BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FKUP/RS. HASAN SADIKIN
Sari PustakaSitoresmi PrabaningrumSub Bagian:
EndokrinologiPembimbing: dr. H.R.M. Ryadi Fadil, SpA(K),M.Kes dr.
Novina SpA,Mkes dr. Faisal SpA,MKesHari/Tanggal: Senin, 9 Juni
2014
PENANGANAN ENURESIS PADA ANAK
PendahuluanEnuresis merupakan salah satu gangguan kebiasaan yang
sering dijumpai pada anak. Sekitar 15-20% anak pernah mengalami
enuresis pada usia kurang dari 5 tahun, dimana 15% kasus enuresis
akan sembuh dengan sendirinya.1Prevalensi enuresis secara bertahap
akan menurun sesuai dengan usia. Pada anak usia 5 tahun, 23%
mengalami enuresis. Pada anak usia 7 tahun prevalensinya sekitar
10%, dan pada usia 10 tahun menjadi 4%.Tidak ada perbedaan ras pada
insiden terjadinya enuresis. Enuresis lebih sering terjadi pada
anak laki-laki, sekitar 6%, sedangkan pada anak perempuan
3%.2Enuresis dapat memberikan dampak yang buruk pada anak. Pada
anak dengan enuresis dapat mengalami kecemasan dan rasa malu,
sehingga akan membuat anak frustasi dan kehilangan kepercayaan
diri, kualitas hidup yang menurun serta gangguan di lingkungan
sekolah,hal ini merupakan masalah-masalah yang dapat timbul akibat
enuresis. (1)Dengan penanganan yang tepat dapat mengurangi
kemungkinan timbulnya masalah tersebut. Dukungan dari orangtua
serta kemauan dari anak itu sendiri merupakan kunci keberhasilan
penanganan enuresis.2Melihat besarnya prevalensi dan dampak negatif
enuresis pada anak, maka penting bagi tenaga kesehatan untuk
menangani dan memberikan tatalaksana yang baik pada anak dengan
enuresis.Pada sari pustaka ini akan dibahas
mengenai,definisi,etiologi,patofisiologi dan tatalaksana enuresis
pada anak.
DefinisiEnuresis berasal dari bahasa Yunani enourein yang
berarti membuang urin. The International Childrens Continence
Society (ICCS) membatasi definisi menjadi membuang urin pada malam
hari.2Kriteria enuresis sesuai dengan Diagnostic and Statistical
Manual of Mental Disorders, Edisi ke V (DSM-5) :Berulangnya
berkemih di tempat tidur atau pakaian baik sengaja ataupun tidak
yang terjadi sedikitnya 2 kali dalam seminggu, selama minimal 3
bulan berturut-turut,yang terjadi pada anak berusia 5 tahun atau
lebih, yang tidak berhubungan dengan efek dari obat atau kondisi
medis lain, dapat menyebabkan gangguan sosial,fungsional, atau
akademik.2Menurut awal terjadinya, enuresis dapat dibagi menjadi
primer dan sekunder. . Enuresis primer yaitu bila enuresis terjadi
sejak lahir dan tidak pernah ada periode normal dalam pengontrolan
kandung kemih. Enuresis sekunder terjadi pada anak yang sebelumnya
minimal 6 bulan tidak mengalamienuresis, kemudian mengalami
enuresis. (PIKAB Surabaya)Enuresis dapat dibagi menjadi 3 tipe,
yaitu saat tidur (nocturnal),saat bangun (diurnal) dan gabungan
diurnal dan nokturnal (dikenal dengan enuresis non
monosimtomatik).Enuresis nokturnal adalah mengeluarkan urin selama
tidur. Enuresis diurnal adalah mengeluarkan urin ketika
terbangun.2Pembagian enuresis berdasarkan gejala penyerta, dapat
dibagi menjadi enuresis monosimtomatik, yaitu enuresis yang terjadi
pada anak tanpa gangguan traktus urinarius dan tanpa riwayat
gangguan berkemih sebelumnya. Enuresis non monosimtomatik adalah
enuresis yang terjadi pada anak disertai gangguan traktus urinarius
(dengan gejala: meningkatnya frekuensi berkemih,inkontinensia urin,
nyeri pada traktus urinarius).3
Etiologi dan PatofisiologiPenyebab dari enuresis tidak diketahui
dengan jelas tetapi ada beberapa kemungkinan yang menjadi penyebab,
seperti: 1. Faktor GenetikBanyak penelitian menyatakan prevalensi
enuresis meningkat apabila terdapat riwayat keluarga dengan
enuresis. Enuresis dilaporkan terjadi pada 56% anak dengan ayah
yang mengalami enuresis, 43% bila ibu mengalami enuresis dan 77%
bila kedua orang tuanya mengalami enuresis. Enureis biasanya
diturunkan secara autosomal dominan,kromosom 22 telah
diidentifikasikan sebagai lokus gen pembawa enuresis.22. Faktor
Urodinamik Enuresis abnormal berhubungan dengan kecilnya kapasitas
kandung kemih yang dipengaruhi oleh kontraksi detrusor yang
berlebihan. Hal ini diduga akibat kurangnya inhibitor kontraksi
kandung kemih dan tidak adanya koordinasi antara otot-otot detrusor
dan otot-otot sfingter (Gray dan Moore, 2009; Sekarwana, 1993).
Penurunan kapasitas kandung kemih juga dapat disebabkan beberapa
kondisi, seperti sistitis dan konstipasi. 43. Poliuri nocturnal
Poliuri nocturnal terjadi pada sebagian anak dengan
enuresis,peningkatan produksi urin pada malam hari dapat disebabkan
karena peningkatan konsumsi air sebelum tidur, dan sekresi hormon
antidiuretik (ADH) yang rendah pada malam hari. (Gonzales, 2000;
Gray dan Moore, 2009; Sekarwana, 1993). Produksi urin dikontrol
oleh beberapa faktor, termasuk ADH yang secara langsung mengontrol
absorbsi air, Atrial natriuretic peptide (ANP) dan aldosteron, yang
mengontrol pemekatan urin dan secara tidak langsung mengatur
ekskresi air.4, 5 4. Faktor kematangan NeurofisiologiTerlambatnya
mekanisme korteks dalam mengendalikan refleks pembuangan urin
dijadikan sebagai hipotesa kemungkinan terjadi nocturnal enuresis
dimana pada pemeriksaan EEG anak dengan nocturnal enuresis didapati
peningkatan serebral aritmia. Dan hal ini tidak dipengaruhi oleh
tingkatan tidur dalam dan pola tidur (Gonzales, 2000; Gray dan
Moore, 2009; Sekarwan, 1993). 45. Faktor Keterlambatan Perkembangan
AnakKeterlambatan perkembangan dapat menjadi salah satu faktor,
pada anak yang terlambat berjalan juga akan terlambat belajar
mengontrol miksi. Dimana nocturnal enuresis merupakan manifestasi
kematangan diri dari aspek individual dalam perkembangan (Koff,
1997; Meadow dan Newell, 2003).46. Faktor Psikologis Biasanya hal
ini terjadi karena adanya faktor stres selama priode perkembangan
antara usia 2-4 tahun. Stres psikologis berhubungan dengan enuresis
sehingga mempengaruhi perkembangan anak, seperti kelahiran saudara,
perceraian orang tua, pemaksaan fisik dan seksual, kematian dalam
keluarga, serta masalah disekolah. Hal ini dipengaruhi oleh stres
emosional, kecemasan, serta gangguan psikiatri. Dimana nocturnal
enuresis merupakan usaha untuk mendapatkan perhatian, seperti
lahirnya adik menyebabkan perhatian orang tua berkurang sehingga
menyebabkan anak menjadi cemas dan anak melakukan hal ini untuk
mencari perhatian orang tuanya. Selain itu proses belajar dan
stress belajar dikemudian hari dapat menyebabkan kembalinya
enuresis. Akan tetapi kebanyakan anak mengalami nocturnal enuresis
tidak mengalami sakit psikologis (Gray dan Moore, 2009; Hogman dan
Dech, 2007, Tanagho, 2008; Sekarwan, 1993). 4, 67. Neurogenic
BladderNeurogenic bladder dapat disebabkan oleh lesi pada sistem
saraf, termasuk lesi pada korteks serebri,medula spinalis,nervus
perifer. Sebanyak 37% anak dengan Cerebral Palsy menderita enuresis
Pada pasien dengan myelomeningocele selalu disertai dengan
enuresis. Gangguan pada medula spinal seperti adanya tumor,tethered
cord, trauma spinal dapat menyebabkan enuresis. Disfungsi dari
sfingter uretra eksterna seperti pada fraktur pelvis,agenesis
sakrum,terapi radiasi,pembedahan dapat berhubungan dengan
neurogenic bladder.28. Diabetes MelitusEnuresis pada anak dengan
disbetes melitus,disebabkan oleh poliuri nocturnal yang disebabkan
oleh hiperglikemia. Diabetes melitus juga menyebabkan abnormalitas
saraf eferen kandung kemih yang dapat menyebabbkan enuresis.29.
Diabetes InsipidusDiabetes insipidus dapat disebabkan oleh kelainan
pada sentral atau perifer, dapat terjadi pada tumor
intrakranial,trauma kepala,encephalitis atau meningitis.Ganguan
saraf perifer dapat disebabkan oleh renal failure,kerusakan kortek
atau medula renal,hipokalemia,hipokalsemia, obat-obatan
nefrotoksik. Kondisi tersebut dapat menyebabkan nokturnal poliuria
yang merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya enuresis. 210.
Faktor Lain Nocturnal enuresis dipengaruhi oleh saluran kemih
abnormal seperti obstruksi uretra maupun infeksi kandung kemih,
ataupun kondisi-kondisi yang dapat menyebabkan poliuria seperti
diabetes atau insufisiensi ginjal (Meadow dan Newell, 2003).
Fisiologi MiksiPersyarafan kandung kemihPengandalian kandung
kemih dan pengeluaran air kemih melalui sistem simpatis dan
parasimpatis. Parasimpatis berasal dari medula spinalis sakral 2-4,
yang keluar dari plexus pelvikus dan sakralis, menuju kandung kemih
sebagai nervus pudendal yang akan menyebabkan kontraksi pada
otot-otot detrusor dan dilatasi sfingter interna. Sedangkan saraf
simpatis berasal dari medula spinalis torakal 11 sampai lumbal 2,
melalui plexus hypogastricus. Reseptor simpatis terdiri dari
reseptor dan . Reseptor terletak di bagian leher kandung kemih dan
otot polos sekitar pangkal uretra yang menyebabkan kontraksi bagian
bawah kandung kemih, sehingga menghambat pengosongan kandung kemih.
Bila terjadi inhibisi, maka relaksasi leher kandung kemih dan
bagian proksimal uretra, sehingga terjadilah miksi. Reseptor berada
di korpus kandung kemih, perangsangan reseptor ini mengakibatkan
relaksasi otot-otot detrusor sehingga terjadi pengisian. Inhibisi
menyebabkan kontraksi otot detrusor dan peningkatan tekanan kandung
kemih diikuti pengosongan kandung kemih. 7 Sumber: Marion7Refleks
BerkemihRefleks berkemih dicetuskan apabila reseptor-reseptor
regang di dalam dinding kandung kemih terangsang. Refleks berkemih
terjadi dengan cara: Impuls pada medulla spinalis dikirim ke otak
dan menghasilkan impuls parasimpatis yang melalui saraf splanknik
pelvis ke kandung kemih. Refleks perkemihan menyebabkan otot
detrusor kontraksi dan relaksasi sfingter internal dan eksternal
(Sloane, 2003). Selama miksi, proses yang terjadi berupa: Refleks
detrusor meregang, mencetuskan refleks kontraksi dari otot-otot
tersebut sehingga timbul keinginan untuk miksi. Relaksasi otot
puborectalis sehingga kandung kemih akan turun sedikit sehingga
penghambatan uvula menurun dan segmen bagian pertama uretra
melebar. Relaksasi otot sfingter uretra eksterna memungkinkan
kandung kemih untuk mengosongkan isinya dan dapat dibantu dengan
tindakan valsava. Pada akhir proses miksi, kontraksi kuat dari otot
sfingter uretra eksterna dan dasar panggul akan mengeluarkan sisa
urin dalam uretra, setelah itu otot detrusor relaksasi kembali
untuk pengisian urin selanjutnya (Wibowo dan Parayan, 2009).
8Secara singkat refleks berkemih dibagi menjadi beberapa
tahap,yaitu :Kenaikan tekanan secara progresif , periode tekanan
menetap , dan kembalinya tekanan kandung kemih ke nilai tonus
basal. Pengisian dan pengeluaran urin pada kandung kemih dikontrol
oleh sirkuit saraf di otak, medula spinalis, dan ganglia. Sirkuit
ini mengkoordinasikan aktifitas otot polos di detrusor dan uretra.
Suprapontin mempengaruhi keadaan on-off switch pada saluran kemih
bagian bawah dengan dua cara operasi yaitu penyimpanan dan
pengeluaran (Anderson dan Wein, 2004; Anderson dan Arner, 2004
dalam Andersson, 2008).7, 8 Sumber : medscape.orgPeran hormon pada
terjadinya enuresisAnti diuretik hormon (ADH) merupakan salah satu
hormon yang berperan terhadap terjadinya enuresis. Hormon ADH
(vasopresin) dibentuk di nucleus supraoptikus dan paraventrikular
hipotalamus, dan ditransport ke lobus posterior kelenjar hipofisis
melalui akson neuron penghasil hormon. ADH melalui reseptor V2 dan
cAMP menyebabkan penggabungan kanal air ke dalam membran lumen
sehingga meningkatkan reabsorsi air pada tubulus distal dan duktus
koligentes ginjal. ADH juga merangsang absorsi Na+ dan urea di
tubulus. Konsentrasi ADH yang tinggi juga menyebabkan
vasokonstriksi (melalui reseptor V1 dan IP3). 9, 10Rangsangan untuk
pelepasan ADH adalah hiperosmolaritas ekstrasel (atau penyusutan
sel) dan penurunan volume intravaskular, menyebabkan pengisian di
kedua atrium menurun.Perubahan osmolaritas plasma dibawah 280
mOsm/kg atau penurunan volume intravaskular kurang lebih 8% akan
merangsang sekresi ADH. Kondisi lain yang dapat merangsang sekresi
ADH antara lain nyeri,muntah,hipoglikemia,stress, angiotensin II,
dopamine, dan beberapa obat atau toksin (misal nikotin, morfin,
barbiturat). Peningkatan perenggangan atrium serta asam
aminobutirat- (GABA), alkohol, dan pajanan terhadap dingin
menimbulkan efek penghambatan.9, 10Defisiensi ADH terjadi jika
pelepasan ADH berkurang, seperti pada diabetes insipidus sentralis
yang diturunkan secara genetik, pada kerusakan neuron, misalnya
oleh penyakit autoimun, atau trauma kelenjar hipofisis. Penyebab
eksogen lainnya termasuk alkohol atau pajanan terhadap dingin. Pada
keadaan normal sekresi hormon ADH akan meningkat pada malam hari.
Pada pasien dengan enuresis,siklus normal hormon ADH tergangu.
Terjadi penurunan pelepasan ADH yang menyebabkan produksi urin yang
berlebihan,terutama pada malam hari yang disebut dengan poliuri
nocturnal,yang dapat memicu terjadinya enuresis. 9, 10
Sumber:
Sumber:
Tatalaksana enuresisPenanganan enuresis pada masing-masing
individu disesuaikan dengan penyebabnya. Management nocturnal
enuresis merupakan kombinasi dari beberapa langkah,yaitu:
edukasi,perubahan kebiasaan,motivasi, alarm enuresis dan pemberian
obat-obatan. Tujuan dari terapi enuresis adalah: mengurangi
frekuensi enuresis, mengurangi dampak negatif enuresis pada
penderita dan keluarga, dan mencegah berulangnya enuresis.
EdukasiEdukasi yang harus diberikan kepada orang tua adalah bahwa
enuresis bukanlah suatu penyakit, dan akan menghilang dengan
sendirinya, 16% anak usia 5 tahun pernah mengalami enuresis. Orang
tua perlu memahami bahwa enuresis bukan merupakan kesalahan anak
dan tidak seharusnya anak dengan enuresis diberikan hukuman.11
Perubahan kebiasaanAsupan air diberikan lebih banyak diberikan pada
pagi dan siang hari. Mengurangi asupan air pada 2 jam sebelum
tidur, mencegah konsumsi minuman berkafein dan tinggi gula.
Membangunkan anaknya pada malam hari untuk miksi, latihan menahan
miksi untuk memperbesar kapasitas kandung kemih agar waktu antar
miksi menjadi lebih lama. 4, 5 Terapi motivasiAnak perlu diberikan
motivasi untuk dapat menerima dan mengikuti program terapi yang
diberikan.Pemberian reward kepada anak yang telah menjalani program
terapi dengan baik dapat meningkatkan motivasi anak untuk terus
mengikuti program terapi.11 Alarm terapiAlarm terapi dilakukan
dengan alat sensor yang diletakkan dibawah bantal anak yang sedang
tidur.Apabila bantal basah akibat urin yang keluar,sirkuit listrik
menutup,menyebabkan bel berbunyi dan membangunkan anak yang masih
tidur.Berdasarkan metaanalisis dari 56 randomized trial (3257
anak), 60% anak tidak mengalami enuresis dibandingkan 4% anak yang
tidak diterapi dengan alarm terapi.Alarm terapi lebih efektif
dibandingkan dengan antidepresan trisiklik.11
Sumber : www.parentingscience.com/bed-wetting.html
Farmakoterapi
Desmopresin acetate (DDAVP) Antidiuretik desmopressin asetat
sintetik (desamine-D-arginine vasopressin) adalah analog sintetik
dari hormon ADH. Desamine-d-arginine vasopressin dapat bekerja
dengan berikatan dengan V2 reseptor pada tubulus renal dan duktus
koledoktus, meningkatkan permeabilitas air, sehingga reabsorbsi air
meningkat, mengurangi volume urine dan meningkatkan
konsentrasinya,sehingga menjadi dibawah dari jumlah yang memicu
kontraksi dari kandung kemih tersebut. 4, 6DDAVP tersedia dalam dua
sediaan berupa semprotan hidung dan oral tablet. Kedua sediaan
telah dibandingkan secara doubleblind trial dan diadapatkan
efektifitas yang sama antara kedua sediaan.Meskipun begitu hanya
10% dari dosis semprotan hidung yang dapat diabsorbsi, dapat
diabsorbsi dengan cepat dan mencapai kadar maksimum didalam plasma
40-55 menit setelah pemberian terapi. Durasi kerjanya 10-12 jam,
dengan waktu paruh 4-6 jam.6DDAVP merupakan antidiuretik yang
poten, dapat mengurangi kejadian enuresis pada 65-80% pasien. Dosis
yang diberikan dimulai dengan 20mcg untuk sediaan semprot hidung (1
semprot untuk setiap hidung) pada malam hari atau 0,2mg untuk
sediaan tablet.6DDAVP dapat ditoleransi dengan baik dengan efek
samping yang minimal. DDAVP merupakan antidiuretik yang kuat
sehingga dapat menimbulkan efek samping berupa overload cairan,
hiponatremia, serebral edema,sakit kepala, mual dan nyeri
perut.11Tricyclic AntidepresanTricyclic antidepresan (TCA)
menstimulasi sekresi hormon ADH, dan relaksasi otot
detrusor.Tricyclic antidepresan (contohnya: imipramine,amitriptilin
dan desipramin) merupakan lini ketiga untuk terapi enuresis (anak
yang gagal dengan alarm terapi dan desmopresin). Imipramin
merupakan TCA yang sering digunakan untuk pengobatan
enuresis,merupakan satu-satunya TCA yang direkomendasikan oleh the
National Institute for Health and Care Excellence guidelines.
Imipramine diberikan satu jam sebelum tidur malam. Dosis inisial
10-25 mg untuk anak 5 sampai 8 tahun dan 50 mg untuk anak yang
lebih besar.11Respon terhadap pemberian imipramin harus dilihat
setelah 1 bulan pemberian. Jika tidak ada perbaikan dalam 3 bulan
,harus dihentikan, imipramin dihentikan secara bertahap.Jika terapi
dengan imipramin berhasil, dosis imipramin diturunkan sampai
mencapai dosis terendah yang efektif. Efek samping imipramin jarang
terjadi. Sekitar 5% anak yang diterapi dengan TCA mengalami gejala
neurologi, termasuk kecemasan,perubahan perilaku dan gangguan
tidur. Efek samping yang berat dapat berupa gangguan sistem
kardiovaskular: gangguan konduksi dan depresi miokard,terutama bila
dosis yang berlebihan.11AntikolinergikPengobatan dengan
antikolinergik dapat membantu pada sebagian pasien, terutama pada
pasien dengan overaktif kandung kemih,gangguan fungsi ekskresi urin
dan neurogenic bladder.Obat ini memiliki efek antispasmodik pada
otot polos, dan menginhibisi kontraksi dari kandung kemih, sehingga
dapat menaikkan kapasitas fungsional kandung kemih.Selain itu obat
ini juga memiliki efek analgetik.Oxybutrin cloride dan tolterodine
merupakan antikolinergik yang sering digunakan pada terapi
enuresis. Oxybutynin diabsorbsi di usus dan mencapai kadar maksimal
dalam plasma kurang dari satu jam setelah pemberian. Penelitian
multisenter di italia mengemukakan pemberian kombinasi Oxybutynin
dengan DDAVP lebih efektif dari pemberian DDAVP tunggal.Oxybutynin
diberikan dengan dosis 2,5-5 mg sebelum tidur. Efek samping
oxybutynin antara lain : mulut kering,pendangan kabur, muka
flushing,konstipasi,kesulitan mengosongkan kandung kemih. (2,4).
Obat ini tidak direkomendasikan pada anak dibawah 5 tahun.
Sumber: Gong Wei Kin12
Sumber: Gong Wei Kin12
DAFTAR PUSTAKA
1.Yousef KA, Basaleem HO, Yahiya MTb. Epidemiology of Nocturnal
Enuresis in Basic Schoolchildren in Aden Goernorate, Yemen. Saudi J
Kidney Dis Transplant. 2011;22(1):167-73.2.Robson WLM. Enuresis.
emedicinemedscape. 20143.Tu ND, Baskin LS. Nocturnal enuresis in
Children:Management. 2014.4.R M, H D. Nocturnal Enuresis:Current
Concepts. Pediatric in Reiew. 2001;22:12.5.Robson WLM. Current
management of nocturnal enuresis. Paediatric urology.
2008;18:425-30.6.L.Kennea N, H J. Drug Treatment of Nocturnal
Enuresis. Paediatric and Perinatal Drug Therapy.
2000;4(1).7.Richardson M. The psysiology of micturition.
nursingtimes. 2003;99.8.Fowler CJ, Griffiths D, C W. The neural
control of micturition. Nat Rev Neurosci. 2008;9:453-66.9.Eggert P,
Muller K, Muller D. Regulation of Arginine Vasopressin in Enuretic
Children Under Fluid Restriction. Pediatrics. 1999;103.10.Eggert P,
Kuhn B. Antidiuretic hormone regulation in patients with primary
nocturnal enuresis. Archies of Disease in Childhood.
1995;73:508-11.11.D N, Baskin LS. Nocturnal enuresis in children:
Management. UpToDate. 2014.12.Kin GW, Kim YH. Nocturnal Enuresis in
Children. 2000;12.