiektasis atau adenomabronkus.
Hemoptisis yang berhubungan dengan menstruasi mengarahkan pada
kemungkinan endometriosis paru. Hemoptisis yang berhubungan dengan aktivitas fisik
walaupun ringan, termasuk hubungan seksual, harus dipertimbangkan adanya bendungan
paru. Pada usia muda adanya gejala tersebut harus dicari kemungkinan kelainan jantung
atau paru congenital. Selain kelainan congenital, hemoptisis pada usia muda harus selalu
dipertimbangkan sebagai akibat infeksi baik oleh tuberculosis maupun trakeobronkitis
non spesifik. Disamping itu, perlu pula dicari kemungkinan fibrosis kistik, kelainan darah
atau tumor-tumor jarang yang lain.
Apabila hemoptisis telah diketahui penyebabnya dan telah diterapi dengan baik,
tetapi tetap tidak berhenti dalam 24 jam, kemungkinan kelainan hemostasis (koagulopati)
harus dicari. Riwayat terapi antikoagulan membangkitkan kemungkinan kelebihan dosis
antikogulan atau justru emboli paru karena dosis kurang. Kecurigaan emboli paru
diperkuat bila ada tanda thrombosis vena dalam.
Pada pasien dengan trakeostomi, selain akibat perlukaan arteri trakealis akibat
lubang yang dibuat, perdarahan bisa terjadi akibat dari tindakan suction atau kelainan
hemostasis.
Pada pasien dengan perdarahan intrapulmonal difus, gejala utamanya lebih sering
berupa sesak nafas dan bukan hemoptisis. Pasien dengan trias: kelainan saluran nafas
atas, penyakit saluran napas bawah, dan kelainan ginjal harus diperkirakan adanya
granulomatosis sistemik Wegener.
1. Anamnesis
Hal-hal yang perlu ditanyakan dalam hal batuk darah adalah:6,9
a. Jumlah dan warna darah yang dibatukkan.
b. Lamanya perdarahan.
c. Batuk yang diderita bersifat produktif atau tidak.
d. Batuk terjadi sebelum atau sesudah perdarahan.
e. Ada merasakan nyeri dada, nyeri substernal atau nyeri pleuritik.
f. Riwayat penyakit paru atau jantung terdahulu.
g. Hubungannya perdarahan dengan : istirahat, gerakan fisik, posisi badan dan batuk
h. Wheezing
i. Perdarahan di tempat lain serempak dengan batuk darah
j. Perokok berat dan telah berlangsung lama
k. Sakit pada tungkai atau adanya pembengkakan serta sakit dada
l. Hematuria yang disertai dengan batuk darah.
2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik dicari gejala/tanda lain di luar paru yang dapat mendasari
terjadinya batuk darah, antara lain : jari tabuh, bising sistolik dan opening snap,