Daftar Isi
2BAB I
2Pendahuluan
3BAB II
3Isi
32.1 Definisi
32.2 Epidemiologi
42.3 Anatomi dan Fisiologi
62.4 Etiologi
72.5 Patofisiologi
92.6 Gambaran Klinis
102.7 Pemeriksaan Penunjang
102.7.1 Laboratorium
102.7.2 Radiologi
102.7.3 Biopsi dan pemeriksaan histopatologi
112.7.4 Deteksi Dini
182.8 Pencegahan
192.9 Penatalaksanaan
262.10 Prognosis
27BAB III
27Ringkasan
29Daftar Pustaka
BAB I
PendahuluanPenyakit gagal ginjal kronik merupakan salah satu
penyakit yang patut untuk diperhatikan dan ditangani dengan baik
dan tepat, karena dapat mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang
bersifat progresif dan pada umumnya berujung pada gagal ginjal.
Menurut data statistik di berbagai negara maju seperti di Amerika,
angka kematian akibat gagal ginjal kronik meningkat sekitar 20%.1
Total orang amerika yang terkena penyakit gagal ginjal kronik
mencapai 26 juta orang. Menurut data dari WHO, Indonesia termasuk
dalam urutan ke-4 sebagai negara dengan penderita gagal ginjal
kronik terbanyak yang jumlahnya mencapai 16 juta jiwa.1 Fakta ini
dipicu karena pada awalnya penderita gagal ginjal kronik tidak
menyadari bahwa mereka menderita penyakit ini. Gagal ginjal kronik
merupakan penyakit yang bersifat asimptomatik (tidak menunjukkan
gejala klinis) pada awal perjalanan penyakit. Apabila tidak
dideteksi sejak dini dan tidak ditangani dengan tepat, maka
penyakit gagal ginjal kronik dapat berkembang menjadi stadium akhir
penyakit ginjal dan dapat berakibat fatal bagi penderita.Penyebab
dari gagal ginjal kronik terbanyak adalah diabetes mellitus dan
hipertensi1. Keadaan dimana tekanan darah meningkat ataupun kadar
gula darah yang mengalami peningkatan secara drastis didalam tubuh
akan memperparah proses sehingga dapat menuju pada keadaan gagal
ginjal kronik. Gangguan pada fungsi ginjal dapat menggambarkan
kondisi dan keadaan sistem vaskuler pada tubuh manusia sehingga
dapat membantu upaya pencegahan penyakit lebih dini sebelum pasien
tersebut mengalami komplikasi.2 Pada gagal ginjal kronik, fungsi
ginjal dari pasien mengalami penurunan yang signifikan, sehingga
keadaan ini memerlukan terapi pengganti seperti cuci darah maupun
transplantasi ginjal yang memerlukan biaya besar. Dengan demikian,
deteksi sejak dini fungsi ginjal berperan sangat vital dan dapat
memperlambat ataupun mencegah progresivitas dari penyakit ginjal
menuju ke keadaan gagal ginjal.BAB II
ISI
2.1 Definisi
Penyakit gagal ginjal kronik adalah keadaan dimana terdapat
kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari 3 bulan,
berdasarkan kelainan patologis atau pertanda kerusakan ginjal
seperti adanya protein pada hasil urin (proteinuria). Jika tidak
ada tanda kerusakan ginjal, diagnosis penyakit ginjal kronik
ditegakkan jika nilai laju filtrasi glomerulus kurang dari
60ml/menit/1,73m2.3Tabel 1. Kriteria Penyakit Ginjal Kronik
1. Kerusakan ginjal (renal damage yang terjadi >3 bulan)
berupa kelainan struktural atau fungsional, dengan atau tanpa
penurunan laju filtrasi glomerulus(LFG), dengan manifestasi :
Kelainan patologis
Terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam
komposisi darah atau urin, atau kelainan dalam test pencitraan
(imaging tests)
2. Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) 50 tahun Individu dengan
obesitas dan riwayat merokok. Pasien dengan penyakit vaskuler,
seperti penyakit jantung koroner dan stroke. Memiliki riwayat
penyakit diabetes melitus, hipertensi, ataupun gagal ginjal di
dalam keluarga. Pasien yang sedang dalam penggunaan obat
hipertensi, seperti ACE Inhibitors (ACEi) atau Angiotensin Receptor
Blockers (ARBs). Pasien dengan riwayat penyakit Diabetes Melitus
(DM). Pasien dengan riwayat obstruksi pada bladder. Penderita
infeksi saluran kemih yang berulangPengecekan serum kreatinin,
kadar ureum, nilai Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) dan urine
dipstick sangat penting dalam mendeteksi ada atau tidak penyakit
ginjal. Pemeriksaan-pemeriksaan diatas sensitif untuk mendiagnosis
gangguan fungsi ginjal. Kreatinin merupakan produk yang tidak
terpakai didalam tubuh yang berasal dari aktivitas otot dan secara
normal akan dibuang oleh ginjal dari dalam tubuh, namun apabila
ginjal mengalami masalah dan fungsi ginjal mengalami penurunan,
maka nilai kreatinin akan meningkat didalam darah. Meskipun
peningkatan kadar kreatinin serum spesifik untuk kerusakan ginjal,
test ini memiliki sensitivitas yang rendah, dan memerlukan
penurunan 50% laju filtrasi glomerulus untuk menyebabkan
peningkatan kadar serum kreatinin yang bermakna, disebut
creatinine-blind region. Laju filtrasi glomerulus adalah suatu
penilaian akan kapasitas penyaringan oleh nefron di ginjal. LFG
adalah metode yang sensitif dalam menilai fungsi ginjal secara
keseluruhan, dan berperan penting untuk mendeteksi adanya kerusakan
ginjal, menilai fungsi ginjal, dan sebagai pedoman untuk pemberian
dosis obat. Perubahan nilai pada LFG dapat menentukan sebagai
patokan untuk menentukan kapan seseorang harus melakukan dialisis
(cuci darah).8 Nilai normal LFG adalah 100 ml/min. Dengan demikian
semakin rendah nilai LFG mengindikasikan semakin rendah pula
kemampuan ginjal dalam menjalankan tugasnya.8Metode Penilaian Laju
Filtrasi Glomerulus, yang dihitung dengan mempergunakan rumus
Kockcroft-Gault, sebagai berikut:1
*) pada perempuan dikalikan 0.85Kemudian, pengecekan urin juga
berperan penting untuk mengetahui fungsi ginjal dan mendeteksi
lebih awal penyakit Nefropati Diabetikum. Normalnya protein tidak
ditemukan di urin karena akan di-reabsorbsi lagi didalam tubuh,
namun apabila terdapat kerusakan ginjal stadium dini, maka
mikroproteinuria akan ditemukan pada urin. Selain itu, CT scan juga
dapat menentukan penyakit ginjal seperti obstruksi yang disebabkan
oleh batu ginjal. Apabila terdapat batu ginjal, maka disarankan
untuk melakukan biopsi dan diperiksa dengan menggunakan mikroskop
untuk mengetahui hasil biopsi tersebut.8Selain mengecek fungsi
ginjal, deteksi dini gagal ginjal kronik juga harus ditingkatkan
apabila seseorang telah divonis menderita penyakit seperti diabetes
melitus maupun hipertensi, untuk mencegah terjadinya gagal ginjal
sejak dini. Berikut ini adalah pembahasan tentang bagaimana cara
mendeteksi sejak awal penyakit nefropati diabetikum, retinopati
diabetikum serta hipertensi, yaitu: 1. Nefropati Diabetikum
(Diabetic Nephropathy)Diabetes melitus (DM) merupakan salah satu
penyebab utama menuju gagal ginjal kronik. Komplikasi diabetes
melitus yang menyebabkan gagal ginjal disebut Nefropati Diabetikum.
Diagnosis nefropati diabetikum dilihat dari adanya albuminuria pada
pasien DM, baik tipe 1 dan 2. Apabila jumlah protein atau albumin
di dalam urin masih sangat rendah sehingga sulit untuk dideteksi
namun sudah > 30 mg / 24 jam, keadaan ini disebut juga
mikroalbuminuria.9 Sebanyak 43 % pasien diabetes di Amerika Serikat
muncul mikroalbuminuria dan 8 % pasien memiliki makroalbuminuria.
10Tabel 2. Tingkat kerusakan ginjal berkaitan dengan ekskresi
albumin / protein dalam urin
KategoriKumpulan urin 24 jam (mg/24 hr)Kumpulan urin sewaktu
(g/min)
Normal30) Inaktivitas fisik Dislipidemia Diabetes Melitus
Riwayat merokok Riwayat keluarga dengan penyakit kardiovaskular
Berbagai obat-obatan dapat digunakan untuk mengatasi hipertensi,
dengan tujuan mencegah terjadinya gagal ginjal kronik. Obat-obatan
tersebut adalahdiuretik, Angiotensin Converting Enzyme (ACE)
inhibitor, Angiotensin Receptor Blocker (ARB), Beta Blockers, dan
Calcium Channel Blockers Penelitian telah menunjukkan bahwa ACE
inhibitor dan ARB dapat mengurangi proteinuria dan memperlambat
kerusakan ginjal.Selain itu, diuretic terbukti membantu seseorang
untuk lebih sering buang air kecil dan membuang kelebihan cairan
dalam tubuh.Kombinasi dari dua atau lebih obat tekanan darah
mungkin diperlukan untuk menjaga tekanan darah tetap di bawah
130/80 mmHg.13
2.8 PencegahanUpaya pencegahan terhadap penyakit ginjal kronik
sebaiknya sudah mulai dilakukan pada stadium dini penyakit ginjal
kronik. Berbagai upaya pencegahan yang telah terbukti bermanfaat
dalam mencegah penyakit ginjal adalah:14 Pengobatan hipertensi,
memegang prinsip yaitu semakin rendah tekanan darah maka semakin
kecil risiko penurunan fungsi ginjal. Idealnya adalah < 130/80
mmHg. Monitor dan pengendalian gula darah, lemak darah, dan anemia.
Gula darah harus rutin diperiksa. Selain itu, menjaga berat badan
agar tetap ideal, mengatur pola makan yang bergizi serta restriksi
kalori dibutuhkan sebagai langkah awal pencegahan. Konsumsi obat
diabetic oral diperlukan apabila kadar glukosa darah sewaktu
>200. Selain itu, penggunaan obat golongan statin berperan dalam
menurunkan jumlah kolesterol didalam darah. Pemberian suplemen zat
besi dan vitamin juga diperlukan untuk mencegah terjadinya anemia
berat. Urinalisis dan pengecekan kadar protein pada urin. Dapat
dijadikan sebagai patokan awal penurunan fungsi ginjal. Lifestyle
modification, seperti berhenti merokok, peningkatan aktivitas
fisik, maupun penurunan berat badan apabila mengalami overweight
atau obesitas. Memilih untuk tidak merokok dapat menurunkan
kemungkinan terkena penyakit gagal ginjal kronik sebesar 30%.
Mengkonsumsi makanan bergizi dan atur pola makan. Mengurangi
konsumsi garam, mengurangi makanan yang mempunyai kadar kalori
tinggi dan makanan berlemak disarankan untuk menjaga agar berat
badan tetap ideal.2.9 PenatalaksanaanPenatalaksanaan pada gagal
ginjal kronik meliputi:2 Terapi spesifik pada penyakit dasarnya.
Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid. Memperlambat
perburukan fungsi ginjal. Pencegahan dan terapi terhadap penyakit
kasdiovaskular Pencegahan dan terapi terhadap komplikasi Terapi
pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal Tabel 3.
Perencanaan Tatalaksana Gagal Ginjal Kronik dengan Derajatnya
DerajatLGF (mL/menit/1.73 m2)
Rencana Tatalaksana
1 90Terapi penyakit dasar, kondisi komorbid,evaluasi perburukan
(progression) fungsi ginjal, memperkecil resiko kardiovaskular
260 89Menghambat perburukan fungsi ginjal
330 59Evaluasi dan terapi komplikasi
415 29Persiapan untuk terapi pengganti ginjal
5< 15Terapi pengganti ginjal
Dikutip dari : Suwitra, K. Penyakit Ginjal Kronik. Dalam :
Sudoyo, A, Setyohadi, B, Idrus, A, Simadibrata, M, Setiati, S. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi IV, Jilid I. Jakarta: FKUI. 2007.
Hal 571.Terapi spesifik terhadap penyakit dasar
Waktu yang paling tepat untuk terapi penyakit dasarnya adalah
sebelum terjadinya penurunan GFR, sehingga perburukan fungsi ginjal
tidak terjadi. Pada ukuran ginjal yang masih normal secara
ultrasonografi, biopsi dan pemeriksaan histopatologi ginjal dapat
menentukan indikasi yang tepat terhadap terapi spesifik.
Sebaliknya, bila LFG sudah menurun sampai 20 30% dari normal,
terapi terhadap penyakit dasar sudah tidak banyak
bermanfaat.2Pencegahan dan terapi pada kondisi komorbid
Mengikuti dan mencatat kecepatan penurunan LFG pada pasien gagal
ginjal kronik sangat penting. Hal ini untuk mengetahui kondisi
komorbid yang dapat memperburuk keadaan pasien. Faktor-faktor
komorbid ini antara lain gangguan keseimbangan cairan, hipertensi
yang tidak terkontrol, infeksi traktus urinarius, obstruksi traktus
urinarius, obat-obat nefrotoksik, bahan radiokontras, atau
peningkatan aktivitas penyakit dasarnya.2Menghambat perburukan
fungsi ginjal
Faktor utama penyebab perburukan fungsi ginjal adalah terjadinya
hiperfiltrasi glomerulus. Cara penting untuk mengurangi
hiperfiltrasi glomerulus adalah dengan pembatasan asupan protein.
Pembatasan asupan protein mulai dilakukan pada LFG 60 mL/mnt,
sedangkan di atas nilai tersebut, pembatasan asupan protein tidak
selalu dianjurkan. Protein diberikan 0,6-0,8/kg.bb/hari, yang
0,35-0,50 gr di antaranya merupakan protein nilai biologi tinggi.
Jumlah kalori yang diberikan sebesar 30-35 kkal/kgBB/hari,
dibutuhkan pemantauan yang teratur terhadap status nutrisi pasien.
Bila terjadi malnutrisi, jumlah asupan kalori dan protein dapat
ditingkatkan. Berbeda dengan lemak dan karbohidrat, kelebihan
protein tidak disimpan dalam tubuh tapi dipecah menjadi urea dan
substansi nitrogen lain, yang terutama diekskesikan melalui ginjal.
Oleh karena itu, pemberian diet tinggi protein pada pasien gagal
ginjal kronik akan mengakibatkan penimbunan substansi nitrogen dan
ion anorganik lain, dan mengakibatkan gangguan klinis dan metabolik
yang disebut uremia.2Pembatasan asupan protein akan mengakibatkan
berkurangnya sindrom uremik. Masalah penting lain adalah asupan
protein berlebih (protein overload) akan mengakibatkan perubahan
hemodinamik ginjal berupa peningkatan aliran darah dan tekanan
intraglomerulus (intraglomerulus hyperfiltration), yang akan
meningkatkan progresifitas pemburukan fungsi ginjal. Pembatasan
asupan protein juga berkaitan dengan pembatasan asupan fosfat,
karena protein dan fosfat selalu berasal dari sumber yang sama.
Pembatasan fosfat perlu untuk mencegah terjadinya
hiperfosfatemia.2Terapi Farmakologis
Terapi Farmakologis yaitu untuk mengurangi hipertensi
intraglomerulus. Pemakaian obat antihipertensi, disamping
bermanfaat untuk memperkecil resiko kardiovaskular juga sangat
penting untuk memperlambat pemburukan kerusakan nefron dengan
mengurangi hipertensi intraglomerulus dan hipertrofi glomerulus.
Beberapa studi membuktikan bahwa pengendalian tekanan darah
mempunyai peran yang sama pentingnya dengan pembatasan asupan
protein, dalam memperkecil hipertensi intraglomerulus dan
hipertrofi glomerulus. Sasaran terapi farmakologis sangat terkait
dengan derajat proteinuria. Proteinuria merupakan faktor risiko
terjadinya pemburukan fungsi ginjal, dengan kata lain derajat
proteinuria berkaitan dengan proses perburukan fungsi ginjal pada
penyakit ginjal kronik.2Beberapa obat antihipertensi, terutama
Angiotensin Converting Enzyme / ACE inhibitor, melalui berbagai
studi terbukti dapat memperlambat proses pemburukan fungsi ginjal.
Hal ini terjadi lewat mekanisme kerjanya sebagai antihipertensi dan
antiproteinuria.2Pencegahan dan Terapi Terhadap Penyakit
Kardiovaskular
Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular merupakan
hal yang penting, karena 40-45% kematian pada penyakit ginjal
kronik disebabkan oleh penyakit kardiovaskular. Hal-hal yang
termasuk dalam pencegahan dan terapi penyakit kardiovaskular adalah
pengendalian diabetes, pengendalian hipertensi, pengendalian
dislipidemia, pengendalian anemia, pengendalian hiperfosfatemia dan
terapi terhadap kelebihan cairan dan gangguan keseimbangan
elektrolit. Semua ini terkait dengan pencegahan dan terapi terhadap
komplikasi penyakit ginjal kronik secara keseluruhan.2Pencegahan
dan Terapi Terhadap Komplikasi
Penyakit ginjal kronik mengakibatkan berbagai komplikasi yang
manifestasinya sesuai dengan derajat penurunan fungsi ginjal yang
terjadi.2Tabel 4. Komplikasi gagal ginjal
kronikDerajatKeteranganLGF(mL/min/1.73m2)Komplikasi
1Kerusakan ginjal ringan dengan LGF normal atau meningkat>
90
2Penurunan fungsi ginjal ringan60 89Tekanan darah mulai naik
3Penurunan fungsi ginjal sedang30 59Hiperfosfatemia,
hipokalsemia, anemia, hiperparatiroid, hipertensi,
hiperhomosisteinemia
4Penurunan fungsi ginjal berat15 29Malnutrisi, asidosis
metabolik, cenderung hiperkalemia, dislipidemia
5Gagal ginjal< 15 (atau dialisis)Gagal jantung, uremia
Dikutip dari : Suwitra, K. Penyakit Ginjal Kronik. Dalam :
Sudoyo, A, Setyohadi, B, Idrus, A, Simadibrata, M, Setiati, S. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi IV, Jilid I. Jakarta: FKUI. 2007.
Hal 572Anemia
Anemia terjadi pada 80-90% pasien penyakit ginjal kronik. Anemia
pada penyakit ginjal konik terutama disebabkan oleh defisiensi
eritropoeitin.2 Pemberian eritropoitin merupakan hal yang
dianjurkan. Sedangkan pemberian transfusi darah pada penyakit
ginjal kronik harus dilakukan secara hati-hati, berdasarkan
indikasi yang tepat dan pemantauan yang cermat. Sasaran hemoglobin
menurut berbagai studi klinik adalah 11-12 g/dL.Mengatasi
hiperfosfatemia
Pemberian diet rendah fosfat sejalan dengan diet pada pasien
penyakit ginjal kronik secara umum yaitu tinggi kalori, rendah
protein dan rendah garam, karena fosfat sebagian besar terkandung
dalam daging dan produk hewan seperti susu dan telur. Asupan fosfat
dibatasi 600-800 mg/hari. Pembatasan asupan fosfat yang terlalu
ketat tidak dianjurkan, untuk menghindari terjadinya
malnutrisi.2Pembatasan Cairan dan ElektrolitPembatasan asupan air
pada pasien penyakit ginjal kronik, sangat perlu dilakukan. Hal ini
bertujuan untuk mencegah terjadinya edema dan komplikasi
kardiovaskular. Air yang masuk ke dalam tubuh dibuat seimbang
dengan air yang keluar, baik melalui urin maupun insensible water
loss. Dengan berasumsi bahwa air yang keluar melalui insensible
water loss antara 500-800 mL/hari (sesuai dengan luas permukaan
tubuh), maka air yang masuk dianjurkan 500-800 ml ditambah jumlah
urin.2Elektrolit yang harus diawasi asupannya adalah kalium dan
natrium. Pembatasan kalium dilakukan karena hiperkalemia dapat
mengakibatkan aritmia jantung yang fatal. Oleh karena itu,
pemberian obat-obat yang mengandung kalium dan makanan yang tinggi
kalium (seperti buah dan sayuran) harus dibatasi. Kadar kalium
darah dianjurkan 3,5-5,5 mEq/Lt. Pembatasan natrium dimaksudkan
untuk mengendalikan hipertensi dan edema. Jumlah garam natrium yang
diberikan, disesuaikan dengan tingginya tekanan darah dan derajat
edema yang terjadi.2Hemodialisis (HD)Hemodialisis (cuci darah)
terbukti sangat bermanfaat dalam memperpanjang usia dan
meningkatkan kualitas hidup penderita gagal ginjal terminal. Pada
hemodialisis, darah penderita dipompa oleh mesin kedalam
kompartemen darah padadialyzer.Dialyzermengandung ribuan serat
(fiber) sintetis yang berlubang kecil ditengahnya.Darah mengalir di
dalam lubang serat sementara cairan dialisis (dialisat) mengalir
diluar serat, sedangkan dinding serat bertindak sebagai membran
semipermeabel tempat terjadinya proses ultrafiltrasi.Ultrafiltrasi
terjadi dengan cara meningkatkan tekanan hidrostatik melintasi
membran dialyzer dengan cara menerapkan tekanan negatif kedalam
kompartemen dialisat yang menyebabkan air dan zat-zat terlarut
berpindah dari darah kedalam cairan dialisat.15Indikasi
dilakukannya hemodialisis pada penderita gagal ginjal stadium
terminal antara lain karena telah terjadi:15 Kelainan fungsi otak
karena keracunan ureum (ensepalopati uremik). Gangguan keseimbangan
asam-basa dan elektrolit, misalnya asidosis metabolik,
hiperkalemia, dan hiperkalsemia. Kelebihan cairan (volume overload)
yang memasuki paru-paru sehingga menimbulkan sesak nafas berat.
Gejala-gejala keracunan ureum (uremic symptoms)Dialisis dianggap
baru perlu dimulai bila dijumpai salah satu dari:15 Keadaan umum
buruk dan gejala klinis nyata. K serum > 6mEq/L Ureum darah >
200 mg/dl pH darah < 7,1 Anuria berkepanjangan (> 5 hari)
Fluid overloaded atau kelebihan cairan yang memasuki paru-paru
sehingga menimbulkan sesak nafas beratKontraindikasi dari
hemodialisis:15 Perdarahan Ketidakstabilan hemodinamik
AritmiaTransplantasi (cangkok) ginjalCangkok ginjal adalah
mencangkokkan ginjal sehat yang berasal dari manusia lain (donor)
ketubuh pasien gagal ginjal terminal melalui suatu tindakan bedah
(operasi).15 Terapi pengganti ginjal dilakukan pada gagal ginjal
kronik stadium 5, yaitu pada LFG kurang dari 15 mL/mnt. Pada
keadaan demikian, ginjal tidak dapat mengkompensasi kebutuhan tubuh
untuk mengeluarkan zat-zat sisa hasil metabolisme yang dikeluarkan
melalui pembuangan urin, mengatur keseimbangan asam-basa dan
keseimbangan cairan, menjaga kestabilan lingkungan dalam, sehingga
diperlukan penanganan yang disebut Terapi Pengganti Ginjal (Renal
Replacement Therapy).15Kendala Cangkok GinjalKendala yang sering
dialami pasien yang ingin atau telah melakukan cangkok ginjal
antara lain:15 Ketersediaan donor ginjal.Jumlah donor di Indonesia
masih sangat kecil. Hanya 15 donor ginjal per tahunnya,
dibandingkan dengan terjadinya 2.000 kasus baru penyakit ginjal
kronik stadium akhir per tahunnya. Tingginya biaya operasi cangkok
ginjal. Total biaya transplantasi di sekitar 80 juta hingga 250
juta rupiah Terjadinya penolakan (rejection) setelah operasi
cangkok ginjal.2.10 PrognosisPada pasien dengan gagal ginjal
kronik, kemungkinan untuk sembuh total sangat kecil apabila tidak
dilakukan dialisis ataupun transplantasi organ. Perjalanan penyakit
gagal ginjal kronik akan terus berkembang hingga pasien membutuhkan
program dialisis dan transplantasi ginjal. Penderita yang menjalani
program dialisis / cuci darah memiliki survival rate hingga
32%.14Deteksi dini serta pencegahan yang tepat dibutuhkan sebelum
pasien harus divonis menderita gagal ginjal kronik. Pada
kenyataannya, pasien dengan gagal ginjal kronik dapat berkembang
menjadi penyakit stroke ataupun serangan jantung.14BAB III
RingkasanGagal ginjal kronik merupakan salah satu penyakit yang
penting dalam ilmu penyakit dalam, karena dapat berakibat fatal
bagi penderitanya. Menurut data statistik yang didapat, angka
kematian akibat gagal ginjal kronik meningkat sekitar 20%.1 Total
orang amerika yang terkena penyakit gagal ginjal kronik mencapai 26
juta orang. Indonesia termasuk dalam urutan ke-4 sebagai negara
dengan penderita gagal ginjal kronik terbanyak yang jumlahnya
mencapai 16 juta jiwa.1 Penyakit gagal ginjal kronik adalah keadaan
dimana terdapat kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari 3
bulan, berdasarkan kelainan patologis atau pertanda kerusakan
ginjal seperti adanya protein pada hasil urin (proteinuria).2 Jika
tidak ada tanda kerusakan ginjal, diagnosis penyakit ginjal kronik
ditegakkan jika nilai laju filtrasi glomerulus kurang dari
60ml/menit/1,73m. Penyebab tersering penyakit gagal ginjal kronik
adalah glomerulonefritis, diabetes mellitus, hipertensi dan ginjal
polikistik.Penyakit gagal ginjal seringkali tidak terdiagnosis
dengan baik. Oleh sebab itu, deteksi dini kerusakan ginjal sangat
penting untuk dapat memberikan terapi dan pengobatan secara
maksimal dan efisien sebelum terjadi kerusakan dan komplikasi lebih
lanjut. Screening test pada individu asimtomatik yang menyandang
faktor risiko dapat membantu deteksi dini penyakit ginjal kronik.
Deteksi dini bertujuan untuk meminimalisir resiko untuk terkena
gagal ginjal. Deteksi dini meliputi anamnesis yang lengkap dan
pemeriksaan penunjang seperti laboratorium yang memadai. Selain
itu, pengukuran kadar kreatinin serum dilanjutkan dengan
penghitungan laju filtrasi glomerulus dapat mengidentifikasi pasien
yang mengalami penurunan fungsi ginjal. Pemeriksaan ekskresi
albumin dalam urin (albuminuria) dapat mengidentifikasi kerusakan
ginjal pada sebagian besar pasien.Faktor resiko dari gagal ginjal
kronik adalah pasien yang memiliki kriteria yaitu berusia >50
tahun, seseorang dengan obesitas dan riwayat merokok, seseorang
dengan penyakit vaskuler, seperti penyakit jantung koroner dan
stroke, memiliki riwayat penyakit diabetes melitus, hipertensi,
ataupun gagal ginjal di dalam keluarga, seseorang yang sedang dalam
penggunaan obat hipertensi, seperti ACE Inhibitors (ACEi) atau
Angiotensin Receptor Blockers (ARBs), seseorang dengan riwayat
penyakit Diabetes Melitus (DM) dan obstruksi pada bladder, serta
penderita infeksi saluran kemih yang berulang. Pengecekan dan
kontrol yang rutin terhadap kadar glukosa dalam darah, terapi pada
penyakit dasar, memperbaiki gaya hidup ke arah yang sehat, serta
pembatasan asupan protein maupun koreksi anemia merupakan
upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam mencegah dan memperlambat
perkembangan dari penyakit gagal ginjal kronik.Upaya pencegahan
terhadap penyakit ginjal kronik sebaiknya sudah mulai dilakukan
pada stadium dini penyakit ginjal kronik. Berbagai upaya pencegahan
tersebut adalah pengobatan hipertensi, Monitor dan pengendalian
gula darah, lemak darah, dan anemia., menjaga berat badan agar
tetap ideal, mengatur pola makan yang bergizi serta restriksi
kalori Konsumsi obat diabetic oral diperlukan apabila kadar glukosa
darah sewaktu >200. penggunaan obat golongan statin berperan
dalam menurunkan jumlah kolesterol didalam darah. Pemberian
suplemen zat besi dan vitamin juga diperlukan untuk mencegah
terjadinya anemia berat, urinalisis dan pengecekan kadar protein
pada urin. Dapat dijadikan sebagai patokan awal penurunan fungsi
ginjal, mengkonsumsi makanan bergizi dan atur pola makan.
Mengurangi konsumsi garam, mengurangi makanan yang mempunyai kadar
kalori tinggi dan makanan berlemak disarankan untuk menjaga agar
berat badan tetap ideal.
Deteksi dini dan pencegahan mutlak diperlukan pada pasien dengan
faktor resiko ke arah gagal ginjal kronik, Hal ini penting karena
apabila seseorang telah terkena penyakit ini, maka kemungkinan
untuk sembuh kembali ke normal sangat kecil. Tidak jarang
diperlukan program hemodialisis ataupun transplantasi organ untun
meningkatkan kualitas hidup pasien, yang membutuhkan biaya mahal.
Penderita yang menjalani program dialisis / cuci darah memiliki
survival rate hingga 32%.14
Daftar Pustaka1. Chronic Kidney Disease. National Kidney
Foundation. [online] New York. 2010, Diakses dari :
http://www.kidney.org/kidneydisease/ckd/index.cfm/2. Suwitra, K.
Penyakit Ginjal Kronik. Dalam : Sudoyo A, Setyohadi B, Idrus A,
Simadibrata M, Setiati S, eds. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi
IV, Jilid I. Jakarta: FKUI. 2007. Hal: 570-573.3. Arora, Pradeep.
Chronic Renal Failure. New York Health care System. Nov,
2010.Diakses dari :
http://emedicine.medscape.com/article/238798-overview4. Soegondo,
Notoatmodjo, Sidabutar. Gagal Ginjal Kronik. UniversitasSumatera
Utara. 2006. Diakses dari
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/16742/4/Chapter%20II.pdf5.
Kathuria, Pranay. Chronic Kidney Disease. Emedicinehealth, 2010.
Diakses dari:
http://www.emedicinehealth.com/chronic_kidney_disease/article_em.htm#Chronic
Kidney Disease Overview6. Ninik Soemyarso, dkk. Gagal ginjal
kronik. Surabaya: Fakultas Kedokteran UNAIR. 2010.Diakses dari
:
http://www.pediatrik.com/isi03.php?page=html&hkategori=pdt&direktori=pdt&filepdf=0&pdf=&html=07110-dchu260.htm7.
Chronic kidney disease. National Kidney Foundation. [online] New
York. 2010. Diakses dari :
http://www.kidney.org/kidneydisease/ckd/index.cfm/
8. Graham RD Jones, Ee Mun Lim. Estimation of the Glomerular
Filtration
Rate. The National Kidney Foundation. Department of Chemical
Pathology: St Vincent's Hospital, Sydney. 2010,
Diakses dari :
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1853341/9. Suwitra, K.
Penyakit Ginjal Kronik. Dalam : Sudoyo A, Setyohadi B, Idrus A,
Simadibrata M, Setiati S, eds. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi
IV, Jilid I. Jakarta: FKUI. 2007. Hal: 534-535.10. William Golden,
Robert Hopkins. Diabetes Melitus and Chronic Kidney Disease.
Internal Medicine. 2007. Diakses dari:
http://findarticles.com/p/articles/mi_hb4365/is_7_40/ai_n29388023/11.
The New England Journal Medicine. Effects of Medical Therapies
onRetinopathy Progression in Type 2 Diabetes. The ACCORD Study
Group and ACCORD Eye Study Group N Engl J Med 2010; 363:233-244.
2010. Diakses dari:
http://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMoa1001288#t=articleDiscussion12.
Troy Bedinghaus, O.D. Top 5 Ways to Lower Risk for Diabetic
Retinopathy.
2007.Diakses dari :
http://vision.about.com/od/eyediseases/tp/Diabetic_Risk.htm13. The
New England Journal Medicine. Intensive Blood-Pressure Control
in
Hypertensive Chronic Kidney Disease. N Engl J Med 2010;
363:2564-25662010.Diakses dari:
http://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMc101141914. World Kidney
association. Early detection in chronic kidney disease.
2011.Diakses dari :
http://www.worldkidneyday.org/page/importance-of-early-
detection-115. Wijaya, Adi Mulyadi. Terapi Pengganti Ginjal atau
Renal Replacement
Therapy (RRT). Jakarta. Januari 2010. Diakses dari :
http://translate.google.co.id/translate?hl=id&sl=id&tl=en&u=http://www.infodokterku.com/index.php%3Foption%3Dcom_content%26view%3Darticle%26id%3D68:terapi-pengganti-ginjal-atau-renal-replacement-therapy-rrt%26catid%3D29:penyakit-tidak-menular%26Itemid%3D18&anno=220