Top Banner

of 36

referat diplopia

Nov 01, 2015

Download

Documents

Justin Larson

yyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyy
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

REFERATDIPLOPIA

Oleh:Wahyu Dwihardi Raputra10700324

Pembimbing:dr. Supraptiningsih Sp.S

LAB/SM SARAF RSD.dr.SoebandiUNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA2015

REFERATDIPLOPIA

Disusun untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Madya LAB/SMF SARAF RSD.dr.Soebandi Jember

Oleh:Wahyu Dwihardi Raputra147100324

Pembimbing:dr. Supraptiningsih Sp.S

LAB/SMF SARAF RSD.dr.SoebandiUNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA2015

DAFTAR ISI

HalamanSAMPUL iHALAMAN JUDUL iiDAFTAR ISIiiiDAFTAR GAMBARvDAFTAR TABELviBAB 1. PENDAHULUAN 1BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 22.1 Definisi 22.2 Anatomi Mata22.3 Epidemiogi62.4 Fisiologi Penglihatan Binokuler72.5 Mekanisme Diplopia92.6 Mekanisme Klinis Diplopia 102.6.1 Diplopia Monokuler 102.6.2 Diplopia Binokuler122.7 Diagnosis182.7.1 Anamnesis182.7.2 Pemeriksaan untuk Lokasi Anatomik192.7.3 Pemeriksaan Diplopia Monokuler192.7.4 Pemeriksaan Diplopia Binokuler202.8 Penatalaksanaan 242.9 Komplikasi262.10 Prognosis 26BAB 3 PENUTUP28DAFTAR PUSTAKA29

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Anatomi Bola Mata4Gambar 2. Otot Penggerak Bola Mata6Gambar3. Tampilan basal dari otak, memperlihatkan jalur visual anterior dan posterior8Gambar 3. Horopter Geometri dan Horopter Fisiologi9Gambar 4. Otot Ekstraokuler14Gambar 5. Kerja Otot Ekstraokuler dan Saraf Kranial dari Sisi Pemeriksa14

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Tabel Penyebab Diplopia Monokuler ................................................12

BAB 1PENDAHULUAN

Istilah diplopia berasal dari bahasa Latin: diplous yang berarti ganda, dan ops yang berarti mata. Diplopia (penglihatan ganda) adalah keluhan subjektif yang umum atau yang sering didapatkan selama pemeriksaan pada mata. Selain itu, diplopia sering menjadi manifestasi pertama dari banyak kelainan, khususnya proses muskuler atau neurologis, atau kelainan pada organ lainnya. Oleh karena etiologinya sangat bervariasi mulai dari akibat astigmatisme yang tidak terkoreksi sampai kelainan intrakranial yang mengancam jiwa, para klinisi harus menyadari kepentingan untuk memberikan respons yang tepat untuk keluhan ini.1,2,3Dari anamnesis dan pemeriksaan yang lengkap dan menyeluruh akan didapatkan deskripsi akurat mengenai gejala-gejalanya: apakah konstan atau intermiten; variabel atau tidak berubah; terjadi pada saat objek jaraknya dekat atau jauh; terjadi saat melihat dengan satu mata (monokuler) atau dua mata (binokuler); horizontal, vertikal atau obliks; apakah sama terjadi di semua lapangan pandang (komitan) atau bervariasi sesuai arah pandang (inkomitan). Bila anamnesis dan pemeriksaan sudah lengkap dan menyeluruh akan sangat membantu diagnosis sekaligus menyingkirkan berbagai penyakit dengan gejala diplopia yang sifatnya mengancam jiwa. Selain itu, diagnosis yang tepat juga akan membuat tata laksana yang diberikan maksimal dan meminimalkan komplikasi. 1,2,3,4

BAB 2TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DefinisiIstilah diplopia berasal dari bahasa Latin: diplous yang berarti ganda, dan ops yang berarti mata. Diplopia atau penglihatan ganda adalah keluhan berupa melihat dua gambaran dari satu objek.1,3 Sedangkan menurut kamus besar Dorland, didefinisikan sebagai adanya persepsi dua gambar dalam satu obyek.4 Etiologi diplopia binokuler bervariasi dari parase ringan nervus kranialis yang menginervasi otot penggerak bola mata sampai dengan kelainan intrakranial yang mengancam jiwa. Dari seluruh keluhan diplopia yang dikeluhkan pasien 25% adalah diplopia monokuler dan 75% adalah diplopia binokuler. Penyebab diplopia binokuler adalah 39% kelainan infranuklear, 26% kelainan mekanik (otot dan traumatik), 14% karena deviasi/konvergens/defisit akomodatif, 8% kelainan supranuklear, 3% intoleransi kacamata, dan 10% tidak diketahui.5

2.2 Anatomi MataMata adalah suatu struktur sferis berisi cairan yang dibungkus oleh tiga lapisan. Dari luar ke dalam, lapisanlapisan tersebut adalah : (1) sklera/kornea, (2) koroid/badan siliaris/iris, dan (3) retina. Di anterior (ke arah depan), lapisan luar terdiri atas kornea transparan tempat lewatnya berkasberkas cahaya ke interior mata. Lapisan tengah dibawah sklera adalah koroid yang sangat berpigmen dan mengandung pembuluh-pembuluh darah untuk memberi makan retina. Lapisan paling dalam dibawah koroid adalah retina, yang terdiri atas lapisan yang sangat berpigmen di sebelah luar dan sebuah lapisan saraf di dalam. Retina mengandung sel batang dan sel kerucut, fotoreseptor yang mengubah energi cahaya menjadi impuls saraf.5Rongga mata (orbital) bertujuan untuk melindungi bola mata. Bentuk rongga mata adalah piramida empat sisi yang ujungnya berada di foramen optikal. Terdapat tujuh tulang yang ikut membentuk formasi tulang orbital ini yaitu maksilari, zigoma, frontal, ethmoidal, lakrima, palatin, dan sfenoid. Tulang-tulang ini membentuk soket untuk bola mata yang memberi tempat untuk masuknya otot-otot mata dan berasosiasi sangat dekat dengan sinus sekitarnya dan fosa kranial. Banyak saraf dan pembuluh darah yang melewati foramina, fisura dan kanal dari tulang orbital.6Periorbita adalah membran periosteal yang menutupi tulang orbital. Pada ujung orbital, periorbita bersatu dengan durameter menutupi saraf optik. Pada bagian depan, periorbita menyambung dengan septum orbital dan periosteum dari tulang fasial. Garis persatuan dari ketiga lapisan pada lingkaran orbita disebut dengan arkus marginalis.4,6Kelopak mata berfungsi juga untuk melindungi mata serta mengeluarkan sekresi kelenjarnya yang membentuk film air mata di depan kornea. Kulit dari kelopak mata bagian atas sangatlah tipis sedangkan pada bagian bawah lebih tebal. Kelopak mata terdiri lempengan tarsal yang terdiri dari jaringan fibrus yang sangat padat, serta dilapisi kulit dan dibatasi konjungtiva. Kelopak mata ditutup oleh otot-otot melingkar, yaitu muskulus orbikularis okuli.7Konjungtiva merupakan membran yang menutupi sklera dan kelopak bagian belakang. Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel Goblet. Musin bersifat membasahi bola mata terutama kornea. Selaput ini mencegah benda-benda asing di dalam mata seperti bulu mata atau lensa kontak, agar tidak tergelincir ke belakang mata. Bersama-sama dengan kelenjar lakrimal yang memproduksi air mata, selaput ini turut menjaga agar kornea tidak kering.8Bola mata terdiri atas dinding bola mata dan isi bola mata. Dinding bola mata terditi atas sklera dan kornea. Isi bola mata terdiri atas uvea, retina dan lensa. Sklera membentuk putih mata dan bersambung pada bagian depan dengan sebuah jendela membran bening yaitu kornea. Sklera melindungi struktur mata yang sangat halus, serta membantu mempertahankan bentuk biji mata. Kornea melindungi struktur halus yang berada di belakangnya serta membantu memfokuskan bayangan pada retina. Kornea tidak mengandung pembuluh darah.9,10

Gambar 1. Anatomi bola mata.(http://ilmu-keperawatann.com/anatomi-dan-fisiologisistem-sensori.html11)

Jaringan uvea merupakan jaringan vaskular. Jaringan sklera dan uvea dibatasi oleh ruang yang potensial mudah dimasuki darah bila terjadi perdarahan pada ruda paksa yang disebut perdarahan suprakoroid. Jaringan uvea ini terdiri atas iris, badan siliar, dan koroid. Pada iris didapatkan pupil yang oleh 3 susunan otot dapat mengatur jumlah sinar masuk ke dalam bola mata. Otot siliar yang terletak di badan siliar mengatur bentuk lensa untuk kebutuhan akomodasi.5Iris memiliki celah ditengahnya yang disebut dengan pupil, yang berfungsi sebagai tirai yang melindungi retina serta mengendalikan jumlah cahaya yang masuk ke mata.5Lensa adalah organ fokus utama yang membiaskan berkas-berkas cahaya yang terpantul dari benda-benda yang dilihat menjadi bayangan yang jelas pada mata.5Pupil adalah bintik tengah yang berwarna hitam yang merupakan celah dalam iris dimana cahaya masuk melaluinya untuk mencapai retina. Pupil yang normal akan berkonstriksi jika terkena cahaya. Pupil midriasis adalah keadaan pupil yang berdilatasi lebih dari 5mm, biasa terjadi karena trauma tumpul pada uvea yang mengakibatkan kelumpuhan otot sfingter pupil. Namun bila trauma mengakibatkan radang pada uvea anterior maka pupil akan berkonstriksi lebih kecil dari 2mm atau pupil miosis.Pergerakan bola mata dilakukan oleh 6 pasang otot bola mata luar yaitu :1. Otot rektus medius, kontraksinya akan menghasilkan aduksi atau menggulirnya mata kearah nasal dan otot ini dipersyarafi oleh syaraf ke III (syaraf okulomotor)2. Otot rektus lateral, kontraksinya akan menghasilkan aduksi atau menggulirnya bola mata kearah temporal dan otot ini dipersarafi oleh saraf ke VI (saraf abdusen)3. Otot rektur superior, kontraksinya akan menghasilkan elevasi, aduksi dan intorsi dari pada bola mata dan otot ini dipersyarafi saraf ke III (saraf okulomotor)4. Otot rektus inferior, kontraksinya akan mnghasilkan depresi, adduksi dan intorsi, yang dipersyarafi oleh syaraf ke III5. Otot oblik superior, kontraksinya akan menghasilkan depresi, intorsi, dan abduksi yang dipersyarafi syaraf ke IV ( syaraf troklear )6. Otot oblik inferior, kontraksinya akan mengakibatkan elevasi, ekstorsi dan abduksi yang dipersyarafi oleh syaraf ke III.5

Gambar 2. Otot penggerak bola mata. (http://files.wordpress.com/ototpenggerakbolamata.html5)

2.3 EpidemiologiDi Indonesia sendiri, belum ada data epidemiologi yang menjelaskan besarnya insidensi diplopia baik monokuler maupun binokuler. Namun, jika dilihat dari besarnya angka kejadian yang dapat menyebabkan terjadinya diplopia, kemungkinan angkanya cukup tinggi. Sebagai contoh, umumnya diplopia timbul kelainan refraksi maupun akibat dari tindakan medik, seperti akibat tindakan operasi pada katarak. Katarak sendiri terjadi pada 30-45 juta orang di dunia yang mengalami kebutaan dan katarak menjadi penyebab terbesar yaitu lebih kurang 45% sebagai penyebab kebutaan ini. Katarak lebih sering ditemukan pada daerah yang lebih sering terpapar sinar matahari, meningkat sesuai dengan usia dan lebih tinggi pada wanita. Diplopia akibat operasi katarak, menurut penelitian mengatakan 6,8% menderita diplopia setelah operasi katarak. Dan lebih banyak terjadi pada perempuan serta sering pada mata kiri.7

2.4 Fisiologi Penglihatan BinokulerPada dasarnya, kita melihat dengan otak. Mata hanyalah sebuah organ yang menerima rangsang sensoris. Gambaran didapatkan dari proses mengartikan rangsangan yang diterima oleh retina. Saraf optikus dan jalur visual mengantarkan informasi ini ke korteks visual. Sistem sensoris menghasilkan gambaran retinal dan mengantarkan gambaran ini ke pusat pengaturan yang lebih tinggi. Sistem motorik membantu proses ini dengan mengarahkan kedua mata pada objek sehingga gambaran yang sama dibentuk di tiap retina. Otak kemudian memroses informasi ini menjadi kesan penglihatan binokuler. Hubungan antara sistem sensoris dan motoris ini tidak dapat dirasakan atau disadari.11Terdapat 3 syarat yang menentukan kualitas penglihatan binokuler:1. Penglihatan simultan. Retina kedua mata menerima kedua gambaran secara simultan. Pada penglihatan binokuler yang normal, kedua mata mempunyai titik fiksasi yang sama, yang akan berada di fovea sentralis kedua mata. Bayangan kedua objek yang selalu sampai ke area identik di retina, disebut sebagai titik korespondensi retina. Objek-objek yang terletak pada lingkaran imajiner dikenal sebagai horopter geometrik diproyeksikan pada titik-titik di retina ini. Horopter yang berbeda akan berlaku untuk jarak fiksasi berapapun. Oleh karena itu, gambar di kedua retina akan identik pada penglihatan binokuler yang normal. Fenomena ini dapat diperiksa dengan menampilkan gambar yang berbeda ke masing-masing retina; normalnya kedua gambar akan diterima, menimbulkan diplopia fisiologis.11Diplopia fisiologis dapat didemonstrasikan dengan menempatkan 2 pensil vertikal pada sebuah garis sesuai dengan axis visual subjek, dengan pensil kedua jaraknya kira-kira 2 kali jauhnya dari pada subjek pertama. Ketika subjek fokus pada 1 pensil, pensil yang lain akan tampak ganda.112. Fusi: hanya saat kedua retina membuat impresi visual yang sama, yakni transmisi gambar-gambar identik ke otak, 2 gambaran retinal akan bercampur menjadi persepsi tunggal. Impair fusi dapat menimbulkan diplopia.113. Penglihatan stereoskopis. Sifat ini adalah tingkat tertinggi kualitas penglihatan binokuler dan hanya mungkin jika beberapa kondisi terpenuhi. Agar objek-objek diproyeksikan pada titik korespondensi atau identik pada retina, mereka harus terletak di horopter geometrik yang sama. Objek yang berada di depan atau di belakang lingkaran ini tidak akan diproyeksikan ke titik korespondensi tapi ke titik non-korespondensi atau disparate. Hasilnya, objek-objek ini akan dianggap sebagai 2 benda (diplopia). Sedangkan objek-objek yang berada dalam jangkauan sempit di depan dan di belakang horopter difusikan sebagai gambaran tunggal. Area ini disebut sebagai area Panum. Otak memroses gambaran nonkorespondensi retina dalam area Panum sebagai persepsi visual tunggal 3-dimensi bukan sebagai gambaran ganda. Sebaliknya, otak menggunakan gambaran ganda tersebut untuk membedakan kedalaman.11

Gambar 3. Tampilan basal dari otak, memperlihatkan jalur visual anterior dan posterior

Gambar 4a. Horopter Geometrik. Berkas sinar dari titik fiksasi mencapai fovea sentralis pada kedua mata pada penglihatan simultan normal. Karena itu, objek A dan B pada horopter geometrik diproyeksikan pada titik korespondensi di retina. Gambar 4b. Horopter Fisiologis. Pada jangkauan sempit di depan dan di belakang horopter (area Panum) 2 gambaran retinal masih bisa berfusi. Titik A dan B yang berada di luar area Panum, diproyeksikan ke titik nonkoresponden di retina.11

2.5 Mekanisme DiplopiaDua mekanisme utama diplopia adalah misalignment okuler dan aberasi okuler (misal defek kornea, iris, lensa, atau retina). Kunci paling penting untuk mengidentifikasi mekanisme diplopia adalah dengan menentukan termasuk diplopia monokuler atau diplopia binokuler. Misalignment okuler pada pasien dengan penglihatan binokuler yang normal akan menimbulkan diplopia binokuler. Misalignment okuler menyebabkan terganggunya kapasitas fusional sistem binokuler. Koordinasi neuromuskuler yang normal tidak dapat menjaga korespondensi visual objek pada retina kedua mata. Dengan kata lain, sebuah objek yang sedang dilihat tidak jatuh pada fovea kedua retina, maka objek akan tampak pada dua tempat spasial berbeda dan diplopia pun terjadi. 1,11Pada hampir semua keadaan, diplopia monokuler disebabkan oleh aberasi lokal pada kornea, iris, lensa, atau yang jarang yaitu retina. Diplopia monokuler tidak pernah disebabkan oleh misalignment okuler.11Mekanisme diplopia yang ketiga dan jarang terjadi adalah disfungsi korteks visual primer atau sekunder. Disfungsi ini akan menimbulkan diplopia monokuler bilateral dan harus dipertimbangkan saat tidak ditemukan aberasi okuler pada pasien.13Terakhir, diplopia yang terjadi tanpa penyebab patologis, biasa disebut diplopia fungsional/ fisiologis. Pasien dengan diplopia fungsional juga sering mengeluhkan berbagai gejala somatik atau neurologis.14,15

2.6 Mekanisme Klinis Diplopia2.6.1 Diplopia MonokulerDiplopia monokuler adalah penglihatan ganda yang timbul pada mata yang sakit saat mata yang lain ditutup. Diplopia monokuler merupakan keluhan yang dapat diberikan oleh penderita dan sebaiknya diperhatikan adalah adanya kelainan refraksi. Bila terjadi gangguan pembiasan sinar pada mata, maka berkas sinar tidak homogen sampai di makula yang akan menyebabkan keluhan ini.16Aberasi optik dapat terjadi pada kornea yang ireguler akibat mengkerutnya jaringan kornea atau permukaan kornea yang tidak teratur. Hal ini juga terjadi pada pemakaian lensa kontak lama atau tekanan kalazion. Diplopia monokuler sering dikeluhkan oleh penderita katarak dini. Hal ini juga akibat berkas sinar tidak difokuskan dalam satu per satu. Kadang-kadang iridektomi sektoral juga memberikan keluhan diplopia. 17,18,19Kelainan di luar bola mata yang dapat menyebabkan diplopia monokuler adalah bila melihat melalui tepi kaca mata, koreksi astigmatisme tinggi yang tidak sempurna, sedang kelainan optik di dalam mata yang memberikan keluhan diplopia monokuler adalah miopia tinggi, astimatireguler, dislokasi lensa, udara atau benda transparan dalam mata, spasme ireguler dari badan silier dan megalokornea, makulopatia, ablasi retina, iridodialis, ireguler tear film, dan katarak. 16,18,191. Penyebab OftalmikPenyebab oftalmik paling umum untuk diplopia monokuler adalah kelainan refraksi yang tidak terkoreksi dan defek kornea yang lain (Tabel 1). Deskripsi tertentu mengenai diplopia dapat membantu pemeriksa menentukan penyebabnya. Pasien dengan defek kornea sering mengalami penglihatan ganda sebagai sebuah bayangan atau gambaran kedua yang mengelilingi objek. Mereka juga akan mengeluh penglihatannya berkabut atau kabur. Kelainan kornea yang umum termasuk astigmatisme, jaringan parut kornea, dan defek kornea yang diinduksi pembedahan laser mata (LASIK). Pembentukan katarak menyebabkan kehilangan tajam penglihatan dan silau, namun kadang-kadang pasien melaporkan diplopia sebagai gambaran hantu yang lebih ringan dan kurang jelas. Defek retina yang melibatkan makula menyebabkan distorsi objek yang tampak tertekuk atau melengkung. Beberapa defek makula (misal membran neovaskuler subretinal) biasanya monokuler namun dapat pula binokuler. Oftalmoskopi memungkinkan pengenalan penyakit makular dengan mudah dan harus dilakukan saat penyakit retina dicurigai.12,18,192. Penyebab NeurologisManifestasi yang jarang terjadi pada penyakit yang melibatkan korteks visual primer maupun sekunder adalah persepsi gambaran visual multipel yang merupakan fenomena monokuler bilateral karena ada pada saat penutupan mata kanan ataupun kiri. Polipia serebral (melihat 3 atau lebih gambaran) dan diplopia serebral adalah penyakit kortikal yang jarang. Palinopsia (gangguan kortikal), dengan keluhan gambaran objek multipel yang segera hilang bila menoleh dari objek atau setelah objek dikeluarkan dari lapangan penglihatan. Pasien sering menggunakan istilah strobe effect atau setelah gambar untuk mendeskripsikan palinopsia. Lesi diskret pada korteks oksipitoparietal atau oksipitotemporal, kejang, obat, dan migrain dapat menyebabkan diplopia serebral, polipia serebral, atau palinopsia. Defek lapangan pandang homonimus (defisit pada sisi yang sama untuk kedua mata) sering dihubungkan dengan ilusi visual kortikal ini. Meskipun pasien tidak selalu sadar akan kehilangan lapangan pandang. 12,20,213. Penyebab nonpatologisPasien yang diplopianya fungsional umumnya memiliki keluhan samar tentang penglihatan mereka. Pasien tidak boleh dilabel fungsional sampai pemeriksaan oftalmik dan neurologik yang lengkap mengindikasikan tidak adanya penyebab patologis. Kontrol ulang mungkin diperlukan untuk meyakinkan bahwa etiologi dengan fase relaps dan remiten bukanlah sumber dari diplopia. 12,22,23Tabel 1. Penyebab Diplopia MonokulerKelainan refraksiDefek kornea (astigmatisme ireguler)Luka pada iris, iridektomiKatarakDefek makular (misal membran epiretinal, choroidal fold)Opasitas media refraksiDisfungsi kortikal serebral (diplopia monokuler bilateral)

2.6.2 Diplopia BinokulerDiplopia binokuler adalah penglihatan ganda terjadi bila melihat dengan kedua mata dan menghilang bila salah satu mata ditutup. Pada esotropia atau satu mata bergulir ke dalam maka bayangan di retina terletak sebelah nasal makula dan benda seakan-akan terletak sebelah lateral mata tersebut sehingga pada esotropia atau strabismus konvergen didapatkan diplopia tidak bersilang (uncrossed) atau homonimus. Sedang pada eksotropia atau strabismus divergen sebaliknya diplopia bersilang (crossed) atau heteronimus.16Penyebab diplopia binokuler dapat terjadi karena miastenia gravis, parese atau paralisis otot penggerak mata ekstraokuler. Saraf kranial III yang mengenai satu otot kemungkinan adalah lesi nuklear.18 Penyebab lain diplopia binokuler adalah trauma langsung dan toksisitas obat anastesi retobulber.8,13Dari mata hingga ke otak, terdapat 7 mekanisme berikut dan lokasi yang terkait yang harus diingat saat mengumpulkan informasi mengenai diplopia binokuler:1. Displacement orbital atau okuler: trauma, massa atau tumor, infeksi, oftalmopati terkait-tiroid.2. Restriksi otot ekstraokuler: oftalmopati terkait-tiroid, massa atau tumor, penjepitan otot ekstraokuler, lesi otot ekstraokuler, atau hematom karena pembedahan mata.3. Kelemahan otot ekstraokuler: miopati kongenital, miopati mitokondrial, distrofi muskuler.4. Kelainan neuromuscular junction: miastenia gravis, botulism.5. Disfungsi saraf kranial III, IV, atau VI: iskemia, hemoragik, tumor atau massa, malformasi vaskuler, aneurisme, trauma, meningitis, sklerosis mutipel.6. Disfungsi nuklear saraf kranial di batang otak: stroke, hemoragik, tumor atau massa, trauma, malformasi vaskuler.7. Disfungsi supranuklear yang melibatkan jalur ke dan antara nukleus saraf kranial III, IV atau VI: stroke, hemoragik, tumor atau massa, trauma, sklerosis multipel, hidrosefalus, sifilis, ensefalopati Wernicke, penyakit neurodegeneratif.Pasien harus ditanya diplopianya horizontal, vertikal, atau obliks, memburuk pada arah gaze tertentu, atau memburuk saat melihat jauh atau dekat. Diplopia horizontal disebabkan oleh impaired abduksi atau adduksi (berhubungan dengan kontrol dan pergerakan otot rektus medial, rektus lateral, atau keduanya) (Gambar 1 dan Gambar 2). Diplopia vertikal disebabkan oleh impaired elevasi atau depresi (`berhubungan dengan kontrol dan pergerakan otot rektus inferior, rektus superior, oblik inferior, oblik superior, atau kombinasi dari otot-otot ini).12Perburukan diplopia para arah gaze tertentu menunjukkan gerakan ke arah itu impaired. Gejala neurologis lain juga harus dinilai: kelemahan otot proksimal, kesulitan menelan, sesak napas, misalnya menunjukkan disfungsi neuromuskuler, dan deteriosasi visus monokuler dan proptosis menunjukkan proses orbital.

Gambar 5. Otot Ekstraokuler 12

Gambar 6. Kerja otot ekstraokuler dan saraf kranial dari sisi pemeriksa. Tanda panah yang tebal adalah kerja primer otot, dan tanda panah tipis adalah kerja sekunder otot. Otot rectus superior dan obliks superior intorsi (berputar ke dalam), dan otot rectus inferior dan obliks inferior ekstorsi (berputar ke luar) yang ditandai dengan tanda panah melengkung.12Arah gaze yang menyebabkan diplopia atau meningkatkan pemisahan objek dapat membantu menentukan struktur mana yang menimbulkan diplopia. Singkatnya, jika diplopia binokuler horizontal lebih buruk pada arah gaze kiri, maka bisa saja karena mata kiri tidak dapat abduksi (palsi saraf VI) atau karena mata kanan tidak dapat adduksi (oftalmoplegia intranuklear kanan).121. Penyakit orbita atau restriksi otot ekstraokulerSebagian besar pasien dengan penyakit orbital atau restriksi otot ektraokuler akan memiliki tanda periorbita atau abnormalitas orbita yang mencolok saat pemeriksaan. Pasien harus ditanyai mengenai perubahan bentuk karena perubahan awal atau perubahan simetris sulit dideteksi oleh pemeriksa. Sebagai contoh, tanda seperti retraksi kelopak mata dan edema periorbita pada penyakit seperti oftalmopati terkait tiroid yang kurang nyata pada stadium awal penyakit. Foto lama atau foto SIM pengemudi sangat berguna dalam deteksi perubahan yang subtil. Pasien juga harus ditanyai tentang operasi mata, trauma dan nyeri mata sebelumnya.122. Kelemahan Ekstraokuler MiopatikMiopati mitokondrial, di antaranya miopati kongenital, dan distrofi muskuler seperti distrofi okulofaringeal, dapat dengan keluhan diplopia karena kelemahan otot ekstraokuler yang signifikan. Jika dicurigai sebuah miopati, gejala yang menunjukkan kelemahan otot kranial atau skeletal lain harus diketahui. Informasi mengenai riwayat keluarga dan riwayat kelemahan otot pada masa kanak-kanak harus dikumpulkan. Sebagai catatan, miopati inflamatori seperti dermomiositis, polimiositis, dan miopati diinduksi steroid tidak pernah melibatkan otot-otot ekstraokuler. Penjelasan alternatif untuk diplopia pada kelainan ini harus dicari.123. Kelainan Neuromuscular JunctionKelemahan yang berfluktuasi adalah tanda khas dari disfungsi neuromuscular junction, dan pasien dengan diplopia harus ditanya mengenai variasi diurnal diplopia. Sebagai contoh, diplopia yang tidak dijumpai pada pagi hari dan memburuk secara progresif sepanjang siang hari atau memburuk saat membaca merupakan gejala yang umum pada kelainan neuromuscular junction yang mempengaruhi otot ekstraokuler. Lebih dari 50% pasien dengan miastenia gravis, yang merupakan kelainan neuromuscular junction terbanyak, ditandai dengan ptosis dan diplopia tanpa gejala atau tanda kelemahan lain.124. Palsi Saraf Kranial III, IV, dan VIInformasi mengenai riwayat penyakit sebaiknya dikumpulkan dengan pemahaman yang baik mengenai jalur saraf kranial III, IV, dan VI dari batang otak sampai orbita. Saraf kranial yang menginervasi otot-otot ekstraokuler dapat terluka di berbagai tempat dari mata ke otak: 1) orbita, 2) fisura orbita superior, 3) sinus cavernosus, 4) ruang subarachnoid, dan 5) batang otak. Deskripsi mengenai riwayat, gejala, dan hasil pemeriksaan yang terkait adalah vital untuk melokalisasi tempat perlukaan dan lokalisasi akan menuju ke diagnosis banding yang akurat. Sebagai contoh, pasien berusia 65 tahun dengan sakit kepala berat dan palsi saraf III terisolasi dengan midriasis, dan pupil yang paralisis mengimplikasikan luka kompresif saraf kranial III di ruang subarachnoid, dan penyebab yang paling mungkin adalah aneurisme intrakranial yang melibatkan arteri posterior komunikans.12Saat palsi saraf kranial terjadi dalam isolasi, pasien harus ditanya mengenai faktor risiko vaskuler dan diabetes karena infark iskemik mikrovaskuler dari saraf kranial III, IV, dan VI dapat terjadi. Vaskulitis sistemik seperti arteritis temporal, dapat dengan palsi saraf kranial; gejala klaudikasio rahang, sakit kepala, tender kulit kepala, dan artralgia harus ditanyakan pada pasien usia tua dengan diplopia karena palsi saraf kranial.12Palsi saraf kranial III biasa dengan gejala diplopia vertikal dan horizontal yang akan membaik bila mata yang terkena diabduksi karena otot rektus lateral dan saraf kranial VI mengabduksi mata. Palsi saraf kranial IV biasa dengan diplopia vertikal yang memburuk atau hanya muncul saat melihat dekat dan gaze ke bawah dalam arah yang berlawanan dari mata yang terkena. Karena otot oblik superior mengintorsi mata, pasien dengan palsi saraf IV juga melaporkan bahwa salah satu gambaran tampak miring. Pasien dengan palsi saraf VI mengalami diplopia horizontal yang memburuk saat mata yang terkena diabduksi (misal pada pandangan ke lateral ke sisi mata yang terkena) atau saat melihat objek dari jauh karena mata akan berdivergensi.125. Lesi batang otakLesi pada batang otak pada jalur supranuklear, nuklei saraf kranial, atau fasikulus saraf kranial jarang menimbulkan diplopia terisolasi. Sebaliknya, sebagian besar pasien mengalami diplopia yang terkait dengan gejala neurologis tambahan karena struktur anatomis yang mengontrol fungsi sensorik, motorik, koordinasi, dan gait berada dekat struktur yang mengontrol pergerakan mata. Pengetahuan akan struktur-struktur di otak tengah, pons, dan medulla diperlukan untuk melokalisasi lesi menggunakan informasi dari riwayat penyakit. Pasien harus ditanya tentang mati rasa dan kelemahan fasial, kehilangan pendengaran, disfagia, disartria, vertigo, dan ketidakseimbangan serta inkoordinasi, mati rasa, atau kelemahan pada ekstremitas.126. Jalur supranuklearJalur supranuklear membuat koneksi ke dan antara nuclei saraf kranial dan berasal dari korteks, batang otak, serebelum, dan struktur vestibuler perifer. Disfungsi supranuklear dapat menimbulkan abnormalitas arah gaze konjugat atau diskonjugat. Jika kedua mata mengalami derajat parese yang setara pada arah gaze yang sama karena lesi supranuklear, maka defisitnya konjugat dan pasien tidak mengalami diplopia. Defisit dapat congenital maupun didapat.Palsi gaze supranuklear dapat horizontal maupun vertical. Pada sebagian besar kasus, palsi gaze horizontal konjugat berlokasi ke pons atau korteks frontal dan palsi gaze vertical konjugata berlokasi ke otak tengah. Palsi gaze diskonjugat memiliki beragam lokasi. Contoh dari palsi gaze horizontal supranuklear diskonjugat adalah oftalmoplegia intranuklear. Oftalmoplegia intranuklear dicirikan dengan deficit adduksi pada mata di sisi yang sama dengan lesi dengan nistagmus simultan mata yang abduksi selama gaze lateral, dan sering dikaitkan dengan sklerosis multiple atau stroke. Contoh dari palsi vertical supranuklear diskonjugat adalah deviasi miring. Lokasinya di batang otak, serebelum, atau sistem vestibuler perifer. Tidak seperti palsi gaze konjugat, palsi gaze diskonjugat menimbulkan diplopia karena misalignment okuler terjadi pada satu atau banyak arah gaze.12Seperti pada luka saraf kranial dan nukleinya, lesi jalur supranuklear sering disertai gejala dan tanda neurologis lain. Banyak struktur dan etiologi yang umumnya dikaitkan dengan lesi jalur supranuklear. Pasien harus ditanya mengenai kelemahan, mati rasa, impairment kognitif, ketidakseimbangan, inkoordinasi, disfagia, disartria, vertigo, mual, dan muntah.12

2.7Diagnosis2.7.1 AnamnesisAnamnesis yang lengkap dan menyeluruh merupakan evaluasi yang paling berguna dalam menangani pasien dengan diplopia. Setiap upaya dibuat untuk menyakinkan apakah diplopia yang terjadi adalah diplopia monokuler atau binokuler karena akan sangat menentukan mekanisme terjadi dan penyebabnya. Pada pasien dengan diplopia binokuler, pemeriksa dapat mengevaluasi kelainan-kelainan yang dapat menimbulkan misalignment okuler baik karena proses neurologis maupun karena penyakit orbita. Sedangkan pada pasien dengan diplopia monokuler, pemeriksa dapat memfokuskan pada kelainan di mata.1,12Tiga gejala yang penting harus diketahui dengan jelas:1. Apakah menutup salah satu mata membuat diplopia hilang? Jika seorang pasien ragu apakah ia mengalami diplopia monokuler atau binokuler, pasien disuruh melihat sebuah objek yang ada di ruang pemeriksaan yang tampak ganda dan menentukan apakah penglihatan ganda menetap jika mata kanan ditutup atau menetap jika mata kiri yang ditutup. Namun, perlu diingat bahwa diplopia monokuler dapat terjadi pada kedua mata secara simultan (disebut diplopia monokuler bilateral). 1,122. Apakah deviasi sama pada semua arah gaze (pandangan) atau oleh penekukan dan pemutaran kepala dalam berbagai posisi? Hal ini menentukan deviasi komitan, dengan tanpa perbedaan dalam pemisahan objek-objek pada semua arah gaze. Jika taraf deviasi berubah (dan mungkin hilang pada arah tertentu) maka deviasinya inkomitan dan diperkirakan ada masalah inervasi, paling mungkin adalah parese otot. 1,123. Apakah objek kedua terlihat horizontal (bersisian) atau vertikal (atas dan bawah)? Diplopia obliks (terpisah secara horizontal dan vertikal) dapat dipertimbangkan sebagai manifestasi diplopia vertikal. 1,12 Pada diplopia oblik vertikal, obyek akan tampak doble dimana bayangan terletak diatas bayangan lainnya dan agak diagonal. Diplopia oblik disebabkan oelh kelumpuhan otot oblikus atau otot rektus superior dan inferior. 9,10Dalam anamnesis juga perlu memasukkan elemen-elemen yang dapat membantu melokalisasikan sumber masalah. Seperti biasa pemeriksa harus mengumpulkan informasi mengenai onset, durasi, frekuensi, gejala-gejala yang berhubungan, dan faktor yang menimbulkan atau menghilangkan keluhan. Pasien harus ditanya dengan spefisik mengenai penurunan visus, trauma, strabismus masa kanak-kanak, ambliopia, dan pembedahan mata atau strabismus sebelumnya. Yang juga penting adalah meninjau seluruh sistem neurologis dan oftalmis. 1,12

2.7.2 Pemeriksaan untuk Lokalisasi AnatomikPemeriksaan semua fungsi sensorik visual normal dan fungsi motorik okuler perlu dalam evaluasi diplopia. Tajam penglihatan yang paling baik diperbaiki, lapangan pandang ke konfrontasi, penampakan pupil, dan reaksi terhadap cahaya, dan fundus posterior harus diperiksa pada setiap pasien. Sebagai tambahan, jika respons cahaya pupil abnormal untuk salah satu mata, maka respons pupil saat melihat target yang dekat harus dicatat (bagian dari refleks akomodasi). Alignment harus diperhatikan saat pasien fiksasi pada target jarak jauh dan dekat pada semua arah gaze, dan evaluasi duksi, versi, saccade, dan pursuit harus dilakukan. Alat yang sangat berguna untuk mengukur tajam penglihatan adalah pinhole yang memungkinkan pasien melihat melalui lubang kecil. Pinhole dapat mengeliminasi kelainan refraktif dan mengeliminasi diplopia monokuler yang disebabkan oleh banyak tipe kelainan refraktif.12

2.7.3 Pemeriksaan Diplopia MonokulerUntuk menentukan penyebab okuler spesifik dari diplopia monokuler perlu dilakukan pemeriksaan oftalmologik lengkap termasuk pemeriksaan slit lamp. Jika keahlian atau perlengkapan inadekuat, konsultasi oftalmologik harus dilakukan untuk refraksi dan pemeriksaan kornea, iris, lensa, media okuler, dan retina untuk setiap pasien yang mengeluh diplopia monokuler. Jika pinhole mengoreksi diplopia, maka penyebabnya mungkin melibatkan kornea atau lensa. Kelainan macula retina tidak akan membaik dengan pinhole. Amsler chart dapat digunakan untuk mengidentifikasi penyakit macula yang harus diverifikasi dengan oftalmoskopi direk.12

2.7.4 Pemeriksaan Diplopia BinokulerPemeriksaan pasien dengan misalignment okuler tidak hanya mencakup pemeriksaan pergerakan mata. Pemeriksa harus mengukur atau memperhatikan misalignment okuler dari berbagai arah gaze, pembengkakan periorbital, abnormalitas orbital seperti eksoftalmus/ proptosis atau enoftalmus, injeksi konjungtiva atau sklera, posisi palpebra, dan kelemahan otot-otot ekstraokuler atau otot levator palpebra. Pemeriksaan neurologis lengkap perlu dilakukan.121. Pemeriksaan Bola Mata, Orbita, dan Kelopak MataEksoftalmometer digunakan untuk mendeteksi dan mengukur proptosis atau enoftalmus, dan pembacaan yang lebih besar dari 21 mm untuk salah satu mata atau perbedaan lebih dari 2 mm antara tiap mata mengindikasikan proptosis atau enoftalmus. Beberapa orang (misal wanita Afrika-Amerika) memiliki orbita yang dangkal dan pembacaan antara 23-25 mm adalah normal. Jika eksoftalmometer tidak tersedia, pemeriksa dapat melihat mata dari satu sisi atau dari atas untuk mengevaluasi asimetri.12Fungsi palpebra dan posisinya juga harus diperiksa. Posisi palpebra atas harus sedikit berada di bawah puncak iris. Jika kelopak atas berada di atas iris dan sklera tampak, didiagnosis sebagai retraksi palpebra, dan jika palpebra ketinggalan di belakang mata dengan gaze ke bawah disebut lid lag. Kedua tanda ini sangat umum pada pasien dengan oftalmopati terkait-tiroid. Penyakit pada otak tengah dorsal dapat menyebabkan retraksi palpebra tapi tidak lid lag. Ptosis timbul bila jarak antara reflex cahaya kornea di tengah pupil (terlihat saat pasien fiksasi pada cahaya yang diarahkan padanya) dan palpebra atas kurang dari 4 mm. Penyebab neurologis ptosis berasal dari disfungsi otot levator palpebra, yang dikontrol oleh saraf kranial III, atau dari disfungsi otot Muller, yang dikontrol oleh inervasi simpatis. Ptosis dari kelemahan otot Muller disebabkan oleh sindrom Horner selalu minimal dan seringkali palpebra bawah sedikit terangkat. Foto-foto lama membantu diferensiasi proses akut vs kronik yang melibatkan bola mata, orbita, dan kelopak.122. Pemeriksaan Pergerakan Otot EkstraokulerPosisi gaze pokok diperiksa dengan menyuruh pasien mengikuti target atau jari pemeriksa yang berada pada jarak 12 sampai 14 inci dari mata pasien. Jika duksi atau versi terbatas, pemeriksa harus menentukan apakah keterbatasan disebabkan oleh proses restriktif, kelemahan otot, disfungsi neuromuscular junction, palsi saraf kranial, atau proses supranuklear. Tes duksi paksa berguna untuk mendeteksi keterbatasan mekanik untuk pasien dengan keterbatasan otot ekstraokuler yang substansial. Setelah pemberian anestesi topical kornea dan konjungtiva, ujung kapas digunakan untuk mencoba menggerakkan atau memaksa mata kearah di mana ada keterbatasan. Jika tidak ada tahanan maka berarti tidak ada restriksi mekanik.12Pemeriksaan secara garis besar mungkin tidak sensitif untuk mengetahui penyebab diplopia binokuler, khususnya bila berhubungan dengan palsi saraf III atau IV parsial. Maddox rod- sebuah lensa merah dengan ridge- atau sebuah lensa merah tanpa ridge dapat dipakai untuk menentukan keberadaan dan derajat misalignment okuler. Lensa merah dipegang di depan mata kanan, sedangkan pasien melihat cahaya putih pinpoint dari transluminator oftalmoskop atau dari sumber cahaya lain yang dipegang oleh pemeriksa. Lokasi dari bar merah dilihat oleh pasien menggunakan Maddox rod, atau cahaya merah dilihat oleh pasien menggunakan lensa merah tanpa ridge, dalam hubungan dengan cahaya putih mengindikasikan bagaimana mata misalignment. Torsi okuler dapat diukur menggunakan double Maddox rod.123. Pemeriksaan Neuromuscular JunctionPemeriksaan untuk tanda otot ekstraokuler fatigable dan kelemahan palpebra fatigable dengan pemulihan kekuatan didapat dengan teknik-teknik seperti sustained gaze atau penutupan mata repetitif. Kelelahan otot ekstraokuler sulit untuk diamati namun usaha untuk mempertahankan posisi eksentrik gaze oleh pasien yang mengalami kelainan neuromuscular junction akan menunjukkan peningkatan strabismus, bahkan pada pasien tanpa bukti awal misalignment okuler. Tes duksi dan versi berulang otot ekstraokuler tanpa istirahat atau pemulihan setelah mempertahankan gaze akan meningkatkan oftalmoplegia. Kelemahan pada otot levator palpebra menyebabkan ptosis. Ptosis yang dicirikan pemulihan setelah istirahat dikenal sebagai Cogans lid twitchyang diamati dengan menyuruh pasien mempertahankan fiksasi pada gaze ke bawah selama 10-20 detiik. Pasien kemudian refiksasi dengan saccade (gerakan mata yang cepat) pada sebuah target pada gaze primer (lurus ke depan). Jika saat kembali ke gaze primer palpebra yang ptosis terangkat dan jatuh dengan cepat, Cogans lid twitch positif. Trias ptosis fatigable, kelemahan otot ekstraokuler fatigable, dan kelemahan otot orbicularis oculi merupakan dugaan kuat miastenia.124. Pemeriksaan Saraf Kranial III, IV, dan VIPemeriksaan batas pergerakan otot ekstraokuler serta penentuan derajat misaligment horizontal atau vertikal pada berbagai posisi gaze, dan dengan kepala miring ke kanan atau ke kiri, dapat membantu menentukan keterlibatan saraf kranial untuk defisit yang terjadi. Misalignment okuler paling nyata pada arah gaze dari otot yang mengalami kelemahan.Saraf kranial III menginervasi otot rectus superior, inferior, dan medial; otot obliks inferior; otot sfingter pupil; dan levator palpebra superior. Lesi pada saraf III memiliki gejala: supraduksi terbatas, infraduksi, dan adduksi; midriasis dan paralisis pupil total atau parsial; dan ptosis total atau parsial dari mata yang terkena. Ketika mata yang normal fiksasi pada target yang jauh pada gaze primer, mata yang sakit biasanya akan ke bawah dan keluar karena kerja otot rektus obliks superior dan rectus lateral yang diinervasi saraf IV dan VI yang tidak dapat dilawan. Paralisis total otot ekstraokuler dan palpebra tanpa keterlibatan pupil paling karena iskemia saraf III. Pada kasus palsi saraf III, Maddox rod atau tes kaca merah diperlukan untuk memverifikasi diagnosis. Maddox rod memperlihatkan hiperdeviasi pada mata yang sakit pada gaze ke bawah dan hiperdeviasi mata yang sehat pada gaze ke atas dikenal sebagai hiperdeviasi alternatif. Ada juga eksodeviasi yang memburuk saat mata yang sakit diadduksi.12,26Saraf kranial IV menginervasi otot obliks superior yang infraduksi dan intorsi mata. Saat mata yang normal fiksasi pada target yang jauh pada gaze primer, misaligment tidak tampak, untuk itu karena keterbatasan pada gaze ke bawah sulit diamati secara langsung, palsi saraf IV kurang dikenal. Jika tanpa keterbatasan dengan infraduksi dan adduksi jelas bagi pemeriksa, pasien dapat disuruh melihat garis lurus pada kertas yang ditempatkan dekat dan di bawah mata ke kanan dan ke kiri. Jika penglihatan ganda ada, pasien menggambar gambar kedua yang salah. Gambar yang salah harus berada di bawah garis dan miring pada kasus-kasus palsi saraf IV yang membuat tanda panah yang menunjuk ke sisi yang palsi. Oleh karena fungsi intorsi otot obliks superior, pemisahan gambar ganda meningkat saat kepala dimiringkan ke arah sisi yang palsi saraf IV dan defisit membaik jika kepala dimiringkan ke sisi yang berlawanan dengan palsi saraf IV. Singkatnya palsi saraf IV memburuk bila kepala dimiringkan. 12,26Saraf kranial VI menginervasi otot rectus lateral yang mengabduksi mata. Saat mata yang normal difiksasi pada target yang jauh pada gaze primer, mata yang sakit akan deviasi ke dalam (esotropia).125. Pemeriksaan batang otakSupaya dapat mengetahui fungsi batang otak, saraf III, IV, dan VI juga saraf kranial lain- harus dites. Tes kekuatan dan sensasi fasial, sensasi kornea, kekuatan maseter, pendengaran, elevasi palatum dan uvula, kekuatan sternokleidomastoid dan trapezius, refleks muntah, dan posisi dan kekuatan lidah akan melengkapi pemeriksaan saraf kranial.126. Pemeriksaan jalur supranuklearKemampuan untuk mengatasi keterbatasan motilitas okuler adalah pemeriksaan yang penting pada defisit motilitas supranuklear. Pada kasus dengan lesi supranuklear, nuklei yang mengontrol saraf III, IV dan VI masih intak dan fasikulus masih berfungsi normal. Oleh karena itu, stimulasi nuklei dengan gerakan kepala menimbulkan duksi okuler penuh. Untuk melakukan manuver okulosefalik, pasien harus fiksasi pada objek yang jaraknya 14-16 inci, seperti jempol pasien atau hidung pemeriksa. Kemudian, saat pasien sedang fiksasi, kepala di putar ke kanan dan kiri dan atas dan bawah. Gerakan kepala ini mengatasi keterbatasan duksi atau versi karena kelainan disfungsi jalur supranuklear.127. Lain-lainIndividu yang histeris mungkin mengeluh diplopia. Photopsia dan skotoma yang terjadi selama aura migraine klasik mungkin dapat dikira sebagai diplopia. Karena axis visual hanya dapat bertempat di satu lokasi pada ruang 3D, objek yang yang berada di depan atau belakang tampak ganda. Hal ini dapat didemonstrasikan dengan fokus pada satu jari sejauh lengan. Objek yang berada di belakang jari tampak kabur dan ganda. Pemindahan fokus ke objek pada arah yang sama namun di belakang jari menyebabkan objek jadi tunggal, sedang jari tampak kabur dan ganda. Jika seseorang tiba-tiba sadar akan diplopia ini menunjukkan kelainan fungsi serebral yang lebih tinggi.12,18

2.8 PenatalaksanaanPenatalaksanaan diplopia bergantung pada penyebab diplopia itu sendiri. Setiap etiologi memiliki riwayat dan morbiditas yang terkait.7,8Pada kasus diplopia monokuler dilakukan koreksi refraksi. Untuk kelainan orbita pemeriksaan CT scan dan MRI adalah suatu indikasi. Dilakukannya pemeriksaan MRI pada pasien dengan parese nervus Kranialis III parsial dengan atau tanpa disertai sparing pupil yang tidak ada riwayat diabetes atau hipertensi untuk menyingkirkan kemungkinan perdarahan subarachnoid, lesi infiltratif, atau proses intraparenkim.25 Pada kasus-kasus kronik, diplopia binokuler, MRI adalah suatu indikasi kecuali jika etiologi sudah jelas. Pembedahan atau pemberian obat-obatan atau penggunaan lensa prisma dapat mengurangi gejala diplopia bila etiologinya telah ditemukan dan keadaan umum telah baik.151. Klinis Menutup satu mata: menutup mata sering diperlukan, karena pasien harus terus beraktivitas sambil menunggu intervensi.1 Lensa oklusif stick-on dapat dipakaikan ke kacamata untuk meminimalkan handicap pada penggunaan tutup mata, sambil mengaburkan satu mata untuk meminimalkan penglihatan ganda yang mengganggu. 1 Prisma Fresnel: prisma ini dapat melekat ke kacamata. Meski prisma ini hanya cocok untuk deviasi stabil yang ada di semua arah gaze, prisma ini mengaburkan gambar dari mata itu dan berfungsi dalam banyak hal seperti lensa oklusif. 1 Pengobatan miastenia gravis: mestinon atau agen antikolinergik kerja lama, serta kortikosteroid.1

2. Pembedahan Pembedahan strabismus kadang-kadang diperlukan. Resesi/ reseksi khas jarang diindikasikan karena satu otot yang sering lemah permanen, dan pembedahan standar apapun akan kehilangan efek pada akhirnya. Pengecualian pada fraktur blow out saat dilakukan pelepasan pada penjepitan jaringan lunak dari fraktur di dasar orbita dapat sangat efektif. 1 Pembedahan transposisi (pembedahan Hummelsheim). Dengan paralisis permanen otot rectus lateral, mengatasi kerja otot rectus medial yang tidak dilawan, mungkin dilakukan dengan membagi otot rectus superior dan inferior dan dengan memasukkan setengah lateral dari kedua otot itu ke insersio otot rectus lateral. Jika tidak, resesi otot rectus medial yang tercapai hanya dalam waktu sementara. Meskipun dapat melihat tunggal pada pandangan lurus, diplopia tetap ada dengan pandangan ke otot yang paralisis. 1 Paralisis otot obliks superior KnappDengan kelemahan permanen otot obliks superior, mungkin dapat dilakukan pelemahan otot yoke mata yang lain (otot rectus superior) juga yang merupakan antagonis direk (otot obliks inferior) pada mata yang sama, bersama-sama dengan pemendekan otot yang terkena, dapat meminimalkan deviasi. 1 KemodenervasiMembantu mencegah kontraktur di mata dengan paresis otot ekstraokuler, khususnya saat kembalinya fungsi diharapkan. Injeksi multipel selama beberapa bulan dengan toxin botulinum ke otot rectus medial mengurangi kontraktur karena kelemahan otot rectus lateral akibat paralisis saraf VI. Efeknya lebih permanen dibanding dengan yang diharapkan, otot yang tidak disuntik malah membantu pemendekan dan kontraktur. 1

2.9 KomplikasiPada bayi dan balita, diplopia dapat menyebabkan supresi atau ambliopia.1Ambliopia adalah suatu keadaan mata dimana tajam penglihatan tidak mencapai optimal sesuai dengan usia dan intelegensinya walaupun sudah sudah dikoreksi kelainan refraksinya. Pada ambliopia terjadi penurunan tajam penglihatan unilateral atau bilateral disebabkan karena kehilangan pengenalan bentuk, interaksi binokuler abnormal, atau keduanya, dimana tidak ditemukan kausa organik pada pemeriksaan fisik mata dan pada kasus yang keadaan baik, dapat dikembalikan fungsinya dengan pengobatan.162.10 Prognosis Penyebab diplopia bervariasi dari yang ringan hingga kondisi yang memiliki konsekuensi kesehatan yang besar. 1 Sebagai patokan, pasien dengan multipleks mononeuritis diabetik yang sembuh spontan dalam 6 minggu. Penyebab optikal (misal dislokasi lensa, kelainan korneal) dapat diperbaiki. Fraktur blow out memiliki prognosis berbeda tergantung jumlah jaringan yang rusak Pusat (neurologik) menyebabkan diplopia dapat memiliki konsekuensi yang serius dan dalam hal tumor primer atau sekunder, prognosisnya jelek.

BAB 3PENUTUP

Diplopia adalah kelainan mata yang terjadi akibat lesi pada organ mata maupun faktor lainnya. Kelainan ini basanya menyebabkan adanya penglihatan ganda pada seseorang. Diplopia dapat terjadi pada semua kalangan usia. Diplopia dapat diketahui penyebabnya dengan cara menemukan lesi yang spesifik pada organ mata dengan metode pemeriksaan tertentu.Diplopia dapat menyerang siapa saja dan kapan saja, oleh karena itu diharapkan dan disarankan kepada setiap individu, setelah membaca dan memahami mengenai diplopia dan cara pencegahan untuk dapat mengaplikasikan bentuk-bentuk tindakan yang tepat demi meminimalisirkan dampak negatif yang terjadi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Patel, Anil. 2008. Etiologi and Management of Diplopia. Geriatric and Aging June 2003 Vol 6, Num 6

2. Wessels IF. 2014.Diplopia. Available from: URL: HIPERLINK http://emedicine.medscape.com/article/1214490-overview

3. Finlay A. 2014. The differential diagnosis of diplopia. Available from: URL: HIPERLINK http://www.optometry.co.uk

4. Rucker JC. 2008. Nystagmus and Related Ocular Motility Disorders. In: Kidd DP, Newman NJ, Biousse V, editors. Neuro-ophthalmology. Philadelphia: Butterworth-Heinemann

5. Blake P, Mark A, Kattah J, Kolsky M. MR of Oculomotor Nerve Palsy. Am J Neuroradiology 1995; 16: 1665-72

6. Kathryn Colby, MD, PhD. 2009. Diplopia ( double vision ). Diunduh dari http://www.merckmanuals.com/professional/sec09/ch098/ch098e.html

7. Del Monte, MA. Symposium: An approach tostrabismus and diplopia in the adult patient.Am Orthopt J 1994;44:1-65

8. The Differential Diagnosis of Diplopia. Available at http: optometry.co.uk/files/2c8b0cc4c7b2636385085b3991c91c9f03efinlay20001006.pdf

9. Kanski JJ. Third nerve, fourth nerve and Sixth nerve. Clinical Opthalmology A systematic Approach 5th ed. Page: 631-8

10. Langston D. Cranial Nerve Palsy. E-book Manual of Ocular Diagnosis and Therapy 5th ed, Little Brown 2002; 20-21

11. Anatomi bola mata.http://ilmu-keperawatann.com/anatomi-dan-fisiologisistem-sensori.htm

12. Diplopia. Dorlands illustrated medical dictionary. 28th ed. Philadelphia: W.B. Saunders, 1994:475

13. Diplopia and eye movement disorders. Available from: https://spiral.imperial.ac.uk/bitstream/10044/1/439/1/Diplopia%20and%20eye%20movement.pdf

14. Pearce EC.. Anatomi dan fisiologi untuk paramedis. Alih bahasa: Handoyono SM. Jakarta. PT Gramedia.2009 :314-324

15. Double vision (Diplopia). Available from : http://www.webmd.com/eye-health/double-vision-diplopia-causes-symptoms-diagnosis-treatment

16. Ilyas, Sidarta. 2012. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : Badan Penerbit Fakultas Kedokteran UI

17. Izak F Wessels, MBBCh, MMed, FRCSE, FRCO. 2009. Diplopia Differential Diagnoses & Workup. diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/1214490-diagnosis

18. Pelak VS. 2004.Evaluation of diplopia: An anatomic and systemic approach. Hospital Physician: March, 2004.

19. Lutwak, Nancy. 2011. Binocular Double Vision A Review. American Journal of Clinical Medicine-Fall 2011-Volume Eight Number Three.

20. Fraunfelder FW, Fraunfelder FT. 2009. Diplopia and fluoroquinolones. Ophthalmol. 2009;116(9):1814-7.

21. Rucker JC, Tomsak RL. 2005. Binocular diplopia. A practical approach. Neurologist. 2005;11(2):98-110.

22. Rucker JC. 2007. Oculomotor disorders. Semin Neurol. 2007:Jul;27(3):244-56.

23. Friedman DI. 2010. Pearls: diplopia. Semin Neurol. 2010;Feb;30(1):54-65

24. Hartono. Patologi Gerak Bola Mata. Sari Neurooftalmologi. Yogyakarta. Pustaka Cendikia Press; 2006; 48-59.

25. Hans S, Kim J, Hwang J. Presistent Diplopia After Retrobulber Anasthesia. Journal of Cataract and Refractive Surgery 2004: 30: 1248-53