BAB IPENDAHULUANHematothoraks atau hemothoraks adalah akumulasi
darah pada rongga intrapleura. Perdarahan dapat berasal dari
pembuluh darah sistemik maupun pembuluh darah paru. Pada trauma,
yang tersering perdarahan berasal dari arteri interkostalis dan
arteri mammaria interna.Akumulasi darah dalam dada , atau
hematothorax adalah masalah yang relatif umum , paling sering
akibat cedera untuk intrathoracic struktur atau dinding dada .
Hematothorax yang tidak berhubungan dengan trauma jarang terjadi
dan dapat disebabkan oleh berbagai penyebab . Identifikasi dan
pengobatan traumatik hematothorax adalah bagian penting dari
perawatan pasien yang terluka . Hematothorax mengacu pada
mengumpulnya darah dalam rongga pleura . Walaupun beberapa penulis
menyatakan bahwa nilai hematokrit setidaknya 50 % diperlukan untuk
mendefinisikan hematothorax ( dibandingkan dengan berdarah efusi
pleura ) , sebagian besar tidak setuju pada perbedaan tertentu .
Meskipun etiologi paling umum adalah hematothorax tumpul atau
trauma tembus , itu juga dapat hasil dari sejumlah nontraumatic
menyebabkan atau dapat terjadi secara spontan .Pentingnya evakuasi
awal darah melalui luka dada yang ada dan pada saat yang sama ,
menyatakan bahwa jika perdarahan dari dada tetap , luka harus
ditutup dengan harapan bahwa adanya tekanan intrathoracic akan
menghentikan perdarahan. Jika efek yang diinginkan tercapai , luka
dapat dibuka kembali beberapa hari kemudian untuk evakuasi tetap
beku darah atau cairan serosa.Mengukur frekuensi hematothorax dalam
populasi umum sulit . Hematothorax yang sangat kecil dapat
dikaitkan dengan satu patahan tulang rusuk dan mungkin tidak
terdeteksi atau tidak memerlukan pengobatan . Dislokasi fraktur
dari vertebra torakal juga dapat menyebabkan terjadinya hemotoraks.
Biasanya perdarahan berhenti spontan dan tidak memerlukan
intervensi operasi. Hematotoraks akut yang cukup banyak yang
terlihat pada foto toraks, sebaiknya diterapi dengan selang dada
kaliber besar. Selang dada tersebut akan mengeluarkan darah dari
rongga pleura, mengurangi resiko terbentuknya bekuan darah di dalam
rongga pleura, dan dapat dipakai dalam memonitor kehilangan darah
selanjutnya. Walaupun banyak faktor yang berperan dalam memutuskan
perlunya indikasi operasi pada penderita hematotoraks, status
fisiologi dan volume darah yang keluar dari selang dada merupakan
faktor utama. Sebagai patokan bila darah yang dikeluarkan secara
cepat dari selang dada sebanyak 1.500 ml, atau bila darah yang
keluar lebih dari 200 ml tiap jam untuk 2 sampai 4 jam, atau jika
membutuhkan transfusi darah terus menerus, eksplorasi bedah harus
dipertimbangkan.Oleh karena itu,penting bagi kita untuk mengetahui
dan memahami tentang penyebab, penegakan diagnosis, serta
penatalaksanaan pasien hematothorax.
BAB IIHEMATOTORAKS2.1 ANATOMI DAN FISIOLOGIa) Anatomi
ToraksRongga thorax dibatasi oleh iga-iga, yang bersatu di bagian
belakang pada vertebra thoracalis dan di depan pada sternum.
Kerangka rongga thorax, meruncing pada bagian atas dan berbentuk
kerucut terdiri dari sternum, 12 vertebra thoracalis, 10 pasang iga
yang berakhir di anterior dalam segmen tulang rawan dan 2 pasang
yang melayang. Kartilago dari 6 iga memisahkan articulatio dari
sternum, kartilago ketujuh sampai sepuluh berfungsi membentuk tepi
kostal sebelum menyambung pada tepi bawah sternum. Perluasan rongga
pleura di atas clavicula dan di atas organ dalam abdomen penting
untuk dievaluasi pada luka tusuk.
Gambar 1 . (a) Anterior view dinding toraks. (b). Posterior view
dari dinding toraksMusculus pectoralis mayor dan minor merupakan
muskulus utama dinding anterior thorax. Musculus latissimus dorsi,
trapezius, rhomboideus, dan musculus gelang bahu lainnya membentuk
lapisan musculus posterior dinding posterior thorax. Tepi bawah
musculus pectoralis mayor membentuk lipatan/plika axillaris
posterior. Dada berisi organ vital yaitu paru dan jantung.
Pernafasan berlangsung dengan bantuan gerak dinding dada. Inspirasi
terjadi karena kontraksi otot pernafasan yaitu musculus
interkostalis dan diafragma, yang menyebabkan rongga dada membesar
sehingga udara akan terhisap melalui trakea dan bronkus.Pleura
adalah membran aktif yang disertai dengan pembuluh darah dan
limfatik. Disana terdapat pergerakan cairan, fagositosis debris,
menambal kebocoran udara dan kapiler. Pleura visceralis menutupi
paru dan sifatnya sensitif, pleura ini berlanjut sampai ke hilus
dan mediastinum bersama sama dengan pleura parietalis, yang
melapisi dinding dalam thorax dan diafragma. Pleura sedikit
melebihi tepi paru pada setiap arah dan sepenuhnya terisi dengan
ekspansi paru paru normal, hanya ruang potensial yang ada.Diafragma
bagian muskular perifer berasal dari bagian bawah iga keenam
kartilago kosta, dari vertebra lumbalis, dan dari lengkung
lumbokostal, bagian muskuler melengkung membentuk tendo sentral.
Nervus frenikus mempersarafi motorik dari interkostal bawah
mempersarafi sensorik. Diafragma yang naik setinggi putting susu,
turut berperan dalam ventilasi paru paru selama respirasi biasa /
tenang sekitar 75%.
Gambar 2 . Skematik anatomi dinding dada.
b) Fisiologi PernapasanUdara bergerak masuk dan keluar paru-paru
karena ada selisih tekanan yang terdapat antara atmosfir dan
alveolus akibat kerja mekanik otot-otot. Seperti yang telah
diketahui, dinding toraks berfungsi sebagai penembus. Selama
inspirasi, volume toraks bertambah besar karena diafragma turun dan
iga terangkat akibat kontraksi beberapa otot yaitu
sternokleidomastoideus mengangkat sternum ke atas dan otot seratus,
skalenus dan interkostalis eksternus mengangkat iga-iga.Selama
pernapasan tenang, ekspirasi merupakan gerakan pasif akibat
elastisitas dinding dada dan paru-paru. Pada waktu otot
interkostalis eksternus relaksasi, dinding dada turun dan lengkung
diafragma naik ke atas ke dalam rongga toraks, menyebabkan volume
toraks berkurang. Pengurangan volume toraks ini meningkatkan
tekanan intrapleura maupun tekanan intrapulmonal. Selisih tekanan
antara saluran udara dan atmosfir menjadi terbalik, sehingga udara
mengalir keluar dari paru-paru sampai udara dan tekanan atmosfir
menjadi sama kembali pada akhir ekspirasi.Tahap kedua dari proses
pernapasan mencakup proses difusi gas-gas melintasi membrane
alveolus kapiler yang tipis (tebalnya kurang dari 0,5 m). Kekuatan
pendorong untuk pemindahan ini adalah selisih tekanan parsial
antara darah dan fase gas. Tekanan parsial oksigen dalam atmosfir
pada permukaan laut besarnya sekitar 149 mmHg. Pada waktu oksigen
diinspirasi dan sampai di alveolus maka tekanan parsial ini akan
mengalami penurunan sampai sekiktar 103 mmHg. Penurunan tekanan
parsial ini terjadi berdasarkan fakta bahwa udara inspirasi
tercampur dengan udara dalam ruangan sepi anatomik saluran udara
dan dengan uap air. Perbedaan tekanan karbondioksida antara darah
dan alveolus yang jauh lebih rendah menyebabkan karbondioksida
berdifusi kedalam alveolus. Karbondioksida ini kemudian dikeluarkan
ke atmosfir.Dalam keadaan beristirahat normal, difusi dan
keseimbangan oksigen di kapiler darah paru-paru dan alveolus
berlangsung kira-kira 0,25 detik dari total waktu kontak selama
0,75 detik. Hal ini menimbulkan kesan bahwa paru-paru normal
memiliki cukup cadangan waktu difusi. Pada beberapa penyakit misal;
fibosis paru, udara dapat menebal dan difusi melambat sehingga
ekuilibrium mungkin tidak lengkap, terutama sewaktu berolahraga
dimana waktu kontak total berkurang. Jadi, blok difusi dapat
mendukung terjadinya hipoksemia, tetapi tidak diakui sebagai faktor
utama.Adapun fungsi dari pernapasan adalah : 1. Ventilasi:
memasukkan/mengeluarkan udara melalui jalan napas ke dalam/dari
paru dengan cara inspirasi dan ekspirasi. Untuk melakukan fungsi
ventilasi, paru-paru mempunyai beberapa komponen penting, antara
lain : a. Dinding dada yang terdiri dari tulang, otot, saraf
perifer.b. Parenkim paru yang terdiri dari saluran napas, alveoli,
dan pembuluh darah.c. Dua lapisan pleura, yakni pleura viseralis
yang membungkus erat jaringan parenkim paru, dan pleura parietalis
yang menempel erat ke dinding toraks bagian dalam. Di antara kedua
lapisan pleura terdapat rongga tipis yang normalnya tidak berisi
apapun.d. Beberapa reseptor yang berada di pembuluh darah arteri
utama.2. Distribusi: menyebarkan/mengalirkan udara tersebut merata
ke seluruh sistem jalan napas sampai alveoli .3. Difusi: oksigen
dan CO2 bertukar melalui membran semipermeabel pada dinding alveoli
(pertukaran gas) .4. Perfusi: Darah arterial di kapiler-kapiler
meratakan pembagian muatan oksigennya dan darah venous cukup
tersedia untuk digantikan isinya dengan muatan oksigen yang cukup
untuk menghidupi jaringan tubuh.
Volume paru-paru dibagi menjadi empat macam, yakni: a. Volume
tidal merupakan volume udara yang diinspirasikan dan diekspirasikan
pada setiap pernapasan normal.b. Volume cadangan merupakan volume
tambahan udara yang dapat diinspirasikan di atas volume tidal
normal.c. Volume cadangan ekspirasi merupakan jumlah udara yang
masih dapat dikeluarkan dengan ekspirasi kuat setelah akhir suatu
ekspirasi.d.Volume residual adalah volume udara yang masih tersisa
di dalam paru- paru setelah melakukan ekspirasi kuat.
Dalam menguraikan peristiwa-peristiwa pada siklus paru-paru,
juga diperlukan kapasitas paru-paru yaitu: 1. Kapasitas
inspirasi.2. Kapasitas residual fungsional.3. Kapasitas vital
paksa.4. Kapasitas total paru-paru.
Setiap kegagalan atau hambatan dari rantai mekanisme tersebut
akan menimbulkan gangguan pada fungsi pernapasan, berarti berakibat
kurangnya oksigenasi jaringan tubuh. Hal ini misalnya terdapat pada
suatu trauma pada thoraks. Selain itu maka kelainan-kelainan dari
dinding thoraks menyebabkan terganggunya mekanisme
inspirasi/ekspirasi, kelainan-kelainan dalam rongga thoraks,
terutama kelainan jaringan paru, selain menyebabkan berkurangnya
elastisitas paru, juga dapat menimbulkan gangguan pada salah
satu/semua fungsi-fungsi pernapasan tersebut. 2.2
DEFINISIHematothorax adalah adanya kumpulan darah di dalam ruang
antara dinding dada dan paru-paru (rongga pleura). Sumber darah
mungkin dari dinding dada, parenkim paruparu, jantung atau pembuluh
darah besar. Kondisi biasanya merupakan akibat dari trauma tumpul
atau tajam. Ini juga mungkin merupakan komplikasi dari beberapa
penyakit. (Puponegoro, 1995).Hemathothoraks (hemotoraks) adalah
terakumulasinya darah pada rongga thoraks akibat trauma tumpul atau
tembus pada dada. Hemathothoraks biasanya terjadi karena cedera di
dada. Penyebab lainnya adalah pecahnya sebuah pembuluh darah atau
kebocoran aneurisma aorta yang kemudian mengalirkan darahnya ke
rongga pleura.
2.3 ETIOLOGIPenyebab utama hematothoraks adalah trauma, seperti
luka penetrasi pada paru, jantung, pembuluh darah besar, atau
dinding dada. Trauma tumpul pada dada juga dapat menyebabkan
hematothoraks karena laserasi pembuluh darah internal (Mancini,
2011).Menurut Magerman (2010) penyebab hematothoraks antara lain
:1. Penetrasi pada dada2. Trauma tumpul pada dada3. Laserasi
jaringan paru4. Laserasi otot dan pembuluh darah intercostal5.
Laserasi arteri mammaria interna
Secara umum, penyebab terjadinya Hematotoraks adalah sebagai
berikut :a. Traumatis Trauma tumpul. Penetrasi trauma (Trauma
tembus, termasuk iatrogenik).b. Non traumatic atau spontan
Neoplasia (primer atau metastasis). Diskrasia darah, termasuk
komplikasi antikoagulasi. Emboli paru dengan infark. Robek adhesi
pleura berkaitan dengan pneumotorax spontan. Bullous emfisema.
Tuberkulosis. Paru atriovenosa fistula. Nekrosis akibat infeksi.
Telangiektasia hemoragik herediter. Kelainan vaskular intratoraks
non pulmoner. Sekuestrasi inralobar dan ekstralobar. Patologi
abdomen.Hemothoraks massif lebih sering disebabkan oleh luka tembus
yang merusak pembuluh darah sistemik atau pembuluh darah pada hilus
paru.
2.4 PATOFISIOLOGIHemothoraks adalah adanya darah yang masuk ke
areal pleura (antara pleura viseralisdan pleura parietalis).
Biasanya disebabkan oleh trauma tumpul atau trauma tajam pada dada,
yang mengakibatkan robeknya membran serosa pada dinding dada bagian
dalam atau selaput pembungkus paru. Robekan ini akan mengakibatkan
darah mengalir ke dalam rongga pleura, yang akan menyebabkan
penekanan pada paru.Sumber perdarahan umumnya berasal dari A.
interkostalis atau A. mamaria interna. Rongga hemitoraks dapat
menampung 3 liter cairan, sehingga pasien hematotoraks dapat syok
berat (kegagalan sirkulasi) tanpa terlihat adanya perdarahan yang
nyata, oleh karena perdarahan masif yang terjadi terkumpul di dalam
rongga toraks.Pendarahan di dalam rongga pleura dapat terjadi
dengan hampir semua gangguan dari jaringan dada di dinding dan
pleura atau struktur intrathoracic. Respon fisiologis terhadap
perkembangan hemothorax diwujudkan dalam 2 area utama: hemodinamik
dan pernafasan. Tingkat respon hemodinamik ditentukan oleh jumlah
dan kecepatan kehilangan darah.Perubahan hemodinamik bervariasi
tergantung pada jumlah perdarahan dan kecepatan kehilangan darah.
Kehilangan darah hingga 750 mL pada seorang pria 70-kg seharusnya
tidak menyebabkan perubahan hemodinamik yang signifikan. Hilangnya
750-1500 mL pada individu yang sama akan menyebabkan gejala awal
syok (yaitu, takikardia, takipnea, dan penurunan tekanan
darah).Tanda-tanda signifikan dari shock dengan tanda-tanda perfusi
yang buruk terjadi dengan hilangnya volume darah 30% atau lebih
(1500-2000 mL). Karena rongga pleura seorang pria 70-kg dapat
menampung 4 atau lebih liter darah, perdarahan dapat terjadi tanpa
bukti eksternal dari kehilangan darah.Efek pendesakan dari
akumulasi besar darah dalam rongga pleura dapat menghambat gerakan
pernapasan normal. Dalam kasus trauma, kelainan ventilasi dan
oksigenasi bisa terjadi, terutama jika berhubungan dengan luka pada
dinding dada. Sebuah kumpulan yang cukup besar darah menyebabkan
pasien mengalami dyspnea dan dapat menghasilkan temuan klinis
takipnea. Volume darah yang diperlukan untuk memproduksi gejala
pada individu tertentu bervariasi tergantung pada sejumlah faktor,
termasuk organ cedera, tingkat keparahan cedera, dan cadangan paru
dan jantung yang mendasari.Dispnea adalah gejala yang umum dalam
kasus-kasus di mana hemothorax berkembang dengan cara yang
membahayakan, seperti yang sekunder untuk penyakit metastasis.
Kehilangan darah dalam kasus tersebut tidak akut untuk menghasilkan
respon hemodinamik terlihat, dan dispnea sering menjadi keluhan
utama.Darah yang masuk ke rongga pleura terkena gerakan diafragma,
paru-paru, dan struktur intrathoracic lainnya. Hal ini menyebabkan
beberapa derajat defibrination darah sehingga pembekuan tidak
lengkap terjadi. Dalam beberapa jam penghentian perdarahan, lisis
bekuan yang sudah ada dengan enzim pleura dimulai.Lisis sel darah
merah menghasilkan peningkatan konsentrasi protein cairan pleura
dan peningkatan tekanan osmotik dalam rongga pleura. Tekanan
osmotik tinggi intrapleural menghasilkan gradien osmotik antara
ruang pleura dan jaringan sekitarnya yang menyebabkan transudasi
cairan ke dalam rongga pleura. Dengan cara ini, sebuah hemothorax
kecil dan tanpa gejala dapat berkembang menjadi besar dan gejala
efusi pleura berdarah.Dua keadaan patologis yang berhubungan dengan
tahap selanjutnya dari hemothorax adalah empiema dan fibrothorax.
Empiema hasil dari kontaminasi bakteri pada hemothorax. Jika tidak
terdeteksi atau tidak ditangani dengan benar, hal ini dapat
mengakibatkan syok bakteremia dan sepsis.Fibrothorax terjadi ketika
deposisi fibrin berkembang dalam hemothorax yang terorganisir dan
melingkupi baik parietal dan permukaan pleura viseral. Proses
adhesive ini menyebkan paru-paru tetap pada posisinya dan mencegah
dari berkembang sepenuhnya.
Hemotoraks traumatiktrauma laserasi pembuluh darah atau struktur
parenkim paru perdarahan darah berakumulasi di rongga pleura
hemotoraks.
Gambar 3 . Skema Patofisiologi Trauma Toraks2.5 KLASIFIKASIPada
orang dewasa secara teoritis hematothoraks dibagi dalam 3 golongan,
yaitu:a. Hematothoraks ringan Jumlah darah kurang dari 400 cc
Tampak sebagian bayangan kurang dari 15 % pada foto thoraks Perkusi
pekak sampai iga IXb. Hematothoraks sedang Jumlah darah 500 cc
sampai 2000 cc 15% - 35% tertutup bayangan pada foto thoraks
Perkusi pekak sampai iga VIc. Hematothoraks berat Jumlah darah
lebih dari 2000 cc 35% tertutup bayangan pada foto thoraks Perkusi
pekak sampai iga IV
a. b.c.Gambar 4 . Klasifikasi hemotoraks a. Ringan b. Sedang c.
Berat2.6 GEJALA KLINIS Hemothorak tidak menimbulkan nyeri selain
dari luka yang berdarah di dinding dada. Luka di pleura viseralis
umumnya juga tidak menimbulkan nyeri. Kadang-kadang anemia dan syok
hipovalemik merupakan keluhan dan gejala yang pertama muncul.
Secara klinis pasien menunjukan distress pernapasan berat, agitasi,
sianosis, takipnea berat, takikardia dan peningkatan awal tekanan
darah, di ikuti dengan hipotensi sesuai dengan penurunan curah
jantung (Hudak & Gallo, 1997).Respon tubuh degan adanya
hemothoraks dimanifestasikan dalam 2 area mayor:a. Respon
hemodinamikRespon hemodinamik sangat tergantung pada jumlah
perdarahan yang terjadi. Tanda-tanda shock seperti takikardi,
takipnea, dan nadi yang lemah dapat muncul pada pasien yang
kehilangan 30% atau lebih volume darahb. Respon
respiratoriAkumulasi darah pada pleura dapat menggangu pergerakan
napas. Pada kasus trauma, dapat terjadi gangguan ventilasi dan
oksigenasi, khususnya jika terdapat injuri pada dinding dada.
Akumulasi darah dalam jumlah yang besar dapat menimbulkan
dispnea.(Mancini, 2011)Tingkat respon hemodinamik ditentukan oleh
jumlah dan kecepatan hilangnnya darah. Perdarahan hingga 750 mL
biasanya belum mengakibatkan perubahan hemodinamik. Perdarahan
750-1500 mL akan menyebabkan gejala gejala awal syok (takikardi,
takipneu, TD turun).Adapun tanda dan gejala adanya hemotoraks dapat
bersifat simptomatik namun dapat juga asimptomatik. Asimptomatik
didapatkan pada pasien dengan hemothoraks yang sangat minimal
sedangkan kebanyakan pasien akan menunjukan symptom, diantaranya:
Nyeri dada yang berkaitan dengan trauma dinding dada Tanda-tanda
syok, seperti hipotensi, nadi cepat dan lemah, pucat, dan akral
dingin Kehilangan darah volume darah Cardiac output TD Kehilangan
banyak darah vasokonstriksi periferpewarnaan kulit oleh darah
berkurang Tachycardia Kehilangan darah volume darah Cardiac output
hipoksia kompensasi tubuh takikardia Dyspnea Adanya darah atau
akumulasi cairan di dalam rongga pleura pengembangan paru terhambat
pertukaran udara tidak adekuat sesak napas. Darah atau akumulasi
cairan di dalam rongga pleurapengembangan paru terhambat pertukaran
udara tidak adekuat kompensasi tubuh takipneu dan peningkatan usaha
bernapas sesak napas. Hypoxemia Hemotoraks paru sulit mengembang
kerja paru terganggu kadar O2 dalam darah Takipneu Akumulasi darah
pada pleura hambatan pernapasan reaksi tubuh meningkatkan usaha
napas takipneu. Kehilangan darah volume darah Cardiac output
hipoksia kompensasi tubuh takipneu. Anemia Deviasi trakea ke sisi
yang tidak terkena. Akumulasi darah yang banyak menekan struktur
sekitar mendorong trakea ke arah kontralateral. Gerak dan
pengembangan rongga dada tidak sama (paradoxical). Penurunan suara
napas atau menghilang pada sisi yang terkena Suara napas adalah
suara yang terdenger akibat udara yang keluar dan masuk paru saat
bernapas. Adanya darah dalam rongga pleura pertukaran udara tidak
berjalan baik suara napas berkurang atau hilang. Dullness pada
perkusi (perkusi pekak) Akumulasi darah pada rongga pleura suara
pekak saat diperkusi (Suara pekak timbul akibat carian atau massa
padat). Adanya krepitasi saat palpasi.
2.7 DIAGNOSA Penegakkan diagnosis hemothoraks berdasarkan pada
data yang diperoleh dari anamnesa, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Dari anamnesa didapatkan penderita
hemothoraks mengeluh nyeri dada dan sesak napas. Juga bisa
didapatkan keterangan bahwa penderita sebelumnya mengalami
kecelakaan pada dada. Pada pemeriksaan fisik dari inspeksi biasanya
tidak tampak kelainan, mungkin didapatkan gerakan napas tertinggal
atau adanya pucat karena perdarahan. Pada perkusi didapatkan pekak
dengan batas tidak jelas, sedangkan pada auskultasi didapatkan
bunyi napas menurun atau bahkan menghilang.Pemeriksaan penunjang
untuk diagnostik, diantaranya: Chest x-ray : adanya gambaran
hipodense (menunjukkan akumulasi cairan) pada rongga pleura di sisi
yang terkena dan adanya mediastinum shift (menunjukkan penyimpangan
struktur mediastinal (jantung)). Chest x-ray sebagi penegak
diagnostik yang paling utama dan lebih sensitif dibandingkan
lainnya.
Gambar 5 . Chest xray Hematotoraks Kanan
CT Scan : diindikasikan untuk pasien dengan hemothoraks minimal,
untuk evaluasi lokasi clotting (bekuan darah) dan untuk menentukan
kuantitas atau jumlah bekuan darah di rongga pleura.Gambar 6 .
CT-scan Hematotoraks
USG : USG yang digunakan adalah jenis FAST dan diindikasikan
untuk pasien yang tidak stabil dengan hemothoraks minimal.
Gambar 7 . USG toraks pada pasien Hematotoraks
Nilai AGD : Hipoksemia mungkin disertai hiperkarbia yang
menyebabkan asidosis respiratori. Saturasi O2 arterial mungkin
menurun pada awalnya tetapi biasanya kembali ke normal dalam waktu
24 jam. Cek darah lengkap : menurunnya Hb dan hematokrit menunjukan
jumlah darah yang hilang pada hemothoraks. Torakosentesis :
Menunjukkan darah/cairan serosanguinosa (hemothoraks).
Diagnosis bandingKONDISIPENILAIAN
Tension pneumothoraxDeviasi TrachealDistensi vena
leherHipersonorBising nafas (-)
Massive hemothorax Deviasi TrachealVena leher kolapsPerkusi :
dullnessBising nafas (-)
Cardiac tamponadeDistensi vena leherBunyi jantung jauh dan
lemahEKG abnormal
2.8 PENATALAKSANAANTujuan utama terapi dari hemothoraks adalah
untuk menstabilkan hemodinamik pasien, menghentikan perdarahan dan
mengeluarkan darah serta udara dari rongga pleura. Langkah pertama
untuk menstabilkan hemodinamik adalah dengan resusitasi seperti
diberikan oksigenasi, cairan infus, transfusi darah, dilanjutkan
pemberian analgetik dan antibiotik.Langkah selanjutnya untuk
penatalaksanaan pasien dengan hemothoraks adalah mengeluarkan darah
dari rongga pleura yang dapat dilakukan dengan cara: Chest tube
(Tube thoracostomy drainage) : tube thoracostomy drainage merupakan
terapi utama untuk pasien dengan hemothoraks. Insersi chest tube
melalui dinding dada untuk drainase darah dan udara. Pemasangannya
selama beberapa hari untuk mengembangkan paru ke ukuran normal.
Indikasi untuk pemasangan thoraks tube antara lain: Adanya udara
pada rongga dada (pneumothorax) Perdarahan di rongga dada
(hemothorax) Post operasi atau trauma pada rongga dada
(pneumothorax or hemothorax) abses paru atau pus di rongga dada
(empyema). Adapun langkah-langkah dalam pemasangan chest tube
thoracostomy adalah sebagai berikut: Memposisikan pasien pada
posisi trandelenberg Disinfeksi daerah yang akan dipasang chest
tube dengan menggunakan alkohol atau povidin iodine pada ICS VI
atau ICS VII posterior Axillary Line Kemudian dilakukan anastesi
local dengan menggunakn lidokain Selanjutnya insisi sekitar 3-4cm
pada Mid Axillary Line Pasang curved hemostat diikuti pemasangan
tube dan selanjutnya dihubungkan dengan WSD (Water Sealed Drainage)
Lakukan jahitan pada tempat pemasangan tubeGambar pemasangan chest
tube Thoracotomy : merupakan prosedur pilihan untuk operasi
eksplorasi rongga dada ketika hemothoraks massif atau terjadi
perdarahan persisten. Thoracotomy juga dilakukan ketika hemothoraks
parah dan chest tube sendiri tidak dapat mengontrol perdarahan
sehingga operasi (thoracotomy) diperlukan untuk menghentikan
perdarahan. Perdarahan persisten atau berkelanjutan yang segera
memerlukan tindakan operasi untuk menghentikan sumber perdarahan di
antaranya seperti ruptur aorta pada trauma berat.Operasi
(Thoracotomy) diindikasikan apabila : 1 liter atau lebih dievakuasi
segera dengan chest tube Perdarahan persisten, sebanyak
150-200cc/jam selama 2-4 jam Diperlukan transfusi berulang untuk
mempertahankan stabilitas hemodinamik Adanya sisa clot sebanyak
500cc atau lebih
Gambar 5 . Prosedur torakotomi Trombolitik agent : trombolitik
agent digunakan untuk memecahkan bekuan darah pada chest tube atau
ketika bekuan telah membentuk massa di rongga pleura, tetapi hal
ini sangat berisiko karena dapat memicu terjadinya perdarahan dan
perlu tindakan operasi segera.This is a collapser for Adult
2.9 KOMPLIKASIKomplikasi dapat berupa :a. Kegagalan pernafasan
(Paru-paru kolaps sehingga terjadi gagal napas dan meninggal).b.
Fibrosis atau skar pada membran pleura.c. Pneumothorax.d.
Pneumonia.e. Septisemia.f. Syok.Perbedaan tekanan yang didirikan di
rongga dada oleh gerakan diafragma (otot besar di dasar toraks)
memungkinkan paru-paru untuk memperluas dan kontak. Jika tekanan
dalam rongga dada berubah tiba-tiba, paru-paru bisa kolaps. Setiap
cairan yang mengumpul di rongga menempatkan pasien pada risiko
infeksi dan mengurangi fungsi paru-paru, atau bahkan kematian.
2.10 PROGNOSISPrognosis berdasarkan pada penyebab dari
hemothoraks dan seberapa cepat penanganan diberikan. Apabila
penanganan tidak dilakukan segera maka kondisi pasien dapat
bertambah buruk karena akan terjadi akumulasi darah di rongga
thoraks yang menyebabkan paru-paru kolaps dan mendorong mediastinum
serta trakea ke sisi yang sehat.
BAB IIIKESIMPULANHemathothoraks (hemotoraks) adalah
terakumulasinya darah pada rongga thoraks akibat trauma tumpul atau
tembus pada dada. Hemathothoraks biasanya terjadi karena cedera di
dada. Penyebab lainnya adalah pecahnya sebuah pembuluh darah atau
kebocoran aneurisma aorta yang kemudian mengalirkan darahnya ke
rongga pleura.Hemathothoraks dapat dibagi berdasarkan penyebabnya,
yaitu oleh trauma dan non-trauma. Penanganan dan tujuan pengobatan
Hematothorax adalah untuk menstabilkan pasien,mmenghentikan
pendarahan, dan menghilangkan darah dan udara dalam rongga pleura.
Penanganan pada hemotoraks dapat berupa resusitasi cairan,
pemasangan chest tube ( WSD ), sanpai Thoracotomy. Tergantung dari
derajat keparahannya.Oleh sebab itu, penting untuk mengetahui
penyebab serta menangani dengan cepat kasus ini karena dapat sangat
menentukan prognosis yang akan terjadi.
BAB IVDAFTAR PUSTAKADave Lloyd, MD. Thoracic Trauma.
www.doh.wa.gov/hsqa/emstrauma/OTEP/thoracictrauma.ppt Guyton &
Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. EGC :
Jakarta.Gopinath N, Invited Arcticle Thoracic Trauma, Indian
Journal of Thoracic and Cardiovascular Surgery Vol. 20, Number 3,
144-148. Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3.
Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Jakarta. Mary C Mancini.2011.Hemothorax.
http://emedicine.medscape.com/article/2047916-overview#a0156Mosby
Inc. Elsevier Chapter 26. Thoracic Trauma. 2007 Setiawan, I.,
Tengadi K.A, Santoso, A. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.
Edisi 9. EGC. Jakarta.Stanford Trauma Service Housestaff Manual
Available from :
http://scalpel.stanford.edu/ICU/Stanford%20Trauma%20Service%20rev%204-05.pdfSyamsu
Hidayat,R Dan Wim De Jong, Buku Ajar Bedah, Penerbit Buku
Kedokteran, EGC, Jakarta,tahun 1995
17