LEMBAR PERSETUJUAN Telah disetujui Referat dengan Judul : DEMAM PADA ANAK Disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Mayor Ilmu Kesehatan Anak Batam, 17 Juni 2013 Pembimbing Referat Disusun oleh : dr. Rudi Ruskawan, Sp.A Ferdy, S.Ked 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
LEMBAR PERSETUJUAN
Telah disetujui Referat dengan Judul :
DEMAM PADA ANAK
Disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Mayor Ilmu
Kesehatan Anak
Batam, 17 Juni 2013
Pembimbing Referat Disusun oleh :
dr. Rudi Ruskawan, Sp.A Ferdy, S.Ked
NIM. 030.08.102
1
BAB I
PENDAHULUAN
Demam merupakan salah satu manifestasi klinis tersering yang menyebabkan anak
datang untuk mendapatkan pengobatan pada praktek sehari-hari. Pada peneliti beranggapan
bahwa masalah demam berawal dari suatu hipotesis yang menyatakan bahwa demam
merupakan suatu proses alamiah yang timbul sebagai suatu respon terhadap stimulus tertentu.
Ahli dari Mesir beranggapan bahwa demam diakibatkan oleh inflamasi lokal. Billroth (1868)
menyuntikkan pus pada binatang untuk membuktikan pendapat tersebut, ternyata demam
yang terjadi sebagai akibat adanya endotoksin, yaitu produk bakteri gram-negatif yang
mengkontaminasi bahan suntikan. Pada tahun 1943, Menkin melakukan penelitian yang sama
dan berhasil mengisolasi bahan penyebab demam yang disebut pyrexin. Hasil percobaannya
juga tercemar oleh endotoksin, karena sifatnya yang stabil terhadap pemanasan maka disebut
sebagai endotoxin-induced fever. Beeson (1948) menggunakan teknik antiseptik untuk
menghindari endotoksin dan berhasil mengisolasi fever-inducing substance yang berasal dari
leukosit pejamu, yang disebut pirogen endogen. Selanjutnya, Gery dan Waksman berhasil
mengidentifikasi Interleukin 1 (IL-1) dikenal sebagai sitokin yang terbukti identik dengan
pirogen endogen.
Demam adalah keadaan suhu diatas normal sebagai akibat peningkatan suhu di pusat
pengaturan suhu di hipotalamus, yang dipengaruhi oleh mediator inflamasi penginduksi
demam. Pengaturan suhu pada keadaan sehat atau demam merupakan keseimbangan antara
produksi dan pelepasan panas. Hipertermia merupakan peningkatan suhu tubuh yang tidak
diatur oleh pusat pengaturan suhu, tetapi disebabkan oleh ketidakseimbangan antara produksi
dan pembatasan panas. Mediator demam atau yang biasa disebut pirogen, dalam hal ini tidak
ikut terlibat. Oleh karena itu, pusat pengaturan suhu di hipotalamus berada dalam keadaan
normal.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Demam atau pireksia merupakan kata yang diambil dari bahasa yunani yang berarti
api (pyro). Demam merupakan suatu keadaan peningkatan suhu diatas normal yang
disebabkan perubahan pada pusat pengaturan suhu tubuh. Suhu normal tubuh berbeda
tergantung dari daerah pengukuran. Batasan normal suhu tubuh antara lain sebagai berikut :
1. Temperatur oral berkisar antara 33,2 – 38,20 C
2. Temperatur rektal berkisar antara 34,4 – 37,80 C
3. Temperatur aksila berkisar antara 35,5 – 37,50 C
4. Temperatur membran timpani berkisar pada 35,4 – 37,80 C
Suhu tubuh bervariasi pada setiap individunya, tergantung pada berbagai faktor;
antara lain umur, jenis kelamin, lingkungan, temperatur ruangan, tingkat aktivitas, dan
sebagainya. Peningkatan suhu tubuh tidak selalu mengisyaratkan terjadinya demam. Sebagai
contoh, peningkatan suhu tubuh pada seseorang akan meningkat pada keadaan peningkatan
metabolisme tubuh (latihan fisik), tetapi hal tersebut tidak didefinisikan sebagai demam,
karena pusat pengaturan suhu tubuh di otak berada pada batas normal.
B. Etiologi
Demam dapat disebabkan oleh suatu substansi yang dinamakan pirogen, yaitu
substansi atau zat yang dapat memicu demam. Pirogen terbagi menjadi pirogen endogen dan
pirogen eksogen.
Pirogen endogen antara lain ialah sitokin yaitu molekul yang merupakan bagian dari
sistem imun innate. Pirogen tersebut diproduksi oleh sel fagosit dan menyebabkan
peningkatan pada pusat pengaturan suhu di hipotalamus. Pirogen endogen mayor antara lain;
interleukin-1 (α dan β), interleukin-6, dan tumor nekrosis faktor-α. Pirogen endogen minor
antara lain; interleukin-8, tumor nekrosis faktor-β, protein inflamatorik makrofag, dan
interferon. Sitokin tersebut dilepaskan ke sirkulasi sistemik, dimana substansi tersebut akan
bermigrasi ke organ sirkumventrikular dari otak melalui absorpsi berbantuan melalui sawar
darah otak. Sitokin tersebut akan berikatan dengan reseptor endotelial pada pembuluh darah,
3
atau berinteraksi dengan sel mikroglia lokal. Ketika sitokin tersebut telah berikatan, jalur
asam arakidonat kemudian diaktifkan, yang pada akhirnya menyebabkan perubahan pada
regulasi termostat hipotalamus.
Pirogen eksogen yang diketahui antara lain komponen dari dinding sel bakteri. Suatu
protein imunologis yang disebut lipopolysaccharide-binding protein (LBP) berikatan dengan
reseptor CD-14 dari makrofag. Hasil ikatan tersebut akan menyebabkan pelepasan berbagai
sitokin endogen, seperti interleukin-1, interleukin-6, dan tumor nekrosis faktor. Dengan kata
lain, faktor pirogen eksogen tersebut akan merangsang pengeluaran pirogen endogen, yang
kemudian pada akhirnya merangsang jalur asam arakidonat.
Berdasarkan kaitan pirogen dengan produk mikroba, maka dapat dibagi menjadi dua
kelompok besar, yaitu pirogen mikrobial dan non-mikrobial, pirogen-pirogen tersebut antara
lain :
1. Pirogen mikrobial
- Bakteri gram positif
Pirogen utama bakteri gram positif (misalnya Stafilokokus) adalah peptidoglikan
dinding sel. Per unit berat, endotoksin lebih aktif daripada peptidoglikan. Hal ini
menerangkan perbedaan prognosis lebih buruk berhubungan dengan infeksi bakteri
gram negatif. Mekanisme yang bertanggung jawab terjadinya demam yang
disebabkan infeksi Pneumokokus diduga proses imunologik. Penyakit yang
melibatkan produksi eksotoksin oleh basil gram positif pada umumnya demam yang
ditimbulkan tidak begitu tinggi dibandingkan dengan gram positif piogenik atau
bakteri gram negatif lainnya.
- Bakteri gram negatif
Pirogenitas bakteri gram negatif (misalnya E.coli dan Salmonela) disebabkan adanya
heat-stable factor yaitu endotoksin, suatu pirogen eksogen yang pertama kali
ditemukan. Komponen aktif endotoksin berupa lapisan luar bakteri yaitu
lipopolisakarida. Endotoksin menyebabkan peningkatan suhu yang progresif
tergantung dari dosis (dose-related). Endotoksin gram negatif tidak selalu merangsang
terjadinya demam; pada bayi dan anak yang lebih kecil, infeksi gram negatif sering
memberikan manifestasi hipotermia.
- Virus
Telah diketahui secara klinis bahwa virus menyebabkan demam. Pada tahun 1958,
dibuktikan adanya pirogen yang beredar dalam serum kelinci yang mengalami demam
setelah disuntikkan virus influenza. Mekanisme virus memproduksi demam antara
4
lain dengan cara melakukan invasi langsung ke dalam makrofag, reaksi imunologis
terhadap komponen virus termasuk diantaranya pembentukan antibodi, induksi oleh
interferon dan nekrosis sel akibat virus.
- Jamur
Produk jamur baik mati maupun hidup memproduksi pirogen eksogen yang akan
merangsang terjadinya demam. Demam pada umumnya timbul ketika mikroba berada
dalam peredaran darah. Anak yang menderita penyakit keganasan (misalnya
leukemia) disertai demam yang berhubungan dengan neutropenia mempunyai resiko
tinggi untuk terserang infeksi jamur invasif.
2.Pirogen non-mikrobial
- Fagositosis
Fagositosis antigen non-mikrobial kemungkinan sangat bertanggung jawab untuk
terjadinya demam dalam proses transfusi darah dan anemia hemolitik imun. Sel
mononuklear bertanggung jawab terhadap produksi IL-1 dan terjadinya demam.
Granulosit polimorfonuklear tidak lagi diduga sebagai sel yang bertanggung jawab
dalam memproduksi IL-1, oleh karena demam dapat timbul dalam keadaan
agranulositosis. Sel mononuklear selain merupakan monosit yang beredar dalam
darah perifer, juga tersebar dalam organ seperti paru (makrofag alveolar), nodus
limfatik, plasenta, ruang peritoneum, dan jaringan subkutan. Monosit dan makrofag
berasal dari granulocyte-monocyte colonyforming unit (GM-CFU) dalam sumsum
tulang, kemudian memasuki peredaran darah untuk tinggal beberapa hari sebagai
monosit yang beredar atau bermigrasi ke dalam jaringan yang akan berubah fungsi
dan morfologi menjadi makrofag yang berumur beberapa bulan. Sel-sel ini berperan
penting dalam pertahanan tubuh termasuk diantaranya merusak dan memakan
mikroba, mengenal antigen, dan mempresentasikannya untuk menempel pada
limfosit, aktivasi limfosit-T, dan destruksi sel tumor. Keadaan yang berhubungan
dengan perubahan fungsi sistem monosit-makrofag diantaranya bayi baru lahir,
kortikosteroid dan terapi imunosupresif, lupus eritematosus sistemik. Dua produk
utama monosit-makrofag ialah IL-1 dan TNF.
- Kompleks antigen antibodi
Demam yang disebabkan oleh reaksi hipersensitifitas dapat timbul baik sebagai akibat
reaksi antigen terhadap antibodi yang beredar, yang tersensitisasi (immune fever) atau
oleh antigen yang diaktivasi sel-T untuk memproduksi limfokin, yang sebaliknya
5
akan merangsang monosit dan makrofag untuk melepas IL-1. Contoh demam yang
disebabkan dimediasi oleh reaksi imunologis diantaranya lupus eritematosus sistemik,
dan reaksi obat yang berat. Demam yang berhubungan dengan hipersensitif terhadap
penisilin lebih mungkin disebabkan oleh akibat interaksi kompleks antigen-antibodi
dengan leukosit dibandingkan dengan pelepasan IL-1.
- Steroid
Steroid tertentu bersifat pirogenik bagi manusia. Ethiocholanolon dan metabolik
androgen diketahui sebagai perangsang pelepasan IL-1. Ethiocolanolon memproduksi
demam hanya bila disuntikkan intramuskular (bukan intravena), maka diduga demam
tersebut diakibatkan oleh pelepasan IL-1 oleh jaringan subkutis pada tempat suntikan.
Steroid ini diduga bertanggung jawab terhadap terjadinya demam pada pasien dengan
sindrom adrenogenital dan demam yang tidak diketahui penyebabnya (fever of
unknown origin).
C. Patofisiologi Demam
Pengaturan suhu tubuh seluruhnya diatur di hipotalamus. Segala substansi pemicu
demam (pirogen) akan menyebabkan pelepasan mediator demam yaitu prostaglandin E2
(PGE2). PGE2 kemudian mempengaruhi set-point di hipotalamus, yang menyebabkan
perubahan respon secara sistemik, membentuk efek pembentukan panas tubuh untuk
menyesuaikan dengan level suhu yang telah diatur di hipotalamus.
PGE2 dilepaskan dari jalur sintesis asam arakidonat. Jalur tersebut dimediasi oleh
enzim fosfolipase A2 (PLA2), siklooksigenase (COX-2), dan prostaglandin E2 sintase.
Enzim tersebut seluruhnya menyebabkan sintesis dan pelepasan dari PGE2. PGE2 merupakan
mediator utama dalam respon demam. Pengaturan suhu tubuh akan tetap tinggi sampai PGE2
hilang dari peredaran sistemik. PGE2 mempengaruhi neuron pada daerah pre-optik (POA)
melalui reseptor-3 prostaglandin E (EP3). Neuron yang mengekspresikan EP3 di POA akan
menginervasi dorsomedial hipotalamus (DMH), nukleus rostral raphe pallidus di medula
oblongata (rRPa), dan nukleus paraventrikular (PVN) dari hipotalamus. Sinyal demam
dikirim ke DMH dan rRPa menyebabkan stimulasi dari sistem simpatis, yang kemudian akan
mencetuskan pembentukan panas tubuh dan vasokontriksi untuk menurunkan kehilangan
panas tubuh melalui kulit. Inervasi dari POA ke PVN 9
6
akan memediasi efek neuroendokrin dari demam melalui jalur yang melibatkan kelenjar
hipofisis dan organ endokrin lainnya.
Sebagai perumpamaan, hipotalamus di otak berfungsi mirip dengan termostat pada
lemari pendingin. Ketika set-point suhu tubuh ditingkatkan, maka tubuh akan
mengkompensasi peningkatan tersebut dengan secara aktif memproduksi panas dan menahan
panas dalam tubuh agar tidak keluar dari tubuh. Vasokontriksi pembuluh darah akan
menurunkan proses kehilangan panas melalui kulit dan menyebabkan seseorang merasakan
dingin bahkan hingga menggigil. Jika proses penyesuaian tersebut tidak cukup untuk
menyebabkan suhu darah sesuai dengan setingan suhu di hipotalamus, maka proses
menggigil dimulai dengan tujuan menggerakkan otot-otot untuk menghasilkan lebih banyak
panas. Ketika demam berhenti, dan setingan suhu di hipotalamus menjadi lebih rendah, maka
akan terjadi proses kebalikan dari proses sebelumnya, dengan tujuan menyesuaikan suhu
tubuh dengan setingan termostat yang baru. Proses tersebut meliputi vasodilatasi pembuluh
darah untuk meningkatkan pengeluaran panas melalui kulit, dan berkeringat sebagai upaya
pendinginan tubuh dalam menyesuaikan setingan suhu yang baru.
D. Fase Demam
Fase demam dibagi atas tiga stadium, yang menunjukkan proses dari perjalanan
demam (peningkatan dan penurunan demam). Stadium tersebut antara lain :
1. Stadium inkrementi
Stadium inkrementi ialah stadium dimana suhu tubuh mulai terjadi peningkatan, dapat
muncul mendadak atau perlahan-lahan.
2. Stadium fastigium
Stadium fastigium ialah puncak dari kejadian demam itu sendiri, dapat berupa puncak
yang berbentuk datar, tajam (peak), atau parabola. Bila didapat grafik suhu yang
bergelombang sedemikian rupa sehingga didapatkan 2 puncak gelombang dengan
variasi diantara 1-3 minggu, maka disebut demam undulans.
3. Stadium dekrementi
Stadium dekrementi yaitu stadium turunnya suhu tubuh. Apabila suhu turun dengan
mendadak maka keadaan tersebut disebut krisis, bila suhu turun perlahan disebut lisis.
Bila suhu turun mencapai normal kemudian meningkat kembali disebut residif,
sedangkan bila suhu meningkat sebelum suhu turun ke batas normal, maka disebut
rekrudensi.
7
E. Jenis dan Tipe Demam
1. Demam kontinyu
Merupakan demam yang terus-menerus tinggi dan memiliki toleransi fluktuasi yang
tidak lebih dari 1º C. Contoh penyakitnya antara lain; demam dengue, demam tifoid,
pneumonia, infeksi respiratorik, keadaan penurunan sistem imun, infeksi virus, sepsis,
gangguan sistem saraf pusat, malaria falciparum, dan lain-lain.
2. Demam intermiten
Demam yang peningkatan suhunya terjadi pada waktu tertentu dan kemudian kembali
ke suhu normal, kemudian meningkat kembali. Siklus tersebut berulang-ulang hingga
akhirnya demam teratasi, dengan variasi suhu diurnal > 1º C. Contoh penyakitnya
antara lain; demam tifoid, malaria, septikemia, kala-azar, pyaemia. Ada beberapa
subtipe dari demam intermiten, yaitu :
a) Demam quotidian
Demam dengan periodisitas siklus setiap 24 jam, khas pada malaria falciparum dan
demam tifoid
8
b) Demam tertian
Demam dengan periodisitas siklus setiap 48 jam, khas pada malaria tertiana
(Plasmodium vivax)
c) Demam quartan
Demam dengan periodisitas siklus setiap 72 jam, khas pada malaria kuartana
(Plasmodium malariae)
9
3. Demam remiten
Demam terus menerus, terkadang turun namun tidak pernah mencapai suhu normal,
fluktuasi suhu yang terjadi lebih dari 10 C. Contoh penyakitnya antara lain; infeksi
virus, demam tifoid fase awal, endokarditis infektif, infeksi tuberkulosis paru.
4. Demam berjenjang (step ladder fever)
Demam yang naik secara perlahan setiap harinya, kemudian bertahan suhu selama
beberapa hari, hingga akhirnya turun mencapai suhu normal kembali. Contohnya pada
demam tifoid
10
5. Demam bifasik (pelana kuda/ saddleback)
Demam yang tinggi dalam beberapa hari kemudian disusul oleh penurunan suhu,
kurang lebih satu sampai dua hari, kemudian timbul demam tinggi kembali. Tipe ini
didapatkan pada beberapa penyakit, seperti demam dengue, yellow fever, Colorado
tick fever, Rit valley fever, dan infeksi virus seperti; influenza, poliomielitis, dan
koriomeningitis limfositik.
6. Demam Pel-Ebstein atau undulasi
Suatu jenis demam yang spesifik pada penyakit limfoma hodgkin, dimana terjadi
peningkatan suhu selama satu minggu dan turun pada minggu berikutnya, dan seperti
itu seterusnya. Demam tipe ini ditemukan juga pada kasus penyakit kolesistitis
bruselosis, dan pielonefritis kronik.
7. Demam kebalikan pola demam diurnal (typhus inversus)
Demam dengan kenaikan temperatur tertinggi pada pagi hari bukan selama senja atau
di awal malam. Kadang-kadang ditemukan pada tuberkulosis milier, salmonelosis,
abses hepatik, dan endokarditis bakterial.
11
F. Diagnosis Banding Kasus Demam
Terdapat empat kategori utama demam pada anak, yang dibedakan menjadi :
1. Demam karena infeksi dengan tanda infeksi lokal
Demam dengan tanda lokal pada anak biasanya disebabkan oleh penyakit-penyakit berikut ini
a) Infeksi pernapasan bagian atas
− Gejala batuk dan pilek
− Nyeri menelan
− Rhinorhoea
− Faring hiperemis
− Tonsil hiperemis dan membengkak
− Detritus pada tonsil
− Pembesaran kelenjar getah bening
− dan lain-lain.
b) Otitis media dan eksterna
− Otorhoea
− Kanalis akustikus eksternus hiperemis
− Membran timpani hiperemis, cembung
− Nyeri Telinga
c)Sinusitis
− Nyeri kepala sekitar orbita
− Rhinorhoea yang berbau atau purulen
− Nyeri perkusi pada daerah yang terkena
d) Mastoiditis
− Benjolan lunak dan nyeri sekitar daerah mastoid
− Tanda peradangan lokal
e) Abses tenggorokan
− Nyeri tenggorokan yang cukup hebat pada anak yang lebih besar, nyeri saat menelan
− Kesulitan menelan/ mendorong masuk air liur
− Pembesaran kelenjar getah bening servikal
f) Infeksi jaringan lunak dan kulit
12
− Tanda peradangan lokal pada kulit; dapat berupa eritema, kalor, dolor, rubor, pustula, dll.
− Selulitis, abses kulit, dan lain-lain.
g) Demam rematik akut
− Tanda peradangan lokal pada sendi
− Karditis, eritema marginatum, nodul subkutan, dan lain-lain.
− Peningkatan LED dan ASTO
2. Demam karena infeksi tanpa tanda infeksi lokal
Demam yang timbul tanpa disertai tanda-tanda infeksi lokal, dapat disebabkan oleh hal-hal
berikut ini :
a) Demam dengue, demam berdarah dengue
− Demam atau riwayat demam mendadak tinggi selama 2-7 hari