BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kehamilan dan kelahiran dianggap sebagai suatu kejadian fisiologis yang pada sebagian besar wanita berakhir dengan normal dan tanpa komplikasi. Pada akhir masa puerperium, pemulihan persalinan secara umum dianggap telah lengkap. Pandangan ini mungkin terlalu optimis. Bagi banyak wanita, pemulihan adalah sesuatu yang pasti terjadi dan menjadi seorang ibu adalah proses fisiologis yang normal. Namun, beberapa studi terbaru mengungkapkan bahwa masalah-masalah kesehatan jangka panjang yang terjadi setelah melahirkan adalah masalah yang banyak ditemui dan dapat berlangsung dalam waktu lama. Pengetahuan menyeluruh tentang perubahan fisiologis dan psikologis pada masa puerperium adalah sangat penting jika bidan menilai status kesehatan ibu secara akurat dan memastikan bahwa pemulihan sesuai dengan standar yang diharapkan. Hal yang sama pentingnya adalah menyadari potensi morbiditas pascapartum dalam jangka panjang dan faktor-faktor yang berhubungan dengannnya seperti 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Kehamilan dan kelahiran dianggap sebagai suatu kejadian fisiologis
yang pada sebagian besar wanita berakhir dengan normal dan tanpa
komplikasi. Pada akhir masa puerperium, pemulihan persalinan secara umum
dianggap telah lengkap. Pandangan ini mungkin terlalu optimis. Bagi banyak
wanita, pemulihan adalah sesuatu yang pasti terjadi dan menjadi seorang ibu
adalah proses fisiologis yang normal. Namun, beberapa studi terbaru
mengungkapkan bahwa masalah-masalah kesehatan jangka panjang yang
terjadi setelah melahirkan adalah masalah yang banyak ditemui dan dapat
berlangsung dalam waktu lama.
Pengetahuan menyeluruh tentang perubahan fisiologis dan psikologis
pada masa puerperium adalah sangat penting jika bidan menilai status
kesehatan ibu secara akurat dan memastikan bahwa pemulihan sesuai dengan
standar yang diharapkan. Hal yang sama pentingnya adalah menyadari
potensi morbiditas pascapartum dalam jangka panjang dan faktor-faktor yang
berhubungan dengannnya seperti obstetrik, anestesi dan faktor sosial.
2. Tujuan
1. Mengetahui perubahan fisiologis yang terjadi pada sistem reproduksi
pada ibu nifas.
2. Mengetahui perubahan fisiologis yang terjadi pada sistem perkemihan
pada ibu nifas.
3. Mengetahui perubahan fisiologis yang terjadi pada sistem pencernaan
pada ibu nifas.
4. Mengetahui perubahan fisiologis yang terjadi pada sistem
musculoskeletal pada ibu nifas.
1
BAB II
KONSEP DASAR NIFAS
1. Definisi Masa Nifas
Masa Nifas ialah masa 2 jam setelah plasenta lahir (akhir kala IV)
sampai 42 hari (Manuaba: 2001).
Masa Nifas adalah masa dari kelahiran plasenta dan selaput janin
(menandakan akhir periode intrapartum) hingga kembalinya traktus
reproduksi wanita pada kondisi tidak hamil (Hellen Varney dkk :2007).
Periode pascapartum adalah masa pulih kembali alat-alat kandungan
kembali seperti sbelum hamil (Mochtar :1999).
Dapat disimpulkan bahwa masa nifas adalah masa setelah lahirnya
hasil konsepsi sampai pulihnya organ reproduksi seperti sebelum hamil.
2. Pembagian Masa Nifas
Nifas dibagi dalam 3 periode :
1. Puerperium dini, yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri
dan berjalan-jalan. Dalam agama Islam dianggap telah bersih dan boleh
bekerja setelah 40 hari.
2. Puerperium intermedial, yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genitalis
yang lamanya 6 – 8 minggu.
3. Remote puerperium, waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat
sempurna terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai
komplikasi.
2
BAB III
PERUBAHAN FISIOLOGI IBU NIFAS
1. Sistem Reproduksi
Perubahan alat-alat genital baik interna maupun eksterna kembali
seperti semula seperti sebelum hamil disebut involusi. Adapun perubahan-
perubahan yang terjadi pada sistem reproduksi ibu nifas adalah sebagai
berikut:
a. Uterus
1) Involusi Uterus
Meskipun istilah involusi telah digunakan untuk menunjukkan
perubahan yang retrogresif yang terjadi di semua organ dan struktur
saluran reproduksi, istilah ini lebih spesifik menunjukkan adanya
perubahan retrogresif pada uterus yang menyebabkan berkurangnya
ukuran uterus. Involusi uterus dapat diartikan juga sebagai pengerutan
uterus yang merupakan suatu proses dimana uterus kembali ke kondisi
sebelum hamil. Proses involusi uterus adalah sebagai berikut:
a) Iskemia Miometrium – Hal ini disebabkan oleh kontraksi dan
retraksi yang terus menerus dari uterus setelah pengeluaran
plasenta sehingga membuat uterus menjadi relatif anemi dan
menyebabkan serat otot atrofi.
b) Atrofi jaringan – Atrofi jaringan terjadi sebagai reaksi
penghentian hormon estrogen saat pelepasan plasenta.
c) Autolysis – Merupakan proses penghancuran diri sendiri (zat
protein) yang terjadi di dalam otot uterus. Sisa dari penghancuran
ini diabsorbsi dan kemudian dibuang dalam urine. Sebagai bukti
dapat dikemukakan bahwa kadar nitrogen sangat tinggi. Enzim
proteolitik akan memendekkan jaringan otot yang telah mengendur
hingga panjangnya 10 kali panjang sebelum hamil dan lebarnya 5
kali lebar sebelum hamil yang terjadi selama kehamilan. Hal ini
disebabkan karena penurunan hormon estrogen dan progesteron.
3
d) Efek Oksitosin – Oksitosin menyebabkan terjadinya kontraksi
dan retraksi otot uterus sehingga akan menekan pembuluh darah
yang mengakibatkan berkurangnya suplai darah ke uterus. Proses
ini membantu untuk mengurangi situs atau tempat implantasi
plasenta serta mengurangi perdarahan.
Uterus pada bekas implantasi plasenta merupakan luka yang
kasar dan menonjol ke dalam kavum uteri. Segera setelah plasenta
lahir, dengan cepat luka mengecil, pada akhir minggu ke-2 hanya
sebesar 3-4 cm dan pada akhir nifas 1-2 cm. Penyembuhan luka bekas
plasenta khas sekali.
Pada permulaan nifas bekas plasenta mengandung banyak
pembuluh darah besar yang tersumbat oleh thrombus. Luka bekas
plasenta tidak meninggalkan parut. Hal ini disebabkan karena diikuti
pertumbuhan endometrium baru di bawah permukaan luka.
Regenerasi endometrium terjadi di tempat implantasi plasenta
selama sekitar 6 minggu. Pertumbuhan kelenjar endometrium ini
berlangsung di dalam decidua basalis. Pertumbuhan kelenjar ini
mengikis pembuluh darah yang membeku pada tempat implantasi
plasenta hingga terkelupas dan tak dipakai lagi pada pembuangan
lokia.
Akibat involusi uteri, lapisan luar desidua yang mengelilingi
situs plasenta akan menjadi nekrotik. Desidua yang mati akan keluar
bersama dengan sisa cairan. Percampuran antara darah dan desidua
inilah yang dinamakan lokia.
Lokia adalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas dan
mempunyai reaksi basa/alkalis yang membuat organisme berkembang
lebih cepat dari pada kondisi asam yang ada pada vagina normal.
Lokia mempunyai bau yang amis (anyir) meskipun tidak terlalu
menyengat dan volumenya berbeda-beda pada setiap wanita. Lokia
mengalami perubahan karena proses involusi. Pengeluaran lokia dapat
4
dibagi menjadi lokia rubra, sanguilenta, serosa dan alba. Perbedaan
masing-masing lokia dapat dilihat sebagai berikut:
Lokia Waktu Warna Ciri-ciri
Rubra 1-3 hari Merah kehitaman Terdiri dari sel desidua,
verniks caseosa, rambut
lanugo, sisa mekoneum
dan sisa darah
Sanguilenta 3-7 hari Putih bercampur
merah
Sisa darah bercampur
lender
Serosa 7-14
hari
Kekuningan/
kecoklatan
Lebih sedikit darah dan
lebih banyak serum, juga
terdiri dari leukosit dan
robekan laserasi plasenta
Alba >14 hari Putih Mengandung leukosit,
selaput lendir serviks dan
serabut jaringan yang
mati.
Umumnya jumlah lokia lebih sedikit bila wanita postpartum
dalam posisi berbaring daripada berdiri. Hal ini terjadi akibat
pembuangan bersatu di vagina bagian atas saat wanita dalam posisi
berbaring dan kemudian akan mengalir keluar saat berdiri. Total
jumlah rata-rata pengeluaran lokia sekitar 240 hingga 270 ml.
Banyaknya lokia dan kecepatan involusi tidak dipengaruhi oleh
pemberian preparat ergot (ergotrate, Methergine), yang hanya
memiliki efek jangka pendek. Akan tetapi menyusui akan
mempercepat proses involusi.
Segera setelah melahirkan, serviks menjadi lembek, kendor,
terkulai dan berbentuk seperti corong. Hal ini disebabkan korpus uteri
berkontraksi, sedangkan serviks tidak berkontraksi, sehingga
5
perbatasan antara korpus dan serviks uteri membentuk cincin. Serviks
mungkin memar dan edema, terutama jika ada tahanan anterior saat
persalinan, Warna serviks merah kehitam-hitaman karena penuh
pembuluh darah. Segera setelah bayi dilahirkan, tangan pemeriksa
masih dapat dimasukan 2–3 jari dan setelah 1 minggu hanya 1 jari saja
yang dapat masuk.
Oleh karena hiperplasi dan retraksi serviks, robekan serviks
dapat sembuh. Namun demikian, selesai involusi, ostium eksternum
tidak sama waktu sebelum hamil. Pada umumnya ostium eksternum
lebih besar, tetap ada retak-retak dan robekan-robekan pada
pinggirnya, terutama pada pinggir sampingnya. Oleh karena robekan
ini terbentuk bibir depan dan bibir belakang dari serviks.
Setelah bayi lahir, ligamen dan diafragma pelvis fasia yang
meregang sewaktu kehamilan dan saat melahirkan, kembali seperti
sedia kala. Perubahan ligamen yang dapat terjadi pasca melahirkan
antara lain: ligamentum rotundum menjadi kendor yang
mengakibatkan letak uterus menjadi retrofleksi; ligamen, fasia,
jaringan penunjang alat genetalia menjadi agak kendor.
Ukuran uterus pada masa nifas akan mengecil seperti sebelum
hamil. Perubahan-perubahan normal pada uterus selama postpartum
adalah sebagai berikut:
Involusi Uteri Tinggi Fundus Uteri Berat Uterus Diameter
Uterus
Plasenta lahir Setinggi pusat 1000 gram 12,5 cm
7 hari
(minggu 1)
Pertengahan pusat dan
simpisis
500 gram 7,5 cm
14 hari
(minggu 2)
Tidak teraba 350 gram 5 cm
6 minggu Normal 60 gram 2,5 cm
6
Penurunan ukuran uterus yang cepat ini direfleksikan dengan
perubahan lokasi uterus, yaitu uterus turun dari abdomen dan kembali
menjadi organ panggul. Segera setelah pelahiran, tinggi fundus uteri
(TFU) terletak sekitar dua per tiga hingga tiga per empat bagian atas
antara simfisis pubis dan umbilikus. Letak TFU kemudian naik,
sejajar dengan umbilikus dalam beberapa jam. TFU tetap terletak kira-
kira sejajar (atau satu ruas jari di bawah) umbilikus selama satu atau
dua hari dan secara bertahap turun ke dalam panggul sehingga tidak
dapat dipalpasi lagi di atas simfisis pubis setelah hari kesepuluh
pascapartum.
Walaupun terdapat variasi lokasi umbilikus terhadap simfisis
pubis pada setiap individu dan variasi ukuran ruas jari di antara
pemeriksa dengan pemeriksa lain sehingga membuat adanya rentang
normal dalam penurunan dan lokasi TFU harian, terdapat
keseragaman untuk memfasilitasi generalisasi penurunan uterus, yang
diilustrasikan pada gambar 3.1.
Gambar 3.1. Tinggi fundus uteri pada masa nifas
7
b. Perubahan Pada Vulva, Vagina dan Perineum
Selama proses persalinan vulva dan vagina mengalami penekanan
serta peregangan, setelah beberapa hari persalinan kedua organ ini kembali
dalam keadaan kendor. Rugae timbul kembali pada minggu ke tiga. Himen
tampak sebagai tonjolan kecil dan dalam proses pembentukan berubah
menjadi karankulae mitiformis yang khas bagi wanita multipara. Ukuran
vagina akan selalu lebih besar dibandingkan keadaan saat sebelum
persalinan pertama.
Perubahan pada perineum yaitu terjadinya edema pasca persalinan
dan nyeri akibat robekan perinium. Robekan jalan lahir dapat terjadi secara
spontan ataupun dilakukan episiotomi dengan indikasi tertentu. Dapat
dilakukan kompres dingin selama 24 jam pasca persalinan dan seterusnya
mandi dengan menggunakan air hangat. Medikamentosa dapat diberikan
obat anti nyeri yaitu obat anti inflamasi non steroid, NSAID. Latihan otot
perineum dapat mengembalikan tonus tersebut dan dapat mengencangkan
vagina hingga tingkat tertentu. Hal ini dapat dilakukan pada akhir
puerperium dengan latihan harian.
c. Laktasi
Keadaan buah dada pada 2 hari pertama nifas sama dengan keadaan
dalam kehamilan. Pada waktu ini buah dada belum mengandung susu,
melainkan kolostrum yang dapat dikeluarkan dengan memijat aerola
mammae.
Kolostrum adalah cairan berwarna kuning tua seperti jeruk nipis
yang disekresi payudara pada awal masa nifas
Kolostrum lebih banyak mengandung protein dan mineral tapi lebih
sedikit mengandung gula dan lemak daripada ASI
Cairan kolostrum terdiri dari albumin, yang membeku kalau
dipanaskan.
Kolostrum mengandung Euglobulin/antibodi ( IgA ), sehingga
menambah kekebalan tubuh bayi.
8
Sebab-sebab laktasi :
Estrogen dan progesteron dari plasenta merangsang pertumbuhan
kelenjar-kelenjar susu, sedangkan progesteron merangsang
pertumbuhan saluran kelenjar. Kedua hormon ini menghambat
LTH (Prolactin). Setelah plasenta lahir, maka LTH dengan bebas
merangsang laktasi.
Lobus posterior hypohyse mengeluarkan oxytocin yang
merangsang pengeluaran air susu. Pengeluaran air susu adalah
refleks yang ditimbulkan oleh rangsangan penghisapan putting susu
oleh bayi. Rangsangan ini menuju ke hypohyse dan menghasilkan
oxytocin yang menyebabkan buah dada mengeluarkan air susunya.
Prolactin
9
Hari ke 3 post partum :
Mammae besar, keras,nyeri. Ini menandai permulaan sekresi air susu.
Pemberian ASI sebaiknya dilakukan segera setelah melahirkan dengan
waktu tiap 2-3 jam untuk menstimulasi produksi asi. Pemberian asi dalam jangka
waktu panjang tidak memberi efek, namun harus diberikan secara berulang ulang.
Produksi asi yang baik seharusnya telah terjadi dalam 36-96 jam mulai dari
stimulasi pertama kali.
Bagi ibu yang tidak ingin menyusui, dapat dilakukan metode kompres
dingin mamae atau memakai beha (bra) yang ketat atau pengikat untuk
mengelakkan terjadi breast engorgement. Acetaminophen atau NSAID dapat