Top Banner
GANGGUAN KOAGULASI PADA SINDROM METABOLIK Gunawan Ali 17120080002 Pembimbing: dr. Maria Rini, Sp.PD Sub Dep. Ilmu Penyakit Dalam Rumkital Marinir Cilandak Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan Referat
29

Referat Gangguan Koagulasi Pada Sindrom Metabolik

Aug 09, 2015

Download

Documents

Gunawan Ali

referat
sindrom metabolik
gangguan koagulasi
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Referat Gangguan Koagulasi Pada Sindrom Metabolik

GANGGUAN KOAGULASI PADA SINDROM METABOLIK

Gunawan Ali

17120080002

Pembimbing: dr. Maria Rini, Sp.PD

Sub Dep. Ilmu Penyakit Dalam Rumkital Marinir Cilandak

Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan

27 Agustus 2012 – 3 November 2012

Referat

Page 2: Referat Gangguan Koagulasi Pada Sindrom Metabolik

A. Pendahuluan

Sindrom metabolik didefinisikan sebagai kumpulan faktor resiko

metabolik yang terdiri dari dislipidemia, peningkatan tekanan darah,

peningkatan kadar glukosa darah akibat resistensi insulin, keadaan

protrombotik, dan keadaan proinflamasi. 1

Belakangan ini terjadi peningkatan angka kejadian sindrom

metabolik. Di Amerika Serikat, prevalensi sindrom metabolik pada

populasi usia di atas 20 tahun adalah 23%.2 Di Indonesia, prevalensi

sindrom metabolik dengan kriteria modifikasi Asia adalah sebesar 25,7%

pada pria dan 25% pada wanita.3 Prevalensi sindrom metabolik bervariasi

di antara etnis, namun secara umum prevalensinya adalah 23% pada

dewasa muda dan meningkat seiring bertambahnya usia.

Sindrom metabolik menjadi perhatian karena berkaitan dengan

peningkatan risiko penyakit kardiovaskuler aterosklerotik. Penelitian

terakhir melaporkan bahwa penderita sindrom metabolik memiliki risiko

penyakit kardiovaskuler aterosklerotik sebesar dua kali lipat dibanding

orang tanpa sindrom metabolik.4 Secara keseluruhan, penderita sindrom

metabolik memiliki peningkatan risiko kematian menjadi sebesar 12%,

dibandingkan 2% pada individu tanpa sindrom metabolik.5

Sindrom metabolik berhubungan erat dengan penyakit

kardiovaskuler, salah satunya karena terdapat gangguan koagulasi.

Referat ini akan membahas lebih dalam mengenai gangguan koagulasi

pada sindrom metabolik ditinjau dari patogenesis, pengenalan gejala,

diagnosis, dan tatalaksana.

2

Page 3: Referat Gangguan Koagulasi Pada Sindrom Metabolik

B. Etiologi dan Patofisiologi

1. Etiologi dan Patofisiologi Sindrom Metabolik

Sindrom metabolik adalah suatu kumpulan gejala, bukan

merupakan penyakit tersendiri. Sampai saat ini, belum ada patogenesis

yang dapat dipastikan.4

Hipotesis etiologi dan patogenesis yang paling banyak diterima

saat ini mencakup interaksi antara faktor endogen dan faktor eksogen.

Gambar 1. Skema etiologi sindrom metabolik6

Untuk mendapat sindrom metabolik, individu harus suseptibel

(faktor endogen) dan terdapat faktor eksogen. Obesitas adalah faktor

eksogen yang berperan utama, namun kurangnya aktifitas fisik dan diet

dapat juga berperan. Faktor endogen mencakup resistensi insulin,

jaringan lemak disfungsional, kelainan endokrin, dan kelainan genetik.6

3

Page 4: Referat Gangguan Koagulasi Pada Sindrom Metabolik

Hasil akhir dari interaksi tersebut adalah dislipidemia, peningkatan

tekanan darah, peningkatan kadar glukosa darah akibat resistensi insulin,

keadaan proinflamasi, dan keadaan protrombotik.

Gambar 2. Ilustrasi patogenesis sindrom metabolik7

Pada kondisi normal, kondisi kesetimbangan energi positif

meningkatkan penyimpanan lemak di jaringan adiposa. Pada penderita

sindrom metabolik, hasil interaksi faktor endogen dan eksogen

menyebabkan peningkatan massa jaringan adiposa (terutama jaringan

adiposa viseral). Seiring terjadinya obesitas kemampuan penyimpanan

lemak terganggu atau terlewati sehingga lemak disimpan di sel tipe lain,

termasuk sel hepar dan sel otot rangka.8 Di hepar, asam lemak bebas

menyebabkan peningkatan produksi glukosa, trigliserid, dan

meningkatkan sekresi very low density lipoproteins (VLDL). Asam lemak

bebas di hepar juga menyebabkan penurunan high density lipoproteins

(HDL) dan peningkatan low density lipoproteins (LDL). Di otot, asam

4

Page 5: Referat Gangguan Koagulasi Pada Sindrom Metabolik

lemak bebas menurunkan sensitifitas terhadap insulin dengan

menghambat pengambilan glukosa yang dimediasi insulin. Peningkatan

kadar glukosa darah meningkatkan sekresi insulin dari pankreas,

menyebabkan hiperinsulinemia. Hiperinsulinemia menyebabkan

peningkatan reabsorbsi natrium, dan peningkatan aktifitas sistem saraf

simpatetik yang berkontribusi pada munculnya hipertensi.7

Bersamaan dengan proses tersebut, terus meningkatnya massa

jaringan adiposa menyebabkan hipoksia jaringan adiposa atau kematian

adiposit, menyebabkan ekspresi kemoatraktan terhadap monosit dan

sitokin lainnya. Sitokin yang beredar ikut berperan menyebabkan

resistensi insulin di otot, dan hepar.8

Resistensi insulin juga menyebabkan keadaan proinflamasi, melalui

peningkatan sekresi interleukin-6 (IL-6) dan tumor necrosis factor- (TNF-

) oleh adiposit dan makrofag. Peningkatan kadar sitokin yang beredar

juga merangsang hepar menghasilkan C-reactive protein (CRP).

Sitokin dan asam lemak bebas meningkatkan produksi fibrinogen

oleh hepar dan meningkatkan produksi plasminogen activator inhibitor-1

(PAI-1), menyebabkan keadaaan protrombotik.

5

Page 6: Referat Gangguan Koagulasi Pada Sindrom Metabolik

2. Patofisiologi Gangguan Koagulasi pada Sindrom Metabolik

Hemostasis merupakan sistem yang kompleks di mana keadaan

kesetimbangan dipengaruhi berbagai faktor.

Gambar 3. Skema sistem koagulasi dan fibrinolisis.9

Keterangan: F, factor; FBG, fibrinogen; FDP, fibrin/ fibrinogen degradation products; FB sol, soluble fibrin; FB st, stabilized fibrin; PAI-1, plasminogen activator inhibitor-1; PC, protein C; PS, protein S; PG, plasminogen; PN, plasmin; TAFI, thrombin-activatable fibrinolysis inhibitor; TF, tissue factor; TFPI, tissue factor pathway inhibitor; t-PA, tissue- plasminogen activator.

6

Page 7: Referat Gangguan Koagulasi Pada Sindrom Metabolik

Berikut adalah rangkuman faktor antitrombosis dan protrombosis di

plasma:

Tabel 1. Faktor antitrombosis dan protrombosis plasma9

Sindrom metabolik menyebabkan keadaan protrombotik melalui

disfungsi endotel, hiperkoagulasi dan hipofibrinolisis, dan aktivasi platelet.

Disfungsi endotel adalah perubahan relaksasi vaskular akibat

berkurangnya faktor-faktor relaksasi yang dihasilkan endotel,

menyebabkan predominansi stimulus vasokonstriktif dan kecenderungan

protrombotik. Pada keadaan normal, endotel berperan sebagai pembatas

antara darah dengan dinding pembuluh darah, dan melepaskan zat

vasokatif yang menghambat vasokonstriksi, adhesi leukosit, pertumbuhan

sel otot polos vaskuler, dan agregasi platelet. Resistensi insulin dianggap

sebagai penyebab utama, dengan menghambat sintesis nitrik oksida (NO)

dan prostasiklin (PGI2) oleh endotel. Selain resistensi insulin, berbagai zat

seperti asam lemak bebas, adipokin, dan LDL teroksidasi mengaktifkan

kinase yang menyebabkan endotel menghasilkan spesies oksigen reaktif,

yang berkontribusi pada aterogenesis. Hiperglikemia turut berperan

7

Page 8: Referat Gangguan Koagulasi Pada Sindrom Metabolik

terhadap disfungsi endotel melalui pembentukan advanced glycation end-

products (AGE) yang menyebabkan penurunan NO dan PGI2.10

Peningkatan risiko penyakit kardiovaskuler pada sindrom metabolik

juga berkaitan dengan keadaan hiperkoagulasi dan hipofibrinolisis.

Berbagai penelitian membuktikan bahwa penderita sindrom metabolik

memiliki konsentrasi plasma fibrinogen, faktor von Willebrand, faktor VIII,

dan faktor VII yang lebih tinggi dibandingkan individu tanpa sindrom

metabolik. Penderita sindrom metabolik juga menunjukkan keadaan

hipofibrinolisis. Perubahan fibrinolisis pada sindrom metabolik terutama

disebabkan oleh peningkatan kadar PAI-1 serum. Berbagai sitokin

proinflamasi yang sering ditemukan pada sindrom metabolik seperti TNF-

, leptin, IL-6, dan angiotensinogen telah terbukti meningkatkan kadar

PAI-1. Hiperkoagulasi dan hipofibrinolisis berbanding lurus dengan

resistensi insulin, obesitas sentral, dan hipertrigliseridemia.10

Platelet pada penderita sindrom metabolik, khususnya dengan

intoleransi glukosa dan obesitas sentral, menunjukkan peningkatan adhesi

dan agregasi baik secara spontan maupun karena pencetus.

Kemungkinan penyebab aktifitas ini kemungkinan merupakan gabungan

dari perubahan reseptor glikoprotein terhadap protein pada permukaan

platelet, peningkatan pengikatan fibrinogen, berkurangnya fluiditas

membran, perubahan metabolisme trombosit, dan perubahan jalur sinyal

intra-trombosit. Perubahan-perubahan ini menyebabkan trombosit

mengalami peningkatan mobilisasi kalsium dan peningkatan sintesis

tromboksan.10

8

Page 9: Referat Gangguan Koagulasi Pada Sindrom Metabolik

D. Diagnosis

Sindrom metabolik adalah suatu kumpulan faktor risiko yang

biasanya tidak berhubungan dengan gejala khas. Pada pemeriksaan fisik,

dapat ditemukan lingkar pinggang di atas batas normal dan tekanan darah

tinggi. Terdapatnya salah satu atau kedua tanda tersebut harus

mengarahkan kecurigaan untuk menemukan abnormalitas biokimia lain

yang berkaitan dengan sindrom metabolik. Terkadang dapat ditemukan

tanda resistensi insulin seperti lipoatrofi atau akantosis nigrikans.7

Pemeriksaan profil lipid dan glukosa puasa diperlukan untuk

memastikan sindrom metabolik. Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan

antara lain apoB, CRP, fibrinogen, asam urat, mikroalbumin urin, dan

fungsi hepar.7

Diagnosis sindrom metabolik ditegakkan dengan memenuhi

kriteria diagnosis. Sampai saat ini terdapat beberapa kriteria, di antaranya

kriteria World Health Organization (WHO), American Association of

Clinical Endocrinologists (AACE), dan Adult Treatment Panel III (ATP III).4

Kriteria yang dipakai di Indonesia adalah kriteria ATP III dengan modifikasi

pada nilai batas lingkar pinggang.3

Ditekankan bahwa dalam pengukuran lingkar pinggang, untuk

memastikan keakuratan terdapat beberapa syarat. Terdapat perbedaan

pendapat mengenai lokasi anatomik pengukuran, yaitu di pertengahan

antara kosta terbawah dengan krista iliaka (cara World Health

Organization), atau tepat di atas krista iliaka (cara National Institute of

Health). Menurut penelitian, perbedaan lokasi tersebut tidak memengaruhi

prevalensi sindrom metabolik.11 Pita pengukur harus ditempatkan di

permukaan kulit abdomen tepat di lokasi pengukuran, dengan pita

pengukur melingkar secara horizontal, dan ketat tanpa menyebabkan

penekanan. Pembacaan hasil ukur dilakukan saat ekspirasi, dengan nilai

terdekat 0,5 cm.12

9

Page 10: Referat Gangguan Koagulasi Pada Sindrom Metabolik

Tabel 2. Kriteria diagnosis sindrom metabolik4

Kriteria Diagnosis Sindrom Metabolik ATP III

Faktor risiko Batas

Obesitas sentral, diukur

dengan lingkar pinggang

Laki-laki

Perempuan

> 102 cm; ≥ 90 cm (modifikasi Asia)3

> 88 cm; ≥ 80 cm (modifikasi Asia)3

Trigliserid ≥ 150 mg/dL

Kolesterol HDL

Laki-laki

Perempuan

< 40 mg/dL

< 50 mg/dL

Tekanan darah Sistol ≥ 130 atau diastol ≥ 85 mmHg

Glukosa darah puasa ≥ 110 mg/dL

Diagnosis sindrom metabolik ditegakkan apabila minimal tiga dari

lima kriteria terpenuhi. Resistensi insulin tidak diperlukan untuk membuat

diagnosis, meskipun individu yang memenuhi kriteria ATP III sebagian

besar memang memiliki resistensi insulin. Adanya diabetes melitus tipe 2

tidak mengeksklusi diagnosis sindrom metabolik.4

Pemeriksaan penunjang laboratorium diperlukan untuk

membuktikan keadaan protrombotik. Pemeriksaan yang dapat dilakukan

antara lain pemeriksaan fibrinogen dan PAI-1. Penelitian menunjukan

pemeriksaan PAI-1 memiliki spesifitas lebih tinggi dibandingkan dengan

fibrinogen13. Saat ini pemeriksaan PAI-1 belum banyak dilakukan

mengingat masalah biaya dan standarisasi pemeriksaan, sehingga

pemeriksaan fibrinogen lebih rutin dilakukan.14

Pemeriksaan penunjang pencitraan jarang diindikasikan dalam

diagnosis sindrom metabolik, namun dapat dilakukan pada penderita

dengan gejala dan tanda komplikasi sindrom metabolik. Apabila terdapat

10

Page 11: Referat Gangguan Koagulasi Pada Sindrom Metabolik

keluhan nyeri dada, sesak, atau kram (claudication) dapat dilakukan

pemeriksaan elektrokardiografi, ekokardiografi, atau stress single-photon

emission computed tomography scan (SPECT scan).15

E. Tatalaksana

Tujuan utama tatalaksana pada penderita sindrom metabolik

adalah mengurangi risiko penyakit kardiovaskuler aterosklerosis. Untuk

mencapai tujuan tersebut, setiap penderita sindrom metabolik harus

mendapat pengobatan dan pengawasan jangka panjang. Penderita

tersebut perlu dikelompokkan berdasarkan risiko 10 tahun menjadi

kategori risiko tinggi (risiko 10 tahun >20%), risiko menengah (risiko 10

tahun 10% sampai 20%), dan risiko rendah (risiko <10%).

Pengelompokkan ini dilakukan dengan menggunakan skor risiko

Framingham untuk penyakit jantung koroner.4

11

Page 12: Referat Gangguan Koagulasi Pada Sindrom Metabolik

Gambar 4. Skor Risiko Framingham 16

Tatalaksana sindrom metabolik terdiri atas tatalaksana faktor risiko

dasar dan tatalaksana faktor risiko metabolik. Tatalaksana faktor risiko

dasar bertujuan untuk memperbaiki obesitas sentral, kurangnya aktifitas

fisik, dan diet aterogenik. Tatalaksana faktor risiko metabolik bertujuan

untuk memperbaiki dislipidemia aterogenik, peningkatan tekanan darah,

peningkatan gula darah puasa, keadaan proinflamasi, dan keadaan

protrombotik.

Banyak orang yang memiliki suseptibilitas genetik terhadap

sindrom metabolik, namun tidak bermanifestasi secara klinis apabila tidak

terdapat obesitas atau kurangnya aktifitas fisik. Dengan demikian,

tatalaksana faktor risiko menjadi intervensi lini pertama.

12

Page 13: Referat Gangguan Koagulasi Pada Sindrom Metabolik

Pengurangan berat badan dapat dicapai dengan kombinasi

pengurangan asupan kalori, meningkatkan aktifitas fisik, dan mengubah

kebiasaan hidup. Tujuan pertama pengurangan berat badan adalah

penurunan 7-10% berat badan awal dalam waktu 6-12 bulan. Penggunaan

obat-obatan penurun berat badan sampai saat ini masih terbatas

kegunaannya. Obat yang dapat digunakan antara lain sibutramin dan

orlistat. Tindakan bedah bariatrik diberikan pada penderita dengan

obesitas parah dan risiko tinggi komplikasi.

Meningkatkan aktifitas fisik membantu menurunkan berat badan

dan mengurangi risiko keseluruhan penyakit kardiovaskular. Rekomendasi

saat ini adalah minimal total 30 menit latihan derajat sedang per hari,

seperti berjalan cepat, selama lima hari dalam seminggu.

Diet aterogenik adalah pola makan yang meningkatkan proses

aterogenesis, antara lain dengan peningkatan trigliserid, LDL, tekanan

darah, dan gula darah. Komponen makanan yang meningkatkan LDL dan

trigliserid secara bermakna adalah lemak jenuh, lemak trans, dan

kolesterol.17 Sumber utama lemak jenuh dalam makanan antara lain

produk susu tinggi lemak (misalnya susu segar, keju, mentega, es krim,

krim), daging tinggi lemak, minyak (minyak kelapa sawit, minyak kelapa),

dan makanan yang dipanggang.17 Sumber utama lemak trans dalam

makanan adalah makanan yang mengalami proses hidrogenasi minyak,

misalnya kerupuk, kentang goreng, dan ayam goreng. Sumber kolesterol

dalam makanan antara lain produk telur, produk susu, daging, dan kerang.

Untuk mengurangi faktor risiko dasar diet harus rendah lemak jenuh,

lemak trans, kolesterol, natrium, dan gula sederhana; namun konsumsi

buah, sayur, dan padi-padian utuh harus mencukupi. Berikut adalah

pedoman diet dari National Cholesterol Education Program (NCEP):

Tabel 3. Pedoman diet NCEP17

Jenis Persen kebutuhan Contoh

13

Page 14: Referat Gangguan Koagulasi Pada Sindrom Metabolik

kalori per hari

Lemak < 30%

Lemak jenuh < 7% Produk susu, daging,

minyak, makanan yang

dipanggang

Lemak polyunsaturated ≤ 10% Kacang-kacangan, ikan

Lemak monounsaturated 10 – 15% Minyak zaitun, alpukat

Karbohidrat 50 – 60%

Setelah faktor risiko dasar ditangani, faktor risiko metabolik juga

harus diperhatikan. Apabila terdapat penyakit kardiovaskuler aterosklerotik

atau diabetes melitus atau skor risiko 10 tahun Framingham >20%, maka

pemberian medikamentosa dapat diindikasikan.

Dislipidemia aterogenik adalah keadaan kadar trigliserid, apoB,

LDL, dan HDL yang abnormal. Obat-obatan yang dapat digunakan untuk

mengontrol dislipidemia antara lain golongan statin, fibrat, dan asam

nikotinik.

Apabila terdapat hipertensi tanpa disertai diabetes atau penyakit

ginjal kronis, tujuan terapi antihipertensi adalah tekanan darah <140/90

mmHg. Apabila hipertensi disertai diabetes atau penyakit ginjal kronis,

tujuan terapi menjadi tekanan darah <130/80 mmHg. Peningkatan tekanan

darah yang ringan sering dapat dikontrol dengan perubahan gaya hidup,

yaitu dengan penurunan berat badan, meningkatkan aktifitas fisik,

mengurangi konsumsi alkohol dan natrium sesuai rekomendasi Dietary

Approaches to Stop Hypertension (DASH). Apabila hipertensi tetap tidak

terkontrol dengan perubahan gaya hidup, obat antihipertensi diindikasikan.

Beberapa penelitian merekomendasikan obat penghambat konversi

angiotensin (angiotensin converting enzyme inhibitor, ACE-inhibitor)

sebagai obat lini pertama untuk hipertensi pada penderita sindrom

14

Page 15: Referat Gangguan Koagulasi Pada Sindrom Metabolik

metabolik. Obat penghambat reseptor angiotensin (angiotensin receptor

blockers, ARB) dapat digunakan pada penderita yang tidak cocok

menggunakan ACE-inhibitor. Penggunaan diuretik, khususnya kelas

thiazide tidak direkomendasikan mengingat beberapa penelitian

menunjukkan kemungkinan progresi glukosa darah puasa terganggu

menjadi diabetes melitus tipe 2 pada penderita yang diberi diuretik.

Progresi tersebut diduga disebabkan berkurangnya sekresi insulin oleh sel

beta pankreas akibat deplesi kalium serum.

Pengurangan berat badan dan peningkatan aktifitas fisik dapat

memperlambat atau mencegah glukosa darah puasa terganggu menjadi

diabetes melitus tipe 2. Obat hipoglikemik oral (OHO) seperti metformin,

tiazolidinedion, dan akarbose telah terbukti menurunkan risiko diabetes

melitus tipe 2 pada penderita dengan glukosa darah puasa terganggu.

Metformin adalah obat golongan biguanid yang bekerja dengan

meningkatkan aktifitas AMP-dependent protein kinase (AMPK), yang

menstimulasi oksidasi asam lemak, pengambilan glukosa oleh jaringan,

dan mengurangi lipogenesis dan glukoneogenesis sehingga

meningkatkan sensitifitas insulin, meningkatkan penyimpanan glikogen di

otot, mengurangi produksi glukosa oleh hepar, dan menurunkan glukosa

darah. Tiazolidinedion bekerja dengan mengaktifkan peroxisome

proliferator-activated receptors-gamma (PPAR-), menyebabkan

peningkatan sensitifitas insulin, meningkatkan pengambilan glukosa, dan

mengurangi kadar asam lemak di plasma. Akarbose adalah penyekat

enzim -glukosidase, menyebabkan berkurangnya absorpsi disakarida di

brush border saluran cerna sehingga mengurangi peningkatan glukosa

darah postprandial.18 Peran OHO dalam menurunkan risiko penyakit

kardiovaskuler aterosklerotik belum diteliti. Pada penderita sindrom

metabolik yang sudah memiliki diabetes melitus tipe 2, penurunan risiko

penyakit kardiovaskuler aterosklerotik dapat dicapai dengan pengobatan

15

Page 16: Referat Gangguan Koagulasi Pada Sindrom Metabolik

dislipemia dan hipertensi. Kontrol glikemik dengan target HbA1C <7% juga

terbukti menurunkan komplikasi mikrovaskuler dan makrovaskuler.

Keadaan protrombotik sering ditandai dengan ditemukannya

peningkatan fibrinogen, PAI-1, dan faktor koagulasi lainnya. Untuk

pencegahan primer, satu-satunya terapi yang tersedia untuk menghambat

trombosis arteri adalah aspirin dosis rendah atau obat antiplatelet lainnya.

Aspirin juga direkomendasikan untuk penderita yang sudah pernah

memiliki penyakit kardiovaskuler aterosklerosis, selama tidak ada

kontraindikasi.19 Pedoman saat ini merekomendasikan penggunaan

aspirin sebagai profilaksis penyakit jantung koroner pada pria dengan

risiko 10 tahun Framingham >10%, pada wanita dengan risiko 10 tahun

Framingham >20%, dan penderita yang pernah memiliki penyakit

kardiovaskuler aterosklerosis.4

Aspirin biasa diberikan dengan dosis 75 sampai dengan 325 mg

sekali sehari. Aspirin menghambat kerja platelet dengan menghambat

enzim cyclooxygenase-1 (COX-1) secara ireversibel. COX-1 berfungsi

mengubah asam arakidonat menjadi tromboksan A2, yang merupakan

agonis aktifasi dan agregasi platelet. Sebagian penderita yang mendapat

terapi aspirin yang adekuat tetap mengalami kejadian trombosis. Untuk

menilai kerja aspirin, dapat dilakukan pemeriksaan fungsional dan

biokimia. Pemeriksaan fungsional dengan light transmission platelet

aggregometry dianggap sebagai baku emas untuk pemeriksaan fungsi

platelet.20

16

Page 17: Referat Gangguan Koagulasi Pada Sindrom Metabolik

Gambar 5. Contoh hasil pemeriksaan platelet aggregometry

Pada pemeriksaan ini, asam arakidonat ditambahkan pada plasma

sampel, sehingga terjadi agregasi platelet dan perubahan transmisi

cahaya melewati sampel. Perubahan transmisi ini kemudian

diterjemahkan sebagai persentase agregasi. Respon aspirin yang adekuat

ditetapkan apabila hasil persentase agregasi kurang dari 20% (platelet

normal memiliki persentase agregasi sekitar 70%).20 Pemeriksaan

biokimia adalah dengan mengukur metabolit tromboksan di serum atau

urine.

Pemberian aspirin memiliki berbagai reaksi yang tidak diinginkan,

antara lain hipersensitifitas anafilaktoid, hipersensitifitas respiratorik,

hipersensitifitas kulit, dan dispepsia. Pada penderita yang mengalami

hipersensitifitas terhadap aspirin, klopidogrel merupakan terapi pilihan.20

Keadaan proinflamasi sering ditemukan melalui pemeriksaan C-

reactive protein (CRP) dengan tingkat >3 mg/L. Penurunan berat badan

terbukti dapat menurunkan kadar CRP. Sampai saat ini tidak ada obat

17

Page 18: Referat Gangguan Koagulasi Pada Sindrom Metabolik

yang dapat mengurangi risiko penyakit kardiovaskuler aterosklerosis

melalui mekanisme pengurangan keadaan proinflamasi.

F. Komplikasi

Komplikasi utama sindrom metabolik adalah penyakit

kardiovaskuler aterosklerotik. Selain penyakit kardiovaskuler ateroslerotik,

kondisi kardiovaskular lainnya yang berhubungan dengan sindrom

metabolik antara lain penyakit vaskular perifer akibat aterosklerosis,

fibrilasi atrium, dan gagal jantung.21 Perubahan hemodinamik berupa

peningkatan volume darah dan tahanan vaskular sistemik menyebabkan

peningkatan beban kerja jantung dan menyebabkan perubahan struktur

dan fungsi jantung. Pada sistem respiratori, dapat terjadi komplikasi

obstructive sleep apnea (OSA) karena terjadi sumbatan intermiten jalan

napas atas saat tidur. Pada sistem gastrointestinal, komplikasi yang sering

terjadi adalah perlemakan hati non-alkoholik (nonalcoholic fatty liver

disease, NAFLD). NAFLD terjadi akibat akumulasi lemak di hepar yang

disertai perekrutan sel inflamasi dan fibrosis. Komplikasi lain pada sistem

gastrointestinal adalah penyakit refluks gastroesofagus dan hernia hiatal

sebagai akibat meningkatnya tekanan abdomen. Pada sistem reproduksi,

dapat terjadi komplikasi sindrom polikistik ovarium (polycystic ovarian

syndrome, PCOS) karena peningkatan jaringan adiposa dan resistensi

insulin. Beberapa jenis kanker dihubungkan dengan obesitas, antara lain

kanker payudara, endometrium, kolorektal, prostat, dan renal cell

carcinoma. Mekanisme terjadinya kanker dicurigai karena tingginya kadar

estrogen yang tidak berimbang disertai hiperandrogenisme ovarium,

menyebabkan peningkatan kadar testosteron dan penurunan kadar

Luteinizing Hormone.

G. Prognosis

Penderita sindrom metabolik mengalami peningkatan risiko

penyakit kardiovaskuler aterosklerotik sekitar dua lipat.21 Penderita

18

Page 19: Referat Gangguan Koagulasi Pada Sindrom Metabolik

sindrom metabolik yang memiliki seluruh faktor risiko metabolik

(dislipidemia, peningkatan tekanan darah, peningkatan kadar glukosa

darah akibat resistensi insulin, keadaan protrombotik, dan keadaan

proinflamasi) memiliki risiko seumur hidup yang tinggi untuk mendapat

penyakit kardiovaskuler aterosklerotik, namun untuk menetapkan risiko 10

tahun penyakit kardiovaskuler aterosklerotik diperlukan penilaian yang

lebih lengkap berupa Skor Framingham.22

H. Kesimpulan

Sindrom metabolik didefinisikan sebagai kumpulan faktor resiko

metabolik yang terdiri dari dislipidemia, peningkatan tekanan darah,

peningkatan kadar glukosa darah akibat resistensi insulin, keadaan

protrombotik, dan keadaan proinflamasi. Diagnosis sindrom metabolik

ditegakkan minimal tiga dari lima kriteria ATP III terpenuhi. Pemeriksaan

penunjang penunjang diperlukan untuk memastikan keadaan gangguan

koagulasi, yaitu dengan pengukuran kadar fibrinogen. Tatalaksana

sindrom metabolik mencakup tatalaksana faktor risiko dasar dan

tatalaksana faktor risiko metabolik. Medikasi untuk gangguan koagulasi

adalah dengan aspirin dosis 75 – 325 mg per hari. Komplikasi utama

sindrom metabolik adalah penyakit kardiovaskular aterosklerotik, dengan

peningkatan risiko sekitar dua lipat.

DAFTAR PUSTAKA

1. Grundy SM. Obesity, metabolic Syndrome, and cardiovascular disease. J Clin Endocrinol Metab 2004; 89(6):2595-2600.

2. Davi G, Santilli F. Atherothrombotic disease and the metabolic syndrome. International Congress Series 2007; 1303:74-82.

19

Page 20: Referat Gangguan Koagulasi Pada Sindrom Metabolik

3. Sidartawan S & Purnamasari D. Sindrom metabolik. In AW Sudoyo, B Setiyobadi, I Alwi, & M Sunadibrata editors. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta: Interna Publishing; 2009. pp.1865-1872.

4. Grundy SM, Cleeman JI, Daniels SR, et al. Diagnosis and management of the metabolic syndrome : An American Heart Association/National Heart, Lung, and Blood Institute scientific statement. Circulation 2005; 112:2735-52.

5. Isomaa B, Almgreen P, Tuomi T, et al. Cardiovascular morbidity and mortality associated with the metabolic syndrome. Diabetes Care 2001; 24:683–9.

6. Grundy SM, Smith SC. Metabolic syndrome, obesity, and diet. In Fuster V, Walsh RA, Harrington RA, editors. Hurst’s the heart. New York: McGraw-Hill; 2011.

7. Eckel RH. The metabolic syndrome. In DL Longo, AS Fauci, DL Kasper, SL Hauser, JL Jameson, J Loscalzo editors. Harrison's principles of internal medicine. New York: McGraw-Hill; 2012.

8. Christian R, Kahn CR. Tissue−specific insulin signaling, metabolic syndrome, and cardiovascular disease. Arterioscler Thromb Vasc Biol 2012; 32:2052-59.

9. Franchini M, Lippi G, Monzato F, et al. Hemostatic abnormalities in endocrine and metabolic disorders. European Journal of Endocrinology 2010; 162:439-451.

10. Palomo I, Moore-Carrasco R, Alarcon M, et al. Pathophysiology of the proatherothrombotic state in the metabolic syndrome. Front Biosci (Schol Ed) 2010; 1(2):194-208.

11. Mason C, Katzmarzyk PT. Effect of the site of measurement of waist circumference on the prevalence of the metabolic syndrome. Am J Cardiol 2009; 15;103(12):1716-20.

12. McGuire, Ashlee K., dan Robert Ross. "The Revision of the Measurement of Waist Circumference in the CPAFLA." CSEP. N.p., November 2008. Web. <http://www.csep.ca/english/view.asp>.

13. Mertens I, Verrijken A, Michiels JJ, et al. Among inflammation and coagulation markers, PAI-1 is a true component of the metabolic syndrome. International Journal of Obesity 2006; 30:1308-14.

14. Odrowąż-Sypniewska G. Markers of pro-infflammatory  and  pro-thrombotic  state   in  the  diagnosis  of  metabolic  syndrome. Advances   in  Medical  Sciences 2007; 52:246-250.

15. Wang, SS, Yasmine SA. Metabolic syndrome workup. Metabolic Syndrome. Medscape Reference, 2012. Web. <http://emedicine.medscape.com/article/165124-workup>.

16. Wilson PWF, D'Agostino RB, Levy D, et al. "Prediction of Coronary Heart Disease Using Risk Factor Categories." Circulation 1998; 97:1837-47.

17. National Institutes of Health. Third Report of the National Cholesterol Education Program (NCEP) Expert Panel on Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Cholesterol in Adults (Adult Treatment Panel III). 2002.

18. Powers AC & D'Alessio D. Endocrine Pancreas and Pharmacotherapy of Diabetes Mellitus and Hypoglycemia. Dalam: Brunton LL, Chabner BA, Knollmann BC, eds. Goodman & Gilman's the pharmacological basis of therapeutics. New York: McGraw-Hill; 2011.

20

Page 21: Referat Gangguan Koagulasi Pada Sindrom Metabolik

19. Angiolillo DJ, Giugliano GR, Simon D. Pharmacologic therapy for acute coronary syndromes. In: Fuster V, Walsh RA, Harrington RA, eds. Hurst's the heart. New York: McGraw-Hill; 2011.

20. Smock, Kristi J, Rodgers GM. Laboratory evaluation of aspirin responsiveness. American Journal of Hematology 2010; 85: 356-360.

21. Dekker JM., Girman C, Rhodes T, et al. Metabolic syndrome and 10-year cardiovascular disease risk in the Hoorn Study. Circulation 2005; 112:666-73.

22. Grundy SM. Metabolic syndrome: A multiplex cardiovascular risk factor." Journal of Clinical Endocrinology & Metabolism 2007. 92(2):399-404.

21