UNIVERSITAS MUHAMADIYAH SEMARANG REFERAT ASPEK MEDIKOLEGAL HUBUNGAN DOKTER DAN PASIEN DALAM PELAYANAN MEDIS Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinikdi Bagian Ilmu Forensik dan Studi Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang Disusun Oleh : Alaa ‘Ulil Haqiyah H2A009001 Dhamaningrum puspitasari H2A009014 Diphda Satria Risolawati H2A009015 Ghariza Pramitaningrum H2A009021 Ina Alfatah H2A009024 Laras Shafia Sari H2A008027 Diajukan Kepada : dr. Santosa, Sp.F, MHKes Residen Pembimbing: dr. Abdul Hakim
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
UNIVERSITAS MUHAMADIYAH SEMARANG
REFERATASPEK MEDIKOLEGAL HUBUNGAN DOKTER DAN PASIEN DALAM
PELAYANAN MEDIS
Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinikdi Bagian Ilmu Forensik dan Studi Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro
Semarang
Disusun Oleh :Alaa ‘Ulil Haqiyah H2A009001Dhamaningrum puspitasari H2A009014Diphda Satria Risolawati H2A009015Ghariza Pramitaningrum H2A009021Ina Alfatah H2A009024Laras Shafia Sari H2A008027
Diajukan Kepada :dr. Santosa, Sp.F, MHKes
Residen Pembimbing:dr. Abdul Hakim
KEPANITERAAN SENIORBAGIAN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK
DAN STUDI MEDIKOLEGALFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
RSUP DR. KARIADI SEMARANG2014
BAB IPENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam era global yang terjadi waktu ini, profesi kedokteran merupakan
salah satu profesi yang mendapatkan sorotan masyarakat. Masyarakat
banyak yang menyoroti profesi dokter, baik sorotan yang disampaikan
secara langsung ke Ikatan Dokter Indonesia sebagai induk organisasi para
dokter, maupun yang disiarkan melalui media cetak maupun media
elektronik. Ikatan Dokter Indonesia menganggap sorotan-sorotan tersebut
sebagai suatu kritik yang baik terhadap profesi kedokteran, agar para dokter
dapat meningkatkan pelayanan profesi kedokterannya terhadap masyarakat.
Ikatan Dokter Indonesia menyadari bahwa kritik yang muncul tersebut
merupakan “puncak suatu gunung es”, artinya masih banyak kritik yang
tidak muncul ke pemukaan karena keengganan pasien atau keluarganya
menganggap apa yang dialaminya tersebut merupakan sesuatu yang wajar.
Bagi Ikatan Dokter Indonesia, banyaknya sorotan masyarakat terhadap
profesi dokter menggambarkan bahwa masyarakat belum puas dengan
pelayanan kesehatan yang diberikan oleh para dokter.1
Sebenarnya sorotan masyarakat terhadap profesi dokter merupakan satu
pertanda bahwa saat ini sebagian masyarakat belum puas terhadap
pelayanan medis dan pengabdian profesi dokter di masyarakat. Pada
umumnya ketidakpuasan para pasien dan keluarga pasien terhadap
pelayanan dokter karena harapannya yang tidak dapat dipenuhi oleh para
dokter atau terdapat kesenjangan antara harapan dan kenyataan yang
didapatkan oleh pasien.2
Memperoleh pelayanan kesehatan adalah hak asasi setiap manusia.
Pemerintah menyadari rakyat yang sehat merupakan aset dan tujuan utama
dalam mencapai masyarakat adil makmur. Penyelenggaraan upaya
2
kesehatan dilakukan secara serasi dan seimbang oleh pemerintah,
masyarakat dan swasta.3
Mula-mula profesi dokter dianggap sebagai suatu profesi yang sangat
disanjung-sanjung karena kemampuannya untuk mengetahui hal-hal yang
tidak tampak dari luar. Dewasa ini dokter lebih dipandang sebagai ilmuwan
yang pengetahuannya sangat diperlukan untuk menyembuhkan berbagai
penyakit. Kedudukan dan peran dokter tetap dihormati, tetapi tidak lagi
disertai unsur pemujaan. Dari dokter dituntut suatu kecakapan ilmiah tanpa
melupakan segi seni dan artistiknya.2,3
Kesenjangan yang besar antara harapan pasien dengan kenyataan yang
diperolehnya menyusul dilakukannya merupakan predisposing faktor.
Kebanyakan orang kurang dapat memahami bahwa sebenarnya masih
banyak faktor lain di luar kekuasaan dokter yang dapat mempengaruhi hasil
upaya medis, seperti misalnya stadium penyakit, kondisi fisik, daya tahan
tubuh, kualitas obat dan juga kepatuhan pasien untuk mentaati nasehat
dokter. Faktor-faktor tadi dapat mengakibatkan upaya medis (yang terbaik
sekalipun) menjadi tidak berarti apa-apa. Oleh sebab itu, tidaklah salah jika
kemudian dikatakan bahwa hasil suatu upaya medis penuh dengan
uncertainty dan tidak dapat diperhitungkan secara matematik.4
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan dari penulisan ini adalah menjelaskan mengenai aspek
medikolegal hubungan dokter dan pasien dalam memberikan
pelayanan medis.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui aspekmedikolegal pelayanan medis dari
norma-norma yang mengikat dokter dalam memberikan
pelayanan medis.
b. Untuk mengetahui hak dan kewajiban dokter maupun
pasien serta sanksi apabila terjadi suatu pelanggaran .
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Profesi Kedokteran
Profesi kedokteran merupakan profesi yang memiliki keluhuran
karena tugas utamanya adalah memberikan pelayanan untuk memenuhi
salah satu kebutuhan dasar manusia yaitu kebutuhan akan kesehatan.
Dalam menjalankan tugas profesionalnya sebagai dokter terikat oleh
norma disiplin, norma etika, norma hukum, yang bila ditegakkan akan
menjamin mutu asuhan medis sehingga terjaga martabat dan keluhuran
profesinya. Norma merupakan patokan atau pedoman atau ukuran untuk
berperilaku bagi seseorang. Dalam memberikan pelayanan di bidang
kedokteran, dokter harus disiplin menerapkan keilmuannya dan bertindak
sesuai dengan standar pelayanan, standar profesi, kode etik, kode perilaku
profesional standar prosedur operasional, ketentuan-ketentuan lainnya
yang berlaku, dan kebiasaan umum (common practice) di bidang
kedokteran. Dokter yang tidak disiplin dalam penerapan keilmuannya dan
melakukan pelanggaran Dislplin Profesional Dokter dapat dikenakan
sanksi disiplin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.1-4
Dalam hal penegakan disiplin dan pengenaan sanksi disiplin bagi
dokter yang melakukan pelanggaran disiplin profesional dokter
makalembaga yang berwenang menurut Undang-Undang Nomor 29 Tahun
2004 tentang Praktik Kedokteran adalah MKDKI (Majelis Kehormatan
Disiplin Kedokteran Indonesia).5
I. Norma Disiplin
Dalam menjalankan profesi, para profesional harus mematuhi norma-
norma disiplin yang memfokuskan penerapan keilmuannya dalam
praktek. Dalam praktiknyanorma-norma ini diuraikan dalam bentuk
undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan menteri kesehatan,
4
peraturan Konsil Kedokteran Indonesia ataupun dalam ketentuan
yangdibuat dibuat dalamguidelines atau bahkan common practices yang
dibuat oleh organisasi profesi.1
Disiplin kedokteran adalah norma kepatuhan aturan-aturan/ketentuan
penerapan keilmuan dalam pelaksanaan pelayanan atau atau lebih
khusus kepatuhan menerapkan kaidah-kaidah penatalakasanaan klinis
yang mencakup: penegakan diagnosis, tindakan pengobatan, dan
menetapkan prognosis. Pelanggaran disiplin dapat dikelompokan dalam
3 hal, yaitu2:
1. Melaksanakan praktik kedokteran dengan tidak kompeten.
2. Tugas dan tanggung jawab profesional pada pasien tidak
dilaksanakan dengan baik.
3. Berperilaku tercela yang merusak martabat dan kehormatan profesi
kedokteran.
Sesuai UU no 29 tahun 2004, MKDKI (Majelis Kehormatan Disiplin
Kedokteran Indonesia) adalah Majelis yang berwewenang menentukan
ada atau tidaknya kesalahan yang dilakukan oleh dokter dan dokter gigi
dalam penerapan disiplin ilmu kedokteran dan ilmu kedokteran gigi dan
menetapkan sanksi.4
BENTUK PELANGGARAN DISIPLIN KEDOKTERAN
1. Melakukan praktik kedokteran dengan tidak kompeten.
2. Tidak merujuk pasien kepada dokter atau dokter gigi lain yang
memiliki kompetensi lain yang sesuai (rujukan bisa tidak dilakukan
bila: kondisi pasien tidak memungkinkan untuk dirujuk, keberadaan
tenaga medis lain atau sarana kesehatan yang lebih tepat sulit
dijangkau atau didatangkan, atas kehendak pasien).
3. Mendelegasikan pekerjaan kepada tenaga kesehatan tertentu yang
tidak memiliki kompetensi untuk melaksanakan pekerjaan tersebut
(delegasi kepada tenaga kesehatan harus sesuai kompetensi dan
ketrampilan mereka, tanggung jawab tetap pada dokter).
5
4. Menyediakan dokter atau dokter gigi pengganti sementara yang tidak
memiliki kompetensi dan kewenangan yang sesuai, atau tidak
melakukan pemberitahuan perihal penggantian tersebut.
5. Menjalankan praktik kedokteran dalam kondisi tingkat kesehatan
fisik ataupun mental sedemikian rupa sehingga tidak kompeten dan
dapat membahayakan pasien.
6. Dalam penatalaksanaan pasien, melakukan yang seharusnya tidak
dilakukan atau tidak melakukan yang seharusnya dilakukan, sesuai
dengan tanggung jawab profesionalnya, tanpa alasan pembenar atau
pemaaf yang sah, sehingga dapat membahayakan pasien.
7. Melakukan pemeriksaan atau pengobatan berlebihan yang tidak
sesuai dengan kebutuhan pasien.
8. Tidak memberikan penjelasan yang jujur, etis dan memadai kepada
pasien atau keluarganya dalam melakukan praktik kedokteran.
9. Melakukan tindakan medik tanpa memperoleh persetujuan dari
pasien atau keluarga dekat atau wali atau pengampunya.
10. Dengan sengaja, tidak membuat atau menyimpan rekam medik,
sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan atau etika
profesi, dan lain sebagainya.
Sanksi disiplin yang diberikan MKDKI sesuai UU no 29 Tahun 2004
pasal 69 ayat (3):
1. Pemberian peringatan tertulis.
2. Rekomendasi pencabutan STR atau SIP(rekomendasi pencabutan
STR atau SIP sementara selama-lamanya 1 tahun, atau rekomendasi
pencabutan STR atau SIP tetap atau selama-lamanya).
3. Kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi
pendidikan kedokteran dan kedokteran gigi (dapat berupa:
pendidikan formal, pelatihan dalam pengetahuan dan atau
ketrampilan, magang, sekurang-kurangnya 3 bulan dan paling lama 1
tahun).
6
II.Norma Etika
Etik profesi kedokteran mulai dikenal dalambentuk Code of
Hammurabi dan Code of Hittites. Selanjutnya etik kedokteran muncul
dalam bentuk sumpah dokter yang bunyinya bermacam-macam, tetapi
yang paling banyak dikenal adalah sumpah Hippocrates. Sumpah
tersebut berisikan kewajiban dokter dalam berperilaku dan bersikap,
atau semacam code of conduct bagi dokter. World Medical Association
dalam Deklarasi Geneva pada tahun 1968 menelorkan sumpah dokter
(dunia) dan Kode Etik Kedokteran Internasional. Kode Etik Kedokteran
Internasional berisikan tentang kewajiban umum, kewajiban terhadap
pasien, kewajiban terhadap sesama dan kewajiban terhadap diri sendiri.
Selanjutnya, Kode Etik Kedokteran Indonesia dibuat dengan mengacu
kepada Kode Etik Kedokteran Internasional.1-4
IDI (Ikatan Dokter Indonesia) memiliki sistem pengawasan dan
penilaian etik profesi, yaitu melalui lembaga kepengurusan pusat,
wilayah dancabang, serta lembaga MKEK (Majelis Kehormatan Etik
Kedokteran. Selain itu, di tingkat sarana kesehatan (rumah sakit)
didirikanKomite Medis dengan Panitia Etik di dalamnya. Bahkan di
tingkat perhimpunan rumah sakitdidirikan pula Majelis Kehormatan
Etik Rumah Sakit (Makersi).4
Pada dasarnya, suatu norma etik adalah norma yang apabila
dilanggar “hanya” akan membawa akibat sanksi moral bagi
pelanggarnya. Namun suatu pelanggaranetik profesi dapat dikenai
sanksi disiplin profesi. Sanksitersebut diberikan oleh MKEK setelah
dalam rapat/sidangnya dibuktikan bahwadokter tersebut melanggar etik
(profesi) kedokteran.4,5
Proses persidangan etik dan disiplin profesi dilakukan terpisah dari
prosespersidangan gugatan perdata atau tuntutan pidana oleh karena
domain danjurisdiksinya berbeda. Persidangan etik dan disiplin profesi
dilakukan oleh MKEK IDIsedangkan gugatan perdata dan tuntutan
pidana dilaksanakan di lembagapengadilan di lingkungan peradilan
7
umum. Dokter tersangka pelaku pelanggaranstandar dapat diperiksa
oleh MKEK, dapat puladiperiksa di pengadilan tanpa adanya keharusan
saling berhubungan di antarakeduanya. Seseorang yang telah diputus
melanggar etik oleh MKEK belum tentudinyatakan bersalah oleh
pengadilan, demikian pula sebaliknya.Persidangan MKEK bersifat
inkuisitorial khas profesi, yaitu Majelis (ketua dananggota) bersikap
aktif melakukan pemeriksaan, tanpa adanya badan atauperorangan
sebagai penuntut. Persidangan MKEK secara formiel
tidakmenggunakan sistem pembuktian sebagaimana lazimnya di dalam
hukum acarapidana ataupun perdata, namun demikian tetap berupaya
melakukan pembuktianmendekati ketentuan-ketentuan pembuktian
yang lazim.5
Dalam melakukan pemeriksaannya, Majelis berwenang
memperoleh5:
1. Keterangan, baik lisan maupun tertulis (affidavit), langsung dari
pihak-pihak terkait dan para ahli di bidangnya yang dibutuhkan.
2. Dokumen yang terkait, seperti bukti kompetensi dalam bentuk
berbagai ijasah/ brevet dan pengalaman, bukti keanggotaan profesi,
bukti kewenangan berupa Surat Ijin Praktek Tenaga Medis, Perijinan
rumah sakit tempat kejadian, bukti hubungan dokter dengan rumah
sakit, hospital bylaws, SOP dan SPM setempat, rekam medis, dan
surat-surat lain yang berkaitan dengan kasusnya.
III. Norma Hukum
Di dalam setiap profesi termasuk profesi tenaga kesehatan berlaku
norma etika dan norma hukum. Oleh sebab itu apabila timbul dugaan
adanya kesalahan praktik sudah seharusnyalah diukur atau dilihat
dari sudut pandang kedua norma tersebut. Kesalahan dari sudut
pandang etika disebut ethical malpracticedan dari sudut pandang
hukum disebut yuridical malpractice.Antara etika dan hukum ada
perbedaan-perbedaan yang mendasar menyangkut substansi, otoritas,
tujuan dan sangsi, maka ukuran normatif yang dipakai untuk
8
menentukan adanya ethical malpractice atau yuridical malpractice
dengan sendirinya juga berbeda.Yang jelas tidak setiap ethical
malpractice merupakan yuridical malpractice akan tetapi semua
bentuk yuridical malpractice pasti merupakan ethical malpractice.2
Untuk malpraktik hukum atau yuridical malpractice dibagi dalam
3 kategori sesuai bidang hukum yang dilanggar, yakni Criminal
malpractice, Civil malpractice dan Administrativemalpractice.4-7
1. Criminal malpractice.
Dikategori criminal malpracticebila perbuatan tersebut memenuhi
rumusan delik pidana yakni :
a. Perbuatan tersebut (positive act maupun negative act)
merupakan perbuatan tercela. Dilakukan dengan sikap batin
yang salah (mens rea) yang berupa kesengajaan (intensional),
kecerobohan (reklessness) atau kealpaan (negligence).
b. Dilakukan dengan sikap batin yang salah (mens rea) yang
berupa kesengajaan (intensional), kecerobohan (reklessness)
atau kealpaan (negligence).
Criminal malpractice yang bersifat sengaja (intensional)
misalnya melakukan euthanasia (pasal 344 KUHP), membuka
rahasia jabatan (pasal 332 KUHP), membuat surat keterangan
palsu (pasal 263 KUHP), melakukan aborsi tanpa indikasi
medis pasal 299 KUHP).
Criminal malpractice yang bersifat ceroboh (recklessness)
misalnya melakukan tindakan medis tanpa persetujuan pasien
informed consent.
Criminal malpractice yang bersifat negligence (lalai) misalnya
kurang hati-hati mengakibat kan luka,cacat atau meninggalnya
pasien, ketinggalan klem dalam perut pasien saat melakukan
operasi. Pertanggung jawaban didepan hukum pada criminal
malpractice adalah bersifat individual dan oleh sebab itu tidak
9
dapat dialihkan kepada orang lain atau kepada rumah sakit
sarana kesehatan.
2. Civil malpractice
Seorang tenaga kesehatan akan disebut melakukan civil
malpracticeapabila tidak melaksanakan kewajiban atau tidak
memberikan prestasinya sebagaimana yang telah
disepakati.Tindakan tenaga kesehatan yang dapat dikategorikan
civil malpractice antara lain :
a. Tidak melakukan menurut kesepakatan wajib dilakukan.
b. Melakukan kesepakatan yang wajib dilakukan tetapi terlambat
melakukannya.
c. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan
tetapi tidak sempurna.
d. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya tidak seharusnya
dilakukan. Pertanggung jawaban civil malpractice dapat bersifat
individual atau korporasi dan dapat pula dialihkan pihak lain
berdasarkan principle of vicarius liability.
Dengan prinsip ini maka rumah sakit/sarana kesehatan dapat
bertanggung gugat atas kesalahan yang dilakukan karyawannya
(tenaga kesehatan) selama tenaga kesehatan tersebut dalam
rangka melaksanakan tugas kewajibannya.
3. Administrative malpractice
Dokter dikatakan telah melakukan administrative malpractice
manakala tenaga perawatan tersebut telah melanggar hukum
administrasi. Perlu diketahui bahwa dalam melakukan police
power, pemerintah mempunyai kewenangan menerbitkan berbagai
ketentuan di bidang kesehatan, misalnya tentang persyaratan bagi
tenaga perawatan untuk menjalankan profesinya (Surat Ijin Kerja,
Surat Ijin Praktek), batas kewenangan serta kewajiban tenaga
perawatan. Apabila aturan tersebut dilanggar maka tenaga
kesehatan yang bersangkutan dapat dipersalahkan melanggar
10
hukum administrasi. Dalam kasus atau gugatan adanya civil
malpractice pembuktianya dapat dilakukan dengan dua cara yakni :
a. Cara langsung, Oleh Taylor membuktikan adanya kelalaian
memakai tolok ukur adanya 4 D, yakni :
i. Dutty (kewajiban). Dalam hubungan perjanjian tenaga
dokter dengan pasien, dokter haruslah bertindak
berdasarkan:
Adanya indikasi medis.
Bertindak secara hati.
Hati dan teliti.
Bekerja sesuai standar profesi.
Sudah ada informed consent
ii. Dereliction of duty (penyimpangan dari kewajiban). Jika
seorang dokter melakukan tindakan menyimpang dari apa
yang seharusnya atau tidak melakukan apa yang seharusnya
dilakukan menurut standar profesinya, maka dokter dapat
dipersalahkan.
iii. Direct cause (penyebab langsung)
iv. Damage (kerugian). Dokter untuk dapat dipersalahkan
haruslah ada hubungan kausal (langsung) antara penyebab
(causal) dan kerugian (damage) yang diderita oleh
karenanya dan tidak ada peristiwa atau tindakan sela
diantaranya., dan hal ini haruslah dibuktikan dengan jelas.
Hasil (outcome) negatif tidak dapat sebagai dasar
menyalahkan dokter.
b. Cara tidak langsung, cara tidak langsung merupakan cara
pembuktian yang mudah bagi pasien, yakni dengan mengajukan
fakta-fakta yang diderita olehnya sebagai hasil layanan
perawatan (doktrinres ipsa loquitur). Doktrin res ipsa loquitur
dapat diterapkan apabila fakta-fakta yang ada memenuhi
kriteria:
11
Fakta tidak mungkin ada/terjadi apabila dokter tidak lalai.
Fakta itu terjadi memang berada dalam tanggung jawab
dokter.
Fakta itu terjadi tanpa ada kontribusi dari pasien dengan
perkataanlain tidak ada contributory negligence
B. Prinsip Dasar Etika Kedokteran
Prinsip dasar etika harus dijalankan bersama dengan prinsip-
prinsip lainnya tetapi pada beberapa kasus, satu prinsip menjadi lebih
penting dan sah untuk digunakan dengan mengorbankan prinsip yang lain.
Keadaan terakhir disebut dengan Prima Facie. Konsil Kedokteran
Indonesia, dengan mengadopsi prinsip etika kedokteran barat, menetapkan
bahwa, praktik kedokteran Indonesia mengacu kepada kepada 4 kaidah
dasar moral yang sering juga disebut kaidah dasar etika kedokteran atau
bioetika, antara lain5,6:
1. Beneficence(berbuat baik)
Dalam arti prinsip bahwa seorang dokter berbuat baik,
menghormati martabat manusia, dokter tersebut juga harus
mengusahakan agar pasiennya dirawat dalam keadaan kesehatan.
Dalam suatu prinsip ini dikatakan bahwa perlunya perlakuan yang
terbaik bagi pasien. Ciri-ciri prinsip ini, yaitu;
Mengutamakan Alturisme
Memandang pasien atau keluarga bukanlah suatu tindakan tidak
hanya menguntungkan seorang dokter
Mengusahakan agar kebaikan atau manfaatnya lebih banyak
dibandingkan dengan suatu keburukannya
Menjamin kehidupan baik-minimal manusia
Memaksimalisasi hak-hak pasien secara keseluruhan
Menerapkan Golden Rule Principle, yaitu melakukan hal yang baik
seperti yang orang lain inginkan
Memberi suatu resep
12
2. Non-malficence
Suatu prinsip yang mana seorang dokter tidak melakukan
perbuatan yang memperburuk pasien dan memilih pengobatan yang
paling kecil resikonya bagi pasien sendiri. Pernyataan kuno Fist, do no
harm, tetap berlaku dan harus diikuti. Non-malficence mempunyai ciri-
ciri:
Menolong pasien emergensi
Mengobati pasien yang luka
Tidak membunuh pasien
Tidak memandang pasien sebagai objek
Manfaat pasien lebih banyak daripada kerugian dokter
Tidak membahayakan pasien karena kelalaian
Tidak melakukan White Collar Crime
3. Justice(Keadilan)
Suatu prinsip dimana seorang dokter memperlakukan sama rata
dan adil terhadap pasien tersebut. Justice mempunyai ciri-ciri :
Memberlakukan segala sesuatu secara universal
Mengambil porsi terakhir dari proses membagi yang telah ia
lakukan
Menghargai hak sehat pasien
Menghargai hak hukum pasien
4. Otonomi
Dalam prinsip ini seorang dokter menghormati martabat manusia.
Dalam hal ini pasien diberi hak untuk berfikir secara logis dan
membuat keputusan sendiri. Otonomi mempunyai ciri-ciri:
Menghargai hak menentukan nasib sendiri
Berterus terang menghargai privasi
Menjaga rahasia pasien
Melaksanakan Informed Consent
13
Etika lainnya yang berkenaan dengan hubungan dokter-pasien
meliputi:
1. Veracity :Menyampaikan kebenaran pada setiap klien
2. Fidelity :Menghargai janji serta kerahasiaan klien
3. Avoidance of killing :Menghindari terjadinya kesalahan
menghilangkan nyawa seseorang
4. Gratitude :Rasa terima kasih
5. Reparation :Masalah kompensasi atau ganti rugi
6. Confidentiality :Menjaga
C. Upaya Kesehatan
Upaya Kesehatan adalah bentuk dan cara penyelenggaraan upaya
kesehatan yang paripurna, terpadu, dan berkualitas, meliputi upaya
peningkatan, pencegahan, pengobatan dan pemulihan,